• Tidak ada hasil yang ditemukan

SELEKSI PRIMER MIKROSATELIT MAHONI (Swietenia macrophylla)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SELEKSI PRIMER MIKROSATELIT MAHONI (Swietenia macrophylla)"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

i

SELEKSI PRIMER MIKROSATELIT MAHONI (Swietenia macrophylla)

Oleh:

KHODIJAH NURUTAMI M111 13 076

HALAMAN JUDUL

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2018

(2)

ii

(3)

iii

ABSTRAK

Khodijah Nurutami (M111 13 076). Seleksi Primer Mikrosatelit (Swietenia macrophylla), di bawah bimbingan Muhammad Restu dan Gusmiaty.

Mahoni merupakan tanaman yang memiliki manfaat dan potensi akan kualitas genetik yang baik, namun informasi akan potensi tersebut masih kurang sehingga perlu dilakukannya pengembangan informasi genetik melalui seleksi primer dengan menggunakan penanda mikrosatelit. Tujuan dari penelitian ini untuk mendapatkan persentasi amplifikasi marka mikrosatelit pada koleksi mahoni di Laboratorium Bioteknologi dan Pemuliaan Pohon Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin. Pelaksanaan Penelitian pada bulan April sampai Oktober 2017. Lokasi penelitian untuk pengambilan sampel tanaman provenansi Abangares costarika, Carillo Costarika, Marayoka dan Nyalindungdi Kabupaten Pangkep, adapunHujantca Costarika dan Bolivia di Kabupaten Gowa. Seleksi primer menggunakan 12 sampel DNA secara acak menunjukkan sebanyak 11%

primer yang dapat teramplifikasi, namun tidak dapat digunakan untuk menganalisis keragaman genetik. Primer yang paling banyak mengamplifikasi sampel yaitu primer Sm46 , yang paling sedikit yaitu primer Sm12 dan yang tidak dapat mengamplifikasi yaitu primer Sm18,Sm43 dan Sm51.

Kata kunci : Mahoni, Penanda Mikrosatelit dan Seleksi Primer

(4)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas anugerah, rahmat, karunia dan izin- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul “Seleksi Primer Mikrosatelit Mahoni (Swietenia macrophylla)”. Shalawat dan salam juga penulis panjatkan kepada Baginda Rasulullah SAW yang memberikan ajaran yang benar untuk umatnya hingga saat ini.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya dan penghargaan yang tukus kepada semua pihak yang telah membantu selama di lokasi penelitian juga dalam proses penyusunan skripsi ini,

terutama kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Muh. Restu, M.P. dan Ibu Gusmiaty, SP., MP. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan perhatian dalam penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Ir. Syamsuddin Millang, MS., Ibu Dr. Astuti, S.Hut., M.Si., dan Ibu Dr. Ir. Sitti Nuraeni, MP. selaku dosen penguji yang telah membantu dalam memberikan saran, guna perbaikan skripsi ini.

3. Ibu Dr. Siti Halimah Larekeng, SP.,MP., Kak Yuni Fitri Cahyaningsih, SP.,M.Si., Kak Harlina, S.Si., Kak Mirza A. Arsyad, SP., M.Si., dan Kak Siti Aminah, A.Md.P., yang telah bersedia membantu penulis selama melaksanakan penelitian di Laboratorium Bioteknologi dan Pemuliaan Pohon.

Penulis menyadari bahwa di dalam skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Makassar, Maret 2018

Khodijah Nurutami

(5)

v

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji hanya milik Allah SWT, pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih atas bantuan dari berbagai pihak yang sangat berperan dalam penyusunan skripsi. Oleh karena itu, rasa penuh hormat, tulus dan ikhlas penulis haturkan kepada:

1. Seluruh Dosen Pengajar dan Staf Administrasi Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin atas bantuannya selama penulis menempuh pendidikan.

2. Teman-teman seperjuangan Asma, Santi, Regita, Yani, Unek, Dian, Andin, Sifa, Andis , Jefri dan Adik-adik 2014 di Laboratorium Bioteknologi terima kasih telah membantu dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Seluruh saudara “GEMURUH’13 terimakasih atas kebersamaan dan motivasi yang kalian berikan.

4. Terima kasih untuk sahabatku Nur Reski Immalasari, Wanti Mustika Sari, Andi Nurazizah Fatwal dan Muhammad Chairul S atas doa dan semangatnya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Kepada sahabat-sahabat penulis di luar sana Andi Ulfha Apriyanti, Andi Fahriadi A, Agry Edward P, yang sudah seperti saudara penulis dan selalu menemani penulis kapanpun dimanapun.

6. Khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada Ardiansyah A yang setia untuk meluangkan hampir sebagian besar waktunya dan memberikan dukungan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Penghormatan dan terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis persembahkan kepada Ayah Lasimin S.Hut. MP., Ibu Asmariani S.E yang senantiasa mendoakan dan memberikan perhatian, kasih sayang, nasehat dan semangat kepada penulis. Serta kepada kakak tersayang Dillya Rahayu S.Hut dan adik terkasih Agathis Celebica Al-Fitrah terimakasih atas doa dan dukungannya selama ini. Semoga dihari esok penulis kelak menjadi anak yang membanggakan.

(6)

vi Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini, masih banyak terdapat kekurangan yang perlu diperbaiki, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan dan khususnya kepada penulis sendiri.

Makassar, Maret 2018

Khodijah Nurutami

(7)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMAKASIH... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan dan Kegunaan ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Tanaman Mahoni (Swietenia macrophylla) ... 3

2.1.1 Sistematika ... 3

2.1.2 Morfologi ... 3

2.1.3 Fenologi... 4

2.1.4 Penyebaran dan Habitat ... 4

2.2 Provenansi ... 5

2.3 Penanda Genetik ... 5

2.4 Mikrosatelit ... 7

2.5 Seleksi Primer ... 8

III. METODE PENELITIAN ... 10

3.1 Waktu dan Tempat ... 10

3.1.1. Kabupaten Gowa... 10

3.1.2. Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan... . 12

3.2 Alat dan Bahan ... 12

3.3 Prosedur Penelitian ... 13

3.3.1 Pengambilan Sampel ... 13

3.3.2 Isolasi DNA Mahoni ... 14

3.4 Seleksi Primer ... 15

3.5 Analisis Mikrosatelit... 16

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

4.1 Seleksi Primer ... 18

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 23

(8)

viii

5.1 Kesimpulan ... 23

5.2 Saran ... 23

DAFTAR PUSTAKA ... 24

LAMPIRAN ... 27

(9)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

1. Alat dan Bahan untuk Analisis Molekuler... 13 2. Nama Primer dan Sekuen Primer SSR Species Swietenia macrophylla ... 16 3. Nama Primer dan Hasil Amplifikasi... 18

(10)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

1. Lokasi Plot Mahoni Provenansi Hujantca costarika dan Bolivia ... .11

2. Lokasi Plot Mahoni Provenansi Abangares costarika, Carillo costarika, Nyalindung dan Marayoka ... 12

3. Alur Prosedur Penelitian Seleksi Marka Mikrosatelit pada Mahoni ... 17

4. Elektroforegram Hasil Amplifikasi PCR ... 19

5. Elektroforegram Hasil Amplifikasi PCR ... 20

6. Elektroforegram Hasil Amplifikasi PCR ...21

(11)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

1. Dokumentasi Pengambilan Sampel Daun Mahoni ... 28 2. Dokumentasi Proses Penelitian di Laboratorium Bioteknologi dan

Pemuliaan Pohon ... 29 3. Dokumentasi Alat yang digunakan... 30

(12)

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keberhasilan amplifikasi DNA genom dengan menggunakan mikrosatelit sangat ditentukan oleh urutan basa primer yang digunakan serta kualitasnya atau kandungan primer dalam setiap reaksi. Informasi amplifikasi SSR untuk jenis- jenis tertentu seperti mahoni masih terbatas sehingga rekomendasi marka/primer yang dapat digunakan belum didapatkan. Penelitian sebelumnya pada eboni (Diospyros celebica Bakh.)menggunakan seleksi 17 marka mikrosatelit dan yang bisa digunakan untuk mengamplifikasi dan menganalisis DNA hanya tiga marka (Larekeng, 2016). Selanjutnya pada penelitian Zulfiana (2017) dilakukan seleksi pada 10 pasang primer SSR khusus jati (Tectona grandis) yang dikembangkan oleh Verhaegen, dkk., (2010)diperoleh sebanyak 4 primer yang menghasilkan pita polimorfik.

Mahoni (Swietenia macrophylla)merupakan pohon pelindung dan umumnya banyak ditanam karena bersifat tahan panas serta memiliki daya adaptasi yang baik terhadap berbagai kondisi tanah. Tanaman ini mempunyai nilai ekonomis tinggi karena kualitas kayunya keras dan berwarna kemerahan, sehingga sangat baik dibudidayakan untukMikrosatelit atau Simple Sequence Repeat (SSR) merupakan salah satu penanda DNA yang mempunyai sekuen sederhana, terdiri dari satu sampai enam basa yang diulang, dan banyak dijumpai pada genom tanaman. Tingkat polimorfisme yang tinggi menyebabkan metode ini ideal untuk digunakan dalam studi dengan jumlah sampel yang banyak (Fariza, 2014) dan mampu membedakan jenis dan individu yang berkerabat secara genetik (Brondani, et. al., 1998; Burke and Long, 2012). Penanda mikrosatelit digunakan untuk menguji kemurnian galur, studi filogenetik, lokus pengendali sifat kuantitatif dan forensik (Brondani,dkk., 1998;Nurtjahjaningsih, dkk., 2013).

Potensi mahoni yang mempunyai kualitas genetik yang baik belum banyak dijadikan dasar untuk mengembangkan jenis ini. Permasalahan yang dihadapi adalah masih kurangnya informasi potensi genetik tanaman tesebut. Keragaman genetik menggunakan mikrosatelit dapat menjadi informasi penting dalam

(13)

2 mendukung program pemuliaan maupun konservasi mahoni di masa yang akan datang. Untuk mengetahui keragaman genetik melalui analisis DNA terlebih dahulu dibutuhkan pengetahuan atau informasi yang baik dan tepat tentang primer yang digunakan untuk analisis DNA.

Metode seleksi primer sangat penting dilakukan untuk pengembangan penandamikrosatelit pada tanaman mahoni. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa banyak primer mikrosatelit yang dapat teramplifikasi pada koleksi sampel DNA mahoni di Laboratorium Bioteknologi dan Pemuliaan Pohon Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin.

1.2. Tujuan dan Kegunaan

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan persentasi amplifikasi marka mikrosatelit pada koleksi mahoni di Laboratorium Bioteknologi dan Pemuliaan Pohon Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin. Penelitian ini berguna untuk memberikan informasi dasar pada penggunaan marka-marka mikrosatelit yang dapat menjadi rekomendasi untuk analisis keragaman genetik mahoni.

(14)

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Mahoni (Swietenia macrophylla)

2.1.1. Sistematika

Klasifikasi Mahoni menurut Manan (1976) adalah sebagai berikut:

Regnum : Plantae (tumbuhan)

Sub regnum : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (Berkeping dua / dikotil) Ordo : Sapindales

Family : Meliaceae Genus : Swietenia

Spesies : Swietenia macrophylla King.

Mahoni memiliki nama lain sesuai daerah atau negaranya, nama mahagoni sebagai nama lokal di Bangli, nama mahok dikenal di Belanda, Acajou atau acajou pays dikenal di Perancis. Cheriamagany dikenal sebagai nama lokal di Malaysia. Caoba/caoba de Santo/domingo dikenal sebagai nama lokal di Spanyol dan Mahagoni, mahoni atau moni merupakan nama lokal di Indonesia.

2.1.2. Morfologi

Tanaman mahoni merupakan tanaman tahunan, dengan tinggi rata-rata 5 sampai 25m (bahkan ada yang mencapai lebih dari 30m), berakar tunggang dengan batang bulat, percabangan banyak, dan kayunya bergetah. Daun mahoni berupa daun majemuk, menyirip genap, helaian daun berbentuk bulat telur, ujung dan pangkal daun runcing, tepi daun rata, tulang menyirip dengan panjang daun 3 - 15 cm. Daun yang masih muda berwarna merah dan setelah tua berubah menjadi hijau. Bunga tanaman mahoni adalah bunga majemuk, tersusun dalam karangan yang keluar dari ketiak daun.Ibu tangkai bunga silindris, berwarna coklat muda.

Kelopak bunganya lepas satu sama lain dengan bentuk menyerupai sendok, berwarna hijau Menurut (Kementerian Kehutanan, 2011).

(15)

4 Mahkota bunga silindris, berwarna kuning kecoklatan, benang sari melekat pada mahkota, kepala sari berwarna putih/kuning kecoklatan. Tanaman mahoni ini baru akan berbunga setelah usia 7 atau 8 tahun. Setelah berbunga, tahap selanjutnya adalah berbuah, buah mahoni berbentuk kotak dengan bentuk bulat telur berlekuk lima. Ketika buah masih muda berwarna hijau, dan setelah besar berwarna coklat didalam buah terdapat biji berbentuk pipih dengan ujung agak tebal.Kandungan utama biji mahoni yakni saponin dan flavonoid. Biji mahoni berwarna cokelat, berbentuk lonjong, dan memiliki panjang 7,5-15 cm dengan bagian atas memanjang dan biji mahoni memiliki bagian seperti sayap (Mulyana dan Asmarahman, 2010; Kementerian Kehutanan, 2011).

2.1.3. Fenologi

Mahoni termasuk tumbuhan tropis dari Meliaceae yang berasal dari Hindia Barat.Tumbuhan ini dapat ditemukan tumbuh liar di hutan jati, pinggir pantai, dandi jalan-jalan sebagai pohon peneduh.Perkembang-biakannya dengan menggunakan biji, cangkokan, atau okulasi. Buah yang sudah tua kulit buahnya akan pecah dengan sendirinya dan biji-biji pipih itu akan bebas berterbangan sehingga jatuh ke tanah yang kemudian tumbuh menjadi tanaman mahoni generasi baru. Mahoni yang akan digunakan sebagai tanaman obat, tidak boleh diberi pupuk kimia (anorganik) maupun pestisida (Harianja, 2008).

2.1.4. Penyebaran dan Habitat

Mahoni tumbuh secara alami di Meksiko, Yucatan bagian Tengah dan Utara, Amerika Selatan (wilayah Amazona), Amerika Tengah, serta berkembang secara luas di Asia Selatan dan Pasifik, Afrika Barat. Di Indonesia mahoni memiliki daerah penyebaran di seluruh wilayah Jawa dan Sumatera (Martawijaya, dkk., 2005).

Tanaman ini termasuk jenis yang tidak memiliki persyaratan sifat tanah secara spesifik, karena mampu bertahan hidup pada berbagai jenis tanah bebas genangan dan reaksi tanah sedikit asam-basah, atau gersang. Pertumbuhan mahoni akan optimal pada tanah subur, bersolum dalam dan aerasi baik dengan pH 6,5 sampai 7,5. Tumbuh pada ketinggian maksimum 1.000 mdpl sampai 1.500 mdpl (Mindawati,dkk., 2014).

(16)

5 2.2. Provenansi

Provenansi adalah sumber (geografis) asal dari biji atau benih (seed).

Sumber biji (seed source) adalah tempat tumbuh dimana biji dikumpulkan. Kedua istilah ini identik apabila tempat dimana biji dikumpulkan adalah tempat tumbuh asalnya.Populasiyang berasal dari luar atau bukan tempat tumbuh aslinya namun telah beradaptasi dengan tempat tumbuh tersebut disebut sebagai ras-ras geografis.Faktor-faktor yang mempengaruhinya dikenal dengan istilah ras altitudinal, ras iklim atau ras edafis, perbedaan antara ras terutama terletak pada sifat-sifat fisiologinya seperti daya tahan akan dingin, panas dan kekeringan yang mempengaruhi cocok tidaknya pohon itu pada suatu tempat tumbuh (Soerianegara, 1970).

2.3. Penanda Genetik

Deoxiribose Nucleic Acid (DNA) merupakan substansi dasar penyusun gen.

Gen berada dalam setiap tubuh makhluk hidup yang berfungsi sebagai unit dasar hereditas (Selkoe and Toonen, 2006).

Perbaikan karakter tanaman selalu berkaitan langsung dengan proses manipulasi genom tanaman. Manipulasi konvensional selalu berasal dari keragaman genetik yang ada dalam suatu seleksi pemuliaan dan seleksi terhadap sifat-sifat yang diinginkan yang selanjutnya di wariskan secara stabil kepada keturunannya.Pemuliaan tanaman tampak berkembang, setelah adanya pendekatan genetika molekuler dengan mengganti piranti diagnosis asam nukleat baru. Piranti ini telah berhasil membentuk penanda molekuler yang mampu dalam mendeteksi gen dan sifat-sifat tertentu, monitoring keragaman dan evolusi pada level genetic (Nasir, 2002).

Penanda molekuler memiliki kemampuan yang luar biasa dalam mentargetkan asam nukleat tertentu.Penanda asam nukleat ini di rekayasa melalui teknik profiling dan sidik jari (fingerprinting) yang mampu mensampling molekul asam nukleat yang kaya informasi (Nasir,2002).

Kelebihan penanda genetik ini dibandingkan dengan penanda fenotipe konvensional, yaitu (Nasir, 2002):

(17)

6 a. Penanda genetik bersifat stabil dan dapat terdeteksi pada semua jaringan, tanpa terpengaruh oleh pertumbuhan, differensisasi, perkembangan, atau status pertahanan sel-sel tanaman

b. Penanda genetik tidak dipengaruhi oleh faktor lingkungan c. Umumnya tidak memiliki efek pleotropi atau epistasis

Na’iem (2000) menyatakan bahwa ada 2 macam teknik penanda DNA yaitu:

a. RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphism) adalah penanda DNA yang pertama kali dikembangkan menjelang akhir tahun 1970an. Faktor yangmendorong dikembangkannya penanda ini adalah ditemukannya enzim restiksi atau lebih dikenal dengan restriction enzyme. Enzim ini berfungi sebagai gunting yang memotong DNA pada sekuens tertentu (recognition sequence). Potongan DNA hasil pemotongan ini disebut sebagai fragmen restriksi (Restriction fragment).

b. Penanda berbasis PCR (Polymerase Chain Reaction), yaitu:

a. RAPD (RandomAmplified Polymorphic DNA), adalah modifikasi dari PCR yang dikembangkan pada tahun 1990 oleh J.Williams. Perbedaan pokok dari PCR adalah digunakannya satu primer pendek berukuran 10 basa (PCR menggunakan primer ganda berukuran panjang 20 basa). Urutan-urutan basa yang cocok dengan primer ini akan muncul disepanjang genom.

Teknik RAPD akan mendeteksi DNA polymorphisme yang diakibatkan oleh tidak munculnya amplifikasi pada suatu lokus.

b. AFLP (Amplified Fragment Lengt Polymorphism), penanda DNA yang tergolong paling mutakhir, yang merupakan penggabungan teknik RFLP dan teknik PCR. Penanda ini dikembangkan pada tahun 1995 oleh Vos et al. Teknik ini sedikit rumit kerena melibatkan enzim restriksi dan amplifikasi. Tahapan prosedur AFLP secara ringkas adalah sebagai berikut:

1) Reaksi dengan enzim restriksi 2) Ligasi adaptor

3) Amplifikasi PCR

4) Elektroforesis dan analisis

c. Mikrosatellites, penanda DNA yang tergolong sangat efektif juga berbasis PCR. Penanda Mikrosatellites juga disebut Simple Sequence Repeat (SSR),

(18)

7 yaitu segmen DNA yang berisi tandem repeats dari urutan basa yang sederhana, dengan panjang basa 1 hingga 5.

2.4. Mikrosatelit

Mikrosatelit merupakan rangkaian pola nukleotida antara dua sampai enampasang basa yang berulang secara berurutan. Mikrosatelit cenderung terjadi pada non-coding DNA. Sistem marker ini telah terbukti lebih efektif baik untuk pengorganisasian materi genetik berdasarkan jarak genetik, pemetaan gen dan pengimplementasian program pemuliaan yang lebih efisien. Mikrosatelit biasa digunakan sebagai penanda genetik untuk menguji kemurnian galur, studifilogenetik, lokus pengendali sifat kuantitatif dan forensik.

Mikrosatelit diamplifikasi menggunakan teknik PCR dengan beberapa pasang mikrosatelit cara yang paling umum untuk mendeteksi mikrosatelit adalah denganmerancang primer PCR yang unik untuk satu lokus dalam genom dan pasangan basa di kedua sisi bagian berulang. Satu pasang primer PCR akan bekerja untuk setiap individu dalam spesies dan menghasilkan produk yang berbeda ukuran untuk masing-masing mikrosatelit dengan panjang yang berbeda (Azizah dan Iskandar, 2011).

SSR merupakan marka yang terdistribusi secara melimpah dan merata dalam genom.Memiliki tingkat polimorfisme yang tinggi sehingga metode ini ideal untuk digunakan dalam studi dengan jumlah sampel yang banyak (Fariza, 2014).

Teknik mesin PCR didasarkan pada prinsip amplifikasi sekuen DNA seacara enzimatis yang melibatkan pengaturan temperatur. Perbedaan temperatur di mesin PCR menyebabkan terjadinya proses pengulangan siklus denaturasi DNA menjadi utas tunggal, penempelan primer (annealing) pada sekuan DNA genom dan perpanjang primer (elongation) (Widyastuti, 2010).

Keberhasilan teknik ini didasarkan kepada kesesuaian primer dan efisiensi dan optimasi proses PCR. Primer tidak spesifik dapat menyebabkan teramplifikasinya daerah lain dalam genom yang tidak dijadikan sasaran atau sebaliknya tidak ada daerah genom teramplifikasi. Optimasi PCR di perlukan untuk menghasilkan karakter yang diinginkan, optimasi ini

(19)

8 menyangkutdenaturasisuhu rendah, dan menyebabkan belum terbukanya DNA utas ganda sehingga tidak dimungkinkan terjadinya polimerisasi DNA baru.

2.5. Seleksi Primer

Oligonukleotida (primer) adalah molekul nekleotida berukuran pendek sekitar 10-30 basa nukleotida yang diperlukan diperlukan dalam mengawali proses sintesis DNA. Urutan basa nukleotida pada primer ditentukan agar dapat menempel. Kegiatan seleksi primer dilakukan untuk mencari primer acak yang menghasilkan penanda polimorfik lokus yang diperoleh (Yuwono, 2008).

Kegiatan seleksi primer dilakukan untuk mencari primer acak yang menghasilkan penanda polimorfik, baik dari jelasnya pita polimorfik yang dihasilkan maupun jumlah polimorfik lokus yang diperoleh. Optimalisasi primer dengan cara membuat beberapa reaksi PCR terhadap semua primer yang ada pada beberapa kondisi yang berbeda dengan menggunakan beberapa sampel DNA yang sama sehingga dapat diketahui kondisi optimum serta tingkat polimorfisme (variasi yang dihasilkan) setiap primer. Kriteria Primer yang dapat digunakan untuk analisis SSR adalah primer yang dapat menghasilkan pita-pita polimorfik, pita-pita yang dihasilkan jelas, reprodiksibilitas baik, hasil amplifikasi pita DNA relatif stabil, dan mudah dibaca (Hartati, dkk., 2007).

Primer yang tidak spesifik dapat menyebabkan teramplifikasinya daerah lain dalam genom yang tidak dijadikan sasaran atau sebaliknya tidak ada daerah genom yang teramplifikasi. Proses penempelan primer pada utas DNA yang sudah terbuka memerlukan suhu optimum, sebab suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan amplifikasi tidak terjadi atau sebaliknya suhu yang terlalu rendah menyebabkan primer menempel pada sisi lain genom yang bukan sisi homolognya; akibatnya dapat teramplifikasi banyak daerah tidak spesifik dalam genom tersebut. Suhu penempelan (annealing) ini ditentukan berdasarkan primer yang digunakan yang dipengaruhi oleh panjang dan komposisi primer (Suryanto, 2003).

Keberhasilan amplifikasi DNA genom menggunakan teknik SSR selain ditentukan oleh urutan basa primer yang digunakan serta kuantitasnya (kandungan

(20)

9 primer dalam setiap reaksi), ditentukan pula oleh kesesuaian kondisi PCR yang meliputi suhu annealing primer dan ekstensi (Prana dan Hartati, 2003).

Perbedaan ukuran fragmen atau polimorfisme fragmen DNA hasil amplifikasi disebabkan oleh sebaran lokasi basa nukleotida didalam genom yang menjadi tempat atau situs penempelan primer. Perbedaan profil pita DNA hasil amplifikasi, terutama jumlah dan ukuran pita sangat berperan dalam menentukan tingkat keragaman populasi. Pengaturan suhu fase annealing pada proses PCR sangat berpengaruh pada proses pelekatan primer sehingga perubahan suhu satu derajat akan menyebabkan primer gagal melekat.

(21)

10

III.METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Oktober 2017.Lokasi penelitian untuk pengambilan sampeltanaman provenansi Abangares costarika, Carillo Costarika, Marayoka dan Nyalindungdi Kabupaten Pangkep, adapunHujantca Costarika dan Bolivia di Kabupaten Gowa. Selanjutnya untuk menganalisis dilakukan di Laboratorium Bioteknologi dan Pemuliaan Pohon Fakultas Kehutanan Univesitas Hasanuddin, Makassar.

Lokasi pengambilan sampel daun mahoni dilakukan di dua daerah yaitu Kabupaten Gowa dan Kabupaten Pangkajene Kepulauan:

3.1.1 Kabupaten Gowa A. Letak

Tegakan benih mahoni yang berada di Desa Bellabori Kecamatan Parang Loe Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan dengan posisi koordinat 5011’21’,3’’ LS dan 119038’53,6’’BT. Tegakan sumber benih mahoni ini berada pada kawasan PT. Inhutani. Kecamatan Parangloe terletak didataran tinggi dengan batas wilayah sebelah utara Kabupaten Maros, sebelah selatan Kecamatan Manuju, sebelah barat Kabupaten Takalar dan Kecamatan Bontomarannu, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Tinggimoncong, Ketinggian rata-rata 500 mdpl.

B. Deskripsi Lokasi Penelitian

Lokasi tegakan sumber benih mahoni Bellabori Gowa ini dapat ditempuh ±30 Km dari Kota Makassar, dengan luas tegakan 2,5 ha.

Kecamatan Parangloe mempunyai area persawahan seluas 2.373 ha, kebun campuran seluas 8.242 ha, hutan lahan kering seluas 1.097 ha, Sektor kehutanan mempunyai luas kawasan hutan produksi yaitu 13.672 ha.Luas hutan lindung yaitu 5 ha, dan areal penggunaan lain seluas 4.025 ha.

(22)

11 Total luas Kabupaten Gowa 35,30% mempunyai kemiringan tanah diatas 40 derajat dan bentuk topografi wilayah yang sebagian besar berupa dataran tinggi berbukit-bukit yaitu berkisar 72.26%, seperti halnya daerah lain di Indonesia khususnya di Kabupaten Gowa hanya dikenal dua musim, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Lokasi Sampel Pohon Mahoni di Kabupaten Gowa provenansi Hujantca costarika dan Bolivia dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Lokasi Plot Mahoni Provenansi Hujantca costarika dan Bolivia.

3.1.2 Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan A. Letak

Secara geografis kawasan Hutan Diklat Tabo-Taboterletak pada koordinat 118º 49’ 42” BT - 118º 49’ 45” BT dan 04º 40’ 45” LS - 04º 40’

47” LS, sedangkan secara administratif pemerintahan, kawasan ini masuk dalam wilayah administratif pemerintahan Desa Tabo-Tabo Kecamatan Bungoro Kabupaten Pangkep Provinsi Sulawesi Selatan.

(23)

12 B. Deskripsi Lokasi Penelitian

Kawasan Hutan Diklat Tabo-Tabo seluas 601,26 ha, memiliki ketinggian antara 60 - 500 mdpl. Konfigurasi kawasan bervariasi dari bergelombang, berbukit sampai dengan bergunung.Pada kawasan Hutan Diklat Tabo-Tabo tersebut hanya sedikit sekali atau kurang dari 5 % areal datar. Lokasi Sampel Pohon Mahoni di Kabupaten Pangkajene Kepulauan provenansi Abangares Costarika, Carrillo Costarika Nyalindung dan Marayako dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Lokasi Plot Mahoni Provenansi Abangares costarika, Carrillo Costarika, Nyalindung dan Marayoka.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam pengambilan sampel di lapangan adalah cutter, pita ukur, GPS Garmin G2s, tallysheet, kamera digital, gunting, alattulis, coolerbox, spidol permanen, kertas label, dan plastik klip. Bahan yang dibutuhkan adalah es batu, dan sampel daun yang diambil dari populasi pohon sampel mahoni di daerah Kabupaten Gowa dan Pangkajene dan Kepulauan.Alat dan bahan yang digunakan untuk teknik analisis molekuler dengan penanda mikrosatelit terbagi dalam berbagai tahap yaitu tahapan ekstraksi DNA, PCR, elektroforesis dan

(24)

13 visualisasi DNA.Alat dan bahan yang digunakan pada teknik analisis molekuler dapat di lihat padaTabel 1.

Tabel 1.Alat dan bahan untuk analisis molekuler

TahapanPekerjaan (Analisis DNA/Mikrosatelit)

Ekstraksi DNA PCR Elektroforesis Visualisasi DNA

Alat:

1) Sarung tangan karet 2) Gunting

3) Lumpang porseline 4) Spatula

5) Timbangan analitik 6) Mikropipet dan tip 7) Tube eppendorf

(1,5 ml) 8) Centrifuge 9) Waterbath 10) Vortex mixer 11) Freezer

Alat:

1) Sarung tangan karet 2) Mikropipet

dan tip 3) Centrifuge 4) Tube PCR

(0,3 ml)

Alat:

1) Sarung tangan karet

2) Cetakan agar 3) Gelas

erlenmeyer (500 ml)

4) Microwave 5) Mesin

elektroforesis

Alat:

1) Sarung tangan karet

2) UV

Transiluminato r

(Gel Doc) 3) Kamera digital

Bahan:

1) Buffer CTAB 500 µl 2) Isopropanol 800 µl 3) Fenol 100 µl 4) Buffer TE 500 µl 5) Kloroform 200 µl 6) Isoamil-alkohol 100 µl 7) ddH2O 100 µl

8) RNase 4 µl

9) Natrium asetat 100 µl+800µl isopropanol 10) Aquades

11) Sampel daun bitti

Bahan:

1) DNA working2 µl 2) Primer SSR 1,25 µl (primer F 0,625 µl dan primer R0,625 µl) 3) PCR kit

kappa 2G fast 6,25 µl 4) ddH2O 3 µl

Bahan:

1) Agar SFR 3% 6 g

2) BufferTAE 200 µl

3) DNA hasil PCR 3 µl

4) DNA ladder 3 µl

5) Gel red 1,5 µl

Bahan:

1) Cetakan agar yang berisi DNA dari hasil elektroforesis

Keterangan: Jumlah takaran larutan di atas hanya untuk satu kali reaksi.

3.3. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

3.3.1. Proses Pengambilan Sampel

Penelitian seleksi primer mikrosatelitmahonimenggunakan sampel daun muda dari10 pohon mahoni untuk setiap provenansi. Provenansi yang diuji adalahAbangares Costarika, Carillo Costarika, Hujantca Costarika, Marayoka, Nyalindung dan Bolivia, sehingga total pohon yang diuji sebanyak 60 pohon.

Daun yang telah diambil dimasukkan ke dalam kantong plastik dan disimpan dalam coolerbox yang berisi es batu, fungsinya agar daun tetap terjaga kualitasnya sehingga daun tidak mudah rusak.Selanjutnya daun disimpan di dalam freezer

(25)

14 hingga proses ekstraksi dilakukan. Proses pengambilan sampel dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.3.2. Isolasi DNA Mahoni

Isolasi DNA menggunakan CTAB mengikuti metode Sambrook and Russel (2001) dengan modifikasi (Larekeng dkk, 2015). Proses Isolasi DNA dapat dilihat pada Lampiran 3.

Proses Lisis Dinding Sel

a. Sampel daun mahoni yang masih muda ditimbang sebanyak 200-300 mg tanpa tulang daun.

b. Daun diletakkan ke dalam mortar dan ditambahkan buffer CTAB sebanyak 500 ml.

c. Daun digerus hingga halus kemudian dimasukkan ke dalam tube 2mldan divorteks selama 15 detik.

d. Tube yang berisi larutan diinkubasi di dalam waterbath pada suhu 65°C selama 90 menit, larutan dibolak-balik setiap 30 menit.

e. Sampel yang telah diinkubasi, kemudian ditambahkan dengan larutan kloroform:isoamil-alkohol sebanyak 100 ml.

f. Tube berisi larutan disentrifugasi pada 10.000 rpm selama 10 menit.

g. Larutan di dalam tube (supernatan) dipindahkan ke tube baru kemudian ditambahkan larutan isopropanol sebanyak 800 ml.

h. Supernatan disentrifugasi dengan kecepatan 1.000 rpm selama 5 menit.

i. Larutan supernatan dibuang, tube kemudian dikeringkan selama satu malam.

Proses Pemisahan DNA dengan Komponen Lainnya

a. Sebanyak 500 ml buffer TE dimasukkan ke dalam tube yang telah di keringkan kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit.

b. Larutan dipindahkan ke tube baru kemudian ditambahkan kloroform sebanyak 100µl dan disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit.

(26)

15 c. Larutan dipindahkan lagi ke tube baru kemudian ditambahkan dengan

natrium asetat sebanyak 100 ml dan isopropanol sebanyak 800 ml.

d. Tube kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama10 menit.

e. Larutan kemudian dibuang dan endapan diambil dan dikeringkan selama satu malam.

f. Sebanyak 100 ml ddH2O ditambahkan ke dalam tube yang sudah dikeringkan dan disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 1 menit. Larutan tersebut berisi DNA hasil ekstraksi.

g. Sebanyak 4 ml RNAse ditambahkan ke larutan DNA dan disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 1 menit.

h. Larutan DNA disimpan dalam Freezer pada suhu −20°C.

3.4 . Seleksi Primer

Seleksi primer bertujuan untuk menghasilkan pita, baik dari jelasnya pita maupun kemudahan dalam melakukan skoring menjadi pertimbangan untuk dijadikan primer spesifik (Larekeng, dkk., 2015). Seleksi primerdilakukan dengan menggunakan 9 primer SSR dari Swietenia macrophylla(Lemes et.al, 2011;

Lemes et.al, 2015).

Sampel yang digunakan pada seleksi primer diambil dari masing-masing provenansi sebanyak 2 sampel secara acak sehingga total sampel yang diuji sebanyak 12 sampel. Pada saat proses amplifikasi dilakukan gradient suhu ±5o C untuk mendapat suhu yang tepat. Primer-primer yang dipilih digunakan untuk analisis keragaman genetik.Primer yang dipilih adalah primer yang bersifat polimorfik, menghasilkan pita yang jelas.Primer yang diseleksi dapat dilihat pada Tabel 2.

(27)

16 Tabel 2.Nama Primer dan Sekuen Primer SSR Species Swietenia macrophylla.

NO Nama

Lokus Repeat motif Urutan Sekuens Nukleotida Tm (°C)

Urutan alel 1 sm05 (AG) 17

GG(AG) 6

F: GCATGAGCTTGAGAGAATC

R:CAGAGGACTGAAGTAGCTGA 60 240 – 262 2 sm12 (AG) 12

TT(AG) 7

F: AGAGTGTTCGAGAGCCTCAA

R: AGAGCCGAATTCACCGAT 56 196-224 3 sm18 (AG) 19 F: CTGTCATGCATATCGTTGGA

R:GGGCAGATAAAGAGGAACAAG 56 196 – 232 4 sm43 (CT) 18 F: TAGGAACCAACCACCAAC

R: GTTCTCCTGCTCTCTTTGA 56 210 – 238 5 sm48 (AG) 20 F: TCAGGAATGGAAGGTACAGG

R:CAGTCATGGAGCGTAGCTAA 56 264 – 310 6 sm49 (AG) 19 F: GAA F:CTGGCAATGTGCTGACT

R:TCGGCAATAGCAAGACATTC 64 136 – 174 7 sm40 (AG) 19 F: TGTACTGTCAAGAGTGTAT

R: GACAAACATGTACCACAAG 55 120-146 8 sm46 (AG) 20 F: GCAGTACTCGCCTATCTTCA

R: TGAGAACTGCAGAATCCTTT 56 190-226 9 sm51 (AG) 22 F: GCAATTTCCAGAAGAAACC

R: CTGTAGGCGATAACAATCAG 55 138-182

Sumber: (Lemes et.al, 2011; Lemes et.al, 2015)

3.5 Analisis Mikrosatelit

Satu kali reaksi amplifikasi DNA terdiri atas 2 µl DNA working, 1,25 µl primer SSR (primer F 0,625 µl dan R 0,625 µl), PCR mix 6,25 µl, dan 3 µl ddH2O. Amplifikasi DNA menggunakan mesin PCR Sensoquest.

Amplifikasi DNA dilakukan dengan tahap berikut: suhu 95 C selama 3 menit sebagai denaturasi awal, kemudian diikuti 35 siklus, 95 C selama 30 detik sebagai denaturasi siklus pertama, penempelan primer spesifik (suhu disesuaikan dengan masing-masing pasangan primer) selama 50 detik, pemanjangan primer pada suhu 72°C selama 60 detik. Pemanjangan akhir 72 °C selama 5 menit.

Hasil amplifikasi DNA dipisahkan menggunakan elektroforesis horizontal.

Proses elektroforesis menggunakan agar SFR 3% dalam Buffer TAE 1× pada tegangan 100V selama90 menit (Seng et. al., 2004). Agar divisualisasi menggunakan UV transiluminator dan didokumentasikan menggunakan kamera digital.Prosedur penelitian secara umum untuk seleksi primerMahoni dengan teknik Mikrosatelit terdapat pada Gambar 3.

(28)

17 Gambar 3. Alur prosedur penelitian seleksi marka mikrosatelit pada Mahoni.

Isolasi DNA

Seleksi Primer

Amplifikasi DNA menggunakan Primer SSR

Foto

Elektroforesis SFR 3% untuk Mengecek Amplifikasi Sampel

Tidak Teramplifikasi Teramplifikasi

Sampel Daun

(29)

18

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Seleksi primer

Hasil seleksi primer yang telah dilakukan pada 9 pasang primer SSR yang dikembangkan dari mahoni hanya menunjukkan 1 primer yang dapat teramplifikasi 8 sampel dari 12 sampel yang diuji yaitu primer Sm46, sedangkan terdapat 3 primer yang tidak berhasil teramplifikasi yaitu primer Sm18, Sm43 dan Sm51. Primer yang digunakan untuk analisis lebih lanjut adalah primer yang menghasilkan pita jelas, terang dan polimorfik (Larekeng, dkk., 2015). Primer yang menghasilkan pita polimorfik dipilih karena primer tersebut mampu membedakan individu satu dengan yang lain, sedangkan primer yang menghasilkan pita monomorfik tidak dapat membedakan individu yang diuji.

Hasil seleksi primer yang teramplifikasi dan tidak teramplifikasi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Nama Primer dan Hasil Amplifikasi

No Nama

Primer

Jumlah Sampel

Teramplifikasi Nama Provenansi Keterangan

1 Sm05 4 Nyalindung, Bolivia,

Marayoka Polimorfik, terang & jelas

2 Sm12 1 Hujantca costarika Pita terang & jelas

3 Sm18 0 - Tidak ada pita

4 Sm43 0 - Tidak ada pita

5 Sm48 3 Marayoka, Bolivia Polimorfik

6 Sm49 6

Nyalindung89, Bolivia, Abangares

costarika, Carillo costarika, Marayoka

Polimorfik

7 Sm40 7 Nyalindung, Bolivia,

Carillo costarika, Marayoka

Polimorfik & pita terang

8 Sm46 8

Hujantca costarika, Nyalindung, Bolivia,

Carillo costarika, Marayoka

Polimorfik & pita terang

9 Sm51 0 - Tidak ada pita

Hasil seleksi primer pada Tabel 3 menunjukkam bahwa dari 9 primer yang diseleksi, hanya 1 primer yaitu primer Sm46 yang teramplifikasi pada keseluruhan

(30)

19 sampel yang mewakili 6 provenansi yang diuji, sehingga persentase amplifikasi yaitu sebesar 11%.Penelitian Iswanto (2016) menggunakan 10 primer RAPD yang diseleksi dan hanya 5 primer yang dapat teramplifikasi dengan ukuran pita (300- 400bp) sedangkan pada penelitian Sari (2017), diantara 10 primer yang diseleksi, hanya 3 primer yang dapat teramplifikasi dengan ukuran pita (200-400bp).

Hasil seleksi primer ini menunjukkan bahwa walaupun menggunakan primer yang dikembangkan dari mahoni tidak berarti proses amplifikasi akan selalu menghasilkan pita yang polimorfik, terang dan jelas sehingga pada penelitian ini tidak dapat dilakukan analisis lebih lanjut baik itu penelitian mengenai analisis keragaman genetik maupun penelitian mengenai pollen dispersal karena untuk melakukan analisis lebih lanjut dibutuhkan minimal 3 primer atau lebih yang dapat teramplifikasi dengan baik serta minimal 8 pita polimorfik yang muncul dari 12 sampel yang diuji pada hasil seleksi primer. Hasil amplifikasi PCR SSR dapat dilihat pada Gambar 4,5 dan 6.

Gambar 4. Elektroforegram Hasil Amplifikasi PCR (Keterangan: M=Marker dan 1-12=pita sampel mahoni).

Hasil amplifikasi pada seleksi primer menggunakan primer Sm05, Sm40, dan Sm5 pada Gambar 4 diperoleh pita yang polimorfik pada primer Sm05 dan Sm40 sehingga dapat membedakan individu satu dengan yang lain. Hal ini ditunjukkan pada perbedaan ukuran alel yang tampak pada kedua primer tersebut.

Primer Sm05 hanya dapat mengamplifikasi 4 sampel yang berasal dari provenansi Nyalindung, Bolivia, dan Marayoka dengan ukuran (300-400bp), serta memiliki pita polimorfik, terang dan jelas. Primer Sm40 hanya dapat mengamplifikasi 7

Sm05

M 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 M M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 M L

Sm40

Sm40 Sm51

100bp

(31)

20 sampel dari provenansi Nyalindung, Bolivia, Abangares costarika, Carillo costarika, dan Marayoka dengan ukuran (200-300bp), serta memiliki pita polimorfik dan terang. Primer Sm51 tidak menghasilkan pita. Primer yang tidak menghasilkan pita tidak dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut karena primer tersebut tidak dapat membedakan individu satu dengan yang lain.

Gambar 5. Elektroforegram Hasil Amplifikasi PCR (Keterangan: M=Marker dan 1-2=pita sampel mahoni).

Hasil amplifikasi pada seleksi primer menggunakan primer Sm12, Sm49 dan Sm43 pada Gambar 5 menunjukkan bahwa primer Sm12 hanya dapat mengamplifikasi 1 dari 12 sampel yang diuji yaitu sampel nomor 2 dari provenansi Hujantca costarika dengan ukuran pita (200-300bp), serta memiliki pita yang terang dan jelas. Primer 49 hanya dapat mengamplifikasi 6 dari 12 sampel yang berasal dari provenansi Nyalindung, Bolivia, Carillo costarika, dan Marayoka dengan ukuran pita (200-400bp) serta memiliki pita yang polimorfik, sedangkan primer Sm43 tidak menghasilkan pita.

M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 M

M 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 M

Sm12 Sm49

Sm49 Sm43

100bp

100bp

(32)

21 Gambar 6. Elektroforegram Hasil Amplifikasi PCR (Keterangan: M=Marker dan

1-12=pita sampel mahoni)

Hasil amplifikasi pada seleksi primer menggunakan primer Sm18, Sm46 dan Sm48 pada Gambar 6 menunjukkan bahwa primer Sm18 tidak menghasilkan pita atau tidak dapat mengamplifikasi sampel yang diuji. Primer Sm46 menghasilkan pita polimorfik dan dapat mengamplifikasi 8 dari 12 sampel yang diuji dengan ukuran pita (300-400bp), sedangkanprimer Sm48 hanya dapat mengamplifikasi 3 dari 12 sampel yang diuji dengan ukuran pita (200-300bp).

Primer yang digunakan berpengaruh terhadap jumlah dan intensitas pita DNA yang dihasilkan. Kegiatan seleksi primer dilakukan untuk mencari primer yang menghasilkan penanda polimorfik, baik dari jelasnya pita polimorfik yang dihasilkan maupun jumlah polimorfik lokus yang diperoleh. Optimalisasi primer dengan cara membuat beberapa reaksi PCR terhadap semua primer yang ada pada beberapa kondisi yang berbeda dengan menggunakan beberapa sampel DNA yang sama sehingga dapat diketahui kondisi optimum serta tingkat polimorfisme (variasi yang dihasilkan) setiap primer. Kriteria Primer yang dapat digunakan untuk analisis SSR adalah primer yang dapat menghasilkan pita-pita polimorfik, pita-pita yang dihasilkan jelas, reprodiksibilitas baik, hasil amplifikasi pita DNA relatif stabil, dan mudah dibaca (Hartati dkk, 2007).

Primer yang tidak spesifik dapat menyebabkan teramplifikasinya daerah lain dalam genom yang tidak dijadikan sasaran atau sebaliknya tidak ada daerah genom yang teramplifikasi. Proses penempelan primer pada utas DNA yang sudah terbuka memerlukan suhu optimum, sebab suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan amplifikasi tidak terjadi atau sebaliknya suhu yang terlalu rendah

M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 M

M 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 M

Sm18 Sm46

Sm46 Sm48

100bp

100bp

(33)

22 menyebabkan primer menempel pada sisi lain genom yang bukan sisi homolognya; akibatnya dapat teramplifikasi banyak daerah tidak spesifik dalam genom tersebut. Suhu penempelan (annealing) ini ditentukan berdasarkan primer yang digunakan yang dipengaruhi oleh panjang dan komposisi primer (Suryanto, 2003).

Keberhasilan amplifikasi DNA genom menggunakan teknik SSR selain ditentukan oleh urutan basa primer yang digunakan serta kuantitasnya (kandungan primer dalam setiap reaksi), ditentukan pula oleh kesesuaian kondisi PCR yang meliputi suhu annealing primer dan ekstensi (Prana dan Hartati, 2003).

(34)

23

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Seleksi primer mikrosatelit pada enam provenansi mahoni (Swietenia macrophylla) menunjukkan sebanyak 11% primer yang dapat teramplifikasi, namun tidak dapat digunakan untuk menganalisis keragaman genetik. Primer yang paling banyak mengamplifikasi sampel yaitu primer Sm46 , yang paling sedikit yaitu primer Sm12 dan yang tidak dapat mengamplifikasi yaitu primer Sm18,Sm43 dan Sm51.

5.2. Saran

Perlu dilakukan seleksi lanjut menggunakan primer lain untuk mendapatkan primer yang lebih banyak sehingga dapat digunakan untuk analisis genetik mahoni lainnya.

(35)

24

DAFTAR PUSTAKA

Azizah dan Iskandar Z. S. 2011.Keragaman Genetik dan Sistem Perkawinan padaTegakan Benih Mindi (Melia azedarach Linn.) di Wanayasa, Purwakarta Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Brondani, R.P.V., Brondani, C., Tarchini, R., and Grattapaglia, D. 1998.

Development, Characterization and Mapping of Microsatellite Markers in Eucalyptus grandis and E. urophylla. Theoretical and Applied Genetics, 97: 816-827.

Burke, M. K., and Long, A. D. 2012. Perspective: What paths do advantageous alleles take during short-term evolutionary change. Molecular Ecology,21: 4913-4916.

Fakultas Kehutanan UGM. 2000. Laporan Penelitian Pemeliharaan Kebun Benih Sengon dan Nangka di Jawa. Kerja sama antara proyek Pengembangan Sumber Benih Wilayah Jawa dan Madura. Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Fariza, I.Q.A. 2014.Seleksi Primer Simple Squense Repeat (SSR) Untuk Identifikasi 17 klon Karet (Hevea brasiliensis). Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Harianja, A. 2008.Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Cetakan Kelima. Jakarta:

Penerbit Penebar Swadaya.

Hartati, D., Rimbawanto, A., Taryono, dan Sulistyaningsih, E. 2007. Pendugaan Keragaman Genetik di Dalam dan Antar Provenansi Pulai (Alstonia scholaris (L) R. Br) Menggunakan Penanda RAPD. Balai Besar Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan.

Hoon-Lim, S., Peng Teng, P. C., Lee Y. H., and Goh, C. J. 1999.RAPD Analysis of Some Species in the Genus Vanda (Orchidaceae).Annuals of Botany.

Iswanto. 2016. Analisis Keragaman Genetic Jenis Mahoni (swietenia mahagoni (L) Jacq) pada Berbagai Sumber Benih di Sulawesi Selatan. Skripsi Sarjana Fakultas Kehutanan Universutas Hasanuddin.

Kementerian Kehutanan, BPDAS Solo. 2011. Info Tanaman Hijau.

http://www.bpdassolo.net/index.php/tanaman-kayu-kayuan/tanaman- mahoni.

Larekeng, S. H., Ismail, M, Purwito. A, Mattjik, N. A dan S. Sudarsono. 2015.

Pollen Dispersal and Pollination Patterns Studies in Pati Kopyor Coconut using Moleculer Markers.International Journal on Coconut R and D 31 (1).

Larekeng, S.H., N. A’ida, Y.F. Cahyaningsih, Gusmiaty dan M. Restu. 2016.

Keragaman Genetik Eboni Berbagai Provenans pada Kebun Pangkas

(36)

25 BPTH Wilayah II di Kabupaten Gowa.Prosiding Seminar Nasional Silvikultur, Palangkaraya.

Lemes, M. R..,Esashika, T. , and. Gaoue, O. G. 2011. Microsatellites For Mahoganies: Twelve New Loci For Swietenia Macrophylla And Its High Transferability To Khaya Senegalensis. American Journal of Botany:

e207–e209.

Lemes, M. R. , Brondani, R. P. V. and D. Grattapaglia. 2015. Multiplexed Systems of Microsatellite Markers for Genetic Analysis of Mahogany, Swietenia macrophylla King (Meliaceae), a Threatened Neotropical Timber Species. National Defense University.

Maftuchah. 2001. Strategi Pemamfaatan Penanda Molekuler Dalam Perkembangan Bidang Holtikultura. Indonesian Biotechnology Information Centre (IndoBIC). Bogor.

Manan, S. 1976.Silvikultur.Diktat Kuliah.Lembaga Kerjasama Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Martawijaya, A., Dkk. 2005.Atlas Kayu Jilid I, II, III Departemen Kehutanan.Badan Penelitian & Pengembangan Kayu.

Mindawati, N., dan Megawati. 2014. Manual Budidaya Mahoni (swietenia

macrophylla king).Bogor. http://www.forda-

mof.org/index.php/content/publikasi/post/268.

Mulsanti, I.W. 2011. Identifikasi dan Evaluasi Kemurnian Genetik Benih Padi Hibrida menggunakan Marka Mikrosatelit.Tesis Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Mulyana, D dan Asmarahman, C. 2010.Tujuh Jenis Kayu Penghasil Rupiah.PTAgroMedia Pustaka.Jakarta Selatan.

Na’iem, M. 2000. Training Course On Basic Forest Genetics: Characteristic of Forest Genetic Varation. Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Nasir. 2002. Bioteknologi Molekuler, Tekhnik Rekayasa Genetik Tanaman.PT Citra Aditya Bakti. Bandung.

Nurtjahjaningsih. I.L.G., A.Y.P.B.C., Widyatmoko., P. Sulistyawati dan A.

Rimbawanto. 2013. Karakteristik dan Aplikasi Penanda Mikrosatelit pada Beberapa Species Eucalyptus. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan.Yogyakarta.

Sari, W. M., 2017. Pola Penyerbaran Serbuk Sari Mahoni (sweetenia mahagoni) Berdasarkan marka Molekuler SSR, provenansi Abangares, Kabupaten Gowa. Skripsi Mahasiswa Fakultas Kehutanan. Universitas Hasanuddin.

Makassar.

(37)

26 Sambrook, J. And Russel DW. 2001. Molekular Cloning a Laboratory Manual.

Third Edition. Cold Spring Harbor Laboratory Press, Cold Spring Habror. New York.

Selkoe, K. A., and Toonen, R. J. 2006. Microsatellites for Ecologists: a Practical Guide to Using and Evaluating Microsatellite Markers. Ecol Lett. 9:615- 629.

Seng, T. Y., Singh, R., Faridah, Q. Z., Tan, S. G., Alwee. 2004. Recycling of Superfine Resolution Agarose Gel. Genetics and Molecular Research.

Soerianegara, I. 1970. Pemuliaan Hutan. Lembaga Penelitian Hutan. Bogor.

Suryanto, D. 2003. Melihat Keanekaragaman Organisme Melalui Beberapa Teknik Genetik Molekuler. Universitas Sumatra Utara.

Verhaegen, D., I.J. Fofana, Z.A. Logossa, dan D. Ofori. 2010. What Is The Genetic Origin of Teak (Tectona grandis L.) introduced in Africa and in Indonesia?.Tree Genetic and Genomes 6: 717-733.

Widyastuti, E.D. 2010. Penelitian Keragaman Genetik Tanaman Hutan dengan Penanda RAPD. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Widyatmoko, A.Y.P.B.C., I.L.G. Nurtjahjaningsih and Prastyono. 2011. Study on the level of genetic diversity of Diospyros celebica, eusideroxylon zwagery and Michelia spp. Using RAPD markers. Project report of ITTO PROJECT PD 539/09 REV.1 (F). Centre for Conservation and Rehabilitation Research and Development. Bogor.

Yuwono, T. 2006. Teori dan Aplikasi Polymerase Chain Reaction. Adil.

Yogyakarta.

Zulfiana, A. S. 2017. Analisis Keragaman Genetik Anakan Jati pada Berbagai Provenansi di Sulawesi Tenggara berdasarkan Penanda Mikrosatelit.

Skripsi Sarjana. Fakultas Kehutanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

(38)

27

LAMPIRAN

(39)

28 Lampiran 1. Dokumentasi Pengambilan Sampel Daun Mahoni.

Pengambilan Sampel Daun Muda dari Pohon Mahoni

Daun Muda Mahoni

(40)

29 Lampiran 2. Dokumentasi Proses Penelitian di Laboratorium Bioteknologi dan

Pemuliaan Pohon.

Penimbangan Sampel Daun Penggerusan Sampel Daun

Inkubasi Waterbath Pencampuran Larutan

(41)

30 Proses Amplifikasi DNA dengan Proses Elektroforesis

menggunakan mesin PCR

Proses Visualisasi hasil Elektroforesis dengan menggunakan Gel doc yang di dokumentasikan menggunakan kamera digital.

(42)

31 Lampiran 3.Dokumentasi Alat yang digunakanlamp 1

Timbangan Analitik Mortar

Vorteks Waterbath

Oven Centrifuge

(43)

32 Gel Doc Elektroforesis

Mesin PCR

(44)

33

Referensi

Dokumen terkait

dalam hal optimalisasi penerimaan negara bukan pajak dari penambangan tembaga, maka salah satu upaya yang harus dilakukan adalah analisis tekno-ekonomi penambangan dan pengolahan

Creativity Guru dan peserta didik membuat kesimpulan tentang hal-hal yang telah dipelajari terkait Fungsi atau Pemetaan( Grafik Fungsi, Daerah Hasil Fungsi),

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi pihak Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas II A Bandung pada warga binaan wanita menjelang bebas

Pada daerah alang-alang dapat dilihat bahwa pada suhu 31 O C dengan kelembaban 67% diperoleh jumlah burung yang paling banyak bertengger di pepohonan yaitu sebesar

Dalam tahap observasi siklus persiklus tindakan yang dilakukan peneliti dalam pembelajaran diamati oleh teman sejawat. Sebagai kolaburator dengan menggunakan

Hasil analisis dapat disimpulkan bahwa (1) menulis deskriptif siswa keterampilan diberi model pembelajaran tematik terpadu lebih tinggi dari siswa yang diberi

Segitiga yang panjang sisinya dan ketiga sudutnya tidak sama disebut segitiga ..(Skor