• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user BAB II

LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Ayam broiler

Ternak ayam di dalam dunia hewan memiliki taksonomi (Suprijatna dkk., 2005) sebagai berikut :

Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Aves Subkelas : Neornithes Ordo : Galliformes Genus : Gallus

Spesies : Gallus domesticus

Ayam pedaging (broiler) adalah ayam ras yang mampu tumbuh cepat dapat menghasilkan daging dalam waktu relatif singkat (5-7 minggu). Ternak unggas khususnya ayam broiler merupakan salah satu sumber penghasil protein hewani disamping ternak lainnya. Ayam broiler mempunyai perkembangan yang cepat, harga terjangkau masyarakat luas dan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat karena dapat diusahakan dalam skala kecil maupun dalam skala besar (Amrullah, 2004). Ayam broiler umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006). Ayam broiler telah dikenal masyarakat dengan berbagai kelebihannya, antara lain hanya 5-6 minggu sudah siap dipanen. Ayam yang dipelihara adalah ayam broiler yakni ayam yang berwarna putih dan cepat tumbuh (Rasyaf, 1995).

Menurut Amrullah (2004) ayam pedaging merupakan ayam yang mempunyai kemampuan untuk menghasilkan daging yang banyak dengan kecepatan pertumbuhan yang sangat cepat dalam waktu yang sangat singkat untuk mencapai berat tertentu.

North (1984) menyatakan bahwa broiler adalah ayam yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan daging manusia yang biasa dipasarkan pada umur 6 – 8 minggu, tanpa memperdulikan permintaan pasar dengan bobot sekitar 4 pound (1,80 kg). Bagi konsumen, daging ayam pedaging telah menjadi makanan bergizi tinggi dan berperan

6

(2)

commit to user

penting sebagai sumber protein hewani bagi mayoritas penduduk Indonesia (Muladno et al. 2008). Kontribusi ayam pedaging dalam penyediaan daging di Indonesia berdasarkan angka-angka sebesar 60.73% (Balitbang 2006).

Ayam broiler memiliki kelebihan dan kelemahan, kelebihannya adalah dagingnya empuk, ukuran badan besar, bentuk dada lebar, padat dan berisi, efisiensi terhadap pakan cukup tinggi, sebagian besar dari pakan diubah menjadi daging dan pertambahan bobot badan sangat cepat sedangkan kelemahannya adalah memerlukan pemeliharaan secara intensif dan cermat, relatif lebih peka terhadap suatu infeksi penyakit dan sulit beradaptasi (Murtidjo, 1987).

2. Pakan dan Kebutuhan Nutrien Ayam Broiler

Tujuan pemeliharaan yaitu memproduksi daging sebanyak mungkin dalam waktu singkat, maka jumlah pemberian pakan tidak dibatasi (ad libitum). Ayam pedaging selama pemeliharaannya mempunyai dua macam pakan yaitu starter (0-4 minggu) dan pedaging finisher 5 minggu hingga panen (Kartadisastra, 1999). Laju pertumbuhan merupakan fungsi dari tingkat nutrisi. Semakin baik tingkat nutrisi yang diberikan maka laju pertumbuhan semakin baik. Efisiensi terhadap pemberian ransum akan berpengaruh nyata terhadap pertambahan keuntungan. Untuk itu hendaknya ransum yang diberikan mengandung susunan zat makanan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, yakni mengandung energi yang tinggi, kualitas protein yang baik, kandungan asam amino essensial serta mineral dan vitamin yang cukup (Winarno, 1992).

Menurut Rasyaf (1997) ransum adalah campuran bahan-bahan pakan untuk memenuhi kebutuhan zat-zat nutrisi yang seimbang dan tepat. Seimbang dan tepat berarti zat makanan tidak berlebihan dan tidak kurang persis antara yang dibutuhkan dengan yang ada. Ransum yang diberikan harus mengandung protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Sedangkan menurut Sudaro dan Siriwa (2007) Ransum adalah bahan ransum ternak yang telah diramu dan biasanya terdiri dari berbagai jenis bahan ransum dengan komposisi tertentu. Pemberian ransum bertujuan untuk menjamin pertumbuhan berat badan dan menjamin produksi daging agar menguntungkan.

Menurut Rasyaf (2003) suatu bahan makanan layak dikonsumsi ayam, apabila memenuhi persyaratan, antara lain : langgeng keberadaannya, tidak mempunyai daya

(3)

commit to user

saing kuat dengan kebutuhan manusia, tidak mempunyai daya saing nutrisi yang kuat dengan bahan makanan ayam sejenisnya, mengandung serat kasar yang rendah.

Ransum yang masuk ke dalam tubuh ini dipergunakan untuk keperluan pokok hidup seperti aktivitas tubuh, metabolisme, pengaturan suhu badan, berjalan, mencerna makanan, dan lain-lain. Jika kebutuhan zat-zat makanan ini setelah untuk keperluan pokok hidup ternyata masih ada kelebihannya, maka kelebihan itu barulah dipergunakan untuk berproduksi dan disimpan (AAK, 1986).

Penyusunan ransum ayam broiler didasarkan pada kandungan energi dan protein. Untuk ayam broiler, pada umur 0-3 minggu ransum yang digunakan harus mengandung protein 23% dan energi metabolis 3.200 kkal/kg (NRC, 1984). Namun menurut beberapa hasil penelitian bisa juga digunakan ransum dengan protein 22% dan energi metabolis 3.000 kkal/kg sampai ayam tersebut dipanen, kandungan lain yang harus diperhatikan yaitu serat kasar 7%, lemak 8%, kalsium 1% dan phosphor yang tersedia sekitar 0,45% (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006). Sedangkan menurut Yuwanta (2004) menyatakan bahwa kebutuhan nutrien untuk ayam broiler berdasarkan fase pertumbuhan, fase starter (0-3 minggu) kebutuhan protein kasar 21-23%, energi metabolis 2.800-2.900 kkal/kg, kalsium 1%, phosphor tersedia 0,5%, sedangkan pada fase finisher (3-6 minggu) kebutuhan protein kasar 18-20%, energi metabolis 3.000- 3.200 kkal/kg, kalsium 1,25%, phosphor 0,45%.

Jumlah kebutuhan pakan ayam broiler sangat bervariasi, hal ini sangat ditentukan kondisi ayam (strain) dan lingkungan, akan tetapi sebagai pedoman, pada tiap-tiap fase bisa diberikan yaitu umur 0 – 4 minggu sejumlah 40 gram/ekor/hari, umur 5 – 8 minggu sejumlah 60-100 gram/ekor/hari (AAK, 1986). Penggantian ransum starter dengan ransum finisher sebaiknya tidak dilakukan sekaligus, tetapi secara bertahap. Hari pertama diberi ransum starter 75% ditambah ransum finisher 25%, pada hari berikutnya diberi ransum starter 50% ditambah ransum finisher 50%, hari berikutnya diberi ransum starter 25% ditambah ransum finisher 75% dan hari terakhir diberi ransum finisher seluruhnya. Jika tahapan ini tidak dilakukan maka nafsu makan ayam menurun untuk beberapa hari dan dikhawatirkan akan menghambat pertumbuhan (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).

Menurut Sudaro dan Siriwa (2007), pemberian ransum dapat dilakukan dengan cara bebas maupun terbatas. Cara bebas, ransum disediakan ditempat pakan sepanjang

(4)

commit to user

waktu agar saat ayam ingin makan ransumnya selalu tersedia. Cara ini biasanya disajikan dalam bentuk kering, baik tepung, butiran, maupun pelet.

Adapun kebutuhan nutrien ransum broiler : a. Kebutuhan Protein

Protein merupakan suatu zat makanan yang penting bagi tubuh karena zat ini berfungsi sebagai sumber enrgi dalam tubuh serta sebagai zat pembangun dan pengatur dalam tubuh. Protein adalah polimer dari asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung unsur-unsur C, H, O, N, P, S dan terkadang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno, 1992).

Ransum yang mengandung protein dan asam amino yang lengkap dimakan ayam untuk memenuhi kebutuhannya, protein ini kemudian dicerna oleh enzim proteolitik dan terurai menjadi tiga pemanfaatan, yaitu : protein yang tidak dapat dicerna dan tidak sempat dicerna yang akan keluar melalui tinja, protein yang dimanfaatkan oleh mikroflora di dalam pencernaan ayam, protein yang dicerna dan diserap oleh unggas disebut protein metabolis atau protein termetabolis (Rasyaf, 1990).

Protein diperlukan sebagai material pembentukan jaringan dan produk, selain itu protein juga sebagai sumber energi meskipun bukan yang utama karena protein merupakan bahan pakan yang mahal sehingga tidak efisien bila dijadikan sumber energi. Protein tersebut berasal dari protein bahan pakan yang dikonsumsi, selama proses pencernaan, protein yang dikonsumsi dipecah menjadi asam amino dan diserap oleh tubuh, kemudian disusun kembali menjadi protein jaringan atau telur dengan proporsi kandungan asam amino yang berbeda dengan kandungan protein pakan yang dikonsumsi (Suprijatna dkk, 2005).

Pemberian protein yang berlebihan adalah tidak dibenarkan seperti halnya pada kekurangan protein, sebab protein yang berlebihan tidak dapat disimpan di dalam tubuh, akan tetapi dipecah dan nitrogennya dikeluarkan lewat ginjal, pemberian pakan yang kaya protein menyebabkan naiknya suhu tubuh, feses berbau busuk dan ginjal kerja berat (Kamal, 1994).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kebutuhan protein dan asam amino (Rasyaf, 1990) yaitu :

i. Umur unggas

(5)

commit to user

Unggas yang masih muda memerlukan protein lebih tinggi daripada unggas dewasa karena masih diperlukan untuk pembentukan sel-sel tubuh.

ii. Pertumbuhan

Pertumbuhan merupakan perbanyakan sel yang membutuhkan protein, apalagi bila untuk pertumbuhan itu digunakan bahan perangsang pertumbuhan, tanpa diimbangi protein yang sejalan dengan peran zat perangsang pertumbuhan itu maka zat perangsang pertumbuhan itu tidak ada gunanya.

iii. Reproduksi

Unggas yang sudah bertelur membutuhkan penambahan protein, vitamin, dan mineral, kebutuhannya per unit konsumsi ransum dan energi bertambah.

iv. Cuaca

Cuaca berkaitan dengan konsumsi ransum berkaitan pula dengan terpenuhi tidaknya konsumsi nutrisi, pada cuaca yang panas unggas mengurangi konsumsi ransum, berarti konsumsi protein juga akan berkurang.

v. Tingkat energi ransum

Unggas makan untuk memenuhi kebutuhan energi, bila energi ditingkatkan, protein juga harus ditingkatkan, sehingga kebutuhan protein unggas akan tetap terpenuhi.

vi. Penyakit

Unggas yang terserang penyakit tidak mempunyai selera makan, akibatnya konsumsi ransum berkurang, konsumsi protein juga berkurang, kebutuhan protein tidak terpenuhi.

vii. Breed dan strain

Kebutuhan protein untuk masing-masing breed dan strain yang berbeda juga akan berbeda.

b. Kebutuhan Karbohidrat

Karbohidrat merupakan struktur kimiawi kompleks terdiri dari pati, sellulosa, pentosan, beberapa gula dan bentuk lain. Fungsi karbohidrat bagi ternak unggas sebagai sumber energi dan panas serta disimpan sebagai lemak bila berlebih. Butiran dan hasil ikutannya merupakan sumber utama karbohidrat dalam ransum unggas. Karbohidrat sebagai penyumbang energi yang terbesar dalam ransum unggas (Anggorodi, 1995).

Unit dasar karbohidrat adalah gula sederhana, yaitu heksosa karena setiap molekul

(6)

commit to user

mengandung enam atom karbon. Karbohidrat yang berguna bagi unggas adalah gula- gula heksosa, sukrosa, maltosa dan pati. Bahan pakan sebagai sumber energi yang baik bagi unggas mengandung karbohidrat yang mudah dicerna, fungsi utama karbohidrat adalah sebagai sumber energi (Suprijatna dkk; 2005).

Energi metabolis adalah energi kotor dari pakan yang dapat digunakan oleh tubuh. Pada unggas energi metabolis diperoleh dari penggunaan energi kotor pakan dengan energi ekskreta. Energi ekskreta berasal dari campuran energi feses dan urine.

Energi urine adalah energi kotor dari urine yang berasal dari zat-zat makanan yang telah diabsorbsi tetapi tidak mengalami oksidasi sempurna (Widodo, 2002).

Energi metabolis penting diketahui dalam ransum, sebab bila ransum mengandung energi yang rendah, unggas akan mengkonsumsi makanan lebih banyak.

Dan bila kandungan energi tinggi, unggas akan mengkonsumsi pakan lebih sedikit.

Ayam akan berhenti makan kalau kebutuhan energinya sudah terpenuhi. Oleh karena itu ransum yang nilai energinya tinggi, maka kandungan proteinnya pun harus ditingkatkan. Dengan kata lain kandungan energi dan protein harus seimbang (Rasyaf, 1996).

c. Kebutuhan Lemak

Lemak adalah kelompok senyawa heterogen yang masih berkaitan dengan asam lemak. Asam lemak merupakan asam karboksilat dari hidrolisis ester terutama gliserol dan kolesterol. Asam lemak tidak jenuh mengandung jumlah atom hidrogen kurang dari dua kali atom karbon, serta satu atau lebih pasangan atom karbon yang berdekatan dihubungkan dengan ikatan rangkap. Sedangkan asam lemak jenuh mempunyai atom hidrogen dua kali jumlah atom sebenarnya dan tiap molekul mengandung dua atom oksigen (Widodo, 2002).

Hampir 40% kandungan bahan kering telur, 17% daging broiler, dan 12%

daging kalkun tersusun atas lemak, meskipun lemak merupakan sumber energi ekonomis, dalam pakan kandungan lemak dibatasi 2-5%, kandungan lemak berlebih mengakibatkan ternak diare dan pakan mudah tengik (ransidity), lemak sering dicampurkan dalam pakan broiler untuk meningkatkan kandungan energi pakan (Suprijatna dkk, 2005).

Menurut Anggorodi (1985), kebutuhan energi untuk proses-proses tubuh dapat dipenuhi dengan cara mengkonsumsi karbihidrat dalam ransum, penggunaan lemak

(7)

commit to user

dalam ransum unggas dimaksudkan untuk memperoleh beberapa keuntungan, antara lain :

i. Menaikkan nilai energi sampai pada tingkatan yang tidak tercapai bila menggunakan bahan pakan biasa terutama butiran-butiran, hal ini dikarenakan lemak mempunyai kandungan energi 2,25x lebih banyak dibandingkan dengan protein atau karbohidrat yaitu 9 kalori/gram.

ii. Penggunaan lemak dalam ransum dapat mengurangi berdebunya ransum, membuat bentuk ransum menjadi lebih menarik, mempertinggi palatabilitas dan mengurangi hilangnya zat-zat makanan akibat debu.

d. Kebutuhan Vitamin

Vitamin adalah senyawa organik, biasanya tidak disintesis oleh jaringan tubuh, dan diperlukan dalam jumlah sangat sedikit, vitamin bukan merupakan komponen struktural utama tubuh, tetapi diperlukan terutama sebagai koenzim atau regulator metabolisme, ternak unggas memerlukan 13 vitamin yang harus terdapat dalam pakan sebab kecuali vitamin C tubuh tidak dapat mensintesisnya, meskipun kebutuhannya sedikit tetapi vitamin sangat diperlukan untuk proses tubuh yang normal (Suprijatna dkk; 2005).

Vitamin adalah zat katalisator essensial yang tidak dapat disintesis tubuh dalam proses metabolisme sehingga harus ada dalam ransum. Vitamin bagi unggas diperlukan untuk pertumbuhan, kesehatan, reproduksi dan kelangsungan hidup (Anggorodi, 1995).

Vitamin sangat diperlukan untuk reaksi-reaksi spesifik dalam sel tubuh unggas.

Vitamin berperan sebagai koenzim atau katalisator hayati yaitu sebagai mediator dalam sintesis atau degradasi suatu zat tanpa ikut menyusun zat yang disintesis. Apabila vitamin tidak terdapat dalam ransum maka akan mengakibatkan defisiensi yang khas dan hanya dapat disembuhkan dengan pemberian vitamin itu sendiri (Widodo, 2002).

e. Kebutuhan Mineral

Mineral merupakan komponen dari persenyawaan organik jaringan tubuh dan persenyawaan kimiawi lainnya yang berperan dalam proses metabolisme, kebutuhannya sangat sedikit tetapi sangat vital, terutama pada ayam yang sedang tumbuh dan berproduksi karena kerangka tubuh dan kerabang telur tersusun dari mineral, yaitu kalsium dan fosfor (Suprijatna dkk; 2005).

(8)

commit to user

Mineral merupakan komponen anorganik yang diperlukan oleh tubuh unggas dalam jumlah yang relatif sedikit. Mineral essensial merupakan mineral yang membantu fungsi metabolis dalam tubuh unggas. Unggas jika kekurangan mineral akan menunjukkan gejala defisiensi mineral. Secara umum mineral berperan memelihara kondisi normal tubuh, keseimbangan asam dan basa tubuh, di samping itu memelihara tekanan osmotik cairan tubuh, menjaga kepekaan otot dan syaraf, mengatur transportasi zat makanan dalam sel, mengatur permeabilitas membran sel, dan mengatur metabolisme (Widodo, 2002).

f. Kebutuhan Air

Air merupakan suatu zat makanan penting dengan peranan yang berbeda dalam tubuh meliputi sebagai pengatur suhu tubuh, pelarut zat-zat biokimia dalam tubuh, pelumas dalam proses pencernaan da proses hidrolisis dalam pencernaan (Piliang dan Djojosoebagio, 2006). Kebutuhan air minum ayam pedaging sampai 35 hari adalah 8.2 liter ( Bell dan Weaver, 2002). Air diperlukan ternak untuk menyusun hampir dua per tiga bagian dari bobot tubuh ternak (55-75%), selain itu air juga berfungsi sebagai alat transportasi zat-zat makanan dalam tubuh, media pembuangan limbah metabolisme, berperan dalam reaksi metabolisme, dan memelihara temperatur tubuh, evaporasi uap air melalui paruh merupakan salah satu metode utama membuang panas tubuh yang berlebihan. Setiap mengkonsumsi 1,0 kg pakan, ayam dan kalkun harus mengkonsumsi sekitar 2,0-2,5 g air saat periode starter dan grower, sedangkan saat layer sekitar 1,5-2,0 g (Suprijatna dkk; 2005).

Menurut Rasyaf (1995) air diperoleh ayam melalui tiga cara yaitu air yang diminum, air yang berada dalam makanan, dan air metabolis. Dari ketiga itu, air yang diminum merupakan sumber air yang terpenting, kebutuhan air digunakan untuk kepentingan pertumbuhan, jika ayam kekurangan air, produksi pasti akan gagal dan dagingnya juga tidak banyak, sehingga pertumbuhan tidak optimal. Konsumsi air minum yang berlebih menyebabkan tembolok meregang sehingga cepat menimbulkan rasa kenyang dan mengakibatkan unggas mengurangi jumlah ransum yang dimakan (North, 1990).

g. Feed additive

Beberapa bahan seperi antibiotik, xantofil, antioksidan, koksidiostat, dan elektrolit perlu ditambahkan dalam pakan meskipun jumlahnya relatif kecil, beberapa

(9)

commit to user

diantaranya berhubungan langsung dengan metabolisme, efeknya meningkatkan proses pencernaan dan penyerapan zat-zat makanan (Suprijatna, dkk; 2005).

Selain unsur-unsur diatas, juga harus diperhatikan kandungan serat kasar dalam ransum tersebut. Menurut Kartadisastra (1994) Serat kasar sangat penting diketahui dalam penyusunan pakan unggas. Serat kasar berfungsi merangsang gerak peristaltik pada saluran pencernaan, sebagai media mikroba pada usus buntu untuk menghasilkan vitamin K dan B12, serta untuk memberi rasa kenyang. Penggunaan maksimum ayam pedaging tidak lebih dari 5 %. Jika persentase serat kasar berlebih dalam ransum maka akan menghambat penyerapan zat-zat makanan dalam tubuh ayam. Serat kasar yang tinggi diketahui dapat mengurangi ketersediaan energi dan zat makanan lain serta mempengaruhi kecepatan aliran bahan makanan dalam saluran pencernaan (Siri et al.

1992).

3. Sistem Pencernaan Makanan pada Unggas

Pencernaan adalah penguraian bahan makanan ke dalam zat-zat makanan dalam saluran pencernaan untuk dapat diserap dan digunakan oleh jaringan-jaringan tubuh (Anonimus, 2008).

Unggas mengambil makanannya dengan paruh kemudian ditelan, makanan tersebut disimpan dalam tembolok untuk dilunakkan dan dicampur dengan getah pencernaan proventrikulus dan kemudian digiling dalam empedal. Tidak ada enzim pencernaan yang dikeluarkan oleh empedal unggas. Fungsi utama alat tersebut adalah memperkecil partikel makanan. Dari empedal makanan bergerak melalui lekukan usus yang disebut duodenum yang secara anatomis sejajar dengan pankreas. Pankreas tersebut menghasilkan getah pankreas dalam jumlah banyak yang mengandung enzim- enzim amilolitik, lipolitik dan pepton. Empedu hati menghasilkan amilase, memasuki pula duodenum. Bahan makanan bergerak melalui usus halus yang dindingnya mengeluarkan getah usus. Getah tersebut mengandung erepsin dan beberapa enzim yang memecah gula. Erepsin menyempurnakan pencernaan protein, menghasilkan asam-asam amino, enzim yang memecah gula mengubah disakarida menjadi monosakarida yang kemudian diasimilasi oleh tubuh. Penyerapan dilakukan oleh vili usus halus. Unggas tidak mengeluarkan urine cair, urine pada unggas mengalir ke dalam kloaka dan dikeluarkan bersama-sama feses (Anggorodi, 1985).

(10)

commit to user

Prinsip pencernaan makanan pada ayam (Anonimus, 2007), ada tiga macam :

· Pencernaan secara mekanik (fisik)

Pencernaan ini dilakukan oleh kontraksi otot polos terutama terjadi pada empedal (gizzard) yang dibantu oleh bebatuan (grit).

· Pencernaan secara kimiawi (enzimatik)

Pencernaan secara kimia dilakukan oleh enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kelenjar saliva di mulut, enzim yang dihasilkan oleh proventrikulus, enzim yang dihasilkan dari pankreas, enzim empedu dari hati, enzim dari usus halus. Peranan enzim-enzim tersebut sebagai pemecah ikatan protein, lemak, karbohidrat.

· Pencernaan secara mikrobiologik

Pencernaan ini jumlahnya sedikit sekali dan terjadi di sekum dan kolon.

Secara umum pencernaan unggas meliputi tiga aspek, yaitu : Ø Digesti

Pencernaan yang terjadi di paruh, tembolok, proventrikulus, ventrikulus (empedal / gizzard), usus halus, usus besar, ceca.

Ø Absorpsi

Pencernaan yang terjadi pada usus halus (small intestinum) melalui vili-vili (jonjot usus).

Ø Metabolisme

Pencernaan yang terjadi pada sel tubuh yang kemudian disintesis menjadi asam amino, glukosa dan hasil lain untuk pertumbuhan badan, produksi telur atau daging, pertumbuhan bulu, penimbunan lemak, dan menjaga atau memelihara tubuh pada proses kehidupannya.

4. Pertumbuhan dan Pertambahan Bobot Badan

Pertumbuhan adalah suatu penambahan jumlah protein dan mineral yang tertimbun dalam tubuh. Proses pertumbuhan tersebut membutuhkan energi dan substansi penyusun sel atau jaringan yang diperoleh ternak melalui ransum yang dikonsumsinya (Wahju,1992). Suprijatna et al. (2005) menyatakan bahwa tubuh ayam terdiri atas banyak sel dengan ukuran yang hampir sama. Ukurannya pada semua bangsa sama, dengan mengabaikan bobot tubuh dewasa terakhir. Peningkatan pertumbuhan kebanyakan terjadi karena multiplikasi (pembelahan) sel, yaitu 1 sel membelah menjadi 2; 2 menjadi 4; 4 menjadi 8; 8 menjadi 16, dan seterusnya. Namun, profil peningkatan

(11)

commit to user

ini tidak kontinyu dan tidak menentu karena terjadi kompetisi diantara sel untuk mendapatkan nutrien dan air.

Pertumbuhan merupakan manifestasi dari perubahan sel yang mengalami pertambahan jumlah sel (hyperplasia) dan pembesaran ukuran sel (hypertrophi), pertumbuhan ini terjadi sejak terjadinya pembuahan sel telur oleh sperma. Pertumbuhan pada ayam broiler dimulai dengan perlahan-lahan kemudian berlangsung cepat sampai dicapai pertumbuhan maksimum setelah itu menurun kembali, hingga akhirnya terhenti, pertumbuhan yang paling cepat terjadi sejak menetas sampai umur 4-6 minggu, kemudian mengalami penurunan, dan terhenti sampai mencapai dewasa. Kecepatan pertumbuhan dapat diukur dengan menimbang pertambahan berat badannya (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).

Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan antara lain umur, bangsa, jenis kelamin, kecepatan pertumbuhan, kesehatan ternak serta kualitas dan kuantitas ransum (Rasyaf 1999). Pertumbuhan dimulai perlahan-lahan kemudian berlangsung cepat dan akhirnya perlahan-lahan lagi atau berhenti sama sekali, dimana pola tersebut menghasilkan kurva sigmoid Selanjutnya, Wahyu (2004) menyatakan bahwa yang juga dapat mempengaruhi kecepatan pertumbuhan unggas adalah galur, suhu lingkungan, jenis kelamin, energi metabolisme dan kadar protein ransum.

Pertambahan bobot badan merupakan salah satu kriteria yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan.Menurut Bell dan Weaver (2002) pertambahan bobot badan tidak terjadi secara seragam. Setiap minggunya pertumbuhan ayam mengalami peningkatan sehingga mencapai pertumbuhan maksimal, setelah itu mengalami penurunan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertambahan bobot badan adalah genetik, kesehatan, nilai gizi makanan, keseimbangan zat makanan, stres dan lingkungan (Rasyaf, 1997), hal-hal yang menyebabkan bobot badan cenderung menurun adalah penyakit, kondisi lingkungan yang tidak baik, vaksinasi, pemotongan paruh yang semuanya ini dapat menyebabkan cekaman (Wahyu, 1992).

5. Konsumsi ransum

Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dimakan dalam jumlah waktu tertentu yang akan digunakan oleh ternak untuk memenuhi kebutuhan hidup dan zat makanan lain (Wahyu, 2004). Menurut Saleh, dkk (2005) konsumsi ransum adalah proses masuknya sejumlah unsur nutrisi yang ada di dalam ransum yang telah tersusun

(12)

commit to user

dari berbagai bahan pakan untuk memenuhi kebutuhan ayam pedaging.Ayam mengkonsumsi ransum untuk memenuhi kebutuhan energinya, sebelum kebutuhan energinya terpenuhi maka ayam akan terus makan, jika ayam diberi ransum dengan energi rendah makan ayam akan terus mengkonsumsi pakan dan sebaliknya (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).

Semakin tinggi konsumsi ransum, maka retensi nitrogen akan semakin tinggi pula. Menurut Wahju (1997) bahwa meningkatnya konsumsi ransum akan memberikan kesempatan kepada tubuh untuk meretensi lebih banyak makanan sehingga kebutuhan protein untuk pertumbuhan terpenuhi.

Scott dkk (1982) berpendapat bahwa faktor utama yang mempengaruhi jumlah makanan yang dikonsumsi adalah kandungan energi metabolis dalam ransum, besarnya ayam, suhu, dan iklim setempat, dan serat kasar. Selain itu faktor suhu lingkungan dan juga bentuk ransum juga mempengaruhi konsumsi pakan (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).

6. Konversi ransum

Konversi ransum merupakan perbandingan antara ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan yang dihasilkan. Angka konversi ransum menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan ransum. Semakin rendah angka konversi ransum, semakin tinggi nilai efisiensi ransum dan semakin ekonomis. Konversi ransum didefinisikan sebagai banyaknya ransum yang dihabiskan untuk menghasilkan setiap kilogram pertambahan bobot badan. Angka konversi ransum yang kecil berarti banyaknya ransum yang digunakan untuk menghasilkan satu kilogram daging semakin sedikit (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006). Konversi ransum juga didefinisikan sebagai jumlah ransum yang habis dikonsumsi oleh seekor ayam dalam waktu tertentu, guna membentuk daging atau berat badan, angka konversi menunjukkan tingkat efisiensi dalam penggunaan pakan artinya jika angka konversi itu semakin besar, maka penggunaan pakan tersebut kurang ekonomis atau boros, sebaliknya jika angka konversi itu semakin kecil berarti semakin ekonomis (AAK, 1986).

Abidin (2003) menyatakan bahwa konversi ransum diartikan sebagai angka banding dari jumlah ransum yang dikonsumsi dibagi dengan berat badan yang diperoleh. Amrullah (2004) menyatakan bahwa konversi ransum yang baik berkisar antara 1.75-2.00. Menurut Rasyaf (2002) yang menyatakan bahwa konversi ransum

(13)

commit to user

yang diangggap baik untuk ayam pedaging umur 1-4 minggu berkisar 1.6 – 1.84.

Semakin rendah angka konversi ransum berarti kualitas ransum semakin baik dan efisiensi penggunaan ransum yang baik. Selanjutnya dikatakan bahwa selain kualitas ransum konversi ransum juga dipengaruhi oleh teknik pemberian ransum. Konversi ransum merupakan hubungan antara jumlah ransum yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu satuan berat badan (NRC 1994). Pada minggu pertama, angka konversi ransum ayam broiler ini rendah, pada minggu-minggu berikutnya akan meningkat sesuai denagan kecepatan pertumbuhannya (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).

Adapun berbagai faktor yang mempengaruhi konversi pakan, menurut AAK (1986) antara lain :

a. Strain atau bangsa ayam

Setiap strain atau bangsa ayam memiliki sifat genetis yang berbeda satu dengan yang lain.

b. Mutu ransum

Semakin baik mutu ransum akan diperoleh nilai konversi yang semakin kecil atau efisien, sehingga semakin hemat dalam mencapai berat badan tertentu.

c. Keadaan kandang

Suatu kandang yang kurang memenuhi persyaratan teknis akan berpengaruh besar terhadap pertumbuhan. Dalam hal ini khususnya kandang yang ventilasinya jelek, akan mengurangi efisien penggunaan ransum yang berarti sutu pemborosan.

d. Jenis kelamin

Broiler jantan pada umumnya memiliki kemampuan yang lebih baik di dalam mengkonversikan pakan, hal ini dibuktikan pada kecepatan pertumbuhannya.

7. Karkas dan Bagian-Bagian Karkas

Karkas unggas merupakan bagian dari tubuh unggas yang telah disembelih, dicabuti bulu, dikeluarkan isi rongga perut, dan tanpa leher, kepala dan kaki (Siregar et al., 1980). Bobot karkas adalah gambaran dari pertumbuhan jaringan dan tulang, semakin tinggi bobot karkas pertumbuhan jaringan daging dan tulang yang termasuk dalam komponen daging dan karkas semakin tinggi dan ransum berkualitas baik (Budiansyah, 2010). Menurut Mugiyono et al. (1991) menjelaskan bahwa persentase

(14)

commit to user

karkas berhubungan erat dengan bobot badan akhir, pertumbuhan dan kualitas pakan yang dikonsumsi.

Menurut Merkley et al (1980) yang termasuk bagian-bagian karkas pada ayam potong adalah dada, paha, drumstick, punggung dan sayap. Bagian-bagian karkas unggas adalah dada daging dan tulang pada sternum, paha yaitu bagian daging yang melekat pada tulang pelvis dan daging serta tulang paha, sayap yaitu bagian daging dan tulang pada bagian radius ulna dan humerus, punggung yaitu bagian daging dan tulang yang memanjang dari pangkal leher sampai pada bagian pelvis (Swatland, 1984). Rerata persentase bagian-bagian karkas ayam potong strain Hubbard adalah kurang lebih dada 27,76%, punggung 24,90%, sayap 13,42%, drumstick 15,96% dan paha 17,94%.

Perbedaan jenis kelamin hanya berpengaruh sedikit terhadap persentase bagian-bagian karkas pada ayam potong (North, 1984). Pola pertumbuhan karkas diawali dengan pertumbuhan tulang yang cepat, kemudian setelah mencapai pubertas laju pertumbuhan otot menurun dan deposisi lemak meningkat (Berg dan Butterfield (1976) disitasi Soeparno (1992b)).

Bobot dan persentase karkas ayam broiler dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur, bobot badan, jenis kelamin, kualitas dan kuantitas ransum yang diberikan (Abubakar dan Nataamijaya, 1999), kecepatan pertumbuhan, kegemukan dan jumlah daging pada bagian dada dan paha (Card dan Nasheim, 1972). Menurut Jamhari (1993) semakin tinggi bobot potong maka akan semakin tinggi bobot karkasnya. Bobot dan volume bagian-bagian tubuh ayam secara langsung ditentukan oleh bobot karkasnya (Widhiarti, 1987).

8. Lumpur Digestat dan Biogas

Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme pada kondisi langka oksigen (anaerob). Komponen biogas terdiri dari ± 60 % CH4 (metana), ± 38 % CO2 (karbondioksida), ± 2 % N2, O2, H2 dan H2S.

Biogas dapat dibakar seperti elpiji, dalam skala besar biogas dapat digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik, sehingga dapat dijadikan sebagai sumber energi alternatif yang ramah lingkungan dan dapat terbarukan (Musanif dkk, 2006). Gas methan (CH4) adalah komponen penting dan utama dari biogas karena merupakan bahan bakar yang berguna dan memiliki nilai kalor yang cukup tinggi yang mempunyai sifat tidak berwarna dan tidak berbau (Harahap, 1978).

(15)

commit to user

Kotoran hewan (ternak) lebih sering dipilih sebagai bahan pembuat gas bio karena ketersediaannya yang sangat besar di seluruh dunia. Bahan ini memiliki keseimbangan nutrisi, mudah diencerkan dan relatif cepat diproses secara biologi.

Kisaran pemrosesan secara biologi antara 28-70 % dari bahan organik tergantung dari pakannya. Selain itu kotoran segar lebih mudah diproses dibandingkan dengan kotoran yang lama dan atau telah dikeringkan karena telah hilangnya substrat volatil soliid selama pengeringan (Eirlangga, 2007).

Pembentukan gas bio dilakukan oleh mikroba pada situasi anaerob, yang meliputi tiga tahap, yaitu tahap hidrolisis, tahap pengasaman dan tahap metanogenik.

Pada tahap hidrolisis terjadi pelarutan bahan-bahan organik mudah larut dan pencernaan bahan organik yang komplek menjadi sederhana, perubahan struktur bentuk primer menjadi monomer. Pada tahap pengasaman komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi bakteri pembentuk asam. Produk akhir dari gula-gula sederhana pada tahap ini akan dihasilkan asam asetat, propionat, format, laktat, alkohol dan sedikit butirat, gas karbondioksida, hidrogen dan amoniak. Sedangkan pada tahap metanogenik adalah proses pembentukan gas methan.

Menurut Eirlangga (2007), komposisi gas yang terdapat di dalam biogas dapat dilihat pada tabel berikut :

Jenis Gas Volume (%)

Methana (CH4) 40-70

Karbondioksida (CO2) 30-60

Hidrogen (H2) 0-1

Hidrogen Sulfida (H2S) 0-3

Tabel 1. Komposisi gas dalam biogas

9. Fermentasi

Menurut Gandjar (1983) bahwa fermentasi dalam arti luas adalah proses perubahan kimia dari senyawa-senyawa organik (karbohidrat, protein, lemak, danbahan organik lain) melalui kerja enzim yang dihasilkan mikroba. Shurtleff dan Aoyagi (1979) membuktikan bahwa fermentasi adalah hasil pengembangbiakan beberapa tipe mikroorganisme bakteri, ragi, dan jamur pada media tertentu yang aktivitasnya menyebabkan perubahan kimia pada makanan tersebut. Perubahan tersebut disebabkan aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme atau enzim yang berada dalam

(16)

commit to user

bahan pakan tersebut yang dikenal dengan enzim endogenous. Fermentasi juga dapat diartikan sebagai suatu proses dimana mikroorganisme atau enzim mengubah bahan- bahan organik komplek seperti protein, karbohidrat, lemak menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana dan mudah dipecah.

Winarno, dkk. (1980) menyatakan bahwa fermentasi dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroba penyebab fermentasi pada substrat organik yang sesuai. Selanjutnya dinyatakan bahwa terjadinya fermentasi dapat menyebabkan perubahan sifat bahan pakan sebagai akibat pemecahan kandungan zat makanan oleh enzim yang dihasilkan mikroba. Bahan makanan hasil fermentasi biasanya mempunyai nilai gizi lebih baik dari pada bahan asalnya. Proses fermentasi sering dimanfaatkan dalam pengawetan bahan makanan dan meningkatkan nilai manfaatnya.

10. EM-4

Teknologi EM-4 pertama kali dikembangkan oleh Prof. Dr. Teuro Higa dari Universitas Ryukyus Jepang pada tahun 1980. EM-4 merupakan campuran dari mikroorganisme fermentasi dan sintetik (penggabumgan) yang bekerja secara sinergis (saling menunjang) untuk memfermentasikan bahan organik. Bahan organik tersebut berupa sampah kotoran ternak, serasah, rumput dan daun-daunan. Melalui proses fermentasi bahan organik diubah dalam bentuk gula, alkohol dan asam amino. EM-4 masuk ke Indonesia pada tahun 1993, yang sebelumnya dilakukan usaha-usaha penelitian selama tiga tahun antara tahun 1990-1993. Penelitian tentang EM-4 diprakarsai oleh yayasan Indonesian Kyusei Nature Farming Societies, merupakan perusahaan swasta yang bergerak di bidang penelitian dan pengembangan pertanian.

EM-4 adalah campuran kultur yang mengandung Lactobacyllus, jamur fotosintetik, bakteri fotosintetik, Actinomycetes, dan ragi. Telah dibuktikan bahwa EM-4 dapat menurunkan kadar serat kasar dan menaikkan palatabilitas pakan (Santoso, 2008).

EM-4 mngandung 90% bakteri Lactobacillus sp (bakteri penghasil asam laktat), Streptomyces sp, jamur pengurai sellulosa dan ragi. EM-4 merupakan suatu tambahan untuk mengoptimalkan pemanfaatan zat-zat makanan karena bakteri yang terdapat dalam EM-4 dapat mencerna sellulose, pati, gula, protein, lemak ( Surung, 2008).

Produk EM-4 merupakan kultur EM dalam medium cair berwarna coklat kekuning-kuningan yang menguntungkan untuk pertumbuhan dan produksi ternak dengan ciri-ciri berbau asam manis. EM-4 peternakan mampu memperbaiki jasad renik

(17)

commit to user

didalam saluran pencernaan ternak sehingga kesehatan ternak akan meningkat, tidak mudah stres dan bau kotoran akan berkurang. Pemberian EM-4 pada pakan dan air minun ternak akan meningkatkan nafsu makan ternak karena aroma asam manis yang ditimbulkan. EM-4 peternakan tidak mengandung bahan kimiawi, sehingga aman bagi ternak.

B. Kerangka Pemikiran Penelitian

Industri peternakan ayam baik ayam pedaging maupun ayam petelur berkembang dengan pesat. Hasil dari usaha peternakan ayam tersebut yang berupa daging ataupun telur sangat banyak sehingga dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan protein yang berasal dari hewan (protein hewani). Di samping hasil utama yang berupa daging maupun telur tersebut, juga ada hasil samping yang berupa limbah peternakan, salah satunya adalah kotoran ternak. Kotoran ternak ini merupakan limbah yang dapat menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan manusia, bau, dan dapat menyebabkan penyakit, maka diperlukan penanganan untuk mengatasi hal tersebut.

Selain mempunyai efek negatif terhadap kesehatan, kotoran ayam juga masih memiliki manfaat lain yaitu sebagai pupuk untuk tanaman, sebagai bahan baku pembuatan biogas, maupun sebagai pakan ternak karena dinilai masih memiliki kandungan protein yang baik untuk ternak.

Dengan sentuhan teknologi, kotoran ayam ini dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan biogas. Dari pembuatan biogas ini, dihasilkan hasil utama yaitu gas sebagai sumber energi untuk penerangan, dan lain-lain, juga dihasilkan sludge (lumpur digestat). Lumpur digestat ini dinilai masih memiliki nilai karena masih dapat digunakan sebagai pupuk untuk tanaman dan juga sebagai bahan pakan penyusun ransum ternak, karena lumpur digestat ini masih memiliki kandungan protein yang baik.

Penggunaan lumpur digestat sebagai bahan pakan sumber protein untuk ayam, diperlukan sentuhan teknologi, dalam hal ini adalah fermentasi. Fermentasi dilakukan untuk meningkatkan kecernaan dan juga menaikkan nilai nutrisi bahan pakan.

(18)

commit to user Peternakan Ayam

Gambar 1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Penelitian Hasil utama :

Daging, telur

Hasil samping /limbah : Feses, bulu, darah, dll

Kotoran / feses Sumber protein

hewani

Konsumsi manusia

biogas

Hasil samping : Sludge / lumpurdigestat Hasil utama :

Gas Bio

Bahan penyusun Pakan ternak Pupuk

(19)

commit to user B. Hipotesa Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1. Fermentasi berpengaruh tidak nyata terhadap perubahan kandungan nutrien lumpur digestat terutama protein.

2. Penggunaan lumpur digestat fermentasi dengan EM4 sampai taraf 6%

berpengaruh tidak nyata terhadap pertumbuhan ayam broiler.

Referensi

Dokumen terkait

Jumlah penumpang angkutan laut yang berangkat melalui pelabuhan di Sulawesi Barat selama bulan April sebanyak 1.765 orang atau terjadi penurunan sebesar 22,38 persen

• Jika opini EFSA menunjukkan angka lebih rendah dari penetapan saat ini, maka akan mengikuti rekomendasi yang baru. • Jika opini menunjukkan angka yang lebih tinggi, maka tetap

Berdasarkan beberapa pendapat diatas yang dimaksud dengan hukuman ialah pemberian stimulus terhadap anak yang bersifat menghukum dengan tujuan memberikan efek jera

Mengikut Charles Van Riper (1905-1994), seorang pelopor terkenal dalam bidang perkembangan terapi pertuturan, masalah komunikasi merupakan satu penyimpangan daripada

Selama ini penulis belum menemukan buku-buku statistik yang mengkonsentrasikan penerapannya pada bidang informatika khususnya pengolahan citra, dikarenakan hal tersebut, maka

Terdapat pengaruh interaksi media tanam dan pemberian konsentrasi MOL bonggol pisang nangka terhadap semai jarak pagar (Jatropha curcas L.) pada parameter penambahan

rumput sulit didapat, fasilitas yang biasa diberikan berupa bantuan transportasi untuk mencari rumput disediakan kembali. Dalam hal enyediaan pakan yang oleh

kesesuaian dengan spesifikasi, fitur, reliabilitas, estetika, dan kesan kualitas), brand image, dan word of mouth ditinjau dari perbedaan pendapat bahwa