• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertanggungjawaban Notaris Dengan Akta Yang Dibuatnya Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pertanggungjawaban Notaris Dengan Akta Yang Dibuatnya Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Chapter III V"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

AKIBAT HUKUM BAGI AKTA NOTARIS JIKA TERJADI PERKARA PIDANA

A. Karakteristik Suatu Akta Notaris Sebagai Alat Bukti

Menurut Sudikno Merokusumo, akta adalah surat sebagai alat bukti yang

diberi tandatangan yang memuat peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau

perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian. Pembuktian

merupakan salah satu langkah dalam proses perkara perdata. Pembuktian diperlukan

arena adanya bantahan atau penyangkalan dari pihak lawan atau untuk membenarkan

sesuatu hak yang menjadi sengketa.78

Bahwa bukti tulisan dalam perkara perdata adalah merupakan bukti yang utama,

karena dalam lalu lintas keperdataan sering kali orang dengan sengaja menyediakan

suatu bukti yang dapat dipakai kalau timbul suatu perselisihan, dan bukti tadi

lajimnya atau biasanya berupa tulisan.79

Menurut Pasal 1867 Kitab Undang‐Undang Hukum Perdata juga disebutkan bahwa pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan otentik maupun

dengan tulisan‐tulisan di bawah tangan, dari bukti berupa tulisan tersebut ada bagian yang sangat berharga untuk dilakukan pembuktian, yaitu pembuktian tentang akta.

Suatu akta adalah berupa tulisan yang memang sengaja dibuat untuk dijadikan bukti

tentang suatu peristiwa dan ditandatangani secukupnya.

78Sudikno Mertokusumo,Hukum Acara Perdata di Indonesia, (Liberty, Yogyakarta, 1981), hal. 149

79 Darwan Prinst, Strategi Menyusun Dan Menangani Gugatan Perdata, CV.Citra Aditya

(2)

Dengan demikian, maka unsur penting untuk suatu akta ialah kesengajaaan

untuk menciptakan suatu bukti tertulis dan penandatangan tulisan itu. Syarat

penandatangan akta tersebut dapat dilihat dari Pasal 1874 KUHPerdata memuat

ketentuan‐ketentuan tentang pembuktian dari tulisan‐tulisan dibawah tangan yang dibuat oleh orang‐orang Indonesia atau yang dipersamakan dengan mereka. Tulisan‐tulisan dapat dibagi dalam 2 (dua) golongan, yaitu akta dan tulisan‐tulisan lainnya, yang dipentingkan dari suatu akta adalah penandatangannya, karena dengan

menandatangani suatu akta seseorang dianggap menanggung terhadap kebenaran

apa‐apa yang ditulis dalam akta itu. Di antara surat‐surat atau tulisan‐tulisan yang dinamakan akta tadi, ada suatu golongan lagi yang mempunyai suatu kekuatan

pembuktian yang istimewa yaitu yang dinamakan sebagai akta otentik. Sebelum

melengkapi uraian tentang masalah pembuktian dengan akta otentik tersebut, terlebih

dahulu akan diterangkan mengenai arti membuktikan. Yang dimaksud dengan

membuktikan, adalah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil yang

dikemukakan dalam suatu persengketaan tergugat.80

Tugas dari hakim atau pengadilan, adalah menetapkan hukum atau

undang‐undang secara khas, atau pun menerapkan peraturan undang‐undang manakah yang tepat bagi penyelesaian suatu perkara. Dalam proses sengketa perdata yang

berlangsung di muka pengadilan, masing‐masing pihak memasukkan dalil‐dalil yang saling bertentangan, dari hal‐hal tersebut hakim harus memeriksa dan menetapkan

80

(3)

dalil‐dalil manakah yang benar dari masing‐masing pihak yang bersengketa tersebut. Ketidakpastian hukum dan kesewenangan akan timbul, apabila hakim dalam

melaksanakan tugasnya itu diperbolehkan menyandarkan keputusannya atas

keyakinannya itu kurang kuat dan murni, keyakinan hakim haruslah didasarkan pada

suatu yang oleh undang‐undang disebut sebagai “alat bukti”. Berdasarkan uraian singkat di atas dapat terlihat, bahwa pembuktian itu sebenarnya merupakan suatu

bagian dari hukum acara perdata, karena memberikan aturan‐aturan tentang bagaimana berlangsungnya suatu perkara di muka pengadilan dan terlihat betapa

pentingnya hukum pembuktian itu diatur dalam Kitab Undang‐Undang Hukum Perdata, yang mengatur ketentuan‐ketentuan hukum materiil.

Adapun syarat yang harus dipenuhi agar suatu akta disebut bukti adalah :

a) Surat itu harus ditandatangani

Keharusan ditanda tangani sesuatu surat untuk dapat disebut akta ditentukan

dalam Pasal 1874 KUHPerdata. Tujuan dari keharusan ditanda tangani itu untuk

memberikan ciri atau untuk mengindividualisasi sebuah akta yang satu dengan akta

yang lainnya, sebab tanda tangan dari setiap orang mempunyai ciri tersendiri yang

berbeda dengan tanda tangan orang lain. Dan dengan penanda tangannya itu

sesesorang dianggap menjamintentang kebenaran dari apa yang ditulis dalam akta

tersebut. Jadi untuk dapat digolongkan sebagai akta suatu surat harus ada tanda

(4)

bahwa suatu akta yang, karena tidak berkuasa atau tidak cakapnya pegawai dimaksud

di atas (Pasal 1868 KUHPerdata) atau karena suatu cacat dalam bentuknya, tidak

dapat diperlakukan sebagai akta otentik namun demikian mempunyai kekuatan

sebagai tulisan di bawah tangan jika ia ditandatangani oleh para pihak.

Keharusan adanya tandatangan bertujuan untuk membedakan akta yang satu

dari akta yang lainnya atau akta yang dibuat oleh orang lain, jadi fungsi tandatangan

tidak lain adalah untuk memberikan ciri sebuah akta atau untuk mengindividualisir

sebuah akta karena identifikasi dapat dilihat dari tanda tangan yang dibubuhkan pada

akta tersebut dan dengan penandatanganan itu seseorang dianggap menjamin tentang

kebenaran dari apa yang ditulis dalam akta itu. Yang dimaksudkan dengan

penandatangan dalam akta ini adalah membubuhkan nama dari si penanda tangan,

sehingga membubuhkan paraf, yaitu singkatan tanda tangan saja dianggap belum

cukup, nama tersebut harus ditulis tangan oleh si penandatangan sendiri atas

kehendaknya sendiri. Dipersamakan dengan tanda tangan pada suatu akta dibawah

tangan adalah sidik jari (cap jari atau cap jempol) yang dikuatkan dengan suatu

keterangan yang diberi tanggal oleh seorang notaris atau pejabat lain yang ditujuk

oleh undang-undang, yang menyatakan bahwa ia mengenal orang yang

membubuhkan sidik jari atau orang itu diperkenalkan kepadanya, dan bahwa isi akta

itu telah dibacakan dan dijelaskan kepadanya, kemudian sidik jari itu dibubuhkan

pada akta di hadapan pejabat tersebut, pengesahan sidik jari ini lebih dikenal dengan

waarmerking.

(5)

Jadi surat itu harus berisikan suatu keterangan yang dapat menjadi bukti yang

dibutuhkan, dan peristiwa hukum yang disebut dalam surat itu haruslah merupakan

peristiwa hukum yang menjadi dasar dari suatu hak atau perikatan.

c) Surat itu diperuntukan sebagai alat bukti

Jadi surat itu memang sengaja dibuat untuk dijadikan alat bukti. Menurut

ketentuan aturan Bea Materai Tahun 1921 dalam Pasal 23 ditentukan antara lain :

bahwa semua tanda yang ditanda tangani yang diperbuat sebagai buktinya perbuatan

kenyataan atau keadaan yang bersifat hukum perdata dikenakan bea materai tetap

sebesar Rp.25,-. Oleh karena itu sesuatu surat yang akan dijadikan alat pembuktian

di pengadilan harus ditempeli bea materai secukupnya (sekarang sebesar Rp.6.000,-).

Berdasarkan ketentuan dan syarat-syarat tersebut diatas, maka surat jual beli, surat

sewa menyewa, bahkan sehelai kwitansi adalah suatu akta, karena ia dibuat sebagai

bukti dari suatu peristiwa hukum dan tanda tangani oleh berkepentingan. Akta

Notaris adalah akta otentik, suatu tulisan yang sengaja dibuat untuk membuktikan

suatu peristiwa atau hubungan hukum tertentu. Sebagai suatu akta yang otentik,

dalam bentuk yang sudah ditentukan oleh Undang-Undang (Pasal 38 UUJN), di buat

dihadapan pejabat yang diberi wewenang dan di tempat di mana akta tersebut dibuat.

Maka akta notaris itu memberikan kekuatan pembuktian yang lengkap dan sempurna

bagi para pihak yang membuatnya. Kesempurnaan akta notaris sebagai alat bukti,

maka akta tersebut harus dilihat apa adanya, tidak perlu dinilai atau ditafsirkan lain,

selain yang tertulis dalam akta tersebut. Akta notaris merupakan perjanjian para pihak

(6)

perjanjian harus dipenuhi. Pasal 1320 KUHPerdata yang mengatur tentang syarat

sahnya perjanjian, ada syarat subyektif yaitu syarat yang berkaitan dengan subjek

yang mengadakan atau membuat perjanjian, yang terdiri dari kata sepakat dan cakap

bertindak untuk melakukan suatu perbuatan hukum, dan syarat obyektif yaitu syarat

yang berkaitan dengan perjanjian itu sendiri atau berkaitan dengan objek yang

dijadikan perbuatan hukum oleh para pihak, yang terdiri dari suatu hal tertentu dan

sebab yang tidak dilarang.81

B. Kekuatan Akta Notaris Sebagai Alat Bukti

Akta Otentik sebagai Alat Bukti yang sempurna, pembuktiandalam hukum

acara mempunyai arti yuridis berarti hanya berlaku bagi pihak-pihak yang berperkara

atau yang memperoleh hak dari mereka dan tujuan dari pembuktian ini adalah untuk

memberi kepastian kepada Hakim tentang adanya suatu peristiwa-peristiwatertentu.

Maka pembuktian harus dilakukan oleh para pihak dan siapa yang harus

membuktikan atau yang disebut juga sebagai beban pembuktian berdasarkan Pasal

184 kitab undang-undang hukum acara pidana (KUHAP), antara lain:82

1. Keterangan saksi

2. Keterangan ahli

3. Surat

4. Petunjuk

5. Keterangan terdakwa

81

Habib Adjie, Sekilas Dunia Notaris dan PPAT Indonesia, (Mandar Maju, Bandung, 2009), hal.37.

(7)

Untuk dapat membuktikan adanya suatu perbuatan hukum, maka diperlukan

alat bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian, agar akta sebagai alat bukti tulisan

mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, maka akta tersebut harus

memenuhi syarat otentisitas yang ditentukan oleh undang-undang, salah satunya

harus dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang. Dalam hal harus dibuat

oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang inilah profesi Notaris memegang

peranan yang sangat penting dalam rangka pemenuhan syarat otentisitas suatu surat

atau akta agar mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna karena berdasarkan

pasal 1 UUJN Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta

otentik. Akta otentik merupakan alat bukti yang sempurna, sebagaimana dimaksud

dalam pasal 1870 KUHPerdata. Akta otentik memberikan diantara para pihak

termasuk para ahli warisnya atau orang yang mendapat hak dari para pihak itu suatu

bukti yang sempurna tentang apa yang diperbuat/ dinyatakan di dalam akta ini.

Kekuatan pembuktian sempurna yang terdapat dalam suatu akta otentik merupakan

perpaduan dari beberapa kekuatan pembuktian dan persyaratan yang terdapat

padanya. Ketiadaan salah satu kekuatan pembuktian ataupun persyaratan tersebut

akan mengakibatkan suatu akta otentik tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian

yang sempurna dan mengikat sehingga akta akan kehilangan keotentikannya dan

tidak lagi menjadi akta otentik. Dalam suatu akta otentik harus memenuhi kekuatan

pembuktian lahiriah, formil dan materil, yaitu :

1. Kekuatan pembuktian lahiriah, yang dimaksud dengan kekuatan pembuktian

(8)

sendiri. kekuatan pembuktian lahir sesuai dengan asas “acta publica probant

seseipsa” yang berarti suatu akta yang lahirnya tampak sebagai akta otentik

serta memenuhi syaratsyarat yang telah ditentukan maka akta itu berlaku atau

dapatdianggap sebagai akta otentik sampai terbukti sebaliknya.83

2. Kekuatan Pembuktian Formil, artinya dari akta otentik itu dibuktikan bahwa

apa yang dinyatakan dan dicantumkan dalam akta itu adalah benar merupakan

uraian kehendak pihak-pihak yang menghadap pada saat yang tercantum

dalam akta. Secara formil, akta otentik menjamin kebenaran dan kepastian

hari, tanggal, bulan, tahun, pukul (waktu) menghadap, dan para

pihak yang menghadap, tanda tanga para pihak, notaris dan saksi dan tempat

akta dibuat. Dalam arti formil pula akta notaris membuktikan kebenaran dari

apa yang disaksikan yaitu yang dilihat, didengar dan dialami sendiri oleh

notaris sebagai Pejabat Umum dalam menjalankan jabatannya. Akta dibawah

tangan tidak mempunyai kekuatan pembuktian formil, terkecuali bila si

penanda tangan dari surat/akta itu mengakui kebenaran tanda tangannya.

3. Kekuatan Pembuktian Materiil, merupakan kepastian tentang materi suatu

akta, bahwa apa yang tersebut dalam akta merupakan pembuktian yang sah

terhadap pihak-pihak yang membuat akta. Keterangan yang disampaikan

pengahadap kepada notaris dituangkan dalam akta dinilai telah benar. Jika

keterangan para penghadap tidak benar, maka hal tersebut

83

(9)

adalah tanggungjawab para pihak sendiri.

4. Nilai Pembuktian Akta Otentik dalam Putusan Pengadilan Pejabat notaris

fungsinya mencatatkan apa-apa yang dikehendaki dan dikemukakan oleh para

pihak yang menghadap notaris tersebut. Notaris tidak berkewajiban untuk

menyelidiki secara materil apa-apa yang dikemukakan oleh penghadap

Notaris tersebut sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku.

Jika kemudian ternyata terbukti bahwa yang menghadap Notaris tersebut

bukanlah orang yang sebenarnya, sehingga menimbulkan kerugian orang yang

sebenarnya, maka pertanggungjawaban pidana tidak dapat dibebankan kepada

notaris. Karena unsur kesalahannya tidak ada, dan Notaris telah melaksanakan tugas

jabatan sesuai aturan hukum yang berlaku, maka notaris tersebut harus dilepaskan

dari tuntutan.84

Dalam pembuatan akta otentik yang dilakukan oleh notaris sebagai pejabat

umum, terdapat 3 (tiga) golongan subyek hukum yaitu para penghadap atau para

pihak yang berkepentingan, para saksi dan notaris. Dalam hal ini notaris bukanlah

sebagai pihak dalam pembuatan akta. Notaris hanyalah sebagai pejabat yang karena

kewenangannya untuk membuat akta otentik sesuai keinginan para pihak/penghadap.

Kedudukan para penghadap atau para pihak dalam suatu akta notaris dapat dibedakan

dalam3 (tiga) hal :

1. Para penghadap atau para pihak bertindak untuk dirinya sendiri.Apabila pihak

yang berkepentingan hadir dan memberikan suatu keterangan dan atau

84

(10)

kehendaknya untuk melakukan suatu perbuatan hukum yang dituangkan oleh

notaris dalam suatu akta notaris di hadapan notaris dan saksi-saksi. Kemudian

dalam akta tersebut juga dinyatakan bahwa penghadap datang dan meminta

kepada notaris untuk dibuatkan akta tersebut guna kepentingan para

penghadap dan akta tersebut menjadi bukti telah terjadinya perbuatan hukum

dan di harapkan akta tersebut dapat memberikan kepastian dan perlindungan

hukum bagi para penghadap yang berkepentingan, ahliwarisnya maupun pihak

lain.

2. Para penghadap atau para pihak bertindak untuk mewakili orang lain ber

dasarkan surat kuasamaupun ketentuan undang-undang.Hal ini dimungkinkan

apabila pihak yang berkepentingan tidak dapat hadir sendiri di hadapan

notaris, namun demikian undang-undang memberikan syarat bahwa

penghadap harus membawa surat kuasa dan bukti –bukti otentik yang menjadi

dasar pelimpahan kewenangan pembuatan akta tersebut.85 Dengan demikian

bahwa Undang-undang memberikankeleluasaan bagi pihak yang

berkepentingan dalam pembuatan akta dihadapan notaris, dapat diwakilkan

atau dikuasakan kepada orang lain.

3. Para penghadap atau para pihak bertindak dalam jabatannya dan atau

kedudukannya berdasarkan ketentuan undang-undang.Pihak yang hadir dan

85Perhatikan ketentuan dalam Pasal 47 UUJN.Pasal 47 (1) Surat kuasa otentik atau surat

(11)

menandatangani akta di hadapan notaris dalam halini bertindak dalam

jabatannya atau kedudukannya berdasarkan undang -undang, bukan atas dasar

keinginannya ataupun kepentingannya sendiri tetapi mewakili pihak lain.86

Setiap akta yang di buat oleh notaris disamping harus dihadiri oleh

penghadap, juga harus dihadiri dan ditandatangani oleh paling sedikit 2 (dua) orang

saksi, kecuali undang-undang menentukan lain. Saksi-saksi tersebut harus memenuhi

persyaratan yang ditentukan oleh UUJN.87

Saksi adalah seseorang yang memberikan kesaksian, baik dengan lisan

maupun secara tertulis (dalam hal yang disebut terakhir ini dengan

menandatanganinya), yakni menerangkan apa yang ia saksikan sendiri (waarnemen),

baik itu berupa perbuatan atau tindakan dari orang lain atau suatu keadaan ataupun

suatu kejadian. Jadi saksi adalah orang ketiga(derde).Pengertian-pengertian "pihak"

(partij)dan "saksi" (getuige) adalah pengertian-pengertian yang satu sama lain tidak

dapat disatukan.88

Saksi yang dimaksudkan dalampembuatan akta notaris di sini adalah orang

ketiga yang memberikan kesaksian terhadap apa yang disaksikan sendiri (dilihat dan

didengar) berkaitan dengan hal-hal ataupun perbuatan dalam rangka pembuatan dan

penandatanganan akta notaris. Kedudukan para pihak sebagai penghadap maupun

saksi dalam pembuatan akta notaris sangat penting. Hal ini akan berpengaruh pada

86

Perhatikan ketentuan dalam pasal 38 ayat (3) huruf b juncto penjelasannya.Pasal 38 ayat (3) huruf b. Keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap; Penjelasannya : Yang dimaksud dengan ”kedudukan bertindak penghadap” adalah dasar hukum bertindak.

87

Perhatikan ketentuan dalam Pasal 40 UUJN.

(12)

legitimasi akta tersebut. Keabsahan akta notaris tidak hanya tergantung pada syarat

dan prosedur pembuatannya saja oleh notaris, tetapi ditentukan oleh tindakan dan

kewenangan dari para pihak yang berkepentingan terhadap akta tersebut. Dengan

adanya para pihak yang datang menghadap notaris untuk menuangkan kehendaknya

dalam suatu bentuk akta otentik, termasuk penandatanganan oleh saksi dan notaris

dalam pembuatan akta tersebut, sehingga mengawali terjadinya hubungan hukum

antara notaris dengan para pihak atau penghadap. Sejak kehadiran penghadap di

hadapan notaris untuk menuangkan tindakan atau perbuatannya dalam bentuk akta

otentik, kemudian notaris membuat akta otentik tersebut sesuai keinginan para

penghadap dengan memperhatikansyarat dan ketentuan yang ditetapkan oleh UUJN,

maka sejak penandatanganan akta tersebut oleh para pihak, saksi-saksi dan notaris,

lahirlah hubunganhukum antara notaris dengan para penghadap.Hubungan hukum

tersebut yaitu adanya kepercayaan para pihak atau penghadap kepada notaris dalam

menuangkan keinginannya pada suatu aktaotentik, karena para pihak ingin dengan

akta otentik yang dibuat oleh notaristersebut akan menjamin bahwa akta yang dibuat

tersebut sesuai dengan aturan hukum yang sudah ditentukan, sehingga kepentingan

para pihak terlindungi dengan adanya akta tersebut. Dengan kata lain bahwa akta

otentik menjamin adanya kepastian hukum. Dengan demikian dapat dihindari

kerugian maupun sengketa yang akan terjadi dikemudian hari. Dengan hubungan

hukum seperti itu, maka perlu ditentukan kedudukan hubungan hukum tersebut yang

merupakan awal dari tanggung gugat Notaris.89

89Habib Adjie,

(13)

Menurut Marthalena Pohan dalam bukunya Tanggunggugat Advocaat,

Dokter danNotaris:

“Untuk memberikan landasan kepada hubungan hukum seperti tersebut di atas, perlu ditentukan tanggunggugat Notaris apakah dapat berlandaskan kepada wanprestasi atau perbuatan melawan hukum(onrechtmatigedaad)atau mewakili orang lain tanpa kuasa (zaakwaarneming) atau pemberian kuasa (lastgeving), perjanjian untuk melakukan pekerjaan tertentu ataupun persetujuan perburuhan.90

Hubungan hukum antara para penghadap dengan notaris dapat dimasukkan

atau dikualifikasikan dalam bentuk sebuahwanprestasijika terjadi hubungan hukum

secara kontraktual, misalnya para penghadap memberi kuasa untuk melakukan suatu

pekerjaan tertentu untuk dan atas nama pemberi kuasa.91Kedatangan para penghadap

kepada notaris adalah atas keinginan sendiri tanpa terlebih dahulu membuat

perjanjian pemberian kuasa kepada notaris untuk melakukan pekerjaan tertentu yaitu

pembuatan akta otentik. Tanpa adanya perjanjian antara notaris dengan para pihak,

baik lisan maupun tertulisuntuk membuatkan akta yang diinginkannya, maka

hubungan hukum antaranotaris dengan para pihak bukanlah hubungan kontraktual,

sehingga notaris tidak dapat dituntut dengan dasar perbuatan wanprestasi apabila

terjadi kesalahan terhadap akta yang dibuatnya sepanjang akta tersebut telah

memenuhi unsur-unsur yang ditetapkan dalam undang undang baik tentang bentuk

maupun syarat akta otentik.

Setiap notaris pada dasarnya terbuka untuk siapa saja yang berkepentingan

mendapat pelayanan jasanya. Dengan demikian tidak tepat jika hubungan hukum

(14)

antara notaris dengan para penghadap dikualifikasikan sebagai hubungan kontraktual

yang jika notaris wanprestasi dapat dituntut/digugat dengan dasar gugatan notaris

telah wanprestasi. Demikian juga terhadap perbuatan melawan hukum

(onrechtmatigedaad), inti dari perbuatan melawan hukum yaitu tidak adanya

hubungan kontraktual antara satu pihak dengan pihak lainnya. Perbuatan melawan

hukum dapat terjadi satu pihak merugikan pihak lain tanpa adanya suatu kesengajaan

tetapi dapat menimbulkan kerugian pada salah satu pihak.92

Notaris melakukan pekerjaannya berdasarkan kewenangan dalam ruang

lingkup tugas jabatan sebagai notaris berdasarkan undang-undang nomor : 30 tahun

2004 tentang jabatan Notaris (UUJN). Para penghadap datang untuk meminta jasa

Notaris menuangkan keinginannya dalam suatu bentuk akta otentik, sehingga tidak

mungkin notarismembuat akta tanpa permintaan para penghadap. Notaris hanyalah

melakukan pekerjaan atau membuat akta atas permintaan penghadap, sehingga

notaris bukanlah sebagai pihak atau mewakili penghadap, oleh karena itu notaris

tidak dapat dituntut dalam bentuk mewakili orang lain tanpa kuasa(zaakwaarneming)

berdasarkan pasal 1354 KUHPerdata:

“Jika seorang dengan sukarela, dengan tidak mendapat perintah untuk itu, mewakili urusan orang lain dengan atau tanpa pengetahuan orang ini, maka ia secara diam-diam mengikat dirinya untuk meneruskan serta menyelesaikan urusan tersebut, hingga orang yang diwakili kepentingannya dapat mengerjakan sendiri urusan itu. Ia memikul segala kewajiban yang harus dipikulnya, seandainya ia kuasakan dengan suatu pemberian kuasa yang dinyatakan dengan tegas”.

(15)

Sepanjang notaris melaksanakan tugas jabatannya sesuai dengan ketentuan

Undang-Undang Jabatan Notaris.93 dan telah memenuhi semua tatacara dan

persyaratan dalam pembuatan akta dan isi akta telah sesuai dengan keinginan para

pihak yang menghadap,maka tuntutan perbuatan melawan hukum berdasarkan pasal

1365 KUHPerdata yaitu “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa

kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan

kerugian itu, mengganti kerugian tersebut” tidak mungkin untuk dilakukan. Pada

dasarnya hubungan hukum antara notaris dengan para pihak/para penghadap yang

telah membuat akta otentik di hadapan notaris tidak dapat dikonstruksikan /

ditentukan pada awal pertemuan atau hubungan antara notaris dengan para

penghadap, karena pada saat pertemuan tersebut belum terjadi permasalahan. Untuk

mengetahui hubungan hukum antara notaris dengan penghadap harus dikaitkan

dengan ketentuan pasal 1869 KUHPerdata yaitu “Suatu akta, yang, karena tidak

berkuasa atau tidak cakapnya pegawai dimaksud di atas, atau karena suatu cacat

dalam bentuknya. tidak dapat diperlakukan sebagai akta otentik, namun demikian

mempunyai kekuatan sebagai tulisan di bawah tangan jika ia ditandatangani oleh para

pihak” Dengan demikian maka hubungan hukum itu timbul atau menjadi masalah

sejak adanya permasalah hukum berkaitan dengan akta otentik yang dibuat oleh

notaris. Sejak itulah dapat dikategorikan bahwa akta otentik terdegradasi(penurunan

93

(16)

derajat). menjadi akta dibawah tangan dalam status dan kekuatanpembuktian sebagai

alat bukti, dengan alasan bahwa :

a. Pejabat umum yang bersangkutan secara hukum tidak berwenang

dalam pembuatan akta tersebut.

b. Pejabat umum yang bersangkutan tidak mampu.

c. Cacat dalam bentuknya,

Dengan demikian apabila akta notaris dibatalkan berdasarkanputusan

pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, maka dengandasar putusan

tersebut Notaris dapat digugat dengan perbuatan melawan hukum.Hubungan notaris

dan para penghadap dapat dikualifikasikan sebagaiperbuatan melawan hukum

karena:94

1. Notaris tidak berwenang membuat akta yang bersangkutan.

2. Tidak mampunya notaris yang bersangkutan dalam membuat akta.

3. Akta notaris cacat dalam bentuknya.

Untuk menghindari agar akta notaris tidak terdegradasimenjadi akta dibawah

tangan atau akta notaris menjadi batal demi hukumdan perbuatan notaris dengan para

penghadap tidak dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum, makaseorang

notaris dalam menjalankan tugasnya harus mematuhi berbagai ketentuan yang

terdapat dalam Undang-Undang Jabatan Notaris dan peraturan materiil substantif

lainnya. Oleh karena itu diperlukan kecermatan, ketelitian, dan ketepatan dalam

tehnik administrasi membuat akta maupun penerapan berbagai aturan hukum yang

94Habib Adjie,

(17)

tertuang dalam akta berkaitan dengan para penghadap (subyeknya) maupun obyek

yang akan dituangkan dalam akta. Selain pada dirinya sendiri notaris itu harus

memiliki sikap dan perilaku yang jujur, seksama, mandiri dan tidak memihak dalam

melayani dan memperhatikan kepentingan para pihak. Notaris harus memahami dan

menguasai ilmu bidang notaris secara khusus dan ilmu hukum secara umum. Dalam

pasal 41 UUJN “Apabila ketentuan dalam pasal 39 dan 40 tidak dipenuhi, akta

tersebut hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan”. Pasal

39UUJN mengatur tentang persyaratan penghadap, yaitu:

(1.) Penghadap harus memenuhi syarat sebagai berikut : Paling sedikit

berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah,dan Cakap

melakukan perbuatan hukum

(2.) Penghadap harus dikenal oleh notaris atau diperkenalkan kepadanya oleh

2 (dua) orang saksi pengenal yang berumur paling sedikit 18 (delapan

belas) tahun atau telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum

atau diperkenalkan oleh 2 (dua) orang penghadap lainnya.

(3.) Pengenalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan

Secara tegas dalam akta.

Pasal 40 UUJN mengatur tentang perlunya saksi dalam akta notaris dan

ketentuan tentang persyaratan saksi, yaitu :

1. Setiap akta yang dibacakan oleh notaris dihadiri paling sedikit 2(dua) orang

(18)

2. Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syaratsebagai

berikut :

a. Paling sedikit berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah

b. Cakap melakukan perbuatan hukum.

c. Mengerti bahasa yang digunakan dalam akta

d. Dapat membubuhkan tanda tangan dan paraf, dan

e. Tidak mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam

garis lurus ke atas atau ke bawah tanpa pembatasan derajat dan garis ke

samping sampai dengan derajat ke tiga dengan notaris atau para pihak.

3. Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat 1(satu) harus dikenal oleh notaris

atau diperkenalkan kepada notaris atau diterangkan tentang identitas dan

kewenangannya kepada notaris dan penghadap.

4. Pengenalan atau pernyataan tentang identitas dan kewenangan saksi

dinyatakan secara tegas dalamakta.

Dengan tidak dipenuhinya salah satu maupun beberapa ketentuan dalampasal

39 dan 40 UUJN tersebut, maka akta tersebut hanya mempunyaikekuatan pembuktian

sebagai akta dibawah tangan atau batal demi hukumkarena tidak memenuhi syarat

eksternal.Kedudukan akta notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagaiakta

di bawah tangan atau akta notarismenjadi batal demi hukumtidak berdasarkansyarat

subyektif dan syarat obyektif, tetapi dalam hal ini karena UUJN telahmenentukan

sendiri tentang persyaratan akta notaris sebagaimana tersebutdiatas, yaitu karena

(19)

tidak tepat dalam menerapkan aturan hukum yang berkaitan dengan pelaksanaan

tugas jabatan notaris berdasarkan UUJN, dan juga dalam menerapkan aturan hukum

yang berkaitan dengan akta. Apabila hal tersebut terjadi, maka tuntutan terhadap

notaris terjadidalam bentuk penggantian biaya, ganti rugi dan bunga sebagai akibat

aktanotaristerdegredasimenjadi akta dibawah tangan atau bahkan batal demihukum,

berdasarkan adanya :

1. Hubungan hukum yang khas antara notaris dengan para penghadapdengan

bentuk sebagai perbuatanmelawan hukum.

2. Ketidakcermatan, ketidak telitian dan ketidak tepatan dalam :

a. Tehnik administratif membuat akta berdasarkan UUJN

b. Penerapan aturan hukum yang tertuang dalam akta yang bersangkutan

untuk para penghadap, yang tidak di dasarkan pada kemampuan

menguasai bidang ilmu notaris secara khusus dan hukum pada

umumnya.95

Hubungan hukum antara notaris dengan para penghadap merupakanhubungan

hukumyang khas, karena dalamhubungan hukumtersebut terdapat cirihubungan

dengan karakter:

a. Tidak perlu dibuat suatu perjanjian baik lisan maupun tertulis dalambentuk

pemberian kuasa untuk membuat akta atau untuk

melakukanpekerjaan-pekerjaan tertentu;

(20)

b. Mereka yang datang ke hadapan notaris, dengan anggapan bahwanotaris

mempunyai kemampuan untuk membantu memformulasikan keinginan para

pihak secara tertulis dalambentuk akta otentik

c. Hasil akhir dari tindakan notaris berdasarkan kewenangan notaris yang berasal

dari permintaan atau keingian para pihak sendiri

d. Notaris bukan pihak dalam akta yang bersangkutan.

Oleh karena itu sebelum notaris dijatuhi sanksi perdata berupa penggantian

biaya, ganti rugi dan bunga, maka terlebih dahulu harus dapat dibuktikan bahwa:

a. Adanya kerugian yang diderita akibat dibuatnya akta tersebut oleh

notaris,

b. Terdapat hubungan kausal antara kerugian yang diderita dengan

pelanggaran atau kelalaian dari notaris,

c. Pelanggaran (perbuatan) atau kelalaian tersebut disebabkan kesalahan

yang dapat dipertanggungjawabkan kepada notaris yang bersangkutan.

Dalam UUJN diatur bahwa ketika notaris dalam menjalankan tugas

jabatannya terbuktimelakukan pelanggaran,maka notaris dapat dikenai atau dijatuhi

sanksi, berupa sanksi perdata, administrasi, dan kode etik jabatan notaris, dimana

sanksi-sanksi tersebut telah diatur sedemikian rupa dalam UUJN dan Kode Etik

jabatan notaris sedangkan sanksi pidana terhadap notaris tidak diatur dalam

Undang-Undang Jabatan Notaris maupunKode EtikNotaris.96

(21)

Notaris sebagai pengemban amanat dan kepercayaan masyarakat dan

perannya yang penting dalam lalu lintas hukum, sudah selayaknya Notaris

mendapatkan perlindungan hukum dalam menjalankan jabatannya termasuk pula

dalam hal Notaris diduga melakukan pelanggaran kode etik dan dugaan unsur pidana

harus dikedepankan asas praduga tak bersalah dan peranan yang serius dari

perkumpulan untuk memberikan perlindungan hukum. Dalam gugatan untuk

menyatakan akta notaris tersebut tidak sah, maka harus dibuktikan ketidakabsahan

dari aspek lahiriah, formil dan materil akta notaris. Penilaian akta notaris harus

dilakukan dengan asas “praduga sah” yang dipergunakan untuk menilai akta notaris,

yaitu akta notaris harus dianggap sah sampai ada pihak yang menyatakan akta

tersebut tidak sah. Untuk menyatakan atau menilai akta tersebut tidak sah harus

dengan gugatan kepengadilan umum. Dalam kaitan dengan Penetapan Notaris

sebagai tersangka, berkaitan dengan pelaksanaan "Profesi", maka Majelis Pengawas

Daerah wajib untuk menolak memberikan persetujuan, sampai dibuktikan lebih

dahulu adanya ke salahan Notaris melalui putusan Majelis Pengawas Notaris yang

bersifat final dan mengikat. Kebenaran akta Notaris adalah kebenaran formal,

maksudnya dasar pembuatan akta mengacu pada identitas komparan dan

dokumen-dokumen formal sebagai pendukung untuk suatu perbuatan hukum, sehingga akta

yang dibuat Notaris adalah bersifat kebenaran formal, disebut begitu karena Notaris

(22)

formal yang dilampirkan sehingga akta Notaris bukan kebenaran materil sebagaimana

pencarian kebenaran dan keadilan dalam proses hukum di pengadilan.97

C. Akibat Hukum Bagi Akta Notaris Jika Terjadi Perkara Pidana

Pelaksanaan tugas Jabatan notaris yaitu dalam lingkup hukum pembuktian,

hal ini karena tugas dan kewenangan notaris yaitumembuat alat bukti yang diinginkan

oleh para pihak dalam hal tindakanhukum tertentu. Keberadaan alat bukti tersebut

dalam ruang lingkup atautataran hukum perdata. Karena pekerjaan notaris membuat

akta tersebut ataspermintaan dari penghadap, tanpa adanya permintaan dari para

penghadap, Notaris tidak akan membuat suatu apapun.notaris membuat akta

berdasarkan alat bukti atau keterangan/pernyataan para pihak yang dinyatakan atau

diterangkan atau diperlihatkankepada atau di hadapan notaris, dan selanjutnya notaris

membingkainya secaralahiriah, formil dan materil dalam bentuk akta notaris, dengan

tetap berpijakpada aturan hukum atau tata cara atau prosedur pembuatan akta dan

aturanhukum yang berkaitan dengan tindakan hukum yang bersangkutan

yangdituangkan dalamakta. Peran notaris dalam hal ini juga untuk memberikan

nasehat hukumyang sesuai dengan permasalahan yang ada sebagaimana yang

diwajibkanoleh Pasal 15 ayat (2) huruf e. UUJN. Apapun nasehat hukum yang

diberikankepada para pihak dan kemudian dituangkan ke dalam akta yang

bersangkutantetap sebagai keinginan atau keterangan para pihak yang bersangkutan,

tidakdan bukan sebagai keterangan atau pernyataan notaris.Dalam praktik notaris

ditemukan kenyataan, jika ada akta notaris dipermasalahkan oleh para pihak atau

(23)

pihak lainnya, maka sering pula notaris ditarik sebagai pihak yang turut serta

melakukan atau membantu melakukan suatu tindak pidana, yaitu membuat atau

memberikan keterangan palsu ke dalam akta notaris. Hal ini pun menimbulkan

kerancuan, apakah mungkin notaris secara sengaja atau khilaf bersama-sama para

penghadap/pihak untuk membuat akta yang diniatkan sejak awal untuk melakukan

suatu tindak pidana. Dalam kaitan ini tidak berarti notaris terhindar dari perbuatan

melawan hukum atau tidak dapat dihukum atau kebal terhadap hukum. Notaris bisa

saja dihukum pidana jika dapat dibuktikan di pengadilan bahwa secara sengaja atau

tidak disengaja notaris bersama-sama dengan para pihak/penghadap untuk membuat

akta dengan maksud dan tujuan untuk menguntungkan pihak atau penghadap tertentu

saja atau merugikan penghadap yang lain. Jika hal ini terbukti dalam persidangan,

maka notaris tersebut wajib dihukum. Oleh karena itu, hanya Notaris yang

tidakamanat dalammenjalankan tugas jabatannya, ketika membuat akta untuk

kepentingan pihak tertentu dengan maksud untuk merugikan pihak tertentu atau untuk

melakukan suatu tindakan yang melanggar hukum.98

Ketentuan Pasal 66 Undang-Undang Jabatan Notaris tersebut bersifat

imperatif atau perintah artinya jika Kepolisian, Kejaksaan atau Hakim

mengesampingkan ketentuan Pasal 66 UUJN, maka terhadap Kepolisian, Kejaksaan

atau Hakim dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap undang-undang, maka

jika hal ini terjadi, kita dapat melaporkan Kepolisian, Kejaksaan dan Hakim kepada

atasannya masing-masing, dan di sisi yang lain, perkara yang disidik atau diperiksa

(24)

tersebut dapat dikategorikan cacat hukum (dari segi Hukum Acara Pidana) yang tidak

dapat dilanjutkan (ditunda untuk sementara) sampai ketentuan Pasal 66 UUJN.99

Notaris sebagai pejabat umum yang menjalankan sebagian dari kekuasan

negara di bidang hukum perdata terutama untuk membuat alat bukti otentik (akta

notaris). Dalam pembuatan akta notaris baik dalam bentuk partij akta maupun relaas

akta, Notaris bertanggungjawab supaya setiap akta yang dibuatnya mempunyai sifat

otentik sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1868 KUHPerdata.Kewajiban

notaris untuk dapat mengetahui peraturan hukum yang berlaku di Negara Indonesia

juga serta untuk mengetahui hukum apa yang berlaku terhadap para pihak yang

datang kepada notaris untuk membuat akta. Hal tersebut sangat penting agar supaya

akta yang dibuat oleh notaris tersebut memiliki otentisitasnya sebagai akta otentik

karena sebagai alat bukti yang sempurna. Namun dapat saja notaris melakukan suatu

kesalahan dalam pembuatan akta. Kesalahan-kesalahan yang mungkin dapat terjadi,

yaitu :

a. Kesalahan ketik pada salinan notaris, dalam hal ini kesalahan tersebut

dapat diperbaiki dengan membuat salinan baru yang sama dengan yang

asli dan hanya salinan yang sama dengan yang asli baru mempunyai

kekuatan sama seperti akta asli

b. Kesalahan bentuk akta notaris, dalam hal ini dimana seharusnya dibuat

berita acara rapat tapi oleh notaris dibuat sebagai pernyataan keputusan

rapat;

99Habib Adjie,

(25)

c. Kesalahan isi akta notaris, dalam hal ini mengenai keterangan dari para

pihak yang menghadap notaris, di mana saat pembuatan akta dianggap

benar tapi ternyata kemudian tidak benar.100

Kesalahan-kesalahan yang terjadi pada akta-akta yang dibuat oleh notaris

akan dikoreksi oleh hakim pada saat akta notaris tersebut diajukan ke pengadilan

sebagai alat bukti. Kewenangan dari hakim untuk menyatakan suatu akta notaris

tersebut batal demi hukum, dapat dibatalkan atau akta notaris tersebut dinyatakan

tidak mempunyai kekuatan hukum. Tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh

notaris terhadap ketentuan-ketentuan Pasal 16 (1) huruf i. Pasal 16 (1) huruf k, Pasal

41, Pasal 44, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51, Pasal 52 Undang-Undang Nomor

30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, yang menyebabkan suatu akta hanya

mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau akta menjadi

batal demi hukum, maka pihak yang merugikan dapat menuntut penggantian biaya,

ganti rugi dan bunga pada notaris.101

Berkaitan dengan itu untuk kepentingan pembuktian tersebut, maka

diperlukan keterangan dari notaris oleh penyidik disamping itu untuk menghindari

terjadinya kesalahan dakwaan tersebut, maka diperlukan kehadiran Notaris dalam

pemeriksaan pidana. Dengan kehadiran Notaris dalam pemeriksaan di tingkat

penyidikan, sampai dengan persidangan, kiranya dapat membantu para penegak

hukum untuk membuktikan apakah notaris terlibat dalam tindak pidana yang

100

Mudofir Hadi, “Varia Peradilan Tahun VI Nomor 72”,Pembatalan Isi Akta Notaris “Dengan Putusan Hakim”(September 1991) : 142-143.

(26)

dipersangkakan ataukah hanya berakibat pada akta yang dibuat yaitu hanya

mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan atau menjadi batal

demi hukum sebagaimana ketentuan Pasal 84Undang-Undang Jabatan Notaris.

Faktor yang menyebabkan notaris diperlukan kehadirannyadalam

pemeriksaan perkara pidana adalah :

1. Apabila akta yang dibuat oleh notaris menimbulkan kerugian yang

dideritapara pihak

2. Pihak maupun pihak lain dan berdasarkan bukti awal bahwa notarispatut

diduga turut serta melakukan atau membantu melakukan suatu tindakpidana,

berkaitan dengan kewenangan notaris berdasarkan pasal 15 Undang-Undang

Jabatan Notarisyaitu membuat akta otentik dengan adanya unsur-unsur tindak

pidanaseperti :

a. Pasal 55 KUHP yaitu turut serta melakukan tindak pidana

Menurut pasal ini adalah “Turut melakukan” dalam arti kata

bersama-sama melakukan, paling sedikit harus ada dua orang, ialah orang yang

melakukan dan orang yang turut melakukan peristiwa pidana tersebut.102

Dalam hal ini notaris melakukan tindakan melanggar undang-undang

jabatanya bersama pihak lain demi kepentingan tertentu.

b. Pasal 231 KUHP yaitu membantu pelaku dalam melakukan kejahatan.

102 R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya

(27)

Menurut pasal ini seseorang dengan sengaja melakukan atau membiarkan

salah satu perbuatan ini, untuk membantu orang melakukan perbuatan

yang melanggar undang-undang.103 Seperti jika notaris x bersama para

pihak menghadap ke kantornya ingin meminta pengesahan fotocopy KTP

tetapi si notaris mengetahui bahwasannya KTP tersebut tidak sesuai

dengan yang asli, dengan kepentingan tertentu notaris melakukan

pengesahan tersebut, tanpa melihat yang aslinya.

c. Pasal 263 KUHP yaitu membuat surat palsu.

Bahwa dalam pasal ini dikatakan barang siapa yang membuat surat palsu

atau memalsukan surat, yang menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian

(kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang, atau yang boleh di

pergunakan sebagai keterangan bagi suatu perbuatan, dengan maksud

akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat

itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan.104 Notaris disini dalam

pembuatan akta memasukan orang-orang yang tidak berkepentingan ke

dalam isi akta yang dibuatnya dengan sengaja atau tidak sengaja sehingga

orang-orang yang berkepentingan dalam akta dirugikan haknya.

d. Pasal 266 KUHP yaitu memberikan keterangan palsu dalam akta otentik.

pasal ini menerangkan barangsiapa menyuruh menempatkan keterangan

palsu kedalam akta autentik tentang kejadian yang sebenarnya harus

103Ibid

(28)

dinyatakan oleh akte itu.105 Notaris disini harus berhati-hati ketika telah

melakukan renvoi dalam akta atau perubahan harus ada paraf dari seluruh

para pihak yang berkepentingan dalam akta jika tidak maka ini dikatakan

memberikan keterangan palsu.

e. Pasal 372 KUHP yaitu penggelapan

Yaitu barangsiapa dengan sengaja memiliki dengan melawan hak sesuatu

barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain

dan barang itu ada di tangannya bukan karena kejahatan, karena

penggelapan.106 Disini notarisdalam menjalankan jabatannya telah telah

menerima honorarium atas jasa hukum berdasarkan kewenangannya dari

para pihak tetapi notaris tidak menerbitkan akta yang di buatnya dalam

waktu yang cukup lama, karena telah menggunakan honorarium itu untuk

kepentingan pribadi atau kepentingan lain, sehingga para pihak yang

menggunakan jasa hukumnya dirugikan.

f. Pasal 378 KUHP yaitu penipuan

Menurut pasal ini barangsiapa dengan hendak menguntungkan diri sendiri

atau orang lain dengan melawan hak, baik dengan memakai nama palsu

atau keadaan palsu baik dengan akal dan tipu muslihat, maupun dengan

karangan perkataan-perkataan bohong, membujuk orang memberikan

105Ibid

(29)

suatu barang, membuat utang atau menghapuskan piutang.107 Disini

notaris dalam menjalankan jabatannya mengeluarkan akta yang yang

diluar kewenangannya, seperti notaris yang belum di angkat menjadi

PPAT menerbitkan Akta PPAT dengan membuat stempel palsu dan SK

palsu sehingga akta yang diterbitkan tidak bisa digunakan, sehingga

merugikan orang yang berkepentingan.

g. Pasal 385 KUHP yaitu menjual, menukarkan atau membebani dengan

credietverband (sekarang Hak Tanggungan) atas tanahyang belum

bersertifikat.

Bahwa yang bersangkutan menurut pasal ini menukar, menjual tanah

yang sedang diberikan hak tanggungan dan tidak memberikan tentang hal itu

kepada pihak yang berkepentingan.108Notaris/PPAT disini dengan

kepentingan tertentu menerbitkan akta jual beli kepada orang lain atas tanah

yang telah diberikan hak tanggungan sementara belum di terbitkan roya atas

tanah tersebut belum dikeluarkan, sehingga merugikan orang yang memiliki

hak dalam tanah tersebut.

3. Untuk mendapatkan keterangan dari notaris baik secara formilmaupun

materiil berkaitan dengan akta yang dibuatnya berdasarkan laporan para pihak

atau pihak lain yang dirugikan atas akta tersebut (aktanya berindikasi adanya

perbuatan pidana), sehingga perlu dilakukan pemeriksaan yang obyektif oleh

107Ibid

(30)

penyidik, karena Kepolisian wajib menerima laporan ataupun pengaduan

masyarakat dan menindak lanjuti dengan pemanggilan guna diminta

keterangannya karena fungsi penyidik Kepolisian adalah membuat terang

suatu tindak pidana. Terhadap kehadiran notaris dalam pemeriksaan perkara

pidana khususnya penyidikan di Kepolisian.

4. Merupakan kewajiban setiap warga/anggota masyarakat untuk menghadiri

pemeriksaan pidana sebagai saksi, saksi ahli atau juru bahasa berdasarkan

pasal 224 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana yangmenyatakan bahwa109

“barang siapa dipanggil sebagai saksi, saksi ahli atau juru bahasa menurut Undang-Undang dengan sengaja tidak memenuhi suatu kewajiban yang menurut undang-undang selaku demikian harus dipenuhinya, diancam:

1) Dalam perkara pidana, dengan pidana penjara paling lamasembilan bulan; 2) Dalam perkara lain, dengan pidana penjara paling lama enambulan.

Ketentuan ini berlaku juga bagi notaris sebagai pejabat umum namun

demikian berdasarkan Pasal 66 UUJN bahwa pemanggilan notaris dalam

pemeriksaan perkara pidana harusmendapat ijin terlebih dahulu dari Majelis

Pengawas Daerah bagi Kota atau Kabupaten yang mempunyai

MajelisPengawas Daerah, atau Majelis Pengawas Wilayah bagi

Kota/Kabupaten yang belummempunyaiMajelis Pengawas Daerah.

Meskipun Notaris mempunyaiImmunitas hukum yang diberikan

undang-undang berupa kewajiban untuk menolak memberikan keterangan yang

rnenyangkut rahasia jabatannya, dan Immunitas tersebut diwujudkan dengan

109R.Sunarto soerodibroto KUHP, dan KUHAP Dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Agung

(31)

adanya hak ingkar atau mengundurkan diri sebagai saksi sepanjang

menyangkut keterangan-keterangan yang sifatnya rahasia jabatan. Sebagai

pejabat umum yang menjalankan pelayanan publik dibidang pelayanan jasa

hukum, maka terhadap kesalahan Notaris perlu dibedakan antara kesalahan

yang bersifat pribadi (faute personelle atau personal fault) dan kesalahan

didalam menjalankan tugas(faute de seriveatauin service fault).110

Seperti dalam perkara perdata maka dalam perkara pidanapun

diaturmengenai adanya pengecualian-pengecualian bagi orang atau pejabat

yangdapat menolak atau mengundurkan diri menjadi saksi yaitu

sebagaimanayang tertera dan tercantumdalam Pasal 170 KUHAP yaitu :111

(1.) Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka.

(2.) Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut.

5. Berdasarkan Pasal 65 UUJN bahwa notaris bertanggung jawab atas setiap akta

yang dibuatnya meskipun protokol notaris telah diserahkan kepada penyimpan

protokol notaris. Artinya tanggung jawab notaris tidak berakhir meskipun

notaris telah pensiun/purna tugas, sehingga setiap saat dapat dimintai

pertanggungjawabannya atas akta yang dibuat.

110

Paulus Efendi Lotulung,Perlindungan Hukum Bagi Notaris Selaku Pejabat Umum Dalam Menjalankan Tugasnya,Media Notariat, Ikatan Notaris Indonesia, Edisi April, 2002, hal. 3.

111R. Soenarto Soerodibroto,

(32)

6. Berdasarkan Pasal 184 KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana)

Dalam perkara pidana, alat bukti keterangan saksi merupakan alat bukti yang

paling utama disamping alat bukti yang lainnya seperti keterangan ahli, surat

(bukti-bukti tertulis), petunjuk dan keterangan terdakwa. Tidak ada perkara

pidana yang luput dari pembuktian alat bukti keterangan saksi. Hampir semua

pembuktian perkara pidana, selalu bersandar kepada pemeriksaan keterangan

saksi. Sekurang-kurangnya di samping pembuktian dengan alat bukti yang

lain seperti persangkaan atau bukti tertulis bahkan pengakuan dari terdakwa

sekalipun, masih selalu diperlukan pembuktian dengan alat bukti keterangan

saksi. Oleh karena itu untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang obyektif

dan sempurna penyidik sangat memerlukan keterangan saksi, meskipun yang

menjadi saksi seorang notaris.112

Dalam hal suatu akta notaris dibatalkan oleh putusan hakim di pengadilan,

maka jika menimbulkan kerugian bagi para pihak yang berkepentingan, notaris dapat

untuk memberikan ganti rugi, sepanjang hal tersebut terjadi disebabkan oleh karena

kesalahan Notaris namun dalam hal pembatalan akta notaris oleh pengadilan tidak

merugikan para pihak yang berkepentingan maka notaris tidak dapat dituntut untuk

memberikan ganti rugi walaupun kehilangan nama baik. Seorang notaris baru dapat

dikatakan bebas dari pertanggungjawaban hukum apabila akta otentik yang dibuatnya

dan atau dibuat dihadapannya telah memenuhi syarat formil. Dan jika notaris tersebut

terbukti melanggar ketentuan Undang-Undang yang berlaku yaitu memenuhi

unsur-unsur pidana yang terdapat dalam pasal pada KUHP maka notaris dapat dipidana atau

dihukum.

112

(33)

BAB IV

UPAYA DAN PERANAN MAJELIS KEHORMATAN BESERTA ORGANISASI AGAR MEMINIMALISIR PROFESI NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA AGAR TIDAK TERLIBAT DALAM KASUS PIDANA

A. Pengertian Majelis Pengawas Daerah, Majelis Pengawas Wilayah, dan Majelis Pengawas Pusat.

Notaris dalam melaksanakan tugas jabatannya perlu untuk mendapat

pengawasan supaya notaris tidak berbuat sewenang-wenang berdasarkan kewenangan

yang diberikan kepadanya. Perbuatan notaris yang tidak bertanggungjawab dapat

merugikan kepentingan masyarakat sedangkan tugas notaris adalah melayani

kepentingan masyarakat. Pengawasan terhadap notaris dilakukan oleh pemerintah

dalam hal ini adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, dimana notaris berada

dalam naungannya dan ada juga organisasi profesi notaris yaitu Ikatan Notaris

Indonesia (INI) yang berfungsi untuk menetapkan dan menegakkan Kode Etik

Notaris. Sebelum berlakunya undang-undang Jabatan Notaris yang baru, pihak yang

mempunyai kewenangan untuk mengawasi dan melakukan pemeriksaan terhadap

para Notaris adalah lembaga pengadilan, hal tersebut dapat dilihat dari ketentuan

Pasal 50 sampai dengan Pasal 60 Undang-Undang Jabatan Notaris, namun setelah

diundangkannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris

pada tanggal 6 Oktober 2004 maka terjadi perubahan terhadap pihak yang

mempunyai kewenangan untuk melakukan melakukan pengawasan terhadap notaris

dalam menjalankan tugas jabatannya.Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30

(34)

untuk melakukan pengawasan terhadap notarisdi seluruh Indonesia, yaitu dengan

membentuk MajelisPengawas, yang terbagi menjadi tiga yaitu :

a. Majelis Pengawas Daerah;

b. Majelis Pengawas Wilayah;

c. Serta Majelis Pengawas Pusat.

Tugas dan kewenangan setiap majelis pengawassebagaimana telah diatur

dalam Undang-Undang JabatanNotaris, dan diatur lebih lanjut dalam :

1. Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No.M39-PW.07

10. Tahun 2004 Tentang Pedoman PelaksanaanTugas Majelis Pengawas

Notaris.

2. Serta Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi ManusiaNo. M.02.PR.08.10

Tahun 2004 Tentang Tata CaraPengangkatan Anggota, Pemberhentian

Anggota, SusunanOrganisasi, Tata Kerja dan Tata Cara PemeriksaanMajelis

Pengawas Notaris.113

Berkaitan dengan uraian diatas mengenai lembaga pengawasan tersebut antara

lain menurut Pasal 67 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang

Jabatan Notaris antara lain :

1. Majelis Pengawas Daerah ( MPD)

Majelis Pengawas Daerah dibentuk di Kabupaten atau Kota yang mana Ketua

dan Wakilnya dipilih dari dan oleh anggotanya. Masa jabatan Ketua, Wakil

Ketua, dan anggota Majelis Pengawas Daerah adalah 3 (tiga) tahun dan dapat

(35)

diangkat kembali, Majelis Pengawas Daerah dibantu oleh seorang Sekretaris atau

lebih yang ditunjuk dalam rapat MPD. Menurut Pasal 70 Undang-Undang

Jabatan Notaris Majelis Pengawas Daerah berwenang:

a. Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran Kode

Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan jabatan Notaris.

b. Melakukan pemeriksaan terhadap Protokol Notaris secara berkala

1 (satu) kali dalam satu (satu) tahun atau setiap waktu yangdianggap perlu.

c. Memberikan izin cuti untuk waktu sampai dengan 6 (enam) bulan.

d. Menetapkan Notaris Pengganti dengan memperhatikan usulNotaris yang

bersangkutan.

e. Menentukan tempat penyimpanan Protkol Notaris yang pada saat serah terima

Protokol Notaris telah berumur 25 (dua puluh lima) tahun atau lebih.

f. Menunjuk Notaris yang akan bertindak sebagai pemegang sementara Protokol

Notaris yang diangkat sebagai pejabat negara sebagaimana yang dimaksud

dalam Pasal 11 ayat (4).

g. Menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran

Kode Etik Notaris atau pelanggaran ketentuan dalam undang-undang ini, dan

h. Membuat dan menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a,

huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, kepada Majelis Pengawas

Wilayah.

Adapun kewajiban Majelis Pengawas Daerah sebagaimana dijelaskan dalam

(36)

a. Mencatat pada buku daftar yang termasuk dalam Protokol Notaris dengan

menyebutkan tanggal pemeriksaan, jumlah akta, sertajumlah surat dibawah

tangan yang disahkan dan yang dibuat sejak tanggal pemeriksaan terakhir.

b. Membuat berita acara pemeriksaan dan menyampaikannya kepada Majelis

Pengawas Wilayah setempat, dengan tembusan kepada Notaris yang

bersangkutan, Organisasi Notaris, dan MajelisPengawas Pusat.

c. Merahasiakan isi akta dan hasil pemeriksaan.

d. Menerima salinan yang telah disahkan dari daftar akta dan daftar lain dari

Notaris dan merahasiakannya.

e. Memeriksa laporan masyarakat terhadap Notaris dan menyampaikan hasil

pemeriksaan tersebut kepada Majelis Pengawas Wilayah dalam waktu 30 (tiga

puluh) hari, dengan tembusan kepada pihak yang melaporkan, Notaris yang

bersangkutan, Majelis Pengawas Pusat, dan Organisasi Notaris.

f. Menyampaikan permohonan banding terhadap keputusan penolakan cuti.

2. Majelis Pengawas Wilayah ( MPW )

Majelis Pengawas Wilayah dibentuk dan berkedudukan diibukota provinsi

yang mana Ketua dan Wakilnya dipilih dari dan olehanggotanya. Masa jabatan Ketua,

Wakil Ketua, dan anggota MajelisPengawas Wilayah adalah 3 (tiga) tahun dan dapat

diangkat kembali,MPW dibantu oleh seorang Sekretaris atau lebih yang ditunjuk

dalamrapat MPW. Majelis Pengawas Wilayah sebagimana tertera dalamPasal 73 ayat

(37)

a. Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambilkeputusan atas

laporan masyarakat yang disampaikan melaluiMajelis Pengawas Wilayah.

b. Memanggil Notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan ataslaporan

sebagaimana dimaksud pada huruf a.

c. Memberikan izin cuti lebih dari 6 (enam) bulan sampai 1 (satu)tahun.

d. Memeriksa dan memutus atas keputusan Majelis PengawasDaerah yang

menolak cuti yang diajukan oleh Notaris pelapor.

e. Memberikan sanksi yang berupa teguran lisan maupun tertulis.

f. Mengusulkan pemberian sanksi terhadap Notaris kepada MajelisPengawas

Pusat berupa :

1) Pemberhentian sementara 3 (tiga) bulan sampai dengan 6(enam) bulan,

atau

2) Pemberhentian dengan tidak hormat.

g. Membuat berita acara atas setiap keputusan penjatuhan sanksi sebagaimana

dimaksud pada huruf e dan huruf f. Pemeriksaan dalam sidang Majelis

Pengawas Wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) huruf a

bersifat tertutup untuk umum dan Notaris berhak untuk membela diri dalam

pemeriksaan dalam sidang Majelis Pengawas Wilayah. Menurut Pasal 75

UUJN Majelis Pengawas Wilayah berkewajiban :

a) Menyampaikan keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1)

(38)

bersangkutan dengan tembusan kepada Majelis Pengawas Pusat, dan

Organisasi Notaris, dan

b) Menyampaikan pengajuan banding dari Notaris kepada Majelis Pengawas

Pusat terhadap penjatuhan sanksi dan penolakan cuti.

3. Majelis Pengawas Pusat ( MPP )

Majelis Pengawas Pusat dibentuk dan berkedudukan di ibukotanegara yang

mana Ketua dan Wakilnya dipilih dari dan oleh anggotanya. Masa jabatan Ketua,

Wakil Ketua, dan anggota Majelis PengawasPusat adalah 3 (tiga) tahun dan dapat

diangkat kembali, MPP dibantuoleh seorang Sekretaris atau lebih yang ditunjuk

dalam rapat MPP.Dijelaskan dalam Pasal 77 UUJN Majelis Pengawas Pusat

berwenang:

a. Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambilkeputusan dalam

tingkat banding terhadap penjatuhan sanksi danpenolakan cuti.

b. Memanggil Notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaansebagaimana

dimaksud pada huruf a.

c. Menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara, dan

d. Mengusulkan pemberian sanksi berupa pemberhentian dengan tidak hormat

kepada Menteri. Pemeriksaan dalam sidang Majelis Pengawas Pusat

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf a bersifat terbuka untukumum

dan Notaris berhak untuk membela diri dalam pemeriksaan sidang Majelis

Pengawas Pusat. Majelis Pengawas Pusat berkewajiban menyampaikan

(39)

Notaris yang bersangkutan dengan tembusan kepada Majelis Pengawas

Wilayah dan Majelis Pengawas Daerah yang bersangkutan serta Organisasi

Notaris. Pasal 81 UUJN menjelaskan ketentuan lebih lanjut mengenai tata

cara pengangkatan dan pemberhentian anggota, susunan organisasi dan tata

kerja, serta tata cara pemeriksaan MajelisPengawas diatur dengan Peraturan

Menteri.114

B. Kepastian Hukum Tentang Perlindungan Notaris

Asas kepastian hukum sudah umum bilamana kepastian sudah menjadi

bagian dari suatu hukum, hal ini lebih diutamakan untuk norma hukum tertulis,

kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam

Perundang-undangan yang dibuat oleh para pihak yang berwenang dan berwibawa sehingga

aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian hukum.115

Perlindungan menurut kamus umum bahasa Indonesia berarti hal (perbuatan)

melindungi, sedangkan yang dimaksud hukum menurut Sudikno Mertokusumo

adalah keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah dalam suatu

hidup bersama, keseluruhan tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan

bersama yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Dengan

demikian maka perlindungan hukum dapat diartikan sebagai pemberian jaminan atau

kepastian bahwa seseorang akan mendapatkan apa yang menjadi hak dan

kewajibannya atau perlindungan terhadap kepentingannya sehingga yang

(40)

bersangkutan aman. Notaris sebagai pejabat umum dalam menjalankan profesinya di

bidang pelayanan jasa hukum kepada masyarakat dipayungi oleh Undang-Undang,

dalam Undang-Undang jabatan Notaris tersebut, Notaris merupakan jabatan tertentu

yang menjalankan profesi dalam pelayanan hukum kepada masyarakat perlu

mendapatkan perlindungan dan jaminan, demi tercapainya kepastian hukum.

Undang-Undang jabatan Notaris telah memberikan suatu prosedur khusus dalam penegakan

hukum terhadap Notaris perlindungan hukum terhadap Notaris dituangkan dalam

Pasal 66 Undang-Undang Jabatan Notaris yang menetapkan, bahwa untuk proses

peradilan, penyidik, penuntut umum, atau Hakim dengan persetujuan Majelis

Pengawas Daerah berwenang untuk mengambil fotokopi minuta akta dan atau

surat-surat yang dilekatkan pada minuta akta atau protokol Notaris dalam penyimpanan

dengan Persetujuan Majelis Pengawas Daerah (MPD). Kemudian MPD

melaksanakan rapat pleno dan hasil rapat tersebut dapat dijadikan penyidik sebagai

dasar melakukan pemanggilan. Untuk menindak Notaris nakal seharusnya

Undang-Undang Jabatan Notaris memuat ketentuan pidana khusus bagi Notaris jika

melanggar jabatan. Baik itu pidananya berupa denda, kurungan atau penjara sebab

Notaris bertugas membuat akta. Dengan akta itu, Notaris bisa menyebabkan

seseorang hilang hak. Kalau hak orang hilang, otomatis masyarakat akan dirugikan

karena itu perilaku Notaris perlu diawasi. Sesuai dengan Pasal 70 ayat (1) UUJN

majelis pengawas berwenang menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan

mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran kode etik. Berdasarkan ketentuan

(41)

organ penegak hukum yang satu-satunya berwenang menentukan ada atau tidaknya

kesalahan dalam pelanggaran profesi jabatan Notaris. Peranan Majelis Pengawas

Notaris untuk memberikan jaminan kepastian hukum bagi Notaris sebagai suatu

profesi dari campur tangan pihak manapun termasuk pengadilan dalam menentukan

kesalahan Notaris dalam menjalankan jabatannya. Dalam menjalankan tugasnya

sebagai pejabat umum, tidak jarang notaris berurusan dengan proses hukum baik di

tahap penyelidikan, penyidikan maupun persidangan. Pada proses hukum ini Notaris

harus memberikan keterangan dan kesaksian menyangkut isi akta yang dibuatnya.

Dilihat sekilas, hal ini akan bertentangan dengan sumpah jabatan Notaris, dimana

notaris wajib merahasiakan isi akta yang dibuatnya. Hak ingkar atau hak untuk

dibebaskan menjadi saksi, ada pada beberapa jabatan yang oleh Undang-undang yang

diberikan Hak ingkar116. Hak ingkar adalah merupakan konsekuensi dari adanya

kewajiban merahasiakan sesuatu yang diketahuinya. Sumpah jabatan notaris dalam

Pasal 4 dan kewajiban notaris dalam Pasal 16 ayat (1) huruf (e) UUJN mewajibkan

notaris untuk tidak bicara, sekalipun di muka pengadilan, artinya tidak dibolehkan

untuk memberikan kesaksian mengenai apa yang dimuat dalam akta. Notaris tidak

hanya berhak untuk bicara, akan tetapi mempunyai kewajiban untuk tidak bicara.

Kewajiban ini mengenyampingkan kewajiban umum untuk memberikan kesaksian

yang dimaksud dalam Pasal 1909 ayat (1) KUHPerdata.

Dasar filosofi hak ingkar bagi jabatan-jabatan kepercayaan terletak pada

kepentingan masyarakat, agar apabila seseorang yang berada dalam keadaan

116www.hukumMuhammad Fajri,

(42)

kesuliatan, dapat menghubungi seseorang kepercayaan untuk mendapatkan bantuan

yang dibutuhkannya di bidang yuridis, medis atau kerohanian dengan keyakinan

bahwa ia akan mendapat nasehat-nasehat, tanpa yang demikian itu akan merugikan

baginya. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan Pasal 16 UUJN yang menyatakan

bahwa kewajiban untuk merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan akta

dan surat-surat lainnya adalah untuk melindungi kepentingan semua pihak yang

terkait dengan akta tersebut. Hak Ingkar Notaris merupakan Hak atau kewajiban

Menurut symposium hak ingkar Notaris diselenggarakan oleh Komisariat Ikatan

Notaris Jawa Timur tanggal 11 Desember 1982, Hak ingkar Notaris bukan hanya

merupakan hak namun merupakan kewajiban karena apabila dilanggar akan terkena

sanksi.117

Adapun Ruang Lingkup Hak Ingkar Notaris yaitu

a. Yang Wajib Dirahasiakan Notaris Berdasarkan bunyi sumpah jabatan notaris,

maka yang wajib dirahasiakan adalah terbatas pada isi akta-akta (Peraturan

Jabatan Notaris) yang selanjutnya perluas menjadi isi akta dan keterangan

yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan (UUJN). Sebelum berlaku UUJN,

pada masa berlakunya Peraturan Jabatan Notaris, yang wajib dirahasiakan

hanya meliputi “isi akta” saja. Namun kini telah disempurnakan oleh UUJN

yang juga memasukkan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan

selain isi akta sebagai hal-hal yang wajib dirahasiakan oleh Notaris.

117

(43)

b. Pihak terkait dengan Hak Ingkar Notaris Notaris sebagai pejabat kepercayaan,

wajib merahasiakan semua yang diberitahukan kepadanya selaku Notaris.

Kewajiban tersebut tidak hanya wajib dilaksanakan oleh notaris namun juga

oleh pihak-pihak yang berhubungan dengan notaris, antara lain karyawan

kantor Notaris.

c. Pelanggaran Rahasia Jabatan Notaris

1) Ancaman Pidana

Apabila Notaris membuka rahasia jabatan yang diamantkan padanya,

maka kepadanya diancam dengan pidana berdasarkan :Pasal 322 ayat (1)

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

2) Ancaman Perdata

Apabila akibat dibukanya rahasia seseorang oleh notaris atau karyawan

notaris sehingga menjadi diketahui umum dan mengakibatkan kerugian

bagi yang bersangkutan maka notaris bersangkutan dapat digugat secara

perdataberdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata.

3) Sanksi menurut Undang-Undang Jabatan Notaris Merahasiakan segala

sesuatu mengenai akta yang dibuat dan segala keterangan yang diperoleh

guna pembuatan akta merupakan salah satu kewajiban notaris.

Pelanggaran terhadap kewajiban merahasiakan dapat mengakibatkan

notaris dikenakan sanksi dalam Pasal 85 Undang- Undang Jabatan Notaris

(44)

sementara, pemberhentian dengan hormat, dan pemberhentian tidak

hormat.

d. Perlindungan terhadap Notaris

Bila Undang-Undang menentukan bahwa suatu informasi boleh dibuka maka

hal tersebut bukan berarti kewajiban notaris untuk merahasiakan tidak berlaku

lagi. Apabila Notaris atas dasar ketentuan Undang-undang membuka rahasia

jabatannya, maka Notaris selain dilindungi oleh pasal 16 ayat (1) huruf e juga

dilindungi oleh Pasal 50 KUHPidana, yaitu dimana pasal ini mengatakan jika

seseorang yang melakukan perbuatan untuk menjalankan Peraturan

Undang-Undang, tidak boleh dihukum

e. Penggunaan Hak Ingkar Notaris

1. Kedudukan Notaris sebagai saksi

Penggunaan hak ingkar notaris harus dinyatakan secara tegas. pernyataan

tegas selain dinyatakan secara tegas pada saat akan diperiksa sebagai

saksi juga dengan jalan mengirim surat ke Pengadilan mohon agar tidak

dijadikan saksi.

2. sebagai saksi ahli

Berdasarkan Pasal 120 KUHAP disebutkan bahwa, Dalam hal penyidik

menganggap perlu, ia dapat meminta pendapat orang yang memiliki

keahlian khusus, Ahli tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan

janji dimuka penyidik bahwa ia akan memberi keterangan menurut

(45)

harkat serta martabat, pekerjaan atau jabatannya yang mewajibkan ia

menyimpan rahasia dapat menolak untuk memberikan keterangan yang

diminta.

3. Sebagai terdakwa

Bila notaris menjadi tersangka/terdakwa maka ia dapat melakukan

pembelaan diri bahwa tindak pidana yang dipersangkakan padanya bukan

dilakukan oleh Notaris melainkan oleh penghadap berdasarkan

keterangan yang diberikannya.

f) Izin Menggunakan Hak Ingkar Notaris

Setelah notaris mengajukan permohonan untuk menggunakan hak ingkarnya

dihadapan majelis hakim yang akan memeriksa perkara baik secara lisan atau tertulis,

maka Pasal 170 KUHAP, hakim yang akan menimbang sah tidaknya alasan

permintaan tersebut.

C. Upaya Dan Peranan Majelis Kehormatan Beserta Organisasi Agar Meminimalisir Profesi Notaris Dalam Pembuatan Akta Tidak Terlibat Dalam Kasus Pidana

Majelis Pengawas Notaris secara umum mempunyai ruang lingkup

kewenangan menyelenggarakan sidang majelis untuk memeriksa adanya dugaan

pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan jabatan notaris (Pasal

70 huruf a, Pasal 73ayat (1) huruf a dan b, Pasal 77 huruf a dan b Undang Undang

Jabatan Notaris. Berdasarkan substansi pasal tersebut bahwa Majelis Pengawas

Notaris berwenang melakukan sidang untukmemeriksa:

(46)

2. Adanya dugaan pelanggaran pelaksanaan tugas jabatan notaris.

3. Perilaku para notaris yang di luar menjalankan tugas jabatannya sebagai

Notaris yang dapat mengganggu atau mempengaruhi pelaksanaan tugas

jabatan Notaris. Majelis Pengawas juga berwenang memeriksa fisik kantor

Notaris beserta perangkatnya juga memeriksa fisik minutaakta Notaris

(Bab IV Tugas Tim Pemeriksa Keputusan Menteri Hukumdan Hak Asasi

Manusia Republik Indonesia Nomor : M. 39-PW.07.10.Tahun 2004).

Tujuan dari pengawasan terhadap notaris agar para Notaris ketika

menjalankan tugas jabatannya memenuhi semua persyaratan yang

berkaitan dengan pelaksanaan tugas jabatan notaris, demi untuk

pengamanan darikepentingan masyarakat, karena notaris diangkat oleh

pemerintah, bukan untuk kepentingan diri notaris sendiri, tapi untuk

kepentingan masyarakat yang dilayaninya.

Wewenang Majelis Pengawas Daerah Notaris berkaitan dengan pengambilan

Minuta Akta dan/ atau pemanggilan Notaris baik sebagai saksi maupun sebagai

tersangka oleh Penyidik, Penuntut Umum atau Hakim,yaitu sesuai dengan, Prosedur

Pengambilan Minuta Akta oleh Penyidik, Penuntut Umum atau Hakim, dalam Pasal 8

ayat (1), Pasal 9 sampai dengan 11, yaitu:

a. Penyidik, Penuntut Umum atau Hakim untuk kepentingan proses peradilan

dapat mengambil Minuta Akta dan/ atau surat-surat yang dilekatkan pada

Minuta Akta atau Protokol Notaris yang terdapat dalam Penyimpanan

(47)

membawa Minuta Akta dan/ atau sutat-surat yang dilekatkan pada Minuta

Akta atau Protokol Notaris yang terdapat dalam Penyimpanan Notaris,

dengan syarat harus megajukan permohonan tertulis pada Majelis

Pengawas Daerah Notaris setempat.118

b. Majelis Pengawas Daerah Notaris memberikan persetujuan untuk

pengambilan Minuta Akta dan atau surat-surat yang dilekatkan pada

Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam Penyimpanan Notaris oleh

penyedik, penuntut umum atau hakim untuk kepentingan peradilan apabila:

a) Ada dugaan tindak pidana yang terkait dengan minuta akta

dan/surat-surat yang dilekatkan pada minuta atau protokol yang disimpan

Notaris.

b) Belum gugur hak menuntut berdasarkan ketentuan tentang daluarsa

peraturan perundang-undangan di bidang pidana.

c) Ada penyangkalan atas keabsahan tanda tangan para pihak.

d) Ada dugaan pengurangan dan penambahan dari minuta akta.

e) Ada dugaan Notaris melakukan pemunduran tanggal akta.119

c. Persetujuan Majelis Pengawas Daerah Notaris di berikan setelah

mendengarkan keterangan dari Notaris yang bersangkutan.120

118

Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.39PW.07.10 Tahun2004 tentang Pedoman pelaksanaan Tugas Majelis Pengawas Notaris. Bagian Ke III Nomor 1.2.

119

Referensi

Dokumen terkait

TANGGUNG JAWAB NOTARIS ATAS PEMALSUAN SURAT KUASA DIBAWAH TANGAN YANG DIPAKAI SEBAGAI DASAR PEMBUATAN AKTA PERJANJIAN PERIKATANi. JUAL BELI HAK

Untuk menentukan bentuk hubungan antara Notaris dengan para penghadap harus dikaitkan dengan ketentuan dengan Pasal 1869 BW, bahwa akta otentik terdegradasi menjadi

Pasal 385 KUHP yaitu menjual, menukarkan atau membebani dengan crediet verband (sekarang Hak Tanggungan) atas tanah yang belum bersertifikat. Bahwa yang

Penyelesaian hukum terhadap pelanggaran notaris dalam pembuatan akta autentik adalah melalui Pengawasan Notaris yang dilakukan oleh Menteri dengan dibantu oleh

Berdasarkan Pasal 1868 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) tersebut, maka dapat diketahui bahwa bentuk akta ada dua yaitu akta yang dibuat oleh Notaris

Notaris dapat diminta pertanggungjawaban pidana berdasarkan Pasal 264 ayat (1) ke-1 KUHP jika secara sengaja atau lalai dalam pembuatan akta relaas atau akta pejabat (ambtelijke

“Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berakibat Akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan apabila akta

-Menurut keterangannya dalam hal ini bertindak berdasarkan Surat Kuasa dibuat di bawah tangan, tertanggal ..., bermeterai cukup dan dilekatkan pada minuta akta ini sebagai kuasa