BAB III
AKIBAT HUKUM BAGI AKTA NOTARIS JIKA TERJADI PERKARA PIDANA
A. Karakteristik Suatu Akta Notaris Sebagai Alat Bukti
Menurut Sudikno Merokusumo, akta adalah surat sebagai alat bukti yang
diberi tandatangan yang memuat peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau
perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian. Pembuktian
merupakan salah satu langkah dalam proses perkara perdata. Pembuktian diperlukan
arena adanya bantahan atau penyangkalan dari pihak lawan atau untuk membenarkan
sesuatu hak yang menjadi sengketa.78
Bahwa bukti tulisan dalam perkara perdata adalah merupakan bukti yang utama,
karena dalam lalu lintas keperdataan sering kali orang dengan sengaja menyediakan
suatu bukti yang dapat dipakai kalau timbul suatu perselisihan, dan bukti tadi
lajimnya atau biasanya berupa tulisan.79
Menurut Pasal 1867 Kitab Undang‐Undang Hukum Perdata juga disebutkan bahwa pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan otentik maupun
dengan tulisan‐tulisan di bawah tangan, dari bukti berupa tulisan tersebut ada bagian yang sangat berharga untuk dilakukan pembuktian, yaitu pembuktian tentang akta.
Suatu akta adalah berupa tulisan yang memang sengaja dibuat untuk dijadikan bukti
tentang suatu peristiwa dan ditandatangani secukupnya.
78Sudikno Mertokusumo,Hukum Acara Perdata di Indonesia, (Liberty, Yogyakarta, 1981), hal. 149
79 Darwan Prinst, Strategi Menyusun Dan Menangani Gugatan Perdata, CV.Citra Aditya
Dengan demikian, maka unsur penting untuk suatu akta ialah kesengajaaan
untuk menciptakan suatu bukti tertulis dan penandatangan tulisan itu. Syarat
penandatangan akta tersebut dapat dilihat dari Pasal 1874 KUHPerdata memuat
ketentuan‐ketentuan tentang pembuktian dari tulisan‐tulisan dibawah tangan yang dibuat oleh orang‐orang Indonesia atau yang dipersamakan dengan mereka. Tulisan‐tulisan dapat dibagi dalam 2 (dua) golongan, yaitu akta dan tulisan‐tulisan lainnya, yang dipentingkan dari suatu akta adalah penandatangannya, karena dengan
menandatangani suatu akta seseorang dianggap menanggung terhadap kebenaran
apa‐apa yang ditulis dalam akta itu. Di antara surat‐surat atau tulisan‐tulisan yang dinamakan akta tadi, ada suatu golongan lagi yang mempunyai suatu kekuatan
pembuktian yang istimewa yaitu yang dinamakan sebagai akta otentik. Sebelum
melengkapi uraian tentang masalah pembuktian dengan akta otentik tersebut, terlebih
dahulu akan diterangkan mengenai arti membuktikan. Yang dimaksud dengan
membuktikan, adalah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil yang
dikemukakan dalam suatu persengketaan tergugat.80
Tugas dari hakim atau pengadilan, adalah menetapkan hukum atau
undang‐undang secara khas, atau pun menerapkan peraturan undang‐undang manakah yang tepat bagi penyelesaian suatu perkara. Dalam proses sengketa perdata yang
berlangsung di muka pengadilan, masing‐masing pihak memasukkan dalil‐dalil yang saling bertentangan, dari hal‐hal tersebut hakim harus memeriksa dan menetapkan
80
dalil‐dalil manakah yang benar dari masing‐masing pihak yang bersengketa tersebut. Ketidakpastian hukum dan kesewenangan akan timbul, apabila hakim dalam
melaksanakan tugasnya itu diperbolehkan menyandarkan keputusannya atas
keyakinannya itu kurang kuat dan murni, keyakinan hakim haruslah didasarkan pada
suatu yang oleh undang‐undang disebut sebagai “alat bukti”. Berdasarkan uraian singkat di atas dapat terlihat, bahwa pembuktian itu sebenarnya merupakan suatu
bagian dari hukum acara perdata, karena memberikan aturan‐aturan tentang bagaimana berlangsungnya suatu perkara di muka pengadilan dan terlihat betapa
pentingnya hukum pembuktian itu diatur dalam Kitab Undang‐Undang Hukum Perdata, yang mengatur ketentuan‐ketentuan hukum materiil.
Adapun syarat yang harus dipenuhi agar suatu akta disebut bukti adalah :
a) Surat itu harus ditandatangani
Keharusan ditanda tangani sesuatu surat untuk dapat disebut akta ditentukan
dalam Pasal 1874 KUHPerdata. Tujuan dari keharusan ditanda tangani itu untuk
memberikan ciri atau untuk mengindividualisasi sebuah akta yang satu dengan akta
yang lainnya, sebab tanda tangan dari setiap orang mempunyai ciri tersendiri yang
berbeda dengan tanda tangan orang lain. Dan dengan penanda tangannya itu
sesesorang dianggap menjamintentang kebenaran dari apa yang ditulis dalam akta
tersebut. Jadi untuk dapat digolongkan sebagai akta suatu surat harus ada tanda
bahwa suatu akta yang, karena tidak berkuasa atau tidak cakapnya pegawai dimaksud
di atas (Pasal 1868 KUHPerdata) atau karena suatu cacat dalam bentuknya, tidak
dapat diperlakukan sebagai akta otentik namun demikian mempunyai kekuatan
sebagai tulisan di bawah tangan jika ia ditandatangani oleh para pihak.
Keharusan adanya tandatangan bertujuan untuk membedakan akta yang satu
dari akta yang lainnya atau akta yang dibuat oleh orang lain, jadi fungsi tandatangan
tidak lain adalah untuk memberikan ciri sebuah akta atau untuk mengindividualisir
sebuah akta karena identifikasi dapat dilihat dari tanda tangan yang dibubuhkan pada
akta tersebut dan dengan penandatanganan itu seseorang dianggap menjamin tentang
kebenaran dari apa yang ditulis dalam akta itu. Yang dimaksudkan dengan
penandatangan dalam akta ini adalah membubuhkan nama dari si penanda tangan,
sehingga membubuhkan paraf, yaitu singkatan tanda tangan saja dianggap belum
cukup, nama tersebut harus ditulis tangan oleh si penandatangan sendiri atas
kehendaknya sendiri. Dipersamakan dengan tanda tangan pada suatu akta dibawah
tangan adalah sidik jari (cap jari atau cap jempol) yang dikuatkan dengan suatu
keterangan yang diberi tanggal oleh seorang notaris atau pejabat lain yang ditujuk
oleh undang-undang, yang menyatakan bahwa ia mengenal orang yang
membubuhkan sidik jari atau orang itu diperkenalkan kepadanya, dan bahwa isi akta
itu telah dibacakan dan dijelaskan kepadanya, kemudian sidik jari itu dibubuhkan
pada akta di hadapan pejabat tersebut, pengesahan sidik jari ini lebih dikenal dengan
waarmerking.
Jadi surat itu harus berisikan suatu keterangan yang dapat menjadi bukti yang
dibutuhkan, dan peristiwa hukum yang disebut dalam surat itu haruslah merupakan
peristiwa hukum yang menjadi dasar dari suatu hak atau perikatan.
c) Surat itu diperuntukan sebagai alat bukti
Jadi surat itu memang sengaja dibuat untuk dijadikan alat bukti. Menurut
ketentuan aturan Bea Materai Tahun 1921 dalam Pasal 23 ditentukan antara lain :
bahwa semua tanda yang ditanda tangani yang diperbuat sebagai buktinya perbuatan
kenyataan atau keadaan yang bersifat hukum perdata dikenakan bea materai tetap
sebesar Rp.25,-. Oleh karena itu sesuatu surat yang akan dijadikan alat pembuktian
di pengadilan harus ditempeli bea materai secukupnya (sekarang sebesar Rp.6.000,-).
Berdasarkan ketentuan dan syarat-syarat tersebut diatas, maka surat jual beli, surat
sewa menyewa, bahkan sehelai kwitansi adalah suatu akta, karena ia dibuat sebagai
bukti dari suatu peristiwa hukum dan tanda tangani oleh berkepentingan. Akta
Notaris adalah akta otentik, suatu tulisan yang sengaja dibuat untuk membuktikan
suatu peristiwa atau hubungan hukum tertentu. Sebagai suatu akta yang otentik,
dalam bentuk yang sudah ditentukan oleh Undang-Undang (Pasal 38 UUJN), di buat
dihadapan pejabat yang diberi wewenang dan di tempat di mana akta tersebut dibuat.
Maka akta notaris itu memberikan kekuatan pembuktian yang lengkap dan sempurna
bagi para pihak yang membuatnya. Kesempurnaan akta notaris sebagai alat bukti,
maka akta tersebut harus dilihat apa adanya, tidak perlu dinilai atau ditafsirkan lain,
selain yang tertulis dalam akta tersebut. Akta notaris merupakan perjanjian para pihak
perjanjian harus dipenuhi. Pasal 1320 KUHPerdata yang mengatur tentang syarat
sahnya perjanjian, ada syarat subyektif yaitu syarat yang berkaitan dengan subjek
yang mengadakan atau membuat perjanjian, yang terdiri dari kata sepakat dan cakap
bertindak untuk melakukan suatu perbuatan hukum, dan syarat obyektif yaitu syarat
yang berkaitan dengan perjanjian itu sendiri atau berkaitan dengan objek yang
dijadikan perbuatan hukum oleh para pihak, yang terdiri dari suatu hal tertentu dan
sebab yang tidak dilarang.81
B. Kekuatan Akta Notaris Sebagai Alat Bukti
Akta Otentik sebagai Alat Bukti yang sempurna, pembuktiandalam hukum
acara mempunyai arti yuridis berarti hanya berlaku bagi pihak-pihak yang berperkara
atau yang memperoleh hak dari mereka dan tujuan dari pembuktian ini adalah untuk
memberi kepastian kepada Hakim tentang adanya suatu peristiwa-peristiwatertentu.
Maka pembuktian harus dilakukan oleh para pihak dan siapa yang harus
membuktikan atau yang disebut juga sebagai beban pembuktian berdasarkan Pasal
184 kitab undang-undang hukum acara pidana (KUHAP), antara lain:82
1. Keterangan saksi
2. Keterangan ahli
3. Surat
4. Petunjuk
5. Keterangan terdakwa
81
Habib Adjie, Sekilas Dunia Notaris dan PPAT Indonesia, (Mandar Maju, Bandung, 2009), hal.37.
Untuk dapat membuktikan adanya suatu perbuatan hukum, maka diperlukan
alat bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian, agar akta sebagai alat bukti tulisan
mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, maka akta tersebut harus
memenuhi syarat otentisitas yang ditentukan oleh undang-undang, salah satunya
harus dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang. Dalam hal harus dibuat
oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang inilah profesi Notaris memegang
peranan yang sangat penting dalam rangka pemenuhan syarat otentisitas suatu surat
atau akta agar mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna karena berdasarkan
pasal 1 UUJN Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta
otentik. Akta otentik merupakan alat bukti yang sempurna, sebagaimana dimaksud
dalam pasal 1870 KUHPerdata. Akta otentik memberikan diantara para pihak
termasuk para ahli warisnya atau orang yang mendapat hak dari para pihak itu suatu
bukti yang sempurna tentang apa yang diperbuat/ dinyatakan di dalam akta ini.
Kekuatan pembuktian sempurna yang terdapat dalam suatu akta otentik merupakan
perpaduan dari beberapa kekuatan pembuktian dan persyaratan yang terdapat
padanya. Ketiadaan salah satu kekuatan pembuktian ataupun persyaratan tersebut
akan mengakibatkan suatu akta otentik tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian
yang sempurna dan mengikat sehingga akta akan kehilangan keotentikannya dan
tidak lagi menjadi akta otentik. Dalam suatu akta otentik harus memenuhi kekuatan
pembuktian lahiriah, formil dan materil, yaitu :
1. Kekuatan pembuktian lahiriah, yang dimaksud dengan kekuatan pembuktian
sendiri. kekuatan pembuktian lahir sesuai dengan asas “acta publica probant
seseipsa” yang berarti suatu akta yang lahirnya tampak sebagai akta otentik
serta memenuhi syaratsyarat yang telah ditentukan maka akta itu berlaku atau
dapatdianggap sebagai akta otentik sampai terbukti sebaliknya.83
2. Kekuatan Pembuktian Formil, artinya dari akta otentik itu dibuktikan bahwa
apa yang dinyatakan dan dicantumkan dalam akta itu adalah benar merupakan
uraian kehendak pihak-pihak yang menghadap pada saat yang tercantum
dalam akta. Secara formil, akta otentik menjamin kebenaran dan kepastian
hari, tanggal, bulan, tahun, pukul (waktu) menghadap, dan para
pihak yang menghadap, tanda tanga para pihak, notaris dan saksi dan tempat
akta dibuat. Dalam arti formil pula akta notaris membuktikan kebenaran dari
apa yang disaksikan yaitu yang dilihat, didengar dan dialami sendiri oleh
notaris sebagai Pejabat Umum dalam menjalankan jabatannya. Akta dibawah
tangan tidak mempunyai kekuatan pembuktian formil, terkecuali bila si
penanda tangan dari surat/akta itu mengakui kebenaran tanda tangannya.
3. Kekuatan Pembuktian Materiil, merupakan kepastian tentang materi suatu
akta, bahwa apa yang tersebut dalam akta merupakan pembuktian yang sah
terhadap pihak-pihak yang membuat akta. Keterangan yang disampaikan
pengahadap kepada notaris dituangkan dalam akta dinilai telah benar. Jika
keterangan para penghadap tidak benar, maka hal tersebut
83
adalah tanggungjawab para pihak sendiri.
4. Nilai Pembuktian Akta Otentik dalam Putusan Pengadilan Pejabat notaris
fungsinya mencatatkan apa-apa yang dikehendaki dan dikemukakan oleh para
pihak yang menghadap notaris tersebut. Notaris tidak berkewajiban untuk
menyelidiki secara materil apa-apa yang dikemukakan oleh penghadap
Notaris tersebut sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku.
Jika kemudian ternyata terbukti bahwa yang menghadap Notaris tersebut
bukanlah orang yang sebenarnya, sehingga menimbulkan kerugian orang yang
sebenarnya, maka pertanggungjawaban pidana tidak dapat dibebankan kepada
notaris. Karena unsur kesalahannya tidak ada, dan Notaris telah melaksanakan tugas
jabatan sesuai aturan hukum yang berlaku, maka notaris tersebut harus dilepaskan
dari tuntutan.84
Dalam pembuatan akta otentik yang dilakukan oleh notaris sebagai pejabat
umum, terdapat 3 (tiga) golongan subyek hukum yaitu para penghadap atau para
pihak yang berkepentingan, para saksi dan notaris. Dalam hal ini notaris bukanlah
sebagai pihak dalam pembuatan akta. Notaris hanyalah sebagai pejabat yang karena
kewenangannya untuk membuat akta otentik sesuai keinginan para pihak/penghadap.
Kedudukan para penghadap atau para pihak dalam suatu akta notaris dapat dibedakan
dalam3 (tiga) hal :
1. Para penghadap atau para pihak bertindak untuk dirinya sendiri.Apabila pihak
yang berkepentingan hadir dan memberikan suatu keterangan dan atau
84
kehendaknya untuk melakukan suatu perbuatan hukum yang dituangkan oleh
notaris dalam suatu akta notaris di hadapan notaris dan saksi-saksi. Kemudian
dalam akta tersebut juga dinyatakan bahwa penghadap datang dan meminta
kepada notaris untuk dibuatkan akta tersebut guna kepentingan para
penghadap dan akta tersebut menjadi bukti telah terjadinya perbuatan hukum
dan di harapkan akta tersebut dapat memberikan kepastian dan perlindungan
hukum bagi para penghadap yang berkepentingan, ahliwarisnya maupun pihak
lain.
2. Para penghadap atau para pihak bertindak untuk mewakili orang lain ber
dasarkan surat kuasamaupun ketentuan undang-undang.Hal ini dimungkinkan
apabila pihak yang berkepentingan tidak dapat hadir sendiri di hadapan
notaris, namun demikian undang-undang memberikan syarat bahwa
penghadap harus membawa surat kuasa dan bukti –bukti otentik yang menjadi
dasar pelimpahan kewenangan pembuatan akta tersebut.85 Dengan demikian
bahwa Undang-undang memberikankeleluasaan bagi pihak yang
berkepentingan dalam pembuatan akta dihadapan notaris, dapat diwakilkan
atau dikuasakan kepada orang lain.
3. Para penghadap atau para pihak bertindak dalam jabatannya dan atau
kedudukannya berdasarkan ketentuan undang-undang.Pihak yang hadir dan
85Perhatikan ketentuan dalam Pasal 47 UUJN.Pasal 47 (1) Surat kuasa otentik atau surat
menandatangani akta di hadapan notaris dalam halini bertindak dalam
jabatannya atau kedudukannya berdasarkan undang -undang, bukan atas dasar
keinginannya ataupun kepentingannya sendiri tetapi mewakili pihak lain.86
Setiap akta yang di buat oleh notaris disamping harus dihadiri oleh
penghadap, juga harus dihadiri dan ditandatangani oleh paling sedikit 2 (dua) orang
saksi, kecuali undang-undang menentukan lain. Saksi-saksi tersebut harus memenuhi
persyaratan yang ditentukan oleh UUJN.87
Saksi adalah seseorang yang memberikan kesaksian, baik dengan lisan
maupun secara tertulis (dalam hal yang disebut terakhir ini dengan
menandatanganinya), yakni menerangkan apa yang ia saksikan sendiri (waarnemen),
baik itu berupa perbuatan atau tindakan dari orang lain atau suatu keadaan ataupun
suatu kejadian. Jadi saksi adalah orang ketiga(derde).Pengertian-pengertian "pihak"
(partij)dan "saksi" (getuige) adalah pengertian-pengertian yang satu sama lain tidak
dapat disatukan.88
Saksi yang dimaksudkan dalampembuatan akta notaris di sini adalah orang
ketiga yang memberikan kesaksian terhadap apa yang disaksikan sendiri (dilihat dan
didengar) berkaitan dengan hal-hal ataupun perbuatan dalam rangka pembuatan dan
penandatanganan akta notaris. Kedudukan para pihak sebagai penghadap maupun
saksi dalam pembuatan akta notaris sangat penting. Hal ini akan berpengaruh pada
86
Perhatikan ketentuan dalam pasal 38 ayat (3) huruf b juncto penjelasannya.Pasal 38 ayat (3) huruf b. Keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap; Penjelasannya : Yang dimaksud dengan ”kedudukan bertindak penghadap” adalah dasar hukum bertindak.
87
Perhatikan ketentuan dalam Pasal 40 UUJN.
legitimasi akta tersebut. Keabsahan akta notaris tidak hanya tergantung pada syarat
dan prosedur pembuatannya saja oleh notaris, tetapi ditentukan oleh tindakan dan
kewenangan dari para pihak yang berkepentingan terhadap akta tersebut. Dengan
adanya para pihak yang datang menghadap notaris untuk menuangkan kehendaknya
dalam suatu bentuk akta otentik, termasuk penandatanganan oleh saksi dan notaris
dalam pembuatan akta tersebut, sehingga mengawali terjadinya hubungan hukum
antara notaris dengan para pihak atau penghadap. Sejak kehadiran penghadap di
hadapan notaris untuk menuangkan tindakan atau perbuatannya dalam bentuk akta
otentik, kemudian notaris membuat akta otentik tersebut sesuai keinginan para
penghadap dengan memperhatikansyarat dan ketentuan yang ditetapkan oleh UUJN,
maka sejak penandatanganan akta tersebut oleh para pihak, saksi-saksi dan notaris,
lahirlah hubunganhukum antara notaris dengan para penghadap.Hubungan hukum
tersebut yaitu adanya kepercayaan para pihak atau penghadap kepada notaris dalam
menuangkan keinginannya pada suatu aktaotentik, karena para pihak ingin dengan
akta otentik yang dibuat oleh notaristersebut akan menjamin bahwa akta yang dibuat
tersebut sesuai dengan aturan hukum yang sudah ditentukan, sehingga kepentingan
para pihak terlindungi dengan adanya akta tersebut. Dengan kata lain bahwa akta
otentik menjamin adanya kepastian hukum. Dengan demikian dapat dihindari
kerugian maupun sengketa yang akan terjadi dikemudian hari. Dengan hubungan
hukum seperti itu, maka perlu ditentukan kedudukan hubungan hukum tersebut yang
merupakan awal dari tanggung gugat Notaris.89
89Habib Adjie,
Menurut Marthalena Pohan dalam bukunya Tanggunggugat Advocaat,
Dokter danNotaris:
“Untuk memberikan landasan kepada hubungan hukum seperti tersebut di atas, perlu ditentukan tanggunggugat Notaris apakah dapat berlandaskan kepada wanprestasi atau perbuatan melawan hukum(onrechtmatigedaad)atau mewakili orang lain tanpa kuasa (zaakwaarneming) atau pemberian kuasa (lastgeving), perjanjian untuk melakukan pekerjaan tertentu ataupun persetujuan perburuhan.90
Hubungan hukum antara para penghadap dengan notaris dapat dimasukkan
atau dikualifikasikan dalam bentuk sebuahwanprestasijika terjadi hubungan hukum
secara kontraktual, misalnya para penghadap memberi kuasa untuk melakukan suatu
pekerjaan tertentu untuk dan atas nama pemberi kuasa.91Kedatangan para penghadap
kepada notaris adalah atas keinginan sendiri tanpa terlebih dahulu membuat
perjanjian pemberian kuasa kepada notaris untuk melakukan pekerjaan tertentu yaitu
pembuatan akta otentik. Tanpa adanya perjanjian antara notaris dengan para pihak,
baik lisan maupun tertulisuntuk membuatkan akta yang diinginkannya, maka
hubungan hukum antaranotaris dengan para pihak bukanlah hubungan kontraktual,
sehingga notaris tidak dapat dituntut dengan dasar perbuatan wanprestasi apabila
terjadi kesalahan terhadap akta yang dibuatnya sepanjang akta tersebut telah
memenuhi unsur-unsur yang ditetapkan dalam undang undang baik tentang bentuk
maupun syarat akta otentik.
Setiap notaris pada dasarnya terbuka untuk siapa saja yang berkepentingan
mendapat pelayanan jasanya. Dengan demikian tidak tepat jika hubungan hukum
antara notaris dengan para penghadap dikualifikasikan sebagai hubungan kontraktual
yang jika notaris wanprestasi dapat dituntut/digugat dengan dasar gugatan notaris
telah wanprestasi. Demikian juga terhadap perbuatan melawan hukum
(onrechtmatigedaad), inti dari perbuatan melawan hukum yaitu tidak adanya
hubungan kontraktual antara satu pihak dengan pihak lainnya. Perbuatan melawan
hukum dapat terjadi satu pihak merugikan pihak lain tanpa adanya suatu kesengajaan
tetapi dapat menimbulkan kerugian pada salah satu pihak.92
Notaris melakukan pekerjaannya berdasarkan kewenangan dalam ruang
lingkup tugas jabatan sebagai notaris berdasarkan undang-undang nomor : 30 tahun
2004 tentang jabatan Notaris (UUJN). Para penghadap datang untuk meminta jasa
Notaris menuangkan keinginannya dalam suatu bentuk akta otentik, sehingga tidak
mungkin notarismembuat akta tanpa permintaan para penghadap. Notaris hanyalah
melakukan pekerjaan atau membuat akta atas permintaan penghadap, sehingga
notaris bukanlah sebagai pihak atau mewakili penghadap, oleh karena itu notaris
tidak dapat dituntut dalam bentuk mewakili orang lain tanpa kuasa(zaakwaarneming)
berdasarkan pasal 1354 KUHPerdata:
“Jika seorang dengan sukarela, dengan tidak mendapat perintah untuk itu, mewakili urusan orang lain dengan atau tanpa pengetahuan orang ini, maka ia secara diam-diam mengikat dirinya untuk meneruskan serta menyelesaikan urusan tersebut, hingga orang yang diwakili kepentingannya dapat mengerjakan sendiri urusan itu. Ia memikul segala kewajiban yang harus dipikulnya, seandainya ia kuasakan dengan suatu pemberian kuasa yang dinyatakan dengan tegas”.
Sepanjang notaris melaksanakan tugas jabatannya sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang Jabatan Notaris.93 dan telah memenuhi semua tatacara dan
persyaratan dalam pembuatan akta dan isi akta telah sesuai dengan keinginan para
pihak yang menghadap,maka tuntutan perbuatan melawan hukum berdasarkan pasal
1365 KUHPerdata yaitu “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa
kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan
kerugian itu, mengganti kerugian tersebut” tidak mungkin untuk dilakukan. Pada
dasarnya hubungan hukum antara notaris dengan para pihak/para penghadap yang
telah membuat akta otentik di hadapan notaris tidak dapat dikonstruksikan /
ditentukan pada awal pertemuan atau hubungan antara notaris dengan para
penghadap, karena pada saat pertemuan tersebut belum terjadi permasalahan. Untuk
mengetahui hubungan hukum antara notaris dengan penghadap harus dikaitkan
dengan ketentuan pasal 1869 KUHPerdata yaitu “Suatu akta, yang, karena tidak
berkuasa atau tidak cakapnya pegawai dimaksud di atas, atau karena suatu cacat
dalam bentuknya. tidak dapat diperlakukan sebagai akta otentik, namun demikian
mempunyai kekuatan sebagai tulisan di bawah tangan jika ia ditandatangani oleh para
pihak” Dengan demikian maka hubungan hukum itu timbul atau menjadi masalah
sejak adanya permasalah hukum berkaitan dengan akta otentik yang dibuat oleh
notaris. Sejak itulah dapat dikategorikan bahwa akta otentik terdegradasi(penurunan
93
derajat). menjadi akta dibawah tangan dalam status dan kekuatanpembuktian sebagai
alat bukti, dengan alasan bahwa :
a. Pejabat umum yang bersangkutan secara hukum tidak berwenang
dalam pembuatan akta tersebut.
b. Pejabat umum yang bersangkutan tidak mampu.
c. Cacat dalam bentuknya,
Dengan demikian apabila akta notaris dibatalkan berdasarkanputusan
pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, maka dengandasar putusan
tersebut Notaris dapat digugat dengan perbuatan melawan hukum.Hubungan notaris
dan para penghadap dapat dikualifikasikan sebagaiperbuatan melawan hukum
karena:94
1. Notaris tidak berwenang membuat akta yang bersangkutan.
2. Tidak mampunya notaris yang bersangkutan dalam membuat akta.
3. Akta notaris cacat dalam bentuknya.
Untuk menghindari agar akta notaris tidak terdegradasimenjadi akta dibawah
tangan atau akta notaris menjadi batal demi hukumdan perbuatan notaris dengan para
penghadap tidak dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum, makaseorang
notaris dalam menjalankan tugasnya harus mematuhi berbagai ketentuan yang
terdapat dalam Undang-Undang Jabatan Notaris dan peraturan materiil substantif
lainnya. Oleh karena itu diperlukan kecermatan, ketelitian, dan ketepatan dalam
tehnik administrasi membuat akta maupun penerapan berbagai aturan hukum yang
94Habib Adjie,
tertuang dalam akta berkaitan dengan para penghadap (subyeknya) maupun obyek
yang akan dituangkan dalam akta. Selain pada dirinya sendiri notaris itu harus
memiliki sikap dan perilaku yang jujur, seksama, mandiri dan tidak memihak dalam
melayani dan memperhatikan kepentingan para pihak. Notaris harus memahami dan
menguasai ilmu bidang notaris secara khusus dan ilmu hukum secara umum. Dalam
pasal 41 UUJN “Apabila ketentuan dalam pasal 39 dan 40 tidak dipenuhi, akta
tersebut hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan”. Pasal
39UUJN mengatur tentang persyaratan penghadap, yaitu:
(1.) Penghadap harus memenuhi syarat sebagai berikut : Paling sedikit
berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah,dan Cakap
melakukan perbuatan hukum
(2.) Penghadap harus dikenal oleh notaris atau diperkenalkan kepadanya oleh
2 (dua) orang saksi pengenal yang berumur paling sedikit 18 (delapan
belas) tahun atau telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum
atau diperkenalkan oleh 2 (dua) orang penghadap lainnya.
(3.) Pengenalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan
Secara tegas dalam akta.
Pasal 40 UUJN mengatur tentang perlunya saksi dalam akta notaris dan
ketentuan tentang persyaratan saksi, yaitu :
1. Setiap akta yang dibacakan oleh notaris dihadiri paling sedikit 2(dua) orang
2. Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syaratsebagai
berikut :
a. Paling sedikit berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah
b. Cakap melakukan perbuatan hukum.
c. Mengerti bahasa yang digunakan dalam akta
d. Dapat membubuhkan tanda tangan dan paraf, dan
e. Tidak mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam
garis lurus ke atas atau ke bawah tanpa pembatasan derajat dan garis ke
samping sampai dengan derajat ke tiga dengan notaris atau para pihak.
3. Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat 1(satu) harus dikenal oleh notaris
atau diperkenalkan kepada notaris atau diterangkan tentang identitas dan
kewenangannya kepada notaris dan penghadap.
4. Pengenalan atau pernyataan tentang identitas dan kewenangan saksi
dinyatakan secara tegas dalamakta.
Dengan tidak dipenuhinya salah satu maupun beberapa ketentuan dalampasal
39 dan 40 UUJN tersebut, maka akta tersebut hanya mempunyaikekuatan pembuktian
sebagai akta dibawah tangan atau batal demi hukumkarena tidak memenuhi syarat
eksternal.Kedudukan akta notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagaiakta
di bawah tangan atau akta notarismenjadi batal demi hukumtidak berdasarkansyarat
subyektif dan syarat obyektif, tetapi dalam hal ini karena UUJN telahmenentukan
sendiri tentang persyaratan akta notaris sebagaimana tersebutdiatas, yaitu karena
tidak tepat dalam menerapkan aturan hukum yang berkaitan dengan pelaksanaan
tugas jabatan notaris berdasarkan UUJN, dan juga dalam menerapkan aturan hukum
yang berkaitan dengan akta. Apabila hal tersebut terjadi, maka tuntutan terhadap
notaris terjadidalam bentuk penggantian biaya, ganti rugi dan bunga sebagai akibat
aktanotaristerdegredasimenjadi akta dibawah tangan atau bahkan batal demihukum,
berdasarkan adanya :
1. Hubungan hukum yang khas antara notaris dengan para penghadapdengan
bentuk sebagai perbuatanmelawan hukum.
2. Ketidakcermatan, ketidak telitian dan ketidak tepatan dalam :
a. Tehnik administratif membuat akta berdasarkan UUJN
b. Penerapan aturan hukum yang tertuang dalam akta yang bersangkutan
untuk para penghadap, yang tidak di dasarkan pada kemampuan
menguasai bidang ilmu notaris secara khusus dan hukum pada
umumnya.95
Hubungan hukum antara notaris dengan para penghadap merupakanhubungan
hukumyang khas, karena dalamhubungan hukumtersebut terdapat cirihubungan
dengan karakter:
a. Tidak perlu dibuat suatu perjanjian baik lisan maupun tertulis dalambentuk
pemberian kuasa untuk membuat akta atau untuk
melakukanpekerjaan-pekerjaan tertentu;
b. Mereka yang datang ke hadapan notaris, dengan anggapan bahwanotaris
mempunyai kemampuan untuk membantu memformulasikan keinginan para
pihak secara tertulis dalambentuk akta otentik
c. Hasil akhir dari tindakan notaris berdasarkan kewenangan notaris yang berasal
dari permintaan atau keingian para pihak sendiri
d. Notaris bukan pihak dalam akta yang bersangkutan.
Oleh karena itu sebelum notaris dijatuhi sanksi perdata berupa penggantian
biaya, ganti rugi dan bunga, maka terlebih dahulu harus dapat dibuktikan bahwa:
a. Adanya kerugian yang diderita akibat dibuatnya akta tersebut oleh
notaris,
b. Terdapat hubungan kausal antara kerugian yang diderita dengan
pelanggaran atau kelalaian dari notaris,
c. Pelanggaran (perbuatan) atau kelalaian tersebut disebabkan kesalahan
yang dapat dipertanggungjawabkan kepada notaris yang bersangkutan.
Dalam UUJN diatur bahwa ketika notaris dalam menjalankan tugas
jabatannya terbuktimelakukan pelanggaran,maka notaris dapat dikenai atau dijatuhi
sanksi, berupa sanksi perdata, administrasi, dan kode etik jabatan notaris, dimana
sanksi-sanksi tersebut telah diatur sedemikian rupa dalam UUJN dan Kode Etik
jabatan notaris sedangkan sanksi pidana terhadap notaris tidak diatur dalam
Undang-Undang Jabatan Notaris maupunKode EtikNotaris.96
Notaris sebagai pengemban amanat dan kepercayaan masyarakat dan
perannya yang penting dalam lalu lintas hukum, sudah selayaknya Notaris
mendapatkan perlindungan hukum dalam menjalankan jabatannya termasuk pula
dalam hal Notaris diduga melakukan pelanggaran kode etik dan dugaan unsur pidana
harus dikedepankan asas praduga tak bersalah dan peranan yang serius dari
perkumpulan untuk memberikan perlindungan hukum. Dalam gugatan untuk
menyatakan akta notaris tersebut tidak sah, maka harus dibuktikan ketidakabsahan
dari aspek lahiriah, formil dan materil akta notaris. Penilaian akta notaris harus
dilakukan dengan asas “praduga sah” yang dipergunakan untuk menilai akta notaris,
yaitu akta notaris harus dianggap sah sampai ada pihak yang menyatakan akta
tersebut tidak sah. Untuk menyatakan atau menilai akta tersebut tidak sah harus
dengan gugatan kepengadilan umum. Dalam kaitan dengan Penetapan Notaris
sebagai tersangka, berkaitan dengan pelaksanaan "Profesi", maka Majelis Pengawas
Daerah wajib untuk menolak memberikan persetujuan, sampai dibuktikan lebih
dahulu adanya ke salahan Notaris melalui putusan Majelis Pengawas Notaris yang
bersifat final dan mengikat. Kebenaran akta Notaris adalah kebenaran formal,
maksudnya dasar pembuatan akta mengacu pada identitas komparan dan
dokumen-dokumen formal sebagai pendukung untuk suatu perbuatan hukum, sehingga akta
yang dibuat Notaris adalah bersifat kebenaran formal, disebut begitu karena Notaris
formal yang dilampirkan sehingga akta Notaris bukan kebenaran materil sebagaimana
pencarian kebenaran dan keadilan dalam proses hukum di pengadilan.97
C. Akibat Hukum Bagi Akta Notaris Jika Terjadi Perkara Pidana
Pelaksanaan tugas Jabatan notaris yaitu dalam lingkup hukum pembuktian,
hal ini karena tugas dan kewenangan notaris yaitumembuat alat bukti yang diinginkan
oleh para pihak dalam hal tindakanhukum tertentu. Keberadaan alat bukti tersebut
dalam ruang lingkup atautataran hukum perdata. Karena pekerjaan notaris membuat
akta tersebut ataspermintaan dari penghadap, tanpa adanya permintaan dari para
penghadap, Notaris tidak akan membuat suatu apapun.notaris membuat akta
berdasarkan alat bukti atau keterangan/pernyataan para pihak yang dinyatakan atau
diterangkan atau diperlihatkankepada atau di hadapan notaris, dan selanjutnya notaris
membingkainya secaralahiriah, formil dan materil dalam bentuk akta notaris, dengan
tetap berpijakpada aturan hukum atau tata cara atau prosedur pembuatan akta dan
aturanhukum yang berkaitan dengan tindakan hukum yang bersangkutan
yangdituangkan dalamakta. Peran notaris dalam hal ini juga untuk memberikan
nasehat hukumyang sesuai dengan permasalahan yang ada sebagaimana yang
diwajibkanoleh Pasal 15 ayat (2) huruf e. UUJN. Apapun nasehat hukum yang
diberikankepada para pihak dan kemudian dituangkan ke dalam akta yang
bersangkutantetap sebagai keinginan atau keterangan para pihak yang bersangkutan,
tidakdan bukan sebagai keterangan atau pernyataan notaris.Dalam praktik notaris
ditemukan kenyataan, jika ada akta notaris dipermasalahkan oleh para pihak atau
pihak lainnya, maka sering pula notaris ditarik sebagai pihak yang turut serta
melakukan atau membantu melakukan suatu tindak pidana, yaitu membuat atau
memberikan keterangan palsu ke dalam akta notaris. Hal ini pun menimbulkan
kerancuan, apakah mungkin notaris secara sengaja atau khilaf bersama-sama para
penghadap/pihak untuk membuat akta yang diniatkan sejak awal untuk melakukan
suatu tindak pidana. Dalam kaitan ini tidak berarti notaris terhindar dari perbuatan
melawan hukum atau tidak dapat dihukum atau kebal terhadap hukum. Notaris bisa
saja dihukum pidana jika dapat dibuktikan di pengadilan bahwa secara sengaja atau
tidak disengaja notaris bersama-sama dengan para pihak/penghadap untuk membuat
akta dengan maksud dan tujuan untuk menguntungkan pihak atau penghadap tertentu
saja atau merugikan penghadap yang lain. Jika hal ini terbukti dalam persidangan,
maka notaris tersebut wajib dihukum. Oleh karena itu, hanya Notaris yang
tidakamanat dalammenjalankan tugas jabatannya, ketika membuat akta untuk
kepentingan pihak tertentu dengan maksud untuk merugikan pihak tertentu atau untuk
melakukan suatu tindakan yang melanggar hukum.98
Ketentuan Pasal 66 Undang-Undang Jabatan Notaris tersebut bersifat
imperatif atau perintah artinya jika Kepolisian, Kejaksaan atau Hakim
mengesampingkan ketentuan Pasal 66 UUJN, maka terhadap Kepolisian, Kejaksaan
atau Hakim dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap undang-undang, maka
jika hal ini terjadi, kita dapat melaporkan Kepolisian, Kejaksaan dan Hakim kepada
atasannya masing-masing, dan di sisi yang lain, perkara yang disidik atau diperiksa
tersebut dapat dikategorikan cacat hukum (dari segi Hukum Acara Pidana) yang tidak
dapat dilanjutkan (ditunda untuk sementara) sampai ketentuan Pasal 66 UUJN.99
Notaris sebagai pejabat umum yang menjalankan sebagian dari kekuasan
negara di bidang hukum perdata terutama untuk membuat alat bukti otentik (akta
notaris). Dalam pembuatan akta notaris baik dalam bentuk partij akta maupun relaas
akta, Notaris bertanggungjawab supaya setiap akta yang dibuatnya mempunyai sifat
otentik sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1868 KUHPerdata.Kewajiban
notaris untuk dapat mengetahui peraturan hukum yang berlaku di Negara Indonesia
juga serta untuk mengetahui hukum apa yang berlaku terhadap para pihak yang
datang kepada notaris untuk membuat akta. Hal tersebut sangat penting agar supaya
akta yang dibuat oleh notaris tersebut memiliki otentisitasnya sebagai akta otentik
karena sebagai alat bukti yang sempurna. Namun dapat saja notaris melakukan suatu
kesalahan dalam pembuatan akta. Kesalahan-kesalahan yang mungkin dapat terjadi,
yaitu :
a. Kesalahan ketik pada salinan notaris, dalam hal ini kesalahan tersebut
dapat diperbaiki dengan membuat salinan baru yang sama dengan yang
asli dan hanya salinan yang sama dengan yang asli baru mempunyai
kekuatan sama seperti akta asli
b. Kesalahan bentuk akta notaris, dalam hal ini dimana seharusnya dibuat
berita acara rapat tapi oleh notaris dibuat sebagai pernyataan keputusan
rapat;
99Habib Adjie,
c. Kesalahan isi akta notaris, dalam hal ini mengenai keterangan dari para
pihak yang menghadap notaris, di mana saat pembuatan akta dianggap
benar tapi ternyata kemudian tidak benar.100
Kesalahan-kesalahan yang terjadi pada akta-akta yang dibuat oleh notaris
akan dikoreksi oleh hakim pada saat akta notaris tersebut diajukan ke pengadilan
sebagai alat bukti. Kewenangan dari hakim untuk menyatakan suatu akta notaris
tersebut batal demi hukum, dapat dibatalkan atau akta notaris tersebut dinyatakan
tidak mempunyai kekuatan hukum. Tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh
notaris terhadap ketentuan-ketentuan Pasal 16 (1) huruf i. Pasal 16 (1) huruf k, Pasal
41, Pasal 44, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51, Pasal 52 Undang-Undang Nomor
30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, yang menyebabkan suatu akta hanya
mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau akta menjadi
batal demi hukum, maka pihak yang merugikan dapat menuntut penggantian biaya,
ganti rugi dan bunga pada notaris.101
Berkaitan dengan itu untuk kepentingan pembuktian tersebut, maka
diperlukan keterangan dari notaris oleh penyidik disamping itu untuk menghindari
terjadinya kesalahan dakwaan tersebut, maka diperlukan kehadiran Notaris dalam
pemeriksaan pidana. Dengan kehadiran Notaris dalam pemeriksaan di tingkat
penyidikan, sampai dengan persidangan, kiranya dapat membantu para penegak
hukum untuk membuktikan apakah notaris terlibat dalam tindak pidana yang
100
Mudofir Hadi, “Varia Peradilan Tahun VI Nomor 72”,Pembatalan Isi Akta Notaris “Dengan Putusan Hakim”(September 1991) : 142-143.
dipersangkakan ataukah hanya berakibat pada akta yang dibuat yaitu hanya
mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan atau menjadi batal
demi hukum sebagaimana ketentuan Pasal 84Undang-Undang Jabatan Notaris.
Faktor yang menyebabkan notaris diperlukan kehadirannyadalam
pemeriksaan perkara pidana adalah :
1. Apabila akta yang dibuat oleh notaris menimbulkan kerugian yang
dideritapara pihak
2. Pihak maupun pihak lain dan berdasarkan bukti awal bahwa notarispatut
diduga turut serta melakukan atau membantu melakukan suatu tindakpidana,
berkaitan dengan kewenangan notaris berdasarkan pasal 15 Undang-Undang
Jabatan Notarisyaitu membuat akta otentik dengan adanya unsur-unsur tindak
pidanaseperti :
a. Pasal 55 KUHP yaitu turut serta melakukan tindak pidana
Menurut pasal ini adalah “Turut melakukan” dalam arti kata
bersama-sama melakukan, paling sedikit harus ada dua orang, ialah orang yang
melakukan dan orang yang turut melakukan peristiwa pidana tersebut.102
Dalam hal ini notaris melakukan tindakan melanggar undang-undang
jabatanya bersama pihak lain demi kepentingan tertentu.
b. Pasal 231 KUHP yaitu membantu pelaku dalam melakukan kejahatan.
102 R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya
Menurut pasal ini seseorang dengan sengaja melakukan atau membiarkan
salah satu perbuatan ini, untuk membantu orang melakukan perbuatan
yang melanggar undang-undang.103 Seperti jika notaris x bersama para
pihak menghadap ke kantornya ingin meminta pengesahan fotocopy KTP
tetapi si notaris mengetahui bahwasannya KTP tersebut tidak sesuai
dengan yang asli, dengan kepentingan tertentu notaris melakukan
pengesahan tersebut, tanpa melihat yang aslinya.
c. Pasal 263 KUHP yaitu membuat surat palsu.
Bahwa dalam pasal ini dikatakan barang siapa yang membuat surat palsu
atau memalsukan surat, yang menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian
(kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang, atau yang boleh di
pergunakan sebagai keterangan bagi suatu perbuatan, dengan maksud
akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat
itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan.104 Notaris disini dalam
pembuatan akta memasukan orang-orang yang tidak berkepentingan ke
dalam isi akta yang dibuatnya dengan sengaja atau tidak sengaja sehingga
orang-orang yang berkepentingan dalam akta dirugikan haknya.
d. Pasal 266 KUHP yaitu memberikan keterangan palsu dalam akta otentik.
pasal ini menerangkan barangsiapa menyuruh menempatkan keterangan
palsu kedalam akta autentik tentang kejadian yang sebenarnya harus
103Ibid
dinyatakan oleh akte itu.105 Notaris disini harus berhati-hati ketika telah
melakukan renvoi dalam akta atau perubahan harus ada paraf dari seluruh
para pihak yang berkepentingan dalam akta jika tidak maka ini dikatakan
memberikan keterangan palsu.
e. Pasal 372 KUHP yaitu penggelapan
Yaitu barangsiapa dengan sengaja memiliki dengan melawan hak sesuatu
barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain
dan barang itu ada di tangannya bukan karena kejahatan, karena
penggelapan.106 Disini notarisdalam menjalankan jabatannya telah telah
menerima honorarium atas jasa hukum berdasarkan kewenangannya dari
para pihak tetapi notaris tidak menerbitkan akta yang di buatnya dalam
waktu yang cukup lama, karena telah menggunakan honorarium itu untuk
kepentingan pribadi atau kepentingan lain, sehingga para pihak yang
menggunakan jasa hukumnya dirugikan.
f. Pasal 378 KUHP yaitu penipuan
Menurut pasal ini barangsiapa dengan hendak menguntungkan diri sendiri
atau orang lain dengan melawan hak, baik dengan memakai nama palsu
atau keadaan palsu baik dengan akal dan tipu muslihat, maupun dengan
karangan perkataan-perkataan bohong, membujuk orang memberikan
105Ibid
suatu barang, membuat utang atau menghapuskan piutang.107 Disini
notaris dalam menjalankan jabatannya mengeluarkan akta yang yang
diluar kewenangannya, seperti notaris yang belum di angkat menjadi
PPAT menerbitkan Akta PPAT dengan membuat stempel palsu dan SK
palsu sehingga akta yang diterbitkan tidak bisa digunakan, sehingga
merugikan orang yang berkepentingan.
g. Pasal 385 KUHP yaitu menjual, menukarkan atau membebani dengan
credietverband (sekarang Hak Tanggungan) atas tanahyang belum
bersertifikat.
Bahwa yang bersangkutan menurut pasal ini menukar, menjual tanah
yang sedang diberikan hak tanggungan dan tidak memberikan tentang hal itu
kepada pihak yang berkepentingan.108Notaris/PPAT disini dengan
kepentingan tertentu menerbitkan akta jual beli kepada orang lain atas tanah
yang telah diberikan hak tanggungan sementara belum di terbitkan roya atas
tanah tersebut belum dikeluarkan, sehingga merugikan orang yang memiliki
hak dalam tanah tersebut.
3. Untuk mendapatkan keterangan dari notaris baik secara formilmaupun
materiil berkaitan dengan akta yang dibuatnya berdasarkan laporan para pihak
atau pihak lain yang dirugikan atas akta tersebut (aktanya berindikasi adanya
perbuatan pidana), sehingga perlu dilakukan pemeriksaan yang obyektif oleh
107Ibid
penyidik, karena Kepolisian wajib menerima laporan ataupun pengaduan
masyarakat dan menindak lanjuti dengan pemanggilan guna diminta
keterangannya karena fungsi penyidik Kepolisian adalah membuat terang
suatu tindak pidana. Terhadap kehadiran notaris dalam pemeriksaan perkara
pidana khususnya penyidikan di Kepolisian.
4. Merupakan kewajiban setiap warga/anggota masyarakat untuk menghadiri
pemeriksaan pidana sebagai saksi, saksi ahli atau juru bahasa berdasarkan
pasal 224 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana yangmenyatakan bahwa109
“barang siapa dipanggil sebagai saksi, saksi ahli atau juru bahasa menurut Undang-Undang dengan sengaja tidak memenuhi suatu kewajiban yang menurut undang-undang selaku demikian harus dipenuhinya, diancam:
1) Dalam perkara pidana, dengan pidana penjara paling lamasembilan bulan; 2) Dalam perkara lain, dengan pidana penjara paling lama enambulan.
Ketentuan ini berlaku juga bagi notaris sebagai pejabat umum namun
demikian berdasarkan Pasal 66 UUJN bahwa pemanggilan notaris dalam
pemeriksaan perkara pidana harusmendapat ijin terlebih dahulu dari Majelis
Pengawas Daerah bagi Kota atau Kabupaten yang mempunyai
MajelisPengawas Daerah, atau Majelis Pengawas Wilayah bagi
Kota/Kabupaten yang belummempunyaiMajelis Pengawas Daerah.
Meskipun Notaris mempunyaiImmunitas hukum yang diberikan
undang-undang berupa kewajiban untuk menolak memberikan keterangan yang
rnenyangkut rahasia jabatannya, dan Immunitas tersebut diwujudkan dengan
109R.Sunarto soerodibroto KUHP, dan KUHAP Dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Agung
adanya hak ingkar atau mengundurkan diri sebagai saksi sepanjang
menyangkut keterangan-keterangan yang sifatnya rahasia jabatan. Sebagai
pejabat umum yang menjalankan pelayanan publik dibidang pelayanan jasa
hukum, maka terhadap kesalahan Notaris perlu dibedakan antara kesalahan
yang bersifat pribadi (faute personelle atau personal fault) dan kesalahan
didalam menjalankan tugas(faute de seriveatauin service fault).110
Seperti dalam perkara perdata maka dalam perkara pidanapun
diaturmengenai adanya pengecualian-pengecualian bagi orang atau pejabat
yangdapat menolak atau mengundurkan diri menjadi saksi yaitu
sebagaimanayang tertera dan tercantumdalam Pasal 170 KUHAP yaitu :111
(1.) Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka.
(2.) Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut.
5. Berdasarkan Pasal 65 UUJN bahwa notaris bertanggung jawab atas setiap akta
yang dibuatnya meskipun protokol notaris telah diserahkan kepada penyimpan
protokol notaris. Artinya tanggung jawab notaris tidak berakhir meskipun
notaris telah pensiun/purna tugas, sehingga setiap saat dapat dimintai
pertanggungjawabannya atas akta yang dibuat.
110
Paulus Efendi Lotulung,Perlindungan Hukum Bagi Notaris Selaku Pejabat Umum Dalam Menjalankan Tugasnya,Media Notariat, Ikatan Notaris Indonesia, Edisi April, 2002, hal. 3.
111R. Soenarto Soerodibroto,
6. Berdasarkan Pasal 184 KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana)
Dalam perkara pidana, alat bukti keterangan saksi merupakan alat bukti yang
paling utama disamping alat bukti yang lainnya seperti keterangan ahli, surat
(bukti-bukti tertulis), petunjuk dan keterangan terdakwa. Tidak ada perkara
pidana yang luput dari pembuktian alat bukti keterangan saksi. Hampir semua
pembuktian perkara pidana, selalu bersandar kepada pemeriksaan keterangan
saksi. Sekurang-kurangnya di samping pembuktian dengan alat bukti yang
lain seperti persangkaan atau bukti tertulis bahkan pengakuan dari terdakwa
sekalipun, masih selalu diperlukan pembuktian dengan alat bukti keterangan
saksi. Oleh karena itu untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang obyektif
dan sempurna penyidik sangat memerlukan keterangan saksi, meskipun yang
menjadi saksi seorang notaris.112
Dalam hal suatu akta notaris dibatalkan oleh putusan hakim di pengadilan,
maka jika menimbulkan kerugian bagi para pihak yang berkepentingan, notaris dapat
untuk memberikan ganti rugi, sepanjang hal tersebut terjadi disebabkan oleh karena
kesalahan Notaris namun dalam hal pembatalan akta notaris oleh pengadilan tidak
merugikan para pihak yang berkepentingan maka notaris tidak dapat dituntut untuk
memberikan ganti rugi walaupun kehilangan nama baik. Seorang notaris baru dapat
dikatakan bebas dari pertanggungjawaban hukum apabila akta otentik yang dibuatnya
dan atau dibuat dihadapannya telah memenuhi syarat formil. Dan jika notaris tersebut
terbukti melanggar ketentuan Undang-Undang yang berlaku yaitu memenuhi
unsur-unsur pidana yang terdapat dalam pasal pada KUHP maka notaris dapat dipidana atau
dihukum.
112
BAB IV
UPAYA DAN PERANAN MAJELIS KEHORMATAN BESERTA ORGANISASI AGAR MEMINIMALISIR PROFESI NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA AGAR TIDAK TERLIBAT DALAM KASUS PIDANA
A. Pengertian Majelis Pengawas Daerah, Majelis Pengawas Wilayah, dan Majelis Pengawas Pusat.
Notaris dalam melaksanakan tugas jabatannya perlu untuk mendapat
pengawasan supaya notaris tidak berbuat sewenang-wenang berdasarkan kewenangan
yang diberikan kepadanya. Perbuatan notaris yang tidak bertanggungjawab dapat
merugikan kepentingan masyarakat sedangkan tugas notaris adalah melayani
kepentingan masyarakat. Pengawasan terhadap notaris dilakukan oleh pemerintah
dalam hal ini adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, dimana notaris berada
dalam naungannya dan ada juga organisasi profesi notaris yaitu Ikatan Notaris
Indonesia (INI) yang berfungsi untuk menetapkan dan menegakkan Kode Etik
Notaris. Sebelum berlakunya undang-undang Jabatan Notaris yang baru, pihak yang
mempunyai kewenangan untuk mengawasi dan melakukan pemeriksaan terhadap
para Notaris adalah lembaga pengadilan, hal tersebut dapat dilihat dari ketentuan
Pasal 50 sampai dengan Pasal 60 Undang-Undang Jabatan Notaris, namun setelah
diundangkannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris
pada tanggal 6 Oktober 2004 maka terjadi perubahan terhadap pihak yang
mempunyai kewenangan untuk melakukan melakukan pengawasan terhadap notaris
dalam menjalankan tugas jabatannya.Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30
untuk melakukan pengawasan terhadap notarisdi seluruh Indonesia, yaitu dengan
membentuk MajelisPengawas, yang terbagi menjadi tiga yaitu :
a. Majelis Pengawas Daerah;
b. Majelis Pengawas Wilayah;
c. Serta Majelis Pengawas Pusat.
Tugas dan kewenangan setiap majelis pengawassebagaimana telah diatur
dalam Undang-Undang JabatanNotaris, dan diatur lebih lanjut dalam :
1. Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No.M39-PW.07
10. Tahun 2004 Tentang Pedoman PelaksanaanTugas Majelis Pengawas
Notaris.
2. Serta Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi ManusiaNo. M.02.PR.08.10
Tahun 2004 Tentang Tata CaraPengangkatan Anggota, Pemberhentian
Anggota, SusunanOrganisasi, Tata Kerja dan Tata Cara PemeriksaanMajelis
Pengawas Notaris.113
Berkaitan dengan uraian diatas mengenai lembaga pengawasan tersebut antara
lain menurut Pasal 67 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris antara lain :
1. Majelis Pengawas Daerah ( MPD)
Majelis Pengawas Daerah dibentuk di Kabupaten atau Kota yang mana Ketua
dan Wakilnya dipilih dari dan oleh anggotanya. Masa jabatan Ketua, Wakil
Ketua, dan anggota Majelis Pengawas Daerah adalah 3 (tiga) tahun dan dapat
diangkat kembali, Majelis Pengawas Daerah dibantu oleh seorang Sekretaris atau
lebih yang ditunjuk dalam rapat MPD. Menurut Pasal 70 Undang-Undang
Jabatan Notaris Majelis Pengawas Daerah berwenang:
a. Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran Kode
Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan jabatan Notaris.
b. Melakukan pemeriksaan terhadap Protokol Notaris secara berkala
1 (satu) kali dalam satu (satu) tahun atau setiap waktu yangdianggap perlu.
c. Memberikan izin cuti untuk waktu sampai dengan 6 (enam) bulan.
d. Menetapkan Notaris Pengganti dengan memperhatikan usulNotaris yang
bersangkutan.
e. Menentukan tempat penyimpanan Protkol Notaris yang pada saat serah terima
Protokol Notaris telah berumur 25 (dua puluh lima) tahun atau lebih.
f. Menunjuk Notaris yang akan bertindak sebagai pemegang sementara Protokol
Notaris yang diangkat sebagai pejabat negara sebagaimana yang dimaksud
dalam Pasal 11 ayat (4).
g. Menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran
Kode Etik Notaris atau pelanggaran ketentuan dalam undang-undang ini, dan
h. Membuat dan menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a,
huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, kepada Majelis Pengawas
Wilayah.
Adapun kewajiban Majelis Pengawas Daerah sebagaimana dijelaskan dalam
a. Mencatat pada buku daftar yang termasuk dalam Protokol Notaris dengan
menyebutkan tanggal pemeriksaan, jumlah akta, sertajumlah surat dibawah
tangan yang disahkan dan yang dibuat sejak tanggal pemeriksaan terakhir.
b. Membuat berita acara pemeriksaan dan menyampaikannya kepada Majelis
Pengawas Wilayah setempat, dengan tembusan kepada Notaris yang
bersangkutan, Organisasi Notaris, dan MajelisPengawas Pusat.
c. Merahasiakan isi akta dan hasil pemeriksaan.
d. Menerima salinan yang telah disahkan dari daftar akta dan daftar lain dari
Notaris dan merahasiakannya.
e. Memeriksa laporan masyarakat terhadap Notaris dan menyampaikan hasil
pemeriksaan tersebut kepada Majelis Pengawas Wilayah dalam waktu 30 (tiga
puluh) hari, dengan tembusan kepada pihak yang melaporkan, Notaris yang
bersangkutan, Majelis Pengawas Pusat, dan Organisasi Notaris.
f. Menyampaikan permohonan banding terhadap keputusan penolakan cuti.
2. Majelis Pengawas Wilayah ( MPW )
Majelis Pengawas Wilayah dibentuk dan berkedudukan diibukota provinsi
yang mana Ketua dan Wakilnya dipilih dari dan olehanggotanya. Masa jabatan Ketua,
Wakil Ketua, dan anggota MajelisPengawas Wilayah adalah 3 (tiga) tahun dan dapat
diangkat kembali,MPW dibantu oleh seorang Sekretaris atau lebih yang ditunjuk
dalamrapat MPW. Majelis Pengawas Wilayah sebagimana tertera dalamPasal 73 ayat
a. Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambilkeputusan atas
laporan masyarakat yang disampaikan melaluiMajelis Pengawas Wilayah.
b. Memanggil Notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan ataslaporan
sebagaimana dimaksud pada huruf a.
c. Memberikan izin cuti lebih dari 6 (enam) bulan sampai 1 (satu)tahun.
d. Memeriksa dan memutus atas keputusan Majelis PengawasDaerah yang
menolak cuti yang diajukan oleh Notaris pelapor.
e. Memberikan sanksi yang berupa teguran lisan maupun tertulis.
f. Mengusulkan pemberian sanksi terhadap Notaris kepada MajelisPengawas
Pusat berupa :
1) Pemberhentian sementara 3 (tiga) bulan sampai dengan 6(enam) bulan,
atau
2) Pemberhentian dengan tidak hormat.
g. Membuat berita acara atas setiap keputusan penjatuhan sanksi sebagaimana
dimaksud pada huruf e dan huruf f. Pemeriksaan dalam sidang Majelis
Pengawas Wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) huruf a
bersifat tertutup untuk umum dan Notaris berhak untuk membela diri dalam
pemeriksaan dalam sidang Majelis Pengawas Wilayah. Menurut Pasal 75
UUJN Majelis Pengawas Wilayah berkewajiban :
a) Menyampaikan keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1)
bersangkutan dengan tembusan kepada Majelis Pengawas Pusat, dan
Organisasi Notaris, dan
b) Menyampaikan pengajuan banding dari Notaris kepada Majelis Pengawas
Pusat terhadap penjatuhan sanksi dan penolakan cuti.
3. Majelis Pengawas Pusat ( MPP )
Majelis Pengawas Pusat dibentuk dan berkedudukan di ibukotanegara yang
mana Ketua dan Wakilnya dipilih dari dan oleh anggotanya. Masa jabatan Ketua,
Wakil Ketua, dan anggota Majelis PengawasPusat adalah 3 (tiga) tahun dan dapat
diangkat kembali, MPP dibantuoleh seorang Sekretaris atau lebih yang ditunjuk
dalam rapat MPP.Dijelaskan dalam Pasal 77 UUJN Majelis Pengawas Pusat
berwenang:
a. Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambilkeputusan dalam
tingkat banding terhadap penjatuhan sanksi danpenolakan cuti.
b. Memanggil Notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaansebagaimana
dimaksud pada huruf a.
c. Menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara, dan
d. Mengusulkan pemberian sanksi berupa pemberhentian dengan tidak hormat
kepada Menteri. Pemeriksaan dalam sidang Majelis Pengawas Pusat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf a bersifat terbuka untukumum
dan Notaris berhak untuk membela diri dalam pemeriksaan sidang Majelis
Pengawas Pusat. Majelis Pengawas Pusat berkewajiban menyampaikan
Notaris yang bersangkutan dengan tembusan kepada Majelis Pengawas
Wilayah dan Majelis Pengawas Daerah yang bersangkutan serta Organisasi
Notaris. Pasal 81 UUJN menjelaskan ketentuan lebih lanjut mengenai tata
cara pengangkatan dan pemberhentian anggota, susunan organisasi dan tata
kerja, serta tata cara pemeriksaan MajelisPengawas diatur dengan Peraturan
Menteri.114
B. Kepastian Hukum Tentang Perlindungan Notaris
Asas kepastian hukum sudah umum bilamana kepastian sudah menjadi
bagian dari suatu hukum, hal ini lebih diutamakan untuk norma hukum tertulis,
kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam
Perundang-undangan yang dibuat oleh para pihak yang berwenang dan berwibawa sehingga
aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian hukum.115
Perlindungan menurut kamus umum bahasa Indonesia berarti hal (perbuatan)
melindungi, sedangkan yang dimaksud hukum menurut Sudikno Mertokusumo
adalah keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah dalam suatu
hidup bersama, keseluruhan tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan
bersama yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Dengan
demikian maka perlindungan hukum dapat diartikan sebagai pemberian jaminan atau
kepastian bahwa seseorang akan mendapatkan apa yang menjadi hak dan
kewajibannya atau perlindungan terhadap kepentingannya sehingga yang
bersangkutan aman. Notaris sebagai pejabat umum dalam menjalankan profesinya di
bidang pelayanan jasa hukum kepada masyarakat dipayungi oleh Undang-Undang,
dalam Undang-Undang jabatan Notaris tersebut, Notaris merupakan jabatan tertentu
yang menjalankan profesi dalam pelayanan hukum kepada masyarakat perlu
mendapatkan perlindungan dan jaminan, demi tercapainya kepastian hukum.
Undang-Undang jabatan Notaris telah memberikan suatu prosedur khusus dalam penegakan
hukum terhadap Notaris perlindungan hukum terhadap Notaris dituangkan dalam
Pasal 66 Undang-Undang Jabatan Notaris yang menetapkan, bahwa untuk proses
peradilan, penyidik, penuntut umum, atau Hakim dengan persetujuan Majelis
Pengawas Daerah berwenang untuk mengambil fotokopi minuta akta dan atau
surat-surat yang dilekatkan pada minuta akta atau protokol Notaris dalam penyimpanan
dengan Persetujuan Majelis Pengawas Daerah (MPD). Kemudian MPD
melaksanakan rapat pleno dan hasil rapat tersebut dapat dijadikan penyidik sebagai
dasar melakukan pemanggilan. Untuk menindak Notaris nakal seharusnya
Undang-Undang Jabatan Notaris memuat ketentuan pidana khusus bagi Notaris jika
melanggar jabatan. Baik itu pidananya berupa denda, kurungan atau penjara sebab
Notaris bertugas membuat akta. Dengan akta itu, Notaris bisa menyebabkan
seseorang hilang hak. Kalau hak orang hilang, otomatis masyarakat akan dirugikan
karena itu perilaku Notaris perlu diawasi. Sesuai dengan Pasal 70 ayat (1) UUJN
majelis pengawas berwenang menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan
mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran kode etik. Berdasarkan ketentuan
organ penegak hukum yang satu-satunya berwenang menentukan ada atau tidaknya
kesalahan dalam pelanggaran profesi jabatan Notaris. Peranan Majelis Pengawas
Notaris untuk memberikan jaminan kepastian hukum bagi Notaris sebagai suatu
profesi dari campur tangan pihak manapun termasuk pengadilan dalam menentukan
kesalahan Notaris dalam menjalankan jabatannya. Dalam menjalankan tugasnya
sebagai pejabat umum, tidak jarang notaris berurusan dengan proses hukum baik di
tahap penyelidikan, penyidikan maupun persidangan. Pada proses hukum ini Notaris
harus memberikan keterangan dan kesaksian menyangkut isi akta yang dibuatnya.
Dilihat sekilas, hal ini akan bertentangan dengan sumpah jabatan Notaris, dimana
notaris wajib merahasiakan isi akta yang dibuatnya. Hak ingkar atau hak untuk
dibebaskan menjadi saksi, ada pada beberapa jabatan yang oleh Undang-undang yang
diberikan Hak ingkar116. Hak ingkar adalah merupakan konsekuensi dari adanya
kewajiban merahasiakan sesuatu yang diketahuinya. Sumpah jabatan notaris dalam
Pasal 4 dan kewajiban notaris dalam Pasal 16 ayat (1) huruf (e) UUJN mewajibkan
notaris untuk tidak bicara, sekalipun di muka pengadilan, artinya tidak dibolehkan
untuk memberikan kesaksian mengenai apa yang dimuat dalam akta. Notaris tidak
hanya berhak untuk bicara, akan tetapi mempunyai kewajiban untuk tidak bicara.
Kewajiban ini mengenyampingkan kewajiban umum untuk memberikan kesaksian
yang dimaksud dalam Pasal 1909 ayat (1) KUHPerdata.
Dasar filosofi hak ingkar bagi jabatan-jabatan kepercayaan terletak pada
kepentingan masyarakat, agar apabila seseorang yang berada dalam keadaan
116www.hukumMuhammad Fajri,
kesuliatan, dapat menghubungi seseorang kepercayaan untuk mendapatkan bantuan
yang dibutuhkannya di bidang yuridis, medis atau kerohanian dengan keyakinan
bahwa ia akan mendapat nasehat-nasehat, tanpa yang demikian itu akan merugikan
baginya. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan Pasal 16 UUJN yang menyatakan
bahwa kewajiban untuk merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan akta
dan surat-surat lainnya adalah untuk melindungi kepentingan semua pihak yang
terkait dengan akta tersebut. Hak Ingkar Notaris merupakan Hak atau kewajiban
Menurut symposium hak ingkar Notaris diselenggarakan oleh Komisariat Ikatan
Notaris Jawa Timur tanggal 11 Desember 1982, Hak ingkar Notaris bukan hanya
merupakan hak namun merupakan kewajiban karena apabila dilanggar akan terkena
sanksi.117
Adapun Ruang Lingkup Hak Ingkar Notaris yaitu
a. Yang Wajib Dirahasiakan Notaris Berdasarkan bunyi sumpah jabatan notaris,
maka yang wajib dirahasiakan adalah terbatas pada isi akta-akta (Peraturan
Jabatan Notaris) yang selanjutnya perluas menjadi isi akta dan keterangan
yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan (UUJN). Sebelum berlaku UUJN,
pada masa berlakunya Peraturan Jabatan Notaris, yang wajib dirahasiakan
hanya meliputi “isi akta” saja. Namun kini telah disempurnakan oleh UUJN
yang juga memasukkan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan
selain isi akta sebagai hal-hal yang wajib dirahasiakan oleh Notaris.
117
b. Pihak terkait dengan Hak Ingkar Notaris Notaris sebagai pejabat kepercayaan,
wajib merahasiakan semua yang diberitahukan kepadanya selaku Notaris.
Kewajiban tersebut tidak hanya wajib dilaksanakan oleh notaris namun juga
oleh pihak-pihak yang berhubungan dengan notaris, antara lain karyawan
kantor Notaris.
c. Pelanggaran Rahasia Jabatan Notaris
1) Ancaman Pidana
Apabila Notaris membuka rahasia jabatan yang diamantkan padanya,
maka kepadanya diancam dengan pidana berdasarkan :Pasal 322 ayat (1)
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
2) Ancaman Perdata
Apabila akibat dibukanya rahasia seseorang oleh notaris atau karyawan
notaris sehingga menjadi diketahui umum dan mengakibatkan kerugian
bagi yang bersangkutan maka notaris bersangkutan dapat digugat secara
perdataberdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata.
3) Sanksi menurut Undang-Undang Jabatan Notaris Merahasiakan segala
sesuatu mengenai akta yang dibuat dan segala keterangan yang diperoleh
guna pembuatan akta merupakan salah satu kewajiban notaris.
Pelanggaran terhadap kewajiban merahasiakan dapat mengakibatkan
notaris dikenakan sanksi dalam Pasal 85 Undang- Undang Jabatan Notaris
sementara, pemberhentian dengan hormat, dan pemberhentian tidak
hormat.
d. Perlindungan terhadap Notaris
Bila Undang-Undang menentukan bahwa suatu informasi boleh dibuka maka
hal tersebut bukan berarti kewajiban notaris untuk merahasiakan tidak berlaku
lagi. Apabila Notaris atas dasar ketentuan Undang-undang membuka rahasia
jabatannya, maka Notaris selain dilindungi oleh pasal 16 ayat (1) huruf e juga
dilindungi oleh Pasal 50 KUHPidana, yaitu dimana pasal ini mengatakan jika
seseorang yang melakukan perbuatan untuk menjalankan Peraturan
Undang-Undang, tidak boleh dihukum
e. Penggunaan Hak Ingkar Notaris
1. Kedudukan Notaris sebagai saksi
Penggunaan hak ingkar notaris harus dinyatakan secara tegas. pernyataan
tegas selain dinyatakan secara tegas pada saat akan diperiksa sebagai
saksi juga dengan jalan mengirim surat ke Pengadilan mohon agar tidak
dijadikan saksi.
2. sebagai saksi ahli
Berdasarkan Pasal 120 KUHAP disebutkan bahwa, Dalam hal penyidik
menganggap perlu, ia dapat meminta pendapat orang yang memiliki
keahlian khusus, Ahli tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan
janji dimuka penyidik bahwa ia akan memberi keterangan menurut
harkat serta martabat, pekerjaan atau jabatannya yang mewajibkan ia
menyimpan rahasia dapat menolak untuk memberikan keterangan yang
diminta.
3. Sebagai terdakwa
Bila notaris menjadi tersangka/terdakwa maka ia dapat melakukan
pembelaan diri bahwa tindak pidana yang dipersangkakan padanya bukan
dilakukan oleh Notaris melainkan oleh penghadap berdasarkan
keterangan yang diberikannya.
f) Izin Menggunakan Hak Ingkar Notaris
Setelah notaris mengajukan permohonan untuk menggunakan hak ingkarnya
dihadapan majelis hakim yang akan memeriksa perkara baik secara lisan atau tertulis,
maka Pasal 170 KUHAP, hakim yang akan menimbang sah tidaknya alasan
permintaan tersebut.
C. Upaya Dan Peranan Majelis Kehormatan Beserta Organisasi Agar Meminimalisir Profesi Notaris Dalam Pembuatan Akta Tidak Terlibat Dalam Kasus Pidana
Majelis Pengawas Notaris secara umum mempunyai ruang lingkup
kewenangan menyelenggarakan sidang majelis untuk memeriksa adanya dugaan
pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan jabatan notaris (Pasal
70 huruf a, Pasal 73ayat (1) huruf a dan b, Pasal 77 huruf a dan b Undang Undang
Jabatan Notaris. Berdasarkan substansi pasal tersebut bahwa Majelis Pengawas
Notaris berwenang melakukan sidang untukmemeriksa:
2. Adanya dugaan pelanggaran pelaksanaan tugas jabatan notaris.
3. Perilaku para notaris yang di luar menjalankan tugas jabatannya sebagai
Notaris yang dapat mengganggu atau mempengaruhi pelaksanaan tugas
jabatan Notaris. Majelis Pengawas juga berwenang memeriksa fisik kantor
Notaris beserta perangkatnya juga memeriksa fisik minutaakta Notaris
(Bab IV Tugas Tim Pemeriksa Keputusan Menteri Hukumdan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia Nomor : M. 39-PW.07.10.Tahun 2004).
Tujuan dari pengawasan terhadap notaris agar para Notaris ketika
menjalankan tugas jabatannya memenuhi semua persyaratan yang
berkaitan dengan pelaksanaan tugas jabatan notaris, demi untuk
pengamanan darikepentingan masyarakat, karena notaris diangkat oleh
pemerintah, bukan untuk kepentingan diri notaris sendiri, tapi untuk
kepentingan masyarakat yang dilayaninya.
Wewenang Majelis Pengawas Daerah Notaris berkaitan dengan pengambilan
Minuta Akta dan/ atau pemanggilan Notaris baik sebagai saksi maupun sebagai
tersangka oleh Penyidik, Penuntut Umum atau Hakim,yaitu sesuai dengan, Prosedur
Pengambilan Minuta Akta oleh Penyidik, Penuntut Umum atau Hakim, dalam Pasal 8
ayat (1), Pasal 9 sampai dengan 11, yaitu:
a. Penyidik, Penuntut Umum atau Hakim untuk kepentingan proses peradilan
dapat mengambil Minuta Akta dan/ atau surat-surat yang dilekatkan pada
Minuta Akta atau Protokol Notaris yang terdapat dalam Penyimpanan
membawa Minuta Akta dan/ atau sutat-surat yang dilekatkan pada Minuta
Akta atau Protokol Notaris yang terdapat dalam Penyimpanan Notaris,
dengan syarat harus megajukan permohonan tertulis pada Majelis
Pengawas Daerah Notaris setempat.118
b. Majelis Pengawas Daerah Notaris memberikan persetujuan untuk
pengambilan Minuta Akta dan atau surat-surat yang dilekatkan pada
Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam Penyimpanan Notaris oleh
penyedik, penuntut umum atau hakim untuk kepentingan peradilan apabila:
a) Ada dugaan tindak pidana yang terkait dengan minuta akta
dan/surat-surat yang dilekatkan pada minuta atau protokol yang disimpan
Notaris.
b) Belum gugur hak menuntut berdasarkan ketentuan tentang daluarsa
peraturan perundang-undangan di bidang pidana.
c) Ada penyangkalan atas keabsahan tanda tangan para pihak.
d) Ada dugaan pengurangan dan penambahan dari minuta akta.
e) Ada dugaan Notaris melakukan pemunduran tanggal akta.119
c. Persetujuan Majelis Pengawas Daerah Notaris di berikan setelah
mendengarkan keterangan dari Notaris yang bersangkutan.120
118
Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.39PW.07.10 Tahun2004 tentang Pedoman pelaksanaan Tugas Majelis Pengawas Notaris. Bagian Ke III Nomor 1.2.
119