BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS
A. Tinjauan Umum Tentang Merek
1. Pengertian dan Dasar Hukum Merek
Merek adalah bagian dari hak atas kekayaan intelektual yang saat ini diatur
dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi
Geografis yang selanjutnya disebut UU MIG. Yang dimaksudkan dengan merek
batasannya tercantum dalam UU MIG , yaitu pasal 1 angka 1 yang berbunyi
sebagai berikut:
“ Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa ”.
Pengertian Merek ini, berbeda dengan pengertian merek dalam UU Merek
yang lama dimana dalam UU Merek No. 15 Tahun 2001, pengertian merek hanya
berhubungan dengan merek konvensional sedangkan pada undang-undang
terbaru memperluas merek yang akan didaftarkan. Di antaranya penambahan
merek 3 dimensi, merek suara, dan merek hologram.
Bertitik tolak dari batasan tersebut, merek pada hakekatnya adalah suatu
tanda. Akan tetapi agar tanda tersebut dapat diterima sebagai merek, harus
memiliki daya pembeda. Yang dirnaksud dengan memiliki daya pembeda adalah
memiliki kemampuan untuk digunakan sebagai tanda yang dapat membedakan
sebagai merek apabila tanda tersebut sederhana seperti gambar ”Sepotong Garis”
atau tanda yang terlalu ruwet seperti gambar ”Benang Kusut”.6
Merek adalah sesuatu (gambar atau nama) yang dapat ,digunakan untuk
mengidentitikasi suatu produk atau perusahaan di pasaran. Pengusaha biasanya
berusaha 'mencegah orang lain menggunakan merek mereka karena dengan
menggunakan merek, para pedagang memperoleh reputasi baik dan kepercayaan
dari para konsumen serta dapat membangun hubungan antara reputasi tersebut
dengan merek yang telah digunakan perusahaan secara regular. Semua hal di atas
tentunya membutuhkan pengorbanan waktu, tenaga dan uang.7
Merek adalah suatu tanda yang pada dirinya terkandung daya pembeda
yang cukup (capable of distrugling) dengan barang-barang lain yang sejenis.
Kalau tidak ada pembedaan, maka tidak mungkin disebut merek.8
Merek merupakan sesuatu yang ditempelkan atau dilekatkan pada suatu
produk, tetapi ia bukan produk itu sendiri, karena setelah barang dibeli, yang
dinikmati pembeli bukanlah merek melainkan benda materinya. Merek mungkin
hanya menimbulkan rasa kepuasan saja bagi pembeli. Merek hanya benda
immateriil yang tidak dapat memberikan apapun secara fisik. Inilah yang
membuktikan bahwa merek itu merupakan hak kekayaan immaterial.9
Merek berfungsi sebagai tanda pengenal untuk membedakan hasil
produksi yang dihasilkan seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama
atau badan hukum dengan produksi orang lain atau badan hukum lainnya; sebagai
6
Erma Wahyuni dkk, Kebijakan dan Manajemen Hukum Merek, YPAPI, Yogyakarta, 2006, hlm 133.
7
Tim Lindsey dkk, Hak Kakayaan Intelektual Suatu Pengantar, Alumni, Bandung, 2013, hlm. 131.
8
Hery Firmansyah, Perlindungan Hukum Terhadap Merek, Pustaka Yustisia, Jakarta, 2001, hlm. 30.
9
alat promosi sehingga mempromosikan hasil produksinya cukup dengan
menyebut mereknya; dan jaminan atas mutu barangnya.10
1. H.M.N. Purwo Sutjipto, memberikan rumusan bahwa,
Selain batasan juridis di atas, beberapa sarjana juga memberikan
pendapatnya tentang merek, diantaranya:
Merek adalah suatu tanda, dengan mana suatu benda tertentu dipribadikan ,
sehingga dapat dibedakan dengan benda lain yang sejenis.25
2. R. Soekardono memberikan rumusan bahwa,
Merek adalah suatu tanda (Jawa: cirri atau tengger) dengan mana dipribadikan
sebuah barang tertentu, dimana perlu juga dipribadikan asalnya barang atau
menjamin kualitetnya barang dalam perbandingan dengan barang-barang
sejenis yang dibuat atau diperdagangkan oleh orang-orang atau badan-badan
perusahaan lain.11
3. Harsono Adisumarto, merumuskan bahwa,
Merek adalah tanda pengenal yang membedakan milik seseorang dengan
milik orang lain, seperti pada pemilikan ternak dengan memberi tanda cap
pada punggung sapi yang kemudian dilepaskan di tempat penggembalaan
yang luas. Cap seperti itu memang merupakan tanda pengenal untuk
menunjukkan bahwa hewan yang bersangkutan adalah milik orang tertentu.
10
Muhamad Firmansyah, Tata Cara Mengurus HaKI, Transmedia Pustaka, Jakarta Selatan, 2008, hlm. 343
11
Biasanya,untuk membedakan tanda atau merek digunakan inisial dari mana
pemilik sendiri sebagai tanda pembedaan.12
4. Iur Soeryatin, mengemukakan rumusannya dengan meninjau merek dari aspek
fungsinya yaitu,
Suatu merek dipergunakan untuk membedakan barang yang bersangkutan dari
barang sejenis lainnya oleh karena itu, barang yang bersangkutan dengan
diberi merek tadi mempunyai: tanda asal, nama, jaminan terhadap mutunya.13
5. Soeryatin, merumuskan bahwa,
Barang-barang yang dihasilkan oleh pabriknya dengan dibungkus dan pada
bungkusnya itu dibubuhi tanda tulisan dan/atau perkataan untuk
membedakannya dari barang-barang sejenis hasil pabrik pengusaha lain.
Tanda itu disebut merek perusahaan.14
6. OK. Saidin mengemukakan bahwa,
Merek adalah suatu tanda (sign) untuk membedakan barang-barang atau jasa
yang sejenis yang dihasilkan atau diperdagangkan seseorang atau kelompok
orang atau badan hukum dengan barang-barang atau jasa yang sejenis yang
dihasilkan oleh orang lain, yang memiliki daya pembeda maupun sebagai
jaminan atas mutunya dan digunakan dalam kegiatan perdagangan atau jasa.15
12
Harsono Adisumatro, Hak Milik Perindustrian, Akademika Pressindo, Jakarta, 1990, hlm.44.
13
OK. Saidin, op. cit., hlm. 344. 14
R.M. Soeryodiningrat., Pengantar Ilmu Hukum Merek, Pradnya Paramitha, Jakarta, 1975, hlm. 30.
15
2. Perkembangan Hukum Merek di Indonesia
Pengaturan hukum mengenai merek di Indonesia sudah ada sejak zaman
Pemerintahan Hindia Belanda yang dituangkan dalam Reglement Industrielem
Eigendom (Reglemen Milik Perindustrian) dengan S.1912 Nomor 545. Reglemen
ini hanya terdiri dari 27 pasal yang merupakan duplikat Undang-undang Merek
Belanda (Merkenwet).16 UU Merek Kolonial tahun 1912 tetap berlaku sebagai akibat dari penerapan pasal-pasal peralihan dalam UUD 1945 dan UU R1S 1949
serta UU Sementara 1950.17
Tanggal 5 Agustus 1984, Indonesia meratifikasi Konvensi Paris Versi
London atau London Act 1984 yang lazim disebut Uni Paris Versi London.
Karenanya, Indonesia harus menerima dan mengakui berbagai ketentuan yang
terutama menyangkut hak perlindungan terhadap merek asing yang masuk ke
Indonesia berdasar atas “hak perlakuan yang sama” atau “the right of the same
treatment” serta prinsip “hak prioritas” atau “priority right”.18
Tahun 1997, UU Merek tahun 1992 diubah menjadi UU No. 14 Tahun
1997 dengan mempertimbangkan pasal-pasal dari ”Perjanjian Internasional Tahun 1992 UU Merek baru diundangkan yaitu UU No. 19 tahun 1992
tentang Merek dan berlaku mulai tanggal 1 April 1993, menggantikan UU Merek
tahun 1961. Dengan adanya UU baru tersebut, surat keputusan administratif yang
terkait dengan prosedur pendaftaran merek pun dibuat. Berkaitan dengan
kepentingan reformasi UU Merek, Indonesia turut serta meratiiikasi Perjanjian
Internasional Merek World Intellectual Property Organization (WIPO).
16
Yahya Harahap, Tinjauan Merek Secara Umum dan Hukum Merek di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang No. 19 Tahun 1992, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hlm. 54.
17
Tim Lindsey dkk, op. cit., hlm. 132 18
Tentang Aspek-aspek yang dikaitkan dengan perdagangan dari Hak Kekayaan
Intelektual (TRIPS)- GATT. Pasal-pasal tersebut memuat perlindungan atas
indikasi asal dan geografis. UU tersebut juga mengubah ketentuan dalam UU
sebelumnya dimana pengguna merek pertama di Indonesia berhak untuk
mendaftarkan merek tersebut sebagai merek.
Pada tahun 2001, UU merek baru berhasil diundangkan oleh pemerintah.
UU tersebut berisi tentang berbagai hal yang sebagian besar sudah diatur dalam
UU terdahulu. Beberapa perubahaan penting yang tercantum dalam UU No. 15
Tahun 2001 adalah: penetapan sementara pengadilan, perubahaan delik biasa
menjadi delik aduan, peran Pengadilan Niaga dalam memutuskan sengketa merek,
kemungkinan menggunakan alternatif penyelesaian sengketa dan
ketentuan pidana yang diperberat.
Pada tanggal 25 November 2016, UU merek yang baru disahkan dan
diundangkan melalui UU No. 20 Tahun 2016. Ada beberapa perbedaan terkait
undang-undang merek yang baru dengan yang lama. Perbedaan tersebut di
antaranya:19
No UU No.15 Tahun 2001 tentang
Merek UU Merek dan Indikasi Geografis
1 Hanya berhubungan dengan merek
konvensional
Undang-undang terbaru memperluas merek yang akan didaftarkan. Di antaranya penambahan merek 3 dimensi, merek suara, dan merek hologram.
2
Proses pendaftaran relatif lebih lama. Permohonan dilanjutkan dengan pemeriksaan formal, setelah itu pemeriksaan subtantif, kemudian pengumuman dan diakhiri dengan
Proses pendaftaran menjadi lebih singkat:
Permohonan dilanjutkan dengan pemeriksaan formal, dilanjutkan dengan pengumuman (hal tersebut
19
sertifikasi. guna melihat apakah ada yang keberatan), dilanjutkan dengan pemeriksaan subtantif dan di akhir dengan sertifikasi.
Sehingga pemohon akan mendapatkan nomor lebih cepat dari sebelumnya.
3 Menteri tidak memiliki hak untuk
menghapus merek terdaftar
Menteri memiliki hak untuk menghapus merek terdaftar dengan alasan merek tersebut merupakan Indikasi Geografis, atau bertentangan dengan kesusilaan dan agama.
Sedangkan untuk pemilik merek terdaftar tersebut dapat mengajukan keberatannya melalui gugatan ke PTUN.
4 Gugatan oleh merek terkenal
sebelumnya tidak diatur.
Merek terkenal dapat mengajukan gugatan berdasarkan putusan pengadilan.
5. Tidak memuat mengenai pemberatan
sanksi pidana.
Memuat pemberatan sanksi pidana bagi merek yang produknya mengancam keselamatan dan kesehatan jiwa manusia.
6.
Hanya menyinggung sedikit mengenai indikasi geografis, namun memang banyak diatur di peraturan pemerintah.
Ketentuan mengenai indikasi geografis diatur dalam empat BAB (Pasal 53 sampai dengan 71).
Pemohon indikasi geografis yaitu:
1. Lembaga yang mewakili
masyarakat di kawasan geografis tertentu.
2. Pemerintah Daerah provinsi atau kabupaten kota.
Produk yang dapat dimohonkan:
1. Sumber daya alam
2. Barang kerajinan tangan
3. Hasil industri
3. Jenis- jenis Merek
Berdasarkan Pasal 1 UU MIG, merek dapat dibagi dalam (2) jenis, yaitu
sebagai berikut :
Merek Dagang adalah Merek yang digunakan pada barang yang
diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara
bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang sejenis
lainnya.
2. Merek Jasa (Pasal 1 butir 3)
Merek Jasa adalah Merek yang digunakan pada jasa yang
diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara
bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa sejenis lainnya.
Khusus untuk merek kolektif sebenarnya tidak dapat dikatakan sebagai
jenis merek oleh karena merek kolektif ini sebenarnya juga terdiri dari merek
dagang dan jasa. Hanya saja merek kolektif ini pemakaiannya digunakan secara
kolektif, sebagaimana pada Pasal 1 butir 4 UU MIG:
“ Merek Kolektif adalah Merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama mengenai sifat, ciri umum, dan mutu barang atau jasa serta pengawasannya yang akan diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.”
4. Syarat dan Fungsi Merek
Agar suatu merek dapat dilindungi hukum maka harus dilakukan
pendaftaran merek. Dalam proses aplikasi, syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh
suatu merek agar bisa terdaftar adalah sebagai berikut:20
1. Memiliki daya pembeda.
2. Merupakan tanda pada barang atau jasa.
20
3. Tidak bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan dan ketertiban
umum.
4. Bukan menjadi milik umum.
5. Tidak berupa keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang
dimintakan pendaftaran.
Dalam pendaftaran merek dikenal dua sistem pendafataran, yakni sitem
deklaratif dan sistem konstitutif. Sistem deklaratif yang biasa juga disebut sistem
pasif memberikan asumsi bahwa pihak yang mereknya terdaftar adalah pihak
yang berhak atas merek terdaftar tersebut sebagai pemakai pertamanya. Melalui
sistem ini tidak diselidiki siapa sebenarnya pemilik asli yang bersangkutan, hanya
diperiksa apakah sudah lengkap permohonannya dan apakah tidak ada pihak
pemilik merek serupa yang lebih dahulu melakukan pendaftaran. Dalam sistem
konstitutif, pihak yang berhak atas suatu merek adalah pihak yang telah
mendaftarkan mereknya. Pihak pendaftar adalah pihak satu-satunya yang berhak
atas suatu merek dan pihak lain harus menghormati haknya. Terhadap merek yang
telah dikenal luas dalam perdagangan dan di masyarakat (wellknown trademark),
tetapi tidak didafiarkan, akan tetap diberikan perlindungan hukum.21
Pada hakikatnya suatu merek digunakan oleh produsen atau pemilik merek
untuk melindungi produknya, baik berupa jasa atau barang dagang lainnya. Jadi,
suatu merek memiliki fungsi sebagai berikut:22
1. Fungsi pembeda, yakni membedakan produk satu perusahaan dengan
produk perusahaan lain.
21
Ibid., hlm. 11. 22
2. Fungsi jaminan reputasi, yakni selain sebagai tanda asal usul produk, juga
secara pribadi menghubungkan reputasi produk bermerek tersebut dengan
produsennya, sekaligus memberi jaminan kualitas akan produk tersebuta
3. Fungsi promosi, yakni merek juga digunakan sebagai sarana
memperkenalkan produk baru dan mempertahankan reputasi produk lama
yang diperdagangkan, sekaligus untuk menguasai pasar.
4. Fungsi rangsangan investasi dan pertumbuhan industri, yakni merek dapat
menunjang pertumbuhan industri melalui penanaman modal, baik asing
maupun dalam negeri dalam menghadapai mekanisme pasar bebas.
5. Merek yang tidak dapat Didaftar dan yang Ditolak
Pada Pasal 20 UU MIG dikatakan bahwa merek tidak dapat didaftar jika:
1) bertentangan dengan ideologi negara, peraturan
perundang-undangan, moralitas, agama, kesusilaan, atau ketertiban umum;
2) sama dengan, berkaitan dengan, atau hanya menyebut barang
dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya;
3) memuat unsur yang dapat menyesatkan masyarakat tentang asal,
kualitas, jenis, ukuran, macam, tujuan penggunaan barang dan/atau
jasa yang dimohonkan pendaftarannya atau merupakan nama
varietas tanaman yang dilindungi untuk barang dan/atau jasa yang
sejenis;
4) memuat keterangan yang tidak sesuai dengan kualitas, manfaat,
atau khasiat dari barang dan/atau jasa yang diproduksi;
5) tidak memiliki daya pembeda; dan/atau
Selain merek tidak dapat didaftarkan, dalam hal tertentu juga merek harus
ditolak (Pasal 21 UU MIG . Permohonan harus ditolak oleh Direktorat Jenderal
apabila terdapat hal-hal sebagai berikut :
a. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan
merek terdaftar milik pihak lain atau dimohonkan lebih dahulu oleh
pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;
b. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan
merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;
c. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan
Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa tidak
sejenis yang memenuhi persyaratan tertentu; atau
d. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan
Indikasi Geografis terdaftar.
e. Permohonan ditolak jika Merek tersebut merupakan atau
menyerupai nama atau singkatan nama orang terkenal, foto, atau
nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas
persetujuan tertulis dari yang berhak;
f. Permohonan ditolak jika Merek tersebut merupakan tiruan atau
menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau
simbol atau emblem suatu negara, atau lembaga nasional maupun
internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang
berwenang; atau
g. Permohonan ditolak jika Merek tersebut merupakan tiruan atau
menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh
dari pihak yang berwenang.
h. Permohonan ditolak jika diajukan oleh Pemohon yang beriktikad
tidak baik.
Yang dimaksud dengan persamaan pada pokoknya atau pada
keseluruhannya adalah adanya kesan yang yang sama, antara lain:23
1. Baik mengenai bentuk
2. Cara penempatan atau
3. Kombinasi antara unsur
4. Maupun persamaan bunyi ucapan dalam merek- merek yang
bersangkutan
Kriteria- kriteria diatas harus dihubungkan sesuai dengan keadaannya
apakah merek bersangkutan akan menimbulkan kekeliruan, penyesatan merek
pada khalayak ramai jika dipakai pada barang atau jasa sejenis, hal inilah yang
menjadi pertimbangan ataupun dugaan hukumnya.24
6. Permohonan pendaftaran Merek
Hak atas merek baru lahir jika telah didaftarkan oleh pemiliknya ke kantor
merek. Dengan demikian sifat pendaftaran hak atas merek merupakan suatu
kewajiban yang harus dilakukan oleh pemiliknya. Tanpa didaftarkan hak itu tidak
akan timbul, karena hak itu pada dasarnya diberikan oleh negara atas dasar
pendaftaran. Ini berarti pendaftaran hak tersebut sifatnya wajib dan bukan
sukarela.
23
Erma Wahyuni dkk, op. cit., hlm. 148 24
UU MIG menganut sistem pendaftaran konstitutif sehingga menimbulkan
hak apabila sudah didaftarkan oleh si pemilik. Pendaftaran atas merek merupakan
suatu keharusan. Berikut ini adalah prosedur pendaftaran merek yang diatur dalam
UU MIG :
1. Permohonan Pendaftaran Merek
Permohonan pendaftaran merek diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal
19 UU MIG. Syarat dan tata cara permohonan pendaftaran merek kepada
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual adalah sebagai berikut:
a. Diajukan oleh Pemohon atau Kuasanya kepada Menteri secara
elektronik atau non-elektronik dalam bahasa Indonesia dibuat dalam
rangkap empat dengan mencantumkan:
1) Tanggal, bulan, tahun permohonan;
2) nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat pemohon;
3) nama lengkap dan alamat kuasa apabila permohonan diajukan melalui
kuasa;
4) warna-warna apabila merek yang dimohonkan pendaftarannya
menggunakan unsur-unsur warna;
5) nama negara dan tanggal permintaan merek yang pertama kali dalam
hal permohonan diajukan dengan hak prioritas.
6) kelas barang dan/atau kelas jasa serta uraian jenis barang dan/atau jenis
jasa.
Permohonan wajib dilampiri dengan surat pernyataan kepemilikan Merek
pembayaran biaya.Biaya Permohonan pendaftaran Merek ditentukan per kelas
barang dan/atau jasa.
Dalam hal Merek berupa bentuk 3 (tiga) dimensi, label Merek yang
dilampirkan dalam bentuk karakteristik dari Merek tersebut dan dalam hal Merek
berupa suara, label Merek yang dilampirkan berupa notasi dan rekaman suara.
Permohonan ini ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya, baik pemohon yang
terdiri atas satu orang atau beberapa orang secara bersama, maupun badan hukum.
Dalam hal pemohon lebih dari satu orang maka semua nama Pemohon
dicantumkan dengan memilih salah satu alamat sebagai alamat mereka dan
permohonan ditandatangani oleh salah satu dari Pemohon yang berhak atas Merek
tersebut dengan melampirkan persetujuan tertulis dari para Pemohon yang
mewakilkan.
b. Permohonan untuk dua kelas barang atau lebih dan/atau jasa dapat
diajukan dalam satu permohonan, tetapi harus menyebutkan jenis barang
dan/atau jasa yang termasuk dalam kelas yang dimohonkan
pendaftarannya. Kelas barang dan/atau jasa ini diatur dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1993 Tentang Kelas
Barang Atau Jasa Bagi Pendaftaran Merek
1) Daftar kelas barang
- Kelas 1.
Bahan kimia yang dipakai dalam industri, ilmu pengetahuan dan fotografi,
maupun dalam pertanian, perkebunan, dan kehutanan; damar tiruan yang
tidak diolah, plastik yang tidak diolah; pupuk; komposisi bahan pemadam
api, sediaan pelunak dan pematri; zat-zat kimia untuk mengawetkan
- Kelas 2.
Cat-cat, pernis-pernis; lak-lak; bahan pencegah karat dan kelapukan kayu;
bahan pewarna; pembetsa/pengering; bahan mentah damar alam; logam
dalam bentuk lembaran dan bubuk untuk para pelukis, penata dekor,
pencetak dan seniman.
- Kelas 3.
Sediaan pemutih dan zat-zat lainnya untuk mencuci; sediaan untuk
membersihkan, mengkilatkan, membuang lemak dan menggosok;
sabun-sabun; wangi-wangian, minyak-minyak sari, kosmetik, losion rambut;
bahan-bahan pemeliharaan gigi.
- Kelas 4.
Minyak-minyak dan lemak-lemak untuk industri; bahan pelumas;
komposisi zat untuk menyerap, membasahi dan mengikat debu; bahan
bakar (termasuk larutan hasil penyulingan untuk motor) dan bahan-bahan
penerangan; lilin-lilin, sumbu-sumbu.
- Kelas 5.
Sediaan hasil farmasi, ilmu kehewanan dan saniter; bahan-bahan untuk
berpantang makan/diet yang disesuaikan untuk pemakaian medis,
makanan bayi; plester-plester, bahan-bahan pembalut; bahan-bahan untuk
menambal gigi, bahan pembuat gigi palsu; pembasmi kuman; sediaan
untuk membasmi binatang perusak, jamur, tumbuh-tumbuhan.
- Kelas 6.
Logam-logam biasa dan campurannya; bahan bangunan dari logam;
bangunan-bangunan dari logam yang dapat diangkut; bahan-bahan dari
logam untuk jalan kereta api; kabel dan kawat-kawat dari logam biasa
besi; pipa-pipa dan tabung-tabung dari logam; lemari-lemari besi;
barang-barang dari besi biasa yang tidak termasuk dalam kelas-kelas lain;
bijih-bijih.
- Kelas 7.
Mesin-mesin dan mesin-mesin perkakas; motor-motor dan mesin-mesin
(kecuali untuk kendaraan darat); kopling mesin dan komponen transmisi
(kecuali untuk kendaraan darat); perkakas pertanian; mesin penetas untuk
telur.
- Kelas 8.
Alat-alat dan perkakas tangan (dijalankan dengan tangan); alat-alat
pemotong; pedang-pedang; pisau silet.
- Kelas 9.
Aparat dan instrumen ilmu pengetahuan, pelayaran, geodesi, listrik,
fotografi, sinematografi, optik, timbang, ukur, sinyal, pemeriksaan
(pengawasan), penyelamatan dan pendidikan, aparat untuk merekam,
mengirim atau mereproduksi suara atau gambar; pembawa data magnetik,
disk perekam; mesin-mesin otomat dan mekanisme untuk aparat yang
bekerja dengan memasukkan kepingan logam ke dalamnya; mesin kas,
mesin hitung, peralatan pengolah data dan komputer; aparat pemadam
kebakaran.
- Kelas 10.
Aparat dan instrumen pembedahan, pengobatan, kedokteran, kedokteran
gigi dan kedokteran hewan, anggota badan, mata dan gigi palsu;
benda-benda ortopedik; bahan-bahan untuk penjahitan luka bedah.
Aparat untuk keperluan penerangan, pemanasan, penghasilan uap,
pemasakan, pendinginan, pengeringan, penyegaran udara, penyediaan air
dan kebersihan.
- Kelas 12.
Kendaraan-kendaraan; aparat untuk bergerak di darat, udara atau air.
- Kelas 13.
Senjata-senjata api; amunisi-amunisi dan proyektil-proyektil; bahan
peledak; kembang api; petasan.
- Kelas 14.
Logam-logam mulia serta campuran-campurannya dan benda-benda yang
dibuat dari logam mulia atau yang dibalut dengan bahan itu, yang tidak
termasuk dalam kelas-kelas lainnya; perhiasan, batu-batu mulia; jam-jam
dan instrumen pengukur waktu.
- Kelas 15.
Alat-alat musik.
- Kelas 16.
Kertas, karton dan barang-barang yang terbuat dari bahan-bahan ini, yang
tidak termasuk kelas-kelas lain; barang-barang cetakan; bahan-bahan
untuk menjilid buku; potret-potret; alat tulis-menulis; perekat untuk
keperluan alat tulis-menulis atau rumah tangga; alat-alat kesenian; kwas
untuk cat; mesin tik dan keperluan kantor (kecuali perabot kantor); bahan
pendidikan dan pengajaran (kecuali aparat-aparat); bahan-bahan plastik
untuk pembungkus (yang tidak termasuk kelas-kelas lain); kartu-kartu
main; huruf-huruf cetak; klise-klise.
Karet, getah-perca, getah, asbes, mika dan barang-barang terbuat dari
bahan-bahan ini dan tidak termasuk kelas-kelas lain; plastik-plastik yang
sudah berbentuk untuk digunakan dalam pembuatan barang; bahan-bahan
untuk membungkus, merapatkan dan menyekat; pipa-pipa lentur, bukan
dari logam.
- Kelas 18.
Kulit dan kulit imitasi, dan barang-barang terbuat dari bahan-bahan ini dan
tidak termasuk dalam kelas-kelas lain; kulit-kulit halus binatang, kulit
mentah; koper-koper dan tas-tas untuk tamasya; payung-payung hujan,
payung-payung matahari dan tongkat-tongkat; cambuk-cambuk, pelana
dan peralatan kuda dari kulit.
- Kelas 19.
Bahan-bahan bangunan (bukan logam); pipa-pipa kaku bukan dari logam
untuk bangunan; aspal, pek, bitumen; bangunan-bangunan yang dapat
dipindah-pindah bukan dari logam; monumen-monumen, bukan dari
logam.
- Kelas 20.
Perabot-perabot rumah, cermin-cermin, bingkai gambar; benda-benda
(yang tidak termasuk dalam kelas-kelas lain) dari kayu, gabus, rumput,
buluh, rotan, tanduk, tulang, gading, balein, kulit kerang, amber, kulit
mutiara, tanah liat magnesium dan bahan-bahan penggantinya, atau dari
plastik.
- Kelas 21.
Perkakas dan wadah-wadah untuk rumah tangga atau dapur (bukan dari
logam mulia atau yang dilapisi logam mulia); sisir-sisir dan bunga-bunga
untuk membersihkan; wol; baja; kaca yang belum atau setengah
dikerjakan (kecuali kaca yang dipakai dalam bangunan); gelas-gelas,
porselin dan pecah belah dari tembikar yang tidak termasuk dalam
kelas-kelas lain.
- Kelas 22.
Tambang, tali, jala-jala, tenda-tenda, tirai, kain terpal, layar-layar, sak-sak
dan kantong-kantong (yang tidak termasuk dalam kelas-kelas lain);
bahan-bahan pelapis dan pengisi bantal (kecuali dari karet atau plastik);
serat-serat kasar untuk pertenunan.
- Kelas 23.
Benang-benang untuk tekstil.
- Kelas 24.
Tekstil dan barang-barang tekstil, yang tidak termasuk dalam kelas-kelas
lain; tilam-tilam tempat tidur dan meja.
- Kelas 25.
Pakaian, alas kaki, tutup kepala.
- Kelas 26.
Renda-renda dan sulaman-sulaman, pita-pita dan jalinan-jalinan dari pita;
kancing-kancing, kait dan mata kait, jarum-jarum pentul dan jarum-jarum;
bunga-bunga buatan.
- Kelas 27.
Karpet-karpet, permadani, keset dan bahan anyaman untuk pembuat keset,
linoleum dan bahan-bahan lain untuk penutup ubin; hiasan-hiasan gantung
dinding (bukan dari tekstil).
Mainan-mainan; alat-alat senam dan olah-raga yang tidak termasuk
kelas-kelas lain; hiasan pohon natal.
- Kelas 29.
Daging, ikan, unggas dan binatang buruan, saripati daging; buah-buahan
dan sayuran yang diawetkan, dikeringkan dan dimasak; agar-agar;
selai-selai; saus dari buah-buahan; telur, susu dan hasil-hasil produksi susu;
minyak-minyak dan lemak-lemak yang dapat dimakan.
- Kelas 30.
Kopi, teh, kakao, gula, beras, topioka, sagu, kopi buatan; tepung dan
sediaan-sediaan terbuat dari gandum; roti, kue-kue dan kembang-kembang
gula, es konsumsi; madu, air gula; ragi, bubuk pengembang roti/kue;
garam, moster; cuka, saus-saus (bumbu-bumbu); rempah-rempah, es,
kecap, tauco, trasi, petis, krupuk, emping.
- Kelas 31.
Hasil-hasil produksi pertanian, perkebunan, kehutanan dan jenis-jenis
gandum yang tidak termasuk dalam kelas-kelas lain; binatang-binatang
hidup; buah-buahan dan sayuran segar; benih-benih; tanaman dan
bunga-bunga alami; makanan hewan; mout.
- Kelas 32.
Bir dan jenis-jenis bir; air mineral dan air soda dan minuman bukan
alkohol lainnya; minuman-minuman dari buah dan perasan buah;
sirop-sirop dan sediaan-sediaan lain untuk membuat minuman.
- Kelas 33.
Minum-minuman keras (kecuali bir).
- Kelas 34.
2) Daftar kelas jasa.
- Kelas 35.
Periklanan; manajemen usaha; administrasi usaha; fungsi-fungsi kantor.
- Kelas 36.
Asuransi; urusan keuangan; urusan moneter; urusan tanah dan bangunan.
- Kelas 37.
Pembangunan gedung; perbaikan; jasa-jasa pemasangan.
- Kelas 38.
Telekomunikasi.
- Kelas 39.
Angkutan; pengemasan dan penyimpanan barang-barang; pengaturan
perjalanan.
- Kelas 40.
Perawatan bahan-bahan.
- Kelas 41.
Pendidikan; pemberian pelatihan; hiburan; kegiatan olah-raga dan
kebudayaan.
- Kelas 42.
Penyediaan makanan dan minuman, akomodasi sementara, perawatan
medis, kesehatan dan kecantikan; jasa-jasa pelayanan kedokteran hewan
dan pertanian; jasa-jasa pelayanan hukum; penelitian ilmiah dan industri;
pembuatan program komputer; jasa-jasa yang tidak dapat dimasukkan
dalam kelas-kelas lain.
c. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun
1993 Tentang Tata Cara Permintaan Pendaftaran Merek, surat
1) fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang dilegalisir. Bagi pemohon
yang berasal dari luar negeri sesuai dengan ketentuan undang-undang
harus memilih tempat kedudukan di Indonesia, biasanya dipilih pada
alamat kuasa hukumnya;
2) fotokopi akta pendirian badan hukum yang telah disahkan oleh notaris
apabila permohonan diajukan atas nama badan hukum;
3) fotokopi peraturan pemilikan bersama apabila permohonan diajukan
atas nama lebih dari satu orang (merek kolektif);
4) surat kuasa khusus apabila permohonan pendaftaran dikuasakan;
5) tanda pembayaran biaya permohonan;
6) 20 (duapuluh) helai etiket merek dengan ukuran maksimal 9X9 cm,
minimal 2X2 cm;
7) surat pernyataan bahwa merek yang dimintakan pendaftaran adalah
miliknya.
2. Pemeriksaan Kelengkapan Persyaratan Pendaftaran Merek (Administrasi)
Mengenai pemeriksaan kelengkapan persyaratan diatur dalam Pasal 11 dan
Pasal 12 UU MIG. Setelah memenuhi persyaratan permohonan pendaftaran
merek, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual akan melakukan
pemeriksaan terhadap kelengkapan persyaratan minimum yaitu:
a) formulir Permohonan yang telah diisi lengkap;
b) label Merek; dan
c) bukti pembayaran biaya.
Apabila dalam pemeriksaan kelengkapan administrasi terjadi kekurangan
pengiriman surat permintaan untuk memenuhi kelengkapan persyaratan tersebut.
Dalam hal kelengkapan persyaratan tersebut tidak dipenuhi dalam jangka waktu
yang telah ditentukan, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual akan
memberitahukan secara tertulis kepada pemohon atau kuasanya bahwa
permohonannya dianggap ditarik kembali dan segala biaya yang telah dibayarkan
kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual tidak dapat ditarik kembali.
Apabila seluruh persyaratan administrasi telah dipenuhi, maka terhadap
permohonan diberikan tanggal penerimaan atau filling date yang dicatat oleh
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.
3. Pengumuman Permohonan
Pengumuman permohonan diatur dalam Pasal 14 dan 15 UU MIG.
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual mengumumkan permohonan
tersebut dalam Berita Resmi Merek dalam jangka waktu paling lama 15 (lima
belas) hari terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan.
Selanjutnya sesuai dengan ketentuan Pasal 22 ayat (1) UU MIG maka
pengumuman permohonan berlangsung selama 2 (dua) bulan dan dilakukan
dengan menempatkan dalam Berita Resmi Merek yang diterbitkan secara berkala
oleh Menteri melalui sarana elektronik dan/atau non-elektronik.
Pengumuman dilakukan dengan mencantumkan:
a. nama dan alamat Pemohon, termasuk Kuasa jika Permohonan
diajukan melalui Kuasa;
b. kelas dan jenis barang dan/atau jasa;
c. Tanggal Penerimaan;
d. nama negara dan Tanggal Penerimaan permohonan yang pertama kali
dalam hal Permohonan diajukan dengan menggunakan Hak Prioritas;
e. label Merek, termasuk keterangan mengenai warna dan jika label
Merek menggunakan bahasa asing dan/atau huruf selain huruf Latin
dan/atau angka yang tidak lazim digunakan dalam bahasa Indonesia,
disertai terjemahannya ke dalam bahasa Indonesia, huruf Latin atau
angka yang lazim digunakan dalam bahasa Indonesia, serta cara
pengucapannya dalam ejaan Latin.
4. Keberatan dan Sanggahan
Hal ini diatur dalam Pasal 16 dan 17 UU MIG. Selama periode
pengumuman yaitu dalam jangka waktu 2 (dua) bulan, setiap pihak dapat
mengajukan keberatan atas pendaftaran merek tersebut dan mengajukan
alasan-alasan tertulis kepada Menteri disertai bukti bahwa merek yang dimohonkan
pendaftrarannya seharusnya tidak dapat didaftar atau ditolak.
Hal-hal yang menyebabkan suatu merek tidak dapat didaftarkan diatur
dalam Pasal 20 dan 21 UU MIG.
Pemohon akan diberitahukan mengenai penolakan tersebut oleh
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dalam waktu paling lama 14 (empat
belas) hari terhitung sejak tanggal penerimaan keberatan. Dalam hal ini pemohon
mempunyai kesempatan untuk mengajukan sanggahan atas keberatan tersebut
pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual secara tertulis dalam jangka
waktu paling lama dua 2 (dua) bulan sejak tanggal penerimaan salinan keberatan.
5. Pemeriksaan Substantif
Pemeriksaan substansif ini dilakukan berdasarkan Pasal 20 dan 21 UU MIG.
Pemeriksaan substantif diatur dalam Pasal 23 dan 24 UU MIG. Pemeriksaan
substantif merupakan pemeriksaan yang dilakukan oleh Pemeriksa terhadap
Permohonan pendaftaran Merek. Dan segala keberatan dan/atau sanggahan
pemeriksaan substantif. Pemeriksaan ini dilaksanakan oleh Pemeriksa pada
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang akan diselesaikan dalam
jangka waktu paling lama 150 (seratus lima puluh) hari.
Dalam hal pemeriksa melaporkan hasil pemeriksaan substantif bahwa
permohonan dapat disetujui untuk didaftar, maka Menteri:
a. mendaftarkan Merek tersebut;
b. memberitahukan pendaftaran Merek tersebut kepada Pemohon atau
Kuasanya;
c. menerbitkan sertifikat Merek; dan
d. mengumumkan pendaftaran Merek tersebut dalam Berita Resmi
Merek, baik elektronik maupun non-elektronik
Namun apabila Pemeriksa melaporkan hasil pemeriksaan substantif
bahwa permohonan tidak dapat disetujui didaftar atau ditolak, Menteri
memberitahukan secara tertulis kepada Pemohon atau Kuasanya dengan
menyebutkan alasannya. Dan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak tanggal pengiriman surat pemberitahuan, Pemohon atau Kuasanya
dapat menyampaikan tanggapannya secara tertulis dengan menyebutkan
alasannya. Dalam hal pemohon atau kuasanya tidak menyampaikan keberatan
atau tanggapannya, Menteri menetapkan keputusan tentang penolakan
permohonan tersebut.
Jika pemohon atau kuasanya dalam menyampaikan keberatan atau
tanggapannya dan Pemeriksa melaporkan tanggapan tersebut dapat diterima, maka
permohonan itu diumumkan dalam Berita Resmi Merek. Tetapi dalam hal
pemohon atau kuasanya menyampaikan keberatan atau tanggapannya dan
keputusan tentang penolakan permohonan tersebut yang diberitahukan secara
tertulis kepada pemohon atau kuasanya dengan menyebutkan alasannya.
7. Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terdaftar
Menurut Insan Budi Maulana, merek dapat dianggap sebagai ”roh ” bagi
suatu produk barang atau jasa.25 Merek sebagai tanda pengenal akan dapat
menggambarkan jaminan kepribadian (individuality) dan reputasi barang dan jasa
hasil usahanya sewaktu diperdagangkan.26
Dari sisi produsen, merek digunakan sebagai jaminan nilai hasil
produksinya, khususnya mengenai kualitas kemudian pemakaiannya. Dari segi
pedagang, merek digunakan untuk promosi barang-barang dagangannya guna
mencari dan meluaskan pasar. Dari sisi konsumen, merek diperlukan
untuk melakukan pililhan barang yang akan dibeli.27
Tidak dapat dibayangkan apabila suatu produk yang tidak memiliki
merek, tentu produk yang bersangkutan tidak akan dikenal oleh konsumen. Oleh
karena itu, suatu produk apakah produk itu baik atau tidak tentu akan memiliki
merek. Bahkan tidak mustahil, merek yang telah dikenal luas oleh konsumen
karena mutu dan harganya akan selalu diikuti, ditiru, ”dibajak” bahkan mungkin
dipalsukan oleh produsen lain yang melakukan persaingan curang.
28
Suatu merek mendapat perlindungan hukum apabila merek tersebut
didaftarkan di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Karena disebutkan
dalam perjanjian TRIPs dan di dalam Pasal 1 butir 5 UU MIG bahwa merek
terdaftar memiliki hak eksklusif untung melarang pihak ketiga yang tanpa izin dan
25
Insan Budi Maulana, Sukses Bisnis melalui Merek, Paten dan hak Cipta, Aditya Bakti, Bandung, 1997, hlm. 60.
26
Wiratmo Dianggoro, Pembaharuan UU Merek dan Dampaknya Bagi Dunia Bisnis,
Jurnal Hukum Bisnis, Vol.2, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, Jakarta, 1997, hlm. 34. 27
Ibid.
28
sepengetahuan pemilik merek tersebut untuk memakai merek yang sama untuk
barang dan/atau jasa yang telah didaftarkan terlebih dahulu.
Adapun yang dimaksud dengan hak khusus yang diberikan negara
kepada pemilik merek yang terdaftar meliputi:29
1) Menciptakan hak tunggal (sole or single right)
Hukum atau undang-undang memberi hak tersendiri kepada pemilik
merek. Hak itu terpisah dan berdiri sendiri secara utuh tanpa campur
tangan pihak lain;
2) Mewujudkan hak monopoli (monopoly right)
Siapapun dilarang meniru, memakai, dan mempergunakan dalam
perdagangan barang dan jasa tanpa izin pemilik merek;
3) Memberi hak paling unggul (superiror right)
Hak superior merupakan hak yang diberikan doktrin hak paling unggul
bagi pendaftar pertama. Oleh karena itu, pemegang hak khusus atas suatu
merek menjadi unggul dari merek orang lain untuk dilindungi.
Merek yang didaftarkan adalah yang memiliki kekuatan daya pembeda
atau distinctive power.30
29
Sudargo Gautama, Hak Merek Dagang Menurut Perjanjian TRIPs-GATT dan UndangUndang Merek RI, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994, hlm. 19.
30
M. Yahya Harahap, op.cit., hlm. 205.
Melalui daya pembeda, merek mewujudkan ciri identitas
dan individualitas tertentu yang membedakannya dari merek orang lain. Pancaran
wujud identitas atau individualitas, menjadi alat pengukur bagi Direktorat Jenderal
dan pemilik merek untuk melakukan pengawasan terhadap pelanggaran hak
sehingga terhadapnya dilekatkan perlindungan hukum, yakni sebagai objek
terhadapnya terkait hak-hak perseorangan atau badan hukum.31
Kebutuhan akan perlindungan hukum atas merek semakin berkembang
pesat setelah banyak pihak melakukan tindak kecurangan, terlebih setelah dunia
perdagangan semakin maju dan berkembang pesat.32
Adapun lingkup perlindungan hukum yang diberikan kepada pemilik
merek meliputi penggunaan atau eksploitasi merek menurut M. Yahya Harahap
mencakup:
33
a. Melindungi penggunaan hak eksklusif merek, meliputi:
1) Menggunakan tanda merek sebagai logo, label, atau gambar dalam
suratmenyurat, pada barang atau jasa, pada kemasan (packaging)
dalam advertensi atau promosi;
2) Menikmati secara eksklusif manifestasi yang lahir dari merek, meliputi
goodwill, atau well-known, reputasi tinggi (high reputation), indikasi
sumber asal/geografis, sentuhan kultural (cultural attachment), dan
sentuhan keakraban (familiar attachment).
b. Melindungi hak eksklusif menggunakan merek sebagai alat eksploitasi
memperoleh keuntungan dalam perdagangan, meliputi:
1) Memasarkan barang atau jasa dalam perdagangan nasional, regional, dan
global
2) Menyimpan barang yang dilindungi merek, asal tidak bertentangan dengan
ketentuan monopoli atau spekulasi untuk menaikkan harga
3) Menyuplai barang
31
Adrian Sutedi, Hak atas Kekayaan Intelektual, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hlm. 92. 32
Muhammad Djumhana dan R. Djubaedilah, Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori, dan Praktiknya di Indonesia), Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2011, hlm. 207.
33
4) Mengekspor barang
c. Melindungi hak memperluas wilayah dan segmen pemasaran, sesuai dengan
sistem pasar atau perdagangan bebas dan dilakukan sesuai dengan prinsip
persaingan bebas, jujur, dan sehat
d. Melindungi pengalihan atau transfer dalam bentuk :
1) Transfer berdasarkan titel umum sesuai dengan ketentuan hukum waris.
2) Transfer dalam segala bentuk transaksi yanga dibenarkan oleh
undangundang (menjual, mengagunkan, menghibahkan)
3) Dalam bentuk lisensi, memberi izin kepada orang lain atau badan hukum
untuk menggunakannya.
Demikian gambaran lingkup perlindungan hukum yang harus diberikan
dan diterapkan terhadap hak eksklusif sebagai hak milik berdasar pada landasan
sifat hak milik atas merek yang bersifat absolut, hukum harus memberi jaminan
perlindungan penuh bagi siapa saja yang mengganggu setiap kegiatan yang
dilakukan pemilik sepanjang tindakan itu masih dalam batas-batas lingkup hak
khusus dan lingkup perlindungan yang diberikan undang-undang.34
34
Ibid, hlm. 372.
Perlindungan hukum merek yang diberikan baik kepada merek asing atau
lokal, terkenal atau tidak terkenal hanya diberikan kepada merek terdaftar.
Perlindungan hukum tersebut dapat berupa perlindungan yang bersifat preventif
maupun represif. Perlindungan hukum yang bersifat preventif dilakukan melalui
pendaftaran merek. Sedangkan perlindungan hukum yang bersifat represif
dilakukan jika terjadi pélanggaran merek melalui gugatan perdata dan atau
a. Perlindungan Hukum Atas Merek Secara Preventif
UU Merek dan Indikasi Geografis Tahun 2016 bertujuan untuk lebih
memberikan perlindungan hukum bagi pemegang hak atas merek dagang terkenal
asing. Sehubungan dengan hal tersebut, Pasal 20 UU Merek dan Indikasi
Geografis menentukan merek tidak dapat didaftar apabila merek tersebut
mengandung salah satu unsur di bawah ini :
1) bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang-undangan,
moralitas, agama, kesusilaan, atau ketertiban umum;
2) sama dengan, berkaitan dengan, atau hanya menyebut barang dan/atau jasa
yang dimohonkan pendaftarannya;
3) memuat unsur yang dapat menyesatkan masyarakat tentang asal, kualitas,
jenis, ukuran, macam, tujuan penggunaan barang dan/atau jasa yang
dimohonkan pendaftarannya atau merupakan nama varietas tanaman yang
dilindungi untuk barang dan/atau jasa yang sejenis;
4) memuat keterangan yang tidak sesuai dengan kualitas, manfaat, atau
khasiat dari barang dan/atau jasa yang diproduksi;
5) tidak memiliki daya pembeda; dan/atau
6) merupakan nama umum dan/atau lambang milik umum.
Selain itu Pasal 21 UU Merek Tahun 2016 menambahkan, bahwa
permohonan harus ditolak apabila merek tersebut mempunyai persamaan pada
pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang sudah terkenal milik pihak lain
untuk barang dan/atau jasa sejenis. Ketentuan tersebut juga dapat diberlakukan
untuk barang dan/atau jasa yang tidak sejenis.
Persamaan pada keseluruhannya adalah persamaan keseluruhan elemen.
keseluruhan elemen. Dengan perkataan lain, merek yang dimintakan
pendaftarannya merupakan copy atau reproduksi merek orang lain.35 Supaya suatu merek dapat disebut sebagai copy atau reproduksi merek orang lain, sehingga
dikualifikasi mengandung persamaan secara keseluruhan, paling tidak harus
dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:36
1. terdapat persamaan elemen secara keseluruhan;
2. persamaan jenis atau produksi kelas barang atau jasa;
3. persamaan wilayah dan segmen pasar;
4. persamaan cara dan perilaku pemakaian; dan
5. persamaan cara pemeliharaan.
Suatu merek dianggap mempunyai persamaan pada pokoknya dengan
merek orang lain ditentukan berdasarkan patokan yang lebih lentur dibanding
dengan doktrin entires similar. Persamaan pada pokoknya dianggap terwujud
apabila merek tersebut memiliki kemiripan (identical) hampir mirip (nearly
resembles) dengan merek orang lain. Kemiripan tersebut dapat didasarkan pada:37
1. kemiripan persamaan gambar;
2. hampir mirip atau hampir sama susunan kata, warna, atau bunyi;
3. faktor yang paling penting dalam doktrin ini, pemakaian merek
menimbulkan kebingungan (actual confusion) atau menyesatkan (decive)
masyarakat konsumen. Seolah- olah merek tersebut dianggap sama sumber
produksi dan sumber asal geografis dengan barang milik orang lain
(likelihood confusion).
35
M. Yahya Harahap, op.cit., hlm. 416 36
Ibid.
37
b. Perlindungan Hukum Secara Represif terhadap Pelanggaran Hak
atas Merek Melalui Gugatan di Pengadilan Niaga
Perlindungan hukum represif adalah perlindungan yang dilakukan untuk
menyelesaikan atau menanggulangi suatu peristiwa atau kejadian yang telah
terjadi, yaitu berupa pelanggaran atas hak atas merek. Tentunya dengan demikian
peranan lebih besar berada pada lembaga peradilan dan aparat penegak hukum
lainnya untuk melakukan penindakan terhadap pelanggaran merek.38
Dalam perlindungan hukum yang sifatnya represif, maka pemberian
sanksi yang jelas dan tegas bagi pelaku pelanggaran merek sesuai dengan
UndangUndang Merek yang berlaku, juga harus dilaksanakan oleh aparat penegak
hukum secara konsisten. Konsistensi ini akan memberikan jaminan kepastian
hukum khususnya bagi pemegang hak atas merek dagang terkenal asing di
Indonesia.
39
38
Hery Firmansyah, op. cit., hlm. 70. 39
8. Penghapusan dan Pembatalan Merek
a. Penghapusan Merek
Penghapusan pendaftaran merek diatur dalam Pasal 72 sampai dengan
Pasal 75 UU MIG. Penghapusan pendaftaran suatu merek dapat dilakukan
berdasarkan permohonan pemilik merek yang bersangkutan atau kuasanya baik
sebagian atau seluruh jenis barang dan/atau jasa, undangundang tidak menentukan
persyaratannya. Nantinya penghapusan pendaftaran merek dicatat dan
diumumkan dalam Berita Resmi Merek. Dalam pasal 72 ayat (7) dikatakan bahwa
selain atas prakarsa dari pemilik merek bersangkutan, penghapusan Merek
terdaftar dapat dilakukan atas prakarsa Menteri jika:
1) memiliki persamaan pada pokoknya dan/atau keseluruhannya dengan
Indikasi Geografis;
2) bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang-undangan,
moralitas, agama, kesusilaan, dan ketertiban umum; atau
3) memiliki kesamaan pada keseluruhannya dengan ekspresi budaya
tradisional, warisan budaya takbenda, atau nama atau logo yang sudah
merupakan tradisi turun temurun.
Menteri meminta rekomendasi dari Komisi Banding Merek untuk
melakukan penghapusan merek, setelah mendapatkan rekomendasi dari Komisi
Banding Merek maka merek tersebut dapat dihapus.Pemilik Merek yang
keberatan terhadap keputusan penghapusan Merek terdaftar atas prakarsa Menteri
dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara.Pihak yang
mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Penghapusan Merek terdaftar dapat pula diajukan oleh pihak ketiga yang
berkepentingan dalam bentuk gugatan ke Pengadilan Niaga dengan alasan Merek
tersebut tidak digunakan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dalam perdagangan
barang dan/atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir.
Alasan Merek tidak digunakan tidak berlaku dalam hal adanya:
1. larangan impor;
2. larangan yang berkaitan dengan izin bagi peredaran barang yang
menggunakan Merek yang bersangkutan atau keputusan dari pihak
yang berwenang yang bersifat sementara; atau
3. larangan serupa lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
b. Pembatalan Merek
Mengenai pembatalan merek diatur pada Pasal 76 sampai 79 UU MIG.
Adapun alasan-alasan tentang pengajuan pembatalan merek ditentukan dalam
Pasal 20 dan 21 UU MIG, yang menyangkut syarat-syarat material suatu merek.
Dalam hal ini menurut UU MIG gugatan pembatalan dapat dilakukan oleh
pihak-pihak yang berkepentingan dan pemilik merek yang tidak terdaftar dapat
mengajukan gugatan tersebut setelah mengajukan permohonan kepada Menteri.
Gugatan pembatalan tersebut diajukan kepada Pengadilan Niaga. Dalam hal
Penggugat atau Tergugat bertempat tinggal di luar wilayah Negara Republik
Indoonesia, gugatan diajukan kepada Pengadilan Niaga di Jakarta.40
40
OK. Saidin, Op. Cit., hlm. 395.
Gugatan pembatalan pendaftaran merek hanya dapat diajukan dalam
jangka waktu lima tahun sejak tanggal pendaftaran merek. Gugatan pembatalan
merek dapat diajukan tanpa batas waktu jika terdapat unsur itikad tidak baik
dan/atau Merek yang bersangkutan bertentangan dengan ideologi negara,
peraturan perundang-undangan, moralitas, agama, kesusilaan, dan ketertiban
umum. Hal ini menunjukkan bahwa yang tidak dibatasi waktu pengajuan gugatan
pembatalannya hanya gugatan pembatalan yang tergolong merek yang seharusnya
“tidak dapat didaftar” tetapi tetap didaftarkan, bukan merek yang seharusnya
“ditolak” tetapi tetap didaftarkan karena merek yang bertentangan dengan
moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum adalah merek yang “tidak
dapat didaftar”.41
9. Berakhirnya Perlindungan Merek
Terhadap putusan Pengadilan Niaga yang
memutuskan gugatan pembatalan hanya dapat diajukan kasasi.
Dengan merek yang telah terdaftar menunjukkan bahwa merek tersebut
telah dilindungi oleh hukum. Perlindungan hukum terhadap merek sifatnya
terbatas. Ketentuan Pasal 35 UU MIG memberikan jangka waktu perlindungannya
selama sepuluh tahun ini dihitung sejak ditetapkannya filling date.
Pemilik merek dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka
waktu perlindungan secara elektronik atau non-elektronik dalam bahasa Indonesia
oleh pemilik Merek atau Kuasanya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sebelum
berakhirnya jangka waktu pelindungan bagi Merek terdaftar tersebut dengan
dikenai biaya. Permohonan perpanjangan masih dapat diajukan dalam jangka
waktu paling lama 6 (enam) bulan setelah berakhirnya jangka waktu pelindungan
41
Merek terdaftar tersebut dengan dikenai biaya dan denda sebesar biaya
perpanjangan.
Permohonan perpanjangan jangka waktu perlindungan ini dapat disetujui
jika merek yang bersangkutan masih dipakai pada barang atau jasa sebagaimana
diproduksi dan diperdagangkan oleh pemilik merek atau kuasanya. Permohonan
perpanjangan waktu perlindungan merek terdaftar juga dapat ditolak, yaitu dengan
pemberitahuan secara tertulis kepada pemilik atau kuasanya dengan menyebutkan
alasannya. Alasan penolakan itu antara lain karena telah melewati atau kurang
dari jangka waktu yang ditetapkan untuk pengajuan kembali, tidak membayar
biaya pengajuan, merek tersebut sudah tidak dipakai pada barang atau jasa
sebagaimana disebut dalam sertifikat merek atau karena barang atau jasa tersebut
sudah tidak diproduksi dan diperdagangkan lagi.42
B. Tinjauan Umum Tentang Indikasi Geografis
1. Pengertian dan Dasar Hukum Indikasi Geografis
Undang undang Merek yang baru menambah ketentuan mengenai indikasi
geografis (geographical indication) dan indikasi asal sebagaimana yang diatur
dalam Persetujuan TRIPs. Pengertian Indikasi geografis ini dapat dijumpai dalam
Pasal 22 ayat (1) Persetujuan TRISPs yang berbunyi:43
42
Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm. 44 .
43
Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual, Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, Alumni, Bandung, 2003, hlm.. 356.
“Geographical indication are, for the purposes of this Agreement, indications
which identify a good as originating in the territory of a member. or a region or
locality in that territory, where a given quality, reputation or other characteristic
Dari rumusan Pasal 22 ayat (1) Persetujuan TRIPs, jelas bahwa indikasi
geografis adalah tanda yang mengidentifikasikan suatu wilayah negara anggota,
atau kawasan atau daerah di dalam wilayah Negara anggota tersebut, yang
menunjukkan asal suatu barang, yang memberikan reputasi, kualitas dan
karakteristik tertentu dari barang yang bersangkutan. Dengan kata lain, identitas
suatu barang dapat juga ditentukan faktor geografis yang menunjukkan adanya
reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu yang dijadikan sebagai atribut dari
barang yang bersangkutan.
Penggunaan tanda sebagai indikasi geografis dapat berupa etiket atau label
yang diletakkan pada barang yang dihasilkan. Tanda itu dapat berupa nama
tempat, daerah, atau wilayah, kata, gambar, huruf, atau kombinasi dari unsur
unsur tersebut. Perlindungan indikasi geografis meliputi barang barang yang
dihasilkan oleh alam,, barang hasil pertanian, hasil kerajinan tangan; atau hasil
industry lainnya.44
Suatu contoh misalnya, kualitas buah apel Malang, melekat dengan
kawasan daerah atau wilayah geografis yaitu Malang (suatu wilayah geografis
yang sejak dan cukup baik untuk jenis tanaman Apple).45
2. Persyaratan Substantif Indikasi Geografis
Dalam konotasi umum indikasi Geografis adalah suatu penandaan asal
barang yang bias berupa indikasi langsung, misalnya, “made ini England” dan
indikasi tidak langsung berupa bendera Inggris; Keju “Mozzarella” (italia). “Feta”
(Yunani), “Camembert” (Prancis). Indikasi Geografis, seperti Merek merupakan
44
Yusran Isnaini, Buku Pintar HAKI Tanya Jawab Seputar Hak Kekayaan Intelektual, Ghalia Indonesia, Bogor, 2010, hlm. 133.
45
tanda yang menunjukkan asal barang. Namun berbeda dengan Merek, Indikasi
Geografis memiliki dua fungsi. Di satu sisi memberikan perlindungan bagi
konsumen untuk secara langsung melawan tindakan penggunaan indikasi yang
salah atau menyesatkan dan sisi lain memberikan perlindungan goodwill bagi
mereka yang berhak atas Indikasi Geografis tersebut. Di Indonesia perlindungan
diatur dalam UU MIG.46
Sejarah perlindungan diawali dengan disepakatinya Agreement for The
Protection of Appelation of Origin and the International Registration yang
diadakan di Lisbon pada tanggal 31 Oktober 1958. Di dalam persetujuan ini
diberikan perlindungan tentang apa yang dinamakan “appellation of origin”, yaitu
nama geografis suatu negara atau suatu wilayah atau tempat tertentu yang
memang terkenal untuk menentukan suatu produk berasal dari tempat atau lokasi
itu karena mempunyai kualitas atau karakteristik yang secara khas atau eksklusif
dikenal dalam rangka lingkungan geografisnya.47
b. Standardization of phisical and sensoric characteristic;
Appelation of Origin mengacu pada suatu hak milik kolektif yang
eksistensinya dapat dikatakan “abadi”, contoh, Originalitas rasa kopi tidak bias
ditiru karena dipengaruhi factor geografis yang terkait perbedaan ketinggian,
alam, iklim, curah hujan, temperatur, kadar kelembapan udara. Hak ini mengacu
pada suatu tradisi daerah tertentu dan hasil evaluasi jangka panjang sekelompok
orang atau produsen yang diikat dengan aturan formal tradisional yang mencakup:
a. A region well defined;
46
Rahmi Jened, Hak Kekayaan Intelektual Penyalahgunaan Hak Eksklusif, Airlangga University Press, Surabaya, 2010, hlm. 193.
47
c. Original related to special environmental;
d. A market defined
Disamping Indikasi Geografis, ada pula Indikasi Asal sebagai suatu tanda
yang sebenarnya merupakan Indikasi Geografis, tetapi tidak didaftarkan atau
tanda yang semata mata menunjukkan asal usul barang atau jasa.48 Cikal bakal perlindungan indikasi asal adalah Madrid Agreement Concerning the Reputation
of False Indication of Origin yang diadakan pada tanggal 14 April 1891. Tujuan
agreement ini untuk mengatur dan menghindarkan adanya indikasi yang palsu
atau mangacaukan mengenai asal usul barang, juga termasuk Merek yang dapat
menimbulkan salah paham di kalangan pembeli atau memperdaykan khalayak
ramai.49
Hal hal yang berkaitan dengan indikasi geografis dan indikasi asal adalah
sangat penting untuk dicermati terutama bagi daerah daerah yang memiliki
potensi produk khas daerah. Sebagai contoh adalah beras Cianjur dan ubi Cilembu
yang sudah sangat terkenal itu. Beras Cianjur dan ubi Cilembu memiliki rasa dan
aroma yang khas, berbeda dengan beras dan ubi dari daerah lainnya. Rasa dan
aroma tersebut disebabkan oleh faktor kondisi geografis dan sumber daya manusia
dari daerah Cianjur dan Cilembu. Bila beras dan ubi tersebut ditanam di daerah
lain maka rasa dan aromanya akan berubah, tidak seenak dan seharum kalau
ditanam di daerah asalnya. Karena itu beras Cianjur dan ubi Cilembu memenuhi
persyaratn untuk didaftarkan mereknya sebagai Indikasi geografis. Pendaftaran
48
Ermansyah Djaja. Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Sinar Grafika, Jakarta, 2009 hlm. 222.
49
dapat dilakukan secara kolektif, misalnya oleh pemda setempat atau asosiasi
petani setempat sehinga mereknya menjadi merek kolektif. Selama ini terdaoat
salah persepsi tentang system perlindungan untuk ubi Cilembu yang sering
dibahas di berbagai media massa. Misalnya, dalam sebuah berita yang berjudul
“Fenomena Ubi Madu Cilembu” yang ditayangkan di situs Internet
Bebekmania.com tanggal 26 Mei 2002. Di situ diberitakan “… sudah ada
dorongan dari warga agar aparat desa Cilembu untuk segera mempatenkan produk
ubi Cilembu…”. “… dorongan membikin hak paten juga muncul karena kabar
tentang banyaknya ubi Cilembu yang diekspor ke luar negeri”. Perlu diluruskan
disini bahwa ubi Cilembu yang tidak bias dipatenkan karena beberapa alasan.
Pertama, karena varietas tanaman di Indonesia dilindungi bukan dengan UU Paten
melainkan dengan UU PVT. Kedua, ubi Cilembu sudah bukan sesuatu hal yang
baru sehingga tidak dapat memenuhi persyaratan kebaruan untuk dipatenkan
maupun didaftarkan melalui PVT. Ketiga, ubi Cilembu merupakan produk yang
menunjukkan Indikasi geografis sehingga lebih cocok dilindungi dengan UU
Merek. Namun demikian, ubi Cilembu sebagai suatu asat KI dapat terus
dikembangkan (merupakan peluang bagi lembaga litbang) untuk menghasilkan
invensi invensi baru yangdapat bermuara ke rezim perlindungan paten atau
rahasia dagang (misalnya cara pengolahannya) atau rezim perlindungan PVT
(misalnya dihasilkan kultivar dari ubi Cilembu.50
Indikasi Geografis adalah tanda yang digunakan atas barang yang
memiliki kualitas khusus karena:51
50
Muhammad Ahkam Subroto dan Suprapedi, Pengenalan HKI (Hak Kekayaan
Intelektual), Indeks, Jakarta, 2008, hlm. 28. 51
a. Faktor alam
Meliputi barang barang yang dihasilkan oleh alam di daerah tertentu,
contohnya; minyak kayu putih Ambon berasal dari pohon kayu putih yang
tumbuh di Ambon, Mutiara Mataram, Champagne dari anggur yang
tumbuh dan di produksi di Prancis, Scotch Whisky dari Scotlandia.
b. Faktor manusia
Meliputi barang yang dihasilkan oleh manusia yang tinggal di wilayah
tertentu, contohnya tenun Ikat Sumbawa, Songket Palembang, Batik
Madura, Batik Pekalongan, Batik Solo, Batik Yogya dan lain lain yang
masing masing mempunyai ciri khusus.
Dengan demikian persyaratan substantif perlindungan Indikasi Geografis
adalah melekatnya factor lingkungan geografis geografis termasuk factor alam
atau manusia atau kombinasi antara keduanya.
3. Perolehan Hak dan Jangka Waktu Perlindungan Indikasi Geografis
Perlindungan Indikasi Geografis didasarkan pada hukum nasional masing-
masing negara. Ada negara yang menganut perlindungan tanpa pendaftaran dan
ada pula yang memakai system pendaftaran. Di Indonesia, perlindungan diberikan
berdasarkan pendaftaran. Pasal 53 Ayat (3) UU MIG menentukan bahwa yang
dapat mengajukan permohonan pendaftaran Indikasi Geografis adalah:
a. lembaga yang mewakili masyarakat di kawasan geografis tertentu yang
mengusahakan suatu barang dan/atau produk berupa:
2. barang kerajinan tangan; atau
3. hasil industri.
b. pemerintah daerah provinsi atau kabupaten/kota.
Tanda yang digunakan sebagai Indikasi Geografis dapat berupa etiket atau
label yang dilekatkan pada barang yang dihasilkan, yang dapat berupa nama
tempat, daerah atau wilayah, kata kata, gambar, huruf atau kombinasi dari
unsur-unsur tersebut. Indikasi Geografis yang terdaftar mendapat perlindungan hukum
selama terjaganya reputasi, kualitas, dan karakteristik yang menjadi dasar
diberikannya pelindungan Indikasi Geografis pada suatu barang (Pasal 61 Ayat 1
UU MIG).
Indikasi geografis dapat dilindungi jika permohonan atas perlindungannya
diajukan oleh asosiasi yang mewakili pelaku usaha/produsen52 yang berasal dari daerah yang hendak didaftarkan sebagai indikasi geografis. Lembaga tersebut
harus terdiri dari orang orang yang memproduksi barang barang dari kekayaan
alam yang terdapat di daerah tersebut atau produsen produk pertanian, pembuat
kerajinan tangan dan /atau pedagang yang menjual barang barang tersebut.53
Menurut Pasal 5 PP No. 51 Tahun 2007, cara untuk mendaftarkan suatu
indikasi geografis adalah sebagai berikut:54
1)Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia oleh
pemohon atau melalui kuasanya dengan mengisi formulir dalam rangkap
3 (tiga) kepada Direktorat Jenderal.
52
Mengenai produsen ketentuannya dapat dilihat pada Pasal 1 angka 4 PP No. 51 Tahun 2007
53
Tim Lindsey dkk, op.cit., hlm. 140. 54
2)Bentuk dan isi formulir permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh Direktorat Jenderal.
3)Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. Lembaga yang mewakili masyarakat di daerah yang memproduksi
barang yang bersangkutan, terdiri atas:
1. Pihak yang mengusahakan barang hasil alam atau kekayaan alam;
2. Produsen barang hasil pertania;
3. Pembuat barang hasil kerajinan tangan atau barang hasil industry;
atau
4. Pedagang yang menjual barang tersebut;
b. Lembaga yang diberi wewenang untuk itu.
Selanjutnya dalam Pasal 11 PP No. 51 Tahun 2007, disebutkan:
1) Dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari sejak tanggal
disetujuianya indikasi geografis untuk didaftar maupun ditolak, Direktorat
Jenderal mengumumkan keputusan tersebut dalam Berita Resmi Indikasi
Geografis.
2) Dalam hal indikasi geografis disetujui untuk didaftar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pengumuman dalam Berita Resmi Indikasi
Geografis memuat nomor permohonan, nama lengkap dan alamat
pemohon, nama dan alamat kuasanya, tanggal Penerimaan, indikasi
3) Dalam hal indikasi geografis ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pengumuman dalam Berita Resmi Indikasi Geografis memuat nomor
permohonan, nama lengkap dan alamat pemohon, nama dan alamat
kuasanya, dan nama indikasi geografis yang dimohonkan pendaftarannya.
4) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan selama 3
(tiga) bulan.
Mengenai jangka waktu perlindungan hukum terhadap suatu indikasi
geografis tertera dalam Pasal 61 ayat (1) UU MIG dan dalam bahasa yang sama
juga dinyatakan dalam Pasal 4 PP No. 51 Tahun 2007, indikasi geografis terdaftar
mendapat perlindungan hukum yang berlangsung selama ciri dan atau kualitas
yang menjadi dasar bagi diberikannya perlindungan atas indikasi geografis
tersebut masih ada.
4. Hak Substantif Indikasi Geografis
Berkaitan dengan Indikasi Geografis, Negara anggota harus menyediakan
sarana hukum bagi pihak terkait untuk mencegah penggunaan dalam setiap cara
dalam tujuan atau penampilan suatu barang yang menunjukkan atau memberi
kesan bahwa barang tersebut berasal dari wilayah geografis lain daripada tempat
asal yang sesungguhnya, dengan cara menyesatkan masyarakat akan asal
geografis barang yang bersangkutan dan juga setiap penggunaan yang dapat
dinyatakan sebagai persaingan curang sebagaimana maksud Article 10 Paris
Convention.55
55
Menurut Pasal 56 Ayat (2) UU MIG, permohonan pendaftaran Indikasi
Geografis ditolak oleh Ditjen, jika tanda tersebut:
a. Dokumen Deskripsi Indikasi Geografis tidak dapat dibuktikan
kebenarannya; dan/atau
b. memiliki persamaan pada keseluruhannya dengan Indikasi Geografis
yang sudah terdaftar.
Di samping itu terdapat alasan lain yang dsebutkan dalam Pasal 3 PP No.
51 Tahun 2007, diantaranya:
a. bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, moralitas agama,
kesusilaan atau ketertibanumum;
b. menyesatkan atau memperdaya masyarakat mengenai: ciri, sifat, kualitas,
asal sumber, proses
pembuatan barang, dan/atau kegunaannya;
c. merupakan nama geografis setempat yang telah digunakan sebagai nama
varietas tanaman, dandigunakan bagi varietas tanaman yang sejenis;
atau
d. telah menjadi generik
Terhadap penolakan pemohonan pendaftaran ini dapat dimintakan banding
kepada Komisi Banding Merek. Hak Indikasi Geografis adalah hak kolektif yang
dipakai oleh sejumlah orang yang terbatas dan dapat dipertanggungjawabkan yang
terkait dengan factor geografis, berbeda dengan hak eksklusif bidang HKI lainnya
dilisensikan atau dialihkan kepada pihak lain. Ketentuan khusus Article 23 TRIPs
mengatur prinsip perlindungan tambahan.
5. Sanksi Bagi Pelanggaran Penggunaan Indikasi Geografis
Menurut Pasal 101 UU MIG, Sanksi pidana bagi setiap orang yang
melanggar ketentuan indikasi geografis adalah sebagai berikut:
(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak menggunakan tanda yang
mempunyai persamaan pada keseluruhan dengan Indikasi Geografis milik pihak
lain untuk barang dan/atau produk yang sama atau sejenis dengan barang dan/atau
produk yang terdaftar, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak menggunakan tanda yang
mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Indikasi Geografis milik pihak lain
untuk barang dan/atau produk yang sama atau sejenis dengan barang dan/atau
produk yang terdaftar, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)