• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konflik Internal Partai (Studi Kasus: Pemilihan Ketua Partai Golkar Kabupaten Karo 2017)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Konflik Internal Partai (Studi Kasus: Pemilihan Ketua Partai Golkar Kabupaten Karo 2017)"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Partai politik merupakan salah satu institusi inti dari pelaksanaan demokrasi

modern. Demokrasi modern mengandaikan sebuah sistem yang disebut

keterwakilan (representativeness), baik keterwakilan dalam lembaga formal

kenegaraan seperti parlemen (DPR/DPRD) maupun keterwakilan aspirasi

masyarakat dalam institusi kepartaian.1 Keberadaan partai politik di dalam negara

yang menganut sistem demokrasi seperti Indonesia menjadi hal sangat penting.

Mengingat fungsinya yang begitu penting, sering bahkan keberadaan dan

kinerjanya merupakan syarat mutlak bagaimana demokrasi bekembang di sebuah

negara. Meskipun partai bukan pelaksana dari suatu pemerintahan, namun

keberadaannya akan mempengaruhi bagaimana dan ke arah mana pelaksanaan

pemerintahan dijalankan. Menurut Miriam Budioarjo, kehadiran partai politik di

dalam negara demokrasi adalah syarat mutlak, karena partai politik adalah saluran

dan sarana bagi warga negara untuk berpartisipasi aktif dalam proses pengelolaan

negara.2

Menurut sejarah, fenomena partai politik adalah perkembangan terkini dari

pergulatan politik. Bentuk partai politik yang dikenal saat ini muncul dari

semangat modernitas dalam dunia politik. Kemunculan ini berkaitan dengan

1

Koirudin. Partai Politik dan Agenda Transisi Demokrasi. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar). 2004. hal. 1. 2

(2)

kenyataan bahwa kepentingan politik kolektif membutuhkan suatu sistem

organisasi-birokratis yang menjamin efisiensi dan efektivitas dalam perjuangan

politik. Kepentingan dan perjuangan politik perlu diorganisasi dan tidak dapat

dibiarkan tercerai berai tanpa organisasi.3

3

Firmanzah. Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di Era Demokrasi.

(Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia). 2011. hal. 57.

Lahirnya berbagai macam partai politik menjadi awal mula perkembangan

demokrasi di Indonesia. Pada awal pembentukannya, jumlah partai politik di

Indonesia bisa dikatakan cukup banyak. Kemudian pada masa orde baru terjadi

pengurangan pada partai-partai politik tersebut, sehingga hanya menyisakan dua

partai politik saja yaitu Partai Demokrasi Indonesia dan Partai Persatuan

Pembangunan. Selain dari kedua partai tersebut, ada juga 1 organisasi yang

dianggap sama dengan partai politik yakni Organisasi Golongan Karya.

Pada masa orde baru Golkar di bawah pengaruh Soeharto selalu menjadi

pemenang dalam setiap pemilu yang diselenggarakan mulai dari tahun 1971-1997.

Akan tetapi pada tahun 1998 terjadi pergolakan massa, aksi protes serta

demonstrasi besar-besaran yang dimotori oleh mahasiswa di berbagai wilayah di

Indonesia yang menuntut Presiden Soeharto untuk turun dari pemerintahan. Hal

ini disebabkan kebebasan berpendapat yang dikontrol sangat ketat pada masa itu,

pelanggaran HAM yang terjadi, serta tingginya harga kebutuhan pokok, dan juga

konflik antar etnis dan antar agama menjadi pemicu ketidakpuasan masyarakat

(3)

Seiring menguatnya arus demokratisasi pada tahun 1997-1998 yang

berakibat pengunduran diri Presiden Soeharto menjadi momentum perubahan

sistem politik di Indonesia.4 Setelah 32 tahun Indonesia terbelenggu dalam

suasana politik yang represif, reformasi politik memberikan dampak yang besar

terhadap perpolitikan di Indonesia. Setelah Soeharto dilengserkan dan jabatannya

digantikan oleh wakilnya Habibie, pemilu dengan sistem yang baru segera

dilaksanakan. Dikeluarkannya RUU tentang Partai Politik dan RUU tentang

Pemilu serta pencabutan kebijakan politik yang hanya membatasi partai menjadi 3

buah di masa Orde Baru mengakibatkan pemilu 1999 diikuti oleh banyak sekali

peserta, hal ini disebabkan karena adanya kebebasan untuk mendirikan partai

politik. Tercatat dalam Departemen Kehakiman dan HAM ada 141 partai, tetapi

yang absah menjadi peserta pemilu yakni 48 partai.5

Setelah runtuhnya rezim orde baru Partai Golkar melakukan penyesuaian di

dalam susunan anggaran dasar rumah tangganya, yakni dengan menghapuskan

peran Dewan Pembina Partai Golkar yang selama ini dipegang oleh Soeharto

sebagai pemegang kekuasan penuh atas keputusan partai, dan menetapkan

mekanisme pemilihan Ketua Umum Partai Golkar dengan cara Musyawarah

Nasional (Munas). Pengunduran diri Soeharto dari jabatan Ketua Dewan

Pembina Golkar ini membuat Partai Golkar kehilangan patron politiknya. Hal

inilah yang mengakibatkan situasi internal partai Golkar menjadi tidak stabil. Hal itu menunjukkan terjadi

peningkatan yang signifikan dalam peserta pemilu.

4

Akbar Tandjung. The Golkar Way: Survival Partai Golkar di Tengah Turbulensi Politik Era Transisi. (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama). 2008. hal. 93.

5

(4)

Pasca reformasi, Golkar seperti kehilangan figur kunci. Hal ini menyebabkan

munculnya figur-figur baru untuk mencoba memperebutkan posisi tertinggi dalam

Golkar yakni posisi Ketua Umum.

Perbedaan pandangan antar figur dalam tubuh partai Golkar menciptakan

faksi-faksi. Faksi ini lahir sebagai efek konflik yang terjadi atas perbedaan

pandangan dan perbedaan kubu ataupun patron . Konflik dapat terjadi pada setiap

tingkat dalam struktur organisasi karena memperebutkan sumber yang sama, baik

mengenai kekuasaan, kekayaan, kesempatan ataupun kehormatan, oleh sebab itu

muncul disharmoni dan disintegrasi yang mengandung konflik.6

Konflik di tubuh partai Golkar juga menjadi hal yang tidak dapat dihindari. Jika

kita melihat sejarah, setelah runtuhnya orde baru, Golkar sudah mengalami

beberapa kali konflik dalam internal partainya sehingga mengakibatkan

munculnya partai-partai baru. Pertama, konflik pemilihan Ketua Umum pada

Munas 1998 antara Akbar Tandjung dengan Edi Sudrajat. Yang akhirnya

dimenangkan oleh Akbar Tandjung, dan Edi Sudrajat memutuskan untuk keluar

dari Golkar dan membentuk partai baru yakni Partai Keadilan dan Persatuan

(PKP). Kedua konflik yang terjadi pada pemilihan Ketua Umum Partai Golkar

tahun 2004 antara Akbar Tandjung, Jusuf Kalla serta Marwah Daud. Tetapi

akhirnya Jusuf Kalla yang terpilih sebagai Ketua Umum periode 2004-2009.

Karena tidak merasa puas dengan kepemimpinan Jusuf Kalla beberapa tokoh

keluar dari Partai Golkar seperti Wiranto yang memutuskan mendirikan Partai

6

(5)

Hati Nurani Rakyat (Hanura), dan Prabowo yang mendirikan Partai Gerakan

Indonesia Raya (Gerindra).

Ketiga, konflik antara Aburizal Bakrie dengan Surya Paloh pada pemilihan

Ketua Umum Golkar periode 2009-2014, yang akhirnya dimenangkan oleh

Aburizal Bakrie. Oleh karena itu Surya Paloh juga memutuskan keluar dan

mendirikan Partai Nasional Demokrasi (Nasdem). Keempat, konflik antara

Aburizal Bakrie dengan Agung Laksono. Dimana Aburizal Bakrie melaksanakan

Munas pada tanggal 30 November 2014 di Bali sedangkan Agung Laksono

melaksanakan Munas tandingan pada tanggal 6 Desember 2016 di Ancol Jakarta.

Konflik Golkar antara ARB dengan Agung Laksono berbeda dengan konflik

Golkar yang pernah terjadi sebelumnya. Konflik Golkar pada tahun 1999-2009

dapat terpecahkan dengan pembentukan partai baru dari orang-orang yang kalah

dalam perebutan kursi Ketua Umum Partai. Tetapi saat konflik yang terjadi antara

ARB dengan Agung Laksono dimana masing-masing pihak melaksanakan Munas

untuk mendapatkan legitimasi dan tidak membentuk partai baru. Oleh sebab itu,

konflik yang awalnya hanya berada di tingkat pusat akhirnya berdampak pada

kepengurusan Golkar yang berada di daerah.

1.2. Rumusan Masalah

Salah satu kepengurusan daerah yang mengalami perpecahan akibat konflik

yang terjadi di pusat adalah DPD Golkar Kabupaten Karo. Ketua Umum Golkar

Kabupaten Karo Ferianta Purba, SE dicopot dari jabatannya oleh DPD Golkar

(6)

Laksono. DPD Golkar Tingkat I Sumut yang dikomandoi oleh H. Ajib Shah

menunjuk AS. Suruhenta Sembiring sebagai Plt Ketua DPD Golkar Kabupaten

Karo. Penunjukan itu sesuai dengan Keputusan DPD Golkar Tingkat I Sumut

Nomor: KEP-42/GK-SU/VI/2015, yang ditanda tangani oleh Ketua H Ajib Shah,

dan Sekretaris Sodrul Fuad SIP pada tanggal 16 Juni 2015.

Saat ditemui oleh wartawan di sela-sela berlangsungnya acara Musdalub

DPD Partai Golkar Kabupaten Karo yang digelar di kantor DPD Golkar Tingkat I

Sumut, Jalan Wahid Hasyim Medan pada Kamis 26 Juni 2015, Leonard S

Samosir, Koordinator Wilayah Tanah Karo, Pakpak Bharat dan Dairi menegaskan

bahwa DPD Golkar Sumut, tetap bertekad akan berada di bawah kepemimpinan

Aburizal Bakrie dan Ajib Shah. Dan mengatakan bahwa dari 33 pimpinan

Kabupaten / Kota di Sumut, hanya Kabupaten Karo yang menyatakan diri pindah

ke barisan Agung Laksono. Karenanya, dalam rangka menghadapi Pilkada

serentak 2015, diperlukan kepengurusan yang legal di Kabupaten Karo, sehingga

para bakal calon Pilkada mempunyai keyakinan untuk mendaftar.7

Sebelum itu pada 30 Mei 2015, kedua kubu DPP Partai Golkar pusat telah

menandatangani kesepakatan bersama di kediaman Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Sala satu poin islah berisi bahwa kedua kubu sepakat untuk mementingkan

kepentingan Golkar yang akan mengusung para calon kepala daerah terkait

Pilkada serentak 2015. Islah memang disepakati DPP Golkar kubu Aburizal

Bakrie dan Agung Laksono untuk menyambut perhelatan Pilkada serentak tahun

2015. Namun, kedua kubu tetap sepakat untuk terus melanjutkan proses hukum

7

Ketua Golkar Kabupaten Karo Digant

(7)

yang sedang berjalan di pengadilan dalam mencari kepengurusan DPP Golkar

yang sah di depan lembaga yudikatif.8

8

Ketua DPRD Golkar Karo Disomasi

Setelah melalui proses yang sangat panjang akhirnya Aburizal Bakrie

memenangkan konflik ini. Tetapi ARB tidak menjadi Ketua Umun harian

melainkan menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Golkar, sedangkan

yang menjabat sebagai Ketua Umum Harian DPP Golkar adalah Setya Novanto,

yang tidak lain merupakan salah satu pendukung dari kelompok Aburizal Bakrie.

Setelah berakhirnya pilkada serentak, pada tanggal 20 januari 2017

Musyawarah Daerah ke – IX DPD Partai Golkar Kabupaten Karo dilaksanakan.

Musda ke – IX ini sempat terbelah di dua tempat, yakni di Azalea Restaurant

Mikie Holiday Resort Berastagi diketuai oleh panitia Bahtera Tarigan dan di

Zentrum PPWG Kabanjahe diketuai oleh Firman Firdaus Sitepu. Dimana, 10

pengurus kecamatan (PK) Partai Golkar berada di Zentrum Kabanjahe dan 7

pengurus kecamatan (PK) Partai Golkar berada di Azalea Restaurant Mikie

Holiday Resort. Namun pimpinan Partai Golkar Sumatera Utara, H. Ngogesa

Sitepu dan ketua dewan pertimbangan PG Sumut, Kodrat Shah bersama Plt Ketua

DPD Golkar Kabupaten Karo, AS Suruhenta Sembiring akhirnya memilih

membuka Musda ke - IX Partai Golkar Kabupaten Karo yang dilangsungkan di

Mikie Holiday.

(8)

Musda Di Mikie Holiday juga dihadiri ketua fraksi Partai Golkar DPRD

Karo yakni Ferianta Purba yang pada periode sebelumnya juga menjabat sebagai

Ketua DPD Golkar Karo. Terbelahnya lokasi pembukaan Musda juga seakan

mengemukakan ketatnya persaingan meraih kursi ketua DPD partai Golkar

Kabupaten Karo yang selama ini menguat pada dua nama, yakni Ferianta Purba,

SE dan Firman Firdaus Sitepu, ST. Namun, menjelang siang hari, kedua kubu

yang sempat berdinamika akhirnya bersatu kembali di Azalea Restaurant Mikie

Holiday Resort Berastagi. Tetapi sampai malam hari Musda tidak bisa

menemukan titik temu antara kedua kubu yang bersaing dan akhirnya berujung

pada deadlock.

Pada tanggal 2 Februari 2017 Musda DPD Partai Golkar Kabupaten Karo

kembali dilaksakan di Hotel Mikie Holiday Berastagi. Dalam Musda tersebut

Ferianta Purba, SE akhirnya terpilih secara aklamasi sebagai Ketua DPD Partai

Golkar Kabupaten Karo periode 2015 – 2020 sedangkan Firman Firdaus Sitepu,

ST yang awalnya menjadi pesaingnya dalam memperebutkan kursi kepemimpinan

Ketua terpilih sebagai Sekretaris DPD Partai Golkar Kabupaten Karo.

1.3.Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang serta perumusan masalah yang telah dipaparkan

diatas, maka pertanyaan penelitiannya adalah bagaimana manajemen penyelesaian

konflik yang terjadi di DPD Golkar Kabupaten Karo yang mengakibatkan dua

orang yang awalnya berkonflik untuk mendapatkan kursi Ketua DPD Partai

(9)

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan sebagai berikut :

1. Menjelaskan konflik yang terjadi di DPD Golkar Kabupaten Karo

2. Menganalisis bagaimana manajemen penyelesaian konflik yang dilakukan

oleh Partai Golkar DPD Kabupaten Karo dalam menyatukan Ferianta

Purba dan Firdaus Sitepu dalam kepengurusan yang sama

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :

1. Secara teoritis, penelitian ini merupakan kajian ilmu politik yang

diharakan mampu memberikan kontribusi dalam menangani konflik yang

terjadi di dalam internal partai.

2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan mampu menambah khasanah

pengetahuan di Departemen Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

tentang konflik internal partai golkar pada pemilihan ketua tahun 2017

3. Secara praktis, penelitian ini dilakukan sebagai syarat dalam memperoleh

gelar sarjana Ilmu Politik.

1.6. Kerangka Teori

1.6.1 Teori Kekuasaan

Kekuasaan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain agar

mengikuti kehendak pemegang kekuasaan, baik dengan sukarela maupun dengan

terpaksa. Menurut Maurice Duverger, kekuasaan adalah seluruh jaringan berbagai

(10)

dominasi beberapa orang atas orang lain.9

Talcott Parsons juga mengatakan

bahwa kekuasaan ialah kemampuan untuk memobilisasi sumber daya yang ada

dalam masyarakat untuk mencapai tujuan-tujuan umum yang telah disepakati

bersama.10

Bertrand Russel juga mendefinisikan kekuasaan sebagai hasil pengaruh

yang diinginkan. Diibaratkan ada dua orang memiliki keinginan yang sama, jika

yang satu mencapai semua keinginan yang ingin dicapai orang yang lainnya,

maka ia mempunyai lebih banyak kekuasaan daripada orang lainnya itu. Menurut

Russel, dorongan atau motivasi seorang manusia untuk berbuat sesuatu

dikarenakan dorongan untuk memperoleh atau memegang kekuasaan.

11

Ralf Dahrendorf menggunakan konsep Max Weber tentang kewenangan

dalam menjelaskan kekuasaan. Dahendorf mengemukakan beberapa

pandangannya tentang kewenangan. Pertama, hubungan kewenangan adalah

selalu berbentuk hubungan antara superordinat dan subordinat, hubungan

atas-bawah. Kedua, dimana terapat hubungan kewenangan, disana superordinat secara

sosial diperkirakan, melalui perintah dan komando, peringatan, dan larangan,

mengendalikan subordinat. Ketiga, perkiraan demikian secara relatif lebih

dilekatkan kepada posisi sosial terhadap kepribadian individual. Keempat,

kewenangan adalah sebuah hubungan yang sah; tidak tunduk kepada perintah

orang yang berwenang dapat dikenai sanksi tertentu.12

9

Komarudin Sahid. Memahami Sosiologi Politik. (Bogor: Ghalia Indonesia). 2011.hal. 37. 10

Ibid. hal. 38. 11

Prof. Dr. Damsar. Pengantar Sosiologi Politik. (Jakarta: Kencana). 2010. hal. 71. 12

(11)

1.6.2 Teori Partai Politik

Partai politik merupakan sarana bagi warga negara untuk ikut serta atau

berpartisipasi dalam proses pengelolaan negara. Partai politik berangkat dari

anggapan bahwa dengan membentuk wadah organisasi mereka bisa menyatukan

orang-orang yang mempunyai pemikiran yang sama sehingga pikiran dan

orientasi mereka bisa dikonsolidasikan. Dengan begitu pengaruh mereka bisa

lebih besar dalam pembuatan dan pelaksanaan keputusan.13

Menurut Sigmund Neumann, partai politik adalah organisasi dari

aktivis-aktivis politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintah serta

merebut dukungan rakyat melalui persaingan dengan suatu golongan atau

golongan-golongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda.

Secara umum dapat

dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok terorganisir yang

anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan dari

kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan

politik, biasanya dengan cara konstitusional untuk melaksanakan programnya.

14

13

Miriam Budiardjo. Dasar-Dasar Ilmu Politik. (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama). 2008.hal. 403. 14

Ibid

Carl J.

Friedrich juga mengungkapkan bahwa partai politik merupakan sekelompok

manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau

(12)

berdasarkan penguasaan ini, memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan

yang bersifat idiil serta materiil.15

Kedua, partai sebagai sarana sosialisasi politik. Dalam ilmu politik,

sosialisasi politik diartikan sebagai suatu proses dimana seseorang memperoleh

pemahaman dan sikap serta orientasi terhadap fenomena politik. Pelaksanaan

fungsi sosialisasi partai biasanya dilakukan melalui berbagai cara yakni media

massa, ceramah-ceramah, kursus kader, penataran dan sebagainya. Ketiga, partai

sebagai sarana rekruitmen politik. Rekrutmen politik adalah proses mencari atau

mengajak seseorang untuk turut aktif dalam kegiatan politik dan menjadi anggota

partai. Dalam hal ini partai politik memperluas partisipasi politik masyarakat

Partai politik mempunyai beberapa fungsi. Pertama, partai sebagai sarana

komunikasi politik. Dalam masyarakat modern yang kompleks, ada banyak

pendapat dan aspirasi yang berbeda-beda. Oleh karena itu partai politik berfungsi

untuk menampung dan menggabungkan berbagai pendapat tadi sehingga nantinya

akan menghasilkan sebuah kebijakan. Proses ini dinamakan penggabungan

kepentingan (interest aggregation). Sesudah digabungkan, pendapat dan aspirasi

tadi diolah dan dirumuskan dalam benuk yang lebih teratur, dan proses ini

dinamakan perumusan kepentingan (interest articulation). Setelah itu partai akan

merumuskannya menjadi usul kebijakan. Usul kebijakan ini dimasukkan ke dalam

program partai untuk diperjuangkan atau disampaikan melalui parlemen kepada

pemerintah. Demikianlah tuntutan dan kepentingan masyarakat disampaikan

melalui partai politik.

15

(13)

dengan mengajak seseorang yang dianggap berbakat dan memiliki kecakapan

dalam bidang politik untuk menjadi anggota partai politik dengan harapan dapat

berprestasi dalam bidang politik serta mampu mengisi jabatan-jabatan dan bisa

menjadi kader-kader partai yang berkualitas. Ada berbagai cara yang dilakukan

untuk melakukan rekruitmen politik, yaitu melalui kontak pribadi, persuasi, dan

sebagainya.

Keempat, partai sebagai sarana pengatur konflik. Dalam masyarakat yang

heterogen, potensi terjadinya konflik akan selalu ada. Oleh karena itu, partai

politik diperlukan untuk membantu mengatasinya, atau setidaknya dapat mengatur

agar konflik dapat diminimalisir. Sebagai salah satu lembaga demokratis, partai

dapat berfungsi untuk mengendalikan konflik melalui cara dialog dengan

pihak-pihak yang berkonflik, menampung dan memadukan berbagai aspirasi dan

kepentingan dari pihak-pihak yang berkonflik dan membawa persoalan ke badan

perwakilan rakyat untuk mendapatkan penyelasaian berupakeputusan politik,

diperlukan kesediaan berkompromi antara wakil rakyat yang berasal dari

partai-partai politik.

1.6.3 Teori Konflik

Istilah konflik secara etimologis berasal dari bahasa Latin con yang berarti

bersama dan fligere yang berarti benturan atau tabrakan. Di satu sisi, “konflik”

dalam kehidupan sosial berarti benturan kepentingan, keinginan, pendapat, dan

lain-lain yang paling tidak melibatkan dua pihak atau lebih.16

16

Ramlan Surbakti. Dasar-Dasar Ilmu Politik. (Surabaya: Airlangga University Press). 1994.hal. 21-32. Konflik dalam ilmu

(14)

pertentangan, benturan antar macam-macam paham, perselisihan kurang mufakat,

pergesekan, perkelahian, perlawanan dengan senjata dan perang.17

Konflik juga

merupakan sebuah gejala sosial yang selalu ada dalam setiap lapisan masyarakat,

yang berarti konflik tidak dapat dihilangkan. Namun, jika konflik dibiarkan

berkembang tanpa kendali justru dapat merusak masyarakat dan negara, sehingga

harus diambil tindakan nyata yang mampu menyelesaikan konflik sehingga tidak

timbul dampak negatif dari konflik. 18

Marck dan Synder mengatakan konflik atau perpecahan dalam tubuh partai

bisa timbul dari kelangkaan posisi dan resources. Makin sedikit posisi atau

sumber yang dapat diraih setiap anggota atau kelompok dalam organisasi politik,

makin tajam konflik dan persaingan di antara mereka untuk merebut posisi dan

sumber itu. Selanjutnya, dikatakan di dalam hirarki sosial dimana pun hanya ada

sejumlah terbatas posisi sosial kekuasaan yang nyata dan tidak lebih dari

seseorang yang dapat mendudukinya.19

Menurut Fisher, dkk menyebutkan ada beberapa alat bantu untuk

menganalisis situasi konflik, salah satunya adalah penahapan konflik. Konflik

berubah setiap saat, melalui tahap aktivitas, intensitas, ketegangan dan kekerasan

yang berbeda. Ada beberapa tahapan dalam konflik. Pertama, pra-konflik

merupakan periode dimana terdapat suatu ketidaksesuaian sasaran diantara dua

pihak atau lebih, sehingga timbul konflik. Konflik tersembunyi dari pandangan

umum, meskipun salah satu pihak atau lebih mungkin mengetahui potensi terjadi

17 Rahman Arifin. Op.cit. hal.184. 18

Ramlan Surbakti. Memahami Ilmu Politik. (Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana). 2010. hal.152. 19

(15)

konfrontasi. Mungkin terdapat ketegangan hubungan diantara beberapa pihak atau

keinginan untuk menghindari kontak satu sama lain. Kedua, konfrontasi

merupakan pada saat ini konflik mejadi semakin terbuka. Jika hanya satu pihak

yang merasa ada masalah, mungkin para pendukungnya mulai melakukan

demonstrasi atau perilaku konfrontatif lainnya.

Ketiga, krisis merupakan puncak konflik ketika ketegangan dan kekerasan

terjadi paling hebat. Dalam konflik skala besar, saat ini adalah periode perang,

ketika orang-orang dari kedua pihak terbunuh. Pada komunitas normal biasanya

diantara kedua pihak kemungkinan cenderung menuduh dan menentang pihak

lainnya. Keempat, akibat adalah dimana kedua pihak mungkin setuju bernegoisasi

dengan atau tanpa perantara. Satu pihak yang mempunyai otoritas atau pihak

ketiga yang lebih berkuasa mungkin akan memaksa kedua pihak untuk

menghentikan pertikaian. Kelima, pasca konflik, dalam tahap ini akhirnya situasi

diselesaikan dengan cara mengakhiri berbagai konfrontasi kekerasan, ketegangan

sehingga berkurang dan hubungan mengarah lebih normal diantara kedua pihak.20

Konflik terjadi dalam masyarakat karena adanya distibusi kewenangan yang

tidak merata, sehingga bertambahnya kewenangan pada satu pihak akan dengan

sendirinya mengurangi kewenangan pada pihak lain. Oleh sebab itu, para

penganut teori konflik berpendapat bahwa konflik merupakan, gejala yang

melekat pada masyarakat itu sendiri, karena ia melekat pada masyarakat itu

sendiri, maka konflik tidak akan dapat dilenyapkan, yang dapat dilakukan oleh

20

(16)

manusia sebagai anggota masyarakat adalah mengatur konflik agar konflik yang

terjadi antar kekuatan sosial dan politik tidak berlangsung secara kekerasan.21

Menurut Paul Conn, konflik merupakan gejala serba hadir dalam kehidupan

manusia bermasyarakat dan bernegara. Konflik pada dasarnya dibedakan menjadi

konflik menang-kalah (zero-sum conflict), dan konflik menang-menang (non-zero

sum conflict). Konflik menang-kalah ialah situasi konflik yang bersifat

antagonistik sehingga tidak memungkinkan tercapainya suatu kompromi diantara

pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Sedangkan konflik menang-menang ialah

situasi dimana pihak-pihak yang terlibat dalam konflik masih mungkin untuk

mengadakan kompromi dan bekerja sama sehingga semua pihak akan

mendapatkan bagian dalam konflik tersebut.22

Secara empirik, resolusi konflik dilakukan dalam empat tahap. Yang pertama

masih didominasi oleh strategi militer yang berupaya untuk mengendalikan

kekerasan bersenjata yang terjadi. Yang kedua, memiliki orientasi politik yang

bertujuan untuk memulai proses re-integrasi elit politik dari kelompok-kelompok

yang bertikai. Yang ketiga, lebih bernuansa sosial dan berupaya untuk Menurut Ross (1993: 7) manajemen konflik merupakan langkah - langkah

yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan

perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin

menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak

mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif.

21

Ramlam Surbakti. Op.cit. hal. 20. 22

(17)

menerapkan problem-solving approach. Yang keempat memiliki nuansa kultural

yang kental karena tahap ini bertujuan untuk melakukan perombakan-perombakan

struktur sosial-budaya yang dapat mengarah kepada pembentukan komunitas

perdamaian yang langgeng.23

a. Dominasi (Penekanan)

Ada beberapa cara yang dapat digunakan dalam menyelesaikan sebuah konflik,

yakni :

Dalam cara ini akan terjadi 2 hal. Pertama, orang akan menekan

konflik yang terjadi, kemudian menyelesaikannya dengan cara

memaksakan konflik tersebut “menghilang di bawah tanah”. Kedua,

terjadi situasi menang – kalah, dimana pihak yang kalah terpaksa

mengalah karena adanya pengaruh yang lebih tinggi atau pihak yang lebih

besar kekuasaannya. Pihak yang kalah biasanya pasti merasa tidak puas

dengan keputusan seperti ini. Ada beberapa metode dalam melakukan

dominasi :

1) Memaksa (Forcing)

Jika salah 1 pihak yang berkuasa mengatakan “saya berkuasa di

sini, dan anda harus melaksanakan apa yang saya inginkan”, maka

semua argumen yang pihak lain pikirkan untuk membalas sudah

habis. Penekanan yang seperti itu dapat menyebabkan timbulnya

ekspresi konflik yang tidak langsung, tetapi bersifat destruktif

23

(18)

seperti misalnya ketaatan dengan sikap permusuhan. Gejala

tersebut merupakan salah satu di antara banyak macam bentuk

konflik, yang dapat menyebar, apabila penekanan konflik secara

terus menerus diterapkan.

2) Membujuk (Smoothing)

Dalam hal membujuk, cara yang digunakan seseorang untuk

menekan adalah dengan cara yang lebih diplomatik. Contohnya

seorang manager mencoba mengurangi luas dan pentingnya

ketidaksetujuan yang ada, dan ia mencoba secara sepihak

membujuk pihak lain, untuk mengkuti keinginannya. Apabila

seorang manager memiliki lebih banyak informasi dibandingkan

dengan pihak lain tersebut, dan sarannya cukup masuk akal, maka

metode tersebut dapat bersifat efektif. Hasilnya pihak lain setuju

dengan apa yang diputuskannya.

3) Menghindari (Avoidence)

Apabila kelompok-kelompok yang sedang bertengkar datang pada

seorang manager untuk meminta keputusannya, tetapi ternyata

bahwa sang manager menolak untuk ikut campur dalam persoalan

tersebut, maka setiap pihak akan mengalami perasaan tidak puas.

Sikap pura-pura bahwa tidak terjadi konflik, merupakan seuah

bentuk tindakan menghindari. Bentuk lain adalah penolakan untuk

(19)

berulangkali menangguhkan tindakan, sampai diperoleh lebih

banyak informasi.

b. Penyelesaian Secara Integratif

Dalam cara ini konflik diselesaikan secara integratif. Konflik yang

terjadi biasanya dicoba untuk diselesaikan secara bersama – sama dengan

teknik pemecahan masalah (problem solving). Dalam problem solving

kedua pihak yang berkonflik akan mencari win-win solution. Situasi

menang – menang seperti ini dilaksanakan dengan cara menguntungkan

kedua belah pihak yang terlibat dalam konflik yang terjadi. Hal tersebut

dapat tercapai apabila dilakukan konfrontasi persoalan - persoalan yang

ada dan digunakan cara pemecahan masalah untuk mengatasi perbedaan -

perbedaan pendapat dan pandangan. Kedua belah pihak akan berusaha

mendapatkan keputusan akhir yang tidak hanya menguntungkan satu pihak

saja melainkan menguntungkan kedua belah pihak. Akan tetapi dalam

kehidupan berorganisasi, teori ini sulit untuk diterapkan. Ada 3 jenis

metode dalam penyelesaian konflik secara integratif yakni konsensus,

konfrontasi, dan penggunaan tujuan – tujuan super ordinat.

c. Komando Otoritatif

Dalam metode komando otoritatif ini biasanya seseorang akan bekerja

dengan cara menentang pihak lain dan berjuang untuk mendominasi situasi

dimana menang atau kalah, serta memaksakan agar hasilnya nanti sesuai

(20)

situasi menang – kalah biasanya salah satu pihak akan mencapai apa yang

diinginkannya dengan mengorbankan keinginan pihak lain. Hal tersebut

disebabkan karena adanya persaingan, dimana orang mencapai

kemenangan melalui kekuatan, keterampilan atau karena adanya unsur

dominasi. Ketika seseorang yang otoriter mendikte sebuah pemecahan dari

sebuah masalah dan kemudian dispesifikasikan apa yang akan dicapai dan

apa yang akan dikorbankan dan oleh siapa. Dan ketika figur otoritas

tersebut merupakan pihak aktif di dalam konflik yang berlangsung, maka

akan mudah untuk memprediksi siapa yang akan menjadi pihak yang

menang dan siapa yang akan menjadi pihak yang kalah.

d. Kompromi

Dalam metode ini cara penyelesaian konfliknya yakni dengan cara

semua yang terlibat konflik saling menyadari dan sepakat pada keinginan

bersama. Penyelesaian metode ini sering diartikan sebagai “lose-lose

situation”. Dimana kedua belah pihak yang terlibat konflik menyerah

dan menyepakati hal yang telah dibuat. Saat kedua pihak yang berkonflik

berusaha mengalah maka akan terjadi tindakan berbagi, yang

mendatangkan kompromi. Dalam metode kompromi (compromising),

tidak jelas siapa yang menang dan siapa yang kalah. Biasanya akan

muncul kesediaan dari pihak - pihak yang berkonflik untuk

menghentikan konfliknya dan menerima solusi meski sifatnya sementara.

Hal ini merupakan salah satu bagian dari kompromi yakni masing -

(21)

kompromi meliputi: (1) pemisahan (separation), dimana pihak yang

sedang bertentangan dipisahkan sampai mereka menyetujui, (2)

Perwasitan (arbitrage), dimana keputusan - keputusan yang diambil pihak

ketiga harus dipatuhi oleh pihak - pihak yang berkonflik. Metode arbitrase

ini diterapkan karena tidak semua konflik dapat diselesaikan oleh pihak

yang berkonflik, banyak yang belum bisa menyelesaikan konfliknya

sendiri. Oleh karena itu dalam keadaan yang demikian, bantuan dari pihak

ketiga sangat dibutuhkan.24

1.7. Studi Terdahulu

Sebelumnya sudah ada beberapa penelitian yang membahas tentang partai

Golkar. Yang pertama yaitu tesis yang membahas tentang “Konflik Partavi Golkar

Pada Tahun 2014-2016 (Studi kasus Munas Bali dan Munas Ancol)” yang ditulis

oleh Yossi Hagaita Tarigan, mahasiswa S2 Fakultas Ilmu Politik Universitas

Indonesia pada tahun 2016. Menurutnya ada 4 hal yang menjadi faktor penyebab

munculnya konflik antara Aburizal Bakrie dengan Agung Laksono. Pertama,

gagalnya Pemilu legislatif dan Pemilu presiden tahun 2014. Kedua, penetapan

waktu, tempat, dan penetapan panitia Munas IX secara sepihak. Ketiga,

munculnya Presidium Penyelamat Partai Golkar. Keempat, pelaksanaan Munas

Bali dan Munas Ancol. Kelima, kegagalan Mahkamah Partai sebagai lembaga

resolusi konflik karena tidak mampu menghasilkan putusan yang bersifat final dan

mengikat sehingga penyelesaian sengketa kepengurusan melalui jalur hukum. Hal

itulah yang berdampak pada lemahnya kohesifitas yang memicu konflik yang

24

(22)

dapat diidentifikasi pada munculnya faksi yang tidak terkendali dan

ketidakmampuan partai untuk beradaptasi dengan tuntutan anggota partai.25

Berdasarkan penelitian yang dilakukan bahwa cara yang digunakan oleh

Partai Golkar dalam Manajemen Konflik yaitu cenderung menggunakan cara

Dominasi (penekanan) dalam artian Partai Golkar menekan konflik tersebut

kemudian menghilangkannya sehingga tidak diketahui lagi. Kedua adalah

Penyelesaian secara integratif sebagai pendukung cara Dominasi tersebut dalam

artian Partai Golkar tetap menggunakan teknik-teknik problem solving namun

tetap tidak dapat membantah terhadap apapun keputusan yang diambil oleh DPP. Yang kedua yaitu skripsi yang membahas tentang “Manajemen Konflik

Partai Golkar Dalam Pemilukada Kabupaten Pinrang Tahun 2013” yang ditulis

oleh Asmawati Ilyas, mahasiswa S1 Program Studi Ilmu Politik dan Pemerintahan

Universitas Hasanuddin. Dalam skripsi ini dijelaskan bahwa Pemilihan Bupati di

Kabupaten Pinrang pada bulan September 2013 terjadi konflik pada internal Partai

Golkar dalam mengusungkan Calon Bupati. Awalnya masalah internal yang

terjadi pada Partai Golkar yang ada di Pinrang secara keseluruhan dibawa kepusat

untuk dirapatkan kemudian mencari solusi dari perselisihan dari seluruh pihak

yang berkonflik. DPP sebagai pengambil keputusan untuk menentukan solusi dari

pihak yang berkonflik. Rapat yang digelar di pusat menggunakan cara komando

otoritatif yang menekan konflik tersebut kemudian membuat semua pihak harus

menerima keputusan yang diambil oleh DPP Golkar.

25

(23)

Ketiga Komando Otoritatif juga sebagai pendukung cara Dominasi digunakan.

Dalam artian Partai Golkar menggunakan Sistem Komando pada Partainya.

Siapapun kader atau pengurus yang tidak patuh pada keputusan yang diambil oleh

DPP maka dengan terpaksa mereka yang membantah harus dikeluarkan dari Partai

Golkar. Keempat adalah Kompromi tetap digunakan dalam pengambilan

keputusan namun tetap hanya sebagai pendukung cara Dominasi yang digunakan

Partai Golkar walau bagaimanapun tetap dikembalikan ke keputusan DPP. Hasil

penelitiannya bahwa Partai Golkar menggunakan Sistem dan mekanismenya

berdasarkan Komando Otoritatif. Cara yang digunakan Partai Golkar cenderung

menggunakan cara Dominasi. Ketiga dari cara Manajemen Konflik yaitu

penyelesaian secara integratif, Komando otoritatif dan kompromi hanya merupakan

Pendukung dari cara Dominasi yang digunakan Partai Golkar. 26

1.8. Metodologi Penelitian

1.8.1 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

deskriptif. Menurut Hadari Nawawi, metode penelitian deskriptif dapat diartikan

sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan

atau melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian seseorang, lembaga,

maupun masyarakat pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak

26

(24)

sebagaimana adanya.27

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif. Metode penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari

orang-orang dan perilaku yang diamati.

Penelitian deskriptif melakukan analisis dan menyajikan

data-data serta fakta-fakta secara sistematis sehingga dapat lebih mudah dipahami

dan disimpulkan.

28

a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh dari objek atau lokasi penelitian.

Perolehan data primer dalam hal ini dilakukan dengan cara wawancara.

Wawancara adalah alat pengumpul data berupa tanya jawab antara pihak Pendekatan kualitatif di atas menjelaskan

bahwa untuk memperoleh data, peneliti akan turun ke lapangan untuk melakukan

wawancara terhadap objek yang diteliti serta dokumentasi-dokumentasi sebagai

pelengkap data yang dibutuhkan.

1.8.2 Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini, yang menjadi lokasi penelitian berada di DPD Partai

Golkar Kabupaten Karo.

1.8.3 Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data dan informasi yang digunakan dalam

penelitian ini adalah:

27

Hadari Nawawi. Metodologi Penelitian Bidang Sosial. (Yogyakarta: Gajah Mada University Press). 1987. hal. 639

28

(25)

pencari informasi dengan sumber yang berlangsung secara lisan.29

Dalam hal ini peneliti memilih melakukan wawancara secara mendalam,

ini bertujuan untuk mengumpulkan informasi yang kompleks, yang

sebagian besar berisi pendapat, sikap, dan pengalaman pribadi.

Wawancara juga dibagi menjadi 3 kelompok yakni wawancara

terstruktur, wawancara semi-terstruktur, dan wawancara mendalam (

in-depth interview).

30

1. Ferianta Purba (Ketua terpilih DPD Partai Golkar Kabupaten Karo

2015-2019)

Adapun yang menjadi key informan pada penelitian ini adalah:

2. Firdaus Sitepu (Sekretaris terpilih DPD Partai Golkar Kabupaten

Karo 2015-2019)

3. Roy Belanta Syahputra (Wakil Sekretaris Bagian Organisasi,

Keanggotaan, dan Kaderisasi Partai Golkar Kabupaten Karo

2015-2019)

b. Metode Library Research atau studi pustaka. Metode library research

adalah cara pengumpulan data dengan menghimpun buku-buku referensi,

jurnal-jurnal, berita serta sarana informasi lainnya yang tentu saja

berhubungan dengan masalah-masalah penelitian ini.31

c.

29

Ibid. Hadari Nawawi dan Martini Hadari. hal. 98 30

Sulistyo-Basuki. Metode Penelitian. (Jakarta: Wedatama Widya Sastra dan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia). 2006.

31

(26)

1.8.4 Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa

deskriptif kualitatif. Penelitian ini menggunakan data-data primer dan data-data

sekunder. Analisa data kualitatif memberikan hasil penelitian untuk memperoleh

gambaran terhadap proses yang diteliti dan juga menganalisis makna yang ada

dibalik informasi data dan proses tersebut. Analisis data dilakukan secara

deskriptif berdasarkan data-data primer maupun sekunder yang selanjutnya akan

ditarik kesimpulan sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan.

1.9. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan merupakan penjabaran rencana penulisan ilmiah

untuk lebih mempermudah dan terarah dalam penulisan karya ilmiah. Agar

mendapatkan gambaran yang jelas dan terperinci, maka penulis membagi ke

dalam 4 bab. Adapun sistematika penulisannya sebagai berikut:

1.9.1 BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang masalah yang akan diteliti, perumusan masalah,

batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi

penelitian, dan sistematika penulisan.

1.9.2 BAB II : PROFIL DPD PARTAI GOLKAR KABUPATEN

(27)

Bab ini berisi profil ataupun struktur kepengurusan DPD Kabupaten Karo

periode 2015 - 2020

1.9.3 BAB III : MANAJEMEN PENYELESAIAN KONFLIK PARTAI

GOLKAR DI KABUPATEN KARO

Dalam bab ini, menguraikan secara rinci hasil penelitian serta menganalisis

bagaimana manjemen konflik di DPD K abupaten Karo dapat terselesaikan

dengan menyatukan kedua orang yang berkonflik di dalam kepengurusan yang

sama.

1.9.4 BAB 1V : PENUTUP

Dalam bab terakhir hal yang akan dibahas adalah kesimpulan yang

diperoleh dari hasil penelitian dan juga akan menjawab pertanyaaan terhadap

penelitian yang dilakukan. Selain itu, akan bab ini akan berisi saran-saran, baik

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Ardi Winoto (2008:3) dalam bukunya “ Mikrokontroler adalah Sebuah sistem microprocessor dimana didalamnya sudah terdapat CPU, ROM, RAM, I/0, clock dan

Satir adalah suatu gaya/aliran dalam penulisan (yang juga ditemukan di bidang lain seperti musik, film, politik, dan lain-lain) yang menertawakan, mengolok-olok,

Dan dari segi proses kegiatan pembelajaran peneliti menyimpulkan bahwa dengan tipe make a match ini dapat memberikan manfaat bagi santri, diantaranya adalah: (1) mampu

Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa respon masyarakat terhadap pembangunan Kawasan Strategis Pariwisata Danau Toba adalah netral dengan nilai rata-rata 0,23..

80 menit.. Siswa berkelompok 4 - 5 orang, peserta didik didorong untuk mencari informasi mengenal faktor bentuk aljabar pada permasalahan perkalian dan pembagian bentuk aljabar pada

Desa Silalahi II merupakan salah satu sasaran program pembangunan tersebut sehingga program pembangunan Kawasan Strategis Danau Toba tentu akan mendapat respon berbeda

Berbagi link melalui note dapat dilakukan oleh guru Anda, kawan-kawan Anda, maupun Anda sendiri. Apabila Anda ingin berdiskusi atau menanyakan sesuatu melalui website

Masalah etika penelitian merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencamtumkan nama dalam