• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pengetahuan dan Kepatuhan Pasien terhadap Keberhasilan Terapi Hipertensi di Puskesmas di Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batubara Sumatera Utara Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pengetahuan dan Kepatuhan Pasien terhadap Keberhasilan Terapi Hipertensi di Puskesmas di Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batubara Sumatera Utara Tahun 2015"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Klasifikasi Hipertensi

Hipertensi merupakan suatu kelainan, suatu gejala dari gangguan pada

mekanisme regulasi tekanan darah. Menurut The Seventh Report of The Joint National Committe on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) tahun 2003, hipertensi adalah peningkatan tekanan darah

sistolik ≥140 mmHg atau tekanan diastolik ≥90 mmHg.

Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah berdasarkan JNC VII

Klasifikasi Sistolit (mmHg) Diastolit (mmHg)

Normal <120 <80

Prehipertensi 120-139 80-89

Hipertensi stage I 140-159 90-99

Hipertensi stage II >160 >100

Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah (Hart, dkk., 2009), antara

lain:

a. Kecepatan: jantung anda memompa darah ke dalam arteri dengan kecepatan

yang bervariasi, bergantung pada apa yang dilakukan dan apa yang dipikirkan.

b. Diameter: arteri yang lebih kecil mempunyai diameter yang bervariasi

bergantung pada tekanan pada benang-benang otot yang mengelilinginya.

Tekanan ini bergantung terutama pada sinyal dari otak dan berbagai bahan

kimia dalam peredaran darah (hormon) yang dilepaskan oleh organ-organ lain

dalam tubuh.

c. Gesekan: gesekan sepanjang dinding-dinding arteri meningkat sewaktu arteri

menjadi makin tua dan makin dipenuhi oleh plak seperti lilin yang terbuat dari

(2)

cara menaikkan ketahanan terhadap aliran darah, sementara aliran akan

dipercepat dengan tekanan yang meningkat, jadi terbentuk proses berantai.

d. Viskositas dan Volume: baik viskositas maupun volume darah bervariasi,

bergantung terutama pada asupan garam, efisiensi ginjal dan ukuran serta

bentuk sel darah merah, yang dapat diubah oleh kadar zat besi yang rendah

dalam darah atau kadar alkohol darah yang tinggi.

Mekanisme yang berkaitan dengan pemelihara tekanan darah sangat

kompleks. Tekanan darah terutama dikontrol oleh otak , sistem saraf otonom,

ginjal, beberapa kelenjar endokrin, arteri dan jantung. Otak adalah pusat

pengontrol tekanan darah didalam tubuh. Organ ini juga langsung mengatur

berbagai organ lain dalam menanggapi permintaan dan keperluan tubuh. Ginjal

adalah organ yang berfungsi mengatur fluida (campuran cairan gas) didalam

tubuh. Ginjal juga memproduksi hormon yang disebut renin. Renin dari ginjal

merangsang pembentukan angiotensin. Angiotensin menyebabkan pembuluh

darah mengerut sehingga tekanan darah meningkat. Hormon dari beberapa organ

juga dapat mempengaruhi darah. Pada bagian atas ginjal terdapat sebuah kelenjar

kecil yang disebut kelenjar adrenal. Kelenjar ini mensekresikan beberapa hormon

yang dapat meningkatkan tekanan darah, termasuk kortison, adrenalin dan

aldosteron (Hayens, 2003).

2.2 Penyebab Hipertensi

Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi hipertensi primer dan

hipertensi sekunder (Ruhyanudin, 2006):

a. Hipertensi primer atau hipertensi esensial adalah hipertensi yang penyebabnya

(3)

primer kemungkinan disebabkan oleh beberapa perubahan pada jantung dan

pembuluh darah kemungkinan bersama-sama menyebabkan meningkatnya

tekanan darah.

b. Hipertensi sekunder adalah jika penyebabnya diketahui. Pada sekitar 5-10%

penderita hipertensi penyebabnya adalah penyakit ginjal.

2.3 Diagnosis Hipertensi

Hipertensi dapat didiagnosis melalui gejala klinik dan pemeriksaan tekanan

darah.

2.3.1 Gejala Klinik

Hipertensi tidak memberikan gejala khas, baru setelah beberapa tahun

adakalanya pasien merasakan nyeri kepala pagi hari sebelum bangun tidur. Nyeri

ini biasanya hilang setelah bangun. Gangguan hanya dapat dikenali dengan

pengukuran tensi dan adakalanya melalui pemeriksaan tambahan terhadap ginjal

dan pembuluh darah (Tan dan Kirana, 2010).

2.3.2 Pemeriksaan Tekanan Darah

Dikatakan seseorang memiliki tekanan darah tinggi jika pada saat duduk

tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, atau tekanan distolik mencapai

90 mmHg atau lebih, atau keduanya. Pada tekanan darah tinggi, biasanya terjadi

kenaikan tekanan sistolik dan diastolik. Tetapi diagnosis tidak dapat ditegakkan

hanya berdasarkan satu kali pengukuran (Ruhyanudin, 2006).

Jika pada pengukuran pertama memberikan hasil yang tinggi, maka tekanan

darah diukur kembali dan kemudian diukur sebanyak 2 kali pada 2 hari berikutnya

(4)

adanya tekanan darah tinggi, tetapi juga digunakan untuk menggolongkan

beratnya hipertensi (Ruhyanudin, 2006).

2.4. Penatalaksanaan Hipertensi

Tujuan umum pengobatan hipertensi adalah penurunan mortalitas dan

morbiditas. Tujuan tersebut berhubugan dengan kerusakan organ target dan terjadi

penurunan kejadian resiko penyakit kardiovaskular, serebrovaskular, dan penyakit

ginjal (Depkes, RI., 2006).

Tatalaksana terapi hipertensi berdasarkan pedoman teknis penemuan dan

tatalaksana penyakit hipertensi tahun 2006, yaitu:

a. Seseorang didiagnosis menderita hipertensi maka yang pertama dilakukan

adalah mencari faktor resiko. Setelah ditemukan faktor resiko, dapat dilakukan

terapi awal yaitu terapi non farmakologi dengan modifikasi gaya hidup. Bila

penurunan tekanan darah tidak tercapai maka terapi non farmakologi dilakukan

bersamaan dengan terapi farmakologi.

b. Terapi farmakologi disesuaikan dengan tingkat hipertensi, adatidaknya

komplikasi penyakit atau keadaan khusus seperti diabetes melitus dan

kehamilan.

c. Terapi farmakologi pilihan pertama yang digunakan adalah golongan tiazid,

kedua golongan ACE Inhibitor, kemudian diikuti golongan antagonis kalsium. d. Bila terapi tunggal tidak berhasil, maka diberikan terapi kombinasi

e. Bila tekanan darah target tidak dapat dicapai baik melalui modifikasi gaya

hidup dan terapi kombinasi dilakukan sistem rujukan spesialis.

(5)

Penatalaksanaan nonfarmakologi diartikan sebagai penatalaksanaan tanpa

obat. Terapi nonfarmakologi terdiri dari beberapa modifikasi gaya hidup seperti:

a. Menguruskan Badan

Berat badan berlebihan (kegemukan) menyebabkan bertambahnya

volume-darah dan perluasan sistem sirkulasi. Bila bobot ekstra dihilangkan tekanan volume-darah

dapat turun kurang lebih 0,7/0,5 mmHg setiap kg penurunan. Di anjurkan BMI

antara 18,5-24,9 kg/m2 (Tan dan Kirana, 2010).

b. Mengurangi Konsumsi Garam

Bila kadar Na di filtrat glomeruli rendah, maka lebih banyak air akan

dikeluarkan untuk menormalisasi kadar garam dalam darah. Akibat pengeluaran

ekstra air tersebut, tekanan darah akan turun. Pengurangan setiap gram garam

sehari dapat berefek penurunan tensi 1 mmHg. Maka untuk mencapai penurunan

tekanan darah yang nyata, konsumsi garam harus dibatasi sampai <6 g sehari (Tan

dan Kirana, 2010).

c. Adaptasi Pengaturan Pola Makan Berdasarkan DASH

Konsumsi makanan yang mengandung banyak buah dan sayur serta

mengurangi asupan lemak atau yang mengandung lemak diperkirakan dapat

menurunkan tekanan diastolik 8-14 mmHg (Chobanial, dkk., 2003).

d. Aktivitas Fisik

Aktifitas olahraga aerobik (jogging sekitar 30 menit setiap hari, atau lebih dari sekali dalam seminggu diperkirakan dapat menurunkan tekanan diastolik 4-9

(6)

e. Pengurangan Konsumsi Alkohol dan Berhenti Merokok

Tembakau mengandung nikotin yang memperkuat kerja jantung dan

menciutkan arteri kecil hingga sirkulasi darah berkurang dan tekanan darah

meningkat (Tan dan Kirana, 2010). Konsumsi alkohol tidak lebih dari dua jenis

minuman beralkohol atau bahkan penghentian penggunaan alkohol diperkirakan

dapat menurunkan tekanan diastolik 2-4 mmHg (Chobanial, dkk., 2003).

2.4.2 Farmakologi

Penatalaksanaan farmakologi hipertensi terdiri dari tujuh kelompok

antihipertensi antara lain:

2.4.2.1Diuretika

Diuretika meningkatkan pengeluaran garam dan air oleh ginjal hingga

volume darah dan tekanan darah menurun. Disamping itu, diperkirakan

berpengaruh langsung terhadap dinding pembuluh, yakni penurunan kadar Na

membuat dinding lebih kebal terhadap nor-adrenalin, hingga daya tahannya

berkurang. Efek hipotensifnya relatif ringan. Diuretik thiazida dianggap sebagai

obat hipertensi pilihan utama dan umumnya digunakan sebagai terapi awal bagi

kebanyakan penderita tekanan darah tinggi, sebagai obat tunggal atau kombinasi

(Tan dan Kirana, 2010).

2.4.2.2Alfa-blockers

Zat-zat ini memblok reseptor-alfa adrenergik, yang terdapat di otot polos pembuluh (dinding), khususnya di pembuluh kulit dan mukosa. Dapat dibedakan

2 jenis reseptor: α1 dan α2, yang berada di post-synaptis, dan α2 juga pre-synaptis.

Alfa-blockers melawan antara lain vasokonstriksi tersebut akibat aktivasi dan

(7)

a. alfa-blockers tak selektif: fentolamin (Regitine), yang hanya digunakan i.v. pada krisis hipertensi tertentu.

b. alfa-1- blockers selektif: memblok hanya reseptor-α1-adrenergik secara selektif, antara lain prazosin, terazosin, dan alfuzosin.

c. alfa-2-blockers selektif: yohimbin.

2.4.2.3. Obat-obat Penyekat β-adrenoseptor

Penyekat β menurunkan tekanan darah terutama mengurangi isi sekuncup

jantung. Obat ini juga menurunkan aliran simpatik dari SSP dan menghambat

pelepasan renin dari ginjal, karena itu mengurangi pembentukan angiotensin II

dan sekresi aldosteron. Prototipe penyekat-β adalah propanolol, yang bekerja pada

reseptor β1 dan β2. Obat-obat yang lebih baru seperti atenolol dan metoprolol

selektif untuk β1. Obat-obat ini sering digunakan untuk penyakit-penyakit seperti

asma, dan propanolol memiliki kontraindikasi karena mempunyai efek

bronkokonstriksi yang diperantarai β2 (Mycek, dkk., 2001).

2.4.2.4ACE Inhibitor

ACE inhibitor menurunkan tekanan darah dengan mengurangi resistensi

vaskular perifer tanpa meningkatkan curah jantung, kecepatan ataupun

kontraktilitas. Obat-obat ini menghambat enzim pengkonversi angiotensin yang

mengubah angiotensin I membentuk vasokonstriksi poten angiotensin II. Dengan

menurunkan kadar angiotensin II yang beredar, ACE inhibitor juga menurunkan

sekresi aldosteron, sehingga mengurangi retensi natrium dan air. Contoh obat:

(8)

2.4.2.5Antagonis Angiotensin II

Zat ini memblok reseptor AT II dengan efek vasodilatasi. Contoh obat:

Losartan, Valsartan (Tan dan Kirana, 2010).

2.4.2.6Penyekat Kanal Kalsium

Konsentrasi kalsium intraseluler mempunyai peranan penting dalam

mempertahankan tonus otot polos dan kontraksi miokard. Kalsium masuk sel-sel

otot melalui kanal khusus kalsium yang sensitif voltase. Ini merangsang pelepasan

kalsium dari retikulum sarkoplasma dan mitokondria, yang selanjutnya

meningkatkan kadar kalsium sitosol. Obat antagonis kanal kalsium menghambat

gerakan pemasukan kalsium dengan cara terikat pada kanal kalsium tipe L di

jantung dan otot polos koroner dan vaskular perifer. Ini menyebabkan otot polos

vaskular beristirahat, mendilatasi terutama arteriol. Contoh obat: amlodipin,

nifedipin, nikardipin (Mycek, dkk., 2001).

2.3.2.7. Vasodilator

Vasodilator bekerja dengan cara merelaksasi otot polos vaskular, yang

menurunkan resistensi dan karena itu mengurangi tekanan darah. Obat-obat ini

menyebabkan stimulasi refleks jantung, menyebabkan gejala berpacu dari

kontraksi miokard yang meningkat, nadi dan konsumsi oksigen. Vasodilator juga

meningkatkan konsentrasi renin plasma, menyebabkan resistensi natrium dan air.

Contoh obat: Hidralazin (Mycek, dkk., 2001).

2.5 Pengetahuan

pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang

(9)

sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan

pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi

terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera

pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang

terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda

(Notoatmodjo, 2010), yaitu:

a. Tahu (know)

Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Untuk mengetahui atau mengukur bahwa

orang tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan.

b. Memahami (comprehension)

Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak

sekadar dapat menyebutkan tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan

secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.

c. Aplikasi

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang

dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui

tersebut pada situasi yang lain.

d. Analisis

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/atau

memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang

terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa

(10)

orang tersebut telah dapat membedakan, memisahkan, mengelompokkan,

membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut.

e. Sintesis

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau

meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen

pengetahuan yang dimiliki.

f. Evaluasi

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan

sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau

norma-norma yang berlaku di masyarakat.

Ada dua cara manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang benar yaitu

melalui rasio dan pengalaman. Rasio adalah pengetahuan yang bersifat abstrak

dan pra pengalaman yang didapatkan melalui penalaran manusia tidak

memerlukan pengamatan fakta yang ada. Sementara pengalaman adalah jenis

pengetahuan yang didapat dilihat oleh indera manusia berdasarkan pengalaman

pribadi berupa fakta dan informasi yang konkrit dan memerlukan pembuktian

lebih lanjut (Suriassumatri dan Jujun, 2005).

Beberapa proses yang terjadi pada manusia sebelum mengadopsi perilaku

baru berdasarkan pengetahuan (Notoatmodjo, 2007) yaitu:

a. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

(11)

c. Evalution (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

d. Trial, orang telah mulai mencoba berperilaku baru.

e. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Gultom (2012), berpendapat untuk dapat mengendalikan atau mengontrol

penyakitnya, penderita harus melaui tahapan kesadaran, interest, evaluation, trial,

dan adoption agar tercapai tujuan dan sasaran yaitu terkendalinya masalah

penyakit dan mencegah komplikasi.

2.5.1. Pengetahuan tentang Kesehatan

Pengetahuan tentang kesehatan adalah mencakup apa yang di ketahui oleh

seseorang terhadap cara memelihara kesehatan. Pengetahuan tentang

cara-cara memelihara kesehatan meliputi:

a. Pengetahuan tentang penyakit menular dan tidak menular (jenis penyakit dan

tanda-tandanya atau gejalanya, penyebabnya, cara penularannya, cara

pencegahannya, cara mengatasi atau menangani sementara).

b. Pengetahuan tentang faktor-faktor yang terkait dan/atau mempengaruhi

kesehatan antara lain: gizi makanan, sarana air bersih, perumahan sehat, dan

lain sebagainya.

c. Pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang profesional maupun

yang tradisional.

d. pengetahuan untuk menghindari kecelakaan baik kecelakaan rumah tangga,

(12)

2.5.2 Pengaruh Pengetahuan Terhadap Keberhasilan Terapi

Penelitian yang dilakukan Gultom (2012), menunjukkan bahwa dengan

meningkatnya pengetahuan pasien meningkat juga kesadaran diri pasien dari segi

kesehatan, merubah gaya hidup kearah yang lebih sehat, hidup lebih berkualitas

dan patuh terhadap terapi. Sebagaimana yang dijelaskan L. Green (1997), bahwa

adanya perubahan perilaku karena adanya pengetahuan, sikap, dan keterampilan

terhadap norma-norma kesehatan yang secara jelas akan menunjukkan hasil terapi

yang lebih baik.

2.5.3 Cara Mengukur Pengetahuan

Untuk mengukur pengetahuan kesehatan dapat dilakukan dengan

wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari

subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diukur atau

diketahui dapat diselesaikan dengan tingkat-tingkat pengetahuan (Notoatmodjo,

2007).

2.6 Kepatuhan

Kepatuhan adalah suatu bentuk perilaku yang timbul akibat adanya

interaksi antara petugas kesehatan dan pasien sehingga pasien mengerti rencana

dengan segala konsekuensinya dan menyetujui rencana tersebut serta

melaksanakannya (Kemenkes, RI., 2011).

Dalam pelaksanaan target pengobatan diperlukan kepatuhan yang baik dari

pasien. Sebesar 50% pasien yang diresepkan obat antihipertensi tidak meminum

obat yang direkomendasikan sesuai yang dianjurkan oleh dokter (Depkes, RI.,

(13)

2.6.1 Faktor-faktor yang Berkaitan dengan Kepatuhan

Menurut Osterberg dan Terrence (2005), kepatuhan pasien terhadap

pengobatan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, meliputi:

a. Faktor demografi

Faktor demografi seperti suku, status sosio-ekonomi yang rendah, dan

tingkat pendidikan yang rendah dikaitkan dengan kepatuhan yang rendah terhadap

regimen pengobatan.

b. Faktor psikologi

Faktor psikologi juga dikaitkan dengan kepatuhan terhadap regimen

pengobatan. Kepercayaan terhadap pengobatan dapat meningkatkan kepatuhan.

c. Faktor sosial

Hubungan antara anggota keluarga dan masyarakat juga berperan penting

dalam pengelolaan penyakit. Penelitian menunjukkan bahwa pasien dengan

tingkat masalah atau konflik yang rendah dan pasien yang mendapat dukungan

dan memiliki komunikasi yang baik antara keluarga dan masyarakat cenderung

memiliki tingkat kepatuhan yang lebih baik. Dukungan sosial juga dapat

menurunkan rasa depresi atau stres terhadap pengelolaan penyakit.

d. Faktor yang berhubungan dengan penyakit dan medikasi

Penyakit kronik yang diderita pasien, regimen obat yang kompleks, dan efek

samping obat yang terjadi pada pasien dapat meningkatkan ketidakpatuhan pada

pasien.

2.6.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan

Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan, antara lain

(14)

a. Faktor pasien:

i. merasa penyakitnya tidak serius

ii. ketidakpuasan terhadap hasil terapi

iii. merasa pengobatan tidak efektif

iv. pandangan negatif dari keluarga dan teman atau kurangnya dukungan sosial

b. Faktor komunikasi

i. tingkat pengawasan medis rendah.

ii. kurangnya penjelasan yang lengkap, tepat, dan jelas.

iii. kurang informasi yang seimbang tentang risiko dan efek samping.

iv. kurangnya strategi yang dilakukan oleh profesional kesehatan untuk

mengubah sikap dan kepercayaan pasien.

v. rendahnya kepuasan pasien dalam berinteraksi dengan profesional kesehatan

vi. interaksi dengan profesional kesehatan sedikit atau tidak ada sama sekali.

vii. profesional kesehatan dianggap tidak ramah dan kurang perhatian.

viii. profesional kesehatan tidak membiarkan pasien terlibat dalam membuat

keputusan.

c. Perilaku

i. Ingin menguji efikasi obat.

ii. Pengalaman dengan pengobatan sedikit atau memiliki pengalaman buruk

dengan pengobatan.

iii. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit yang diderita.

2.6.3 Metode Pengukuran Tingkat Kepatuhan

Menurut Osterberg dan Terrence (2005), tingkat kepatuhan terhadap

(15)

a. Metode langsung

Pengukuran kepatuhan melalui metode langsung dapat dilakukan dengan

beberapa cara, seperti mengukur konsentrasi obat atau metabolit obat di dalam

darah atau urin, mengukur atau mendeteksi petanda biologi di dalam tubuh.

Metode ini umumnya mahal, memberatkan tenaga kesehatan, dan rentan terhadap

penolakan pasien.

b. Metode tidak langsung

Pengukuran kepatuhan melalui metode tidak langsung dapat dilakukan

dengan bertanya kepada pasien tentang penggunaan obat , menggunakan

kuesioner, menilai respon klinik pasien, menghitung jumlah pil obat, dan

menghitung tingkat pengambilan kembali resep.

2.6.4 Pengaruh Kepatuhan terhadap Keberhasilan Terapi Hipertensi

Menurut Badan POM RI. (2006), kepatuhan pasien sangat diperlukan untuk

mencapai keberhasilan terapi terutama pada terapi penyakit tidak menular,

misalnya diabetes, hipertensi, asma, dan sebagainya. Menurut WHO (2003),

hampir 75% pasien dengan diagnosis hipertensi gagal mencapai tekanan darah

optimum dikarenakan rendahnya kepatuhan penggunaan obat.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lailatushifah (2012),

menunjukkan bahwa perilaku kepatuhan dalam mengkonsumsi obat harian

merupakan faktor penting dalam menentukan tingkat kesembuhan pasien yang

menderita penyakit kronis. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Salem, dkk.

(2011), juga menunjukkan bahwa keberhasilan terapi hipertensi tergantung pada

Referensi

Dokumen terkait

Sebaliknya karyawan dengan kemampuan standar atau yang memiliki kinerja rendah, akan berusaha untuk tetap didalam organisasi perusahaan dan selalu berusaha untuk mempertahankan

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan

Dari kekuatan tarik tersebut digunakan untuk mencari beban awal pada pengujian kelelahan yang dimana beban tersebut jauh di bawah 70% sehingga tidak dapat

Garis OP berserenjang dengan garis PQ yang bersilang dengan paksi-y pada

When observing the OSM geodata represented for selected regions in Africa regarding the size, we can observe a huge increase of data volume for the less developed parts of the

Pustaka berupa artikel dalam prosiding (kumpulan beberapa makalah) atau bagian dari buku (dengan / tanpa penyunting):.. Nama penulis, tahun penerbitan, judul artikel, nama

Laadullinen tutkimukseni tarkastelee viimesijaisen toimeentulotuen hakemisen saamia merkityksiä toimeentu- lotukea hakeneiden aikuissosiaalityön asiakkaiden kertomana.

Penderita merasa penglihatannya menyempit. Keluhan tidak disertai adanya gambaran pelangi pada penglihatan. Riwayat sakit kepala hebat, muntah-muntah, nyeri di sekitar