• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek Hukum Administrasi Negara dalam Se

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Aspek Hukum Administrasi Negara dalam Se"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Aspek Hukum Administrasi Negara

dalam Sektor Pertambangan Mineral dan Batubara

Oleh: Vienna Novia Lurizha Adza1

A. Pendahuluan

Negara Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alamnya. Terletak dalam wilayah yang strategis dan luas, banyak sekali potensi yang dapat dikembangkan untuk kesejahteraan rakyatnya sesuai dengan amanat Pasal 33 ayat 3 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Salah satu sumberdaya alam yang dimiliki oleh bangsa Indonesia adalah sumberdaya pertambangan mineral dan batubara. Sumber daya ini merupakan salah satu sumberdaya yang menarik perhatian tidak hanya dari bangsa Indonesia sendiri tetapi juga para investor dan perusahaan asing. Tak jarang, hal ini berakhir pada permasalahan lingkungan, eksploitasi, dan hal lain yang akhirnya merugikan bangsa Indonesia. Maka perlu kiranya Pemerintah mengatur mengenai segala kegiatan yang dilakukan dalam bidang ini untuk melindungi sumberdaya alam ini agar tetap sesuai dengan amant Pasal 33 ayat 3 tersebut. Peraturan mengenai sumberdaya ini sebelumnya telah diatur dalam UU No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan sebelum akhirnya digantikan dengan uu yang baru yaitu UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (selanjutnya disebut UU Minerba).

Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan, dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang.2. Selanjutnya mengenai Pertambangan

Mineral adalah pertambangan kumpulan mineral yang berupa bijih atau batuan, di luar panas bumi, minyak dan gas bumi, serta air tanah.

(2)

Pertambangan Batubara adalah pertambangan endapan karbon yang terdapat di dalam bumi, termasuk bitumen padat, gambut, dan batuan aspal. 3

Dengan adanya UU ini, maka pertambangan mineral dan/atau batubara dikelola berasaskan manfaat, keadilan, dan keseimbangan; keberpihakan kepada kepentingan bangsa; partisipatif, transparansi, dan akuntabilitas; dan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. 4 Tujuan dari

pengelolaan pertambangan mineral dan batu bara ini adalah:5

a. menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha pertambangan secara berdaya guna, berhasil guna, dan berdaya saing; b. menjamin manfaat pertambangan mineral dan batubara secara

berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup;

c. menjamin tersedianya mineral dan batubara sebagai bahan baku dan/atau sebagai sumber energi untuk kebutuhan dalam negeri;

d. mendukung dan menumbuhkembangkan kemampuan nasional agar lebih mampu bersaing di tingkat nasional, regional, dan internasional; e. meningkatkan pendapatan masyarakat lokal, daerah, dan negara, serta

menciptakan lapangan kerja untuk sebesarbesar kesejahteraan rakyat; dan

f. menjamin kepastian hukum dalam penyelenggaraan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara

Hukum Administrasi Negara bersifat mengatur dan mengurus. Dalam hal ini yang akan saya paparkan adalah mengenai pengurusan Hukum Administrasi Negara dalam bidang Sumber Daya Perikanan yang akan mengacu pada Undang-undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Ruang lingkung Hukum Administrasi Negara dalam hal mengurus meliputi:6

3 Pasal 1 angka (4) dan (5) UU Minerba 4 Pasal 2 UU Minerba

5 Pasal 3 UU Minerba

(3)

a) Kewenangan yang ada pada negara terkait pengelolaan sumber daya mineral dan pertambangan

b) Kelembagaan atau institusi yang diberi kewenangan

c) Personil atau Aparatur Sipil Negara (ASN) yang mengawaki lembaga tersebut

d) Aset dan Keuangan yang memungkinkan negara melaksanakan kewenangannya

e) Pengawasan dan Pembinaan terhadap negara dalam melaksanakan kewenangannya.

B. Kewenangan

Kewenangan untuk mengelola pertambangan mineral dan batubara dalam UU Minerba terletak pada Pemerintah Pusat. Hal ini dikarenakan mineral dan batubara merupakan sumber daya alamyang tak dapat diperbarukan yang merupakan kekayaan nasional untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat. Hal ini dinyatakan secara tegas dalam Pasal 4 ayat (1) UU Minerba. Namun kemudian dalam pelaksanaanya, sangat dimungkinkan apabila Pemerintah menjalankan asas otonomi dan medebewind ke Pemerintah Daerah. Hal ini dimungkinkan dengan adanya Pasal 4 ayat (2) UU Minerba.

Kewenangan Pemerintah dalam pengelolaan pertambangan mineral dan batubara diatur dalam Pasal 6 ayat (1) UU Minerba, yaitu:

a. penetapan kebijakan nasional;

b. pembuatan peraturan perundang-undangan;

c. penetapan standar nasional, pedoman, dan kriteria;

d. penetapan sistem perizinan pertambangan mineral dan batubara nasional;

(4)

f. pemberian IUP, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat, dan pengawasan usaha pertambangan yang berada pada lintas wilayah provinsi dan/atau wilayah laut lebih dari 12 (dua belas) mil dari garis pantai;

g. pemberian IUP, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat, dan pengawasan usaha pertambangan yang lokasi penambangannya berada pada lintas wilayah provinsi dan/atau wilayah laut lebih dari 12 (dua belas) mil dari garis pantai;

h. pemberian IUP, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat, dan pengawasan usaha pertambangan operasi produksi yang berdampak lingkungan langsung lintas provinsi dan/atau dalam wilayah laut lebih dari 12 (dua belas) mil dari garis pantai;

i. pemberian IUPK Eksplorasi dan IUPK Operasi Produksi;

j. pengevaluasian IUP Operasi Produksi, yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah, yang telah menimbulkan kerusakan lingkungan serta yang tidak menerapkan kaidah pertambangan yang baik;

k. penetapan kebijakan produksi, pemasaran, pemanfaatan, dan konservasi;

l. penetapan kebijakan kerja sama, kemitraan, dan pemberdayaan masyarakat;

m. perumusan dan penetapan penerimaan negara bukan pajak dari hasil usaha pertambangan mineral dan batubara;

n. pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pengelolaan pertambangan mineral dan batubara yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah;

o. pembinaan dan pengawasan penyusunan peraturan daerah di bidang pertambangan;

(5)

q. pengelolaan informasi geologi, informasi potensi sumber daya mineral dan batubara, serta informasi pertambangan pada tingkat nasional; r. pembinaan dan pengawasan terhadap reklamasi lahan pascatambang; s. penyusunan neraca sumber daya mineral dan batubara tingkat

nasional;

t. pengembangan dan peningkatan nilai tambah kegiatan usaha pertambangan; dan

u. peningkatan kemampuan aparatur Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan.

Sedangkan Pemerintah Daerah juga memiliki kewenangan atribusi yang diberikan oleh UU ini, yang meliputi kewenangan pemerintah provinsi dan pemerintah daerah. Kewenangan Pemerintah Provinsi diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU Minerba, meliputi:

a. pembuatan peraturan perundang-undangan daerah;

b. pemberian IUP, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat dan pengawasan usaha pertambangan pada lintas wilayah kabupaten/kota dan/atau wilayah laut 4 (empat) mil sampai dengan 12 (dua belas) mil;

c. pemberian IUP, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat dan pengawasan usaha pertambangan operasi produksi yang kegiatannya berada pada lintas wilayah kabupaten/kota dan/atau wilayah laut 4 (empat) mil sampai dengan 12 (dua belas) mil; d. pemberian IUP, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat dan

pengawasan usaha pertambangan yang berdampak lingkungan langsung lintas kabupaten/kota dan/atau wilayah laut 4 (empat) mil sampai dengan 12 (dua belas) mil;

(6)

f. pengelolaan informasi geologi, informasi potensi sumber daya mineral dan batubara, serta informasi pertambangan pada daerah/wilayah provinsi;

g. penyusunan neraca sumber daya mineral dan batubara pada daerah/wilayah provinsi;

h. pengembangan dan peningkatan nilai tambah kegiatan usaha pertambangan di provinsi;

i. pengembangan dan peningkatan peran serta masyarakat dalam usaha pertambangan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan;

j. pengoordinasian perizinan dan pengawasan penggunaan bahan peledak di wilayah tambang sesuai dengan kewenangannya; k. penyampaian informasi hasil inventarisasi, penyelidikan umum,

dan penelitian serta eksplorasi kepada Menteri dan bupati/walikota;

l. penyampaian informasi hasil produksi, penjualan dalam negeri, serta ekspor kepada Menteri dan bupati/walikota;

m. pembinaan dan pengawasan terhadap reklamasi lahan pascatambang; dan

n. peningkatan kemampuan aparatur pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan.

Adapun kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota adalah: a. pembuatan peraturan perundang-undangan daerah;

b. pemberian IUP dan IPR, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat, dan pengawasan usaha pertambangan di wilayah kabupaten/kota dan/atau wilayah laut sampai dengan 4 (empat) mil;

(7)

d. penginventarisasian, penyelidikan dan penelitian, serta eksplorasi dalam rangka memperoleh data dan informasi mineral dan batubara; e. pengelolaan informasi geologi, informasi potensi mineral dan batubara,

serta informasi pertambangan pada wilayah kabupaten/kota;

f. penyusunan neraca sumber daya mineral dan batubara pada wilayah kabupaten/kota;

g. pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat dalam usaha pertambangan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan; h. pengembangan dan peningkatan nilai tambah dan manfaat kegiatan

usaha pertambangan secara optimal;

i. penyampaian informasi hasil inventarisasi, penyelidikan umum, dan penelitian, serta eksplorasi dan eksploitasi kepada Menteri dan gubernur;

j. penyampaian informasi hasil produksi, penjualan dalam negeri, serta ekspor kepada Menteri dan gubernur;

k. pembinaan dan pengawasan terhadap reklamasi lahan pascatambang; dan

l. peningkatan kemampuan aparatur pemerintah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan.

Selain kewenangan-kewenangan yang diberikan secara atribusi, pemerintah daerah juga dapat memiliki kewenangan yang didapat berdasarkan asas otonomi. Contohnya adalah dapat melakukan penetapan Wilayah Usaha Pertambangan (WUP) yang dapat dilimpahkan kewenangannya sebagian ke Pemerintah Daerah berdasarkan Pasal 16 UU Minerba.

C. Kelembagaan

(8)

menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertambangan mineral dan batubara.

Saat ini, lembaga atau institusi yang melaksanakan pengelolaan pertambangan mineral dan batu bara adalah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang dibantu oleh Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara dibawah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara ini mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang mineral dan batubara.

Sedangkan pada Pemerintah Daerah biasanya dilaksanakan oleh Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral baik di provinsi maupun di tingkat kabupaten atau kota.

D. Aparatur Sipil Negara dalam Pertambangan Mineral dan Batubara Berkaitan dengan penyelenggaraan pengelolaan pertambangan mineral dan batubara, pelaksanaan urusan pertanahan berada di bawah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral yang kemudian membawahi Direktorat Jenderal Pertambangan Mineral dan Batubara yang dikepalai oleh seorang Direktur Jenderal Pertambangan Mineral dan Batubara. Sedangkan dalam tingkat pemerintah pusat, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral dikepalai oleh seorang Kepala Dinas.

Ada pula yang dinamakan inspektur tambang yang diatur dalam Pasal 141 ayat (2) yang berwenang untuk melaksanakan pengawasan dalam hal teknis pertambangan, konservasi sumber daya mineral dan batubara, keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan, pengelolaan lingkungan hidup, teklamasi, dan pasca tambang, dan terkait penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi pertambangan.7

E. Aset dan Keuangan8

(9)

Aset dalam hal ini adalah berupa mineral dan batubara yang dikuasai dan diatur oleh pemerintah adalah: (1) mineral yaitu senyawa anorganik yang terbentuk di alam, yang memiliki sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan kristal teratur atau gabungannya yang membentuk batuan, baik dalam bentuk lepas atau padu, dalam hal ini berupa bijih atau batuan, di luar panas bumi, minyak dan gas bumi, serta air tanah; dan (2) batubara yaitu adalah endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan termasuk bitumen padat, gambut, dan batuan aspal.

Terkait masalah keuangan, negara dan daerah dapat memperoleh pendapatan dari sektor tambang mineral dan batubara ini yang berasal dari Pemegang IUP (Izin Usaha Pertambangan) atau IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) yang diwajibkan untuk membayar pendapatan negara dan pendapatan daerah.

a. Pendapatan Negara 1) Penerimaan pajak

a) Pajak-pajak yang menjadi kewenangan Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan

b) Bea masuk dan cukai

2) Penerimaan negara bukan pajak a) Iuran tetap

b) Iuran eksplorasi c) Iuran produksi

d) Kompensasi data informal b. Pendapatan daerah

1) Pajak daerah 2) Retribusi daerah

3) Pendapatan lain yang sah menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.

(10)

dan 6% (enam persen) kepada pemerintah daerah dari keuntungan bersih sejak berproduksi. Bagian pemerintah daerah diatur sebagai berikut:

a. pemerintah provinsi mendapat bagian sebesar 1% (satu persen); b. pemerintah kabupaten/kota penghasil mendapat bagian sebesar 2,5%

(dua koma lima persen); dan

c. pemerintah kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang sama mendapat bagian sebesar 2,5% (dua koma lima persen).

Sementara Pemegang IUP atau IUPK dikenai iuran produksi atas pemanfaatan tanah/batuan yang ikut tergali pada saat penambangan. Besarnya segala tarif pajak dan penerimaan negara bukan pajak, iuran produksi, dan lainnya diatur berdasarkan undang-undang.

F. Pembinaan dan Pengawasan

Pembinaan dan pengawasan dilakukan oleh Menteri terhadap penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan yang dilaksanakan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya.9

 Pembinaan

Pembinaan tersebut meliputi: (a) pemberian pedoman dan standar pelaksanaan pengelolaan usaha pertambangan; (b) pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi; (c) pendidikan dan pelatihan; dan (d) perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan usaha pertambangan di bidang mineral dan batubara. Kewenangan pembinaan oleh Menteri ini dapat dillimpahkan kepada gubernur terhadap penyelenggaraan kewenangan pengelolaan pertambangan mineral dan batubara yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota.10

 Pengawasan

Pengawasan dalam pertambangan mineral dan batubara dapat berupa11:

9 Pasal 139 ayat (1) jo. Pasal 140 ayat (1) UU Minerba 10 Pasal 139 ayat (2) UU Minerba

(11)

a. teknis pertambangan; b. pemasaran;

c. keuangan;

d. pengolahan data mineral dan batubara;

e. konservasi sumber daya mineral dan batubara; f. keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan; g. keselamatan operasi pertambangan;

h. pengelolaan lingkungan hidup, reklamasi, dan pascatambang;

i. pemanfaatan barang, jasa, teknologi, dan kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam negeri;

j. pengembangan tenaga kerja teknis pertambangan;

k. pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat;

l. penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi pertambangan; m. kegiatan-kegiatan lain di bidang kegiatan usaha pertambangan yang

menyangkut kepentingan umum; n. pengelolaan IUP atau IUPK; dan

o. jumlah, jenis, dan mutu hasil usaha pertambangan.

Dalam hal pemerintah daerah provinsi maupun pemerintah daerah kabupaten/kota belum mempunyai inspektur tambang, Menteri menugaskan inspektur tambang yang sudah diangkat untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan.

G. Penutup

Mengatur dan mengurus rumah tangga setiap negara membutuhkan Hukum Administrasi Negara. Hal ini membuktikan Hukum Administrasi Negara merupakan perangkat umum yang mempunyai peranan penting dalam pengelolaan suatu negara.12 Peranannya luas dipergunakan oleh

banyak negara dalam banyak sektor. Salah satu contohnya adalah sektor pertambangan mineral dan batubara.

(12)

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan yang didapat dari hasil perancangan ini adalah algoritma bipartite matching dapat diterapkan pada permainan Sudoku.. Kata Kunci : Perancangan, Sudoku, Mobile

Menurut Pedoman Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan di Kawasan Perkotaan Tahun 2004, struktur kawasan perkotaan dapat dibagi dalam beberapa kawasan berdasarkan

menurut Fatwa DSN NO. Tidak hanya itu, dalam fatwa tersebut juga disebutkan poin penting lainnya bahwa jumlah besarnya ganti rugi tidak boleh disebutkan dalam akad..

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa besaran kerugian yang diperoleh dalam risiko berinvestasi dengan menggunakan metode GARCH adalah dengan mengestimasi VaR

No waiver of confidentiality or privilege is intended or authorized by this transmission If you are not the intended recipient of this message you must not directly or indirectly

Strategi pilihan berdasarkan hasil analisis SWOT skala prioritas pengembangan komoditas unggulan perikanan, yakni strategi diversifikasi (ST). Mengoptimalkan pemanfaatan luas

Berdasarkan observasi dan analisis hasil tes pada siklus I pertemuan kedua terdapat 7 siswa yang tuntas dan 20siswa yang belum tuntas belajar, sehingga perlu diadakan perbaikan

Penelitian ini merupakan studi kuasi eksperimen berdesain kelompok kontrol non-ekiuvalen yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan model pembelajaran