1 Uji Lemak dan Minyak 1
1. TUJUAN
1.1. Menentukan tingkat kelarutan lemak dalam beberapa macam pelarut. 1.2. Menentukan angka penyabunan dari minyak/lemak.
2. DASAR TEORI
Lipid merupakan kelompok senyawa heterogen, termasuk lemak, minyak, steroid, wax, dan senyawa sejenisnya, yang lebih terkait dengan sifat fisik daripada sifat kimianya. Memiiliki sifat umum yang relative tidak larut dalam air dan larut dalam pelarut nonpolar (seperti eter dan kloroform). (Rodwel et all,2015)
Lipid netral (triasilgliserol, lilin, pigmen, dan sebagainya) mudah diekstraksi dari jaringan dengan etil eter, kloroform, atau benzene, pelarut yang tidak memungkinkan pengelompokan lipid didorong oleh interaksi hidrofobik. Ekstraksi yang lebih efektif menggunakan pelarut organik polar lebih banyak, seperti etanol atau methanol, yang mengurangi interaksi hidrofobik antara molekul lipida dan melemahkan ikatan hydrogen dan interaksi elektrostatik. Ekstraksi yang umum digunakan adalah campuran kloroform, methanol, dan air (1:2:0.8) yang tercampur menghasilkan fase tunggal. Setelah dihomogenisasi dalam pelarut untuk mengekstrak semua lipid, lebih banyak air ditambahkan ke ekstrak yang dihasilkan dan campuran akan membentuk dua fase (methanol/air difase atas dan kloroform difase bawah). Lipid tetap berada dilapisan kloroform dan molekul polar lebih banyak berada pada fase methanol/air (Nelson and Cox,2008).
Kualitas dan sifat dari suatu sampel lemak atau minyak dapat ditentukan melalui serangkaian uji laboratorium. Tiap uji yang dilakukan menunjukkan sifat tertentu dari sampel. Uji yang dilakukan pada sampel lemak atau minyak biasanya dilakukan berdasarkan tingkat ketengikannya, dimana ketengikan terjadi pada bilangan peroksida tertentu (menunjukkan derajat oksidasi minyak atau lemak). Selain pengujian berdasarkan tingkat ketengikannya, kualitas sampel lemak atau minyak dapat diperkirakan dengan menguji besarnya angka asam dari sampel. Yang dimaksudkan dengan angka asam merupakan angka yang menunjukkan banyaknya (mg) KOH atau NaOH yang dibutuhkan untuk dapat menetralkan asam-asam lemak bebas dari satu gram sampel minyak/lemak. Keberadaan asam-asam-asam-asam lemak bebas dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti reaksi kimia, pemanasan, proses fisika, maupun reaksi enzimatis yang terjadi terhadap sampel (Murray dan Granner,2001).
2 yang menghasilkan sabun dan gliserin dimana terjadi reaksi hidrolisis ester pada suasana basa dan menghasilkan alcohol dan garam asam karboksilat. Senyawa alkali yang bersifat basa direaksikan dengan lemak atau minyak yang menghasilkan alcohol dan garam dari asam lemak yang berupa sabun. Lemak dan minyak umumnya terbentuk dari gliserol dan asam lemak. Basa menghidrolisis ikatan ester antara gliserol dan asam lemak.
Sifat kelarutan ganda dari sabun yang menyebabkan lemak atau minyak dapat hilang dari kulit maupun pakaian. Lemak atau minyak tidak berpolarisasi dank arena itu tidak larut pada air. Sabun membentuk micelle yang mengelilingi lemak atau minyak pada bagian nonpolar dari micelle (Micelle merupakan partikel dimensi koloid yang ada dalam ekuilibrium dengan molekul atau ion dalam larutan yang terbentuk). Ujung polar dari micelle larut dalam air, sehingga lemak dan minyak dapat lepas saat dibilas (Moore dan Langley,2008).
Angka penyabunan menunjukkan berat molekul lemak dan minyak secara kasar. Minyak yang disusun oleh asam lemak berantai karbon pendek mempunyai berat molekul yang relative kecil akan memiliki angka penyabunan yang besar, begitu pula sebaliknya. Angka penyabunan dinyatakan sebagai banyaknya (mg) NaOH atau KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan satu gram lemak atau minyak.
3
3.2.6. Larutan HCl standard 0,5N
3.2.7. Larutan KOH dalam etanol (40g/L)
3.2.8. Larutan pp 1% 3.2.9. Eter
4. LEMBAR DATA KEAMANAN BAHAN/LDKB (MSDS) 4.1. Asam Klorida (HCl)
Wujud zat : cair
Bau : menyengat
Rasa : tidak tersedia Berat Molekul : 36,46 g/mol Warna : tidak berwarna
Reaktivitas : produk stabil. Sangat reaktif terhadap logam. Reaktif terhadap agen pengoksidasai, material organik, alkali, dan air
Bahaya : dapat menyebabkan efek karsinogenik (klasifikasi 3), dapat membahayakan organ hati, ginjal, membrane selaput lendir, kulit, mata, sistem sirkular, gigi, dan radang pernafasan atas.
Bahaya api : tidak dapat terbakar
Pertolongan pertama : bilas dengan air dingin dan oleskan salep pada kulit yang terpapar. Cari bantuan medis bila diperlukan.
4.2. Etanol
Wujud zat : cairan volatil Rasa : tidak ada informasi Berat molekul : 48,06 g/mol
Warna : tidak berwarna Bau : bau khas, menyengat
Titik didih : 78,2-78,5oC
Titik lebur : -130 s/d -112oC
4 Kelarutan : larut dalam air, ether,
acetone, methanol, chloroform
Reaktivitas : produk mudah menguap (volatile), dapat terbakar (flash point 12-16oC), dapat meledak (flammability/explosion limits 3,3-19% v/v).
Bahaya : dapat menyebabkan aborsi spontan dan mengganggu kesuburan, kerusakan pada bayi yang belum lahir dan menyebabkan kerusakan pada bayi yang diberi ASI. Zat karsinogenik dan mutagenic serta salah satu neurotoksik.
Bahaya api : mudah terbakar
Pertolongan pertama : bilas dengan air dingin dan oleskan salep pada kulit yang terpapar. Cari bantuan medis bila diperlukan.
4.3. Chloroform
Wujud zat : cairan
Rasa : tidak ada informasi Bau : khas, nyaman, etherik Berat molekul : 119,38 g/mol
Warna : tidak berwarna
Titik didih : 61oC Titik lebur : -63,5oC Berat jenis : 4,36 kg/m3 Tekanan uap : 21,1 kPa @20oC
Kelarutan : sangat sedikit larut dalam air
Reaktifitas : produk stabil, tidak stabil saat berdekatan dengan material yang tidak cocok, cahaya, reaktif dengan logam dan alkali, sensitive terhadap cahaya.
Bahaya : dapat menyebabkan mutasi genetic dan gangguan reproduksi, karsinogenik, dan teratogen.
Bahaya api : tidak mudah terbakar
Pertolongan pertama : bilas dengan air dingin dan oleskan salep pada kulit yang terpapar. Cari bantuan medis bila diperlukan.
4.4. Aseton
Wujud zat : cairan
Rasa : fruity, mint, harum
5 Warna : tidak berwarna
Titik didih : 56,2oC
Titik lebur : -95,35oC
Berat jenis : 2 kg/m3
Tekanan uap : 24 kPa @20oC
Kelarutan : mudah larut di air Reaktifitas : produk stabil. Kondisi tidak stabil ketika kelebihan panas, dekat
sumber api, terpapar kelembapan, udara, dan air, atau bahan tidak kompatibel. Reaktif dengan agen pengoksidasi dan pereduksi, asam, dan alkali.
Bahaya : flashpoint pada -20oC (dalam wadah tertutup) dan -9oC (dalam wadah
terbuka)
Bahaya api : mudah terbakar
Pertolongan pertama : bilas dengan air dingin dan oleskan salep pada kulit yang terpapar. Cari bantuan medis bila diperlukan.
4.5. Kalium Hidroksida dalam Alkohol
Wujud zat : cairan
Rasa : tidak ada informasi Bau : seperti alkohol Berat molekul : tidak ada informasi Warna : tidak berwarna
Titik didih : 78,5oC Titik lebur : -114,1oC Berat jenis : 1,59 kg/m3 Tekanan uap : 5,7 kPa
Kelarutan : larut pada air, methanol, dietil eter, aseton
Reaktifitas : produk stabil
Bahaya : termasuk zat karsinogenik, mutagenetik sel somatis, teratogenik, beracun.
Bahaya api : mudah terbakar
Pertolongan pertama : bilas dengan air dingin dan oleskan salep pada kulit yang terpapar. Cari bantuan medis bila diperlukan.
4.6. Eter
Wujud zat : cairan, volatile Rasa : membakar, manis Bau : manis, tajam
6 Titik lebur : -116,3oC
Berat jenis : 2,56 kg/m3
Tekanan uap : 58,6 kPa
Kelarutan : larut dalam aseton Reaktifitas : produk stabil, sangat reaktif terhadap agen pengoksidasi dan asam Bahaya : zat mutagenetik sel somatic, berbahaya bagi organ, beracun Bahaya api : mudah terbakar
Pertolongan pertama : bilas dengan air dingin dan oleskan salep pada kulit yang terpapar. Cari bantuan medis bila diperlukan.
5. SKEMA KERJA
5.1. Uji Kelarutan Minyak dan Lemak
Gambar 5.1 Skema pengujian kelarutan minyak dan lemak pada berbagai macam pelarut
2 tetes minyak goreng curah Tabung 1: 2ml
air Tabung 2: 2ml
HCl 2N Tabung 3: 2ml alkohol dingin Tabung 4: 2ml alkohol panas
Tabung 5: 2ml alkohol panas Tabung 6: 2ml aseton dingin Tabung 7: 2ml
aseton dingin Tabung 8: 2ml
eter Dimasukkan
kedalam tabung
Dikocok hingga terdispersi. Tunggu hingga terbentuk 2 lapisan.
Diambil sebanyak 2 tetes dan diteteskan pada kertas, keringkan dan amati bekas minyak pada kertas
7 5.2. Penentuan Angka Penyabunan
Gambar 5.2 Skema kerja penentuan angka penyabunan pada sampel minyak
6. DATA HASIL PENGAMATAN dan PERHITUNGAN 6.1. Kelarutan Minyak dan Lemak
Jenis Pelarut Minyak Kelapa Minyak Kelapa Sawit Minyak Ikan
Air Tidak larut Tidak larut Larut
HCl 2N Tidak larut Tidak larut Tidak larut Alkohol
Dingin Tidak larut Tidak larut Larut
Alkohol
Panas Larut Larut Larut
Chloroform Larut Larut Larut
Aseton
Dingin Larut Larut Larut
Aseton Panas Larut Larut Larut
Eter Larut Larut Larut
6.2. Penentuan Angka Penyabunan
Jenis Minyak Berat Minyak (g) Volume HCl 0,5N (ml) 1,5-5 gram sampel minyak
8 gram KOH
200 ml Alkohol 25 ml Larutan KOH
Ditutup dengan kondensor, didihkan selama 30 menit, dinginkan 3 tetes indicator PP
Kelebihan KOH dititrasi
8
Minyak Kelapa 2.00 15.7
Minyak Kelapa Sawit 2.02 19.1
Minyak Ikan 1.36 24.2
Volume HCl 0.5 N pada titrasi blanko sebanyak 36.7 ml Angka Penyabunan = , � � � − � � �
� � �
Angka Penyabunan Minyak Kelapa Sawit = , � , − ,
, = , �/�
Angka Penyabunan Minyak Kelapa = , � , − ,
, = , �/�
Angka Penyabunan Minyak Ikan = , � , − ,
, = , �/�
7. PEMBAHASAN
Dalam praktikum yang telah dilakukan, beberapa sampel minyak telah dilarutkan dalam beberapa pelarut polar dan nonpolar sehingga memberikan beberapa hasil yang diamati selama praktikum. Beberapa dari hasil yang didapatkan tidak terlihat dengan jelas apakah minyak larut atau tidak larut dalam beberapa pelarut jika tidak dilihat secara teliti. Hal ini dapat disebabkan karena sampel minyak yang dimasukkan terlalu sedikit sehingga sulit untuk diamati.
Pada pelarut nonpolar seperti chloroform, aseton dingin, aseton panas dan eter dapat melarutkan minyak kelapa sawit, minyak kelapa dan minyak ikan dengan baik. Sedangkan pada air, HCl 2N, dan alcohol dingin minyak tidak larut, hal ini ditunjukkan dengan munculnya gelembung kuning saat tabung reaksi diguncangkan. Pada alcohol panas, sampel minyak larut, dan ketika diguncang dengan keras tidak timbul gelembung kuning. Minyak tidak dapat larut pada air dan minyak karena minyak bersifat nonpolar sedangkan air, HCl dan alkohol dingin bersifat polar, sedangkan minyak larut pada alkohol panas, eter, chloroform, aseton panas, dan aseton dingin karena pelarut tersebut memiliki sifat yang sama dengan minyak, yaitu sama-sama nonpolar. Perbedaan antara alkohol panas dan alkohol dingin karena alkohol bersifat semi polar, hal ini disebabkan gugus –OH pada alkohol besifat polar sedangkan gugus alkil alkohol besifat nonpolar. Semakin tinggi suhu alkohol, semakin berkurang sifat kepolarannya, sehingga inilah yang menyebabkan kelarutan minyak pada alkohol panas dan alkohol dingin berbeda.
9 pada kertas, sedangkan pelarut memiliki ukuran molekul yang lebih kecil dan dapat melewati pori-pori kertas ketika diteteskan pada permukaan kertas.
Emulsigator/ zat pengemulsi (emulgent) merupakan zat yang menstabilkan emulsi dengan meningkatkan stabilitas kinetiknya. Pengemulsi biasanya memiliki bagian polar (hidrofilik) dan nonpolar (hidrophobik). Contoh zat pengemulsi adalah PGA, tragakan, gelatin, pectin, stearil alcohol, bentonit, sapo, dan lain-lain. Emulsi yang dihasilkan oleh minyak didalam air tidak stabil karena adanya perbedaan sifat antara air dan minyak. Sehingga apabila dibiarkan selama beberapa saat maka minyak dan air akan kembali memisah. Untuk menstabilkan emulsi dapat ditambahkan emulsigator
Pada penentuan angka penyabunan ditambahkan KOH yang terbuat dari 40 gram yang dilarutkan dalam 1 liter alcohol. Penambahan alcohol sebagai pelarut KOH dimaksudkan untuk melarutkan asam lemak hasil hidrolisis agar dapat mempermudah reaksi dengan basa dalam pembentukan sabun. Pendinginan yang dilakukan setelah pemanasan dimaksudkan agar saat titrasi dilakukan KOH tidak mengalami penguapan akibat suhu larutan yang terlalu tinggi. Untuk mengetahui kelebihan KOH dilakukan titrasi blanko, yaitu titrasi tanpa adanya sampel dengan prosedur yang sama. Kesalahan yang mungkin timbul dan dapat mempengaruhi hasil praktikum merupakan kesalahan penentuan titik akhir yang disebabkan akibat presepsi perubahan setiap orang yang berbeda, selain itu juga dapat dikarenakan titrasi blanko yang hanya dilakukan satu kali.
Dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh hasil angka penyabunan dari minyak kelapa sawit sebesar 244,40 mg/g; minyak kelapa sebesar 246,848 mg/g; dan minyak ikan sebesar 365,7019 mg/g. Sedangkan angka penyabunan yang di tentukan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) untuk minyak kelapa sawit sebesar 230 mg KOH/g hingga 254 mg KOH/g; minyak kelapa sekitar 248 mg KOH/g hingga 265 mg KOH/g; namun untuk minyak ikan tidak terdapat data (Sparringa,2016).
10 Penentuan bilangan penyabunan dapat memberikan informasi tentang besarnya zat-zat penyusun lemak, yaitu gliserol dan asam lemak, sehingga dapat dimanfaatkan untuk keuntungan dan kelangsungan hidup.
8. KESIMPULAN
Minyak kelapa, minyak kelapa sawit, dan minyak ikan termasuk golongan lipid, sehingga dapat larut pada pelarut nonpolar seperti chloroform, aseton, eter, dan alcohol panas berdasarkan prinsip “like dissolve like” dan tidak dapat larut pada pelarut polar seperti air, HCl, dan alcohol dingin.
Angka penyabunan dari minyak kelapa sawit sebesar 244,40 mg/g; minyak kelapa sebesar 246,848 mg/g; dan minyak ikan sebesar 365,7019 mg/g. dibandingkan dengan data yang diperoleh dari BPOM, maka minyak kelapa sawit memenuhi syarat karena berada didalam rentang nilai angka penyabunan yang ditetapkan, minyak kelapa tidak memenuhi syarat karena nilai angka penyabunannya dibawah nilai yang ditetapkan, sedangkan nilai untuk angka penyabunan minyak ikan tidak ada.
9. DAFTAR PUSTAKA
Bills, C.E. 1926. “Fat Solvents”. The Journal of Biological Chemistry, 67, 279-285. US: American Society for Biochemistry and Molecular Biology
Budimarwanti, C. 2010. Analisis Lipida Sederhana dan Lipida Kompleks. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta
Moore, J.T., Langley, R.H. 2008. Biochemistry for Dummies. United States of America: Wiley Publishing, Inc.
Murray, K.R., Granner, D.K. 2001. Biokimia Harper, edisi 25. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Nelson, D.L., dan Cox, M.M. 2008. Lehninger: Principles of Biochemistry, 5th Edition. New York: W.H. Freeman and Company.
Rodwell, V.W., Bender, D.A., Botham, K.M., Kennelly, P.J., Weil, P.A. 2015. Harper’s Illustrated Biochemistry, 30th Edition, 75th Year Anniversary
Edition. US: The McGraw-Hill Education.
Sparringa, R.A. 2016. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2016 Tentang Kategori Pangan”. Indonesia: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
11 Lampiran
Angka penyabunan : banyaknya KOH (mg) yang digunakan untuk menyabunkan 1 gram minyak
Titrasi :
� = � �
� �ℎ � � = � � � ��
� �ℎ � = � � � ��
� �ℎ � =� � � � �� ��
� � � � ��
= � � � − � � � �
Angka Penyabunan
= � � � � � � − � �
= , , � � �− � �
= , � � − � � �
Angka Penyabunan Minyak Kelapa Sawit
= , � � − � � � = , , , − ,
= , �/�
Angka Penyabunan Minyak Kelapa
= , � � − � � � = , , , − ,
= , �/�
Angka Penyabunan Minyak Ikan
= , � � − � � � = , , , − ,