Kekuatan Pendidikan Berpegas Nyata Hingga Tak Berberat Emas Laksana Balon Yang Terlepas Tanpa Ikatan
Oleh : Abdurahman
Sekapur Sirih
Dalam sebuah mimpi terkadang terbesit sebuah bintang nyata yang diharapkan akan mampu menyinari satu titah emas terancang dalam pikiran. Terkadang juga, dalam sembari angan, terlintas kata akselerasi diri dengan tempo yang indah untuk menyapa itu semua. Namun memang lintasan tak akan selalu selurus dengan aspal yang menyaut. Terkadang liku-liku dan ketidaksempurnaan pemerataan yang bergejolak tersendiri dalam dimensinya.
---Kata, kalimat, frase, untaian kalimat, semuanya itu begitu indah dilantunkan dan dituliskan ketika The Power of Word berdimensi berdasarkan maslahah-nya. Kekuatan itu tercermin dalam perwujudan sebuah cakrawala pengetahuan yang terakumulasi dalam deretan titah pembelajaran. Tentu saja ketika berbicara tentang pembelajaran, kata ini sering berafiliasi dengan kata “Pendidikan” yang merupakan integral dari proses itu sendiri. Namun pernahkah anda berfikir, mengapa sebuah pembelajaran mencuat ibarat sebuah fardhu yang nyata bagi manusia?
َاممببِ ربححبملحاِ ىب فِ ِىربجمحتِ ىب َّتللاِ كب لحفْفلحاِ ومِ ربَاهمنللاِ ومِ لب يحللاِ فب لمَّتبخحاِ ومِ ضب رحلحم اِ ومِ تباومَاممسللاِ قبلحخمِ ىبفِ نلإب بلل كْف ِ ِنمبِ َاهميفبِ ثل بمِ ومِ َاهمبتوحممِ دمعحبمِ ضم رحلحم اِ هبببِ َايمححأمفمِ ءءَاملِ ِنمبِ ءبَاممسللاِ ِنممبِ هْفلللاِ لمزمَنأمِ َاممِ ومِ سم َانللاِ عْففمنيم نولْفقبعحيمِ مء وحقمللِ تء َايملمم ِ ضب رحلحم اِ ومِ ءبَاممسللاِ ِنميحبمِ ربخلسممْفلحاِ ببَاحمسللاِ ومِ حبيمرللاِ فبيربصحتمِ ومِ ةءبلادم
“Sesungguhnya pada kejadian langit dan bumi; dan pertukaran malam dan siang; dan (pada) kapal-kapal yang belayar di laut dengan membawa benda-benda yang bermanfaat kepada manusia; demikian juga (pada) air hujan yang Allah turunkan dari langit lalu Allah hidupkan dengannya tumbuh-tumbuhan di bumi sesudah matinya, serta Ia biakkan padanya dari berbagai-bagai jenis binatang; demikian juga (pada) peredaran angin dan awan yang tunduk (kepada kuasa Allah) terapung-apung di antara langit dengan bumi; sesungguhnya ada tanda-tanda (yang membuktikan keesaan Allah, kekuasaanNya, kebijaksanaanNya, dan keluasan rahmatNya) bagi kaum yang menggunakan akal fikiran (liqaumiy ya’qiluun)”. (QS. Al-Baqarah:164)
Tentunya hakekat manusia ialah peka dalam memanfaatkan akal yang mereka miliki. Dan juga dengan berafiliasi pada acuan tersebut, manusia seolah sudah terprinsip pada dirinya untuk berseru dalam mengembangkan ilmu yang terorbit secara bebas di bumi ini. Hal ini melatarbelakangi timbulnya konsep belajar yang pada akhirnya konsep belajar yang terintegrasi pun diistilahkan dengan nama pendidikan (education).
pendidikan. Namun apa dikata, sedikit terluka, tapi rasa sakit menyapa luas. Tidak banyak yang berhasil untuk meraih sebuah pendidikan, tetapi tidak sedikit juga yang gagal bahkan hingga jiwa lepas dari badan hanya untuk meraih itu semua.
Konteks pendidikan pada masa itu ialah sangat urgen dan bermakna tinggi. Sehingga tidak dipungkiri bahwa ketika ada kesempatan untuk menjalani pendidikan, para pemuda pada saat itu bersungguh-sungguh dalam menjalaninya. Itulah sebabnya, ilmu yang diperoleh tidak tanggung-tanggung, bahkan ilmu tersebut mampu mengilhami mereka sehingga dapat berkontribusi dalam memerdekakan Negeri Ibu pertiwi serta berafiliasi dengan merdunya sampai sekarang ini.
Namun, ketika dibandingkan dengan pendidikan masa tempo dulu dengan sekarang ibarat botol yang telah diisi penuh terurai karena lubang kecil yang menganga. Secara konseptual, prestasi pendidikan di Indonesia dibilang cukup menggembirakan bahkan telah mencapai level kemajuan. Ini terbukti dengan sistem pendidikan yang telah terstrukturisasi sehingga lahir pengembangan kurikulum pembelajaran bagi para aktivis pendidikan. Bahkan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Dr. Ir. H. Mohammad Nuh,ِ DEA telah mencanangkan untuk mulai menggagas kurikulum baru secara bertahap mulai 15 Juli mendatang. Ini sebuah pembaharuan pendidikan yang notabennya baik dalam pengembangan pendidikan. Dan dilihat secara kasat mata, pendidikan seolah telah didorong ke arah maksimumnya untuk mencapai pendidikan yang sebenarnya. Namun, tatkala sebuah pendidikan dikatakan maju secara konsepnya, maka pemikiran umum akan fokus pada hal yang fisik saja. Tapi pernahkah terbesit bahwa apabila dilihat dari sisi kontekstual, Pendidikan di Indonesia sekarang ibarat rumah yang bersisi indah namun rapuh didalamnya.
terombang-ambing tak jelas maknanya. Dari sisi ruhiyah pendidikan, masih belum dapat diserasikan dengan makna pendidikan yang benar. Orang-orang terdahulu memang belum mengenal konsep canggih untuk menangani sebuah pendidikan. Yang mereka tahu hanyalah bagaimana menjalani dan meraih cucuran ilmu dari pendidikan yang ada. Tetapi, yang didapat bukan bahan mentah yang tak terproses, melainkan sebuah bobot pemahaman yang benar dan alamiah yang dapat menjiwai para penikmatnya. Sehingga, tidak sedikit yang berhasil pada saat itu. Namun, sekarang pendidikan telah hilang pesonanya. Para penyampai ilmu sudah banyak lebih condong untuk melepas tangan dibanding menata tangan, ilmu tersaji begitu instan, praktis, dan singkat (yang sulit dimengerti), belum lagi banyak para penikmat pendidikan yang belum beruntung untuk mencicipi tautan sebuah pendidikan.
Tentu siswa/i, mahasiswa/i sudah merasakan keanehan pendidikan di zaman sekarang. Tentu bukan hal yang asing jika kita duduk dikelas menuggu guru/dosen dan ternyata yang diterima hanya seruan membuat PR yang kita tidak tahu apa konteksnya. Memang kurikulum telah mengatur bahwa pembelajaran sendiri menjadi pedoman para penikmat pendidikan. Namun, ketika dilihat dilapangan sebuah keironisan bahwa bukan kelebihan yang didapat melainkan sebuah kegalauan yang berujung pada buruknya kualitas dan kuantitas sebuah output.