• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 SAP Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "3 SAP Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)

Dosen Koordinator : Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.

Program Studi : S1 Ilmu Tanah

Kode Mata Kuliah : PIT-403

Nama Mata Kuliah : Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah

Jumlah SKS : 3 SKS (2 SKS Kuliah + 1 SKS Praktikum)

Kelas/Semester : ?/VII

Pertemuan : Ke-1

Alokasi Waktu : 100 menit

1. Standar Kompetensi

Mata kuliah ini diberikan dengan tujuan agar pada akhir kuliah peserta didik memahami definisi dan jenis-jenis tanah Lahan Kering, serta definisi dan jenis-jenis tanah Lahan Basah. Kegiatan belajar dilakukan melalui pengalaman belajar ceramah dan praktek di laboratorium.

2. Kompetensi Dasar

Mahasiswa memahami jenis-jenis tanah lahan pertanian.

3. Indikator

Setelah perkuliahan ini, mahasiswa dapat:

1. Menyebutkan definisi Lahan-lahan Pertanian, 2. Menyebutkan definisi Daerah Kering

3. Menyebutkan definisi Lahan Kering, 4. Menyebutkan definisi Lahan Basah,

5. Menyebutkan definisi lahan-lahan basah buatan, 6. Menjelaskan jenis-jenis lahan basah buatan, 7. Menjelaskan jenis-jenis tanah Lahan Kering, dan 8. Menjelaskan jenis-jenis tanah Lahan Basah.

4. Materi Ajar

1. Lahan-lahan Pertanian

Lahan-lahan pertanian adalah terdiri dari lahan-lahan kering dan lahan-lahan basah. 2. Daerah Kering (Dryland)

Daerah kering (dryland) adalah kawasan atau daerah yang memiliki jumlah evaporasi potensial melebihi jumlah curah hujan aktual atau daerah yang jumlah curah hujannya tidak mencukupi untuk usaha pertanian tanpa irigasi.

3. Lahan Kering (Upland)

Lahan kering (upland) adalah hamparan lahan pertanian yang diusahakan tanpa penggenangan air, baik secara permanen maupun musiman dengan sumber air berupa hujan atau air irigasi. Tipologi lahan ini dapat dijumpai dari dataran rendah (0-700 m dpl.) hingga dataran tinggi (> 700 m dpl.).

4. Lahan Basah (Wetland)

(2)

Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK 5. Lahan-lahan Basah Buatan (Human-made Wetlands)

Lahan-lahan basah buatan (human-made wetlands) adalah suatu ekosistem lahan basah yang terbentuk akibat intervensi manusia, baik secara sengaja ataupun tidak sengaja. Lahan basah buatan yang pembentukannya disengaja, biasanya dibuat untuk memenuhi berbagai kepentingan tertentu; misalnya untuk meningkatkan produksi lahan pertanian dan perikanan, pembangkit tenaga listrik, sumber air, atau untuk meningkatkan keindahan bentang alam bagi keperluan pariwisata. Sedangkan lahan basah buatan yang pembentukannya tidak disengaja umumnya memiliki tujuan pemanfaatan yang kurang jelas; misalnya genangan air yang terbentuk di lahan-lahan bekas kegiatan tambang. Dalam perkembangannya, lahan basah buatan dapat mengalami suksesi sehingga tampak seperti ekosistem alami.

6. Jenis-jenis Lahan Basah Buatan

Jenis-jenis lahan basah buatan adalah sawah, kolam air tawar, tambak, bendungan (waduk), situ dan embung, kolam atau danau bekas galian tambang, ladang garam, kolam stabilisasi limbah, parit dan saluran drainase, serta rawa buatan.

7. Jenis-jenis tanah Lahan Kering

Jenis-jenis tanah Lahan Kering adalah berdasarkan sistem Taksonomi Tanah dari 12 ordo tanah, terdapat 10 ordo tanah yang merupakan tanah mineral. Kebanyakan dari tanah mineral ini merupakan tanah-tanah lahan kering yaitu dari ordo: Alfisol, Andisol, Aridisol, Entisol, Inceptisol, Mollisol, Oxisol, Spodosol, Ultisol, dan Vertisol; kecuali tanah-tanah yang mempunyai subordo Aqu (mempunyai rejim kelembaban Aquic), contohnya: Tanah Berpotensi Sulfat Masam (grea t group: Sulfaquent) dan Tanah Sulfat Masam (great group: Sulfaquept) yang terdapat di daerah rawa-rawa pasang surut dikategorikan sebagai lahan-lahan basah.

8. Jenis-jenis tanah Lahan Basah

Jenis-jenis tanah Lahan Basah adalah berdasarkan sistem klasifikasi Taksonomi Tanah, tanah-tanah mineral yang termasuk ke dalam lahan-lahan basah adalah tanah-tanah yang mempunyai subordo Aqu (mempunyai rejim kelembaban aquic), contohnya tanah-tanah yang terbentuk di daerah rawa pasang surut (tanah Berpotensi Sulfat Masam, Regosol pantai. dan Aluvial dataran rendah), tanah-tanah berglei (tanah Glei Humus, Glei Humus Rendah, dan Aluvial Hidromorf), tanah-tanah salin-alkali (Solonchak, Solonetz, Solodi, tanah Chestnut, Chernozem), tanah-tanah lahan basah berliat tinggi (Planosol, Laterit Air Tanah, Hidromorf Kelabu, dan Grumosol Bergaram), tanah-tanah lahan basah lainnya (Andosol dataran rendah, Prairie Soil, dan Podsol Air Tanah), serta tanah-tanah tanah rawa gambut pasang surut (Topogen dan Ombrogen), gambut pegunungan (subgrup Histic), tanah tundra mineral (Turbel dan Orthel), dan tundra bergambut (Histel).

5. Metode/Strategi Pembelajaran

Metode yang dilakukan dalam kegiatan kuliah ini: 1. Ceramah

2. Tanya Jawab 3. Diskusi 4. Penugasan

6. Tahap Pembelajaran A. Kegiatan Pendahuluan

(3)

Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK B. Kegiatan Perkuliahan Inti

Dosen:

1. Menjelaskan seluruh materi dalam pokok bahasan secara sistematis

2. Menjelaskan materi dengan menggunakan media pembelajaran yang telah disiapkan 3. Mengajak mahasiswa berdiskusi tentang materi

4. Memberikan pertanyaan terkait dengan materi 5. Memberi evaluasi

Mahasiswa:

1. Mendengarkan dan memperhatikan materi yang disampaikan dosen 2. Mengajukan pertanyaan bila kurang jelas

3. Menjawab pertanyaan dan mengerjakan tugas dari dosen 4. Mengerjakan evaluasi

C. Kegiatan Akhir

Dosen menutup perkuliahan dengan merangkum keseluruhan materi

7. Alat/Bahan/Sumber Belajar A. Alat/Media

Media pembelajaran yang dipergunakan: 1. Proyektor

2. Papan tulis dan spidol 3. LCD dan Laptop

4. Contoh materi yang ada di sekitar B. Bahan/Sumber Bacaan

Arabia, T. 2014. Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah. Buku Ajar. Fakultas Pertanian. Universitas Syiah Kuala. Darussalam, Banda Aceh.

(4)

Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)

Dosen Koordinator : Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.

Program Studi : S1 Ilmu Tanah

Kode Mata Kuliah : PIT-403

Nama Mata Kuliah : Pengelolaan Lahan Basah dan Lahan Kering

Jumlah SKS : 3 SKS (2 SKS Kuliah + 1 SKS Praktikum)

Kelas/Semester : ?/VII

Pertemuan : Ke-2

Alokasi Waktu : 100 menit

1. Standar Kompetensi

Mata kuliah ini diberikan dengan tujuan agar pada akhir kuliah peserta didik memahami proses pembentukan, klasifikasi, serta pengelolaan dan penggunaan Alfisol. Kegiatan belajar dilakukan melalui pengalaman belajar ceramah dan praktek di laboratorium.

2. Kompetensi Dasar

Mahasiswa memahami dan menjelaskan tentang Alfisol (tanah Mediteran Merah Kuning).

3. Indikator

Setelah perkuliahan ini, mahasiswa dapat:

1. Menyebutkan definisi tanah Mediteran Merah Kuning, 2. Menyebutkan definisi Alfisol,

3. Menjelaskan proses pembentukan Alfisol, 4. Menjelaskan klasifikasi Alfisol,

5. Menjelaskan pengelolaan Alfisol, dan 6. Menjelaskan penggunaan Alfisol.

4. Materi Ajar

1. Tanah Mediteran Merah Kuning (PPT)

Tanah Mediteran Merah Kuning (PPT) adalah tanah-tanah yang sangat dilapuk, tekstur berat dan kadang-kadang lekat, struktur gumpal, bahan organik rendah, nisbah SiO2/R2O3 relatif tinggi, agak masam sampai sedikit alkalis (pH 6.0 - 7.5), kejenuhan basa sedang – tinggi, kadang-kadang mengandung konkresi kapur dan besi. Bahan induk batu kapur, batu pasir berkapur, atau bahan volkanik. Ketinggian dari muka laut sampai 400 m, iklim tropika basah dengan bulan kering nyata, curah hujan 800 - 2500 mm.

2. Alfisol (USDA)

Alfisol (USDA) adalah tanah-tanah yang mempunyai horison argilik dengan kejenuhan basa jumlah kation (KB BaCl2TEA pH 8.2) ≥ 35% pada kedalaman 1,8 m.

3. Proses Pembentukan Alfisol

Proses pembentukan Alfisol adalah: (1) pencucian karbonat dan braunifikasi merupakan prasyarat untuk pembentukan Alfisol, (2) pencucian besi, (3) pembentukan epipedon okrik (horison A1), (4) pembentukan horison albik, dan (5) pengendapan argilan.

4. Klasifikasi Alfisol

Klasifikasi Alfisol terdapat empat sub ordo dari Alfisol yang termasuk lahan kering (tidak termasuk Aqualf yang termasuk Alfisol lahan basah) adalah Ustalf dan Udalf (rejim kelembaban ustic & udic ditemukan di Indonesia), serta Cryalf dan Xeralf (rejim suhu cryic dan rejim kelembaban xeric tidak ditemukan di Indonesia).

5. Pengelolaan Alfisol

(5)

Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK mempunyai tekstur berliat sehingga perlu penambahan bahan organik yang berguna untuk menggemburkan tanah. Faktor penghambatnya adalah keberadaan horison penimbunan liat (horison argilik) di horison B dapat menghambat perakaran tanaman tahunan (Arabia, 2012). Munir (1996) menambahkan pengelolaan tanah yang sebaiknya dilakukan dengan alternatif sebagai berikut: (1) pembuatan terasering pada lahan yang berlereng, (2) sistem budidaya lereng, dan (3) pemupukan secukupnya dan pengelolaan air yang baik.

6. Penggunaan Alfisol

Penggunaan Alfisol adalah Alfisol merupakan tanah yang subur, banyak digunakan untuk pertanian, rumput ternak, atau hutan. Tanah ini mempunyai kejenuhan basa tinggi, kapasitas tukar kation tinggi, dan cadangan unsur hara banyak.

5. Metode/Strategi Pembelajaran

Metode yang dilakukan dalam kegiatan kuliah ini: 1. Ceramah

2. Tanya Jawab 3. Diskusi 4. Penugasan

6. Tahap Pembelajaran A. Kegiatan Pendahuluan

Dosen menyiapkan diri dan membuka perkuliahan dengan berdoa dalam hati dan ucapkan salam serta mengajak mahasiswa berkonsentrasi dengan berbagai pertanyaan lisan maupun tertulis dan menunjukkan tujuan perkuliahan.

B. Kegiatan Perkuliahan Inti Dosen:

1. Menjelaskan seluruh materi dalam pokok bahasan secara sistematis

2. Menjelaskan materi dengan menggunakan media pembelajaran yang telah disiapkan 3. Mengajak mahasiswa berdiskusi tentang materi

4. Memberikan pertanyaan terkait dengan materi 5. Memberi evaluasi

Mahasiswa:

1. Mendengarkan dan memperhatikan materi yang disampaikan dosen 2. Mengajukan pertanyaan bila kurang jelas

3. Menjawab pertanyaan dan mengerjakan tugas dari dosen 4. Mengerjakan evaluasi

C. Kegiatan Akhir

Dosen menutup perkuliahan dengan merangkum keseluruhan materi

7. Alat/Bahan/Sumber Belajar A. Alat/Media

Media pembelajaran yang dipergunakan: 1. Proyektor

2. Papan tulis dan spidol 3. LCD dan Laptop

4. Contoh materi yang ada di sekitar B. Bahan/Sumber Bacaan

(6)

Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK Arabia, T. 2014. Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah. Buku Ajar. Fakultas

Pertanian. Universitas Syiah Kuala. Darussalam, Banda Aceh.

________., A. Karim, Manfarizah. 2012. Klasifikasi dan Pengelolaan Tanah. Buku Ajar. Syiah Kuala University Press. Darussalam. Banda Aceh.

Arnold, R.W. and F.F. Riecken. 1964. Grainy gray ped coatings in some Brunizem soil. Proc. Low Acad. Sci. 71 : 350-360.

Buol, S.W., F.D. Hole, and R.J. Mc Cracken. 1980. Soil Genesis and Classification. 2nd ed. Iowa State University Press. Ames.

Darmawijaya, M.I. 1992. Klasifikasi Tanah. Dasar Teori bagi Peneliti Tanah dan Pelaksana Pertanian di Indonesia. Cetakan kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Dudal, R. and M. Soepraptohardjo. 1957. Soil classification in Indonesia. Cont. Gen. Agr. Res. Sta. No. 148. Bogor.

FAO. 1974. Soil map of the world. Vol. 1. Legend. UNESCO. Paris.

Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Edisi Revisi. Penerbit Akademika Pressindo. Jakarta.

Munir, M. 1996. Tanah-tanah Utama Indonesia. Karakteristik, Klasifikasi, dan Pemanfaatannya. Pustaka Jaya. Jakarta.

Pusat Penelitian Tanah. 1982. Jenis dan Macam Tanah di Indonesia untuk Keperluan Survai dan Pemetaan Tanah Daerah Transmigrasi.

Reifenberg, A. 1935. Soil formation in Mediterranean. Transact 3rd Inter. Congr. Soil Sci. Oxford 1: 306-310.

Soepraptohardjo, M. 1958. Klasifikasi tanah-tanah di Indonesia. Tjer. Balai Besar Penjel. Pert. Bogor.

________________. 1961a. Klasifikasi Tanah Kategori Tinggi. Balai Penyelidikan Tanah. Kongres Nasional Ilmu Tanah I. Seksi II No.8. Bogor.

________________. 1961b. Sistem Klasifikasi Tanah di Balai Penjelidikan Tanah. Kongr. Nas. Ilmu Tanah I. Seksi II No.9. Bogor.

Soil Survey Staff. 2006. Keys to Soil Taxonomy. 10th ed. USDA-NRCS. Washington, DC.

Wikipedia. 2011. Terrarossa. Diakses tanggal 3 Desember 2011.

(7)

Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)

Dosen Koordinator : Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.

Program Studi : S1 Ilmu Tanah

Kode Mata Kuliah : PIT-403

Nama Mata Kuliah : Pengelolaan Lahan Basah dan Lahan Kering

Jumlah SKS : 3 SKS (2 SKS Kuliah + 1 SKS Praktikum)

Kelas/Semester : ?/VII

Pertemuan : Ke-3

Alokasi Waktu : 100 menit

1. Standar Kompetensi

Mata kuliah ini diberikan dengan tujuan agar pada akhir kuliah peserta didik memahami proses pembentukan, klasifikasi, serta pengelolaan dan penggunaan Andisol. Kegiatan belajar dilakukan melalui pengalaman belajar ceramah dan praktek di laboratorium.

2. Kompetensi Dasar

Mahasiswa memahami dan menjelaskan tentang Andisol (Andosol).

3. Indikator

Setelah perkuliahan ini, mahasiswa dapat: 1. Menyebutkan definisi Andosol, 2. Menyebutkan definisi Andisol,

3. Menjelaskan proses pembentukan Andisol, 4. Menjelaskan klasifikasi Andisol,

5. Menjelaskan pengelolaan Andisol, dan 6. Menjelaskan penggunaan Andisol.

4. Materi Ajar 1. Andosol (PPT)

Andosol (PPT) tanah-tanah berwarna hitam atau coklat tua, remah, kandungan BO tinggi, licin (smeary) bila dipirid. Tanah di bawahnya berwarna coklat – coklat kekuningan, tekstur sedang, porous, pH 4.5 - 6. Pemadasan lemah dan sedikit akumulasi liat sering ditemukan di lapisan bawah. Andosol hanya ditemukan pada bahan induk yang tidak padu (unconsolidated), pada ketinggian dari muka laut sampai 3000 m, umumnya di daerah tinggi. Ditemukan pada iklim yang sama dengan Latosol, biasanya lebih dingin dan curah hujan lebih tinggi.

2. Andisol (USDA)

Andisol (USDA) adalah tanah-tanah yang mempunyai lapisan dengan sifat andik ≥ 60% pada kedalaman < 60 cm. Tanah ini berkembang dari bahan volkanik, dan fraksi koloid-nya didominasi oleh mineral short-range order.

3. Proses Pembentukan Andisol

(8)

Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK 4. Klasifikasi Andisol

Klasifikasi Andisol terdapat tujuh sub ordo dari Andisol yang termasuk lahan kering (tidak termasuk Aquand yang termasuk Andisol lahan basah) adalah Vitrand, Ustand & Udand, serta Geland, Cryand, Torrand & Xeralf (rejim suhu gelic & cryic serta rejim kelembaban torric & xeric tidak ditemukan di Indonesia).

5. Pengelolaan Andisol

Pengelolaan Andisol adalah masalah utama pada tanah ini adalah fiksasi P oleh mineral liat alofan yang merupakan penciri Andisol, di samping itu tanah ini mempunyai sifat kering tak-balik (irreversible drying), juga mempunyai agregat yang kurang stabil sehingga peka terhadap erosi. Pengelolaan yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian bahan organik yang dapat melepaskan ikatan P dari alofan sehingga lebih tersedia bagi tanaman, di samping itu untuk mencegah kering tak balik dapat dilakukan dengan pemberian mulsa sehingga dapat menjaga tanah tetap dalam keadaan lembab. Di daerah berlereng, untuk mencegah erosi perlu dibuat teras, dengan penanaman tanaman penguat teras dan pembuatan guludan (Arabia, 2012).

6. Penggunaan Andisol

Penggunaan Andisol adalah Andisol merupakan tanah yang cukup subur. Di Indonesia Andisol merupakan tanah utama yang digunakan untuk perkebunan teh seperti di daerah Pengalengan Jawa Barat, di daerah sekitar Danau Toba Sumatera Utara, dan lain. Selain itu Andisol banyak digunakan untuk tanaman hortikultura baik berupa tanaman bunga, sayur-sayuran maupun buah-buahan. Andisol dataran rendah seperti di daerah Deli Sumatera Utara sangat terkenal dengan tembakaunya.

5. Metode/Strategi Pembelajaran

Metode yang dilakukan dalam kegiatan kuliah ini: 1. Ceramah

2. Tanya Jawab 3. Diskusi 4. Penugasan

6. Tahap Pembelajaran A. Kegiatan Pendahuluan

Dosen menyiapkan diri dan membuka perkuliahan dengan ucapan salam serta mengajak mahasiswa berkonsentrasi dengan berbagai pertanyaan lisan maupun tertulis dan menunjukkan tujuan perkuliahan.

B. Kegiatan Perkuliahan Inti Dosen:

1. Menjelaskan seluruh materi dalam pokok bahasan secara sistematis

2. Menjelaskan materi dengan menggunakan media pembelajaran yang telah disiapkan 3. Mengajak mahasiswa berdiskusi tentang materi

4. Memberikan pertanyaan terkait dengan materi 5. Memberi evaluasi

Mahasiswa:

1. Mendengarkan dan memperhatikan materi yang disampaikan dosen 2. Mengajukan pertanyaan bila kurang jelas

3. Menjawab pertanyaan dan mengerjakan tugas dari dosen 4. Mengerjakan evaluasi

C. Kegiatan Akhir

(9)

Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK 7. Alat/Bahan/Sumber Belajar

A. Alat/Media

Media pembelajaran yang dipergunakan: 1. Proyektor

2. Papan tulis dan spidol 3. LCD dan Laptop

4. Contoh materi yang ada di sekitar B. Bahan/Sumber Bacaan

Arabia, T. 2012. Genesis dan Klasifikasi Tanah. Diktat. Program Studi Magister Konservasi Sumberdaya Lahan. Program Pascasarjana. Universitas Syiah Kuala. Darussalam. Banda Aceh.

________. 2014. Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah. Buku Ajar. Fakultas Pertanian. Universitas Syiah Kuala. Darussalam, Banda Aceh.

________., A. Karim, Manfarizah. 2012. Klasifikasi dan Pengelolaan Tanah. Buku Ajar. Syiah Kuala University Press. Darussalam. Banda Aceh.

Birrel, K.S. 1965. Some properties of volcanic ash. Meeting on Volcanic Ash Soils. Rome. FAO Report No. 14: 74-81.

Buol, S.W., F.D. Hole, and R.J. Mc Cracken. 1980. Soil Genesis and Classification. 2nd ed. Iowa State University Press. Ames.

Darmawijaya, M.I. 1992. Klasifikasi Tanah. Dasar Teori bagi Peneliti Tanah dan Pelaksana Pertanian di Indonesia. Cetakan kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Egawa, T. 1965. Mineralogical properties of volcanic ash soils in Japan. Meeting on Volcanic Ash Soils. Rome. FAO Report No. 14: 89-91.

FAO. 1974. Soil map of the world. Vol. 1. Legend. UNESCO. Paris.

Fieldes, M. 1955. Clay mineralogy of New Zealand sois. 2 – Allophane and related mineral colloids. New Zealand J. Sci. Tech. Bull. 37: 336-350.

Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Edisi Revisi. Penerbit Akademika Pressindo. Jakarta.

Kawai, K. 1969. Micromorphological studies on Andisols in Japan. Bull. Nat. Inst. Agric. Japan: 145-154.

Kosaka, J., Ch. Honda, and A. Izoki. 1962. Tranformation of humus in upland solis in Japan. Soil Sci. Plant Nutr. 8: 191-197.

Simonson, R.W. 1959. Outline of a generalized theory of soil genesis. Soil Sci. Soc. Am. Proc. 23: 152-56.

Soil Survey Staff. 2006. Keys to Soil Taxonomy. 10th ed. USDA-NRCS. Washington, DC.

Tan, K.H. 1965. The Andosols in Indonesia. Meeting on Volcanic Ash Soils, Rome. FAO Report No. 14: 30-35.

________. dan J. van Schuylenborgh, 1961. On the classifcation and genesis of soils developed over acid volcanic material under humid tropical conditions. Neth. J. Agric. Sci. 9: 41-54.

(10)

Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)

Dosen Koordinator : Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.

Program Studi : S1 Ilmu Tanah

Kode Mata Kuliah : PIT-403

Nama Mata Kuliah : Pengelolaan Lahan Basah dan Lahan Kering

Jumlah SKS : 3 SKS (2 SKS Kuliah + 1 SKS Praktikum)

Kelas/Semester : ?/VII

Pertemuan : Ke-4

Alokasi Waktu : 100 menit

1. Standar Kompetensi

Mata kuliah ini diberikan dengan tujuan agar pada akhir kuliah peserta didik memahami proses pembentukan, klasifikasi, serta pengelolaan dan penggunaan Aridisol. Kegiatan belajar dilakukan melalui pengalaman belajar ceramah dan praktek di laboratorium.

2. Kompetensi Dasar

Mahasiswa memahami dan menjelaskan tentang Aridisol (Xerosol, Yermosol).

3. Indikator

Setelah perkuliahan ini, mahasiswa dapat: 1. Menyebutkan definisi Xerosol,

2. Menyebutkan definisi Yermosol, 3. Menyebutkan definisi Aridisol,

4. Menjelaskan proses pembentukan Aridisol, 5. Menjelaskan klasifikasi Aridisol,

6. Menjelaskan pengelolaan Aridisol, dan 7. Menjelaskan penggunaan Aridisol.

4. Materi Ajar 1. Xerosol (FAO)

Xerosol (FAO) adalah tanah-tanah dengan epipedon okrik lemah & regim kelembaban aridik; dan tidak mempunyai permafrost sampai kedalaman 200 cm.

2. Yermosol (FAO)

Yermosol (FAO) adalah tanah-tanah sama dengan Xerosol tapi dengan epipedon okrik sangat lemah.

3. Aridisol (USDA)

Aridisol (USDA) adalah tanah-tanah yang kering > 6 bulan setiap tahun dan tidak mempunyai epipedon molik.

4. Proses pembentukan Aridisol

(11)

Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK argilik (subordo Argids). Karena iklim yang kering sehingga tidak ditemukannya horison pencucian liat (eluviasi). Liat telah terbentuk in situ (setempat). Selain itu kemungkinan juga ada sedikit proses lessivage. Teori lain menyebutkan bahwa horison argilik tersebut terbentuk akibat iklim purba (paleoclimate) yang lebih humid. Adanya proses pedoturbasi akibat mengembang dan mengkerutnya tanah telah menghilangkan beberapa horison yang telah ada, dan (3) pada beberapa Aridisol, di permukaan tanah sering ditemukan gravel pavement (lapisan kerikil di permukaan) yang mungkin dibentuk karena basah dan kering yang berulang-ulang. Kerikil-kerikil tersebut sering berwarna hitam karena diselaputi oleh Mn dan Fe-oksida, yang dsebut dengan desert va rnish (dari subgrup Petronodic).

5. Klasifikasi Aridisol

Klasifikasi Aridisol terdapat tujuh sub ordo dari Aridisol yang termasuk lahan kering (tidak dijumpai Aridisol lahan basah, karena terbentuk pada rejim kelembaban a ridic, yaitu iklim yang sangat kering dan panas atau sangat kering dan dingin) adalah Cryid, Salid, Durid, Gypsid, Argid, Calcid, dan Cambid (tanah-tanah ini tidak ditemukan di Indonesia).

6. Pengelolaan Aridisol

Pengelolaan Aridisol adalah Agar dapat diperoleh hasil yang baik dalam pemanfaatan tanah-tanah salin, maka diperlukan teknik dalam mengelola air irigasi dan menjaga agar tingkat kegaraman berada dalam batas yang tidak mengganggu tanaman. Keperluan air tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan tanaman saja, tetapi juga dibutuhkan untuk ameliorasi tanah dan mengurangi kegaraman tanah yang tinggi. Mengingat mutlaknya kebutuhan air dalam rangka pemanfaatan tanah-tanah salin, sedangkan air tersebut keberadaannya sangat langka, maka prospek pemanfaatan tanah ini kurang dapat diharapkan. Karena kesuburan tanah-tanah salin dinilai marginal bahkan tidak sesuai untuk lahan pertanian, maka biasanya digunakan sebagai padang pengembalaan alami yang tidak dikelola, dan juga sebagai usaha pembuatan garam. Menurut Arabia (2012) intensitas pengelolaan yang masih rendah juga disebabkan oleh taraf hidup masyarakat petani yang tinggal di daerah bergaram biasanya masih rendah. Pengelolaan tanah-tanah ini memerlukan kemampuan untuk mengatasi masalah-masalah tadi, hal ini menjadi penyebab mengapa intensitas pengelolaan tanahnya masih rendah.

7. Penggunaan Aridisol

Penggunaan Aridisol adalah Penggunaan tanah untuk pengembalaan juga terbatas pada pengembalaan musiman terutama daerah-daerah rendah yang terdiri dari Entisol (grea t group Torrifluvent). Secara kimia sebenarnya tanah-tanah salin kaya akan cadangan mineral, namun karena tingkat perkembangan pedogenesisnya belum lanjut, dan reaksi tanahnya alkalis maka unsur hara belum banyak tersedia bagi tanaman.

5. Metode/Strategi Pembelajaran

Metode yang dilakukan dalam kegiatan kuliah ini: 1. Ceramah

2. Tanya Jawab 3. Diskusi 4. Penugasan

6. Tahap Pembelajaran A. Kegiatan Pendahuluan

(12)

Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK B. Kegiatan Perkuliahan Inti

Dosen:

1. Menjelaskan seluruh materi dalam pokok bahasan secara sistematis

2. Menjelaskan materi dengan menggunakan media pembelajaran yang telah disiapkan 3. Mengajak mahasiswa berdiskusi tentang materi

4. Memberikan pertanyaan terkait dengan materi 5. Memberi evaluasi

Mahasiswa:

1. Mendengarkan dan memperhatikan materi yang disampaikan dosen 2. Mengajukan pertanyaan bila kurang jelas

3. Menjawab pertanyaan dan mengerjakan tugas dari dosen 4. Mengerjakan evaluasi

C. Kegiatan Akhir

Dosen menutup perkuliahan dengan merangkum keseluruhan materi

7. Alat/Bahan/Sumber Belajar A. Alat/Media

Media pembelajaran yang dipergunakan: 1. Proyektor

2. Papan tulis dan spidol 3. LCD dan Laptop

4. Contoh materi yang ada di sekitar B. Bahan/Sumber Bacaan:

Arabia, T. 2012. Genesis dan Klasifikasi Tanah. Diktat. Program Studi Magister Konservasi Sumberdaya Lahan. Program Pascasarjana. Universitas Syiah Kuala. Darussalam. Banda Aceh.

________. 2014. Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah. Buku Ajar. Fakultas Pertanian. Universitas Syiah Kuala. Darussalam, Banda Aceh.

Buol, S.W., F.D. Hole, and R.J. Mc Cracken. 1980. Soil Genesis and Classification. 2nd ed. Iowa State University Press. Ames.

Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Edisi Revisi. Penerbit Akademika Pressindo. Jakarta.

Nikiforoff, C.C. 1937. General trends of desert type of soil formation. Soil Sci. 43: 105-131.

(13)

Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)

Dosen Koordinator : Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.

Program Studi : S1 Ilmu Tanah

Kode Mata Kuliah : PIT-403

Nama Mata Kuliah : Pengelolaan Lahan Basah dan Lahan Kering

Jumlah SKS : 3 SKS (2 SKS Kuliah + 1 SKS Praktikum)

Kelas/Semester : ?/VII

Pertemuan : Ke-5

Alokasi Waktu : 100 menit

1. Standar Kompetensi

Mata kuliah ini diberikan dengan tujuan agar pada akhir kuliah peserta didik memahami proses pembentukan, klasifikasi, serta pengelolaan dan penggunaan Entisol. Kegiatan belajar dilakukan melalui pengalaman belajar ceramah dan praktek di laboratorium.

2. Kompetensi Dasar

Mahasiswa memahami dan menjelaskan tentang Entisol (Tanah Bekas Tambang, Regosol, Tanah Aluvial, dan Litosol).

3. Indikator

Setelah perkuliahan ini, mahasiswa dapat: 1. Menyebutkan definisi Arenosol (FAO),

2. Menyebutkan definisi Arent-USDA (Tanah Bekas Tambang), 3. Menyebutkan definisi Regosol (PPT),

4. Menyebutkan definisi Reghosol (FAO),

5. Menyebutkan definisi Psamment-USDA (Regosol) 6. Menyebutkan definisi Tanah Aluvial (PPT), 7. Menyebutkan definisi Fluvisol (FAO),

8. Menyebutkan definisi Fluvent-USDA (Aluvial) 9. Menyebutkan definisi Litosol (PPT),

10.Menyebutkan definisi Lithosol (FAO),

11.Menyebutkan definisi Orthent-USDA (Litosol) 12.Menyebutkan definisi Entisol (USDA),

13.Menjelaskan proses pembentukan Entisol, 14.Menjelaskan klasifikasi Entisol,

15.Menjelaskan pengelolaan Entisol, dan 16.Menjelaskan penggunaan Entisol.

4. Materi Ajar

1. Arenosol (FAO)

Arenosol (FAO) adalah tanah yang bertekstur kasar mengandung bahan albik sampai

kedalaman ≥ 50 cm; dan tidak mempunyai horison penciri lain (kecuali tertimbun ≥ 50

cm oleh bahan baru) selain epipedon okrik. 2. Arent-USDA (Tanah Bekas Tambang)

(14)

Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK 3. Regosol (PPT)

Regosol (PPT) adalah tanah-tanah umumnya belum jelas membentuk diferensiasi horison, tetapi pada Regosol yang sudah berkembang sudah terbentuk horison A1 lemah berwarna kelabu, mengandung bahan yang belum dan baru mengalami pelapukan. Tekstur tanah biasanya kasar, kersai atau remah, konsistensi lepas sampai gembur dan pH 6 - 7. Umumnya tanah ini cukup mengandung unsur P dan K, tetapi kekurangan unsur N. 4. Reghosol (FAO)

Reghosol (FAO) adalah tanah-tanah tanpa horison lain (kecuali tertimbun ≥ 50 cm oleh bahan baru) selain epipedon okhrik.

5. Psamment-USDA (Regosol)

Psamment-USDA (Regosol) merupakan subordo dari Entisol yang bertekstur pasir dan tidak mempunyai fragmen batuan.

6. Tanah Aluvial (PPT)

Tanah Aluvial (PPT) adalah tanah-tanah dengan endapan aluvial atau koluvial muda atau agak muda dengan atau tanpa perkembangan profil lemah. Sifat tanah alluvial tergantung dari sifat bahan asal yang diendapkan.

7. Fluvisol (FAO)

Fluvisol (FAO) adalah tanah yang berkembang dari bahan iluvial baru dan tidak mempunyai horison penciri lain (kecuali tertimbun ≥ 50 cm oleh bahan baru) selain okrik, umbrik, histik, atau sulfurik.

8. Fluvent-USDA (Aluvial)

Fluvent-USDA (Alvial) adalah subordo Entisol dengan tekstur lebih halus dari pasir halus berlempung, kandungan bahan organik dalam profil tanah naik turun tidak teratur menurut kedalaman.

9. Litosol (PPT)

Litosol (PPT) adalah tanah-tanah yang terdapat di atas batuan keras, belum ada perkembangan profil, akibat erosi yang kuat. Ditemukan pada aneka bahan induk, iklim, dan ketinggian, umumnya di lereng curam.

10.Lithosol (FAO)

Lithosol (FAO) tanah dengan kedalaman sampai kebatuan <10 cm. 11.Orthent-USDA (Litosol)

Orthent-USDA (Litosol) adalah subordo Entisol dengan tekstur lebih halus dari pasir halus berlempung (drainase lebih baik dari Aquent), bahan organik menurun teratur dengan kedalaman.

12.Entisol (USDA)

Entisol (USDA) adalah tanah-tanah yang mempunyai epipedon okrik, atau histik, atau albik, tetapi tidak mempunyai horison penciri lain.

13.Proses pembentukan Entisol

Proses pembentukan Entisol adalah: (1) iklim yang sangat kering, sehingga pelapukan dan reaksi-reaksi kimia berjalan sangat lambat, (2) erosi yang kuat, dapat menyebabkan bahan-bahan yang dierosikan lebih banyak dari yang dibentuk melalui proses pembentukan tanah, (3) pengendapan terus menerus, menyebabkan pembentukan horison lebih lambat dari pengendapan, (4) imobilisasi plasma tanah menjadi bahan-bahan inert, , (5) bahan induk sangat sukar dilapuk (inert) atau tidak permeabel, sehingga air sukar meresap dan reaksi tidak berjalan, (6) bahan induk yang tidak subur atau mengandung unsur-unsur beracun bagi tanaman atau organisme lain. Diferensiasi oleh bahan organik tidak dapat terjadi, (7) selalu jenuh air atau tergenang, menghambat perkembangan horison, (8) waktu yang singkat, belum memungkinkan perkembangan tanah, dan (9) perubahan yang drastis dari vegetasi.

14.Klasifikasi Entisol

(15)

Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK termasuk Wassent dan Aquent yang termasuk Entisol lahan basah) adalah Arent, Psamment, Fluvent, dan Orthent (semua subordo ini ditemukan di Indonesia).

15.Pengelolaan Entisol

Pengelolaan Entisol adalah: (1) lahan eks tambang juga dapat direklamasi untuk keperluan usaha pertanian seperti pertanian jagung, padi atau perladangan. Namun untuk reklamasi lahan tambang menjadi usaha pertanian, ada beberapa syarat yang cukup ketat harus dipenuhi mengingat ada potensi bahaya nutrisi dari lahan eks tambang, (2) masalah utama pada Regosol adalah daya menyimpan air dan unsur hara rendah, disebabkan tanahnya yang berpasir, sehingga perlu penambahan bahan organik untuk menjaga tanah tetap lembab, selain itu perlu penambahan pupuk, (3) dengan pembuatan jaringan irigasi Aluvial dapat ditanami padi, dan (4) Entisol yang terdapat di lereng curam atau berbatu-batu (Lithosol/Orthent), sebaik dibiarkan sebagai hutan untuk mencegah terjadinya erosi, dan banyak dijadikan sebagai daerah cagar alam.

16.Penggunaan Entisol

Penggunaan Entisol adalah: (1) tanah bekas tambang selain penanaman pohon cepat tumbuh akasia dan sengon, dapat pula dilakukan penanaman lahan dengan pohon asli daerah edemik, (2) di Florida, Amerika Serikat, perkebunan jeruk ditanami pada Entisol berpasir (Regosol/Psamments), (3) tanah Aluvial di Indonesia pada umumnya memberi hasil produksi padi) cukup baik (misalnya daerah: Karawang, Indramayu, dan delta Brantas), serta palawija dan tebu di Surabaya. Dapat pula digunakan untuk memelihara tambak perikanan, seperti: bandeng, gurame (Gresik, Tegal, Indramayu) cukup berproduksi dengan baik, (4) Di daerah subhumid, semi arid, dan arid tanah-tanah Litosol yang kurang subur banyak digunakan sebagai padang pengembalaan sapi atau kambing.

5. Metode/Strategi Pembelajaran

Metode yang dilakukan dalam kegiatan kuliah ini: 1. Ceramah

2. Tanya Jawab 3. Diskusi 4. Penugasan

6. Tahap Pembelajaran A. Kegiatan Pendahuluan

Dosen menyiapkan diri dan membuka perkuliahan dengan berdoa dalam hati dan ucapkan salam serta mengajak mahasiswa berkonsentrasi dengan berbagai pertanyaan lisan maupun tertulis dan menunjukkan tujuan perkuliahan.

B. Kegiatan Perkuliahan Inti Dosen:

1. Menjelaskan seluruh materi dalam pokok bahasan secara sistematis

2. Menjelaskan materi dengan menggunakan media pembelajaran yang telah disiapkan 3. Mengajak mahasiswa berdiskusi tentang materi

4. Memberikan pertanyaan terkait dengan materi 5. Memberi evaluasi

Mahasiswa:

1. Mendengarkan dan memperhatikan materi yang disampaikan dosen 2. Mengajukan pertanyaan bila kurang jelas

3. Menjawab pertanyaan dan mengerjakan tugas dari dosen 4. Mengerjakan evaluasi

C. Kegiatan Akhir

(16)

Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK 7. Alat/Bahan/Sumber Belajar

A. Alat/Media

Media pembelajaran yang dipergunakan: 1. Proyektor

2. Papan tulis dan spidol 3. LCD dan Laptop

4. Contoh materi yang ada di sekitar B. Bahan/Sumber Bacaan

Arabia, T. 2012. Genesis dan Klasifikasi Tanah. Diktat. Program Studi Magister Konservasi Sumberdaya Lahan. Program Pascasarjana. Universitas Syiah Kuala. Darussalam. Banda Aceh.

_________. 2014. Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah. Buku Ajar. Fakultas Pertanian. Universitas Syiah Kuala. Darussalam, Banda Aceh.

Buol, S.W., F.D. Hole, and R.J. Mc Cracken. 1980. Soil Genesis and Classification. 2nd ed. Iowa State University Press. Ames.

Dames, T.W.G. 1955. The soils of East Central Java. Ibid No. 141.

Darmawijaya, M.I. 1992. Klasifikasi Tanah. Dasar Teori bagi Peneliti Tanah dan Pelaksana Pertanian di Indonesia. Cetakan kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

FAO. 1974. Soil map of the world. Vol. 1. Legend. UNESCO. Paris.

Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Edisi Revisi. Penerbit Akademika Pressindo. Jakarta.

Simonson, R.W. 1959. Outline of a generalized theory of soil genesis. Soil Sci. Soc. Am. Proc. 23: 152-56.

(17)

Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)

Dosen Koordinator : Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.

Program Studi : S1 Ilmu Tanah

Kode Mata Kuliah : PIT-403

Nama Mata Kuliah : Pengelolaan Lahan Basah dan Lahan Kering

Jumlah SKS : 3 SKS (2 SKS Kuliah + 1 SKS Praktikum)

Kelas/Semester : ?/VII

Pertemuan : Ke-6

Alokasi Waktu : 100 menit

1. Standar Kompetensi

Mata kuliah ini diberikan dengan tujuan agar pada akhir kuliah peserta didik memahami proses pembentukan, klasifikasi, serta pengelolaan dan penggunaan Inceptisol dan Mollisol. Kegiatan belajar dilakukan melalui pengalaman belajar ceramah dan praktek di laboratorium.

2. Kompetensi Dasar

Mahasiswa memahami dan menjelaskan tentang Inceptisol (Kambisol) dan Mollisol (Tanah Rendzina).

3. Indikator

Setelah perkuliahan ini, mahasiswa dapat: 1. Menyebutkan definisi Kambisol, 2. Menyebutkan definisi Inceptisol, 3. Menyebutkan definisi tanah Rendzina, 4. Menyebutkan definisi Rendoll,

5. Menyebutkan definisi Mollisol,

6. Menjelaskan proses pembentukan Inceptisol, 7. Menjelaskan proses pembentukan Mollisol, 8. Menjelaskan klasifikasi Inceptisol,

9. Menjelaskan klasifikasi Mollisol, 10.Menjelaskan pengelolaan Inceptlisol 11.Menjelaskan pengelolaan Mollisol, 12.Menjelaskan penggunaan Inceptisol, dan 13.Menjelaskan penggunaan Mollisol.

4. Materi Ajar

1. Kambisol (PPT)

Kambisol (PPT) adalah tanah-tanah yang mempunyai horison B kambik, atau horison A umbrik, atau molik; tanpa memperlihatkan gejala hidromorfik di dalam penampang 50 cm dari permukaan.

2. Inceptisol (USDA)

Inceptisol (USDA) adalah tanah-tanah yang mempunyai horison salik atau epipedon histik, molik, plagen, umbrik, atau horison kambik,

3. Tanah Rendzina (PPT)

Tanah Rendzina (PPT) adalah tanah-tanah dengan lapisan atas berwarna kelabu tua sampai hitam, granuler, tekstur berat, lapisan bawah bahan berkapur, terutama mergel (batu kapur), pH netral-alkalis.

4. Rendoll-USDA (Rendzina)

(18)

Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK 5. Mollisol (USDA)

Mollisol (USDA) adalah tanah-tanah yang mempunyai epipedon molik dan KB pH 7 seluruh bagian solum tanah ≥ 50%. Mollisol terbentuk di bawah vegetasi rumput baik rumput rendah, sedang, atau tinggi. Penyebaran padang rumput (prairie) dipengaruhi oleh iklim, dengan curah hujan antara 300 - 1000 mm/tahun. Proses pembentukan tanah yang terpenting adalah melanisa si.

6. Proses pembentukan Inceptisol

Proses pembentukan Inceptisol adalah: (1) bahan induk yang sangat resisten, (2) posisi dalam landscape yang ekstrim, yaitu daerah curam (Fluventic Endoaquept) atau lembah, (3) permukaan geomorfologi yang muda, sehingga pembentukan tanah belum lanjut. 7. Proses pembentukan Mollisol

Proses pembentukan Mollisol adalah: (1) melanisasi, yaitu pembentukan warna kelam dari warna tanah mineral terang karena pencampuran bahan organik (seperti horison A₁), (2) selain itu dapat pula terjadi peristiwa mineralisasi yaitu pelepasan unsur-unsur (oksida-oksida) karena dekomposisi bahan organik. Pada melanisasi meliputi peristiwa penambahan bahan organik & mineral ke dalam tanah baik dalam bentuk padat, cair, atau gas; dan pemindahan bahan-bahan tanah dari satu lapisan ke lapisan lain, sedangkan pada mineralisasi terjadi perubahan bentuk bahan-bahan mineral atau organik di dalam tanah 8. Klasifikasi Inceptisol

Klasifikasi Inceptisol terdapat enam subordo dari Inceptisol yang termasuk lahan kering (tidak termasuk Aquept yang termasuk Inceptisol lahan basah) adalah Ustept & Udept, serta Anthrept, Gelept, Cryept & Xerept (epipedon anthropic, rejim suhu gelic, cryic dan rejim kelembaban xeric tidak ditemukan di Indonesia).

9. Klasifikasi Mollisol

Klasifikasi Mollisol terdapat tujuh subordo dari Mollisol yang termasuk lahan kering (tidak termasuk Aquoll yang termasuk Mollisol lahan basah) adalah Rendoll, Ustoll & Udoll, serta Alboll, Geloll, Cryoll & Xeroll (horison albic, rejim suhu gelic, cryic dan rejim kelembaban xeric tidak ditemukan di Indonesia).

10.Pengelolaan Inceptisol

Pengelolaan Inceptisol adalah yang berdrainase buruk (tanah Hidromorf Kelabu) dapat digunakan untuk tanaman pertanian setelah drainase diperbaiki.

11.Pengelolaan Mollisol

Pengelolaan Mollisol adalah di Indonesia, Mollisol umumnya ditemukan di daerah bukit kapur (tanah Rendzina/subordo Rendolls), karena solumnya dangkal sehingga penggunaannya terbatas. Tanah ini terbentuk di bawah vegetasi rumput (prairie), sehingga sering digunakan sebagai padang pengembalaan. Rendzina merupakan tanah yang subur dengan hanya sedikit sekali pencucian, sehingga kejenuhan basanya tinggi. Sebagian besar tanah telah diusahakan untuk pertanian.

12.Penggunaan Inceptisol

Penggunaan Inceptisol adalah untuk pertanian atau non-pertanian beraneka ragam. Daerah-daerah berlereng curam (Lithic Dystrudept) dapat digunakan untuk hutan, daerah rekreasi atau wildlife,

13.Penggunaan Mollisol

Penggunaan Mollisol adalah tanah yang subur dengan hanya sedikit sekali pencucian, sehingga kejenuhan basanya tinggi. Sebagian besar tanah telah diusahakan untuk pertanian. Di daerah Cornbelt Amerika Serikat, hampir seluruh tanahnya terdiri dari tanah Mollisol.

5. Metode/Strategi Pembelajaran

(19)

Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK 1. Ceramah

2. Tanya Jawab 3. Diskusi 4. Penugasan

6. Tahap Pembelajaran A. Kegiatan Pendahuluan

Dosen menyiapkan diri dan membuka perkuliahan dengan berdoa dalam hati dan ucapkan salam serta mengajak mahasiswa berkonsentrasi dengan berbagai pertanyaan lisan maupun tertulis dan menunjukkan tujuan perkuliahan.

B. Kegiatan Perkuliahan Inti Dosen:

1. Menjelaskan seluruh materi dalam pokok bahasan secara sistematis

2. Menjelaskan materi dengan menggunakan media pembelajaran yang telah disiapkan 3. Mengajak mahasiswa berdiskusi tentang materi

4. Memberikan pertanyaan terkait dengan materi 5. Memberi evaluasi

Mahasiswa:

1. Mendengarkan dan memperhatikan materi yang disampaikan dosen 2. Mengajukan pertanyaan bila kurang jelas

3. Menjawab pertanyaan dan mengerjakan tugas dari dosen 4. Mengerjakan evaluasi

C. Kegiatan Akhir

Dosen menutup perkuliahan dengan merangkum keseluruhan materi

7. Alat/Bahan/Sumber Belajar A. Alat/Media

Media pembelajaran yang dipergunakan: 1. Proyektor

2. Papan tulis dan spidol 3. LCD dan Laptop

4. Contoh materi yang ada di sekitar B. Bahan/Sumber Bacaan

Arabia, T. 2012. Genesis dan Klasifikasi Tanah. Diktat. Program Studi Magister Konservasi Sumberdaya Lahan. Program Pascasarjana. Universitas Syiah Kuala. Darussalam. Banda Aceh.

________. 2014. Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah. Buku Ajar. Fakultas Pertanian. Universitas Syiah Kuala. Darussalam, Banda Aceh.

________., A. Karim, Manfarizah. 2012. Klasifikasi dan Pengelolaan Tanah. Buku Ajar. Syiah Kuala University Press. Darussalam. Banda Aceh.

Buol, S.W., F.D. Hole, and R.J. Mc Cracken. 1980. Soil Genesis and Classification. 2nd ed. Iowa State University Press. Ames.

Darmawijaya, M.I. 1992. Klasifikasi Tanah. Dasar Teori bagi Peneliti Tanah dan Pelaksana Pertanian di Indonesia. Cetakan kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Dudal, R. and M. Soepraptohardjo. 1957. Soil classification in Indonesia. Cont. Gen. Agr. Res. Sta. No. 148. Bogor.

FAO. 1974. Soil map of the world. Vol. 1. Legend. UNESCO. Paris.

(20)

Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK http://soils.cals.uidaho.edu/soilorders/mollisols_06.htm

Johnston, J.R. and H.O. Hill. 1944. A study of shrinking and swelling properties of Rendzina soils. Ibid. 9: 24-29.

Kotzmann, L.G. 1935. Genetic and chemical caharacteristics of Rendzina soils. Transact 3rd Inter. Congr. Soil Sci. Oxford 1: 296-297.

Penelusuran Google.htm. 2012. Diakses tanggal 14 Sepember 2012.

Pusat Penelitian Tanah. 1982. Jenis dan Macam Tanah di Indonesia untuk Keperluan Survai dan Pemetaan Tanah Daerah Transmigrasi.

Simonson, R.W. 1959. Outline of a generalized theory of soil genesis. Soil Sci. Soc. Am. Proc. 23: 152-56.

Soepraptohardjo, M. 1961a. Klasifikasi Tanah Kategori Tinggi. Balai Penyelidikan Tanah. Kongres Nasional Ilmu Tanah I. Seksi II No.8. Bogor.

________________. 1961b. Sistem Klasifikasi Tanah di Balai Penjelidikan Tanah. Kongr. Nas. Ilmu Tanah I. Seksi II No.9. Bogor.

Soil Survey Staff. 2006. Keys to Soil Taxonomy. 10th ed. USDA-NRCS. Washington, DC.

(21)

Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)

Dosen Koordinator : Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.

Program Studi : S1 Ilmu Tanah

Kode Mata Kuliah : PIT-403

Nama Mata Kuliah : Pengelolaan Lahan Basah dan Lahan Kering

Jumlah SKS : 3 SKS (2 SKS Kuliah + 1 SKS Praktikum)

Kelas/Semester : ?/VII

Pertemuan : Ke-7

Alokasi Waktu : 100 menit

1. Standar Kompetensi

Mata kuliah ini diberikan dengan tujuan agar pada akhir kuliah peserta didik memahami proses pembentukan, klasifikasi, serta pengelolaan dan penggunaan Oxisol. Kegiatan belajar dilakukan melalui pengalaman belajar ceramah dan praktek di laboratorium.

2. Kompetensi Dasar

Mahasiswa memahami & menjelaskan tentang Oxisol (Latosol Merah Kuning, tanah Laterit)

3. Indikator

Setelah perkuliahan ini, mahasiswa dapat:

1. Menyebutkan definisi Latosol Merah Kuning, 2. Menyebutkan definisi tanah Laterit,

3. Menyebutkan definisi Oxisol,

4. Menjelaskan proses pembentukan Oxisol, 5. Menjelaskan klasifikasi Oxisol,

6. Menjelaskan pengelolaan Oxisol, dan 7. Menjelaskan penggunaan Oxisol.

4. Materi Ajar

1. Latosol Merah Kuning (PPT)

Latosol Merah Kuning (PPT) adalah tanah-tanah dengan diferensiasi horison dalam profil tanah, tidak ada gejala glei atau kurang jelas mencirikan, susunan horison profil tanah adalah A B dan C, tanah umumnya berwarna merah - coklat - kuning, seluruh atau hampir seluruh profil berwarna merah kuning coklat, struktur tanah umumnya tidak beragregat (berbutir tunggal atau pejal), konsistensi teguh, profil tanah biasanya dangkal. 2. Tanah Laterit (PPT)

Tanah Laterit (PPT) adalah tanah-tanah dengan perkembangan horison, yang mempunyai horison A, B, dan C, dan pada horison B penuh konkresi dan telah terjadi perubahan warna dan tekstur.

3. Oxisol (USDA)

Oxisol (USDA) adalah tanah-tanah yang mempunyai horison oksik pada kedalaman 1.5 m dan tidak memiliki horison kandik.

4. Proses pembentukan Oxisol

Proses pembentukan Oxisol adalah: (1) desilikasi (pencucian silika), (2) feritisasi (akumulasi relatif besi bebas), (3) pembentukan plintit, (4) melanisasi dan humifikasi, (5) gleisasi, dan (6) pedoturbasi.

5. Klasifikasi Oxisol

(22)

Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK 6. Pengelolaan Oxisol

Pengelolaan Oxisol adalah dengan pengetahuan unsur P dan kapur merupakan faktor yang vital bagi pertumbuhan tanaman, maka ribuan hektar tanah di Brasilia telah dibuka untuk ditanami kedelai, gandum, jagung, dan kopi. Pengembangan daerah ini untuk pertanian didukung oleh struktur tanah yang baik dan bentuk daerah yang datar.

7. Penggunaan Oxisol

Penggunaan Oxisol adalah banyak digunakan untuk perladangan (shifting cultivation), pertanian subsisten, pengembalaan dengan intensitas rendah, dan perkebunan yang intensif, seperti perkebunan tebu, nanas, pisang, dan kopi. Tanah ini mempunyai sifat-sifat khusus, sebagai berikut: cadangan unsur hara sangat rendah, kesuburan alami sangat rendah, kandungan Al dapat dipertukarkan tinggi, permeabilitas baik, tahan terhadap erosi. Walaupun demikian beberapa Oxisol, misalnya Eutrotorroxs atau Eutrustoxs mempunyai KB tinggi di seluruh profil.

5. Metode/Strategi Pembelajaran

Metode yang dilakukan dalam kegiatan kuliah ini: 1. Ceramah

2. Tanya Jawab 3. Diskusi 4. Penugasan

6. Tahap Pembelajaran A. Kegiatan Pendahuluan

Dosen menyiapkan diri dan membuka perkuliahan dengan berdoa dalam hati dan ucapkan salam serta mengajak mahasiswa berkonsentrasi dengan berbagai pertanyaan lisan maupun tertulis dan menunjukkan tujuan perkuliahan.

B. Kegiatan Perkuliahan Inti Dosen:

1. Menjelaskan seluruh materi dalam pokok bahasan secara sistematis

2. Menjelaskan materi dengan menggunakan media pembelajaran yang telah disiapkan 3. Mengajak mahasiswa berdiskusi tentang materi

4. Memberikan pertanyaan terkait dengan materi 5. Memberi evaluasi

Mahasiswa:

1. Mendengarkan dan memperhatikan materi yang disampaikan dosen 2. Mengajukan pertanyaan bila kurang jelas

3. Menjawab pertanyaan dan mengerjakan tugas dari dosen 4. Mengerjakan evaluasi

C. Kegiatan Akhir

Dosen menutup perkuliahan dengan merangkum keseluruhan materi

7. Alat/Bahan/Sumber Belajar A. Alat/Media

Media pembelajaran yang dipergunakan: 1. Proyektor

2. Papan tulis dan spidol 3. LCD dan Laptop

4. Contoh materi yang ada di sekitar B. Bahan/Sumber Bacaan

(23)

Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK Arabia, T. 2009. Karakteristik tanah sawah pada toposekuen berbahan induk volkanik di

daerah Bogor – Jakarta. Disertasi. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 202 hal.

_______., A. Karim, Manfarizah. 2012. Klasifikasi dan Pengelolaan Tanah. Buku Ajar. Syiah Kuala University Press. Darussalam. Banda Aceh.

Buol, S.W., F.D. Hole, and R.J. Mc Cracken. 1980. Soil Genesis and Classification. 2nd ed. Iowa State University Press. Ames.

Darmawijaya, M.I. 1992. Klasifikasi Tanah. Dasar Teori bagi Peneliti Tanah dan Pelaksana Pertanian di Indonesia. Cetakan kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

FAO. 1974. Soil map of the world. Vol. 1. Legend. UNESCO. Paris.

Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Edisi Revisi. Penerbit Akademika Pressindo. Jakarta.

Penelusuran Google.htm. 2012. Diakses tanggal 14 Sepember 2012.

Sanchez, P.A. 1976. Properties and Management of Soils in the Tropics. John Wiley and Sons. New York.

Soepraptohardjo, M. 1961a. Klasifikasi Tanah Kategori Tinggi. Balai Penyelidikan Tanah. Kongres Nasional Ilmu Tanah I. Seksi II No.8. Bogor.

(24)

Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)

Dosen Koordinator : Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.

Program Studi : S1 Ilmu Tanah

Kode Mata Kuliah : PIT-403

Nama Mata Kuliah : Pengelolaan Lahan Basah dan Lahan Kering

Jumlah SKS : 3 SKS (2 SKS Kuliah + 1 SKS Praktikum)

Kelas/Semester : ?/VII

Pertemuan : Ke-8

Alokasi Waktu : 100 menit

1. Standar Kompetensi

Mata kuliah ini diberikan dengan tujuan agar pada akhir kuliah peserta didik memahami proses pembentukan, klasifikasi, serta pengelolaan dan penggunaan Spodosol. Kegiatan belajar dilakukan melalui pengalaman belajar ceramah dan praktek di laboratorium.

2. Kompetensi Dasar

Mahasiswa memahami dan menjelaskan tentang Spodosol (Podsol).

3. Indikator

Setelah perkuliahan ini, mahasiswa dapat: 1. Menyebutkan definisi Podsol,

2. Menyebutkan definisi Spodosol,

3. Menjelaskan proses pembentukan Spodosol, 4. Menjelaskan klasifikasi Spodosol ,

5. Menjelaskan pengelolaan Spodosol, dan 6. Menjelaskan penggunaan Spodosol.

4. Materi Ajar 1. Podsol (PPT)

Podsol (PPT) adalah tanah-tanah dengan lapisan bahan organik (BO) kasar yang tinggi, di atas lapisan berpasir yang sangat tercuci dan berwarna kelabu pucat. Di bawahlapisan berpasir dalah horison berwarna coklat tua sampai kemerahan, yang merupakan horison iluviasi oksida besi dan BO, atau hanya BO. Berkembang dari bahan endapan bersilika, seperti pasir, lempung berpasir, batu pasir, atau tufa volkanik masam. Ditemukan pada aneka macam iklim dan ketinggian. Di Indonesia ditemukan pada ketinggian dari muka laut sampai 2000 m, dengan curah hujan 2500 - 3500 mm tahun-1.

2. Spodosol (USDA)

Spodosol (USDA) adalah tanah-tanah yang mempunyai horison spodik pada kedalaman < 2 m. Spodosol dapat terbentuk mulai di daerah dataran tinggi (contoh: di Dieng dan di pegunungan Papua) hingga ke dataran rendah. Terjadinya proses podsolisasi di dataran rendah disebabkan: (a) tanah pasir kuarsa yang sangat permeabel, (b) miskin basa, (c) curah hujan yang tinggi, dan (d) vegetasi yang tumbuh di atasnya memungkinkan terbentuknya humus asam karena berkadar basa rendah.

3. Proses pembentukan Spodosol

(25)

Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK 4. Klasifikasi Spodosol

Klasifikasi Spodosol adalah terdapat empat sub ordo dari Spodosol yang termasuk lahan kering (tidak termasuk Aquod yang termasuk Spodosol lahan basah) adalah Humod dan Orthod, serta Gelod, & Cryod (rejim suhu gelic dan cryic tidak ditemukan di Indonesia). 5. Pengelolaan Spodosol

Pengelolaan Spodosol adalah merupakan tanah yang miskin unsur hara, umumnya berpasir, dan bersifat masam; sehingga perlu penambahan bahan organik, pemupukan, dan pengapuran. Di atas tanah ini tumbuh hutan kerangas ataupun tanaman berdaun jarum (conifera) (Arabia, 2012). Produktivitas Spodosol sangat rendah, sebaiknya tanah ini digunakan sebagai hutan, juga dapat digunakan sebagai daerah rumput ternak (pasture). Selain itu tanah ini miskin unsur hara, dengan tekstur pasir, maka pengelolaan tanah ini harus berhati-hati. Salah kelola menyebabkan malapetaka di masa yang akan datang.

6. Penggunaan Spodosol

Penggunaan Spodosol adalah banyak digunakan sebagai hutan, kecuali itu dapat juga digunakan sebagai daerah rumput ternak (pasture), rekreasi, daerah pertanian. Tanaman yang biasa ditanam adalah kentang, jagung, apel, strawberi, rasberi, dan lain-lain.

5. Metode/Strategi Pembelajaran

Metode yang dilakukan dalam kegiatan kuliah ini: 1. Ceramah

2. Tanya Jawab 3. Diskusi 4. Penugasan

6. Tahap Pembelajaran A. Kegiatan Pendahuluan

Dosen menyiapkan diri dan membuka perkuliahan dengan berdoa dalam hati dan ucapkan salam serta mengajak mahasiswa berkonsentrasi dengan berbagai pertanyaan lisan maupun tertulis dan menunjukkan tujuan perkuliahan.

B. Kegiatan Perkuliahan Inti Dosen:

1. Menjelaskan seluruh materi dalam pokok bahasan secara sistematis

2. Menjelaskan materi dengan menggunakan media pembelajaran yang telah disiapkan 3. Mengajak mahasiswa berdiskusi tentang materi

4. Memberikan pertanyaan terkait dengan materi 5. Memberi evaluasi

Mahasiswa:

1. Mendengarkan dan memperhatikan materi yang disampaikan dosen 2. Mengajukan pertanyaan bila kurang jelas

3. Menjawab pertanyaan dan mengerjakan tugas dari dosen 4. Mengerjakan evaluasi

C. Kegiatan Akhir

Dosen menutup perkuliahan dengan merangkum keseluruhan materi

7. Alat/Bahan/Sumber Belajar A. Alat/Media

Media pembelajaran yang dipergunakan: 1. Proyektor

(26)

Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK 3. LCD dan Laptop

4. Contoh materi yang ada di sekitar B. Bahan/Sumber Bacaan

Arabia, T. 2012. Genesis dan Klasifikasi Tanah. Diktat. Program Studi Magister Konservasi Sumberdaya Lahan. Program Pascasarjana. Universitas Syiah Kuala. Darussalam. Banda Aceh.

________. 2014. Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah. Buku Ajar. Fakultas Pertanian. Universitas Syiah Kuala. Darussalam, Banda Aceh.

Buol, S.W., F.D. Hole, and R.J. Mc Cracken. 1980. Soil Genesis and Classification. 2nd ed. Iowa State University Press. Ames.

Darmawijaya, M.I. 1992. Klasifikasi Tanah. Dasar Teori bagi Peneliti Tanah dan Pelaksana Pertanian di Indonesia. Cetakan kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

FAO. 1974. Soil map of the world. Vol. 1. Legend. UNESCO. Paris.

Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Edisi Revisi. Penerbit Akademika Pressindo. Jakarta.

Hardon, 1934. Podsol-profiles in the tropics. Natuurk. Tijdschr. 96 (1): 25-41.

Hole, F.D. and K.O. Schmude. 1959. Soil Survey of Oreader Country, Wisconsin. Univ of Wisconsin Geol. Nat. Hist. Sur. Bull. 82.

http://en.wikipedia.org/wiki/File:Podzol.jpg.

http://eusoils.jrc.ec.europa.eu/projects/soil_atlas/pages/29. html.

Penelusuran Google.htm. 2012. Diakses tanggal 14 Sepember 2012.

Pusat Penelitian Tanah. 1982. Jenis dan Macam Tanah di Indonesia untuk Keperluan Survai dan Pemetaan Tanah Daerah Transmigrasi.

(27)

Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)

Dosen Koordinator : Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.

Program Studi : S1 Ilmu Tanah

Kode Mata Kuliah : PIT-403

Nama Mata Kuliah : Pengelolaan Lahan Basah dan Lahan Kering

Jumlah SKS : 3 SKS (2 SKS Kuliah + 1 SKS Praktikum)

Kelas/Semester : ?/VII

Pertemuan : Ke-9

Alokasi Waktu : 100 menit

1. Standar Kompetensi

Mata kuliah ini diberikan dengan tujuan agar pada akhir kuliah peserta didik memahami proses pembentukan, klasifikasi, serta pengelolaan dan penggunaan Ultisol dan Vertisol. Kegiatan belajar dilakukan melalui pengalaman belajar ceramah dan praktek di laboratorium.

2. Kompetensi Dasar

Mahasiswa memahami dan menjelaskan tentang Ultisol (Podsolik Merah Kuning) dan Vertisol (Grumosol).

3. Indikator

Setelah perkuliahan ini, mahasiswa dapat:

1. Menyebutkan definisi Podsolik Merah Kuning, 2. Menyebutkan definisi Ultisol,

3. Menyebutkan definisi Grumosol, 4. Menyebutkan definisi Vertisol,

5. Menjelaskan proses pembentukan Ultisol, 6. Menjelaskan proses pembentukan Vertisol, 7. Menjelaskan klasifikasi Ultisol,

8. Menjelaskan klasifikasi Vertisol, 9. Menjelaskan pengelolaan Ultisol, 10.Menjelaskan pengelolaan Vertisol, 11.Menjelaskan penggunaan Ultisol, dan 12.Menjelaskan penggunaan Vertisol.

4. Materi Ajar

1. Podsolik Merah Kuning (PPT)

Podsolik Merah Kuning (PPT) adalah tanah-tanah yang sangat tercuci, lapisan atas berwarna abu-abu muda sampai kekuningan, lapisan bawah merah atau kuning, terdapat akumulasi liat hingga tekstur relatif berat, struktur gumpal, permeabilitas rendah, stabilitas agregat rendah, BO rendah, kejenuhan basa rendah, pH rendah 4.2 - 4.8. Horison eluviasi tidak terlalu jelas. Bahan induk kadang-kadang mempunyai karatan kuning, merah dan abu-abu. Bahan induk adalah batuan endapan silika, napal, batu pasir, atau batu liat. Ditemukan pada ketinggian antara 50 - 350 m, iklim tropika basah dengan curah hujan antara 2500 - 3500 m.

2. Ultisol (USDA)

Ultisol (USDA) adalah tanah-tanah yang mempunyai horison argilik dengan kejenuhan basa jumlah kation (KB BaCl2 TEA pH 8.2) < 35% pada kedalaman 1,8 m.

3. Grumosol (PPT)

(28)

Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK organik (BO) relatif rendah, bila kering retak-retak cukup dalam. Lapisan bawah berwarna abu-abu, kekuningan, atau kebiru-biruan, tergantung dari keadaan drainase dan bahan induk. Tekstur liat berat, keras bila kering dan lekat bila basah. Reaksi tanah netral

– alkalis, dan kadang-kadang ditemukan konkresi kapur, tetapi ada juga yang bereaksi masam. Berkembang dari bahan induk mergel (marl), napal (shale) berkapur, batu kapur berliat (argillaceous), endapan alluvial tua, dan bahan volkanik. Ditemukan pada ketinggian dari muka laut sampai 200 m, dengan iklim tropika basah sampai subtropika, dan curah hujan dari 800-2000 mm/ tahun..

4. Vertisol (USDA)

Vertisol (USDA) adalah tanah-tanah yang mempunyai liat > 30% di semua horison, tebal

≥ 25 cm, bila kering pecah-pecah sampai kedalaman 50 cm. Proses pembentukan tanah ini telah menghasilkan suatu bentuk mikrotopografi yang khusus disebut topografi gilgai. Proses yang dominan dalam pembentukan Vertisol adalah haplodisasi dengan cara argilik-pedoturbasi. Proses ini dipengaruhi oleh kandungan liat yang tinggi, yang didominasi oleh mineral liat tipe 2:1 (contoh montmorillonit) yang mudah mengembang dan mengkerut.

5. Proses Pembentukan Ultisol

Proses pembentukan Ultisol adalah: (1) pencucian yang ekstensif terhadap basa-basa merupakan prasyarat, (2) karena suhu yang cukup panas (> 8 °C) dan pencucian yang kuat dalam waktu yang cukup lama, akibatnya adalah terjadi pelapukan yang kuat terhadap mineral mudah lapuk, dan terjadi pembentukan mineral liat sekunder dan oksida-oksida., (3) pencucian liat (lessivage), menghasilkan horison albik di lapisan atas (eluviasi) dan horison argilik di lapisan bawah (iluviasi), (4) biocycling, (5) pembentukan plintit dan fragipan, dan (6) perubahan horison umbrik menjadi mollik.

6. Proses Pembentukan Vertisol

Proses pembentukan Vertisol adalah: (1) pada musim kering tanah retak-retak, karena mengkerutnya mineral liat 2:1. Retakan-retakan ini dapat mencapai kedalaman 1 m atau lebih. Selama retakan-retakan tersebut terjadi, tanah-tanah di permukaan dapat jatuh ke dalam retakan tersebut, misalnya karena binatang, angin, atau pukulan air hujan, (2) pada musim hujan liat yang menjadi basah, kemudian mengembang dan menutupi retakan. Tanah yang jatuh ke dalam retakan tersebut menyebabkan volume tanah di tempat tersebut bertambah, sehingga waktu tanah mengembang diperlukan ruang yang lebih besar. Akibatnya tanah yang mengembang tersebut mendorong agregat-agregat tanah sehingga terjadi gesekan-gesekan antar agregat dan terbentuklah struktur berbentuk baji

dengan ”bidang kilir” (slickenside) di permukaannya. Pengembangan tersebut dapat mendorong tanah ke samping atas sehingga terbentuklah mikro relief yang disebut gilgai, dan profil Vertisol.

7. Klasifikasi Ultisol

Klasifikasi Ultisol adalah terdapat empat sub ordo dari Ultisol yang termasuk lahan kering (tidak termasuk Aquult yang termasuk Ultisol lahan basah) adalah Humult, Udult, dan Ustult, serta Xerult (rejim kelembaban xeric tidak ditemukan di Indonesia).

8. Klasifikasi Vertisol

Klasifikasi Vertisol adalah terdapat lima subordo dari Vertisol yang termasuk lahan kering (tidak termasuk Aquert yang termasuk Vertisol lahan basah) adalah Ustert & Udert, serta Cryalf, Xeralf & Torrert (rejim suhu cryic serta rejim kelembaban xeric & torric tidak ditemukan di Indonesia).

9. Pengelolaan Ultisol

(29)

Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK tanaman tersebut dapat seperti bahan organik rendah sampai sedang, kemasaman dan Al dapat ditukar (dd) tinggi, kandungan N, P, K, KTK dan KB rendah, serta sangat peka erosi. Seyogyanya pemanfaatan Ultisol tidak tepat untuk pertanian tanaman pangan terlalu intensif, dalam arti jangan dikembalikan ke dalam tanah sebagai pupuk hijau. 10.Pengelolaan Vertisol

Pengelolaan Vertisol adalah sebenarnya Vertisol merupakan tanah yang subur, tetapi adanya kandungan liat mudah mengembang dan mengkerut yang tinggi pada Vertisol menjadi problem utama dalam pengelolaan tanah ini. Namun karena kandungan liat tinggi sehingga permeabilitas lambat, maka tanah ini baik untuk padi sawah pada musim hujan.

11.Penggunaan Ultisol

Penggunaan Ultisol adalah sebagai hutan dapat mempertahankan kesuburan tanah karena proses recycling. Basa-basa yang tercuci ke bagian bawah tanah, diserap oleh akar-akar tanaman hutan dan dikembalikan ke permukaan melalui daun-daun yang gugur. Bila hutan ditebang, maka tanaman semusim atau alang-alang tidak dapat melakukan recycle basa-basa (unsur hara) karena akar-akarnya tidak dalam. Dari 51 juta Ultisol di Indonesia, > 40 juta ha di antaranya ditumbuhi oleh hutan tropika basah dan padang alang-alang, dan selebihnya digunakan untuk perkebunan karet, kopi, lada, cengkeh, kelapa sawit, kakao, padi, dan lahan pemukiman transmigrasi.

12.Penggunaan Vertisol

Penggunaan Vertisol adalah di Amerika Serikat digunakan adalah sebagai padang penggembalaan. Adanya retakan yang besar pada musim kering dapat membahayakan ternak yang sedang berjalan di atasnya. Anak-anak sapi di daerah ini sering “hilang” di dalam retakan tersebut. Di Indonesia digunakan untuk padi sawah, padi gogo dan tembakau.

5. Metode/Strategi Pembelajaran

Metode yang dilakukan dalam kegiatan kuliah ini: 1. Ceramah

2. Tanya Jawab 3. Diskusi 4. Penugasan

6. Tahap Pembelajaran A. Kegiatan Pendahuluan

Dosen menyiapkan diri dan membuka perkuliahan dengan berdoa dalalam hati dan ucapkan salam serta mengajak mahasiswa berkonsentrasi dengan berbagai pertanyaan lisan maupun tertulis dan menunjukkan tujuan perkuliahan.

B. Kegiatan Perkuliahan Inti Dosen:

1. Menjelaskan seluruh materi dalam pokok bahasan secara sistematis

2. Menjelaskan materi dengan menggunakan media pembelajaran yang telah disiapkan 3. Mengajak mahasiswa berdiskusi tentang materi

4. Memberikan pertanyaan terkait dengan materi 5. Memberi evaluasi

Mahasiswa:

1. Mendengarkan dan memperhatikan materi yang disampaikan dosen 2. Mengajukan pertanyaan bila kurang jelas

(30)

Koordinator Mata Kuliah “Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah”: Dr. Ir. Teti Arabia, M.S.-Program Studi Ilmu Tanah FP-USK C. Kegiatan Akhir

Dosen menutup perkuliahan dengan merangkum keseluruhan materi

7. Alat/Bahan/Sumber Belajar A. Alat/Media

Media pembelajaran yang dipergunakan: 1. Proyektor

2. Papan tulis dan spidol 3. LCD dan Laptop

4. Contoh materi yang ada di sekitar B. Bahan/Sumber Bacaan

Arabia, T. 2014. Pengelolaan Lahan Kering dan Lahan Basah. Buku Ajar. Fakultas Pertanian. Universitas Syiah Kuala. Darussalam, Banda Aceh.

_______., A. Karim, Manfarizah. 2012. Klasifikasi dan Pengelolaan Tanah. Syiah Kuala University Press. Darussalam. Banda Aceh.

Buol, S.W., F.D. Hole, and R.J. Mc Cracken. 1980. Soil Genesis and Classification. 2nd ed. Iowa State University Press. Ames.

Dames, T.W.G. 1955. The soils of East Central Java. Ibid No. 141.

Darmawijaya, M.I. 1992. Klasifikasi Tanah. Dasar Teori bagi Peneliti Tanah dan Pelaksana Pertanian di Indonesia. Cetakan kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Dudal and Soepraptohardjo. 1957. Soil classification in Indonesia. Cont. Gen. Agr. Sta. No. 148. Bogor.

FAO. 1974. Soil map of the world. Vol. 1. Legend. UNESCO. Paris.

Go, B.H. 1962. Rentjana pemakaian tanah Wai Tuba Lampung Utara. Berita Ikatan Sarjana Pert. dan Kehutanan (ISPK) 3 (2): 29-50.

Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Edisi Revisi. Penerbit Akademika Pressindo. Jakarta.

http://en.wikipedia.org/wiki/File:Ultisol.jpg.

IRRI. 1984. An overview of Upland Rice Research. Proceeding. Breake, Ivory Coast Upland Rice. Los Banos, Laguna, Philipines.

Kellog, Ch.E. 1951. The Soils that Support Us. New York.

Notohadiprawiro, T. 1968. A contribution to the identification of red yellow Podzolic soils found in the tropics. Res. J. No. 1. September 1968.

Penelusuran Google.htm. 2012. Diakses tanggal 14 Sepember 2012.

Pusat Penelitian Tanah. 1982. Jenis dan Macam Tanah di Indonesia untuk Keperluan Survai dan Pemetaan Tanah Daerah Transmigrasi.

Simonson, R.W. 1959. Outline of a generalized theory of soil genesis. Soil Sci. Soc. Am. Proc. 23: 152-56.

Soepraptohardjo, M. 1961. Tanah Merah di Indonesia. Pemb. Balai Besar Penjel. Pert. Bogor.

_______________. 1961a. Klasifikasi Tanah Kategori Tinggi. Balai Penyelidikan Tanah. Kongres Nasional Ilmu Tanah I. Seksi II No.8. Bogor.

_______________. 1961b. Sistem Klasifikasi Tanah di Balai Penjelidikan Tanah. Kongr. Nas. Ilmu Tanah I. Seksi II No.9. Bogor.

Soil Survey Staff. 1975. Soil Taxonomy. USDA. Agr. Handbook 436. U.S. Govt.

Referensi

Dokumen terkait

Definisi lahan basah yang diberikan oleh Konvensi Rarnsar adalah daerah rawa, lahan gambul, atau air, baik yang alami maupun yang buatan, bersifat tetap

: Pengelolaan lahan basah pesisir di Citarum hilir secara berkelanjutan Studi kasus : lahan basah Muaragembong, Kabupaten Bekasi).. Penerbit : Balai Besar

Alat dan bahan yang dipergunakan pada penelitian “Delineasi Kesesuaian Kebun Tebu Lahan Kering dan Basah untuk Perancangan Channel Reservoir Menggunakan Metode Geofisika

kering, sedang petani di Kecamatan Utan penanaman jagung dilakukan pada musim kering pertama (MK 1) setelah panen padi karena merupakan lahan sawah atau lahan

ujuan utama dari u!aya konser4asi lahan basah antara lain untuk  mengembalikan !roses biologis alami yang terjadi !ada lahan basah tersebut. 2ebera!a $ungsi dari

basah dengan lahan kering yang tidak difahami: (a) di lahan kering sumber air dan layanan air berada di tempat yang terpisah, sedang lahan basah keduanya berada di tempat yang

Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentara Pelajar No. Kawasan budidaya sayuran di lahan kering dataran tinggi beriklim basah terletak pada ketinggian diatas 700 m dpl,

Fungsi diskriminan Eigenvalue Keragaman Kumulatif Korelasi Kanonikal .... Klasifikasi lahan terdegradasi ringan pada skala tinjau yaitu lahan kering dengan kriteria : 1) tanah