• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan : Keterlibatan Masyarakat & Peran Pemimpin Lokal di Kampung Sawinggrai Kabupaten Raja Ampat T2 092009106 BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan : Keterlibatan Masyarakat & Peran Pemimpin Lokal di Kampung Sawinggrai Kabupaten Raja Ampat T2 092009106 BAB IV"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

Bab Empat

Kebijakan Pariwisata Kabupaten Raja Ampat

“Kabupaten Raja Ampat letaknya terpencil di Papua Barat. Kawasan ini menyimpan sejuta keindahan bawah laut. Wisata bahari Raja Ampat dikenal sebagai salah satu dari 10 wisata menyelam terbaik di dunia. Pesona dan kekayaan alam bawah laut, menjadi andalan Kabupaten Raja Ampat menembus persaingan dunia pariwisata di Indonesia dan dunia. Kawasan ini dikenal sebagai pusat sumber daya alam tropis terkaya di dunia. Kawasan Raja Ampat kini menjadi salah satu daerah tujuan turis mancanegara yang meminati wisata bahari. Perairan yang jernih, terumbu karang yang menjadi tempat ikan berpijah, dan ikan hias yang indah menjadi daya tarik utama kawasan tersebut “1

Pengantar

Pengembangan industri pariwisata di suatu wilayah tidak bisa berjalan tanpa adanya campur tangan pemerintah sebagai regulator, dan pihak swasta sebagai investor (Milner & Alteljevic, 2000; Murphy 1985, dalam Wowor,2011:57).2 Peran serta kedua pihak tersebut diperlukan dalam rangka menciptakan suatu kondisi yang ideal untuk mensukseskan tujuan pembangunan pariwisata. Salah satu landasan pembangunan pariwisata yang diamanatkan oleh konstitusi negara3 adalah pengembangan pariwisata harus berbasis pada pemberdayaan masyarakat, kesenian, dan (pesona) alam lokal

1

Wisata bawah laut di Perairan Raja Ampat (sumber :http//www.kpd- papuabaratprov.go.id. Dikunjungi pada 29 Juni 2012.

2

Wowor, Alexander Johannes, 2011. “Pariwisata Bagi Masyarakat Lokal

;Salatiga : Disertasi Doktor Program Pascasarjana Studi Pembangunan UKSW.

3

(2)

dengan memperhatikan kelestarian seni dan budaya tradisional serta kelestarian lingkungan hidup setempat (Anom,2010:2).4 Berdasarkan hal tersebut, sudah selayaknya pengembangan pariwisata di aras apapun – baik pada level negara, provinsi dan kabupaten / kota – seyogyanya memanfaatkan semua potensi daerah beserta sumberdaya lainnya untuk mendukung terciptanya tujuan pembangunan tersebut. Untuk mencapai tataran ideal yang dimaksud, diperlukan suatu kebijakan pemerintah (sebagai regulator) untuk merancang dan merumuskan tujuan pembangunan daerah dalam rangka mensinkronkan semua program kerja dari seluruh perangkat kerja yang terlibat di dalamnya.

Sebagai salah satu kabupaten otonom yang baru di provinsi Papua Barat5, kabupaten Raja Ampat diberikan kewenangan oleh negara yang telah ditetapkan oleh Undang-undang6 untuk menyelenggarakan roda pembangunan daerah dalam rangka mensejahterakan masyarakatnya. Kondisi daerah yang hampir 80 persen dikelilingi oleh perairan, membuat potensi kelautan (bahari) menjadi sektor unggulan yang (sudah) semestinya dimanfaatkan dan dikelola sebagai sumber modal pembiayaan pembangunan daerah. Dengan demikian apa yang dicita-citakan dalam visi dan misi

Kabupaten Raja Ampat, yaitu “Mewujudkan kabupaten Raja Ampat

sebagai kabupaten bahari“7 dapat terealisasi. Untuk mewujudkan Raja Ampat sebagai kabupaten bahari, maka prioritas utama yang diprogramkan adalah kegiatan yang berhubungan dengan kelautan dan perikanan. Hal ini wajar mengingat kondisi daerah dan peran

4

Anom, I Putu, 2010. “Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan”; Denpasar :

Penerbit : Udayana University Press.

5

Kepulauan Raja Ampat merupakan salah satu kabupaten baru yang terletak paling barat di Provinsi Papua Barat. Kabupaten ini ditetapkan sebagai kabupaten otonom, pada tanggal 3 Mei 2002 oleh Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2002. sebagai kabupaten kepulauan, Kabupaten Raja Ampat dibentuk atau terdiri atas 4 pulau besar yaitu Pulau Waigeo, Batanta, Salawati dan Misool. Dari sisi administrasi pemerintahan, secara definitive Kabupaten Raja Ampat resmi menjadi daerah Otonom pada tanggal 12 April 2003, dengan pusat pemerintahan berada di pulau Waigeo, yaitu di kota Waisai.

6

Pemerintah Kabupaten Raja Ampat diberikan kewenangan untuk menjalankan roda pemerintahan dalam rangka menjalankan proses pembangunan berdasarkan undang-undang nomor 21 tahun 2001 tentang pemeberlakuan otonomi khusus di Tanah Papua.

7

(3)

sektor ini dalam kontribusinya terhadap penerimaan pendapatan

daerah sangat besar dan menjadi “lahan atau lumbung” Pendapatan

Asli Daerah (PAD). Dalam perkembangannya, kontribusi sektor perikanan dan kelautan tidak bisa (hanya) dijadikan sebagai salah satu sektor utama dalam pembiayaan pembangunan.

Dibutuhkan kontribusi sektor lain yang memiliki potensi sumberdaya alam dalam menopang dan menunjang pembangunan di Raja Ampat. Mengingat pentingnya hal tersebut, maka kebijakan bupati Markus Wanma8, menetapkan pariwisata sebagai salah satu sektor unggulan bersama-sama dengan bidang kelautan, sebagai

leading sektor pembangunan di kabupaten ini.

Perkembangan pariwisata di Raja Ampat, sebelumnya tidak terlalu dikenal seperti saat ini. Hal itu disebabkan, karena pariwisata masih dianggap sebagai sektor pendukung dalam penerimaan kas daerah (PAD). Situasi itu, kemudian berubah sejalan dengan kemajuan pengembangan pariwisata di daerah-daerah lain di Indonesia. Sebagai contoh perkembangan pariwisata di Provinsi Sulawesi Utara. Perkembangan Pariwisata Sulawesai Utara mulai terlihat ketika daerah ini membuka diri lewat penyelenggaraan

event-event internasional yang di prakarsai oleh pemerintah daerah bekerja sama dengan pemerintah pusat. Misalnya, menyelenggarakan program Word Ocean Conference di Manado,

Sail Bunaken dan beberapa event internasionallainnya.

Keberhasilan pengembangan pariwisata Sulawesi Utara, dalam mempromosikan pariwisata melalui penyelenggaraan event (nasional dan internasional), kemudian menjadi suatu model pendekatan yang diterapkan dalam mengembangkan dan menggiatkan (promosi) pariwisata di Raja Ampat. Hal itu terlihat, dari kebijakan Bupati Wanma dalam memprioritaskan pariwisata sebagai sektor unggulan - bersama-sama dengan bidang perikanan dan kelautan. Kebijakan-kebijakan bupati, diimplementasikan di era

8

(4)

periode ke dua kepemimpinannya. Beberapa contoh bisa dilihat dari berbagai event atau festival, misalnya festival budaya Raja Ampat, lomba foto bawa laut dan berbagai event lainnya. Kegiatan-kegiatan tersebut, diselenggarakan dalam rangka mempromosikan (memperkenalkan) potensi pariwisata Raja Ampat, kepada para wisatawan dan para investor untuk datang ke kabupaten bahari ini.

Perkembangan pariwisata di Raja Ampat sampai saat ini, bisa berjalan dan berkembang bukan (hanya) dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah daerah semata, akan tetapi ada faktor sejarah yang panjang yang ikut serta dalam mempengaruhi perkembangan dan kemajuan pembangunan kabupaten Raja Ampat. Faktor yang peneliti maksudkan disini adalah kebijakan penerapan dan pemberlakuan Otonomi daerah (otonomi khusus).

Sejarah Perkembangan Pariwisata Raja Ampat

Sejarah perkembangan pariwisata di Raja Ampat, sampai saat mengalami perkembangan yang pesat, dikarenakan berbagai faktor yang mempengaruhinya. Faktor potensi alam dan kondisi geografis yang menunjang kabupaten ini, sebagai salah satu daerah tujuan wisata, sudah tidak bisa dipungkiri, menjadi faktor utamanya. Akan tetapi, keberhasilan itu, bisa terjadi, tidak terlepas dari berbagai dukungan dan peran serta pihak-pihak lain, seperti pihak swasta – dalam hal ini kehadiran Mr. Max Ammer – dan kehadiran organisasi LSM lingkungan yang dengan giat melakukan penelitian dan kegiatan konservasi lingkungan di Raja Ampat. Perkembangan itu, kemudian menjadi penting ketika, pemberlakuan Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) diberlakukan di Raja Ampat pada tahun 2003, sejalan dengan ditetapkan sebagai kabupaten definitif.

(5)

Pengembangan Pariwisata Raja Ampat, Sebelum implementasi Otonomi Khusus (Otsus)

Kehadiran Max Ammer9. Perkembangan pariwisata Raja Ampat dimulai dikenal publik sejak Tahun 1996. Namun, sejatinya kehadiran Max Ammer, dimulai pada tahun 1993. Motif awalnya kunjungannya ke Raja Ampat, pada saat itu, untuk melihat bangkai pesawat dan kapal karam peninggalan perang dunia ke II.10 Penelusurannya ini sangat berkesan, sehingga pada tahun 1998, Max Ammer mengajak (mendatangkan) Gerry Allen (salah seorang ahli perikanan atau Ichthyologist dari Australia) untuk mendata keanekaragaman dan potensi kelautan Raja Ampat. Betapa terkejutnya Gerry Allen melihat sumber daya bawah laut yang begitu beragam dalam jumlah yang sangat besar. Maka melalui Gerry Allen, kemudian mengontak Conservation International (CI) untuk mengadakan survei kekayaan bawah laut di perairan Raja Ampat pada tahun 2001 dan 2002. Hasil survei ini membuktikan bahwa perairan Raja Ampat merupakan kawasan terumbu karang dengan kekayaan biota laut terbesar di dunia. Kawasan ini memiliki setidaknya 1.300 spesies ikan, 600 jenis terumbu karang, serta 700 jenis kerang, belum lagi berbagai jenis kura-kura, ganggang, dan ubur-ubur11.

Lewat berbagai promosi yang dilakukan oleh Mr. Ammer dan Mr. Gerry Allen, keunikan potensi keanekaragaman bawa laut - terumbu karang, berbagai jenis species ikan dan sebagainya -, berhasil didata dan dipublikasikan ke dunia internasional. Ini yang kemudian, membuat Raja Ampat menjadi terkenal dan oleh para atau istilah Koreri, peneliti peroleh dari hasil wawancara dengan Bapak Mambraku (usia 47 tahun). Bapak Mambraku, saat itu menjabat, kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Raja Ampat. Salah satu fahan (aliran) yang diajarkan oleh Max Ammer adalah Selain ajaran agama Adven, tetapi juga, tetapi juga dalam proses pembagunan rumah sebagai tempat tinggal, dibuat tanpa menggunakan bahan-bahan atau alat-alat dari toko.

10

Wisata bawah laut di perairan Raja Ampat (sumber : http//www.kpd-papuabaratprov.go.id. Dikunjungi pada 29 Juni 2012.

11

(6)

penyelam-penyelam internasional, mulai menjadikan kepulauan Raja Ampat sebagai lokasi penyelaman favorit mereka, dan berbagai organisasi pecinta alam dan konservasi lingkungan internasional memilih Raja Ampat sebagai pusat riset mereka.

Kehadiran LSM Internasional. Selain peran, Mr. Max Ammer dan Mr. Gerry Allen dalam mempromosikan Raja Ampat ke dunia internasional, ada peran sentral lainnya, yaitu organisasi (LSM) pecinta alam, yang secara berkala melakukan aktivitas kegiatan lingkungan di Raja Ampat. LSM-LSM internasional ini kemudian secara tidak langsung membuat Raja Ampat dikenal sebelum Raja Ampat ditetapkan sebagai suatu kabupaten otonom di provinsi Papua Barat.

Awal berkembangnya Raja Ampat menjadi sangat mendunia, diawali ketika pada tahun 2002, beberapa lembaga-lembaga perlindungan lingkungan hidup melakukan penelitiannya, dan menemukan potensi keindahan dan keanekaragaman hayati diidentifikasi tertinggi di dunia12. Berbekal penelitian tersebut, kemudian menjadi pintu masuk bagi berbagai lembaga-lembaga LSM lingkungan untuk melakukan penelitian di Raja Ampat. Dengan demikian, berbicara perkembangan Raja Ampat, tidak bisa dipisahkan dari peran lembaga-lembaga konservasi alam internasional. Sebut saja organisasi pecinta alam seperti CII, TNC dan beberapa organisasi lainnya. Organisasi (LSM) internasional ini hadir di Raja Ampat, diawali dengan mendapatkan informasi-informasi (publikasi) yang dilakukan oleh Max Ammer dan Gerry Allen. Kemudian lewat berbagai macam program konservasi yang dilakukan oleh LSM ini, semakin banyak pemerhati lingkungan datang ke kepulauan Raja Ampat untuk melakukan penelitian-penelitian keanekaragaman biota lautnya.

12

(7)

Pengembangan Pariwisata Raja Ampat sesudah implementasi Otonomi khusus (Otsus)

Pemberlakuan Otonomi khusus di Kabupaten Raja Ampat, diwali ketika kabupaten ini secara resmi ditetapkan sebagai kabupaten otonom baru. Pengembangan pariwisata dalam konteks pemberlakuan Otsus, memang tidak secara khusus di singgung dalam isi Undang-undang Otsus. Itu disebabkan, mengingat implementasi Otsus lebih menitik beratkan pada tiga pilar pembangunan yaitu, bidang pendidikan, kesehatan dan peningkatan sarana dan prasarana publik lainnya. Dalam bagian ini, pembahasan akan lebih difokuskan pada beberapa hal. Antara lain, pertama, dampak dari kebijakan otsus dalam pengembangan pariwisata Raja Ampat; Masih dalam bagian yang sama, juga akan disinggung,

kedua, implikasi dari beberapa dampak politik yang terjadi di beberapa daerah tujuan wisata (kasus Bali), ketiga, pengaruh perubahan trend pasar wisatawan. Ini akan disinggung dalam topik pembahasan kekuatan dibalik pengembangan pariwisata di Raja Ampat.

Otonomi khusus (Otsus)13 dalam kerangka Pengembangan Pariwisata di Raja Ampat

Proses demokrasi yang terjadi di era akhir tahun 90 an14, dari era sentralistik ke desentralistik, secara tidak langsung berpengaruh

13

Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus), adalah Prodak hukum (undang-undang), yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada provinsi Papua untuk menyelenggarakan proses pembangunan dengan memanfaatkan segala hasil kekayaan sumberdaya alam untuk kemajuan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Papua. secara fokus lebih kepada memberikan ruang dan waktu kepada masyarakat Papua untuk menjadi tuan di negerinya sendiri.

14

(8)

terhadap proses pembangunan di Indonesia. Salah satu implikasinya, yaitu lahirlah Undang-undang Otonomi Daerah (Otda). Implikasi pemberlakuan Otonomi daerah di Indonesia adalah dengan maraknya proses pemekaran kabupaten-kabupaten induk menjadi beberapa daerah otonom baru. Raja Ampat sebagai salah satu daerah otonom di era Otonomi Khusus (Otsus), harus dengan serius mempersiapkan daerah beserta masyarakatnya, untuk menjalankan amanah (kewajiban) yang diberikan negara. Konsekuensi dari pemberlakuan otonomi khusus adalah daerah diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus daerahnya. Pemberian kewenangan daerah - oleh pemerintah pusat -, untuk menjalankan organisasi pemerintahan secara tidak langsung akan berdampak - positif dan negatif - terhadap proses pembangunan daerah itu sendiri. Oleh sebab itu, dalam bagian ini, peneliti tidak secara umum membahas kebijakan otsus, akan tetapi (lebih) difokuskan dalam konteks akibat pemekaran daerah dan dampak kekuasaan (kewenangan) yang diberikan dalam koridor pengembangan pariwisata di Raja Ampat.

Dampak positif pemberlakuan Otsus dalam kaitannya dengan pengembangan sektor pariwisata di Raja Ampat. Secara umum, ada beberapa perubahan positif yang ditimbulkan akibat dari pemberlakuan Otsus, teristimewa menyangkut keberadaan Raja Ampat sebagai suatu daerah otonom baru. Pemekaran daerah yang

secara positif berperan sebagai “pintu masuk” dalam keberhasilan

pengembangan pariwisata di Raja Ampat. Sebelum Raja Ampat berkembang menjadi salah satu daerah tujuan pariwisata di kawasan timur Indonesia, siapakah yang mengenal daerah ini? Awalnya, kepulauan ini tidak terlalu dikenal banyak orang. Hal itu disebabkan karena sebelum menjadi kabupaten definitif, sebagian besar pulau-pulau Raja Ampat berada di wilayah administrasi pemerintahan kabupaten Sorong. Dalam perkembangannya ketika masih berada di kabupaten induk (Sorong), potensi pariwisata tidak terlalu mendapat tempat dalam pengelolaannya. Hal ini yang menyebabkan Raja Ampat pada saat itu tidak terlalu dikenal publik, sehingga konsekuensi lanjutan yang diterima oleh masyarakatnya berada dalam keterasingan di pulau-pulau yang indah tanpa dijangkau oleh aktivitas (akses) pembangunan.

(9)

Fakta hadirnya otonomi daerah sebagai pintu aksesnya pemekaran daerah, menjadi berkat tersendiri bagi masyarakat di ujung barat provinsi Papua Barat ini. Alhasil, lewat proses pemekaran kabupaten, maka segala macam akses pembangunan mulai dirasakan oleh masyarakat setempat. Misalnya, masyarakat dapat dengan mudah mengelola dan memanfaatkan potensi daerahnya untuk dikembangkan sebagai sumber pendapatan bagi pemenuhan kebutuhan hidup (livelihood) mereka. Dengan kata lain, lewat pengembangan kampung (desa) wisata dan beberapa kebijakan pemerintah daerah, masyarakat penggiat sektor pariwisata dapat mewakili daerah (kampungnya) untuk mempromosikan – lewat kegiatan pameran dan studi banding – pariwisata di luar Raja Ampat. Ataupun sebaliknya, kampung-kampung yang (dulunya) terpencil yang dibingkai keindahan panorama alam ini, sekarang menjadi tujuan utama wisatawan yang ingin menikmati keindahan alam tersebut. Sesuatu hal yang mungkin tidak pernah mereka rasakan dan bayangkan sebelumnya, ketika itu kampung-kampung mereka (masih) berada di wilayah kabupaten induk. Hal-hal ini (dampak otsus) yang kemudian menurut peneliti menjadi salah satu faktor kunci dibalik, kesuksesan Raja Ampat bisa mentas (keluar) dan berhasil sebagai salah satu daerah pemekaran yang mengalami perkembangan pembangunan di wilayah provinsi ke 33 di NKRI ini (Sayori, 2009 dan Darmawan)15.

Namun demikian, ada juga konsekuensi negatif yang kemudian muncul sebagai dampak dari pemberlakuan Otsus adalah pejabat daerah salah menginterpretasikan kewenangan, dengan melakukan segala sesuatu dalam rangka kebijakan daerahnya tanpa melakukan koordinasi dengan pihak lain. Contoh dampak negatif dari pemberlakuan otonomi khusus terhadap pengembangan pariwisata di kabupaten Raja Ampat antara lain, pemerintah kabupaten kurang melakukan koordinasi dengan pemerintah di aras lebih tinggi (provinsi dan pusat). Dalam menetapkan kebijakan pariwisata secara regional, pemerintah daerah tidak berkoordinasi dengan pemerintah provinsi ataupun pemerintah pusat. Ada kecenderungan pemerintah daerah kabupaten beranggapan bahwa

15

Darmawan, Iksan, 2010, Perkembangan Raja Ampat Pasca Pemekaran Daerah dan Penerapan Otonomi Khusus”, Disampaikan dalam Seminar

(10)

produk dan keunggulan obyek wisata ada di wilayah mereka sehingga tidak perlu berkoordinasi dengan kami (dinas kebudayaan dan pariwisata) di Provinsi.16

Dampak lain yang kemudian dihadapi dari pemberlakuan otonomi khusus antara lain, ada ego kedaerahan / kesukuan – hubungan yang kurang harmonis antara masyarakat asli Papua dan luar Papua17, atau masyarakat asli Raja Ampat vs masyarakat Papua lainnya –, ataupun ego sektoral - ego antara dinas di pemerintahan - dan persoalan hak ulayat tanah adat. Persoalan hak ulayat tanah menjadi momok yang dapat menghalangi pengembangan pariwisata di Raja Ampat. Sebagai contoh persoalan pengelolaan hak ulayat tanah adat di lokasi obyek wisata, antara pelaku usaha lokal dengan anggota masyarakat yang terjadi di kampung Sawinggrai. Pembahasan mengenai hal ini akan dilakukan pada bab 5.

Pergeseran Trend Pasar Wisatawan

Salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan pariwisata di Raja Ampat, selain faktor pemberlakuan otonomi khusus yang telah dibahas sebelumnya di atas, ada faktor lain, yang dianggap juga mempengaruhi perkembangan pariwisata di Raja Ampat, yaitu trend pasar wisatawan. Trend pasar wisatawan yang berubah dari mass tourism – wisatawan yang berkunjung kesuatu wilayah dalam jumlah yang banyak - ke wisatawan minat khusus mempengaruhi perkembangan pariwisata di kabupaten Raja Ampat sebagai salah satu daerah tujuan wisata di ujung timur Indonesia. Raja Ampat sebagai kabupaten kepulauan memiliki potensi pariwisata yang indah – khususnya wisata bahari dan wisata alamnya -, secara tidak langsung menjadi daya pikat bagi wisatawan yang ingin mencari situasi dan pengalaman tersendiri – yang mungkin tidak ada di daerah asalnya dan bahkan, mungkin tidak dimiliki oleh daerah-daerah lain di Indonesia.

16

Penggalan Wawancara diatas, peneliti dapatkan dari wawancara dengan kepala Dinas Pariwisata Provinsi Papua Barat, bapak Frans Kosama, pada tanggal 20 September 2011 di Manokwari (ibukota provinsi Papua Barat).

17

(11)

Ini dapat dimaklumi, mengingat para wisatawan yang datang ke suatu kawasan obyek wisata ingin menyaksikan sesuatu yang berbeda dan menarik untuk dikunjungi di daerah tersebut. Sebagaimana, yang terjadi, dalam pariwisata Indonesia, bisa dilihat bahwa, wisatawan asing, biasanya lebih memilih berkunjung ke daerah-daerah tujuan utama, seperti mengunjungi pulau dewata di Bali dan Yogyakarta. Kedua wilayah ini menjadi destinasi pariwisata utama di Indonesia, mengingat keunikan dan keindahan obyek wisatanya, serta manajemen pengelolaan obyek wisata dan kesiapan masyarakatnya dalam menerima wisatawan yang berkunjung ke daerahnya.

Namun, keindahan dan keeksotisan mulai hilang atau mengalami penurunan, ketika terjadi krisis politik, dan kondisi keamanan mulai goyah di akhir tahun 1998 dan awal tahun 2000-an. Sebagai contoh, kondisi pariwisata di Bali. Ketika aksi teroris yang tidak bertanggung jawab dalam peristiwa bom Bali terjadi di daerah ini pada tahun 2002 dan 2005; malapetaka besar melanda industri pariwisata Bali (Kusuma Negara 2010:219)18. Banyak wisatawan asing menjadi korban kejadian tersebut. Peristiwa ini secara tidak

langsung “menampar wajah” pariwisata Bali dan Indonesia secara

umum, yang saat itu sedang giat-giatnya mempromosikan dan mengembangkan sektor pariwisata sebagai penyumbang devisa negara di luar sektor migas dan tekstil. Namun di lain pihak, juga sedang menghadapi persaingan dengan beberapa negara Asia Tenggara, yang juga dengan gencar mempromosikan pariwisata negaranya. Akibat yang ditimbulkan dari peristiwa bom Bali tersebut jumlah wisatawan mancanegara merosot tajam. Keadaan ini bahkan diperparah oleh travel warning, travel advisory, hingga

travel ban dari sejumlah negara pemasok wisatawana asing seperti Amerika serikat dan Australia (Kusuma Negara, 2010:219)19.

Perubahan trend pasar wisatawan dan dampak dari bom Bali, secara tidak langsung berpengaruh terhadap kunjungan wisatawan yang memilih Bali sebagai tujuan wisata ke Indonesia. Selain beberapa alasan yang telah disinggung di atas, ada faktor lain yang

18

Kusuma Negara, I Made, 2010. “Branding Destination : Upaya Mendongkrak Citra Bali”; Denpasar : Penerbit : Udayana University Press.

19 Kusuma Negara, I Made, 2010. “

(12)

menyebabkan wisatawan mulai melirik daerah-daerah lain di luar Bali sebagai tujuan berwisata mereka. Dalam penelitian Arida (2010:287)20, menyimpulkan bahwa “konsekuensi dari pengembangan pariwisata Bali yang cenderung massal berakibat kepada degradasi lingkungan dalam berbagai ranah, seperti berkurangnya ruang publik di pantai, perusakan sempadan sungai oleh pembangunan hotel dan villa, pengambilan air tanah yang

berlebihan untuk lapangan golf dan seterusnya”. Atau dengan kata

lain sektor pariwisata berkontribusi terhadap degradasi lingkungan alam Bali (Arida, 2010:287)21. Faktor-faktor ini yang kemudian menyebabkan para wisatawan mulai enggan ke Bali, dan lebih memilih beberapa tempat di kawasan Indonesia timur lainnya. Salah satu tempat yang akhir-akhir ini ramai dikunjungi oleh wisatawan dan para investor adalah kepulauan Raja Ampat.

Pemilihan Raja Ampat sebagai salah satu daerah tujuan pariwisata baru di kawasan timur Indonesia bukan tanpa alasan. Keunikan dan keindahan bawah laut Raja Ampat menjadi faktor pendorong bagi wisatawan berkunjung ke wilayah ini. Terlepas dari itu, kabupaten Raja Ampat juga menawarkan berbagai atraksi budaya dan kehidupan masyarakatnya yang masih alamiah untuk disaksikan sebagai salah satu komoditas pariwisata yang menjadi pilihan menarik bagi para wisatawan yang hendak menikmati suasana baru dengan berbagai pilihan obyek wisata bahari dan obyek wisata budayanya.

20

Arida, Nyoman Sukma, 2010. “Strategis Alternatif Untuk Keberlanjutan Pariwisata Bali” ; dalam “Pariwisata Berkelanjutan Dalam Pusaran Krisis Global”. Denpasar : Penerbit : Udayana University Press.

21

(13)

Gambar 4. Snorkling di perairan Sawinggrai

Keunikan obyek wisata alam dan obyek wisata bahari di Raja Ampat sangat menarik dan mempesona. Berikut ini beberapa potensi obyek pariwisata secara umum di Raja Ampat yang menjadikan daerah ini sebagai salah satu daerah tujuan wisaata di kawasan timur Indonesia, antara lain : Waigeo Utara (kesenian suling tambur); Waigeo Timur : (tari-tarian dan suling tambur dan obyek wisata alam); Teluk Mayalibit : (Kehidupan budaya dan suku masyarakat lokal yang unik, cara penangkapan ikan secara tradisional, goa tempat menyimpan tengkorak manusia, gunung dan tempat untuk menyelam); Waigeo Selatan dan Meosmansar: (diving (wisata selam)) dan snorkling, Teluk Kabui dengan pulau-pulau karst, goa tengkorak, dan situs sejarah di Kali Raja. Aktivitas menarik lainnya yang terdapat di Meosmansar antara lain, bird watching

(Yenwaupnor dan Sawinggrai), dan kerajinan anyaman (Arborek). Di Arborek para wisatawan dapat menyelam, untuk melihat gerombolan ikan manta (ikan pari); Kepulauan Ayau:(Pantai-pantai disini berpasir putih); Waigeo Barat : Di kawasan ini, para turis dapat (penyelaman (di Selpele dan Wayag). Pulau-pulau karst di Wayag merupakan panorama alam yang sangat menarik untuk dinikmati; Batanta : (Wisata di Pulau Wai. Keunikannya, wisatawan dapat menikmati keindahan bawa laut, sambil melihat bangkai pesawat peninggalan PD II. Di Kofiau, sering didatangi oleh

(14)

khas di daerah ini yaitu, keunikan pemandangan goa-goa, selain itu, terdapat lukisan telapak tangan manusia berukuran besar dan pulau-pulau karst, serta aktivitas menyelam dan snorkeling; Di Salawati, para wisatawan dapat menyaksikan bunker-bunker peninggalan perang Dunia ke II buatan Belanda dan Jepang (Jeffman), serta menyaksikan Tarian Wor, dan air terjun. Daerah ini juga merupakan tempat yang menarik untuk snorkeling, diving, dan bird watching.

Strategi Pengembangan Pariwisata oleh Pemerintah

Daerah Raja Ampat pasca implementasi otonomi

khusus (otsus)

Untuk mendukung pariwisata sebagai sektor unggulan di Raja Ampat, maka diperlukan berbagai kebijakan strategis dalam rangka pengembangan pariwisata itu sendiri. Berbagai kebijakan program dilakukan untuk mendukung hal tersebut. Memang disadari bahwa penetapan pariwisata sebagai sektor unggulan di kabupaten Raja Ampat, baru dilakukan pada periode kedua pemerintahan Bapak Marcus Wanma dan Bapak Indah Arfan. Namun, ada berbagai macam strategis yang dibuat dalam rangka mendukung pengembangan pariwisata sebagai sektor andalan selain sektor kebaharian. Sebagi contoh misalnya, dengan ditetapkannya beberapa kampung di Raja Ampat sebagai desa wisata. Ataupun kebijakan bupati dengan membangun Bandar udara di kota Waisai sebagai upaya mewujudkan tujuan tersebut. Untuk pembahasan ini, akan dijelaskan dalam bab ini.

Berikut ini, akan disajikan beberapa kebijakan strategis yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten Raja Ampat, dalam upayanya, menjadikan pariwisata sebagai sektor unggulan, dalam kerangka mensejahterakan masyarakat Raja Ampat, serta mendukung proses pembangunan, dalam kaitannya dengan implementasi pasca pemberlakuan otsus.

Kebijakan Sarana dan Prasarana Penunjang

(15)

memadai. Itu terlihat dari berbagai sarana publik yang dibangun dalam rangka mendukung proses pembangunan di kabupaten baru ini. Dalam penelitiannya Darmawan (2010), juga menunjukkan bahwa pemerintah Raja Ampat bisa dikatakan berhasil dibandingkan dengan beberapa kabupaten pemekaran lainnya di provinsi Papua dan Papua Barat. Ini menunjukkan bahwa komitmen yang kuat oleh pemerintah daerah, dalam mensejahterakan masyarakatnya serta mensukseskan pembangunan di kabupaten bahari ini.

Gambar 5. Dermaga di Sawinggrai

(16)

Gambar 6. Kapal Perintis sarana transportasi laut.

Menyadari bahwa, pengembangan pariwisata di Raja Ampat tidak akan berjalan tanpa adanya daya dukung sarana dan prasarana publik, dalam hal ini sektor perhubungan, maka bupati kabupaten Raja Ampat membangun berbagai sarana dan prasarana penunjang dalam rangka menunjang pembangunan pariwisata di kabupaten ini. Itu semua dilakukan, mengingat kondisi geografis dan topografis Raja Ampat yang berbentuk kepulauan, (dan) hanya dimungkinkan dilalui oleh transportasi laut. Kondisi transportasi laut di Raja Ampat juga sangat terbatas. Itupun tergantung kondisi cuaca yang ekstrim dan tidak menentu yang selalu menghantui perjalanan di kepulauan ini.

(17)

Kebijakan bupati dalam rangka mendukung sektor pariwisata sebagai sektor unggulan, tidak tanggung-tanggung. Saat ini telah dibangun sebuah pelabuhan udara (bandara), – direncanakan selesai tahun 2012 – dalam rangka mendukung percepatan pembangunan khususnya pengembangan sektor pariwisata di Raja Ampat. Sehingga diharapkan ketika pembangunan bandara selesai kendala daya jangkauan (aksesibilitas) wilayah sudah tidak menjadi alasan lagi bagi para wisatawan yang berkunjung ke kabupaten bahari ini. Rencana pemerintah daerah ketika bandara ini selesai, maka jalur penerbangan dari dan ke Raja Ampat, sudah tidak harus transit di Sorong lagi, melainkan jika seorang wisatawan dari Singapura hendak ke Raja Ampat, maka wisatawan tersebut bisa langung terbang dari Singapura – tidak harus melalui Jakarta –, langsung ke Makasar atau melalui Manado dan dari Manado langsung tiba di Bandar udara (Bandara) Marinda di Waisai. Demikian diungkapkan kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Raja Ampat dalam suatu kesempatan diskusi dengan peneliti di Waisai22.

Hal ini dimaksudkan, agar wisatawan tidak terlalu membuang waktunya dengan harus transit lagi di kota Sorong. Ketika waktu wisatawan harus disita oleh lamanya perjalanan dan menyinggahi beberapa tempat di luar Raja Ampat, secara tidak langsung akan mengurangi minat berkunjung ke Raja Ampat. Atau dengan kata lain, ketika seorang wisatawan berlama-lama di suatu kota / daerah maka disanalah mereka melakukan transaksi ekonomi (belanja konsumsi, tinggal di hotel dan sebagainya). Dan ketika itu terjadi, maka harapan dari pengembangan pariwisata untuk meningkatkan pendapatan ekonomi daerah akan berkurang, karena wisatawan tersebut mengeluarkan uangnya bukan di Raja Ampat melainkan di kota Sorong atau kota-kota lainnya.

Aktivitas pariwisata membutuhkan kepastian dan berbagai kemudahan ketika harus berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata. Salah satu hal yang menjadi perhatian mereka adalah faktor aksesibilitas transportasi. Banyak wisatawan mengeluh mengenai pelayanan dalam bidang transportasi ketika berkunjung ke Raja

22

(18)

Ampat. Itu terlihat ketika, peneliti menjumpai beberapa wisatawan lokal yang berkunjung ke kampung Sawinggrai. Mereka mengatakan bahwa, untuk sampai ke Raja Ampat, membutuhkan extra uang tambahan, karena banyak pengeluaran yang harus mereka keluarkan untuk menyewa alat transportasi laut untuk menjangkau atau mengunjungi obyek-obyek wisata yang ingin mereka kunjungi di luar paket wisata yang mereka ikuti ketika mereka datang dari Jakarta. Informasi yang dikeluhkan wisatawan lokal tersebut, seharusnya dijadikan sebagai informasi dasar, dalam rangka membuat suatu kebijakan dalam hal penyediaan sarana dan prasarana wisata, sehingga pemerintah Raja Ampat beserta semua

stakeholder harus menunjukkan bahwa untuk sampai berkunjung ke

Raja Ampat tidak harus memerlukan biaya yang banyak. Ataupun kalau dibutuhkan biaya yang mahal untuk sampai ke Raja Ampat, harus disertai juga dengan dukungan ketersediaan sarana dan pelayanan yang maksimal dan baik. Sehingga menumbuhkan kesan yang baik bagi para wisatawan.

Secara khusus, penyediaan fasilitas di lokasi kampung wisata, masih didominasi oleh asset pemerintah. Misalnya dermaga umum yang terbuat dari kayu23, beberapa homestay milik Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, dan fasilitas-fasilitas lainnya yang dibiayai dari dana APBD, maupun dana otsus. Kebijakan investasi oleh pihak ketiga (di luar pihak pemerintah), secara umum, dilakukan dalam hal penyediaan sarana transportasi. Misalnya beberapa perusahaan swasta yang bergerak dalam penyediaan armada pelayaran yang menghubungkan kota Waisai ke kota Sorong. Contoh KM. Marina Express, KM. Fajar Mulia, dan sebagainya.

Untuk secara langsung terlibat di dalam penyediaan sarana pariwisata di kampung-kampung wisata, peneliti tidak melihat hal tersebut. Misalnya pengalaman penelitian di kampung Sawinggrai,

23

(19)

tidak dijumpai asset (sarana publik) investor swasta di kampung ini. Jika asset itu ada, kepemilikannya pun adalah asset bersama yang diinvestasikan kepada individu-individu pelaku usaha. Keterlibatan para investor masih sebatas pada mendatangkan para wisatawan ke kampung wisata, serta membantu mempromosikan kampung-kampung wisata lewat program paket wisata yang ditawarkan perusahaan mereka.

Kebijakan Pemerintah dalam Hal Promosi Pariwisata

Dalam rangka mempromosikan obyek-obyek wisata yang telah dipaparkan di atas, maka di perlukan kebijakan program promosi dan pamasaran pariwisata tepat dan akurat untuk memperkenalkan potensi pariwisata Raja Ampat. Kebijakan ini, diperlukan dalam rangka mempublikasikan (mempromosikan) potensi daerah, khususnya potensi pariwisata ke berbagai institusi (pemerintah, swasta, LSM) baik nasional bahkan internasional, untuk menghadirkan mereka ke Raja Ampat. Sudah bukan menjadi rahasia umum lagi bahwa perkembangan pariwisata di suatu daerah dapat berkembang dengan baik apabila didukung oleh kebijakan pemerintah. Sebagai bentuk dukungan pemerintah daerah dalam mengiatkan pengembangan pariwisata di Raja Ampat adalah dengan mempromosikan dan memasarkan sektor pariwisata melalui berbagai macam event, diantaranya, mengikuti pameran wisata dan budaya di dalam negeri dan luar negeri, menyelenggarakan lomba foto bawah laut; program promosi pariwisata dan kebudayaan di media – lewat iklan, film dokumenter, dan sebagainya.

Dengan demikian, diharapkan melalui berbagai program promosi dan pemasaran yang digencarkan oleh pemerintah daerah, dapat meningkatkan iklim usaha sektor pariwisata dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah.

Kebijakan Pendanaan dan Permodalan

(20)

itu antara lain : Pertama, pembiayaan daerah dari sumber anggaran pemerintah pusat (APBN). Sumber pembiayaan dari dana APBN diperoleh dari program PNPM Pariwisata. Program ini, merupakan bagian dari program nasional penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Program ini dikelolah oleh Kementerian Pariwisata dan Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (kesra). Di Raja Ampat, program PNPM Pariwisata dikoordinasi oleh Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.

Dalam menjalankan program ini, yang berhak untuk memperoleh bantuan dana program PNPM Pariwisata adalah kelompok-kelompok masyarakat yang berada di kampung-kampung yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah sebagai kampung wisata. Setiap kelompok masyarakat yang menjalankan usaha jasa wisata di kampungnya, berhak memperoleh bantuan dana sebesar 100 juta rupiah per kelompok / kampung. Dalam pengelolaan dana PNPM Pariwisata, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, beserta kelompok-kelompok masyarakat penggiat pariwisata, merencanakan program kerja dan kemudian pemerintah daerah memberikan dana bantuan programnya. Mekanisme pembayaran bantuan program PNPM Pariwisara, dibayar dua kali dalam setahun. Proses kucuran dananya juga disesuaikan dengan kebutuhan dana yang telah diprogramkan bersama oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Proses ini dilakukan semata-mata, untuk memberikan pembelajaran kepada para pelaku usaha dan kelompok masyarakat, untuk bagaimana secara bersama-sama merencanakan program, menjalankan kegiatan, serta mempertanggung jawabkan dana yang diberikan, sehingga sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan bersama.

Kedua, sumber pembiayaan bersumber dari anggaran daerah

(21)

Dari data anggaran pembiayaan program Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Raja Ampat selama 2006-2010, menunjukkan bahwa ada terjadi kenaikan anggaran belanja daerah. Namun hal tersebut masih dianggap kurang dan tidak sepadan dengan tugas dan prioritas yang diemban atau menjadi tanggung jawab Dinas Kebudayaan dan Pariwisata24. Dari alokasi dana tersebut, paling banyak pos anggarannya diserap untuk keperluan operasional pegawai, kegiatan promosi, serta pemasaran dan penyediaan sarana dan prasarana penunjang kegiatan pariwisata. Alokasi dana yang secara khusus diperuntukkan untuk pembinaan dan pengembangan masyarakat lokal di lokasi obyek masih sangat dibutuhkan dan diberikan alokasi

dan yang lebih untuk pengembangan pariwisata Raja Ampat ke depan.

Ketiga, selain dana dari alokasi APBD kabupaten,

pemerintah kabupaten Raja Ampat, juga memperoleh subsidi dana Otonomi khusus (otsus) dari alokasi APBD Provinsi Papua Barat. Alokasi dana ini bersumber dari anggaran negara dari dana alokasi khusus (DAK) yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat bagi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, sebagai konsekuensi dari implementasi undang-undang otonomi khusus. Biasanya, alokasi dana Otsus diperuntukkan atau diprioritaskan dalam pembangunan sektor pendidikan, kesehatan dan pengembangan sarana dan parsarana di kampung-kampung. Alokasi bantuan pembangunan sarana dan parasarana di kampung-kampung dialokasikan dana sebesar minimal 100 juta rupiah per kampung. Dalam pengelolaannya, dana ini difasilitasi oleh fasilitator bekerjasama dengan masyarakat kampung untuk merencanakan dan menggunakan dana tersebut untuk pembangunan sarana dan prasarana publik di kampung. Ada banyak manfaat dari pemanfaatan dana otsus di kampung-kampung dalam kapasitasnya dalam mendukung pariwisata di Raja Ampat. Misalnya, di beberapa kampung wisata, seperti di kampung Sawinggrai, lewat dana otsus ada beberapa fasilitas publik yang dibangun dalam rangka mendukung kampung ini sebagai kampung wisata. Contohnya,

24

(22)

pembangunan jembatan umum, pembangunan bak-bak penampung air, dan sebagainya.

Selanjutnya yang menjadi pertanyaan dimana peran swasta dalam mendukung pariwisata di Raja Ampat dalam hal permodalan? Dalam konteks ini, peneliti tidak banyak memperoleh informasi mengenai peran serta swasta dalam hal pemberian modal bagi pengembangan pariwisata di Raja Ampat. Sebagai contoh pengembangan pariwisata di kampung wisata Sawinggrai. Peneliti tidak banyak mendapat informasi mengenai peran serta swasta dalam memberikan dana dalam rangka memberikan penyediaan sarana dan parsarana penunjang di kampung. Yang lebih banyak berperan sebenarnya adalah LSM-LSM (CII dan Coremap) yang memberikan bantuan permodalan kepada kelompok-kelompok masyarakat dalam menjalankan usaha kerajinan tangan mereka.

Kebijakan Perijinan Usaha (Investasi) dan Peran Investor Dalam Sektor Pariwisata

(23)

diberikan begitu saja, demi kepentingan bisnis semata, melainkan perlu ditekankan sedini mungkin kepada para investor agar dalam menjalankan usaha wisatanya harus tetap menjaga dan memelihara kondisi lingkungan hidup, dengan cara ketika membagun hotel atau

resort untuk tetap menjaga kelestariannya, dan menghormati adat istiadat masyarakat setempat, seperti ketika mendatangkan wisatawan ke suatu perkampungan, agar memperhatikan perilaku dan gaya wisatawan yang berkunjung. Ketika kondisi ini dijaga maka konsep pembangunan pariwisata akan dengan sendirinya dapat terlaksana.

Strategis Kebijakan Pengembangan Pariwisata Melalui Program Kampung Wisata

Strategis kebijakan pengembangan pariwisata di Raja Ampat, dilakukan melalui pengembangan beberapa kampung-kampung sebagai kampung wisata. Program ini dikembangkan (diadopsi) berdasarkan program nasional pengembangan desa wisata oleh kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia. Dalam program ini, diberi nama program PNPM Pariwisata, yang mengadopsi model PNPM Mandiri yang dipelopori oleh Kementerian Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia (Kemenkesra RI). Program ini dirancang dalam rangka pengentasan kemiskinan di wilayah-wilayah yang secara teknis memiliki potensi alam yang baik, namun masih dijumpai anggota masyarakatnya yang terjebak dalam kondisi miskin.

Penetapan Kampung Wisata

Program PNPM Pariwisata di Raja Ampat mulai diterapkan pada tahun 2009. Program ini talah dijalankan kurang lebih dua tahun25, diawali dengan menetapkan beberapa kampung wisata di distrik Meosmansar sebagai kampung percontohan (pilot project) desa wisata (kampung wisata). Pemilihan kampung-kampung wisata di Raja Ampat, ditetapkan dengan beberapa kriteria, – tentunya disesuaikan dengan syarat penetapan desa wisata oleh pemerintah

25

(24)

pusat –, khususnya di Raja Ampat. Menutur bapak Lamatenggo, syarat-syarat penetapannya antara lain : pertama, kampung tersebut harus ada obyek wisatanya, kedua, kampung (desa) tersebut, minimal berdekatan dengan perusahaan pariwisata26; ketiga, kampung-kampung yang ditetapkan berada dekat dengan ibu kota kabupaten, mengingat daya jangkau dan luas wilayah Raja Ampat yang terlalu luas ; keempat, ada pelaku usaha lokal dan kelompok-kelompok usaha jasa wisata.

Gambar 8. Potret Kampung di Kepulauan Raja Ampat.

Secara teknis, penetapan 5 kampung wisata di Raja Ampat dipusatkan di distrik Meosmansar. Penetapan kampung wisata diresmikan di kampung Sawandarek. Dari 8 kampung yang ada di distrik Meosmansar telah ditetapkan tiga kampung oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Raja Ampat melalui SK Bupati No.104 tanggal 26 November 2008 sebagai kampung wisata. Ketiga kampung itu antara lain kampung Sawandarek, kampung Yenwapnour dan kampung Arborek. Selanjutnya, dalam perkembagannya, pada tahun 2009 Pemerintah Kabupaten Raja Ampat telah menetapkan lagi 2 kampung sebagai kampung wisata yaitu kampung Sawinggrai dan kampung Yenbuba.

26

(25)

Untuk menjalankan program kampung wisata di Raja Ampat, dikelola oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Dinas inilah yang kemudian, melakukan koordinasi dengan para pelaku usaha wisata dan masyarakat di kampung wisata. Konsekuensi dari program pemberdayaan masyarakat lewat program PNPM Pariwisata, adalah pemerintah daerah melakukan pembinaan terhadap masyarakat dimana kampung wisata ini berada, dengan memberikan subsidi dana sebesar 100.000 juta rupiah per kampung. Pembahasan lebih lanjut mengenai pemanfaatan dana program ini, telah sedikitnya disinggung pada sub bab sebelumnya.

Implikasi Pengembangan Pariwisata Terhadap

Pertumbuhan Jumlah Investasi (investor) dan Wisatawan

Dari berbagai macam strategis kebijakan program yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dalam rangka mendukung pengembangan pariwisata di Raja Ampat, secara tidak langsung akan berdampak atau berimplikasi pada berbagai segi kemajuan pariwisata itu sendiri. Pada bagian ini, akan dibahas berbagai implikasi yang ditimbulkan dari pengembangan pariwisata oleh pemerintah daerah. Adapun implikasi-implikasi itu antara lain :

pertama, pengembangan pariwisata akan menyebabkan

bertambahnya investasi oleh berbagai investor (asing, nasional, maupun lokal). Pada bagian ini, akan menjelaskan hal tersebut ; Pada bagian kedua, akan menggambarkan, bagimana sektor pariwisata dalam kontribusinya menyumbang terhadap PAD. Ketiga, juga akan dibahas, kontribusi dari pengembangan pariwisata terhadap lapangan pekerjaan, walaupun nantinya tidak terlalu khusus pembahasannya. Dan pada akhir dari pembahasan sub bab ini, akan menggambarkan karakteristik wisatawan yang berkunjung ke Raja Ampat.

Model Investasi Usaha Pariwisata yang Berkembang di

Raja Ampat

(26)

Perkembangan sektor pariwisata di Raja Ampat, secara tidak langsung, menjadi daya tarik tersendiri bukan hanya pada wisatawan yang datang untuk menyaksikan dan menikmati keindahan surga bawah laut dan keindahan alamnya. Akan tetapi menjadi daya pikat tersendiri bagi para investor dan operator wisata (tour operator) yang hendak menginvestasikan modalnya di kepulauan ini. Dari beberapa informasi data yang dihimpun ada berbagai jenis dan bentuk aktivitas investasi usaha yang dilakukan para investor ini. Data dibawah ini menunjukkan beberapa usaha wisata yang dilakukan di Raja Ampat.

Usaha-usaha itu antara lain : pertama, hotel dan penginapan berjumlah sembilan buah; kedua, Cottage ada dua buah (Acropora Cottege and Restaurant dan Cottage King Dolphin) kedua Cottage

(27)

ke resort atau kembali ke liveboat tempat dimana mereka (wisatawan) mengikuti paket wisatanya yang telah ditawarkan oleh jasa operator wisata (tour operator) .

Keempat, Liveaboat. Selain hotel / penginapan dan pengelolaan resort, ada jenis usaha pariwisata lain yang sebenarnya sudah sejak lama mendatangkan serta menawarkan jasa usaha wisata ke para wisatawan untuk hadir di parairan kepulauan Raja Ampat. Usaha itu adalah dengan mendatangkan wisatawan dengan menggunakan Liveaboat. Untuk jenis usaha ini para investor mendatangkan para wisatawan sampai ke Raja Ampat, dikoordinir dan dilayani dengan menggunakan kapal-kapal berukuran kecil. Dalam menggunakan jasa ini, wisatawan tinggal menikmati perjalanan wisata dengan menggunakan kapal, layaknya fasilitas hotel. Biasanya daya tampung kapal yang berukuran kecil sehingga, wisatawan yang ikut menikmati paket wisata ini, tidak dalam jumlah yang banyak (jumlahnya disesuaikan dengan ukuran kapal, yang rata-rata bisa menampung 10 sampai 15 penumpang plus awak kapal).

Data berikut ini, menampilkan beberapa perusahaan

liveaboat yang melakukan usahanya di Raja Ampat. Dari data yang diperoleh jumlah operator liveaboat dari tahun 2009 berjumlah 32 jenis kapal meningkat di tahun 2011 menjadi 38 jenis kapal (liveaboat).27 Sehingga sampai sampai tahun 2011 terdapat 38 jenis kapal wisata yang dikelola oleh 32 perusahaan operator wisata (tour operator) (20 Perusahaan asing dan 12 perusahaan domestik atau lokal) yang perusahahaan itu antara lain : Pertama, yaitu : Perusahaan yang dikelola oleh pihak asing dengan bentuk badan hukum Penanaman Modal Asing (PMA), sebanyak 20 Perusahaan28,

27

Data laporan “ Kapal Wisata “ 2011, Dinas Parwisata Kabupaten Raja Ampat. 28

(28)

yang kesemuanya berdomisili di luar Raja Ampat. Kedua, Perusahaan operator pariwisata yang dikelola oleh warga Negara Indonesia, sebanyak 12 perusahaan29. Dari data-data ini, menunjukkan bahwa masih dijumpai hampir semua kepemilikian

liveaboat berdomisili di luar Raja Ampat. Dari sisi kepemilikan perusahaan juga masih didominasi atau dikuasai oleh investor asing.

Investasi oleh Masyarakat Lokal Raja Ampat

Dari beberapa data yang dihimpun dari dinas kebudayaan dan pariwisata, jumlah usaha homestay yang dikembangkan oleh masyarakat lokal di Raja Ampat dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Peningkatan itu terlihat dari banyaknya jumlah

homestay yang dibangun bersumber dari dana pemerintah daerah, serta dana bantuan pihak ketiga (LSM) maupun dari dana pribadi masyarakat lokal sendiri.

perusahaan di Kuta Bali ; 11). PT. Indo Laut (2 kapal), alamat perusahaan di Sanur Bali; 12). PT. Inner Seal Adventures (1 kapal) alamat perusahaan di Denpasar Bali; 13). PT. Sartika Cruiser (1 kapal) alamat perusahaan di Sorong Papua Barat; 14). PT. Ocean Rover Cruises (1 kapal) alamat perusahaan di Bunaken Manado; 15). PT. Biodiversity Explorations (1 kapal) alamat perusahaan di Sanur Bali; 16). PT. BPW Euro Services Holiday (1 kapal) alamat perusahaan di Sanur Bali; 17). PT. Pinisi Diving and Tourism (1 kapal) alamat perusahaan di Ambon.

29

(29)

Gambar 9. Ruang tamu home stay di Kampung Sawinggrai.

Data berikut ini memperlihatkan jumlah dan model kepemilikan homestay yang ada di Raja Ampat. Homestay-homestay

itu antara lain : (1). Homestay Mangkorkodom, pemilik saudara Raimon Sauyai, berlokasi di Pulau Mansuar kampung Yenbuba distrik Meosmansar. (2). Homestay Yayasan Kobe Oser pemilik Ibu Maria R. Wanma, berlokasi di kampung Yenwaoupnor distrik Meosmansar. (3). Homestay Inbefor, pemiliknya Bapak Yesaya Mayor, berlokasi di kampung Sawinggrai, (4). Homestay Waigeo Barat, pemilik bapak Daan Daat, berlokasi di distrik Waigeo Barat. (5). Homestay Yenwaoupnor pemilik Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Raja Ampat, berlokasi di kampung Yenwaoupnor, distrik Meosmansar. (6). Homestay Arborek pemilik Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Raja Ampat, dikelola oleh bapak Nomensen Mambraku berlokasi di kampung Arborek distrik Meosmansar; (7). Homestay Ransiwor pemiliknya Beni Sauyai berlokasi di Ransiwor. (8). Homestay Sawandarek pemilik Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Raja Ampat, dikelolah oleh masyarakat setempat, berlokasi di kampung Sawandarek distrik Meosmansar; (9) Homestay Misool Selatan (Harapan Jaya) pemilik Bapak Harun, berlokasi di distrik Misool Selatan. (10) Homestay Sawinggrai, pemilik Bapak Paulus Sauyai berlokasi di Kampung Sawinggrai distrik Meosmansar, serta masih ada beberapa homestay

(30)

Ampat. Dari semua homestay yang disebut di atas kebanyakan berlokasi di distrik Meosmansar. Selanjutnya Untuk pembahasan pengembangan dan pengelolaan homestay akan dibahas di bab 5.

Kontribusi Sektor Pariwisata Terhadap Neraca Keuangan Daerah

Dari berbagai informasi tadi, menunjukkan bahwa lewat kehadiran para investor secara tidak langsung membuat perekonomian daerah di Kabupaten Raja Ampat mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Berikut ini dapat ditunjukan bagaimana sektor pariwisata Raja Ampat dalam kontribusinya menyumbang terhadap pendapatan asli daerah (PAD). Data total pendapatan bidang pariwisata yang diperoleh dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Raja Ampat, menunjukkan bahwa dari tahun 2007 sampai dengan bulan Juni 2011, total sumbangan atau kontribusi terhadap PAD kabupaten dari sektor pariwisata berjumlah Rp. 1.321.372.171,- (Satu miliar tiga ratus dua puluh satu juta tiga ratus tujuh puluh dua ribu seratus tujuh puluh satu rupiah). Total anggaran tersebut bersumber dari : pertama, Pemasukan dari Pin Wisata30 : Rp. 1.114.499.500,- (Satu miliar seratus empat belas juta empat ratus sembilan puluh sembilan ribu lima ratus rupiah) ; kedua, Setoran dari Cottage : Rp. 153.972.421,-(Seratus lima puluh tiga juta Sembilan ratus tujuh puluh dua ribu empat ratus dua puluh satu rupiah) ; ketiga, Setoran dari wisma : Rp. 7.900.250,- (Tujuh juta sembilan ratus ribu dua ratus lima pulu

rupiah) ; keempat, Setoran dari penyewaan speedboat :

30

(31)

Rp.45.000.000,- (Empat puluh lima juta rupiah).31 Dari data ini, menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun ada mengalami kenaikan dana dari sektor pariwisata terhadap PAD Raja Ampat. Angka kenaikan sektor penerimaan keauangan dari pariwisata, sebenarnya, belum menunjukkan kondisi rill dari kontribusi masyarakat dalam pengembangan pariwisata. Angka-angka di atas masih menunjukkan peranan penerimaan pajak dan retribusi dari kehadiran wisatawan serta kontribusi pihak swasta.

Kontribusi Investor Asing dan Swasta Nasional terhadap Lapangan Pekerjaan

Selain menyumbang terhadap pendapatan asli daerah (PAD) dan kontribusinya terhadap perekonomian daerah, sektor pariwisata dalam hal ini kontribusi pihak investor swasta dalam penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Raja Ampat, juga dapat ditunjukan melalui data di bawah ini. Sebagai contoh, kehadiran PT. Papua Diving di Distrik Meosmansar yang mendatangkan para wisatawan untuk berkunjung ke Raja Ampat saja, melainkan lewat perusahaan ini, banyak tenaga kerja yang diserap sebagai tenaga kerja. Dari laporan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Raja Ampat, PT. Papua Diving telah menyerap tenaga kerja lokal sebanyak 90 orang dan mempekerjakan tenaga kerja asing sebanyak 3 orang. Bukan hanya itu saja, lewat perusahaan milik Mr. Max Ammer ini, banyak mantan-mantan pegawai (eks karyawan) yang sekarang telah membuka usaha jasa wisata berupa homestay. Sebut saja Bapak Paulus Sauyai di kampung Sawinggrai, yang sampai saat ini bisa eksis berkat pengalamannya bekerja bersama Mr. Max Ammer.

Data ini menggambarkan bahwa ada kontibusi positif yang diberikan oleh pihak investor dalam hal penyerapan tenaga kerja. Namun dari data di atas juga menunjukkan bahwa secara kuantitas perusahaan – perusahaan tersebut hanya menyerap atau hanya mempekerjakan tenaga kerja dari luar Raja Ampat - baik itu pekerja asing, maupun pekerja domestik di luar pekerja lokal Raja Ampat.

31 Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Raja Ampat, 2011. “Data

Penerimaan Sektor Pariwisata terhadap PAD Kabupaten Raja Ampat”;

(32)

Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya pengembangan sektor pariwisata yang diarahkan untuk melibatkan masyarakat secara langsung, namun usaha itu tidak berjalan denga semestinya. Kalaupun masyarakat lokal dilibatkan, itupun hanya pada pekerjaan-pekerjaan yang tidak membutuhkan skill atau kekhususan tertentu. Misalnya kebanyakan para pekerja dari masyarakat lokal dikerjakan sebagai, tenaga security, tenaga pembersih alat-alat selam maupun sebagai petugas pengisi tabung gas botol selam. Masyarakat lokal jarang diberikan kesempatan bahkan diberikan tanggung jawab lebih untuk menjalankan tugas dan kemampuannya dalam hal tertentu seperti sebagai guide diving. Hal yang sering kali menjadi kendala adalah masyarakat lokal sering dipersoalkan tentang tidak dimilikinya sertifikat diving yang merupakan salah satu syarat utama dalam menjalankan tugas sebagai guide tour diving.

Gambaran Karakteristik Wisatawan

Keistimewaan dan keindahan Kabupaten Raja Ampat secara tidak langsung telah menjadi magnet dan daya tarik tersendiri untuk menarik para wisatawan (mancanegara dan domestik) untuk berkunjung ke kabupaten bahari ini. Data menunjukkan bahwa sampai tahun 2010, kunjungan wisatawan asing yang berkunjung ke Kabupaten Raja Ampat sudah mencapai 3.855 orang. Angka ini menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan dengan tahun 2009, dimana kunjungan wisatawan asing berjumlah 2.850 orang32. Angka ini menunjukkan secara kuantitas peningkatan jumlah kunjungan wisatawan ke Kabupaten Raja Ampat. Pada bagian ini peneliti akan menggambarkan beberapa karakteristik wisatawan dan manajemen perjalanan mereka. Gambaran ini diperlukan guna menunjukkan fakta-fakta otentik dalam rangka menentukan arah dan kebijakan pembangunan sektor pariwisata di Kabupaten Raja Ampat.

32

(33)

Gambar 10. Aktivitas wisatawan asing di dermaga Pak Yesaya.

Untuk membahas karakteristik wisatawan maka dalam bagian ini, peneliti akan membaginya dalam tiga pembahasan antara lain : pertama, jenis kunjungan wisatawan, kedua, sumber asal wisatawan yang berkunjung ke Raja Ampat ; dan ketiga, jenis atau macam aktivitas wisatawan selama berkunjung ke Raja Ampat. Berikut ini, pembahasan ketiga karakteristik tersebut.

Pertama, jenis / motif kunjungan wisatawan, dari data yang dihimpun terlihat bahwa wisatawan yang berkunjung ke Raja Ampat, lebih condong atau lebih banyak melakukan kegiatan menyelam atau lebih banyak didominasi oleh kegiatan wisata bahari atau kelautan; Data lapangan yang peneliti peroleh dengan beberapa sumber informan di kampung Arborek dan Sawinggrai, memperlihatkan bahwa hampir kunjungan wisatawan ke Kabupaten Raja Ampat didominasi oleh kegiatan wisata minat khusus yaitu, wisata menyelam (diving) dan snourkling.

Kedua, asal negara wisatawan. Dari data yang diperoleh dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Raja Ampat tercatat kunjungan wisatawan mancanegara / asing dari tahun 2007 sampai dengan triwulan pertama (sampai bulan Maret) tahun 2011, jumlah wisatawan asing yang berkunjung ke Kabupaten Raja Ampat berjumlah: 11.498 orang33. Sementara itu, wisatawan domestik yang

33 Dinas Pariwisata Raja Ampat, 2011 “

(34)

berkunjung ke Raja Ampat dari tahun 2008 sampai triwulan pertama (bulan Maret) tahun 2011 berjumlah 1.557 orang34. Selain itu, data dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Raja Ampat juga menunjukkan bahwa berdasarkan asal negara para wisatawan yang berkunjung ke Kabupaten Raja Ampat, didominasi oleh warga negara Amerika Serikat (USA), Jerman, Perancis, Australia, dan Inggris35. Informasi di atas, sebenarnya belum menunjukkan secara tepat dan pasti motif kunjungan wisatawan-wisatawan ke Raja Ampat.

Dari diskusi-diskusi yang peneliti peroleh, misalnya para sumber informan menceritakan bahwa pada pada tahun 2010 di kampung-kampung mereka banyak sekali dikunjungi orang-orang asing. Rupanya pada saat itu ada dilakukan pembuatan film yang dilakukan oleh perusahaan film dari Eropa, yaitu perusahaan dari Negara Perancis. Berikut penuturan Bapak Yesaya Mayor36.

“Pada waktu itu, kalau tidak salah tahun 2010, ada perusahaan film dari Perancis datang dan dorang (mereka) tinggal di Resort Raja Ampat Develop di kampung Kurkapa. Perusahaan film itu dorang (mereka) ambil gambar (syuting film) sampe (sampai) ke perairan ketorang (kami) punya kampung “.

Informasi di atas jelas menunjukkan bahwa kunjungan wisatawan asing tidak hanya melakukan aktivitas wisata bahari semata melainkan ada juga aktivitas lain diluar kegiatan pariwisata.

Raja Ampat sebagai berikut: Tahun 2007 berjumlah : 932 orang ; Tahun 2008 berjumlah 2.367 orang ; Tahun 2009 berjumlah 2.850 orang ; Tahun 2010 berjumlah 3.855 orang ; Tahun 2011 sampai dengan bulan Maret, berjumlah 1.494 orang. Sehingga total kunjungan wisatawan berjumlah 11.498 orang.

34

Data dari “Pusat Informasi Pariwisata Raja Ampat’, menunjukan bahwa

kunjungan wisatawan domestik ke Raja Ampat dari Tahun 2008 sampai bulan Maret 2011 berjumlah 1.557 orang. Dengan perincian : Tahun 2008 berjumlah 280 orang ; Tahun 2009 berjumlah 336 orang ; Tahun 2010 berjumlah 658 orang dan sampai bulan Maret 2011 berjumlah 283 orang.

35

Data dari “Pusat Informasi Pariwisata Raja Ampat”, menunjukan 5 besar

Negara asal wisatawan yang berkunjung ke Raja Ampat. Kelima Negara itu antara lain : (1). Amerika Serikat dengan jumlah wisatawan ; 886 orang ; (2). Negara Jerman dengan jumlah wisatawan : 284 orang ; (3). Negara Perancis dengan jumlah wisatawan : 198 orang ; (4). Negara Australia dengan jumlah wisatawan : 171 0rang ; (5). Negara Inggris dengan jumlah wisatawan : 161 orang.

36

(35)

Sehingga wajar, jika negara Perancis dan beberapa negara Eropa mendominasi lima besar negara penghasil wisatawan ke Raja Ampat, kerena ketika itu warga negara tersebut sedang melakukan aktivitas bisnis di Raja Ampat. Dari data-data di atas menggambarkan bahwa untuk melakukan kegiatan pariwisata di Raja Ampat, masih didominasi oleh wisatawan asing, dibandingkan dengan wisatawan domestik atau lokal. Hal ini memperlihatkan bahwa, untuk sampai ke kepulauan Raja Ampat, dibutuhkan persiapan yang matang. Teristimewa menyangkut pembiayaan selama melakukan aktivitas pariwisata. Besarnya biaya transportasi dan akomodasi selama di Raja Ampat, menjadi salah satu faktor kenapa wisatawan domestik atau lokal sedikit sekali berkunjung dibandingkan dengan wisatawan asing.

Berdasarkan pengalaman peneliti berjumpa dengan beberapa wisatawan domestik yang memilih pariwisata sebagai tempat liburan, mereka mengatakan bahwa untuk sampai ke Raja Ampat mereka mengeluarkan dana perorangan sebesar Rp. 15.000.000 sampai 20.000.000 per paket perjalanan dari Jakarta – Raja Ampat. Fakta atau informasi (data) yang sudah di tampilkan di atas, menunjukkan bahwa untuk melakukan aktivitas pariwisata ke Raja Ampat di butuhkan persiapan yang matang dalam hal ini pendanaan, serta perencanaan yang baik mengenai lokasi dan jenis kegiatan (aktivitas) wisata selama berada di kabupaten seribu pulau ini.

Kesimpulan

Akhir-akhir ini, perkembangan pariwisata Raja Ampat mengalami kemajuan yang cukup pesat dan menajubkan. Perkembangan itu selain dipengaruhi oleh ketersediaan sumberdaya alam berupa keindahan alam dan keanekaragaman hayati – baik di pesisir pantai, laut dan (bahkan) di daratan -, yang ikut melengkapi (menghiasi) keindahan panorama kepulauan Raja Ampat. Terlepas dari faktor ketersediaan potensi wisata alam, keunikan budaya adat istiadat – wisata budaya - juga ikut mempengaruhi perkembangan pariwisata di kabupaten bahari ini.

(36)

dan daerah – yang secara pro aktif turut serta (andil) dalam memajukan perkembangan pariwisata di Raja Ampat. Salah satunya adalah kebijakan terbentuknya kabupaten Raja Ampat sebagai kabupaten otonomi baru. Hadirnya daerah otonom baru menjadi pintu masuk bagi perkembangan pariwisata Raja Ampat. Salah satu kebijakan yang dibuat kabupaten baru ini adalah penetapan sektor pariwisata sebagai sektor unggulan daerah. Konsekuensi dari penetapannya yaitu, berbagai kebijakan program dibuat dalam rangka mendatangkan investor dan wisatawan ke daerah ini. Dampak dari penetapan pariwisata sebagai sektor unggulan adalah dengan dibangunnya sarana dan prasarana fisik penunjang pembangunan. Salah satu kebijakan pemerintah di aras lokal yang ikut serta dalam mendukung perkembangan pariwisata yaitu, menetapkan beberapa kampung di wilayah kepulauan ini sebagai kampung wisata. Salah satu kampung yang ditetapkan adalah kampung Sawinggrai di distrik Meosmansar.

Perkembangan pariwisata Raja Ampat, juga ikut berkembang sejalan dengan penetapan pemberlakuan Otonomi khusus (Otsus) di Tanah Papua. Pemberlakuan UU Nomor 21 Tahun 2001 ini, memperkuat (menegaskan) legitimasi pemerintah daerah Raja Ampat untuk mengelola potensi daerah dalam rangka mencapai tujuan pembangunan. Pemberlakuan Otsus di kabupaten Raja Ampat diharapkan dapat memberikan peluang dan kesempatan seluas-luasnya bukan hanya kepada pemerintah daerah dalam pengeloaan sumberdaya untuk kepentingan pembiayaan pembangunan semata, melainkan juga diharapkan lewat program Otsus, masyarakat lokal dapat diberdayakan dan diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk menjadi tuan di daerahnya sendiri.

(37)

Gambar

Gambar 4. Snorkling di perairan Sawinggrai
Gambar 5. Dermaga di Sawinggrai
Gambar 6. Kapal Perintis sarana transportasi laut.
Gambar 8. Potret Kampung di Kepulauan Raja Ampat.
+3

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan diterbitkannya Addendum Dokumen Pengadaan paket tersebut diatas, maka kepada peserta dipersilahkan untuk mengunduh (download) Addendum Dokumen

Materi matakuliah ini berkaitan dengan penerapan prosedur audit pemakaian energi listrik pada berbagai jenis beban yang berfungsi untuk meningkatkan efisiensi dalam penggunaan

Munculnya penyalahgunaan bahan tambahan /aditif pangan tersebut disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk makanan, para produsen makanan belum memahami

Barang /Jasa Dinas Pendidikan Tahun Anggaran 2012 menyatakan bahwa akan dilaksanakan lelang ulang. untuk Pengadaan Peralatan Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan SMP

Format registrasi dilakukan mahasiswa yang baru pertama kali melakukan pendaftran, sedangkan format update adalah layanan bagi mahasiswa untuk mengubah data yang telah

Dengan ini diberitahukan kepada seluruh peserta lelang untuk Paket Peningkatan Jalan Jangkang-Pantai Ulin, Kecamatan Simpur tahun 2013 kodel lelang 388282. Sehubungan

Langkah diversifikasi  meningkatkan penganekaragaman penggunaan energi alternatif (batubara, gas, dan energi terbarukan)2. Langkah konservasi  meningkatkan efisiensi

Menyajikan pengetahuan factual dalam bahasa yang jelas dan logis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan