BUDAYA ORGANISASI DI PANTI ASUHAN
AISYIYAH NGANJUK
SKRIPSI
Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos I)
Oleh :
CHANDRA DWI PRAMUKTI
NIM. B04210049
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
JURUSAN MANAJEMEN DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
ISLAM PROGRAM MANAJEMEN DAKWAH SURABAYA
ABSTRAK
Chandra Dwi Pramukti. 2017. Budaya Organisasi di Panti Asuhan ‘Aisyiyah Nganjuk.
Skripsi Jurusan Manajemen dan Pengembangan Masyarakat Prodi Manajemen Dakwah Fakultas Dakwah UIN Sunan Ampel Surabaya.
Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana pola budaya organisasi, pembentukan budaya organisasi dan apa saja kendala yang dihadapi dalam pembentukan budaya organisasi di Panti Asuhan 'Aisyiyah Nganjuk?. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan tentang pola budaya organisasi, untuk mengetahui tentang pembentukan budaya organisasi dan kendala yang dihadapi dalam pembentukan budaya organisasi di Panti Asuhan 'Aisyiyah Nganjuk. Dalam menjawab di atas, dalam penelitian lapangan ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Disebut deskriptif karena penelitian deskriptif merupakan prosedur pemecahan masalah yang diselidiki, dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan obyek penelitian pada saat
sekarang, berdasarkan fakta-fakta (fact finding) yang tampak atau sebagaimana semestinya.
Penelitian ini mengambil lokasi di Panti Asuhan ‘Aisyiyah Nganjuk Jl. RA. Kartini No.69 /
Veteran 6B. Kecamatan Nganjuk Kabupaten Nganjuk.
Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi dan dokumentasi. Adapun teknik data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif, teknik-teknik analisis data adalah reduksi data, penyajian data dan menarik kesimpulan berdasarkan reduksi.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa (1) panti asuhan ‘Aisyiyah nganjuk
menerapkan pola budaya organisasi berbentuk kekeluargaan, yaitu terdapat struktur keluarga seperti pada umumnya, pola pembinaan nilai-nilai agama Islam yang diterapkan telah mencakup di dalam pembinaan akidah, pembinaan ibadah, pembinaan akhlak, pembiasaan
ibadah dan perubahan akhlak, (2)pembentukan budaya organisasi di Panti Asuhan ‘Aisyiyah
ix
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN PERTANGGUNGJAWABAN ... v
ABSTRAK ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1
B.Rumusan Masalah ... 6
C.Tujuan Penelitian ... 7
D.Manfaat Penelitian ... 7
E.Definisi Konsep ... 8
F. Sistematika Pembahasan ... 14
BAB II KAJIAN TEORITIK A.Penelitian Terdahulu Yang Relevan ... 16
1. Budaya Organisasi ... 19
2. Panti Asuhan ... 29
3. 'Aisyiyah ... 35
BAB III METODE PENELITIAN A.Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 38
B.Lokasi Penelitian ... 39
C.Jenis dan Sumber Data ... 39
D.Tahap-Tahap Penelitian ... 41
E.Teknik Pengumpulan Data ... 44
F. Teknik Validasi Data ... 45
G.Teknik Analisis Data ... 46
BAB IV HASIL PENELITIAN A.Gambaran Umum Panti Asuhan 'Aisyiyah Nganjuk ... 48
1. Sejarah Panti Asuhan 'Aisyiyah Nganjuk ... 48
2. Tujuan Didirikan Panti Asuhan ‘Aisyiyah Nganjuk ... 49
3. Visi dan Misi Panti Asuhan ‘Aisyiyah Nganjuk ... 50
4. Inventaris Aset, Fasilitas dan Prasarana Pendukung Panti Asuhan ‘Aisyiyah Nganjuk ... 51
5. Tata Tertib Panti Asuhan ‘Aisyiyah Nganjuk ... 52
6. Progam kerja Panti Asuhan ‘Aisyiyah Nganjuk ... 53
7. Jadwal Kegiatan Sehari-hari Panti Asuhan ‘Aisyiyah Nganjuk ... 54
xi
B.Penyajian Data dan Analisis Data ... 63
1. Jeni Budaya Organisasi di Panti Asuhan ‘Aisyiyah
Nganjuk ... 63
2. Penerapan Budaya Organisasi di Panti Asuhan ‘Aisyiyah
Nganjuk ... 67
3. Data Faktor-faktor yang Mempengaruhi Budaya
Organisasi di Panti Asuhan ‘Aisyiyah Nganjuk ... 68
C.Pembahasan Hasil Penelitian ... 72
1. Analisis Data Mengenai Jenis Budaya Organisasi di Panti
Asuhan ‘Aisyiyah Nganjuk ... 72
2. Analisis Penerapan Budaya Organisasi di Panti Asuhan
‘Aisyiyah Nganjuk ... 76
3. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan
Budaya Organisasi di Panti Asuhan ‘Aisyiyah Nganjuk .. 79
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan ... 82
B.Saran ... 83
C.Keterbatasan Penelitian ... 84
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ... 16
Tabel 4.1 Jadwal Kegiatan Harian Panti Asuhan ‘Aisyiyah Nganjuk ... 54
xiii
DAFTAR GAMBAR
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kehadiran dan keberadaan anggota pada suatu organisasi merupakan sesuatu yang
penting bagi proses pencapaian tujuan. Sejarah telah membuktikan bahwa anggota sekecil
apapun sebagai kelompok membutuhkan pemimpin. Karena pada proses kegiatan anggota
sehari-hari memerlukan pengendalian sebagai peranan yang harus dilakukan oleh
pemimpin. Keberadaan pemimpin adalah dalam rangka mensejahterakan suatu lembaga
sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Dalam rangka mencapai tujuan itu maka
sangat diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas karena keberhasilan lembaga
dalam mencapai tujuan bergantung pada kualitas manusia yang dimilikinya. Pentingnya
kualitas sumber daya manusia karena peranannya sebagai motor penggerak yang dapat
mempengaruhi keberhasilan pencapaian tujuan suatu lembaga secara efektif dan efisien.1
Untuk membentuk sumber daya manusia yang berkualitas demi pencapaian suatu
tujuan, maka suatu lembaga harus memiliki sistem budaya organisasi yang baik. Ketter
dan haskett mengatakan bahwa budaya yang kuat dapat menghasilkan efek yang sangat
mempengaruhi individu dan kinerja bahkan dalam suatu lingkungan bersaing pengaruh
tersebut dapat lebih besar dari pada faktor-faktor lain seperti struktur organisasi, alat
analisis keuangan, kepemimpinan dan lain-lain. Budaya organisasi yang mudah
menyesuaikan dengan perubahan jaman (adeptif) adalah yang dapat meningkatkan
kinerja.2
1
Drs. H. Tobari, S.E., M.Si., Membangun Budaya Organisasi Pada Instansi Pemerintah, CV Budi Utama, Yogyakarta, 2015, Hlm. 1
2
2
Budaya organisasi merupakan sumber kekuatan dan inspirasi bagi suatu lembaga
kebutuhan akan pentingnya budaya organisasi timbul ketika orang mulai membicarakan
tentang pembudayaan nilai-nilai baru, konflik baru dan bagaimana mempertahankan
budaya. Menurut Moeljono mengatakan bahwa budaya organisasi merupakan nilai-nilai
dominan yang disebarluaskan di dalam organisasi dan diacu sebagai filsofi anggota3.
Melalui proses belajar, belajar dari pengalaman, belajar dari keberhasilan dan kegagalan
organisasi lain terjadilah proses peniruan, pengkondisian atau rekayasa. Dengan
demikian, proses belajar dalam konteks ini dapat dimaknai sebagai proses peniruan
budaya organisasi. Efektivitas organisasi dapat ditingkatkan dengan menciptakan budaya
yang kuat, yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut kreitne dan
kinicki budaya organisasi merupakan nilai-nilai, asumsi-asumsi dan norma yang diyakini
kebenarannya dipakai sebagai sarana untuk lebih meningkatkan kualitas dari anggota agar
dapat mencapai tujuan dari lembaga.4 Bicara mengenai budaya organisasi, pada setiap
lembaga pasti memiliki sistem budaya organisasi yang berbeda salah satunya di Panti
Asuhan 'Aisyiyah Nganjuk.
Awal terbentuknya Panti Asuhan 'Aisyiyah tidak dapat dilepaskan kaitannya dari
akar sejarah. Spirit berdirinya Muhammadiyah telah mengilhami berdirinya hampir
seluruh organisasi otonom yang ada di Muhammadiyah, termasuk 'Aisyiyah. Sejak
mendirikan Muhammadiyah, Kiai Dahlan sangat memperhatikan pembinaan terhadap
wanita. Anak-anak perempuan yang potensial dibina dan dididik menjadi pemimpin, serta
dipersiapkan untuk menjadi pengurus dalam organisasi wanita dalam Muhammadiyah. Di
antara mereka yang dididik Kiai Dahlan ialah Siti Bariyah, Siti Dawimah, Siti Dalalah,
Siti- Busyro (putri beliau sendiri), Siti Dawingah, dan Siti Badilah Zuber.
3
Moeljono Djokosusanto, Budaya Korporat dan Keunggulan korporasi, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, 2003, hal. 17-18
4
3
Anak-anak perempuan itu (meskipun usianya baru sekitar 15 tahun) sudah diajak
memikirkan soal-soal kemasyarakatan. Sebelum Aisyiyah secara kongkret terbentuk,
sifat gerakan pembinaan wanita itu baru merupakan kelompok anak-anak perempuan
yang senang berkumpul, kemudian diberi bimbingan oleh KHA Dahlan dan Nyai Ahmad
Dahlan dengan pelajaran agama. Kelompok anak- anak ini belum merupakan suatu
organisasi, tetapi kelompok anak-anak yang diberi pengajian. Pendidikan dan pembinaan
terhadap wanita yang usianya sudah tua pun dilakukan juga oleh Kiai Dahlan dan istrinya
(Nyai Dahlan). Ajaran agama Islam tidak memperkenankan mengabaikan wanita.
Mengingat pentingnya peranan wanita yang harus mendapatkan tempat yang layak, Kyai
Dahlan bersama-sama Nyai Dahlan mendirikan kelompok pengajian wanita yang
anggotanya terdiri para gadis-gadis dan orang-orang wanita yang sudah tua. Dalam
perkembangannya, kelompok pengajian wanita itu diberi nama Sapa Tresna.
Sapa Tresna belum merupakan organisasi, hanya suatu gerakan pengajian saja.
Oleh karena itu, untuk memberikan suatu nama yang kongkrit menjadi suatu
perkumpulan, K.H. Mokhtar mengadakan pertemuan dengan KHA. Dahlan yang juga
dihadiri oleh H. Fakhrudin dan Ki Bagus Hadikusumo serta pengurus Muhammadiyah
lainnya di rumah Nyai Ahmad Dahlan. Awalnya diusulkan nama Fatimah, untuk
organisasi perkumpulan kaum wanita Muhammadiyah itu, tetapi nama itu tidak diterima
oleh rapat.
Haji Fakhrudin kemudian mengusulkan nama 'Aisyiyah yang kemudian diterima
oleh rapat tersebut. Nama 'Aisyiyah dipandang lebih tepat bagi gerakan wanita ini
karena didasari pertimbangan bahwa perjuangan wanita yang akan digulirkan ini
diharapkan dapat meniru perjuangan 'Aisyiyah, isteri Nabi Muhammad, yang selalu
membantu Rasulullah dalam berdakwah. Peresmian 'Aisyiyah dilaksanakan bersamaan
4
Mei 1917 M. Peringatan Isra' Mi'raj tersebut merupakan peringatan yang diadakan
Muhammadiyah untuk pertama kalinya. Selanjutnya, K.H. Mukhtar memberi bimbingan
administrasi dan organisasi, sedang untuk bimbingan jiwa keagamaannya dibimbing
langsung oleh KHA. Dahlan.
'Aisyiyah, organisasi perempuan Persyarikatan Muhammadiyah, merupakan
gerakan Islam dan dakwah amar makruf nahi mungkar, yang berazaskan Islam serta
bersumber pada Al-Quran dan Assunnah. Tegaknya agama Islam dan terwujudnya
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Pengembangan Tercapainya usaha-usaha
'Aisyiyah yang mengarah pada penguatan dan pengembangan dakwah amar makruf nahi
mungkar secara lebih berkualitas menuju masyarakat madani, yakni masyarakat Islam
yang sebenar-benarnya. 'Aisyiyah diwujudkan dalam bentuk amal usaha, program dan
kegiatan yang salah satunya yaitu Pengembangan dan pemberdayaan lembaga-tembaga
sosial yang dikelola oleh 'Aisyiyah seperti panti asuhan, panti jompo, balai latihan, rumah
singgah, dan lain-lain.5
Di dalam Panti Asuhan 'Aisiyah terdiri dari sejumlah orang dengan latar
belakang, kepribadian, emosi, dan ego yang beragam, yang mana nantinya akan diberi
dan melaksanakan sistem budaya organisasi yang sudah disepakati bersama. Hal itu akan
menjadi salah satu tantangan pada suatu lembaga khusunya pada pengasuh panti asuhan.
Sebab dengan adanya kepribadian masing-masing anak asuh yang berbeda bagaimana
agar dapat disatukan dengan budaya organisasi yang dibentuk bersama. Secara sederhana
budaya organisasi dapat didefinisikan sebagai kesatuan dari orang- orang yang memiliki
tujuan, keyakinan (beliefs), dan nilai-nilai yang sama.6 Budaya organisasi terdiri dari
5
semua individu dalam sebuah organisasi. Nilai-nilai yang tampak akan memberi tahu kita
apa yang penting dalam organisasi dan apakah yang perlu diberikan perhatian. Dalam
panti Asuhan ‘Aisyiyah Nganjuk dalam menjalankan kelangsungan hidupnya dengan
mengandalkan pada amal yatim yang diberikan donator untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari. berdasarkan firman Allah dalam surat Al-Hadid ayat 11 sebagai berikut :
Artinya : “Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka
Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan
memperoleh pahala yang banyak”
Sesuai dengan makna dalam surat Al-Hadid ayat 11 tersebut, maka sesame
muslimin hendaklah saling membantu dan memberikan kepercayaan atas apa yang
dipinjamkannya dengan harapan pendapatankan balasan dari Allah SWT. Namun, untuk
mengelola amal yatim tersebut Panti Asuhan ‘Aisyiyah Nganjuk harus menjalankan
manajemen dakwah dengan menerapkan budaya organisasi yang mampu menjadikan
anak asuhnya sebagai anak yang mempunyai aqidah, ibadah, dan akhlak yang mulia,
sehingga para donatur akan dengan senang hati memberikan amal yatimnya kepada Panti
Asuhan ‘Aisyiyah.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut. Peneliti mengajukan penelitian
dengan judul "Budaya Organisasi di Panti Asuhan 'Aisyiyah Nganjuk".
B. Rumusan Masalah
Pada penelitian ini terfokus pada Bagaimana Budaya Organisasi di Panti Asuhan
A i s y i y a h N g a n j u k . D a r i f o k u s i n i , t e r u m u s k a n m a s a l a h
6
1. Apa jenis budaya organisasi di Panti Asuhan 'Aisyiyah Nganjuk ?
2. Bagaimana budaya organisasi di Panti Asuhan 'Aisyiyah Nganjuk ?
3. Apa saja kendala yang dihadapi dalam pembentukan budaya organisasi di Panti
Asuhan 'Aisyiyah Nganjuk ?
C. Tujuan Penelitian
Setelah memperhatikan judul dari pembahasan ini serta latar belakang masalah,
maka peneliti bertujuan untuk mendiskripsikan secara empiris beberapa permasalahan
sebagai berikut :
1. Untuk mendiskripsikan tentang jenis budaya organisasi di Panti Asuhan 'Aisyiyah
Nganjuk.
2. Untuk mengetahui tentang budaya organisasi di Panti Asuhan 'Aisyiyah Nganjuk.
3. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi dalam pembentukan budaya organisasi di
Panti Asuhan 'Aisyiyah Nganjuk.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat berupa :
1. Bagi penulis sendiri penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengalaman dan
pengetahuan mengenai nilai-nilai Islam dalam budaya organisas pada sebuah
manajemen Panti Asuhan 'Aisyiyah Nganjuk, sehingga dapat memberikan informasi
untuk penelitian-penelitian selanjutnya dibidang yang sama.
2. Bagi Pihak Panti Asuhan 'Aisyiah Nganjuk, hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan masukan yang bermanfaat demi kemajuan dimasa mendatang.
3. Bagi pihak lain, terutama dunia ilmu pengetahuan, penulis berharap penelitian ini
7
E. Definisi Konsep
Konsep atau pengertian, merupakan unsur pokok dari suatu penelitian. Konsep
sebenarnya adalah definisi secara singkat dari kelompok fakta atau gejala yang menjadi
pokok perhatian.7 Dan untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas dan mudah
dimengerti judul skripsi ini, maka penulis perlu menjelaskan istilah-istilah yang terdapat
dalam judul tersebut sebagai berikut:
1. Budaya Organisasi
Sebelum mendefinisikan pengertian budaya organisasi. Perlu diketahui terlebih
dahulu apa pengertian budaya dan apa pengertian organisasi. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, budaya berarti pikiran, akal budi, dan adat istiadat. Budaya juga
berarti sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah sukar diubah8
Adapun organisasi memiliki pengertian, sebagaiman menurut D. Money yang
dikutip oleh Nurjanah, bahwa organisasi adalah perpaduan secara sitematis daripada
bagian-bagian yang saling ketergantungan atau berkaitan untuk membentuk suatu
kesatuan yang bulat melalui kewenangan, koordinasi, dan pengawasan dalam usaha
mencapai tujuan yang telah ditentukan.9 Pengertian lain juga diungkap Stephen P.
Robbins, seperti yang dikutip oleh Wirawan. Unit-unit dari organisasi terdiri atas
orang atau kelompok orang yang saling berinteraksi. Interaksi tersebut terkoordinasi
secara sadar, artinya dikelola dalam upaya mencapai tujuannya.10
Setiap individu memiliki latar belakang budaya yang berbeda-beda yang
mempengaruhi mereka. Budaya menuntut individu untuk berperilaku dan memberi
7
Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Gramedia Pustaka Umum, Jakarta, 1994, hal. 21.
8
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2002, hal. 169.
9
8
petunjuk pada mereka mengenai apa saja yang harus diikuti dan dipelajari. Kondisi
tersebut juga berlaku dalam suatu organisasi. Bagaimana anggota berperilaku dan apa
yang seharusnya mereka lakukan banyak dipengaruhi oleh budaya yang dianut oleh
organisasi tersebut. Hal inilah yang diistilahkan dengan budaya organisasi atau budaya
perusahaan, yang keduanya digunakan dengan maksud yang sama.
Beberapa definisi budaya organisasi telah dikemukakan oleh para ahli:
a. Freemont dan james menyatakan budaya organisasi adalah sistem nilai dan
kepercayaan yang dianut bersama yang berinteraksi dengan orang-orang suatu
perusahaan, struktur organisasi, dan sistem pengawasan untuk menghasilkan
norma-norma perilaku.11
b. Moeljono Djokosusanto mendefinisikan budaya organisasi merupakan nilai-nilai
dominan yang disebarluaskan di dalam organisasi dan diacu sebagai filsofi
anggota.12
c. Susanto memberi definisi budaya organisasi sebagai nilai-nilai yang menjadi
pedoman sumber daya manusia untuk menghadapi permasalahan eksternal dan
usaha penyesuaian integrasi ke dalam perusahaan sehingga masing-masing
anggota organisasi harus memahami nilai-nilai yang ada dan bagaimana mereka
harus bertindak atau berperilaku.13
d. Budaya organisasi menurut Peter F. Druicker adalah pokok penyelesaian
masalah-masalah eksternal dan internal yang pelaksanaannya dilakukan secara konsisten
oleh suatu kelompok yang kemudian mewariskan kepada anggota-anggota baru
11
Fremont E. Kast dan James E. Rosenzweig, Organisasi dan Manajemen 2, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 1991, hal. 955.
12
Moeljono Djokosusanto, Budaya Korporat dan Keunggulan korporasi, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, 2003, hal. 17-18.
13
9
sebagai cara yang tepat untuk memahami, memikirkan dan merasakan terhadap
maslah-masalah terkait.14
Dari beberapa definisi budaya organisasi yang telah disebutkan oleh para ahli
diatas, maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa budaya organisasi adalah
sistem nilai-nilai dan kepercayaan juga kebiasaan yang diterima sebagai pedoman
bersama dalam berinteraksi dengan orang-orang pada suatu organisasi, struktur
organisasi, proses pengambilan keputusan, dan sistem pengawasan untuk
menghasilkan norma-norma perilaku. Nilai-nilai tersebut disebarluaskan dan diacu
sebagai filosofi ornag-orang atau anggota di dalam organisasi.
2. Panti Asuhan
Panti asuhan adalah kata majemuk yang terdiri dari dua kata yaitu Panti yang
berarti tempat (kediaman) dan Asuhan yang berarti bimbingan (didikan). Menurut
Depsos RI (2004: 4) mengemukakan bahwa pengertian panti asuhan merupakan
sebuah lembaga pengganti fungsi orang tua bagi anak-anak terlantar dan memiliki
tanggung jawab dalam memberikan pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak- anak
terlantar terutama kebutuhan fisik, mental, dan sosial pada anak asuh supaya mereka
memiliki kesempatan untuk mengembangkan dirinya dan menjadi generasi penerus
cita-cita bangsa dan sebagai insan yang akan turut serta dalam bidang pembangunan
sosial.
Sedangkan menurut Gospor Nabor (Bardawi Barzan:1999: 5) menjelaskan
bahwa: “Panti asuhan adalah suatu lembaga pelayanan sosial yang didirikan oleh
pemerintah maupun masyarakat, yang bertujuan untuk membantu atau memberikan
bantuan terhadap individu, kelompok masyarakat dalam upaya memenuhi kebutuhan
hidup”.
14
10
Berdasarkan pengertian diatas panti asuhan sebagai lembaga sosial yang
didirikan secara sengaja oleh pemerintah ataupun masyarakat guna membantu invidu
atau kelompok dalam memenuhi kebutuhan hidup sebagai wujud upaya terjaminnya
kesejahteraan sosial.
Dari kedua pengertian yang telah dikemukakan diatas dapat disimpulkan
bahwa panti asuhan adalah suatu lembaga kesejahteraan sosial yang didirikan secara
sengaja oleh pemerintah atau masyarakat yang bertanggung jawab dalam melakukan
pelayanan, penyantunan dan pengentasan anak terlantar dan memiliki fungsi sebagai
pengganti peranan orang tua dalam memenuhi kebutuhan mental dan sosial pada anak
asuh agar mereka memiliki kesempatan yang luas untuk mengalami pertumbuhan fisik
dan mengembangkan pemikiran hingga ia mencapai tingkat kedewasaan yang matang
dan mampu melaksanakan peranan- perannya sebagai individu dan warga negara di
dalam kehidupan bermasyarakat.15
3. 'Aisyiyah
Terbentuknya 'Aisyiyah tidak dapat dilepaskan kaitannya dari akar sejarah.
Spirit berdirinya Muhammadiyah telah mengilhami berdirinya hampir seluruh
organisasi otonom yang ada di Muhammadiyah, termasuk 'Aisyiyah. Sejak
mendirikan Muhammadiyah, Kiai Dahlan sangat memperhatikan pembinaan terhadap
wanita. Anak-anak perempuan yang potensial dibina dan dididik menjadi pemimpin,
serta dipersiapkan untuk menjadi pengurus dalam organisasi wanita dalam
Muhammadiyah. Di antara mereka yang dididik Kiai Dahlan ialah Siti Bariyah, Siti
Dawimah, Siti Dalalah, Siti- Busyro (putri beliau sendiri), Siti Dawingah, dan Siti
Badilah Zuber.
15
11
Anak-anak perempuan itu (meskipun usianya baru sekitar 15 tahun) sudah
diajak memikirkan soal-soal kemasyarakatan. Sebelum Aisyiyah secara
kongkret terbentuk, sifat gerakan pembinaan wanita itu baru merupakan kelompok
anak-anak perempuan yang senang berkumpul, kemudian diberi bimbingan oleh
KHA Dahlan dan Nyai Ahmad Dahlan dengan pelajaran agama. Kelompok anak-
anak ini belum merupakan suatu organisasi, tetapi kelompok anak-anak yang diberi
pengajian. Pendidikan dan pembinaan terhadap wanita yang usianya sudah tua pun
dilakukan juga oleh Kiai Dahlan dan istrinya (Nyai Dahlan). Ajaran agama Islam
tidak memperkenankan mengabaikan wanita. Mengingat pentingnya peranan wanita
yang harus mendapatkan tempat yang layak, Kyai Dahlan bersama-sama Nyai
Dahlan mendirikan kelompok pengajian wanita yang anggotanya terdiri para
gadis-gadis dan orang-orang wanita yang sudah tua. Dalam perkembangannya, kelompok
pengajian wanita itu diberi nama Sapa Tresna.
Sapa Tresna belum merupakan organisasi, hanya suatu gerakan pengajian
saja. Oleh karena itu, untuk memberikan suatu nama yang kongkrit menjadi suatu
perkumpulan, K.H. Mokhtar mengadakan pertemuan dengan KHA. Dahlan yang juga
dihadiri oleh H. Fakhrudin dan Ki Bagus Hadikusumo serta pengurus Muhammadiyah
lainnya di rumah Nyai Ahmad Dahlan. Awalnya diusulkan nama Fatimah, untuk
organisasi perkumpulan kaum wanita Muhammadiyah itu, tetapi nama itu tidak
diterima oleh rapat.
Haji Fakhrudin kemudian mengusulkan nama 'Aisyiyah yang
kemudian diterima oleh rapat tersebut. Nama 'Aisyiyah dipandang lebih tepat bagi
gerakan wanita ini karena didasari pertimbangan bahwa perjuangan wanita yang
akan digulirkan ini diharapkan dapat meniru perjuangan 'Aisyiyah, isteri Nabi
12
'Aisyiyah dilaksanakan bersamaan peringatan Isra' Mi'raj Nabi Muhammad
pada tanggal 27 rajab 1335 H, bertepatan 19 Mei 1917 M. Peringatan Isra' Mi'raj
tersebut merupakan peringatan yang diadakan Muhammadiyah untuk pertama
kalinya. Selanjutnya, K.H. Mukhtar memberi bimbingan administrasi dan organisasi,
sedang untuk bimbingan jiwa keagamaannya dibimbing langsung oleh KHA.
Dahlan.16 Jadi 'Aisyiah bisa diartikan ormas Islam di bawah Muhamadiyah yang
berkiprah dalam merespon isu-isu perempuan dan sekaligus memberdayakannya
melalui jalur pendidikan dan pelayanan sosial.17
F. Sistematika Pembahasan
Agar karya ilmiah tersusun secara sistematis, maka penulis menyusun dalam
beberapa bab, yaitu
Bab I Pendahuluan
Bab ini berisikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, definisi konsep, dan sistematika pembahasan.
Bab II Kajian Teoritik
Bab ini memuat penelitian terdahulu yang relevan, kerangka teori, dan Bahasan
tentang Nilai-nilai Islam pada Budaya Organisasi Panti Asuhan Aisyiyah
Nganjuk.
Bab III Metode Penelitian
Bab ini memuat metode penelitian meliputi: pendekatan dan jenis penelitian,
lokasi dan waktu penelitian, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data,
teknik validitas data, dan teknik analisis data.
16 http://www.muhammadiyah.or.id/content-199-det-aisyiyah.html 17
13
Bab IV Hasil Penelitian
Bab ini menjelaskan tentang gambaran umum obyek penelitian yaitu Panti
Asuhan Aisyiyah yang meliputi sejarah, profil, visi dan misi, struktur organisasi.
Kemudian peneliti menyajikan data hasil penelitian yang telah dilakukan.
Selanjutnya adalah menganalisa data, dalam penganalisa peneliti mencari
jawaban dari rumusan masalah.
Bab V Penutup
Bab ini berisi penutup yang memaparkan tentang kesimpulan dari penelitian
14 BAB II
KAJIAN TEORITIK
A. Penelitian Terdahulu Yang Relevan
Penelitian ini dilakukan tidak terlepas dari hasil penelitian-penelitian terdahulu
yang pernah dilakukan sebagai bahan perbandingan dan kajian. Adapun hasil-hasil
penelitian yang dijadikan perbandingan tidak terlepas dari topik penelitian seperti pada
tabel berikut:
Dari penelitian terdahulu didapatkan hasil penelitian sebagaimana yang
dicantumkan diatas, bahwa masing-masing peneliti mempunyai sudut pandang yang
berbeda dalam pelaksanaan penelitian, penelitian ini sebagai bahan kajian, dan tolak ukur
15
penelitian mengenai budaya organisai. Adapun letak perbadaan penelitian terdahulu dan
sekarang terletak pada objek penelitian.
1. Penelitian Hafid Safi'i, Jurusan Manajemen Dakwah Fakultas Dakwah Dan
Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Telah melakukan penelitiah dengan
judul Budaya Organisasi Di Kantor Urusan Agama Kecamatan Sayegan Kabupaten
Sleman Yogyakarta. Dalam penelitian ini penulis meneliti budaya organisasi secara luas dan tempat penelitian berlokasi di Kantor Urusan Agama Kecamatan Sayegan
Kabupaten Sleman Yogyakarta.
Yang membedakan dengan penelitian saya adalah jika dalam penelitian Hafid
Safi'i meneliti tentang budaya organisasi secara luas sedangkan penelitian saya
meneliti tentang nilai-nilai Islam pada budaya organisasi dan objek penelitian. Hafid
Safi'i melakukan penelitian di Kantor Urusan Agama Kecamatan Sayegan Kabupaten
Sleman Yogyakarta, dan penelitian saya di Panti Asuhan 'Aisyiyah Nganjuk.
2. Penelitian Onedy Ariwibowo, Fakultas Ekonomi, UIN Diponegoro Semarang. Telah
melakukan penelitian dengan judul Peran Budaya Organisasi Studi Ekplorasi pada
PT. SIMOPLAS ( Simongan Plastic Factory Semarang). Dalam penelitian ini penulis
meneliti tentang peran budaya organisasi dan bertempat di PT. SIMOPLAS (
Simongan Plastic Factory Semarang).
Yang membedakan dengan penelitian saya adalah jika dalam penelitian Onedy
Ariwibowo meneliti tentang peran budaya organisasi sedangkan penelitian saya fokus
penelitaian tentang nilai-nilai Islam pada budaya organisasi dan terdapat perbedaan
pada objek penelitian. Onedy Ariwibowo melakukan penelitian di pada PT.
SIMOPLAS ( Simongan Plastic Factory Semarang), sedangkan penelitian saya di
16
3. Penelitian Farhani, Fakultas Psikologi, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, meneliti
dengan judul Hubungan Budaya Organisasi dengan produktifitas kerja karyawan PT.
Fondaco Mitratama Jakarta. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan jenis penelitian korelasional. Dalam penelitian ini
penulis meneliti tentang hubungan budaya organisasi dengan produktifitas karyawan
dan bertempat di PT. Fondaco Mitratama Jakarta.
Yang membedakan dengan penelitian saya adalah jika dalam penelitian
Farhani meneliti tentang hubungan budaya organisasi dengan produktifitas karyawan.
sedangkan penelitian saya mengenai nilai-nilai Islam pada budaya organisasi. Farhani
melakukan penelitian di PT. Fondaco Mitratama Jakarta. Sedangkan penelitian saya
bertempat di Panti Asuhan 'Aisyiyah Nganjuk.
Dengan begitu, dari penjelasan penelitian terdahulu dapat kita kaji dengan
penelitian ini, untuk penelitian skripsi ini penulis mengkaji tentang "Nilai-nilai Islam
pada Budaya Organisasi di Panti Asuhan 'Aisyiyah Nganjuk". Dimana dalam
penelitian ini penulis ingin menganalisis aplikasi nilai-nilai Islam yang diterapkan di
Panti Asuhan 'Aisyiyah Nganjuk. Dan untuk persamaan dari penelitian terdahulu
dengan penelitian sekarang ini sama-sama meneliti tentang budaya organisasi.
Dengan demikian terdapat perbedaan dan persamaan ruang lingkup dan pembahasan
dengan penelitian terdahulu.
B. Kerangka Teori
1. Budaya Organisasi
a. Pengertian Budaya Organisasi
Sebelum mendefinisikan pengertian budaya organisasi. Perlu diketahui
17
Besar Bahasa Indonesia, budaya berarti pikiran, akal budi, dan adat istiadat. Budaya
juga berarti sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah sukar diubah1. Dalam
sunber lain, budaya berarti apa yang dilakukan orang dan apa arti tindakan mereka
bagi diri mereka. Budaya juga merupakan gagasan, kepentingan, nilai-nilai dan sikap
yang disumbangkan oleh kelompok. Budaya menjadi latar belakang, ketrampilan,
tradisi, komunikasi dan proses keputusan, mitos, ketakutan, harapan, aspirasi, dan
harapan yang menjadi pengalaman.2
Adapun organisasi memiliki pengertian, sebagaiman menurut D. Money yang
dikutip oleh Nurjanah, bahwa organisasi adalah perpaduan secara sitematis daripada
bagian-bagian yang saling ketergantungan atau berkaitan untuk membentuk suatu
kesatuan yang bulat melalui kewenangan, koordinasi, dan pengawasan dalam usaha
mencapai tujuan yang telah ditentukan.3 Pengertian lain juga diungkap Stephen P.
Robbins, seperti yang dikutip oleh Wirawan. Unit-unit dari organisasi terdiri atas
orang atau kelompok orang yang saling berinteraksi. Interaksi tersebut terkoordinasi
secara sadar, artinya dikelola dalam upaya mencapai tujuannya.4
Setiap individu memiliki latar belakang budaya yang berbeda-beda yang
mempengaruhi mereka. Budaya menuntut individu untuk berperilaku dan memberi
petunjuk pada mereka mengenai apa saja yang harus diikuti dan dipelajari. Kondisi
tersebut juga berlaku dalam suatu organisasi. Bagaimana anggota berperilaku dan apa
yang seharusnya mereka lakukan banyak dipengaruhi oleh buadaya yang dianut oleh
1
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2002, hal. 169.
2
Wibowo, Manajemen Perubahan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hal. 341. 3
18
organisasi tersebut. Hal inilah yang diistilahkan dengan budaya organisasi atau
budaya perusahaan, yang keduanya digunakan dengan maksud yang sama.
Budaya organisasi mempunyai pengaruh yang berarti pada perilaku anggota
organisasi sebagai individu, dalam kelompok, maupun satu kesatuan organisasi secara
keseluruhan. Budaya organisasi akan menumbuhkan identitas dalam diri anggotanya
dan keterikatan para anggotanya terhadap organisasi tersebut, karena kesamaan nilai
yang tertanam akan memudahkan pemecahan masalah internal seperti imbalan, etos
kerja atau pengembangan karier, juga akan membantu organisasi dalam menghadapi
masalah-masalah yang terkait dengan penyesuaian terhadap lingkungan eksternalnya,
sehingga organisasi dapat terus bertahan dalam segala kondisi. Budaya organisasi
juga merupakan suatu sistem makna bersama yang membedakan organisasi yang satu
dengan organisasi yang lain.
Beberapa definisi budaya organisasi telah dikemukakan oleh para ahli:
1). Freemont dan james menyatakan budaya organisasi adalah sistem nilai dan
kepercayaan yang dianut bersama yang berinteraksi dengan orang-orang suatu
perusahaan, struktur organisasi, dan sistem pengawasan untuk menghasilkan
norma-norma perilaku.5
2). Budaya organisasi menurut Peter F. Druicker adalah pokok penyelesaian
masalah-masalah eksternal dan internal yang pelaksanaannya dilakukan secara
konsisten oleh suatu kelompok yang kemudian mewariskan kepada
anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat untuk memahami, memikirkan dan
merasakan terhadap maslah-masalah terkait.6
5
Fremont E. Kast dan James E. Rosenzweig, Organisasi dan Manajemen 2, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 1991, hal. 955.
6
19
3). Moeljono Djokosusanto mendefinisikan budaya organisasi merupakan
nilai-nilai dominan yang disebarluaskan di dalam organisasi dan diacu sebagai filsofi
anggota.7
4). Susanto memberi definisi budaya organisasi sebagai nilai-nilai yang menjadi
pedoman sumber daya manusia untuk menghadapi permasalahan eksternal dan
usaha penyesuaian integrasi ke dalam perusahaan sehingga masing-masing
anggota organisasi harus memahami nilai-nilai yang ada dan bagaimana mereka
harus bertindak atau berperilaku.8
5). Budaya organisasi menurut Peter F. Druicker adalah pokok penyelesaian
masalah-masalah eksternal dan internal yang pelaksanaannya dilakukan secara
konsisten oleh suatu kelompok yang kemudian mewariskan kepada
anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat untuk memahami, memikirkan dan
merasakan terhadap maslah-masalah terkait.9
Dari beberapa definisi budaya organisasi yang telah disebutkan oleh para ahli
diatas, maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa budaya organisasi adalah
sistem nilai-nilai dan kepercayaan juga kebiasaan yang diterima sebagai pedoman
bersama dalam berinteraksi dengan orang-orang pada suatu organisasi, struktur
organisasi, proses pengambilan keputusan, dan sistem pengawasan untuk
menghasilkan norma-norma perilaku. Nilai-nilai tersebut disebarluaskan dan diacu
sebagai filosofi orang-orang atau anggota di dalam organisasi.
b. Komponen Budaya Organisasi
M e n u r u t S a s h k e i n d a n K i s h e r m e n j e l a s k a n b a h w a b u d a y a
7
Moeljono Djokosusanto, Budaya Korporat dan Keunggulan korporasi, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, 2003, hal. 17-18.
8
AB Susanto , Budaya Perusahaan: Seri Manajemen dan Persaingan Bisnis, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, 1997, hal. 3.
9
20
organisasi terdiri dari dua komponen yaitu :
1) Keyakinan (value), yakni sesuatu yang diyakini oleh warga organisasi
mengetahui apa yang benar dan apa yang salah.
2) Nilai (belief), yakni sikap tentang cara bagaimana seharusnya bekerja dalam
organisasi.
Dalam keterangan yang lain ada dua macam keyakinan yang dijelaskan oleh
Davis yaitu :
1) Keyakinan bimbingan (guiding beliefs), yakni menentukan visi, misi dan
nilai-nilai dasar organisasi.
2) Keyakinan harian (daily beliefs), yakni mencirikan cara kegiatan dalam
organisasi harus dilakukan: cara pengambilan keputusan, cara berkomunikasi
dan cara control dilakukan.
Schein membedakan nilai atas dua tipe, yaitu :
1) Nilai intrinsik atau puncak yang diterima begitu saja tanpa diperdebatkan yang
disebut asumsi.
2) Nilai terbuka, merupakan nilai yang diperdebatkan karena manusia
membutuhkan keteraturan dan konsistensi.10
Menurut Owens, konsep budaya organisasi mengacu pada norma perilaku,
asumsi, dan keyakinan ( belief) dari suatu organisasi, sementara iklim organisasi
mengacu kepada persepsi orang-orang dalam organisasi yang merefleksikan
norma-norma, asumsi-asumsi dan keyakinan itu.
Creemers dan Reynolds menjelaskan konsep budaya organisasi yaitu
keseluruhan norma, nilai, keyakinan, dan asumsi yang dimiliki oleh anggota didalam
organisasi.11
10Moh. Pabundu Tika,
21
Dapat disimpulkan dari beberapa pendapat mengatakan bahwa dalam budaya
organisasi nilai dan keyakinan berperan penting dalam setiap perjalanan oragnisasi,
dengan demikian dalam penelitian ini berdasarkan kesimpulan diatas dapat merujuk
pada teori dari Sashkein dan Kisher Menjadi landasan teori dalam penelitian ini
menjelaskan bahwa budaya organisasi terdiri dari dua komponen yaitu :
1) Keyakinan (value), yakni sesuatu yang diyakini oleh warga organisasi
mengetahui apa yang benar dan apa yang salah.
2) Nilai (belief), yakni sikap tentang cara bagaimana seharusnya bekerja dalam
organisasi.
c. Jenis-jenis Budaya Organisasi
Jenis-jenis budaya organisasi dapat ditentukan berdasarkan proses informasi
dan tujuannya.
1. Berdasarkan Proses Informasi
Budaya organisasi berdasarkan proses informasi sebagai berikut.
a. Budaya rasional, proses informasi individual (klarifikasi sasaran pertimbangan
logika, perangkat pengarahan) diasumsikan sebagai sarana bagi tujuan kinerja
yang ditunjukkan (efisiensi, produktivitas, dan keuntungan atau dampak).
b. Budaya ideologis, dalam budaya ini pemrosesan informasi intuitif (dari
pengetahuan yang dalam, pendapat, dan inovasi) diasumsikan sebagai sarana
bagi tujuan revitalisasi (dukungan dari luar, perolehan sumber daya dan
pertumbuhan).
c. Budaya konsensus, dalam budaya ini pemrosesan informasi kolektif (diskusi,
partisipasi, dan konsesus) diasumsikan untuk menjadi sarana bagi tujuan
kohesi (iklim, moral, dan kerja sama kelompok).
22
d. Budaya hierarkis, dalam budaya ini pemrosesan informasi formal
(dokumentasi, komputasi, dan evaluasi) diasumsikan sebagai sarana bagi
tujuan kesinambungan (stabilitas, kontrol, dan koordinasi).
2. Berdasarkan Tujuannya
Budaya organisasi berdasarkan tujuannya yaitu budaya organisasi
perusahaan, budaya organisasi publik, dan budaya organisasi sosial12.
d. Unsur -Unsur Budaya Organisasi
Pada dasarnya budaya organisasi memiliki empat unsur utama, yaitu: asumsi
dasar, nilai, norma, dan artifak.13
1). Asumsi Dasar
Asumsi adalah suatu pandangan dan persepsi tentang sesuatu, orang dan
organisasi secara keseluruhan yang dilihat sebagai suatu kebenaran, tetapi belum
dibuktikan. Asumsi ini akan memberikan panduan kepada individu yang terlibat
mengenai bagaimana sesuatu isu atau permasalahan itu wajar dilihat, difikir dan
ditangani.
2). Nilai
Nilai merupakan apa yang sepatutnya ada dan diamalkan oleh semua individu
dalam sebuah organisasi. Nilai-nilai yang ada akan memberi tahu kita apa yang
penting dalam organisasi dan apakah hal yang perlu diberikan perhatian.
3). Norma
Norma memberikan panduan kepada individu yang terlibat tentang bagaimana
seseorang pekerja harus bertindak (bertingkah laku) terhadap sesuatu keadaan.
12
Tika, Pabundu. Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan, Cetakan ke-3. (Jakarta, PT. Bumi Aksara:2010), Hlm.7
13
23
Norma juga meliputi segala peratutan tingkah laku tak tertulis dalam sebuah
organisasi
4). Artifak
Artifak merupakan hasil manifestasi daripada unsur-unsur budaya lain. Artifak
mengandung tingkah laku dan perlakuan individu, struktur, sistem, prosedur,
peraturan dan aspek fisik yang ada dalam sebuah organisasi.
Adapun unsur-unsur menurut Moh. Pabundu Tika menyatakan:14
1). Asumsi dasar
Dalam budaya organisasi terdapat asumsi dasar yang dapat berfungsi sebagai
pedoman bagi anggota maupun kelompok dalam organisasi untuk berprilaku
2). Keyakinan yang dianut
Dalam budaya organisasi terdapat keyakinan yang dianut dan dilaksanakan
oleh para anggota organisasi. Keyakinan ini mengandung nilai-nilai yang dapat
berbentuk selogan atau motto, asumsi dasar, tujuan umum organisasi
3). Pimpinan atau kelompok pencipta dan pengebangan budaya organisasi.
Budaya organisasi perlu diciptakan dan dikembangkan oleh pemimpun
organisasi atau kelompok tertentu dalam organisasi.
4). Pedoman mengatasi masalah
Dalam organsasi terdapat dua maslah pokok yang sering muncul, yakni
masalah adaptasi eksternal dan masalah integrasi internal. Kedua masalah tersebut
dapat diatasi dengan asumsi dasar dan keyakinan yang dianut bersama anggota
organisasi.
5). Berbagi nilai ( sharing of value)
14
24
Dalam budaya organisasi perlu berbagai nilai terhadap apa yang paling
diinginkan atau apa yang lebih baik atau berharga bagi seseorang.
6). Pewarisan (learning process)
Asumsi dasar dan keyakinan yang dianut oleh anggota organisasi perlu
diwariskan kepada anggota-anggota baru dalam organisasi sebagai pedoman untuk
bertindak dan berprilaku dalam organisasi.
7). Penyesuaian (adaptasi)
Perlu penyesuaian anggota kelompok terhadap peraturan tau norma yang
berlaku dalam kelompok atau organisasi tersebut, serta adaptasi organisasi perusahan
terhadap perubahan lingkungan.
e. Fungsi Budaya Organisasi
Budaya melakukan sejumlah fungsi di dalam sebuah organisasi yaitu:15
1). Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas, artinya budaya
menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi yang
lain.
2). Budaya memberikan identitas bagi anggota organisasi.
3). Budaya mempermudah timbulnya komitmen yang lebih luas dan pada
kepentingan individu.
4). Budaya itu meningkatkan kemantapan sistem sosial.
5). Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu serta
membentuk sikap dan perilaku karyawan.
f. Karakteristik Budaya Organisasi
Budaya organisasi menunjukkan suatu karakteristik tetentu. Victor Tan
mengemukakan bahwa karakteristik suatu budaya organisasi adalah sebagai berikut:16
15
25
1). Individual Initiative, yaitu tingkat tanggung jawab, kebebasan dan kemerdekaan yang dimiliki individu.
2). R i s k T o l e r a n c e, ya i t u s u a t u t i n g k a t a n d i m a n a p e k e r j a d i d o r o n g mengambil resiko, menjadi agresif dan inovatif.
3). Direction, yaitu kemampuan organisasi menciptakan tujuan yang jelas dan menerapakan harapan kinerja.
4). Integration, tingkatan dimana unit dalam organisasi didorong untuk beroperasi dengan cara terkoordinasi.
5). Management support, yaitu tingkatan dimana pemimpin mengusahakan komunikasi yang jelas, bantuan dan dukungan pada anggotanya.
6). Control, yaitu jumlah aturan dan pengawasan langsung yang dipergunakan untuk melihat dan mengawasi perilaku anggota.
7). Identity, tingkatan dimana anggota mengidentifikasi bersama organisasi secara keseluruhan dari pada dengan kelompok kerja atau bidang keahlian profesional
tertentu.
8). Reward system, yaitu suatu tingkatan dimana alokasi reward, hadiah atau promosi, didasarkan pada kriteria kinerja anggota, dan bukan pada senioritas atau
favorotisme.
9). Conflict tolerance, yaitu suatu tingkatan dimana anggota didorong menyampaikan konflik dan kritik secara terbuka.
10).Comunication patterns, yaitu suatu tingkatan dimana komunikasi organisasional dibatasi pada kewenangan hierarki kelompok.
2. Panti Asuhan
26
a. Pengertian Panti Asuhan
Panti asuhan adalah kata majemuk yang terdiri dari dua kata yaitu
Panti yang berarti tempat (kediaman) dan Asuhan yang berarti bimbingan (didikan).
Pengertian panti asuhan merupakan sebuah lembaga pengganti fungsi orang tua bagi
anak-anak terlantar dan memiliki tanggung jawab dalam memberikan pelayanan
kesejahteraan sosial bagi anak- anak terlantar terutama kebutuhan fisik, mental, dan
sosial pada anak asuh supaya mereka memiliki kesempatan untuk mengembangkan
dirinya dan menjadi generasi penerus cita-cita bangsa dan sebagai insan yang akan
turut serta dalam bidang pembangunan sosial17.
Sedangkan menurut Barzan menjelaskan bahwa panti asuhan adalah suatu
lembaga pelayanan sosial yang didirikan oleh pemerintah maupun masyarakat, yang
bertujuan untuk membantu atau memberikan bantuan terhadap individu, kelompok
masyarakat dalam upaya memenuhi kebutuhan hidup.
Berdasarkan pengertian diatas panti asuhan sebagai lembaga sosial yang
didirikan secara sengaja oleh pemerintah ataupun masyarakat guna membantu invidu
atau kelompok dalam memenuhi kebutuhan hidup sebagai wujud upaya terjaminnya
kesejahteraan sosial18.
Dari kedua pengertian yang telah dikemukakan diatas dapat disimpulkan
bahwa panti asuhan adalah suatu lembaga kesejahteraan sosial yang didirikan secara
sengaja oleh pemerintah atau masyarakat yang bertanggung jawab dalam melakukan
pelayanan, penyantunan dan pengentasan anak terlantar dan memiliki fungsi sebagai
pengganti peranan orang tua dalam memenuhi kebutuhan mental dan sosial pada anak
asuh agar mereka memiliki kesempatan yang luas untuk mengalami pertumbuhan
17
Departemen Sosial Republik Indonesia. Acuan umum pelayanan sosial. anak di panti sosial asuhan anak. (Jakarta : Departemen Sosial RI, 2004) Hlm. 4
18
27
fisik dan mengembangkan pemikiran hingga ia mencapai tingkat kedewasaan yang
matang dan mampu melaksanakan peranan- perannya sebagai individu dan warga
negara di dalam kehidupan bermasyarakat.19
Dalam sistem ini, santunan, bantuan, dan pertolongan kepada anak yatim
dilakukan dengan melayani kesejahteraan dan kebutuhan fisik, mental, dan sosial,
dengan cara menempatkan mereka dalam sebuah panti asuhan. Yang menjadi dasar
sistem ini adalah firman Allah,
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan
sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman
sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (An-Nisa`: 36).20
Mereka (anak yatim) mendapat asuhan dan perawatan tanpa tinggal di rumah
keluarga mereka atau orang lain, tetapi tinggal di asrama yang disediakan pengurus
panti asuhan. Ditempat ini mereka tinggal bersama anak-anak yatim lain yang senasib
dan sependeritaan.
b. Pola pengasuhan dan perawatan panti asuhan
Sistem ini mempun yai dua pola pengasuhan dan perawatan, yaitu
sebagai berikut.
19
http://ewintribengkulu.blogspot.com/2012/10/pengertian-panti-sosial-asuhan-anak.html 20
28
1) Anak-anak yatim ditempatkan pada rumah-rumah pengasuh bersama keluarganya
yang disediakan dalam panti. Keluarga inilah yang mengurus dan mengasuh
mereka selama berada di luar kegiatan panti dan sekolah. Tiap rumah ditentukan
jumlah santri yang tinggal bersama keluarga pengasuh di dalam panti.
2) Anak-anak yatim ditempatkan dalam satu asrama bersama-sama. Pemisahan
asrama dilakukan hanya berkaitan dengan perbedaan jenis kelamin, laki-laki dan
perempuan. Pada asrama laki-laki dan perempuan ditugaskan seorang atau
beberapa orang pengasuh dan pembina sehari-hari.
c. Kelebihan dan kelemahan panti asuhan
Sistem panti asuhan memiliki kelebihan antara lain sebagai berikut.
1) Meskipun anak-anak yatim itu jauh atau berpisah dengan sanak keluarganya,
namun mereka merasa senang tinggal bersama teman-teman dalam asrama.
2) Mereka dapat mengembangkan kreativitas melalui berbagai kegiatan dan fasilitas
yang disediakan di dalam panti.
3) Mereka juga dapat menumbuhkan kemandirian selama dalam asrama.
Akan tetapi sistem ini terdapat pula kelemahannya, antara lain sebagai berikut.
1) Anak-anak yatim selama berada dalam asrama terisolasi dari pergaulan dengan
masyarakat luas sehingga kelak mereka merasa rendah diri atau sebaliknya
dengan orang lain.
2) Pembinaan selama mereka dalam asrama bisa dianggap sebagai pengekangan,
apalagi sikap pengasuh yang tidak mendidik, berlaku kasar, dan kejam dapat
menimbulkan dendam kepada orang-orang yang telah mengasuh dan
menolongnya. Bahkan mereka bisa membenci organisasi yang mendirikan panti
29
Meski demikian, sistem panti asuhan masih tetap diperlukan dalam hubungan
antar masyarakat, sebagaimana yang dilakukan oleh beberapa organisasi dan yayasan
islam dalam menyantuni, membantu, dan menolong anak-anak yatim. Hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut.
1) Panti asuhan dapat menampung anak-anak yatim jauh lebih banyak dari pada
di rumah-rumah.
2) Kenyataan dan kehidupan sosial ekonomi dalam masyarakat masih lemah,
sehingga tidak banyak diantara mereka mampu mengasuh anak yatim di rumah
mereka sendiri.
3) Pendidikan dan pembinaan secara terprogram dan berkelompok terhadap
anak-anak yatim akan lebih mudah dilaksanak-anakan dalam panti asuhan karena setiap
hari mereka berkumpul dalam asrama.
4) Para donatur lebih mudah melihat secara langsung anak-anak yatim yang
disantuni dan dibiayainya dalam panti.
5) Daya tampung anak-anak yatim dalam panti bisa dikembangkan dan diperluas,
sehingga bisa menerima anak-anak yatim lebih banyak lagi jumlahnya.
Hanya saja, masalah Sumber daya manusia profesional yang mengasuh dan
membina anak-anak yatim dalam asrama masih terbatas, ditambah lagi kesanggupan
membayar anak yatim dengan gaji yang layak masih menjadi kendala dalam
mengelola panti asuhan. Oleh karena itu, para pengasuh dan pembina dalam
panti-asuhan anak yatim kebanyakan orang-orang yang bekerja secara sukarela dan
seadanya.
d. Sistem panti asuhan
Setiap panti asuhan memiliki sistem untuk membina dan mengasuh anak
30
1). Sistem asuhan keluarga.
Yang mana di dalam panti asuhan itu, anak-anak asuh tidak lagi tinggal dalam
asrama. Tetapi tinggal bersama dengan keluarga-keluarga yang menjadi pengasuh dan
pembina mereka selama dalam panti asuhan. Dengan demikian dalam panti perlu
disiapkan sejumlah ruangan untuk ditempati oleh satu keluarga bersama beberapa
anak-anak asuh yang menjadi asuhan dan binaan mereka. Adapun asrama yang sudah
ada dapat dimanfaatkan sebagai tempat pendidikan, pelatihan, keterampilan, atau
workshop untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan mereka dapat berdiri
sendiri dalam masyarakat.
2). Sistem asuhan keluarga di luar panti.
Dalam sistem ini mereka tinggal dalam rumah orang lain yang menjadi
pengasuh dan perawatnya di luar panti, tetapi melakukan aktivitas pendidikan,
pembinaan, dan pelatihan dalam panti. Kecuali bila dalam panti tidak terdapat fasilitas
pendidikan yang memadai, mereka dapat bersekolah di luar panti, namun tetap
kembali ke rumah keluarga pengasuh masing-masing.
3). Sistem santunan keluarga.
Yaitu anak-anak asuh tetap tinggal di rumah keluarga mereka, tapi mereka
harus mengikuti dan melakukan aktivitas harian di dalam panti. Meski bersekolah di
luar panti, namun sebelum pulang ke rumah keluarga masing-masing anak asuh harus
berkumpul dan mengikuti program yang ditetapkan dalam panti.21
3. 'Aisyiyah
Terbentuknya 'Aisyiyah tidak dapat dilepaskan kaitannya dari akar sejarah.
Spirit berdirinya Muhammadiyah telah mengilhami berdirinya hampir seluruh
21
31
organisasi otonom yang ada di Muhammadiyah, termasuk 'Aisyiyah. Sejak
mendirikan Muhammadiyah, Kiai Dahlan sangat memperhatikan pembinaan terhadap
wanita. Anak-anak perempuan yang potensial dibina dan dididik menjadi pemimpin,
serta dipersiapkan untuk menjadi pengurus dalam organisasi wanita dalam
Muhammadiyah. Di antara mereka yang dididik Kiai Dahlan ialah Siti Bariyah, Siti
Dawimah, Siti Dalalah, Siti- Busyro (putri beliau sendiri), Siti Dawingah, dan Siti
Badilah Zuber.
Anak-anak perempuan itu (meskipun usianya baru sekitar 15 tahun) sudah
diajak memikirkan soal-soal kemasyarakatan. Sebelum Aisyiyah secara
kongkret terbentuk, sifat gerakan pembinaan wanita itu baru merupakan kelompok
anak-anak perempuan yang senang berkumpul, kemudian diberi bimbingan oleh
KHA Dahlan dan Nyai Ahmad Dahlan dengan pelajaran agama. Kelompok anak-
anak ini belum merupakan suatu organisasi, tetapi kelompok anak-anak yang diberi
pengajian. Pendidikan dan pembinaan terhadap wanita yang usianya sudah tua pun
dilakukan juga oleh Kiai Dahlan dan istrinya (Nyai Dahlan). Ajaran agama Islam
tidak memperkenankan mengabaikan wanita. Mengingat pentingnya peranan wanita
yang harus mendapatkan tempat yang layak, Kyai Dahlan bersama-sama Nyai
Dahlan mendirikan kelompok pengajian wanita yang anggotanya terdiri para
gadis-gadis dan orang-orang wanita yang sudah tua. Dalam perkembangannya, kelompok
pengajian wanita itu diberi nama Sapa Tresna.
Sapa Tresna belum merupakan organisasi, hanya suatu gerakan pengajian
saja. Oleh karena itu, untuk memberikan suatu nama yang kongkrit menjadi suatu
perkumpulan, K.H. Mokhtar mengadakan pertemuan dengan KHA. Dahlan yang juga
dihadiri oleh H. Fakhrudin dan Ki Bagus Hadikusumo serta pengurus Muhammadiyah
32
organisasi perkumpulan kaum wanita Muhammadiyah itu, tetapi nama itu tidak
diterima oleh rapat.
Haji Fakhrudin kemudian mengusulkan nama 'Aisyiyah yang
kemudian diterima oleh rapat tersebut. Nama 'Aisyiyah dipandang lebih tepat bagi
gerakan wanita ini karena didasari pertimbangan bahwa perjuangan wanita yang
akan digulirkan ini diharapkan dapat meniru perjuangan 'Aisyiyah, isteri Nabi
Muhammad, yang selalu membantu Rasulullah dalam berdakwah. Peresmian
'Aisyiyah dilaksanakan bersamaan peringatan Isra' Mi'raj Nabi Muhammad
pada tanggal 27 rajab 1335 H, bertepatan 19 Mei 1917 M. Peringatan Isra' Mi'raj
tersebut merupakan peringatan yang diadakan Muhammadiyah untuk pertama
kalinya. Selanjutnya, K.H. Mukhtar memberi bimbingan administrasi dan organisasi,
sedang untuk bimbingan jiwa keagamaannya dibimbing langsung oleh KHA.
Dahlan.22 Jadi 'Aisyiah bisa diartikan ormas Islam di bawah Muhamadiyah yang
berkiprah dalam merespon isu-isu perempuan dan sekaligus memberdayakannya
melalui jalur pendidikan dan pelayanan sosial.23
22 http://www.muhammadiyah.or.id/content-199-det-aisyiyah.html
23
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Peneletian ini termasuk pendeketan kualitatif. Penelitian kualitatif menurut
Denzin dan Lincoln yang di kutip oleh Lexy J. Moleong adalah, penelitian yang
menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan
dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada.1
Definisi penelitian kualitatif menurut Bodgan dan Taylor yang mendefinisikan
metodelogi kualitatif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilkau
yang dapat diamati. Menurut pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut
secara utuh. Jadi dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi
kedalam variabel atau hipotesa, tetapi perlu memandang sebagai bagian dari suatu
kebutuhan.2 Alasan peneliti menggunakan pendekatan ini dirasa lebih baik dan dapat
menyesuaikan diri terhadap penelitian yang dihadapi.
Adapun jenis penelitian ini adalah Fenomenologois, bahwa kebenaran sesuatu itu
dapat diperoleh dengan cara menangkap fenomena atau gejala yang memancar dari objek
yang diteliti.3
Laporan hasil penelitian ini akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi
gambaran perjanjian laporan tersebut. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan metode
deskriptif. Disebut deskriptif karena penelitian deskriptif merupakan prosedur pemecahan
masalah yang diselidiki, dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan obyek
1
Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2011, hal.5. 2
34
penelitian pada saat sekarang, berdasarkan fakta-fakta (fact finding) yang tampak atau
sebagaimana semestinya.4
Peneliti memilih jenis data primer sebagai pengumpulan data. Data primer adalah
segala informasi yang didapat dari informan kunci sesuai dengan fokus penelitian. Dalam
penelitian ini yang menjadi informan kunci adalah Bpk. Masbuchin selaku Pengurus Panti
Asuhan Aisyiyah Nganjuk
Sedangkan data sekunder adalah informasi yang didapat dari informan sebagai
pendukung atau penguat data yang didapat dari informan kunci. Langkah tersebut
dilakukan untuk mengetahui dasar-dasar atau elemen-elemen penting kaitannya dengan
budaya organisasi dalam bentuk dokumen.
Sumber data sangat penting untuk memperoleh kesempurnaan penelitian sumber
data ini digali dengan tiga cara yaitu:
a. Sumber data observasi dengan melakukan observasi berusaha mendapatkan data-data,
diawali dengan memasuki lapangan penelitian dengan bekal jeli dan teliti. Kepekaan
memahami latar berdasarkan penguasaan teori-teori yang relevan dengan fokus
penelitian. Data hasil observasi ini lebih diarahkan pada data-data yang terkait dengan
tindakan. Dalam memperoleh data, peran peneliti sebagai instrumen utama sangat
4
35
menentukan keberhasilan suatu penelitian. Seperti yang dikatakan Sugiyono yang
menyatakan bahwa tujuan observasi adalah mendeskripsikan kondisi yang dipelajari,
aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas, dan
makna kejadian dilihat dari sudut pandang mereka yang terlihat dalam kejadian yang
diamati tersebut5.
b. Sumber data wawancara. Sugiyono menyatakan bahwa wawancara digunakan sebagai
teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk
menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin
mengetahui hal-hal dari informan yang lebih mendalam dan jumlah informannya
sedikit/kecil6. Data ini berupa catatan peneliti atau rekaman dari para informan yakni
informan yang telah diberikan petunjuk oleh Pengurus Pantri Asuhan Aisyiah
Nganjuk ialah bapak Masbuchin, dengan melalui proses tanya jawab, mendengar dan
melihat. Wawancara sesuai dengan teknis yang akurat. Ketika di dalam latar
penelitian, gambaran, gambaran umum untuk memperoleh informasi data sudah
dipersiapkan dalam benak peneliti maka gambaran-gambaran tersebut diolah
sedemikian rupa sesuai dengan kondisi, waktu, siapa yang akan diwawancarai, dan
apa yang akan dipertanyakan sesuai dengan focus penelitian budaya organisasi.
c. Sumber data dokumentasi. Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah
berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari
seseorang7. Data dokumentasi ini berupa tulisan, naskah-naskah, gambar-gambar, dan
sesuatu yang bisa didokumentasikan. Untuk memperoleh data tersebut bisa dilakukan
dengan cara meminta langsung kepada lembaga.
5
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta, Bandung 2014. Hal 228. 6
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta, Bandung 2014. 137. 7
36
D. Tahap-Tahap Penelitian
a. Tahap Pralapangnan
Ada enam kegiatan yang dilakukan oleh peneliti dalam hal ini, ditambah
dengan satu pertimbangan yang perlu dipahami, yaitu etika penelitian lapangan .
kegiatan dan pertimbangan tersebut diuraikan sebagai beerikut :
1) Menyusun Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang dimaksud adalah penusunan proposal yang terdiri
dari judul penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, penelitian terdahulu, definisi konsep, kajian pustaka, metode
penelitian, dan sistematika pembahasan.
Dalam hal-hal tertentu hipotesis kerja mulai disusun ketika sudah berada di
lapangan, pemilihan lapangan penelitian, rancangan pengumpulan data, penentuan
jadwal penelitian, pemilihan alat penelitian, rancangan prosedur data, rancangan
perlengkapan yang diperlukan dalam penelitian, rencana pengecekan data.
2) Memilih lapangan penelitian
Peneliti memilih lapangan penelitian “Budaya Organisasi di Panti Asuhan
'Aisyiyah Nganjuk.”.
3) Mengurus Perizinan
Dalam penelitian ini peneliti cukup mengurus perizinan pada fakultas dakwah
UIN Sunan Ampel Surabaya, kemudian diteruskan kepada pengurus Panti Asuhan
'Aisyiyah Nganjuk untuk mendapatkan data yang dibutuhkan oleh peneliti.
Mengenai “”, serta data-data lain yang dibutuhkan oleh peneliti.
4) Menjajaki dan Menilai Keadaan Lapangan
Pada tahap ini peneliti menuju tempat Panti Asuhan 'Aisyiyah Nganjuk maka
37
Panti Asuhan 'Aisyiyah. Tahap ini barulah merupakan oreantasi pada lapangan.
Namun dalam hal-hal tertentu peneliti telah menilai keadaan lapangan. Pada tahap
ini, peneliti menjajaki dan meneliti lapangan dengan menjadi anggota beberapa
hari untuk mengetahui model Budaya Organisasi di Panti Asuhan 'Aisyiyah.
5) Menyiapkan Peralatan Penelitian
Peneliti menyiapkan alat-alat penelitian seperti surat izin penelitian yang
dlengkapi proposal penelitian serta alat-alat tulis dan peralatan lain yang
mendukung penelitian dalam mengumpulkan data seperti kamera.
6) Persoalan Etika Penelitian
Dalam hal ini peneliti menjaga etika dalam melakukan penelitian karena hal
ini menyangkut hubungan dengan orang lain. Dalam menghadapi persoalan etika
tersebut, peneliti menyiapkan diri baik secara fisik maupun mental. Secara
seyogyanya memahami peraturan norma, nilai social masyarakat melalui
kepustakaan, tema yang brasal dari latar tersebut dari oriental latar penelitian.
Dengan dijaganya etika diterapkan tercipta suatu kerjasama yang menyenangkan.
b. Tahap Pekerjaan Lapangan
Uraian tentang tahap pekerjaan lapangan dibagi dalam tiga bagian yaitu :
1) Memahami latar penelitian dan persiapan diri.
Latar penelitian dibagi menjadi dua, yakni latar terbuka dan latar tertutup.
Latar terbuka terdapat di lapangan umum seperti orang berkumpul di took,
bioskop, dan lain-lain. Pada latar ini, peneliti lebih mengandalkan pengamatan.
Dan sebaliknya pada latar tertutup, peneliti lebih mengandalkan pada wawancara
secara mendalam, selain itu peneliti juga perlu persiapan diri, baik mental maupun