• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 SURAT PERNYATAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 SURAT PERNYATAAN"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

DALAM MENGEMBANGKAN PERKAMPUNGAN BUDAYA

BETAWI SITU BABAKAN JAKARTA SELATAN

USMIZA ASTUTI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007

(2)

adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2007

Usmiza Astuti

NRP. P.054020091

(3)

ROHADJI, DAN SUTISNA RIYANTO.

Perkampungan Budaya Betawi Situ Babakan (PBBSB) adalah satu-satunya kawasan yang dijadikan sebagai tempat untuk mengembangkan dan melestarikan budaya Betawi secara berkesinambungan pada suatu lingkungan yang masih kental dengan kehidupan masyarakat Betawi, keasrian alam Betawi, dan tradisi Betawi.

Ditinjau dari aspek komunikasi, banyak faktor yang mempengaruhi keadaan ini, diantaranya yang berkaitan dengan karakteristik individu, aktivitas komunikasi, dan perilaku masyarakat. Oleh sebab itu penting diteliti mengenai karakteristik individu, aktivitas komunikasi, dan perilaku masyarakat. Penelitian ini juga melihat apakah ada hubungan antara karakteristik individu dan aktivitas komunikasi dengan perilaku masyarakat dalam mengembangkan PBBSB.

Penelitian berlangsung di Kecamatan Jagakarsa Kelurahan Srengseng Sawah Kotamadya Jakarta Selatan. Penentuan sampel dilakukan secara cluster

random sampling. Menggunakan metode deskriptif korelasional dan pengambilan

data dengan wawancara dan menggunakan kuesioner.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia responden antara 23 sampai 70 tahun, pendidikan cukup tinggi ( tamat SMU hingga perguruan tinggi), pekerjaan bervariasi (PNS, swasta, dan petani) dan mempunyai pekerjaan tambahan (pembudidaya KJA, satpam, dan marbot masjid), pendapatan relatif kecil. Keterdedahan pada koran rendah dibanding radio dan TV, sebagian besar responden kontak dengan Pembina PBBSB, partisipasi sosial relatif tinggi. Pengetahuan tentang konsep program PBBSB tinggi, sikap sedang dan tindakan tinggi.

Hasil analisis menunjukkan bahwa karakteristik individu yang berhubungan sangat nyata dengan pengetahuan adalah pendidikan formal dan nonformal, pendapatan berhubungan nyata dengan sikap dan berhubungan sangat nyata dengan tindakan, lokasi tempat tinggal berhubungan nyata dengan sikap dan sangat nyata dengan tindakan. Keterdedahan pada media massa yang berhubungan sangat nyata dengan sikap dan tindakan. Keterdedahan pada saluran interpersonal berhubungan sangat nyata dengan pengetahuan, partisipasi social berhubungan sangat nyata dengan sikap dan berhubungan nyata dengan tindakan.

(4)

DALAM MENGEMBANGKAN PERKAMPUNGAN BUDAYA

BETAWI JAKARTA SELATAN

USMIZA ASTUTI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007

(5)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dra. Krishnarini Matindas, MS.

Judul Tesis : Hubungan Karakteristik Individu dan Aktivitas Komunikasi dengan Perilaku Masyarakat dalam Mengembangkan Perkampungan

Budaya Betawi Situ Babakan Jakarta Selatan. Nama : Usmiza Astuti

(6)

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr.Ir Aida Vitayala S. Hubeis Ketua

Dra. Farida Rohadji, M.S Ir. Sutisna Riyanto Subarna,

M.S

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah

Pascasarjana

Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

Dr.Ir. Sumardjo, M.S Prof. Dr. Ir. Khairil A.

Notodiputro, M.S

(7)

Nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah dalam penelitian ini berjudul: Hubungan Karakteristik Individu dan Aktivitas Komunikasi dengan Perilaku Masyarakat dalam Mengembangkan Perkampungan Budaya Betawi Situ Babakan Jakarta Selatan.

Terimakasih dan penghargaan penulis ucapkan kepada Ketua Komisi Pembimbing: Ibu Dr.Ir. Aida Vitayala S. Hubeis, dan anggota Komisi Pembimbing: Ibu Dra. Farida Rohadji, M.S, dan Bapak Ir. Sutisna Riyanto Subarna, M.S, yang telah mengarahkan dan membimbing penulis dalam penyusunan tesis ini, serta terimakasih pula saya sampaikan kepada Ibu Dra. Krisnharini Matindas, M.S, yang telah bersedia menjadi penguji luar komisi.

Selanjutnya penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Kepala BPTP DKI Jakarta, Kepala Badan Litbang Pertanian di Jakarta yang telah mengizinkan penulis menempuh pendidikan S2 di IPB. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Pemimpin Proyek PAATP Pusat dan staf di Badan Litbang Jakarta, yang telah membiayai penulis dalam studi ini.

Penghargaan dan rasa terimakasih yang mendalam penulis sampaikan kepada Bapak Lurah Srengseng Sawah, Bapak Camat Jagakarsa, Bapak Indra beserta staf selaku pengelola PBBSB yang telah bersedia memberikan kesempatan dan membantu penulis selama penelitian dan pengumpulan data

Ucapan terimakasih ya ng sangat mendalam disampaikan kepada suami dan ananda tercinta, juga terimakasih kepada teman-teman (Ir. George Semuel Johni Tomatala M.Si, Wariat SP. MA, Ir, Rita Indrasti M.Si, Karno) yang telah banyak membantu penulis dalam penelitian sampai dengan proses kelancaran penulisan tesis.

Semoga tesis ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukannya.

Bogor,

Agustus 2007

Usmiza

(8)

1963, sebagai anak pertama dari empat bersaudara. Terlahir dari ayah Zakaria dan ibu Husma Athar. Pendidikan sarjana (S1) ditempuh di jurusan Budidaya Fakultas Pertanian, Universitas Islam Sumatera Utara (UISU), Medan dan lulus pada tahun 1988. Sejak tahun 1991 penulis bekerja di BIP (Balai Informasi Pertanian) DKI Jakarta, yang kini bernama Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Pada bulan September tahun 2002, penulis mendapat kesempatan untuk mengikuti tugas belajar pada Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (KMP), Program Pascasarjana, IPB Bogor, dengan pembiayaan yang bersumber dari Proyek PAATP Pusat Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Pertanian di Jakarta.

(9)

Halaman

DAFTAR TABEL ……… xi

DAFTAR LAMPIRAN ………... xii

PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Perumusan Masalah ... 3 Tujuan Penelitian ... 4 Kegunaan Penelitian ... 5 TINJAUAN PUSTAKA ... 6 Komunikasi Pembangunan ... 6 Aktivitas Komunikasi ... 8 Perilaku Masyarakat ... 13

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Perilaku ... 16

Karakteristik Masyarakat ……… 17

Perkampungan Budaya Betawi Situ Babakan ... 17

Situ Babakan Sebagai Sarana Wisata ... 18

KERANGKA PEMIKIRAN... 20

METODOLOGI PENELITIAN ... 22

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 22

Populasi dan sampel ……… 22

Desain Penelitian ……… 23 Pengumpulan Data ……… 23 Instrumentasi ……… 23 Validitas ……… 24 Reliabilitas ……… 24 Definisi Operasional ……… 25 Analisa Data ……….. 28

HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 29

Deskripsi Lokasi Penelitian ……….. 29

Sarana dan Prasarana Wisata ……… 31

Karakteristik Responden ... 33

Aktivitas Komunikasi ... 36

Perilaku Masyarakat ... 44

Hubungan Karakteristik Individu dengan Perilaku Masyarakat ... 46

(10)

Saran ... 54 DAFTAR PUSTAKA ... 55 LAMPIRAN ... 58

(11)

1. Populasi dari sampel penelitian ………. 23

2. Jumlah Penduduk di tiap RW di Kelurahan Srengseng Sawah ……… 30

3. Perilaku Responden ………... 45

4. Analisis korelasi karakteristik individu dengan perilaku masyarakat ... 47

(12)

Halaman

1. Hasil perhitungan reliabilitas………... 59

2. Karakteristik Responden ………. 60

3. Rata-Rata Frekuensi Aktivitas Komunikasi ……… 61

4. Rata-Rata Skor Perilaku Masyarakat ………61

5. Kuesioner penelitian ... 62

6. Hasil analisis data ... 78

7. Peta Perkampungan Budaya Betawi Situ Babakan ……….. 92

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sejarah tentang pelestarian budaya asli Betawi ditandai dengan dikeluarkannya Keputusan Gubernur Nomor D.IV-115/e/3/1974 yang menetapkan kawasan Condet, Kampung Tengah, Balekambang dan Batu Ampar seluas 18.228 hektar sebagai cagar budaya Betawi. Setahun ke mudian diterbitkan pula Surat Keputusan Gubernur Nomor D.1-7903/a/30/75 tentang penetapan Kelurahan Condet, Kampung Tengah, Balekambang dan Batu Ampar sebagai daerah buah-buahan. Setelah itu pada tahun 1978 lahir Instruksi Gubernur DKI Nomor D.IV-99/D/11/1978 tentang penyusunan rencana pola kebijaksanaan dan tata kerja proyek cagar budaya Condet.

Ternyata pada tahap implementasi, kebijakan tersebut mengalami kegagalan karena kurangnya pengawasan dan lemahnya daya ikat peraturan. Tanah dan rumah masyarakat Betawi telah berpindah kepemilikan karena adanya tuntutan hidup dan kurangnya insentif, sementara hasil-hasil produksi seperti buah-buahan Condet tidak dapat bersaing dengan produk luar Jakarta.

Untuk melestarikan tata kehidupan dan tata ruang komuni tas Sosial Budaya Betawi, Gubernur DKI Jakarta menetapkan kawasan Situ Babakan sebagai Perkampungan Budaya Betawi (PBB), melalui Peraturan Daerah DKI Jakarta No 6 Tahun 1999 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Propinsi DKI Jakarta serta Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No 92 Tahun 2000 Tentang Penataan Lingkungan Perkampungan Budaya Betawi. Pada tanggal 10 Maret 2005 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta telah menyetujui Rancangan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Penetapan Perkampungan Budaya Betawi di Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa Kotamadya Jakarta Selatan.

Tujuan penetapan Perkampungan Budaya Betawi adalah agar masyarakat secara sadar memelihara tata kehidupan yang berbudaya Betawi seperti kehidupan yang kental nuansa Islami, berbusana khas Betawi, kerajinan, makanan dan minuman khas Betawi. Perda ini juga bertujuan mempertahankan

(14)

lingkungan alam dan bangunan yang ada atau bangunan yang dibangun dengan tetap bercirikan khas Betawi, selain itu, masyarakat dapat memanfaatkan potensi lingkungan fisik dan non-fisik untuk meningkatkan perekonomian melalui kegiatan kerajinan, cenderamata, hasil tanaman buah-buahan, wisata air, pertunjukan kesenian dan lain-lain.

Pengembangan Perkampungan Budaya Betawi Situ Babakan (PBBSB) sebagai objek wisata diwujudkan dengan perbaikan jaringan jalan, baik dengan aspal maupun conblock yang merupakan sarana penunjang bagi kegiatan ekonomi, sosial, maupun budaya/kesenian, pembangunan rumah berciri Betawi serta pembangunan fasilitas lainnya seperti lampu-lampu jalan, penghijauan dan pembangunan taman. Untuk menarik minat pengunjung secara berkala diadakan acara kesenian-kesenian tradisional Betawi. Dengan banyaknya pengunjung akan dapat menambah penghasilan, sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar Situ. Akan tetapi yang harus diperhatikan adalah masyarakat dan pengunjung harus sama -sama merasa memiliki, sehingga sama-sama menjaga keberadaan kawasan PBBSB

Komunikasi dalam konteks pembangunan berperan dalam membantu menciptakan lingkungan manusiawi yang diperlukan untuk berhasilnya program pembangunan. Dukungan tersebut berupa aktivitas informasi, motivasi dan edukasi yang dibutuhkan untuk mengubah segala ketidakpedulian masyarakat terhadap kepentingan dan komitmen, ketidakacuhan akan pengetahuan, dan mengubah sikap mental atau kebiasaan yang sebelumnya menentang perubahan, sikap dan kebiasaan.

Komunikasi seringkali dikonseptualisasikan sebagai salahsatu pemecahan terhadap problem pembangunan, namun janganlah dipandang efektif 100%, terutama jika tujuannya adalah untuk mengubah keinginan dan kesukaan masyarakat, atau bagaimana mereka berprilaku.

Komunikasi dapat menolong, khususnya jika sumber-sumber pembiayaan cukup tersedia, dan disain serta implementasinya dilaksanakan berdasarkan suatu pemahaman yang menyeluruh akan masyarakat dan kebudayaan.

Dari hasil pengamatan di lapangan, sebenarnya masyarakat dapat menerima dan bahkan mendukung pengembangan kawasan Perkampungan

(15)

Budaya Betawi Situ Babakan, akan tetapi agar masyarakat kawasan PBBSB dapat lebih termotivasi untuk mengembangkan kawasan tersebut, diperlukan kesesuaian antara rencana, program dan pelaksanaan, oleh karena itu kerjasama, peran serta dan kesadaran antar berbagai pihak sangat diperlukan guna mencapai satu tujuan utama yaitu mengembangkan kawasan PBBSB. Namun demi kian, masih tetap menimbulkan pertanyaan yang berkaitan dengan perilaku masyarakat sekitar kawasan PBBSB. Apakah program-program yang dicanangkan pemerintah selama ini telah mengakomodir kepentingan orang banyak, sejauh mana masyarakat sekitar ikut berperan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengembangan kawasan PBBSB tersebut, apakah masyarakat mengetahui hak, kewajiban, dan peran sertanya yang tertuang dalam Perda DKI Jakarta No 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah sekitar kawasan PBBSB, apakah aktivitas komunikasi pembangunan berjalan efektif ? Sehubungan dengan hal tersebut perlu dilakukan penelitian tentang Perilaku Masyarakat dalam Mengembangkan Perkampungan Budaya Betawi Situ Babakan beserta faktor-faktor yang terkait.

Perumusan Masalah

Masyarakat yang berada di kawasan Perkampungan Budaya Betawi memegang peranan penting dalam mengembangkan Perkampungan Budaya Betawi. Untuk meningkatkan pengetahuan mereka, pembinaan dari instansi-instansi terkait secara berkala harus dilakukan seperti pelatihan, lokakarya , penyuluhan, studi banding kedaerah-daerah wisata harus dioptimalkan, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan mereka terhadap kebudayaan. Dalam upaya meningkatkan ekonomi masyarakat, mereka berhimpun membentuk kelompok tani. Masyarakat yang tergabung dalam kelompok tani diberikan penyuluhan-penyuluhan supaya kelompok tani mampu berkembang menjadi kekuatan ekonomi yang memadai dan mampu menopang kesejahteraan keluarganya.

Perkembangan bidang ekonomi diatas sangat positif, namun dilain pihak, pengembangan ekonomi tidak selalu dapat sejalan dengan upaya pemerintah dalam melestarikan seni-budaya Betawi. Untuk kawasan Perkampungan Budaya Betawi seperti di Situ Babakan perlu diupayakan pengembangan ekonomi yang

(16)

sejalan dengan kebudayaan Betawi. Dalam upaya melestarian seni-budaya Betawi di dalam Perkampungan Budaya Betawi terdapat kelompok atau group kesenian, seperti Gambang Kromong, Qasidah, dan Dangdut. Sejalan dengan keagamaan yang dianut oleh mayoritas penduduk, maka group Qasidah memiliki jumlah kelompok yang terbesar yaitu 10.

Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini berusaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah karakteristik masyarakat dalam mengembangkan Perkampungan Budaya Betawi Situ Babakan?

2. Bagaimanakah aktivitas komunikasi masyarakat dalam mengembangkan Perkampungan Budaya Betawi Situ Babakan?

3. Bagaimanakah perilaku masyarakat dalam mengembangkan Perkampungan Budaya Betawi Situ Babakan?

4. Bagaimanakah hubungan antara karakteristik dan aktivitas komunikasi dengan perilaku masyarakat dalam mengembangkan Perkampungan Budaya Betawi Situ Babakan?

Tujuan Penelitian

Dari permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya, dapat digambarkan beberapa aspek yang perlu diketahui sehubungan dengan aktifitas komunikasi dan perilaku masyarakat dalam mengembangkan Perkampungan Budaya Betawi Situ Babakan, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mendeskripsikan karakteristik anggota masyarakat Perkampungan Budaya Betawi di Situ Babakan.

2. Mendeskripsikan aktivitas komunikasi anggota masyarakat Perkampungan Budaya Betawi di Situ Babakan.

3. Mendeskripsikan perilaku anggota masyarakat Perkampungan Budaya Betawi di Situ Babakan.

4. Menganalisis hubungan antara karakteristik dan aktivitas komunikasi dengan perilaku masyarakat Perkampungan Budaya Betawi di Situ Babakan.

(17)

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk Pemerintah DKI Jakarta, khususnya sebagai bahan informasi dan kajian bagi segenap pihak yang berhubungan dengan aktivitas komunikasi terutama komunikasi di bidang kebudayaan.

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Komunikasi Pembangunan

Pengertian Komunikasi

Komunikasi merupakan usaha untuk membuat satuan sosial dengan menggunakan bahasa atau tanda. Memiliki serangkaian peraturan untuk mencapai tujuan (Cherry dalam Rakhmat, 2000). Sedangkan Theodorson dalam Liliweri (1997), menyatakan komunikasi sebagai proses pengalihan informasi dengan menggunakan simbol-simbol tertentu kepada satu orang atau sekelompok orang lain yang mengandung pengaruh tertentu.

Komunikasi dalam Pembangunan

Pada umumnya di dalam setiap proses pembangunan, sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi hasil pembangunan, selalu terjadi proses komunikasi antara pihak-pihak yang terkait. Proses komunikasi yang berlangsung pada dasarnya dimaksudkan untuk saling memahami, menumbuhka n pengertian, serta menyamakan persepsi yang berkaitan dengan pembangunan yang hendak dilaksanakan. Pembahasan serta penetapan Situ Babakan sebagai Perkampungan Budaya Betawi dalam forum-forum Rapat Koordinasi Pembangunan (Rakorbang), baik pada tingkat daerah, kecamatan, maupun desa, jelas melalui suatu proses komunikasi yang melibatkan pihak pemerintah da n masyarakat.

Komunikasi pembangunan dapat dilihat dalam arti luas dan sempit. Dalam arti luas, komunikasi pembangunan meliputi peran dan fungsi komunikasi antar semua pihak yang terlibat dalam usaha pembangunan, terutama antara masyarakat dan pemerintah, sejak dari proses perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian terhadap hasil pembangunan. Sedangkan dalam arti sempit, komunikasi pembangunan merupakan segala upaya, cara, serta teknik penyampaian gagasan dan keterampilan-keterampilan pembangunan dari pemrakarsa pembangunan ditujukan kepada masyarakat luas. Kegiatan tersebut dimaksudkan agar masyarakat dapat memahami, menerima, dan berpartisipasi dalam melaksanakan gagasan-gagasan yang disampaikan tadi (Nasution, 1996).

(19)

Hal tersebut sesuai dengan pengertian komunikasi sebagai suatu proses, yaitu pencapaian gagasan-gagasan pemikiran oleh sumber kepada penerima dengan tujuan untuk merubah perilaku (Rogers dan Rogers, 1976). Penyampaian gagasan-gagasan pemikiran tersebut dapat langsung secara lisan maupun tidak langsung melalui media (Effendy, 1993). Proses komunikasi akan dapat mengubah perilaku orang lain apabila komunikasinya komunikatif Carl I. Hovland (Effendy, 1986).

Di dalam proses komunikasi, Pengembangan Perkampungan Budaya Betawi Situ Babakan sebagai kawasan wisata terjadi interaksi antara pihak Pemda dengan masyarakat maupun tokoh masyarakat sampai akhirnya terlahir suatu keputusan. Didalam pengambilan keputusan, proses komunikasi terlihat ketika manusia berinteraksi untuk mencapai tujuan pengintegrasian, baik antar individu dalam kelompok maupun di luar kelompok.

Operasionalisasi Pengembangan Perkampungan Budaya Betawi Situ Babakan sebagai Kawasan Wisata melibatkan berbagai unsur, seperti Pemda DKI Jakarta sebagai sumber informasi, masyarakat maupun tokoh masyarakat sebagai penerima, dan ada pesan yang jelas mengenai pengembangan Perkampungan Budaya Betawi Situ Babakan yang disampaikan melalui forum pertemuan. Tampak dengan jelas bahwa di sini terjadi interaksi antar komponen seperti layaknya interaksi unsur-unsur komunikasi di dalam proses komunikasi. Menurut Berlo (1960), proses komunikasi melibatkan interaksi dari enam unsur penting komunikasi, yaitu: source, encoder, message, channel, decoder, dan

receiver. Sedangkan Rogers dan Rogers (1976) menyatakan bahwa dalam proses

komunikasi berinteraksi unsur-unsur komunikasi yang terdiri atas: sumber, pesan, saluran, penerima, efek, dan umpan balik.

Konseptual Pengembangan Perkampungan Budaya Betawi Situ Babakan sebagai Kawasan Wisata seyogyanya menekankan “pendekatan komponen”, yakni menelaah variabel-variabel: sumber, pesan atau saluran untuk menentukan bagaimana hubungannya dalam proses komunikasi. Seperti komunikasi pembangunan yang dilihat sebagai suatu proses menyeluruh, termasuk pemahaman terhadap khalayak serta kebutuhan-kebutuhannya, perencanaan komunikasi di sekitar strategi-strategi yang terpilih, pembuatan pesan-pesan,

(20)

penyebaran, penerimaan, umpan balik, dan bukan hanya kegiatan langsung satu arah dari komunikator kepada penerima yang pasif (Rogers, 1976). Dia harus menggambarkan interrelasi antara komponen-komponennya, termasuk juga lingkungan dimana proses komunikasi itu berlangsung (Rogers dan Rogers, 1976).

Aktivitas Komunikasi

Aktivitas komunikasi adalah, proses dalam berkomunikasi yang merupakan semua kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk memperoleh informasi. Barlund dalam Liliweri (1997), proses komunikasi dimaksudkan sebagai serial gerakan yang memberi dan menerima pesan yang bermanfaat untuk mencapai tujuan akhir.

Aktivitas komunikasi yang dilakukan seseorang atau kelompok massa akan menentukan efektifitas komunikasi. Efek komunikasi massa dalam pembentukan realitas sosial dibentuk ketika informasi memberikan status yang sama sebagai pengamatan langsung dari realitas fisik. Perubahan yang terjadi pada diri khalayak komunikasi massa-penerima informasi, perubahan perasaan atau sikap dan perubahan perilaku yang terdiri dari perubahan kognitif, afektif dan behavioral. Efek kognitif terjadi apabila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, atau dipersepsikan khalayak. Efek ini berhubungan dengan transmisi pengetahuan, ketrampilan, kepercayaan, atau informasi. Efek afektif timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi, atau dibenci khalayak. Efek ini ada hubungan dengan emosi, sikap, atau nilai. Sedangkan efek behavioral merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati yang meliputi pola-pola tindakan atau kebiasaan berprilaku. Menurut Ahmadi (1999), aktivitas komunikasi dipengaruhi faktor intern dan ekstern.

Faktor intern atau faktor personal merupakan faktor yang berpusat pada persona, berupa sikap, instink, kepribadian, Faktor intern dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu faktor biologis dan faktor sosiopsikologis. Faktor biologis terlibat dalam seluruh aktivitas manusia dan berpadu dengan faktor sosiopsikologis (Rakhmat, 2000). Faktor biologis sangat mempengaruhi berlangsungnya komunikasi, misalnya kesiapan untuk melihat-membaca yang

(21)

berhubungan dengan indera penglihatan, kesiapan untuk mendengarkan suara yang berhubungan dengan indera pendengaran. Sedangkan faktor sosiopsikologis adalah faktor yang berhubungan dengan aspek emosional, dan konatif yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak (Rakhmat, 2000). Menurut Rogers (1976), faktor intern merupakan faktor kemauan, pengetahuan dan pengertian seseorang untuk melakukan sesuatu. Faktor ini akan mempengaruhi berlangsungnya aktivitas komunikasi yang pada akhirnya akan menentukan berhasil tidaknya (efektif) suatu komunikasi.

Faktor situasional atau faktor eksternal juga mempengaruhi aktivitas komunikasi seseorang sebagai cerminan dari perilaku seseorang. Faktor situasional merupakan aspek yang berasal dari luar pribadi yang berpengaruh terhadap perilaku. Samson dalam Rakhmat (2000) membagi faktor situasional ke dalam tiga kelompok, yaitu :1) aspek objektif dari lingkungan seperti geografis, iklim, sosial, temporal, suasana perilaku; 2) lingkungan psikososial seperti iklim organisasi/kelompok; 3) stimuli yang mendorong dan memperteguh perilaku seperti orang lain.

Media Massa

Media merupakan saluran komunikasi yang dari segi sifat dan jangkauannya dibagi atas media individual dan media massa. Media individual meliputi surat, telepon dan telegram yang digunakan dalam proses komunikasi persona. Media massa merupakan saluran komunikasi yang bersifat umum/massal yang meliputi pers (surat kabar), radio, film dan televisi dengan fungsi sosial yang kompleks (Arifin, 1994). Menurut Lionberger dan Gwin (1982), media massa merupakan saluran komunikasi yang digunakan oleh masyarakat yang tidak saling kenal, seperti radio, televisi, bahan-bahan publikasi, tape dan Koran.

Kontak dengan media massa adalah bagian dari usaha mencari dan menyebarkan informasi di mana individu atau masyarakat mendapatkan informasi melalui media massa baik cetak maupun media elektronik. Dalam kaitan ini kontak dengan media massa juga merupakan keterdedahan masyarakat terhadap media. Menurut Shore dalam Halim (1992) keterdedahan adalah

(22)

mendengarkan, melihat, membaca, atau secara lebih umum mengalami dengan sedikitnya jumlah perhatian minimal pada pesan media.

Menurut Jahi (1988), media cetak memiliki sifat-sifat yang menguntungkan, diantaranya: sifat permanent pesan-pesan yang telah dicetak, keleluasaan pembaca dalam mengontrol keterdedahannya dan mudah disimpan dan diambil kembali.

Komunikasi Interpersonal

Merupakan komunikasi yang sangat potensial untuk mempengaruhi atau membujuk orang lain, karena kita dapat menggunakan kelima alat indera kita untuk mempertinggi daya bujuk pesan yang kita komunikasikan kepada orang lain. Sebagai komunikan yang paling lengkap dan paling sempurna, komunikasi interpersonal berperan penting hingga kapanpun. Kenyataannya komunikasi tatap-muka membuat manusia merasa lebih akrab dengan sesamanya (Mulyana, 2001)

Proses komunikasi interpersonal dan melibatkan dua orang dalam situasi interaksi dimana komunikator menyandi suatu pesan lalu menyampaikan kepada komunikan, dan komunikan mengawas sandi tersebut. Sampai di situ komunikator menjadi encoder dan komunikan menjadi decoder. Akan tetapi, karena komunikasi interpersonal itu bersifat dialogis, maka ketika komunikan memberikan jawaban, ia kini menjadi encoder dan komunikator menjadi

decoder.

Umpan balik memainkan peranan yang amat penting dalam komunikasi, sebab ia menentukan berlanjutnya komunikasi atau berhentinya komunikasi yang dilancarkan oleh komunikator. Oleh karena itu umpan balik bisa bersifat positif, dapat pula bersifat negatif.

Komunikasi interpersonal, bersifat tatap muka sehingga tanggapan komunikan dapat segera diketahui. Dalam hubungan ini komunikator perlu bersikap tanggap terhadap tanggapan komunikan agar komunikasi yang telah berhasil sejak awal dapat dipelihara keberhasilannya (Effendy, 1986).

Kontak dengan sesama anggota masyarakat, maupun dengan Pembina dan tokoh masyarakat merupakan bagian dari komunikasi interpersonal yang dapat berupa perilaku membicarakan informasi. Perilaku ini pada dasarnya sudah

(23)

mencakup perilaku mencari dan menyampaikan informasi secara bersamaan. Dalam komunikasi interpersonal, tindakan komunikasi seseorang secara langsung dengan orang lain sekaligus telah bermakna memberi dan mencari informasi. Menurut Gonzales dalam Jahi (1988) pada komunikasi tatap muka, umpan balik umumnya lebih segera. Kontak dengan Pembina, yang merupakan interaksi anggota dengan individu atau kelompok lain yang mempunyai keterkaitan pembinaan dengan anggota yang bersangkutan seperti penyuluh, pegawai dari instansi terkait dan sebagainya.

Partisipasi Sosial

Partisipasi diartikan sebagai keterlibatan mental/pikiran dan emosi/perasaan seseorang dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta turut bertanggung jawab terhadap usaha tersebut (Davis, 1985). Partisipasi diartikan juga sebagai bentuk keterlibatan masyarakat setempat secara aktif dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan pembangunan atau pelaksanaan proyek (White, 1981).

Peranserta atau partisipasi masyarakat dinyatakan secara eksplisit mendapat penekanan dalam pembangunan daerah pada era otonomi. Hal ini tampaknya didasari oleh suatu pertimbangan bahwa partisipasi masyarakat memiliki arti penting dalam pembangunan daerah. Ada tiga alasan pentingnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan, yaitu: (1) partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan, serta sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal; (2) masyarakat lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika mereka dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka lebih mengetahui seluk beluk proyek serta akan tumbuh rasa memiliki proyek tersebut; (3) merupakan hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan, terutama hak untuk turut urun rembug dalam menentukan jenis pembangunan yang akan dilaksanakan di daerah mereka (Conyers, 1994).

Kesadaran masyarakat berpartisipasi akan tumbuh apabila kebutuhan mereka mendapatkan perhatian dalam proses pembangunan. Oleh karena itu,

(24)

perlu dikembangkan paradigma komunikasi yang bersifat konvergen, sehingga aspirasi pihak atas dan bawah (pemda-masyarakat) sama-sama terakomodasi dalam program-program pembangunan daerah setempat. Namun, konvergensi tersebut sangat sulit terwujud apabila pendekatan komunikasi pembangunan tetap mengacu pada paradigma linier.

Apabila kesejahteraan masyarakat dalam pembangunan harus dicapai secara partisipatif, maka media massa patut diberikan peranan yang berarti dalam proses mencapai tujuan pembangunan tersebut. Dalam kaitan ini Schramm (dalam Jahi, 1988) menunjukkan bahwa ada tiga fungsi media massa dalam pembangunan yaitu: (1) memberitahukan rakyat tentang pembangunan nasional, memusatkan perhatian mereka pada kebutuhan untuk berubah, kesempatan untuk menimbulkan perubahan, metode dan cara menimbulkan perubahan, dan jika mungkin meningkatkan aspirasi, (2) membantu masyarakat berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan, memperluas dialog, dan menjaga agar informasi mengalir baik ke atas maupun ke bawah, dan (3) mendidik rakyat agar memiliki keterampilan. Partisipasi masyarakat dalam bentuk ikut urun rembug (memberi saran, pertimbangan) dalam merencanakan pembangunan mencerminkan hak masyarakat untuk berkomunikasi, dan hal ini merupakan hak asasi manusia (Fiesher dan Harms, 1983).

Informasi pembangunan Masyarakat

Informasi merupakan pesan yang disampaikan dalam proses atau aktivitas komunikasi. Menurut Kincaid dan Schramm (1977), informasi adalah setiap hal yang membantu dalam menyusun atau menukar pandangan tentang alam kehidupan yang dinyatakan dengan pengertian, gagasan, pemikiran, atau pengetahuan. Strater dalam Liliweri (1997), mengatakan informasi adalah kegiatan pengumpulan atau pengolahan data sehingga data dapat menghasilkan pengetahuan dan keterangan yang baru.

Informasi yang disampaikan dalam proses komunikasi yang ditujukan untuk pemberdayaan-pembangunan masyarakat harus sesuai dengan karakteristik masyarakat dan wilayah. Komunikasi pembangunan merupakan upaya dan cara, serta teknik penyampaian gagasan dan keterampilan pembangunan yang berasal

(25)

dari pihak yang memprakarsai pembangunan dan ditujukan kepada masyarakat luas (Nasution, 1996).

Perilaku Masyarakat

Perilaku adalah tindakan atau respon dari sesuatu atau sistem apapun dalam berhubungan dengan lingkungan atau situasi (Goulb dan Kolb, 1964). Dalam ilmu psikologi, perilaku merupakan hasil interaksi antara faktor personal berupa instink individu dengan lingkungan psikologinya (Lewin dalam Rakhmat, 2000). Berlo (1960), menyatakan bahwa perilaku komunikasi seseorang akan menjadi kebiasaan pelakunya. Perilaku seseorang terbentuk karena adanya stimulus yang sering menimpanya. Menurut kamus komunikasi, istilah perilaku komunikasi berarti tindakan atau kegiatan seseorang, kelompok atau khalayak, ketika terlibat dalam proses komunikasi (Effendy, 1989). Sedangkan, peubah perilaku komunikasi menurut Rogers (1976) antara lain: Keterdedahan terhadap saluran komunikasi interpersonal, keterdedahan terhadap media massa, dan partisipasi sosial, keterhubungan dengan sistem sosial, kosmopolit, kontak dengan agen pembaharu, mencari informasi tentang inovasi, pengetahuan, dan kepemimpinan/kepemukaan pendapat.

Manusia sebagai makhluk yang berakal dan aktif akan selalu berusaha untuk mencari kebutuhan yang sesuai dengan dirinya, sebagaimana yang dinyatakan oleh Sigmund Freud dalam Gerungan (1996) bahwa jika manusia bukan merupakan sesuatu yang abstrak konsisten dan statis, melainkan sesuatu yang dinamis dalam ruang dan waktu, dan menyatakan diri sebagai keseluruhan jiwa raga yang aktif. Kebutuhan seseorang terhadap informasi akan mampu menggerakkan secara aktif usaha melakuka n pencarian terhadap sumber informasi.

Pada kebanyakan orang, perilaku komunikasinya dapat diamati melalui kebiasaan mereka berkomunikasi. Mengamati perilaku komunikasi, seyogyanya dipertimbangkan bahwa pada dasarnya seseorang akan melakukan penalaran sendiri.

(26)

Pengetahuan

Pengetahuan adalah semua informasi yang diperoleh seseorang dari berbagai sumber yang ada disekitarnya. Pesan berupa informasi yang diterima seseorang tersebut menurut Lionberger dan Gwin (1982) sesuai dengan Gonzales

dalam Jahi (1988) menghasilkan tiga macam efek yaitu: (1) afektif merupakan

aspek emosional, (2) kognitif merupakan aspek intelektual yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia, dan (3) konatif yang merupakan aspek volisional yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemampuan bertindak.

Pengetahuan merupakan kemampuan seseorang yang berada pada kawasan kognitif yang dapat dikembangkan melalui proses pendidikan-belajar. Pengetahuan (Knowledge) adalah hierarki pertama dalam taksonomi tujuan pendidikan kawasan kognitif dengan hierarki selanjutnya adalah comprehension,

application, synthesis dan evaluation (Bloom dalam Padmowihardjo, 1994).

Walgito (2002) menyatakan bahwa pengetahuan adalah mengenal suatu obyek baru yang selanjutnya menjadi sikap terhadap obyek tersebut apabila pengetahuan itu disertai oleh kesiapan untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan tentang obyek itu. Seseorang mempunyai sikap tertentu terhadap suatu obyek, itu berarti orang tersebut telah mengetahui tentang obyek tersebut.

Pengetahuan dapat didefinisikan sebagai ingatan mengenai sesuatu yang bersifat spesifik atau umum; ingatan mengenai metode atau proses; ingatan mengenai pola, susunan atau keadaan (Kibler et al. 1981, dalam Zahid 1997). Hal ini selaras dengan yang dikemukakan oleh Winkel (1987) bahwa pengetahuan merupakan ingatan tentang hal-hal yang pernah dipelajari (fakta, kaidah, prinsip atau metode).

Menurut Soekanto (2001), pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran seseorang sebagai hasil penggunaan pancaindera. Sementara Supriyadi (Zahid 1997), mengemukakan bahwa pengetahuan adalah sekumpulan informasi yang dipahami, yang diperoleh melalui proses belajar selama hidup dan dapat digunakan sewaktu-waktu sebagai alat penyesuaian diri sendiri maupun lingkungannya. Individu mendapatkan pengetahuan baik melalui proses belajar, pengalaman atau media elektronik yang kemudian disimpan dalam memori individu.

(27)

Penjelasan-penjelasan di atas menyimpulkan bahwa pengetahuan adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat sesuatu yang telah dilakukan atau dipelajari.

Sikap

Sikap dapat didefinisikan sebagai perasaan, pikiran, dan kecenderungan, seseorang yang kurang lebih bersifat permanen mengenai aspek-aspek tertentu dalam lingkungannya (Van den Ban dan Hawkins 1999). Sikap juga adalah kecondongan evaluatif terhadap suatu obyek atau subyek yang memiliki konsekuensi yakni bagaimana seseorang berhadap-hadapan dengan obyek sikap. Hal ini sejalan dengan pernyataan Meyrs dalam Sarwono (2002) yang menyatakan bahwa sikap adalah suatu reaksi evaluasi yang menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap sesuatu atau seseorang, yang ditunjukkan dalam kepercayaan, perasaan atau perilaku seseorang.

Mar’at (1981) menyebutkan bahwa sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap obyek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek tersebut, selanjutnya memberikan nilai terhadap stimulus dalam bentuk baik dan buruk, positif atau negatif, menyenangkan atau tidak menyenangkan, setuju atau tidak setuju kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap obyek sikap.

Sikap terbentuk dari pengalaman, melalui proses belajar (Sarwono, 2002). Pengalaman yang dimaksud adalah tentang obyek yang menjadi respon evaluasi dari sikap. Proses belajar dalam pengalaman adalah sebagai peningkatan pengetahuan individu terhadap obyek sikap. Proses belajar tersebut didapat melalui interaksi dengan pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan lembaga agama serta pengaruh faktor emosional (Azwar, 2003).

Sikap akan berarti jika diwujudkan dalam bentuk tindakan, baik lisan maupun tulisan. Menurut Arif (1995) sikap merupakan tingkah laku manusia yang masih terselubung atau belum menampakkan diri keluar, yang dapat dikatakan sebagai kesiapan atau kecenderungan untuk bereaksi terhadap obyek tertentu yang dihadapi, dilihat, diraba, didengar, dicium, dan dirasa pada suatu lingkungan tertentu.

(28)

Tindakan

Tindakan merupakan suatu tindakan nyata (action) yang dapat dilihat atau diamati (Rogers dan Shoemaker, 1986). Tindakan tersebut terjadi akibat adanya proses penyampaian pengetahuan suatu stimulus sampai pada penentuan sikap untuk bertindak atau tidak bertindak, dan hal ini dapat dilihat dengan menggunakan panca indera. Selanjutnya Arif (1995) menjelaskan bahwa tingkah laku adalah kebiasaan bertindak yang menunjukkan tabiat seseorang yang terdiri dari pola-pola tingkah laku yang digunakan oleh individu dalam melakukan kegiatannya. Ini berarti bahwa tingkah laku itu tidak bisa secara spontan dan tanpa tujuan, melainkan harus ada sasaran baik ekplisit maupun implisit.

Hubungan antara Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan

Hasil penelitian para ahli menunjukkan terdapat hubungan yang kuat antara sikap dengan perilaku (Azwar, 2003). sikap (attitude) sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan manusia. Sikap sangat menentukan perilaku

(behavior) seseorang. Sikap juga sangat mempengaruhi tanggapan seseorang

terhadap masalah kemasyarakatan termasuk masalah lingkungan. Seseorang yang mempunyai sikap positif terhadap sesuatu obyek, besar kemungkinan mempunyai niat untuk berperilaku positif juga terhadap obyek tersebut, dan timbulnya sikap positif tersebut didasari oleh adanya pemikiran dan pengetahuan terhadap obyek tersebut.

Pernyataan-pernyataan di atas memperlihatkan bahwa perilaku individu sangat dipengaruhi oleh sikap maupun pengetahuannya. Seseorang bersikap suka atau tidak suka, baik atau tidak baik terhadap suatu obyek sangat dipengaruhi oleh pengalamannya atau pengetahuannya.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Perilaku

Perilaku dianggap sebagai hasil interaksi antara faktor-faktor yang terdapat di dalam diri sendiri (karakteristik individu) dan faktor luar (faktor eksternal). Proses interaksi itu sendiri terjadi pada kesadaran atau pengetahuan

seseorang (Sarwono, 2002). Perilaku (B) adalah fungsi (f) karakteristik individu (P) dan lingkungan (E), sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut: B = f(P,E)

(29)

Karakteristik Masyarakat

Lionberger dan Gwin (1982) mengemukakan bahwa peubah-peubah yang penting dalam mengkaji masyarakat lokal antara lain adalah peubah personal. Kemudian dijelaskan lebih lanjut bahwa karakteristik yang dimiliki seseorang itu berbeda dari orang yang satu ke orang yang lain, dan kadang-kadang perbedaan tersebut sangat bervariasi. Dalam hubungannya dengan perilaku masyarakat dan adopsi inovasi, ada beberapa peubah karakteristik sosial ekonomi yang

berhubungan dengan perilaku masyarakat antara lain demografi, seperti: umur, pendidikan, pengetahuan, dan pendapatan (Bettinghaus, 1973). Sedangkan oleh Rogers (1976), dikemukakan bahwa peubah karakteristik sosial ekonomi yang banyak digunakan dalam studi difusi inovasi, ada beberapa peubah, antara lain: umur, pendidikan, kemampuan baca tulis, status sosial (pendapatan, kesehatan, dan lain-lain).

Perkampungan Budaya Betawi Situ Babakan

Perkampungan Budaya Betawi Situ Babakan telah ditetapkan menjadi kawasan wisata budaya, agro, dan air. Pada tanggal 20 Januari 2001, Gubernur Propinsi DKI Jakarta telah meresmikan penggunaan bangunan dan penataan lingkungan. Perkampunga n Budaya Betawi Situ Babakan adalah suatu tempat dimana dapat ditemui dan dinikmati kehidupan bernuansa Betawi berupa komunitas Betawi, keasrian alam Betawi, tradisi dan kebudayaan alam Betawi. Perkampungan ini seluas 289 ha, terletak di kawasan Kampung Kalibata, Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Kotamadya Jakarta Selatan, merupakan kawasan resapan air tawar, terdapat dua buah situ alam yakni Situ Babakan dan Situ Manggabolong ( Imron, et.al, 2001)

Dalam S.K. Gubernur Propinsi DKI Jakarta No 92 Tahun 2000 menetapkan bahwa Perkampungan Budaya Betawi adalah wilayah pelestarian alam, lingkungan, ekosistem, serta seni budaya tradisional masyarakat dengan tidak menghambat perkembangan warganya untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Dalam usaha pemanfaatan dan pengembangan PBB diarahkan kepada pengembangan wisata budaya, wisata agro, dan wisata air yang berpedoman

(30)

kepada Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta

Situ Babakan sebagai Sarana Wisata Wisata Air

Saat ini di Situ Babakan sudah ada kegiatan-kegiatan yang bersifat ekonomi maupun rekreatif, seperti keramba ikan dan pemancingan yang resmi maupun bebas untuk umum. Kecenderungan semakin berkembangnya keramba ikan di Situ, pada satu sisi sangat menggembirakan karena menguntungkan secara ekonomi, terutama bagi penduduk yang tinggal di wilayah Situ Babakan. Namun disisi lain perkembangan ini akan menjadi masalah karena jumlah keramba yang terus meningkat dapat merusak keindahan dan biota air. Kekhawatiran ini cukup beralasan karena pengusaha keramba ikan semakin banyak dan mungkin saja berasal dari penduduk diluar wilayah Situ Babakan. Tidak tertutup kemungkinan mereka membuat tempat penjagaan keramba ikan yang dibangun diatas air.Kondisi air Situ babakan, pada musim hujan air naik dan pada musim kemarau air stabil. Kondisi situ masih alami. Fungsi Situ Babakan sebagai badan penampung air, resapan air, irigasi dan sebagai tempat penanggulangan air. Kondisi sekitar situ perumahan penduduk dan pepohonan (pohon bamb u dan melinjo).

Secara umum beberapa situ di Jakarta saat ini telah mengalami perubahan baik kualitas maupun kuantitas, sehingga mengalami perubahan dari ekosistem alami ke ekosistem buatan yang pada dasarnya mewujudkan ekosistem yang tidak lengkap tentang siklus jaring-jaring makanannya sehingga hal tersebut memberikan indikasi hubungan timbal balik antar komponen lingkungan tidak berjalan dengan baik. Hal tersebut terjadi karena salah satu sumberdaya air tidak lepas dari tekanan penduduk dan implikasi kegiatan ekonomi, sehingga kondisi situ menjadi sangat memprihatinkan.

Wisata Budaya

Untuk kegiatan wisata budaya selain adanya rumah Betawi juga terlihat adanya kesenian budaya Betawi seperti orkes melayu 2 buah, orkes keroncong 2 buah, gambang kromong 2 buah. Sejalan dengan keagamaan yang dianut oleh

(31)

mayoritas penduduk, maka group qasidah memiliki jumlah kelompok yang terbesar yakni 10 kelompok. Demikian juga sudah dibangun panggung terbuka tempat pentas berlangsung.

Wisata Agro

Untuk kegiatan wisata agro, sudah mulai digalakkan penanaman tanaman langka, tanaman buah-buahan dan tanaman hias. Masyarakat sekitar lebih banyak menanam tanaman buah-buahan yaitu, belimbing, jambu biji dan rambutan. Tanaman langka yang dikembangkan di Situ Babakan antara lain adalah: buni, lobi-lobi, matoa, nona, dan lain-lain. Tanaman-tanaman langka tersebut sebagian adalah jenis-jenis tanaman lokal yang diharapkan cocok untuk daerah setempat. Tanaman hias tidak ketinggalan juga telah dikembangkan dan bahkan tidak hanya untuk keperluan sendiri akan tetapi dapat diperjual belikan. Tanaman hias ini juga dikembangkan di sebelah barat Situ Babakan, memanjang dari sisi utara ke selatan terutama di wilayah RW 08. Jenis-jenis tanaman hias yang dikembangkan di sekitar Situ babakan antara lain adalah: kuping gajah, palem, soka, heliconia, anggrek dan lain-lain. Ada juga tanaman obat keluarga (TOGA) yang dikembangkan di lokasi Situ Babakan antara lain adalah: jahe, kencur, mengkudu dan lain sebagainya (Pemda DKI, 2001).

(32)

KERANGKA PEMIKIRAN

Perkampungan Budaya Betawi adalah suatu tempat dimana kita bisa menikmati suasana alam Betawi, keasrian lingkungan Betawi, kesenian Betawi.

Pengembangan Perkampungan Budaya Betawi diarahkan kepada pengembangan budaya, rumah tinggal, pendidikan, ind ustri rumah tangga, pertanian, perikanan, peternakan dan objek wisata disesuaikan dengan budaya Betawi yang Islami.

Kondisi diatas memerlukan perhatian dan tindakan dari semua pihak, agar pengembangan Perkampungan Budaya Betawi dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan apa yang diharapkan. Sikap positif dari masyarakat dalam mengembangkan Perkampungan Budaya Betawi sangat diperlukan. Sikap tersebut dapat terbentuk dengan tepat, diperlukan informasi yang dapat memberikan pengetahuan yang benar tentang manfaat dari pembangunan Perkampungan Budaya Betawi. Hal ini erat kaitannya dengan karakteristik individu. Karakteristik individu yang berpengaruh terhadap pengembangan Perkampungan Budaya Betawi adalah: usia, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, jenis kelamin, dan lokasi tempat tinggal.

Tingkat pengetahuan yang memadai dan sikap positif masyarakat sekitar Perkampungan Budaya Betawi terhadap pengembangan PBB dapat mendorong partisipasi aktif dalam pengembangan PBB. Perilaku masyarakat akan terkait dengan aktivitas komunikasi yang mereka lakukan. Aktivitas komunikasi masyarakat berkaitan dengan bagaimana masyarakat mendapatkan dan menyebarkan informasi tentang PBB. Aktivitas komunikasi tersebut dapat terlihat dari keterdedahan pada media massa (cetak, dan elektronik), melalui saluran interpersonal, dan partisipasi sosial.

Perilaku masyarakat meliputi pengetahuan, sikap, dan tindakan.. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan alur berpikir pada gambar 1.

(33)

AKTIVITAS KOMUNIKASI

(X2)

X.2.1 Keterdedahan pada

Media Massa (cetak +Elektronik) X2.2 Keterdedahan pada Saluran Interpersonal X2.3 Partisipasi Sosial

Gambar l. Bagan Alur Berpikir Hubungan antara Variabel KARAKTERISTIK I NDIVIDU (X1) X1.1 Usia X1.2 Pendidikan Formal X1.3 Pendidikan nonformal X1.4 Pekerjaan Utama X1.5 Pekerjaan Tambahan X1.6 Pendapatan X1.7 Jenis Kelamin X1.8 Lokasi Tempat Tinggal PERILAKU MASYARAKAT DALAM MENGEMBANGKAN PBBSB (Y) Y 1 Pengetahuan Y 2 Sikap Y3 Tindakan

(34)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan, pada bulan Juli 2005. Lokasi penelitian ini dipilih berdasarkan pertimbangan atas terbitnya Peraturan Daerah Provinsi Khusus Ibukota Jakarta Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Penetapan Perkampungan Budaya Betawi di Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa Kotamadya Jakarta Selatan. Kawasan ini memiliki potensi besar untuk menjadi pusat kebudayaan yang berbasiskan masyarakat Betawi, dan berpeluang untuk meningkatkan ekonomi masyarakat sembari menjaga kelestarian lingkungan.

Populasi dan sampel

Populasi penelitian adalah masyarakat yang bertempat tinggal di kawasan Perkampungan Budaya Betawi yakni RW 06, 07, dan 08 dengan masing-masing populasi yaitu 4483 orang, 3806 orang, dan 3724 orang. Penentuan sampel dilakukan secara cluster random sampling. Penentuan jumlah sampel dalam penelian ini dilakukan berdasarkan rumus Slovin (Walpole 1995) sebagai berikut:

n = 2 1 Ne N + Keterangan : n = ukuran sampel N = ukuran populasi

e = nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan

Berdasarkan rumus tersebut, dengan tingkat kesalahan sampel 0,8% diperoleh jumlah sampel sebanyak 100 orang yang merupakan masyarakat kawasan PBB. Untuk lebih jelas pengambilan sampel dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini.

(35)

Tabel 1. Populasi dari sampel penelitian RW Populasi (orang) % kesalahan Sampel (orang) 06 4483 0,8 40 07 3806 0,8 30 08 3724 0,8 30 Total 12013 0,8 100 Desain Penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan metode survei deskriptif korelasional, karena selain mendeskripsikan kondisi yang ada, juga berupaya menjelaskan hubungan diantara variabel yang diamati. Variabel yang diamati adalah karakteristik individu, aktivitas komunikasi dan perilaku masyarakat terhadap pengembangan Perkampungan Budaya Betawi Situ Babakan.

Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari masyarakat melalui wawancara dan pengisian kuisioner kepada responden, yaitu mengenai karakteristik, aktivitas komunikasi dan perilaku masyarakat terhadap pengembangan Perkampungan Budaya Betawi Situ Babakan. Data sekunder adalah data rekapitulasi yang diperoleh dari kantor kelurahan, kantor camat, serta dari instansi terkait lainnya.

Instrumentasi

Pelaksanaan metode survey menggunakan alat Bantu sebagai instrument berupa kuesioner untuk keperluan pengumpulan data. Kuisioner terdiri atas tiga bagian, yaitu:

1. bagian pertama berisi pertanyaan tentang karakteristik individu, 2. bagian kedua berisi pertanyaan tentang aktivitas komunikasi, dan

3. bagian ketiga berisi pertanyaan tentang perilaku masyarakat terhadap pengembangan Perkampungan Budaya Betawi Situ babakan.

(36)

Validitas

Validitas menunjukkan sejauh mana alat ukur mengukur apa yang ingin diukur (Ancok dalam Effendi dan Singarimbun, 1989). Validitas diperoleh dengan cara : 1) berdasarkan bimbingan dari komisi pembimbing, 2) menyesuaikan serta memperhatikan literatur, 3) menyesuaikan dan menanyakan langsung kepada responden sesuai kondisi responden.

Reliabilitas

Reliabilitas instrumen adalah indek yang menunjukkan sejauh mana alat pengukur dapat dipercaya (Ancok dalam Effendi dan Singarimbun, 1989). Cara menguji reliabilitas alat ukur (kuesioner) adalah melakukan uji coba kepada masyarakat yang memiliki kedekatan karakteristik atau relatif sama dengan teknik korelasi product moment, yaitu melalui pen-skor-an untuk pengukuran pertama dan kedua yang dikorelasikan, dengan rumus:

r =

(

)( )

(

)

{

}

{

(

)

}

− 2 2 2 2 Y Y N X X N Y X XY N

Keterangan:

r

: koefisien korelasi atau koefisien keandalan. X : skor total pengukuran pertama

Y : skor total pengukuran kedua

N : jumlah responden dalam uji coba pengukuran.

Uji kuesioner dilakukan selama dua kali dengan selang waktu 2 hari kepada 15 orang anggota masyarakat Betawi yang bertempat tinggal di Kelurahan Ragunan Jakarta Selatan. 15 orang ini tidak menjadi responden untuk pengumpulan data hasil penelitian, tetapi memiliki ciri-ciri karakteristik yang relatif sama dengan responden penelitian. Dari uji kuesioner, diperoleh nilai r (koefisien korelasi atau koefisien keandalan) sebagai nilai reliabilitas kuesioner sebesar 0,92, menunjukkan bahwa kuesioner reliabel sebagai instrumen penelitian (hasil perhitungan selengkapnya terdapat pada lampiran 1).

(37)

Definisi Operasional

Definisi operasional variabel-variabel penelitian adalah sebagai berikut:

X1 Karakteristik Individu, adalah ciri-ciri yang melekat pada pribadi seseorang

(individu) yang meliputi:

X1.1 Usia, adalah usia responden pada saat penelitian dilakukan yang

dihitung dari hari kelahiran dan dibulatkan ke ulang tahun terdekat yang dinyatakan dengan tahun. Ukuran skala rasio dari usia muda, dewasa, tua dan sangat tua, dengan kategori yaitu usia muda = 23 - 34 tahun, Dewasa = 35 - 46 tahun, tua = 47 - 58 tahun, sangat tua = 59 - 70 tahun.

X1.2 Pendidikan formal, adalah tingkat belajar secara formal yang pernah

diperoleh responden, berbentuk skala ordinal dengan empat kategori yaitu rendah (tidak tamat SD/tamat SD), sedang (tamat SMP), tinggi (tamat SMA), sangat tinggi (lulus perguruan tinggi, D2/D3/D4/S1);

X1.3 Pendidikan nonformal, adalah kursus/pelatihan yang berhubungan

dengan kebudayaan, yang pernah diikuti oleh responden dalam dua tahun terakhir, yang dinyatakan dengan banyaknya pelatihan/kursus yang pernah diikuti. Pengukurannya berdasarkan skala rasio yaitu: rendah = satu sampai dua kali, sedang = tiga sampai empat kali, tinggi lebih dari lima kali

X1.4 Pekerjaan Utama, adalah jenis kegiatan pokok yang dilakukan

responden setiap hari, sehingga responden mendapat penghasilan dari kegiatan tersebut, data diukur dengan skala nominal.

X1.5 Pekerjaan Tambahan, adalah jenis kegiatan yang dilakukan responden

disamping pekerjaan utama, sehingga responden mendapat penghasilan tambahan dari kegiatan tersebut, data diukur dengan skala nominal.

X1.6 Pendapatan, adalah penghasilan responden rata-rata satu bulan yang

diperoleh dari hasil pekerjaan dalam bentuk uang (rupiah). Pendapatan diukur dengan skala ordinal, yang dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu rendah = Rp1.000,000 - Rp1.500,000, sedang =Rp1.500,000 - Rp2.000,000. dan tinggi = lebih dari Rp2.000,000.

(38)

X1.7 Jenis kelamin, adalah identitas seksual yang melekat pada diri

seseorang responden yaitu laki-laki atau perempuan.

X1.8 lokasi tempat tinggal, yaitu jarak tempat tinggal responden ke

Perkampungan Budaya Betawi Situ Babakan, dikategorikan dengan dekat = kurang dari satu kilometer, sedang = satu koma lima sampai lima kilometer, jauh = lebih dari lima kilometer.

X2 Aktivitas komunikasi, adalah kegiatan komunikasi yang dilakukan responden

untuk memperoleh informasi mengenai Perkampungan Budaya Betawi Situ Babakan. Hal ini diukur melalui tiga variabel yaitu keterdedahan pada media massa, keterdedahan pada saluran interpersonal, dan partisipasi sosial.

X2.1 Keterdedahan pada media massa, adalah aktivitas responden untuk

menyimak atau mendedah media massa cetak dan elektronik.

a. Keterdedahan media cetak seperti surat kabar, majalah, brosur, dan sebagainya yang dihitung berdasarkan lama waktu atau jumlah jam yang dipergunakan selama satu minggu dalam satu bulan terakhir dari saat wawancara, diukur dengan skala rasio dan dikelompokkan menjadi tiga kategori. Variasi alokasi waktu yang dipergunakan responden nol hingga sepuluh jam per minggu yang dikelompokkan menjadi nol sampai lima jam per minggu, enam sampai sepuluh jam per minggu, dan lebih dari sepuluh jam per minggu, dengan waktu mendengarkan pagi, siang, sore, dan malam hari.

b. Keterdedahan pada media elektronik adalah aktivitas responden untuk mendengarkan, menonton, menyimak atau mendedah siaran radio dan televisi yang dihitung berdasarkan lama waktu atau jumlah jam yang dipergunakan selama satu hari dalam satu bulan terakhir dari saat wawancara, diukur dengan skala rasio dan dikelompokkan tiga kategori. Keterdedahan responden pada radio berdasarkan alokasi waktu yang diperguna kan: kurang dari satu jam per hari, satu sampai dua jam per hari, dan lebih dari dua jam per hari dengan waktu mendengarkan pagi, sore, dan malam hari. Keterdedahan responden pada televisi berdasarkan alokasi waktu yang dipergunakan untuk menonton: kurang dari tiga jam per

(39)

hari, tiga sampai lima jam per hari, dan lebih dari lima jam per hari dengan waktu menonton pagi, siang, sore, dan malam hari.

X2.2 Keterdedahan pada saluran Interpersonal, adalah kegiatan komunikasi responden secara personal dan berkelompok, yang meliputi kontak terhadap penyuluh, institusi, pengelola PBBSB, tokoh masyarakat, dan anggota masyarakat. Diukur dengan skala rasio dan dikelompokkan menjadi empat kategori berdasarkan satuan kali per bulan selama satu bulan terakhir dari saat wawancara untuk berhubungan dengan orang lain, yaitu nol , satu sampai dua, tiga sampai lima, dan lebih dari lima kali perbulan

X2.3 Partisipasi Sosial adalah interaksi dan keterlibatan responden dalam kegiatan sosial dan pertemuan-pertemuan lokal yang meliputi kegiatan pengajian, arisan, kerja bakti, dan ronda. Diukur dengan skala rasio dan dikelompokkan menjadi tiga kategori berdasarkan jumlah jam perminggu selama satu minggu terakhir dari saat wawancara, yaitu nol sampai tiga jam, tiga sampai lima jam, lebih dari lima jam.

Y Perilaku masyarakat, adalah hasil interaksi yang ditimbulkan oleh masyarakat berupa pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan tindakan (practice) melalui informasi yang diterima dengan menggunakan atau memanfaatkan media massa dan media interpersonal dalam mengembangkan Perkampungan Budaya Betawi Situ Babakan.

Y1 Pengetahuan, adalah sejauh mana masyarakat mengetahui/ memahami konsep program yang tertuang dalam PERDA Nomor 3 Tahun 2005 tentang Penetapan Perkampungan Budaya Betawi Situ Babakan, Diukur dengan skala ordinal.

Y2 Sikap, adalah sejauh mana masyarakat mengikuti atau mengabaikan Materi program yang berkaitan dengan Perkampungan Budaya Betawi Situ Babakan. Diukur dengan skala ordinal

(40)

Y3 Tindakan, adalah segala usaha yang telah diperbuat oleh masyarakat dalam rangka pelaksanaan program pengembangan Perkampungan Budaya Betawi Situ Babakan. Diukur dengan skala ordinal

Analisa Data Data yang dianalisis meliputi:

1. analisis hubungan karakteristik individu dengan perilaku masyarakat dalam mengembangkan Perkampunga n Budaya Betawi Situ Babakan, dan 2. analisis hubungan aktivitas komunikasi dengan perilaku masyarakat

dalam mengembangkan Perkampungan Budaya Betawi Situ Babakan. Analisis data dilakukan melalui uji Chi Kuadrat, dengan rumus:

?2 =

i 2 i i e ) e -(o

Dimana: ?2 : Chi Kuadrat o : nilai teramati

(41)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Lokasi Penelitian Geografi

Kelurahan Srengseng Sawah merupakan salahsatu dari 6 (enam) kelurahan di Wilayah Jagakarsa Kotamadya Jakarta Selatan yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDKI Jakarta Nomor 1251 Tahun 1986. Luas wilayah seluruhnya 674,70 Ha, berbatasan dengan Kelurahan Lenteng Agung dan Kelurahan Jagakarsa sebelah utara, sebelah timur dengan Kali Ciliwung, sebelah selatan dengan Kota Depok, serta sebelah barat dengan Kelurahan Ciganjur dan Kelurahan Cipedak.

Kawasan Perkampungan Budaya Betawi Situ Babakan terletak di Kelurahan Srengseng Sawah, meliputi Rukun Warga (RW) 06, 07, dan 08. Mempunyai luas 289 hektar, dengan batas fisik, sebelah utara dengan jalan Mochamad Kahfi sampai dengan jalan Desa Putra, sebelah timur dengan jalan Desa Putra, jalan Pratama, Jalan Wika serta jalan Mangga Bolong Timur dan jalan lapangan Merah, sebelah selatan dengan jalan Desa Putra, Jalan Pratama, jalan Wika, jalan Mangga Bolong Timur, dan jalan lapangan Merah, serta sebelah barat dengan jalan Mochamad Kahfi. Sedangkan Komplek Yon Zikon dan komplek Yayasan Desa Putra tidak termasuk dalam kawasan PBBSB.

Kondisi geoklimat wilayah dicirikan oleh topografi yang semuanya dataran rendah, dengan suhu udara rata-rata 27 sampai 30 derajat Celsius, ketinggian kurang lebih 50 m di atas permukaan laut (dpl), dan curah hujan tahunan berkisar antara 2000 - 2500 mm.

Penduduk.

Kelurahan Srengseng Sawah Kecamatan Jagakarsa Kotamadya Jakarta Selatan terdiri atas 19 RW (Rukun Warga) dan 156 RT (Rukun Tetangga). Jumlah penduduk pada akhir tahun 2005 sebanyak 46.939 jiwa, terdiri atas 24.438 jiwa pria (52,06%) dan 22.501 jiwa perempuan (47,94%). Kepadatan rata-rata penduduk di Kelurahan ini adalah 6.944 jiwa per Km persegi.

(42)

Mayoritas penduduk di Kelurahan Srengseng Sawah adalah orang Betawi, walaupun sudah banyak penghuni berasal dari luar DKI Jakarta. Jumlah penduduk ditiap RW dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah Penduduk di Tiap RW di Kelurahan Srengseng Sawah

No. RW WNI LK PR JML 1. 01 1,667 1,696 3,363 2. 02 2,033 1,978 4,011 3. 03 1,965 1,796 3,761 4. 04 943 717 1,660 5. 05 1,942 1,641 3,583 6. 06 1,959 1,765 3,724 7. 07 1,963 1,843 3,806 8. 08 2,295 2,188 4,483 9. 09 3,010 2,674 5,684 10. 10 563 499 1,062 11. 11 637 612 1,249 12. 12 640 670 1,310 13. 13 694 656 1,350 14. 14 669 687 1,356 15. 15 844 867 1,711 16. 16 1,262 1,161 2,423 17. 17 452 402 854 18. 18 404 404 808 19. 19 497 243 740 Jumlah 24,438 22,501 46,939

Sumber: Kelurahan Srengseng Sawah, 2005

Sebagian besar penduduk Kelurahan Srengseng Sawah adalah masyarakat Betawi, sehingga adat-istiadat yang berlaku adalah Budaya Betawi, dan mayoritas penduduknya memeluk agama Islam. Namun demikian, kerukunan antar-umat beragama sudah berjalan dengan baik sehingga kehidupan bermasyarakat antara pemeluk agama satu dengan yang lain saling menghormati. Jalan dan Transportasi

Arus urbanisasi penduduk telah meningkat diakibatkan pertumbuhan lalu lintas yang semakin cepat. Tingkat pertumbuhan lalu lintas tersebut telah menimbulkan kemacetan di beberapa ruas jalan.

(43)

Pintu gerbang Situ Babakan yang saat ini merupakan pintu keluar masuk menuju lokasi Situ Babakan yang akan dijadikan wisata air, wisata budaya dan wisata agro terlalu sempit apabila dilalui oleh bus-bus pariwisata.. Dengan kondisi sarana transportasi yang masih minim tersebut maka akan terjadi kesulitan bagi bus-bus wisata dengan ukuran cukup besar untuk dapat masuk ke lokasi Situ Babakan.

Pendapatan Daerah

Sumber pendapatan di kelurahan Srengseng Sawah saat ini adalah berasal dari penerimaan anggaran rutin, bantuan dari Pemerintah Pusat, bantuan dari Pemerintah Daerah Tingkat I, serta dari swadaya masyarakat yang berbentuk swadaya murni dan swadaya gabungan. Kemudian ada pula dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), serta pungutan retribusi-retribusi.

Sarana dan Prasarana Wisata Wisata Air

Lokasi Situ Babakan sebagai kegiatan wisata air terlihat dari bebek air yang saat ini berjumlah sepuluh buah dan dikelola oleh swasta. Bebek air merupakan salah satu daya tarik pengunjung anak-anak maupun orang dewasa, dengan bayaran Rp 6,000 selama setengah jam pengunjung dapat mengelilingi Situ Babakan. Selain itu kegiatan yang paling banyak diminati pengunjung adalah kegiatan memancing. Sarana untuk tempat tinggal wisatawan yang dikelola secara komersial belum terlihat, kecuali Wisma Betawi yang dibangun sebagai rumah contoh untuk tempat beristirahat bagi para pengunjung atau wisatawan.

Wisata Budaya

Wisata budaya selain difasilitasi oleh ketersediaan rumah Betawi sebagai tempat beristirahat turis/wisatawan juga terlihat dari adanya kesenian budaya Betawi seperti orkes melayu, orkes keroncong, dan gambang kromong masing-masing sebanyak dua perangkat dan qasidah ada 10 kelompok. Selain itu, juga disediakan panggung terbuka tempat pementasan kesenian Betawi berlangsung. Panggung terbuka ini difasilitasi untuk kegiatan kesenian Betawi dan siapa saja diperbolehkan menggunakan panggung ini dengan terlebih dahulu me minta izin

(44)

kepada petugas (pengelola) Perkampungan Budaya Betawi Situ Babakan (PBBSB) agar jadwal pementasan bisa diatur.

Wisata Agro

Kegiatan wisata agro, sudah mulai digalakkan dengan melakukan penanaman tanaman buah dan tanaman hias yang tergolong sudah langka, misalnya kuping gajah, palem, soka. Masyarakat sekitar lebih banyak menanam tanaman buah yaitu belimbing, jambu biji, dan rambutan. Tanaman langka yang dikembangkan di Situ Babakan antara lain: Buni, Lobi-lobi, Matoa, Nona, dan lain-lain. Tanaman-tanaman langka tersebut sebagian adalah jenis-jenis tanaman lokal yang diharapkan cocok untuk daerah setempat. Ada juga tanaman obat keluarga (TOGA) yang dikembangkan di lokasi Situ Babakan antara lain adalah: Jahe, kencur, mengkudu, dan lain sebagainya.

Pelestarian danPengembangan Budaya Betawi

Pada tanggal 10 Maret 2005 DPRD DKI Jakarta telah menyetujui Rancangan Peraturan Daerah tentang Penetapan Perkampungan Budaya Betawi menjadi Peraturan daerah. Di dalam Perda tersebut ditetapkan bahwa budaya Betawi yang dilestarikan dan dikembangkan adalah budaya Betawi yang berkarakter religius, yaitu Islami.

Kondisi dan masalah di bidang budaya adalah belum optimalnya pengembangan kesenian dan kebudayaan, serta masih kurangnya pemahaman dan penghargaan masyarakat terhadap nilai-nilai dan tinggalan sejarah dan budaya maupun kepada para pelaku budaya yang mempunyai andil dalam upaya pelestarian dan pengembangan kebudayaan. Dengan kondisi sosial budaya masyarakat yang sangat beragam diperlukan sentuhan kebijakan dan tindaklanjut untuk mendukung perbaikan infrastruktur sosial budaya yang telah dimiliki. Infrastruktur sosial ini sangat luas karena menyangkut aspek kesejahteraan dan partisipasi aktif masyarakat. Selama ini, pembangunan sosial dan budaya masyarakat di Situ Babakan diarahkan pada pembentukan partisipasi aktif masyarakat, rukun, peduli, mandiri, dan demokratis. Namun demikian,

masyarakat Betawi belum memiliki wadah khusus sebagai tempat

mengapresiasikan karya seni budayanya. Mereka belum dapat untuk setiap saat menyaksikan pertunjukkan kebudayaan dan mendapatkan merchandise khas

(45)

Betawi, kecuali hanya pada event-event tertentu. Beberapa kebudayaan Betawi yang dapat menjadi kontributor bagi pasar kepariwisataan Jakarta seperti berikut: - seni musik tradisional (gambang kromong, tanjidor, topeng, rebana,

ketimpring, rebana biang, dan lain-lain, - seni tari. (tari topeng, pecak, jali-jali),

- seni pertunjukan/teater (lenong, ondel-ondel, upacara adat perkawinan, dan lain-lain,

- seni tradisi islami (sholawatan, ratib, maulid, rajab, nujuh bulan, akekah, dan lain-lain,

- seni permainan tradisional (tok kadal, petak umpet, galasin, ungkreb, dan lain-lain), dan

- seni artistik bangunan (ornamen atap menggunakan gigi balang).

Karakteristik Responden

Responden dalam studi ini terdiri dari 67 orang laki-laki dan 33 orang perempuan yang bertempat tinggal di kawasan PBBSB yaitu RW 06, RW 07, dan RW 08. Mereka dipilih sebagai responden karena umumnya mereka terlibat dan mengetahui Budaya Betawi. Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa sebanyak 89 persen responden bertempat tinggal di RW 07 dan RW 08 yang jaraknya kurang dari satu kilometer, dan hanya 11 persen responden yang bertempat tinggal di atas satu kilometer dari PBBSB

Karakteristik individu responden yang diteliti dalam studi ini adalah usia, pendidikan formal, pendidikan nonformal, pekerjaan (utama dan tambahan), dan pendapatan. Untuk mengetahui kategori responden dari masing-masing indikator dilakukan teknik analisis deskriptif, dan hasilnya dapat dilihat dalam bahasan berikut ini.

Usia responden

Sebaran usia responden dalam penelitian ini secara keseluruhan berada pada kisaran antara 23-70 tahun, yang terdiri dari empat kelompok usia yaitu usia muda, dewasa, tua, dan sangat tua. Sebaran usia secara keseluruhan menunjukkan bahwa mayoritas responden masuk dalam kategori usia dewasa (35-46 tahun) yaitu 36 persen, muda (23–34 tahun) 31 persen, tua (47–58

(46)

tahun) 28 persen, dan sangat tua (59-70 tahun) 5,0 persen. Rataan usia responden menunjukkan angka 41,3 tahun yang berarti masuk pada kategori dewasa. Usia responden dengan kategori dewasa, menunjukkan bahwa responden dalam kategori usia produktif. Dalam mengembangkan perkampungan budaya Betawi Situ Babakan diperlukan sumberdaya manusia yang potensial, berpengalaman sehingga dapat diharapkan mampu bertindak menjadi pemacu dan penggerak kesadaran masyarakat dalam mengembangkan perkampungan budaya Betawi Situ Babakan, sesuai dengan Peraturan Daerah DKI Jakarta No 3 Tahun 2005.

Pendidikan Responden.

Pendidikan responden dilihat dari pendidikan formal dan nonformal yang diikuti oleh tiap responden. Pendidikan formal responden terdiri atas empat kelompok, yakni tamat SD, tamat SLTP, tamat SMU, dan tamat Perguruan Tinggi/Diploma. Sedangkan pendidikan nonformal dilihat dari frekwensi mereka mengikuti pelatihan dalam satu tahun dan digolongkan atas kategori rendah (1- 2 kali), sedang (3 – 4 kali), dan tinggi (= 5 kali).

Tingkat pendidikan formal responden termasuk relatif tinggi, karena terdapat 39 persen lulusan perguruan tinggi/diploma, 37 persen berpendidikan sekolah menengah umum (SMU), 10 persen berpendidikan sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP), dan 14 persen berpendidikan sekolah dasar (SD). Dengan demikian masyarakat di sekitar Perkampungan Budaya Betawi Situ Babakan dapat diperkirakan memiliki peluang yang cukup besar untuk berkemampuan menyerap inovasi baru seperti PBBSB dan melakukan penilaian terhadap kondisi serta situasi yang berkembang di Perkampungan Budaya Betawi Situ Babakan dimana mereka bertempat tinggal.

Tingkat pendidikan nonformal responden dalam mengembangkan Perkampungan Budaya Betawi Situ Babakan diukur dari banyaknya pelatihan yang pernah diikuti. Semakin banyak mengikuti pelatihan maka dianggap semakin tinggi pendidikan nonformalnya. Tidak ada satupun responden yang memiliki pendidikan nonformal yang tergolong pada kategori tinggi, yaitu lebih dari lima kali dalam satu tahun. Sebanyak 15 persen memiliki pendidikan nonformal yaitu telah mengikuti pelatihan empat kali yang berarti masuk pada

Gambar

Gambar l.  Bagan Alur Berpikir Hubungan antara Variabel    KARAKTERISTIK          I NDIVIDU                (X1) X1.1  Usia X1.2  Pendidikan    Formal X1.3 Pendidikan nonformal X1.4 Pekerjaan Utama  X1.5 Pekerjaan Tambahan X1.6 Pendapatan X1.7 Jenis Kelamin
Tabel 1.  Populasi dari sampel penelitian  RW  Populasi  (orang)  %  kesalahan  Sampel (orang)  06  4483  0,8  40  07  3806  0,8  30  08  3724  0,8  30  Total  12013  0,8  100  Desain Penelitian
Tabel 2. Jumlah Penduduk di Tiap RW di Kelurahan Srengseng Sawah
Tabel 3. Perilaku  masyarakat
+3

Referensi

Dokumen terkait

Pada sampul luar ditulis nama paket pekerjaan, nama dan alamat peserta, serta ditujukan kepada Tim Pengadaan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Direksi, Komisaris,

Bagi negara yang mengandalkan sektor pajak sebagai sumber utama pembiayaan pembangunan akan menghadapi masalah besar jika para wajib pajak (WP) nya masih sering

Sedangkan pendekatan sistem yang lebih menekankan pada elemen atau komponen mendefinisikan sistem sebagai kumpulan dari elemen-elemen yang berinteraksi untuk mencapai

Pada proses ini Dilakukan perataan hujan menggunakan metode rata-rata aljabar dari data hujan harian hasil pencatatan curah hujan dari daerah masing-masing

Hal-hal yang dapat dilakukan oleh pasien dalam meningkatkan. keberhasilan terapi DM

Budaya amanat untuk hidup sederhana dan damai (selaras dengan lingkungan sosial dan lingkungan alam) telah membentuk masyarakat yang mandiri (pangan)

Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora

Pendidikan Islam yang di dalamnya terdapat konsep utama yaitu mengenal keberadaan Allah akan mampu mengembalikan manusia pada hubungan primordialnya dengan Tuhan