• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Multiple Sklerosis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah Multiple Sklerosis"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I BAB I

PENDAHULUAN PENDAHULUAN II.1

II.1 Latar Latar BelakangBelakang

Otak merupakan bagian tubuh yang bisa dikatakan paling vital. Otak merupakan bagian tubuh yang bisa dikatakan paling vital. Sebab hampir sebagian aktivitas yang dijalankan tubuh dikoordinasikan Sebab hampir sebagian aktivitas yang dijalankan tubuh dikoordinasikan oleh organ ini. Ditambah lagi anggapan yang menyatakan bahwa setelah oleh organ ini. Ditambah lagi anggapan yang menyatakan bahwa setelah lahir, otak kita tidak akan mengalami penambahan jumlah sel otak, yang lahir, otak kita tidak akan mengalami penambahan jumlah sel otak, yang mengakibatkan kerusakan otak semakin sulit untuk sembuh secara mengakibatkan kerusakan otak semakin sulit untuk sembuh secara sempurna seperti organ-organ yang lainnya. Sistem Saraf pun demikian. sempurna seperti organ-organ yang lainnya. Sistem Saraf pun demikian. Sistem saraf mengandung ratusan juta bahkan milyaran sel yang siap Sistem saraf mengandung ratusan juta bahkan milyaran sel yang siap mengantarkan seluruh pesan yang akan kita kirimkan ke bagian tubuh yang mengantarkan seluruh pesan yang akan kita kirimkan ke bagian tubuh yang lain, di samping pula hormon, namun bila dihantarkan oleh saraf, pesan lain, di samping pula hormon, namun bila dihantarkan oleh saraf, pesan akan lebih cepat dikirim. Namun bagaimana apabila bagian-bagian vital akan lebih cepat dikirim. Namun bagaimana apabila bagian-bagian vital tubuh ini diserang oleh berbagai penyakit. Tentunya segalanya akan tubuh ini diserang oleh berbagai penyakit. Tentunya segalanya akan menjadi sangat repot. Manusia tidak lagi dapat bekerja dengan baik.

menjadi sangat repot. Manusia tidak lagi dapat bekerja dengan baik.

Multipel sclerosis (MS) adalah salah satu penyakit saraf yang Multipel sclerosis (MS) adalah salah satu penyakit saraf yang menyerang sel-sel saraf di bagian sistem saraf pusat. Penyakit ini menyerang sel-sel saraf di bagian sistem saraf pusat. Penyakit ini menyebabkan kerusakan pada selubung mielin saraf manusia sehingga menyebabkan kerusakan pada selubung mielin saraf manusia sehingga menyebabkan gangguan sistem hantaran impulspadasaraftersebut.MS menyebabkan gangguan sistem hantaran impulspadasaraftersebut.MS mempengaruhi area dari otak dan syaraf tulang belakang yang dikenal mempengaruhi area dari otak dan syaraf tulang belakang yang dikenal sebagai substansi alba.

sebagai substansi alba.

Sel-sel substansi alba membawa sinyal antara area substansi Sel-sel substansi alba membawa sinyal antara area substansi abu-abu, dimana pemrosesan dilakukan, dan hasilnya dikirimkan ke tubuh. abu, dimana pemrosesan dilakukan, dan hasilnya dikirimkan ke tubuh. Lebih khususnya, MS menghancurkan oligodendrocytes yang adalah sel-sel Lebih khususnya, MS menghancurkan oligodendrocytes yang adalah sel-sel  bertanggung

 bertanggung jawab jawab untuk untuk membuat membuat dan dan memelihara memelihara satu satu lapisan lapisan lemak,lemak, yang dikenal sebagai sarung pelindung myelin, yang membantu neuron yang dikenal sebagai sarung pelindung myelin, yang membantu neuron membawa sinyal elektrik. MS menyebabkan penipisan atau kerusakan total membawa sinyal elektrik. MS menyebabkan penipisan atau kerusakan total myelin dan sering memotong perluasan neuron atau axons. Ketika myelin myelin dan sering memotong perluasan neuron atau axons. Ketika myelin hilang, neuron tidak bisa lagi secara efektif

hilang, neuron tidak bisa lagi secara efektif menghantarkan sinyal elektrik.menghantarkan sinyal elektrik.  Nama

 Nama multipel multipel sklerosa sklerosa mengacu mengacu pada pada jaringan jaringan parut parut (scleroses(scleroses –  –  lebih dikenal sebagai plak atau lesi) dalam substansi alba. Tingkat lebih dikenal sebagai plak atau lesi) dalam substansi alba. Tingkat

(2)

kerusakan myelin dalam lesi ini menyebabkan sebagian dari gejala, kerusakan myelin dalam lesi ini menyebabkan sebagian dari gejala,  bervariasi

 bervariasi tergantung tergantung atas atas daerah daerah yang yang mengalami mengalami kerusakan. kerusakan. HampirHampir semua gejala neurologis bisa menyertai penyakit ini. Untuk lebih jelasnya semua gejala neurologis bisa menyertai penyakit ini. Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan pada bab berikutnya.

akan dijelaskan pada bab berikutnya. II.1 Tujuan

II.1 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu agar mahasiswa Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu agar mahasiswa dapat mengetahui definisi, etiologi, epidemiologi, patologi, patofisiologi, dapat mengetahui definisi, etiologi, epidemiologi, patologi, patofisiologi, gejala klinis, dan terapi dari penyakit Multiple Sclerosis (MS).

gejala klinis, dan terapi dari penyakit Multiple Sclerosis (MS). II.1

II.1 Rumusan Rumusan MasalahMasalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu : Adapun rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu : 1.

1. Apa definisi dari Multiple Sclerosis (MS)?Apa definisi dari Multiple Sclerosis (MS)? 2.

2. Bagaimana etiologi dari Multiple Sclerosis (MS)?Bagaimana etiologi dari Multiple Sclerosis (MS)? 3.

3. Bagaimana patofisiologi dari Multiple Sclerosis (MS)?Bagaimana patofisiologi dari Multiple Sclerosis (MS)? 4.

4. Bagaimana patologi dari Multiple Sclerosis (MS)Bagaimana patologi dari Multiple Sclerosis (MS) 5.

5. Apa saja gejala klinis dari Multiple Sclerosis (MS)?Apa saja gejala klinis dari Multiple Sclerosis (MS)? 6.

(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA II.1 Definisi Multiple Sclerosis (MS)

Multipel sclerosis (MS) adalah satu kondisi autoimun dimana sistem kekebalan tubuh menyerang sistem saraf pusat (SSP), yang mendorong ke arah terjadinya demielinisasi. Menyebabkan banyak gejala fisik dan mental, dan sering juga berkembang menjadi cacat fisik dan kognitif. Serangan Penyakit biasanya terjadi pada dewasa muda, umumnya terjadi pada wanita, dan mempunyai prevalensi mencakup antara 2 sampai 150 setiap 100,000 tergantung pada negara atau populasi spesifik. MS pertama digambarkan  pada tahun 1835 oleh Jean-Martin Charcot.1  Penyakit ini menyebabkan luka-luka pada sarung pelindung mielin (lemak yang melingkupi aksons sel saraf), oligodendrosit (sel yang menghasilkan mielin), akson dan sel-sel saraf. Gejala dari multipel sklerosis bervariasi, tergantung pada lokasi dari plak (area dari jaringan parut) di dalam sistem saraf pusat. Gejala umum mencakup kelemahan dan kelelahan, gangguan sensoris di dalam limbus, gangguan fungsi saluran kemih atau saluran pencernaan, gangguan fungsi seksual, dan kehilangan keseimbangan. Walaupun penyakit ini tidak dapat diobati atau dicegah pada saat ini, penanganannya adalah untuk mengurangi gejala dan progresivitas.2

II.2 Epidemiologi

Menurut National Multiple Sclerosis Society, kira-kira 400,000 orang Amerika tercatat menderita MS, dan pada setiap minggunya sekitar 200 orang didiagnosis MS. Di seluruh dunia, MS mungkin diderita 2.5 juta individu. Umumnya serangan terjadi dalam dekade ketiga dan keempat, walaupun penyakit ini bisa mulai dalam masa kanak-kanak dan juga di atas usia 60 tahun. Secara keseluruhan, MS terjadi lebih sering pada wanita dibandingkan laki-laki, dengan perbandingan adalah kira-kira 2:1.2 Multipel sklerosis lebih sering ditemukan pada daerah dengan suhu sedang dibandingkan dengan daerah iklim tropis. Perbedaan etnis pada insidensi  penyakit merupakan argumen kerentanan genetik terhadap kondisi ini. Akan

(4)

tetapi, variasi geografis juga memperlihatkan peran faktor lingkungan, misalnya virus. Hal ini terutama terlihat dari epidemi munculnya multipel sklerosis, misalnya pada Kepulauan Faroe dan Islandia. Terdapat juga bukti  bahwa orang yang dilahirkan pada daerah yang berisiko tinggi untuk multipel sklerosis akan membawa risiko tersebut jika mereka pindah ke daerah dengan risiko rendah dan sebaliknya, tetapi hanya jika perpindahan terjadi pada usia remaja.

Hal ini menunjukkan bahwa virus yang berdasarkan hipotesis  bekerja pada dekade pertama atau kedua kehidupan.3  Multipel sklerosis  jarang terjadi pada khatulistiwa dan garis lintang 30° – 35° utara dan selatan. Pada umumnya multipel sklerosis meningkat secara proporsional dengan meningkatnya jarak dari garis katulistiwa. Tidak ada penjelasanyang memuaskan mengenai peristiwa ini, walaupun variabel tertentu telah diteliti. Hal ini karena meliputi faktor-faktor lingkungan, seperti iklim, kelembaban, resistensi pada virus tertentu, konsumsi susu sapi.2

II.3 PATOLOGI

Penyakit ini terutama mengenai substansia alba otak dan medula spinalis, serta nervus optikus. Ditemukan sel inflamasi kronik dan kerusakan mielin dengan akson yang relatif masih baik. Pada substansia alba terdapat area yang relatif tampak normal yang berselang  –   seling dengan fokus inflamasi dan demielinisasi yang disebut juga plak, yang sering kali terletak dekat venula. Demielinisasi inflamasi jalur Sistem Saraf Pusat (SSP) menyebabkan penurunan dan gangguan kecepatan hantar saraf dan akhirnya hilangnya penghantaran informasi oleh jaras tertentu.3

Plak inflamasi akan mengalami evolusi seiring dengan waktu. Pada tahap awal terjadi perombakan lokal sawar darah otak, diikuti inflamasi dengan edema, hilangnya mielin, dan akhirnya jaringan parut SSP yaitu gliosis. Hasil akhir akan menyebabkan daerah sklerosis yang mengerut, yang berkaitan dengan defisit klinis minimal dibandingkan saat plak masih aktif. Hal ini sebagian disebabkan oleh remielinisasi yang merupakan  potensi SSP, dan juga memperjelas kembalinya fungsi dengan resolusi

(5)

inflamasi dan edema. Keadaan patologis ini berhubungan dengan pola klinis relaps multipel sklerosis, yaitu terjadi gejala untuk suatu periode tertentu yang selanjutnya membaik secara parsial atau total. Lesi inflamasi lebih lanjut yang terletak dekat lokasi kerusakan yang sudah ada sebelumnya akan menyebabkan akumulasi defisit neurologis.

Plak tidak harus berhubungan dengan kejadian klinis spesifik, misalnya jika plak hanya kecil saja dan terletak pada area SSP yang relatif tenang.3 MS ditandai oleh fokus demielinisasi (plak) dan berikutnya,  pengrusakan dari badan sel akson dan neuronal. Perubahan ini bisa tampak dimanapun dalam sistem saraf pusat tetapi mempunyai tempat predileksi di daerah periaquaduktus, dasar ventrikel keempat, dan area subpial saraf tulang belakang.Neuron dalam substansi abu-abu sering terlihat utuh dan astrosit sedikit meningkat jumlahnya. Plak di substansi alba berwarna abu-abu dan keras, ditandai dengan proliferasi glial, fibrillary gliosis, dan  peningkatan kepadatan serat retikulin. Multipel dan fokus sklerotik

inilahyang memberikan nama pada penyakit ini.4,5 II.4 Etiologi dan Patofisiologi

Penyebab dari multipel sklerosis tetap tidak diketahui, walaupun kegiatan penelitian dibidang ini sudah banyak dilakukan. Hipotesis yang tidak terhitung banyaknya sudah diajukan. Sebagian besar multipel sklerosis di Eropa adalah tipe HLA-A3, B7, DW2 dan DR2. Selama serangan akut, jumlah sel-sel supresor dalam darah perifer berkurang. Penelitian eksperimental mendukung teori dari infeksi slow virus atau reaksi autoimun. Inokulasi ke dalam domba berupa jaringan saraf yang diambil dari pasien dengan multipel sklerosis memprovokasi serangan penyakit Scrapie, suatu penyakit SSP yang dapat ditransmisikan pada domba setelah interval laten kira-kira 18 bulan.

Dua penyakit SSP progresif kronik lainnya pada manusia diketahui dapat ditransmisikan pada simpanse yaitu penyakit Kuru dan penyakit Creutzfeldt-Jacob. Walaupun titer campak yang meningkat sering terdapat  pada pasien multipel sklerosis, tetapi virus campak tidak dapat dianggap

(6)

sebagai virus yang bertanggung jawab untuk penyakit ini. Patogenesis dari multipel sklerosis sebagian komplemen dan sebagian berlawanan dengan mekanisme autoimun, teori ini didukung oleh model percobaan ensefalomielitis alergika eksperimental pada binatang. Pada tahun-tahun terakhir ini, perjalanan penyakit yang berulang telah ditemukan pada  binatang percobaan. Suatu sensitisasi yang terlambat terhadap protein sensefalitogenik dari SSP telah diperlihatkan terjadi melalui reaksi imun seluler.

Limfosit yang tersensitisasi merupakan karier yang paling penting dari proses ini.4 Peran mekanisme imun pada patogenesis multipel sklerosis didukung beberapa temuan, seperti adanya sel inflamasi kronik pada plak aktif dan hubungan kondisi ini dengan gen spesifik pada kompleks histokompatibilitas mayor (major histocompatibility, MHC). Banyak gangguan autoimun yang ternyata berhubungan dengan kelompok gen ini.3 Hubungan dengan MHC merupakan salah satu bukti pengaruh komponen genetik dalam etiologi multipel sklerosis, begitu pula adanya kasus pada keluarga, dan temuan peningkatan kejadian pada kasus kembar identik (monozigot) dibandingkan kembar nonidentik (dizigot). Akan tetapi, belum ditemukan gen tunggal yang penting untuk terjadinya multipel sklerosis.3

Fokal area dari destruksi mielin di dalam MS terjadi dengan latar  belakang suatu proses radang yang didominasi oleh penyusupan dari T-limfosit, hematogen makrofag, aktivasi dari lokal mikroglia, dan adanya sedikit B-limfosit atau sel-sel plasma. Proses peradangan ini berhubungan dengan peningkatan berbagai cytokines di dalam lesi MS, mencakup interleukin-1,2,4,6,10,12, gamma-interferon (c-IFN), tumor necrosis alfa factor (TNF-a), dan transforming growth beta faktor (TGF-b).6  Tanda  patologik multipel sklerosis adalah multisentrik, inflamasi SSP multifasik dan demielinisasi. Pada mulanya, setiap luka multipel sklerosis kemungkinan melalui suatu peristiwa dari demielinisasi dan remielinisasi menuju ke plak kronik dengan preserfasi relatif dari akson serta gliosis. Dengan begitu, terjadi disfungsi neuropsikologikal, meskipun jaringan

(7)

neural yang esensial utuh, sampai akhir perjalanan penyakit. Bagaimanapun, penelitian saat ini telah menemukan axonal transections  benar-benar terjadi selama eksaserbasi akut; selanjutnya, kerusakan axonal,

yang dilihat dengan magnetic resonance spektroscopy, berhubungan dengan kelainan klinis. Jelas, diperlukan lebih banyak usaha untuk memahami asosiasi antara peradangan-media demielinisasi, axonal injury, dan kelainan klinis.7

II.5 Gambaran Klinis

Gambaran klinis yang khas:

• Serangan yang berulang terjadi pada interval yang tidak teratur, dengan  penyembuhan sempurna atau parsial dari tanda dan gejalanya di antara setiap serangan pada kira-kira 60% kasus.• Lokasi serangan tersebar di seluruh SSP, sehingga menimbulkan gambaran klinis yang sangat  bervariasi.• Pada saat yang sama, tanda-tanda penyakit dapat ditemukan, yang menunjukan fokus-fokus demielinisasi pada berbagai lokasi

misalnya atrofi optik disertai paraplegia.

• Serangan yang berturut-turut dari penyakit ini dapat menyebabkan kelainan berbagai sistem misalnya kelumpuhan okuler yang diikuti satu tahun kemudian dengan gangguan miksi.8

Manifestasi yang sering terjadi pada multipel sklerosis adalah :

1. Gangguan visual Neuritis optik (retrobulbar) merupakan gangguan visual khas yang merupakan tanda onset multipel sklerosis. Patologi dasarnya adalah demielinisasi inflamasi pada satu atau kedua nervus optik. Gejala neuritis optik unilateral meliputi :

• Nyeri disekitar salah satu mata terutama saat mata bergerak 

• Penglihatan kabur dan dapat berlanjut menjadi kebutaan total monookular • Hilangnya penglihatan warna

Selain gangguan ketajaman penglihatan dan warna, pemeriksaan dapat menunjukan :

• Diskus optikus membengkak, dan kemerahan pada funduskopi jika area demielinisasi inflamasi terletak langsung dibelakang papil nervus optikus

(8)

• Defek lapang pandang umumnya berupa skotoma sentral pada mata yang terkena

• Defek pupil aferen relative

 Neuritis optik biasanya akan membaik setelah beberapa minggu atau  bulan, walaupun pasien tetap memiliki ganggguan penglihatan pada mata yang terkena, dan funduskopi umumnya menunjukkan diskus optikus yang  pucat karena atrofi nervus optikus.

2. Gejala dari gangguan batang otak

Trigeminal neuralgia terjadi pada 1.5% pasien MS dan 300 kali lebih  banyak terjadi dalam kelompok ini dibandingkan di dalam populasi umum. Trigeminal neuralgia, dua kali lipat terjadi bilateral dalam pasien multipel sklerosis dibandingkan populasi pada umumnya. Seringkali, nyeri muncul di antara serangan paroksismal, dan bisa saja nyeri terjadi diluar dari distribusi syaraf trigeminal, kelumpuhan nervus fasialis, atau gejala lain yang menyertai tanda gejala pada lesi pontine.

3. Gejala gangguan serebelar

Tanda dan gejala serebelar terdapat pada ¾ kasus. Gerakan ataksia sering kali merupakan tanda yang menonjol yang terutama mengenai gaya  berjalan pasien, yang tidak hanya spesifik tetapi juga ataksik. Yang terutama  berkesan dan sangat karakteristik pada multipel sklerosis adalah tremor intensi yang menyertai gerakan volunter misalnya tes jari-hidung. Tremor menunjukan suatu lesi dari nukleus dentatus yang mengenai serabut-serabut eferennya. Disdiadokokinesia dan dismetria pada gerakan dapat ditemukan,  biasanya disertai oleh tanda-tanda spastisitas dan refleks di tendon yang meningkat. Gangguan bicara dideskripsikan sebagai irama yang tidak  beraturan dan eksplosif.4,5

4. Gejala ekstrapiramidal

Lebih dari 80% dari pasien multipel sklerosis menderita gejala kejang paraparesis dengan gejala bilateral traktus piramidal dan hiperrefleksi. Jika gejala kejang paraparesis muncul dalam waktu yang lama, diagnosis dari multipel sklerosis harus dipertanyakan. Paraparesis

(9)

 progresif mungkin saja hanya satu-satunya gejala multipel sklerosis, terutama sekali didalam onset akhir penyakit, dan cenderung menjadi  progresif dalam beberapa kasus. Tidak adanya refleks kulit abdominal dapat

menjadi tanda dari kejang paraparesis. Hal ini tidak memiliki nilai informatif sebagai satu temuan terisolasi, refleks ini tidak dimiliki oleh 20% orang dewasa normal, tetapi menjadi signifikan jika muncul bersama dengan refleks dinding abdominal yang berlebihan. 4,5

5. Fenomena mirip bangkitan

Timbulnya serangan epileptik pada multipel sklerosis sudah  berulang-ulang diajukan dan diabaikan. Pada kelompok pasien multipel sklerosis yang diteliti ternyata epilepsi 4 kali lebih sering dibandingkan  populasi umum. Serangan batang otak paroksismal harus membangkitkan kecurigaan adanya multipel sklerosis terutama pada pasien muda. Kelainan ini dapat terjadi sebagai tanda penyakit yang timbul, dengan cara yang sama seperti serangan berupa kehilangan tonus otot yang menyebabkan pasien  jatuh atau seperti distonia paroksismal. Sebagian serangan berulang yang  berlangsung selama 15-45 detik, disertai oleh disartria paroksismal dan

ataksia.4,5

6. Gangguan mental

Pasien dengan multipel sklerosis tidak jarang memperlihatkan euforia yang tidak sesuai kurangnya menyadari penyakitnya. Makin lama  perjalanan penyakitnya, makin mungkin timbul perubahan psikoorganik yang terutama pada kasus-kasus dengan perjalanan penyakit yang panjang, dapat menimbulkan demensia pada ¼ pasien. Gangguan mental dapat merupakan gejala dari MS, biasanya berkaitan dengan kelainan batang otak; tentu saja, gambaran psikotik dapat merupakan tanda dini dari penyakit ini. Pada stadium yang lebih dini, tanda kelainan mental dapat ditemukan pada kira-kira 3% kasus.4,5

7. Gangguan miksi

Pada saat pertama kali masuk rumah sakit, sekitar 20% pasien memperlihatkan gangguan ini. Yang paling sering adalah dorongan yang

(10)

tidak terkontrol untuk miksi, yang dapat menimbulkan pasien mengompol. Bentuk lain dari inkontinensia kurang sering ditemukan.4,5

8. Gangguan Sensorimotorik

Manifestasi sensorik dan motorik umumnya menunjukkan lesi pada medula spinalis atau hemisfer serebri. Contohnya, pasien mengalami  paraparesis spastik asimetris dan atau parestesia, anestesia suhu, dan

disestesia pada anggota gerak. Lesi pada kolumna posterior medula spinalis servikal dapat menyebabkan gejala yang hampir patognomonik yaitu sensasi kesemutan yang menjalar ke lengan atau tungkai saat fleksi leher (Fenomena Lhermitte).

II.6 Perjalanan Penyakit

Pada waktu evolusi gejala yang umum terjadi adalah gambaran klinis memburuk selama beberapa hari atau minggu, mencapai plateu dan kemudian membaik secara bertahap, sebagian atau total, selama beberapa minggu atau bulan. Kemudian dapat terjadi rekurensi pada interval yang tidak dapat diperkirakan, yang mengenai bagian yang sama atau berbeda dari SSP. Peran cedera fisik, infeksi, kehamilan, dan stres emosional dalam menyebabkan relaps masih kontroversial.3

Dapat terjadi resolusi simtomatik total atau hampir total, khususnya dengan episode –  episode awal (penyakit relaps – remisi, kurang lebih pada 80% pasien). Akan tetapi, episode demielinisasi berikutnya dapat menyebabkan ketidakmampuan residu, sehingga pasien memasuki fase sekunder progresi stabil tanpa resolusi (penyakit progresif sekunder). Beberapa pasien (kira –  kira 10%), terutama pada kasus paraparesis spastik di usia pertengahan, tidak akan mengalami relaps dan remisi yang jelas (penyakit progresif primer).3 Perjalanan alamiah multipel sklerosis pada tiap  pasien amat bervariasi. Beberapa pasien dapat mengalami satu atau lebih episode inisial kemudian tidak ada gejala untuk bertahun – tahun (pola jinak terjadi pada 10% kasus). Sebagian akan mengalami akumulasi disabilitas, walaupun tetap mampu bekerja selama bertahun – tahun. Akan tetapi, sekelompok pasien (hingga sepertiga kasus) terkenanya lebih parah. Saat ini

(11)

 belum dapat diprediksi prognosis setiap pasien, walaupun biasanya keterlibatan motorik dan serebelar mempunyai prognosis lebih buruk.3 Gejala klinis pasien usia muda dengan multipel sklerosis lanjut, sangat membebani keluarga dan orang yang merawat. Kadang – kadang penyakit  bersifat hiperakut, dan terjadi kematian dalam beberapa bulan, tetapi harapan hidup rata – rata pasien dengan penyakit progresif adalah lebih dari 25 tahun setelah onset. Pasien dengan penyakit progresif primer dapat mengalami akumulasi disabilitas perlahan – lahan walau dari definisi berarti tanpa ada remisi; sehingga prognosis jangka panjang biasanya buruk.3 II.7 Diagnosis

Selama bertahun  –   tahun, diagnosis multipel sklerosis ditegakkan  berdasarkan gejala klinis, timbulnya paling sedikit dua lesi SSP dengan karakteristik klinis yang tepat, terpisah waktu dan r uang. Saat ini sudah ada  pemeriksaan spesialistik dan pemeriksaan laboratorium untuk menunjang diagnosis. Tujuan pemeriksaan pasien dengan kecurigaan multipel sklerosis adalah:

• mengumpulkan bukti anatomis lesi yang terpisah pada SSP, • mendapatkan bukti gangguan imun SSP,

• menyingkirkan kemungkinan diagnosis lainnya.3

Sehubungan dengan luasnya ruang lingkup dan gejala, maka multipel sklerosis tidak boleh didiagnosis hanya setelah beberapa bulan sampai 1 tahun setelah serangan gejala. Dokter, terutama sekali ahli saraf, harus mencatat secara rinci perjalanan penyakit dan melakukan  pemeriksaan fisik dan neurologis.2,9  Diagnosis dari multipel sklerosis  biasanya dibuat pada pasien dewasa muda dengan gejala relapsing-remitting yang dapat dijadikan acuan ke berbagai area dari substansi alba dari sistem saraf pusat. Diagnosis lebih sulit dilakukan pada pasien saat sedang mengalami keluhan neurologis atau pada bentuk klinis progresif primer.9 Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah untuk menyingkirkan penyakit vaskuler kolagen, infeksi (Penyakit Lyme, sipilis,dll), kelainan endokrin, kekurangan vitamin B-12, sarcoidosis, dan

(12)

vaskulitis. Pemeriksaan dari cairan serebro spinal (CSS) digunakan untuk mendukung diagnosis dari multipel sklerosis. Adanya protein dasar mielin di dalam CSS pasien multipel sklerosis mungkin saja benar-benar petunjuk aktivitas proses multipel sklerosis, tetapi ketidakhadirannya tidak mengesampingkan aktivitas penyakit.9  Sebuah teknik neuroimaging terbaru, Magnetic Resonance Spechtroscopy (MRS), bermanfaat dalam mengamati jumlah NAA (N-acetyl-aspartate) pada pasien dengan multipel sklerosis. NAA adalah suatu asam amino yang ditemukan di dalam neuron dan aksons otak. Pada pasien dengan relapsing-remitting multiple sclerosis,  jumlah NAA menurun, menandakan adanya kerusakan axonal;  bagaimanapun, pada pasien dengan secondary progresive multiple sclerosis dengan banyak kelainan, jumlah NAA berkurang secara signifikan. Pada fakta, pasien dengan multipel sklerosis mempunyai jumlah yang lebih rendah NAA bahkan di area otak sebelumnya secara alami, ketika dibandingkan dengan jumlah NAA di dalam orang normal.9

Pemeriksaan penunjang yang penting adalah:

• CT scan dapat memperlihatkan plak-plak yang menunjukan  peningkatan yang abnormal setelah suntikan larutan yodium. MRI scan lebih sensitif memperlihatkan lebih banyak plak daripada CT scan,  begitu juga lesi-lesi sampai sekecil 4×3 mm.1

• MRI otak dan medula spinalis, yang dapat menunjukkan lesi plak demielinisasi. Akan tetapi, gambaran ini tidak spesifik untuk multipel sklerosis (penyakit pembuluh darah kecil juga dapat menunjukkan gambaran serupa) dan beberapa pasien sklerosis multipel mungkin mengalami negatif palsu pada MRI. Walaupun demikian, saat ini telah dibuat suatu kriteria yang memungkinkan diagnosis multipel sklerosis setelah serangan klinis pertama, berdasarkan gambaran MRI tert entu.3 • Potensial bangkitan visual (visual evoked potentials), yang dapat

menunjukkan perlambatan konduksi sentral jalur visual, misalnya akibat neuritis optik subklinis sebelumnya. 3

(13)

• Pemeriksaan cairan serebrospinal, yang dapat menunjukkan perubahan nonspesifik termasuk limfositosis dengan penyakit aktif, dan  peningkatan protein (terutama imunoglobulin). Pemeriksaan cairan serebrospinal yang lebih teliti untuk mendiagnosis multipel sklerosis adalah deteksi pita oligoklonal dengan elektroforesis yang menunjukkan sintesis lokal imunoglobulin dalam SSP. Akan tetapi, te s ini masih dapat menunjukkan positif palsu pada keadaan imunologis atau infeksi lainnnya, dan pasien multipel sklerosis jarang mengalami negatif palsu.3 • Pemeriksaan tambahan

Beberapa pemeriksaan penunjang lainnya biasa juga dilakukan. Elektroensefalografi pada minimal sepertiga kasus memperlihatkan abnormalitas yang tidak spesifik yang tidak memiliki korelasi dengan gambaran status mental pasien. Serum darah memperlihatkan kadar gamaglobulin yang meningkat dan perubahan imunoelektroforetik hanya selama serangan akut. Tes serologik tidak banyak gunanya pada saat diagnosa klinis ditegakkan walaupun kenyataan bahwa antibodi otak yang bersirkulasi dapat diperlihatkan pada seperempat sampai sepertiga pasien. Sayangnya antibodi-antibodi ini adalah tidak spesifik, dapat ditemukan pada penyakit-penyakit lain yang mana terjadi kerusakan jaringan otak. Sebagian besar dari pasien dengan multipel sklerosis memperlihatkan titer antibodi yang tinggi terhadap virus campak daripada yang ditemukan pada populasi umum. Limfosit dari  pasien-pasien ini lebih sering memperlihatkan pengelompokan roset

daripada sel-sel epitelial yang disuntik dengan virus campak.4

Karena pemeriksaan diatas tidak ada yang 100% sensitif atau spesifik untuk multipel sklerosis, maka pemeriksaan ini harus dipertimbangkan dan dinilai dengan baik. Pada pasien dengan gejala sensorik minor, biasanya  pemeriksaan penunjang diatas dapat ditunda dulu. Jika tidak ada tanda fisik yang definitif, pasien dapat mengalami gejala tersebut dan khawatir akan kemungkinan dirinya mengalami multipel sklerosis padahal tidak ada  penyakit neurologis yang berarti. Selain itu, jika gejala mengarah multipel

(14)

sklerosis tanpa adanya keterbatasan fungsi, maka pemeriksaan dapat ditunda dulu, terutama karena hingga saat ini belum ada terapi kuratif.3 Pemeriksaan penunjang lebih penting dilakukan pada pasien dengan  penyakit primer progresif dimana kriteria klasik diagnosis klinis tidak dapat

digunakan. Pada pasien ini biasanya timbul gejala paraparesis spastik  progresif. Pemeriksaan penunjang kasus ini adalah pencitraan medula spinalis dengan MRI untuk menyingkirkan lesi yang menekan medula spinalis (misalnya tumor), suatu diagnosis banding utama yang dapat diterapi.3

II.8 Penatalaksanaan

Secara umum, bila diagnosis sklerosis multipel telah dipastikan, maka pasien harus diberitahu. Beberapa pasien akan menanyakan apakah mereka mengalami multipel sklerosis setelah suatu episode tunggal, ketika diagnosis multipel sklerosis masih berupa kemungkinan. Pada keadaan ini, yang terbaik dilakukan adalah diskusi yang menyeluruh. Walaupun kemungkinan multipel sklerosis tidak dapat disangkal, tetapi pasien harus disadarkan bahwa mungkin penyakit yang dideritanya merupakan penyakit tunggal yang tidak akan relaps. Pasien dapat memperoleh keuntungan dengan membaca mengenai multipel sklerosis atau kontak dengan kelompok pendukung. Akan tetapi, dokter memiliki peran edukatif yang  bersinambung, terutama dalam mengarahkan pasien dalam terapi yang

mahal tetapi belum tentu efektif, seperti manipulasi diet dan penggunaan oksigen hiperbarik.3

Pengobatan yang diakui terbaik, disamping pengobatan nonfarmakologik, saat ini adalah dengan interferon beta berupa injeksi Betaseron 250 mcg subkutan selang sehari. Penelitian Benefit yang dilaporkan awal oktober 2005 menunjukan, bahwa selama lima tahun te rjadi  penurunan angka kejadian multipel sklerosis hingga 50% dengan dua tahun  pengobatan pada kasus yang sebelumnya adalah kemungkinan multipel sklerosis.10  Walaupun belum ada terapi kuratif untuk multiple sklerosis, namun terdapat tiga aspek penting dalam tatalaksana:

(15)

• tatalaksana relaps akut,

• modifikasi perjalanan penyakit, • kontrol gejala.3

Tatalaksana Relaps Akut

Relaps pada seorang pasien yang cukup berat dan mengakibatkan keterbatasan fungsi, misalnya karena kelemahan anggota gerak atau gangguan visual, dapat diterapi dengan kortikosteroid. Saat ini kortikosteroid diberikan dalam bentuk metilprednisolon dosis tinggi baik secara intravena maupun oral (500 mg – 1 g per hari selama 3 – 5 hari ). Pengobatan ini dapat memperbaiki penyembuhan tetapi bukan derajat  penyembuhan dari eksaserbasi. Steroid jangka panjang belum terbukti

mempengaruhi keadaan perjalanan penyakit alamiah.3 Modifikasi Perjalanan Penyakit

Bukti adanya dasar autoimun pada multipel sklerosis telah menarik uji klinis obat – obat imunosupresan, seperti azatioprin, metotreksat, dan siklofosfamit, yang mencoba mengubah prognosis jangka panjang penyakit. Akan tetapi, efek samping dari obat ini lebih banyak daripada keuntungannya. Sekarang mulai digunakan obat imunoterapi yang lebih  baru dengan tujuan mengubah kecepatan progresivitas multipel sklerosis, atau setidaknya mengurangi kecepatan relaps, tanpa efek samping yang  berat, misalnya interferon beta dan glatiramer asetat. Obat tersebut memberi

harapan untuk memberikan proteksi terhadap relaps (setidaknya reduksi frekuensi relaps sampai 30%) dan sedikit penurunan kecepatan progresi  penyakit.3

Kontrol Gejala

Terapi simtomatik dengan obat untuk komplikasi multipel sklerosis adalah sebagai berikut :

• Spastisitas, spasme fleksor –   baklofen (oral atau intratekal), dantrolen, tizanidin, diazepam, walaupun obat –  obat dapat meningkatkan kelemahan dan menyebabkan rasa kantuk. Pendekatan lain meliputi injeksi toksin  botulinum pada otot yang terkena.

(16)

• Tremor serebelar –   jika ringan dapat berespons dengan pemberian klonazepam, isoniazid, atau gabapentin.

• Fatique (sering terjadi bersamaan dengan relaps) –  amantadin,selegilin, atau obat antinarkolepsi modafinil.

• Gangguan kandung kemih –  obat antikolinergik, misalnya oksibutinin atau tolterodin; pasien harus pula dilatih untuk melakukan kateterisasi intermiten mandiri. Infeksi saluran kemih harus ditangani segera.

• Depresi –   obat trisiklik dan kelompoknya dalam dosis kecil, misalnya amitriptilin atau dotiepin;selective serotonin reuptake inhibitor ( SSRI ), misalnya sertralin.

• Impotensi –  inhibitor fosfodiesterase tipe 5, misalnya sildenafil, papaverin intrakavernosa, atau prostaglandin. Prostaglandin dapat pula diberikan secara topikal melalui uretra.

• Nyeri, gejala paroksismal termasuk kejang –  karbamazepin, gabapentin. Peran kanabis dalam tatalaksana nyeri dan spastisitas pada multipel sklerosis masih kontroversial.3

Eksaserbasi adalah didefinisikan sebagai episode serangan gejala sementara, kadang-kadang disebut juga sebagai serangan atau kambuh lagi. Sebagian besar episode relaps menunjukan suatu derajat pemulihan secara spontan, tetapi pengobatan adalah ditujukan untuk episode relaps yang mempunyai suatu dampak parah terhadap fungsi. Steroid merupakan  pengobatan pilihan untuk episode relaps, biasanya metil-prednisolon diberikan dengan oral atau intravena. Sebelumnya steroid diberikan, infeksi harus disingkirkan karena steroid mempunyai efek imunosupresan dan bisa memperburuk infeksi.2  Modifikasi pengobatan penyakit adalah bertujuan untuk memperlambat progresivitas penyakit. Dua jenis imunomodulator agen yang saat ini digunakan sebagai suatu pengobatan lini pertama adalah  beta interferon dan glatiramer asetat. Beta Interferon sudah dibuktikan efektif untuk Relapsing-Remitting multiple sclerosa dan Secondary Progressive multiple sclerosa. Saat ini tidak ada bukti untuk peningkatan hasil pengobatan terhadap Primary Progresive multiple sclerosa.

(17)

Penghentian pengobatan mungkin saja diperlukan oleh karena intoleran  pada efek samping, seperti saat suatu kehamilan direncanakan, atau ketika

tidak lagi efektif.

Glatiramer adalah pengobatan yang sesuai untuk mengurangi frekuensi relaps pada pasien dengan Relapsing-Remitting multiple sclerosa dan tidak digunakan untuk Primary Progresive Multiple Sclerosa dan Secondary Progressive Multiple Sclerosa. Kriteria untuk menghentikan glatiramer adalah sama seperti beta interferon.2 Sejumlah pengobatan tersedia untuk menangani gejala-gejala dan komplikasi multipel sklerosis kronis, masing-masing dengan obat-obatan yang spesifik. Tentu saja, pengobatan gejala, bersama-sama dengan  pengobatan suportif dan rehabilitasi, adalah satu kesatuan bagian terbesar  penanganan multipel sklerosis.2

Interferon

Sejak 1993, pengobatan yang mempengaruhi sistem kekebalan, terutama interferon, digunakan untuk penatalaksanaan multipel sklerosis. Interferon adalah suatu protein yang membawa pesan ke tempat dimana sel-sel dari sistem kekebalan dibentuk dan untuk berkomunikasi satu sama lain. Terdapat berbagai jenis yang berbeda dari interferon, seperti alfa, beta, dan gamma. Semua interferon mempunyai kemampuan untuk mengatur sistem kekebalan dan memainkan suatu peranan penting dalam melindungi tubuh dari infeksi virus. Setiap interferon bekerja dengan cara yang berbeda, tetapi memiliki fungsi yang hampir sama. Beta interferon ditemukan bermanfaat dalam penanganan dari multipel sklerosis. Interferon beta-1b (Betaseron®) adalah interferon pertama disetujui untuk mengelola Relapsing Remitting Multiple Sclerosa pada tahun 1993. Pada tahun 1996, interferon beta-1a (Avonex®) mendapatkan persetujuan dari FDA untuk Relapsing Remitting Multiple Sclerosa.

Secara keseluruhan, pasien yang diterapi dengan interferon mengalami lebih sedikit relaps atau suatu interval yang lebih panjang dari relaps. Uji klinis juga telah memperlihatkan efek terhadap memperlambat

(18)

akumulasi kerusakan. Efek samping paling umum adalah suatu sindrom menyerupai-influensa meliputi demam, kelelahan, kelemahan, dan gangguan fungsi otot. Sindrom ini cenderung menurun seiring dengan  berjalannya terapi. Efek samping umum yang lain adalah reaksi lokal tempat

injeksi, perubahan dalam jumlah sel darah, dan kelainan dari fungsi hati. Test fungsi hati dan hitung jumlah sel darah direkomendasikan untuk pasien yang menerima interferon beta-1b.

Uji klinis dari obat beta interferon pada pasien dengan serangan  pertama dari multipel sklerosis menunjukkan bahwa dalam populasi pasien ini, obat-obatan ini dapat menunda dari serangan kedua. Avonex® diberikan secara intramuskuler sekali seminggu, Betaseron® diberikan secara subkutan setiap selang sehari, dan Rebif® diberikan secara subkutan tiga kali setiap minggunya.

Interferon beta yang ada meliputi:

• Interferon beta-1b (Betaseron®) digunakan untuk penatalaksanaan bentuk relaps dari multipel sklerosis, untuk mengurangi frekuensi dari relaps klinis. Pasien dengan multipel sklerosis yang telah menunjukan efektifitas meliputi  pasien yang telah memiliki satu episode klinis pertama dan yang

mempunyai gambaran MRI yang konsisten dengan multipel sklerosis. • Interferon beta -1a(Rebif®) digunakan untuk penatalaksanaan pasien dengan bentuk relaps dari multipel sklerosis untuk mengurangi frekuensi klinis dari relaps dan menghambat akumulasi kerusakan fisik. Keefektifan dari Rebif® dalam kronis progresif multipel sklerosis belum dapat dibuktikan.

• IFN beta-1a (Avonex®) digunakan untuk penanganan pasien dengan  bentuk relaps dari multipel sklerosis untuk memperlambat akumulasi

kerusakan fisik dan mengurangi frekuensi klinis dari relaps. Pasien dengan multipel sklerosis yang telah dibuktikan efektivitasnya adalah meliputi  pasien yang telah mengalami suatu episode klinis pertama dan mempunyai gambaran MRI konsisten dengan multipel sklerosis. Keamanan dan

(19)

efektivitas pada pasien dengan kronis progresif multipel sklerosis belum dapat ditetapkan.9

Glatiramer Asetat

Glatiramer Asetat (Copaxone) adalah suatu obat yang bertujuan untuk mengurangi frekuensi relaps dalam Relapsing Remitting Multiple Sclerosis. Glatiramer Asetat adalah suatu bahan sintetis campuran asam amino yang menyerupai suatu komponen protein dari myelin. Hal ini kemungkinan bahwa reaksi sistem imunologi yang merusak myelin dalam multipel sklerosa dapat diblok oleh glatiramer asetat. Sebuah reaksi dapat terjadi dengan segera setelah injeksi dari glatiramer asetat, dapat terjadi  pada satu dari 10 pasien. Reaksi tersebut dapat meliputi kemerahan, nyeri dada atau sesak, jantung berdebar-debar, kecemasan, hipoventilasi. Reaksi  biasanya muncul dalam 30 menit dan tidak memerlukan penanganan. Beberapa pasien mungkin saja berhadapan dengan resiko lipoatrophi, inflamasi dan destruksi jaringan di bawah kulit di tempat injeksi. Glatiramer Asetat adalah digunakan untuk mengurangi frekuensi dari relaps pada  pasien dengan Relapsing-Remitting Multiple Sclerosa.9

 Natalizumab

 Natalizumab (Tysabri®) adalah suatu obat yang sudah disetujui oleh FDA untuk pengobatan multipel sklerosis. Natalizumab adalah satu antibodi monoklonal yang melawan VLA-4, suatu molekul yang memerlukan sel-sel imun untuk melekat pada sel-sel lain, menembus sawar darah otak dan memasuki otak. Proses ini terjadi melalui pembuluh darah dalam waktu bulanan. Ini memberikan suatu tanda peringatan untuk suatu  penyakit yang berpotensi berakibat fatal, Progresive Multifocal Leukoencephalopathy (PML), suatu infeksi virus dari otak yang biasanya menyebabkan kematian atau cacat yang berat. Untuk alasan inilah hanya  pasien yang telah menandatangani inform konsen untuk pengobatan dengan  program pengobatan ini yang boleh menjalani pengobatan ini.

 Natalizumab digunakan sebagai monoterapi untuk pengobatan dari  pasien dengan relaps multipel sklerosis untuk mencegah progresifitas

(20)

 penyakit dan mengurangi frekuensi relaps klinis. Keamanan dan efektifit as natalizumab pada penggunaan lebih dari dua tahun tidak diketahui. Karena natalizumab meningkatkan resiko dari PML, maka dari itu secara umum hanya direkomendasikan untuk pasien yang tidak merespon, atau tidak mampu mentoleransi efek samping bentuk pengobatan lain dari multipel sklerosis.9

Mitoxantrone

Mitoxantrone (Novantrone®) juga disetujui oleh FDA untuk pengobatan dari multipel sklerosis. Mitoxantrone adalah suatu obat kemoterapi yang memiliki resiko dari efek samping yang berhubungan dengan jantung atau kanker berat. Oleh karena efek samping serius ini, dokter cenderung untuk mencadangkan penggunaannya hanya untuk kasus yang buruk dari multipel sklerosis.

Mitoxantrone adalah digunakan untuk mengurangi kerusakan saraf dan frekuensi relaps klinis pada pasien dengan secondary, progresif,  progresif relapsing, atau Relapsing-Remitting Multiple sclerosa yang mengalami perburukan keadaan (sebagai contoh, pasien yang status sarafnya secara signifikan abnormal atau sering relaps). Mitoxantrone tidak digunakan dalam penanganan dari pasien dengan primer progresif multiple sclerosa.9

Pasien dengan multipel sklerosis tahap lanjut mungkin membutuhkan keterlibatan tim neurorehabilitasi. Pasien dengan penyakit yang berat membutuhkan penanganan menyeluruh yang sesuai untuk pasien  paraplegia, terutama perawatan yang teliti pada daerah yang mengalami

tekanan. Perburukan gangguan berkemih mungkin memerlukan kateterisas i uretra atau suprapubik.3

Tim dari berbagai multidisiplin biasanya meliputi spesialis penyakit saraf, urologi, ilmu pengobatan mata, neuropsikologi, dan pekerjaan sosial .2 Perlunya pembedahan pada kasus ekstrem yaitu:

• Tenotomi untuk terapi spastisitas dan spasme fleksor  • Stimulasi kolumna dorsalis untuk rasa nyeri

(21)

• Talamotomi stereotaktil untuk ataksia serebelar berat.3 II.9 Prognosis

Prognosis untuk seseorang dengan multipel sklerosis tergantung  pada subtipe penyakit; jenis kelamin individu, ras, umur, gejala awal, dan derajat kerusakan. Harapan hidup dari penderita multipel sklerosis, untuk tahun-tahun awal, saat ini hampir sama halnya dari pada orang normal. Hal ini disebabkan terutama karena peningkatkan metoda dari pencegahan  progresif penyakit, seperti fisioterapi dan terapi bicara, bersama-sama dengan penanganan yang menangani komplikasi umum, seperti radang  paru-paru dan infeksi saluran kemih. Meskipun demikian, setengah kematian dari pasien dengan multipel sklerosis adalah secara langsung  berhubungan dengan komplikasi dari penyakit, sementara 15% lebih  berhubungan dengan bunuh diri.1  Secara umum sangatlah sulit untuk meramalkan prognosis multipel sklerosis. Setiap individu memiliki variasi kelainan, tetapi sebagian besar pasien dengan multipel sklerosis bisa mengharapkan 95% harapan hidup normal. Beberapa penelitian telah menunjukankan pasien yang mempunyai sedikit serangan di tahun pertama setelah diagnosis, interval yang lama antar serangan, pemulihan sempurna dari serangan, dan serangan yang berhubungan dengan saraf sensoris (misalnya., baal atau perasaan geli) cenderung untuk memiliki prognosis yang lebih baik. Pasien yang sejak awal memiliki gejala tremor, kesukaran dalam berjalan, atau yang mempunyai serangan sering dengan pemulihan yang tidak sempurna, atau lebih banyak lesi yang terlihat oleh MRI scan sejak dini, cenderung untuk mempunyai suatu tingkat penyakit yang lebih  progresif.2

(22)

BAB III KESIMPULAN III.1 Kesimpulan

Multipel sklerosis adalah satu kondisi autoimun dimana sistem kekebalan tubuh menyerang sistem saraf pusat (SSP), mendorong ke arah terjadinya demielinisasi. Penyakit ini menyebabkan luka-luka pada sarung  pelindung mielin (lemak yang melingkupi akson sel-sel saraf ), oligodendrosit (sel-sel yang menghasilkan mielin), akson dan sel-sel saraf. Gejala dari multipel sklerosis bervariasi, tergantung pada lokasi dari plak (daerah dari jaringan parut) di dalam sistem saraf pusat.

Menurut National Multiple Sclerosis Society, kira-kira 400,000 orang Amerika tercatat menderita MS, dan pada setiap minggunya sekitar 200 orang didiagnosis MS. Di seluruh dunia, MS mungkin diderita 2.5 juta individu. MS terjadi lebih sering pada wanita dibandingkan laki-laki, dengan perbandingan adalah kira-kira 2:1.

Penyakit ini terutama mengenai substansia alba otak dan medulla spinalis, serta nervus optikus. Ditemukan sel inflamasi kronik dan kerusakan mielin dengan akson yang relatif masih baik. Pada substansia alba terdapat daerah yang relatif tampak normal yang berselang – seling dengan fokus inflamasi dan demielinisasi yang disebut juga plak. Lesi inflamasi lebih lanjut yang terletak dekat lokasi kerusakan yang sudah ada sebelumnya akan menyebabkan akumulasi defisit neurologis. Plak tidak harus berhubungan dengan kejadian klinis spesifik, misalnya jika plak hanya kecil dan terletak pada area SSP yang relatif tenang.

Penyebab dari multiple sklerosis tetap tidak diketahui, walaupun kegiatan penalitian dibidang ini sudah banyak dilakukan. Penelitian eksperimental mendukung teori dari infeksi slow virus atau reaksi autoimun. Peran mekanisme imun pada patogenesis sklerosis multipel didukung beberapa temuan, seperti adanya sel inflamasi kronik pada plak aktif dan hubungan kondisi ini dengan gen spesifik pada kompleks histokompatibilitas mayor (major histocompatibility, MHC).

(23)

Tanda patologik multipel sklerosis adalah multisentrik, inflamasi SSP multifasik dan demielinisasi. Pada mulanya, setiap luka multipel sklerosis kemungkinan melalui suatu peristiwa dari demielinisasi dan remielinisasi menuju ke plak kronik dengan preserfasi relatif dari akson serta gliosis.

Manifestasi yang sering terjadi pada multipel sklerosis adalah gangguan visual, gejala dari gangguan batang otak, gejala gangguan serebelar, gejala ekstrapiramidal, fenomena mirip bangkitan, gangguan mental, gangguan miksi, gangguan sensorimotorik. Pada waktu evolusi gejala yang umum terjadi adalah gambaran klinis memburuk selama  beberapa hari atau minggu, mencapai plateu dan kemudian membaik secara  bertahap, sebagian atau total, selama beberapa minggu atau bulan.

Perjalanan alamiah multipel sklerosis pada tiap pasien amat  bervariasi. Beberapa pasien dapat mengalami satu atau lebih episode inisial kemudian tidak ada gejala untuk bertahun – tahun. Subtipe dari multipel sklerosis antara lain adalah relapsing remitting multiple sclerosa, secondary  progressive multiple sclerosa, primary progressive multiple sclerosa,  progeressive relapsing multiple sclerosa, devic syndrome, marburg disease,  balo concentric sclerosa, diffuse sclerosa, disseminated acute

encephalomyelitis.

Selama bertahun  –   tahun, diagnosis multipel sklerosis ditegakkan  berdasarkan gejala klinis, timbulnya paling sedikit dua lesi SSP dengan karakteristik klinis yang tepat, terpisah waktu dan ruang. Sehubungan dengan luasnya ruang lingkup dan gejala, maka multipel sklerosis tidak  boleh didiagnosis hanya setelah beberapa bulan sampai 1 tahun setelah

serangan gejala.

Pemeriksaan penunjang yang penting adalah CT scan, VEP,  pemeriksaan cairan cerebrospinal, elektroensefalografi, serum darah.

Karena pemeriksaan diatas tidak ada yang 100% sensitif atau spesifik untuk multipel sklerosis, maka pemeriksaan ini harus dipertimbangkan dan dinilai

(24)

dengan baik. Pada pasien dengan gejala sensorik minor, biasanya  pemeriksaan penunjang diatas dapat ditunda dulu.

Walaupun belum ada terapi kuratif untuk multipel sklerosis, namun terdapat tiga aspek penting dalam tatalaksana adalah tatalaksana relaps akut, modifikasi perjalanan penyakit,dan kontrol gejala. Sejumlah pengobatan tersedia untuk menangani gejala-gejala dan komplikasi multipel sklerosis kronis, masing-masing dengan obat-obatan yang spesifik. Beberapa jenis obat yang sering digunakan pada pasien multipel sklerosis adalah interferon, glatiramer asetat, natalizumab, mitoxantron.

Prognosis untuk seseorang dengan multipel sklerosis tergantung  pada subtipe penyakit; jenis kelamin individu, ras, umur, gejala awal, dan derajat kerusakan. Harapan hidup dari penderita multipel sklerosis, untuk tahun-tahun awal, saat ini hampir sama halnya dari pada orang normal. Secara umum sangatlah sulit untuk meramalkan prognosis multipel sklerosis karena setiap individu memiliki variasi kelainan.

III.2 Saran

Dalam penulisan makalah ini, kami selaku penyusun menyarankan kepada pembaca sekalian agar dapat menjaga kesehatan terutama dalam menghindari penyakit sclerosis. Ada beberapa pemicu serangan Ms yang harus dihindari : panas, kerja berat, stress. Kami berharap, dengan adanya  penulisan makalah ini, dapat bermanfaat bagi para pembaca

(25)

DAFTAR PUSTAKA

http://en.wikipedia.org/wiki/Multiple_sclerosis.  Autoimmune diseases |  Neurological disorders | Neurobiological brain disorder | Multiple

sclerosis. 10 june 2008. Diakses tanggal 30 Desember 2014

Chamberlin, Stacey L. Narins, Bringham. The Gale Encyclopedia of Neurological Disorders vol.2. Detroit: Thompson Gale. 2005.

Ginsberg, Lionel. Lecture Notes Neurologi edisi ke-8. Jakarta: Erlangga Medical Series.2005.

Ali, Wendra. NEUROLOGI jilid 1. Jakarta: Binarupa Aksara.1995.

Mumenthaler, Mark. Mattle, Heinrich. Taub, Elsan. Neurology fourth edition. Switzerland: Thieme.2004.

Cook, D Stuart. Handbook of Multiple Sclerosis Fourth edition. New Jersey: University of Medicine and Dentistry of New Jersey. 2006.

http://www.emedicine.com.  eMedicine Specialties >Emergency Medicine >  NEUROLOGY. Multiple Sclerosis. 3 March 2008. Diakses tanggal 31

Desember 2014

M. Herdon, M.D, Robert. Multiple Sclerosis Immunology, Pathology, and Pathophysiology. New York: Demos.2002.

http://www.medicineNet.com. Home>Multiple Sclerosis index>Multiple Sclerosis. Article.2 June 2008. Diakses tanggal 30 Desember 2014

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menghindari kerusakan total pada motor induksi, pada penelitian ini digunakan metode jaringan saraf tiruan dengan algoritma backpropagation untuk memprediksi kerusakan

Latihan Mobilisasi Saraf Dengan Penambahan Deep Transverse Friction Massage Untuk Mengurangi Nyeri Pada Pasien Carpal Tunnel Syndrome Di Posyandu Lansia Desa

Kriteria minimal untuk menegakkan diagnosis multiple myeloma pada pasien yang memiliki gambaran klinis multiple myeloma dan penyakit jaringan konektif, metastasis kanker,

Kriteria minimal untuk menegakkan diagnosis multiple myeloma pada  pasien yang memiliki gambaran klinis multiple myeloma dan penyakit jaringan konektif, metastasis

Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien kanker payudara tahap lanjut dengan penerapan aplikasi relaksasi otot progresif dan guide imagery untuk mengurangi nyeri di

Untuk menghindari ataupun untuk mengurangi kerusakan peralatan-peralatan akibat gangguan (kondisi abnormal operasi sistem). Semakin cepat reaksi perangkat proteksi

Keselamatan kerja adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi terjadinya kecelakaan, kerusakan dan segala bentuk kerugian baik terhadap manusia, maupun yang berhubungan

Apakah terapi tambahan Transcranial Magnetic Stimulation pada pasien skizofrenia efektif untuk mengurangi frekuensi merokok..