• Tidak ada hasil yang ditemukan

PREDIKSI PENURUNAN KUALITAS MINYAK GORENG KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN FOURIER TRANSFORM INFRARED (FTIR) SPECTROSCOPY DENGAN ANALISIS MULTIVARIAT SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PREDIKSI PENURUNAN KUALITAS MINYAK GORENG KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN FOURIER TRANSFORM INFRARED (FTIR) SPECTROSCOPY DENGAN ANALISIS MULTIVARIAT SKRIPSI"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

PREDIKSI PENURUNAN KUALITAS MINYAK GORENG

KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN FOURIER TRANSFORM INFRARED (FTIR)

SPECTROSCOPY DENGAN

ANALISIS MULTIVARIAT

SKRIPSI

JORDAN KAHFI

F24070117

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(2)

PREDICTION OF PALM OIL DET ERIORATION US ING FOURIER TRANS FORM INFRARED (FTIR) SPECTROSCOPY WITH MULTIVARIATE ANALYS IS

Jor dan Kahfi, Nur heni Sri Palupi, dan Di dah Nur Fari dah

Depart ment of Food Sc ience and Technology. Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultura l University, IPB Dra maga Ca mpus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia

Phone: +62 857 8071 8434, e -ma il: J_Kahfi@yahoo.co.id

ABSTRACT

This study aims to investigate the FFA value, peroxide value, an d spectroscopic profile of frying oil during short term of frying and to find out their relationship using multivariate statistics. Two batches of

commercial palm frying oil are used to fry cat fish for nine times. Each frying is done at 185o C for 15

minutes. The control sample and the odd frying number samples are tak en to undergo analysis of FFA value, peroxide value, and spectroscopics profile. In batch 1, the FFA value is decreased from 0,80 mg NaOH/ g sample in control sample to 0,22 mg NaOH/ g sample in the ninth frying samples. In batch 2, the FFA value is decreased from 0,66 mg NaOH/ g sample in control sample to 0,30 mg NaOH/ g sample in the ninth frying samples. The peroxide value shows increasing and then decreasing trend. In batch 1, the third

frying sample contains the highest peroxide value (23,93 meq O2/ k g sample) before it decreases on the

ninth frying sample (4,83 meq O2/ k g sample). In batch 2, the third frying sample contains the highest

peroxide value (27,48 meq O2/ kg sample) before it decreases on the ninth frying sample (5,87 meq O2/ kg

sample). The main peak positions from FTIR spectroscopy are located on 722, 872, 912,5, 966, 1032, 1091,

1400,5, 1418, 1654, 1729, 2974,36, 3005,54, 3474,91, and 3530 cm-1. These peak sare correlated with

oil functional groups such as alk yl, esther, saturated and unsaturated fatty acid. The correlation of FFA

value and percentage of absorbance’s intensity shows equation with R2

= 0,955 and P value 0,042. While

the equation for the peroxide value one shows R2 = 0,963 and P value 0,030. Both of the equation use

significance level 5%.

(3)

Jordan Kahfi. F24070117. Pre diksi Penurunan Kualitas Minyak Goreng Kelapa Sawi t menggunakan Fourier Transform Infrared (FTIR) Spectroscopy dengan Analisis Multi variat. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Nurheni Sri Pa lupi, M.Si dan Dr. Didah Nur Faridah, M.Si. 2012

RINGKASAN

Produk gorengan merupakan ma kanan yang digemari o leh masyarakat Indonesia. Sayangnya, seringkali produk ini d iproduksi dengan cara yang kurang baik. Di antaranya adalah penggunaan minyak goreng secara berlebihan yang menjadikannya tidak layak paka i dan berbahaya bagi kesehatan. Oleh sebab itu, diperlu kan pengujian penurunan kualitas minyak goreng. Penelit ian ini bertujuan menentukan profil bilangan asam, bilangan peroksida, dan spektrum absorbansi FTIR pada minyak goreng ke lapa sawit sela ma penggorengan serta me mbuat korelasi bilangan asam dan bilangan peroksida dengan spektrum absorbansi FTIR menggunakan analisis mu ltivariat.

Penelitian in i dibagi men jadi e mpat tahap, yaitu: persiapan sampel, analisis titrimet ri b ilangan asam dan bilangan peroksida, analisis spektofotometri FTIR, dan analisis statistik mult ivariat. Dari persiapan sampel d iperoleh sampe l minyak goreng kontrol, hasil penggorengan pertama, ke tiga, ke lima , ke tujuh, dan

ke sembilan. Masing-masing penggorengan dilaku kan selama 15 menit pada suhu 1800C. Pe rla kuan

tersebut dilaku kan pada dua batch minyak goreng dengan dua kali ulangan.

Bilangan asam minyak goreng mengala mi penurunan dengan penurunan terbesar terjadi antara sampel kontrol dengan sampel penggorengan pertama. Pada batch 1, bilangan asam turun sebesar 0.5089 mg Na OH/ g sampel dari 0.8046 mg NaOH/ g sampel pada sampel kontrol menjad i 0.2957 mg Na OH/ g sampel pada sampel penggorengan 1 kali. Se mentara pada batch 2, bilangan asam turun sebesar 0.1850 mg NaOH/ g sa mpel dari 0.6648 mg NaOH/ g sa mpel pada sa mpel kontrol menjadi 0.4789 mg Na OH/ g sa mpel pada sampel penggorengan 1 kali. Bilangan peroksida mengala mi tren kenaikan dan diikuti penurunan hingga ulangan penggorengan ke semb ilan. Penggorengan 3 ka li me miliki bilangan peroksida yang paling

tinggi dengan nilai 23.9338 meq O2/ kg sampel pada batch 1 dan 27.4820 meq O2/ kg sampel pada batch 2.

Pengukuran FTIR menunjukkan bahwa bilangan gelo mbang utama yang terdapat di dala m minyak goreng kelapa sawit ada lah 722, 872, 912,5, 966, 1032, 1091, 1400,5, 1418, 1654, 1729, 2974,36, 30 05,54,

3474,91, dan 3530 c m-1 yang menunjukkan adanya ikatan ester, alkena, dan senyawa oksidasi sekunder.

Dari hasil pe mbuatan model OLS antara bilangan gelombang dengan bilangan asam, d iperoleh persa maan

Bilangan Asam dengan nilai R2 sebesar 0.955 dan nilai P sebesar 0.042 (signifikan) pada taraf kepercayaan

95%. Se mentara dari hasil pe mbuatan model OLS antara bulangan gelo mbang dengan bilangan peroksida,

diperoleh persamaan Bilangan Peroksida dengan nilai R2 sebesar 0.963 nila i P sebesar 0.30 (signifikan)

(4)

PREDIKSI PENURUNAN KUALITAS MINYAK GORENG

KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN FOURIER TRANSFORM INFRARED (FTIR)

SPECTROSCOPY DENGAN

ANALISIS MULTIVARIAT

S K RI P S I

Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gela r SARJA NA TEKNOLOGI PERTANIAN pada

Departe men Ilmu dan Te knologi P a ng a n, Fakultas Teknolog i P e rta nia n,

Institut Pertanian Bog or

Oleh : Jordan Kahfi

F 2 40 7 01 1 7

FAKULTAS TEKNOLOGI P E R T A N I A N INSTITUT PERTA NIAN B O G O R

BOGOR 20 1 2

(5)

Judul Skripsi : Prediksi Penurunan Kualitas Minyak Goreng Kelapa Sawit menggunakan

Fourier Transform Infrared (FTIR) Spectroscopy deng an Analisis

Multi vari at Na ma : Jordan Kahfi NIM : F24070117 Menyetujui, Mengetahui, Tanggal lulus:

Dosen Pemb imbing I

(Dr. Ir. Nurheni Sri Pa lupi, M .Si.) NIP 19610802 198703 2 002

Dosen Pembimbing II

Dr. Didah Nur Faridah, STP, MSi.

19711117.199802.2.001

Dosen Pemb imbing II

(Dr. Didah Nur Faridah, STP, M.Si.) NIP 19711117 199802 2 001

Ketua Departe men Ilmu dan Te knologi Pangan

(Dr. Ir. Fe ri Kusnandar, M.Sc.) NIP 19680526 199303 1 004

(6)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Studi Kualitas

Bilangan Asam, Bilangan Per oksida, dan S pektrum Absor basi Minyak Goreng Kelapa Sa wit menggunakan Fourier Transform Infrared (FTIR) Spectroscopy dengan Analisis Multi vari at

adalah hasil karya sendiri dengan arahan dosen pembimbing akade mik dan belum diaju kan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi mana pun. Su mber informasi yang bera sal atau dikutip dari karya yang diterbit kan maupun tidak d iterbit kan dari penulis lain te lah disebutkan dala m teks dan dicantumkan da la m daftar pustakan di bagian akhir skripsi in i

Bogor, Septe mber 2012

(7)

© Ha k c ipta milik Jordan Kahfi, tahun 2012 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa ijin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak , fotok opi, mik rofilm, dan sebagainya.

(8)

i

BIODATA PENULIS

Penulis dilah irkan di kota Banja rnegara pada tanggal 11 April 1989 sebagai putra kedua dari dua bersaudara pasangan Syamsu Hidayat dan Poppy Para mitha. Penulis telah men jalan i pendidikan mula i dari SD Trisula Pe rwa ri I Ja karta, SLTPN 216 Ja karta, SMA Taruna Nus antara Magelang, dan ke mudian melanjutkan pendidikan di Departe men Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor melalu i ja lur Se leksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Se la ma menja lani pendidikan, penulis aktif sebagai anggota divisi Hu mas HIMITEPA (Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan) tahun 2008-2009 dan ketua divisi Hu mas HMPPI (Himpunan Mahasiswa Peduli Pangan Indonesia) tahun 2009-2011. Penulis juga aktif mengikuti berbagai kepanitiaan, d i antaranya sebagai Komandan Batalion V Ko misi Disiplin MPKM B (Masa Perkenalan Kuliah Mahasiswa Baru) angkatan 45 tahun 2008, Ketua Divisi Hu mas kepanit iaan Workshop Nasional HMPPI 2008, dan Ketua Divisi Danus dan Sponsorship PLASMA (Pe latihan Sistem Manaje men Pangan Halal) 2009. Beberapa prestasi yang berhasil dicapai penulis di antaranya adalah Mahasiswa Be rprestasi TPB dengan IPK 4.00 tahun 2008, juara ket iga presentasi poster pada KMTPIG (Konferensi Mahasiswa Teknologi Pangan dan Ilmu Gizi) di Aceh tahun 2009, penerima dana usaha Progra m Mahasiswa Wirausaha (PMW) IPB 2010 dengan judul proposal “Usaha Pembesaran Belut Rawa Berbasis Pemberdayaan Masyarakat di Desa Ciampea”, dan sebagai peserta dalam program pertukaran pelajar MIT (Malaysia-Indonesia-Thailand) di Universit i Putra Malaysia tahun 2010. Di samp ing itu, penulis juga pernah menjadi Asisten Prakt iku m Analisis Pangan tahun 2011 dan kini akt if sebagai Pengajar Kimia di Bimb ingan Bela jar Bintang Pelaja r.

(9)

i

KATA PENGANTAR

Bismillah irrah man irrahim

Segala puji hanya bagi Allah subhanahu wa ta’ala ka rena atas pertolongan dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Prediksi Penurunan Kualitas Minyak Goreng Kelapa Sawit menggunakan Fourie r Transform In frared (FTIR) Spektroskopi dengan Analisis Multivariat. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Nurheni Sri Pa lupi, M.Si. sebagaiosen pembimb ing pertama saya yang telah banyak me mbe rikan arahan dan masukan selama penyusunan skripsi in i.

2. Dr. Didah Nur Fa ridah, STP., M.Si. sebagai dosen pembimb ing kedua saya yang telah banyak me mbe rikan saran dan bimbingan lapang baik sela ma penelitian maupun penyelesaian skripsi in i. 3. Dr. Hanifah Nuryani Lioe, STP., M.Si. sebagai dosen penguji skripsi saya yang telah berkenan

me luangkan wa ktunya untuk menguji skripsi penulis.

4. Tim manaje men Laboratoriu m Jasa Analisis Pangan, Departe men ITP, Fa kultas Teknologi Pertanian atas bantuannya dalam me mb iayai penelitian ini.

5. Ayahanda tercinta Bapak Syamsu Hidayat, ibunda tercinta Poppy Paramitha, dan kakak tersayang Audrey Navastia yang selalu dan senantiasa me mberikan doa serta semangat dan dukungan baik secara mora l maupun materia l.

6. Pa man tercinta Bapak Nunung Nuryartono dan Ibu Iis Triana Anggraeni yang banyak me mberikan bantuan kepada penulis selama studi dan menyelesaikan skripsi.

7. Sahabat saya, Muhamad Yusup Saputra, Lukman Sa ifatah, Malik Mudapar, dan Achmad Riffi Julian yang saling berbagi dala m suka dan duka.

8. Adik kelas saya, Dian yang telah banyak me mbantu penulis dala m mencetak skripsi in i.

9. Se mua pihak lainnya yang tidak mungkin disebutkan satu per satu dan telah banyak me mbantu penulis selama menyelesaikan tugas akhir. Mudah-mudahan Allah me mbalas kebaikan mere ka, men jaga dan me mperbaiki a mal me reka , serta me limpah kan rahmat dan kasih sayang -Nya kepada me reka dan kelua rga mere ka.

Penulis mengakui bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat berterima kasih kepada seluruh pihak yang ingin me mberikan masukan baik be rupa kritik maupun saran. Mudah-mudahan tulisan ini bisa men jadi pe laja ran bagi penulis untuk menghasilkan karya yang lebih baik dan bermanfaat.

Bogor, Ju li 2012

(10)

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... ... 1

DAFTAR IS I... ii

DAFTAR TAB EL... iv

DAFTAR GAMB AR... v

DAFTAR LAMPIRAN... vi

I.PENDAHUL UAN... ... 1

A. LATA R BELA KANG... 1

B. TUJUAN PENELITIA N... 2

II.TINJ AUAN PUS TAKA... .... 3

A. PENGGORENGA N... 3

1. Interaksi Bahan Pangan dan Minyak Go reng Sela ma Penggorengan ... 3

2. Proses Kerusakan Minyak... 3

a.Ketengikan hid rolisis ... 4

b.Ketengikan oksidatif... 5

c.Oksidasi termal... 5

3. Pengujian Kualitas Minyak Goreng... 5

a.Bilangan peroksida... 6

b.Bilangan asam le ma k bebas... 6

B. MINYAK KELA PA SAWIT... ... 7

1. Trigliserida... .... 8

2. Asam Le ma k... 8

a. Asam le ma k jenuh... 8

b.Asam le ma k t idak jenuh... 8

C. LELE... 9

1. Kara kteristik Le le... ... 14

2. Produksi dan Konsumsi Le le... 14

D. Fourier Transform In fra Red (FTIR) Spectroscopy... 11

1.Interfero meter... 12

2.Detektor... ... 13

3.Interferogra m... ... 13

E. Analisis Mult ivariat... ... 13

1.Overvie w Data... 14

2.Pengklasifikasian Data... 15

3.Pe mbuatan Model Regresi... 15

III.METODOLOGI PENEL ITIAN... 16

A.WAKTU DAN TEM PAT... 16

B.BAHA N DAN A LAT... 16

C.M ETODE PENELITIAN... 16 Hala man

(11)

iii

1. Persiapan Sa mpe l... 17 a. Penyiapan lele... 17 b. Penggorengan lele... 18 c. Penyiapan sampel... ... 19 2. Analisis Laboratoriu m... 19

a. Analisis bilangan asam (AOA C o fficial method 940.28)... 19

b. Analisis bilangan peroksida (A OAC o fficial methods 965.33)... 20

c. Analisis spektrum absorbansi sampel dengan spektroskopi FTIR... 20

3. Analisis Statistika Mu ltivariat... 20

IV.HAS IL DAN PEMBAHASAN... 22

A. PROFIL BILANGAN ASAM MINYAK GORENG KELA PA SAWIT... 22

B. PROFIL BILANGA N PEROKSIDA MINYAK GORENG KELA PA SAWIT... 26

C. PROFIL SPEKTRUM SPEKTRUM A BSORBANSI MINYA K GORENG KELAPA SAWIT... 27

D.PROFIL SPEKTRUM ABSORBANSI SAMPEL DENGA N ANA LISIS MULTIVARIAT... ... 32

1.Pengelo mpokkan sampe l dengan PCA (Principal Component Analysis)... 32

2.Korelasi data titrimetri dan spektrometri dengan OLS ( Ordinary Least Square)... 35

V.KES IMPULAN DAN SARAN... 38

A. KESIMPULAN... .... 38

B. SA RAN... .... 39

DAFTAR PUS TAKA... 40

(12)

iv

DAFTAR TABEL

1. Persyaratan Minyak Goreng ( SNI 01-3741-2002)... 6

2. Suplai dan distribusi minyak nabati dunia (x106 ton)... 7

3. Ko mposisi asam le ma k minyak ke lapa sawit... 9

4. Negara penghasil le le uta ma dunia... ... 10

5. Data produksi lele du mbo (ton) tahun 1999-2003... 11

6. Perbandingan bilangan asam sa mpel dengan SNI... ... 23

7. Perbandingan nila i bilangan asam minyak goreng sela ma penggorengan... 24

8. Perbandingan nila i bilangan peroksida sampel dengan SNI... ... 27

9. Bilangan gelombang utama yang terdapat pada sampel minyak goreng... ... 29

10. Korelasi fre kuensi FTIR, gugus fungsi, tipe vibrasi, dan intensitas... 30 Hala man

(13)

v

DAFTAR GAMBAR

1. FTIR spektroskopi... 11

2. Interfero meter... 12

3. Diagra m a lir metode penelitian... 17

4. Diagra m a lir persiapan sampe l... 18

5. Profil bilangan asam sa mpel minyak goreng kelapa sawit berdasarkan fre kuensi penggorengan lele pada suhu 1800C... 22

6. Rea ksi pe mbentukan ko mple ks as am le ma k teroksidasi dengan protein lisin... 25

7. Profil bilangan peroksida sampel minyak goreng ke lapa sawit berdasarkan frekuensi penggorengan lele pada suhu 180oC... 26

8. Profil spektru m bilangan gelo mbangminyak goreng produksi-1 minyak goreng kontrol (warna merah) dan penggorengan 9 kali (wa rna hita m)... 28

9. Profil spektru m bilangan gelo mbangminyak goreng produksi-2 minyak goreng kontrol (warna h ita m) dan 9 kali penggorengan (warna biru)... 28

10. Diagra m loading plot bilangan asam minyak goreng... 32

11. Diagra m biplot bilangan gelombang minyak goreng... 34

12. Plot nila i bilangan asam pred iksi OLS (Pred(Y1)) dengan bilangan asam sesungguhnya (Y1)... 36

13. Plot nila i bilangan peroksida prediksi OLS (Pred(Y1)) dengan bilangan asam sesungguhnya (Y1)... 37

(14)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

1a. Bilangan asam minyak goreng produksi-1... 41

1b. Bilangan asam minyak goreng produksi-1 (lan jutan)... 41

2a. Bilangan asam minyak goreng produksi-2... 41

2b. Bilangan asam minyak goreng produksi-2 (lan jutan)... 41

3a. Bilangan peroksida minyak goreng produksi-1... 41

3b. Bilangan peroksida minyak goreng produksi-1 (lanjutan)... 41

4a. Bilangan peroksida minyak goreng produksi-2... 41

4b. Bilangan peroksida minyak goreng produksi-2 (lanjutan)... 41

5a. Spektru m absorbansi FTIR minyak goreng produksi-1 ulangan 1 kontrol... 41

5b. Spe ktru m absorbansi FTIR minyak goreng produksi-1 ulangan 1 penggorengan pertama... 41

5c. Spektru m absorbansi FTIR minyak goreng produksi-1 ulangan 1 penggorengan ke tiga... ... 41

5d. Spe ktru m absorbansi FTIR minyak goreng produksi-1 ulangan 1 penggorengan ke lima... ... 41

5e. Spektru m absorbansi FTIR minyak goreng produksi-1 ulangan 1 penggorengan ketujuh... 41

5f. Spekt ru m absorbansi FTIR minyak goreng produksi-1 u langan 1 penggorengan ke sembilan... 41

6a. Spektru m absorbansi FTIR minyak goreng produksi-1 ulangan 2 kontrol... 41

6b. Spe ktru m absorbansi FTIR minyak goreng produksi-1 ulangan 2 penggorengan pertama... 41

6c. Spektru m absorbansi FTIR minyak goreng produksi-1 ulangan 2 penggorengan ke tiga... 41

6d. Spe ktru m absorbansi FTIR minyak goreng produksi-1 ulangan 2 penggorengan ke lima... 41

6e. Spektru m absorbansi FTIR minyak goreng produksi-1 ulangan 2 penggorengan ke tujuh... 41

6f. Spekt ru m absorbansi FTIR minyak goreng produksi-1 u langan 2penggorengan ke sembilan... 41

7a. Spektru m absorbansi FTIR minyak goreng produksi-2 ulangan 1 kontrol... 41

7b. Spe ktru m absorbansi FTIR minyak goreng produksi-2 ulangan 1 penggorengan pertama... 41

7c. Spektru m absorbansi FTIR minyak goreng produksi-2 ulangan 1 penggorengan ke tiga... 41

(15)

vii

7d. Spe ktru m absorbansi FTIR minyak goreng produksi-2 ulangan 1 penggorengan ke

lima... 41

7e. Spektru m absorbansi FTIR minyak goreng produksi-2 ulangan 1 penggorengan ke tujuh... 41

7f. Spekt ru m absorbansi FTIR minyak goreng produksi-2 u langan 1 penggorengan ke sembilan... 41

8a.Spe ktru m absorbansi FTIR minyak goreng produksi-2 ulangan 2 kontrol... 41

8b.Spekt ru m absorbansi FTIR minyak goreng produksi-2 u langan 2 penggorengan pertama... 41

8c. Spektru m absorbansi FTIR minyak goreng produksi-2 ulangan 2 penggorengan ke tiga... ... 41

8d.Spekt ru m absorbansi FTIR minyak goreng produksi-2 u langan 2 penggorengan ke lima...,... 41

8e. Spektru m absorbansi FTIR minyak goreng produksi-2 ulangan 2 penggorengan ke tujuh... 41

9. Persentase intensitas absorbansi bilangan gelo mbang (%) pada tiap sa mpel.... ... 41

10a . Eigenvalue pada PCA sa mpel minyak goreng... 41

10b. Scree plot pada PCA sampel minyak goreng... 41

10c . Loading factor PCA sa mpel minyak goreng... 41

10d. Score factor PCA sampe l minyak goreng... 41

11a . Statisit ik kurva OLS bilangan gelo mbang-bilangan asam... 41

11b. Anova kurva OLS bilangan gelombang-bilangan asam... 41

12a . Statisit ik kurva OLS bilangan gelo mbang-bilangan peroksida... 41

(16)

1

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dari sekian banyak kegiatan pengolahan pangan, penggorengan merupakan pengolahan yang cukup populer dan digemari mas yarakat (Winarno, 1999). Ha l in i dapat dilihat dari tingginya angka konsumsi minyak goreng di Indonesia. Konsumsi minyak goreng per kap ita pada tahun 2008 di Indonesia mencapai 9,638 liter/orang dengan total konsumsi 2,2 juta liter. Se mentara pada tahun 2013 diperkira kan angka ini naik mencapai 10,273 liter/orang dengan total konsumsi 2,5 juta liter (Prianto, 2010). Ha l ini cukup wa jar mengingat tingginya produktivitas perkebunan kelapa sawit di Indonesia.

Sebagai minyak goreng yang paling digema ri di Indon esia, minyak ke lapa sawit ini digunakan secara luas dari berbagai maca m ka langan. Mulai dari ru mah tangga, pedagang kaki lima, ru mah ma kan, hingga industri. Sayangnya, seringkali pengguna minyak goreng kelapa sawit tersebut me la kukan praktik penggorengan yang salah. Oleh sebab itu, penentuan profil kua litas minyak goreng yang masih layak untuk dikonsumsi menjadi ha l yang penting. Penentuan ini dapat dilakukan dengan cara menguji sampel minyak goreng hasil penggorengan.

Menurut Al-Degs et al. (2011), sa mpel ma kanan untuk penggorengan diperlukan untuk mendapatkan hasil yang baik. Beberapa peneliti menggunakan sampel penggorengan yang berbeda -beda, di antaranya kentang goreng (Kalogianni et al., 2011), falafel(bola kue yang terbuat dari kacang giling) (Al-Degs et al., 2011), dan ikan (Manral et al., 2007). Pe milihan sampel penggorengan tersebut didasarkan pada makanan yang umu m d ikonsumsi o leh masyarakat .

Di Indonesia, ikan goreng seperti halnya lele goreng me rupakan makanan yang digema ri o leh masyarakat. Le le goreng merupakan ma kanan ikan dengan harga yang relatif lebih murah dibandingkan dengan harga produk ikan lainnya. Di sa mping itu, le le goreng ini tersusun atas ko mponen yang lebih komp leks dibandingkan dengan produk gorengan lainnya seperti tahu dan tempe. Dengan demikian, d iharapkan penggorengan menggunakan lele ini dapat me mbe rikan profil yang lebih ko mprehensif. Oleh sebab itu, penelitian kali ini menggunakan lele sebagai sampel penggorengannya.

Terdapat beberapa parameter yang dapat digunakan untuk menguji kua litas minyak goreng. Di antaranya adalah bilangan asam le mak bebas dan bilangan peroksida dari minyak goreng. Secara konvensional, pengukuran nila i bilangan asam le mak bebas dan nilai b ilangan peroksida dilaku kan me la lui ana lisis laboratoriu m dengan metode titrimetri.

Di sisi lain, dewasa ini telah dike mbangkan suatu instrumen yang bernama FTIR (Fourier Transform Infra Red) Spektroskopi. Instru men ini me miliki ke lebihan yakni ma mpu mendeteksi ko mponen suatu sampel bahan pangan dengan cepat dan mu rah karena tidak me me rlukan persiapan bahan pereaksi. Alat ini pun telah diaplikasikan pada bahan pangan secara meluas. Teknik ini me rupakan metode yang penting dala m pengontrolan kualitas dan pemonitoran proses dalam industri pangan karena harganya yang murah, kerjanya yang baik, dan penggunaannya yanglebih mudah dibandingkan dengan metode yang lain. Di samp ing itu, tekn ik in i juga menawarkan metode yang cepat dan nondestruktif baik untuk pengukuran kuantitatif maupun pengukuran kualitatif (Cronin dan McKenzie, 1990).

Oleh sebab itu, dalam penelit ian ini a kan digunakan metode pendeteksian kerusakan minyak goreng secara cepat dan tepat dengan menggunakan FTIR spektroskopi. Na mun demikian, dikarena kan besarnya jumlah data yang diperoleh dari hasil pengukuran spektrum in i, d iperlu kan metode statistik pengolahan data khusus yang dikenal dengan nama analisis mult ivariat. Analisis

(17)

2

mu ltivariat merupakan analisis yang digunakan untuk mengolah dan menghubungkan data dengan ju mlah besar, baik dari segi ju mlah variabel maupun dari segi ju mlah sampel.

B. TUJUAN PENELITIAN

Penelit ian in i bertujuan untuk:

1. Mempero leh profil perubahan bilangan asam dan bilangan peroksida sampel minyak goreng

selama penggorengan pada suhu 1800C

2. Mempero leh profil spektu m bilangan gelo mbang FTI R uta ma yang terdapat pada minyak goreng

3. Mempero leh kore lasi antara spektrum b ilangan gelo mbang FTIR dengan bilangan asam dan

(18)

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGGORENGAN

Menggoreng merupakan salah satu metode tertua yan g digunakan untuk mengolah bahan pangan. Kegiatan ini dapat digunakan untuk mengolah berbagai maca m bahan ma kanan, mula i dari daging, ikan, hingga sayuran (Rossell, 2000). Di seluruh dunia, metode penggorengan deepfat frying me miliki peran yang sangat penting dalam industri. Diperkira kan ju mlah o mset totalnya senilai dengan satumiliar dolar. Angka ini tidak hanya meliputi minyak yang digunakan untuk menggoreng saja, tetapi juga mencakup nilai ritel dan kome rsial produk makanan yang digoreng baik pada indust ri maupun restoran (Blu menthal, 1996).

Deep fat frying merupakan teknik yang paling ko mple ks dalam penggunaan minyak ataupun le ma k yangdapat dimakan (Gert z, 2000). Sifat minyak goreng yang tidak me miliki rasa yang menyimpang dan praktis untuk digunakan merupakan kriteria utama dala m me milih minyak goreng (Dunford, 2003).

1. Inte raksi Bahan Pangan dan Minyak Goreng Selama Penggorengan

Menurut Lalas (2009), penggorengan dapat dikatakan sebagai proses dehidrasi

denganmenggunakan minyak sebagai med iu mperpindahan panasnya. Dala m proses ini, sebagian dari minyak goreng akan terserap masuk pada bahan pangan dan me mpengaruhi kualitas organoleptiknya. Penyerapan minyak pada bahan pangan ini dapat bervariasi besarnya dengan nilai min ima l 6 persen (Saguy dan Dana, 2003).

Pada awal penggorengan, temperatur dari minyak goreng akan menurun pada saat dimasuki oleh bahan pangan. Temperatur dala m bahan pangan akan men ingkat secara perlahan seiring dengan berpindahnya panas dari minyak ke bahan pangan . Kenaikan suhu ini akan mengakibatkan penguapan air ke luar bahan pangan. Adanya penguapan air ini me mbuat suhu maksima l di da la m bahan pangan

stabil pada 100oC. Di samping itu, uap air ini a kan me mbatasi minyak yang terserap oleh bahan

pangan. Hal ini akan menyebakan bahan pangan terbagi menjadi dua daerah yaitu bagian permu kaan dan bagian dalam. Pada daerah permu kaan terjadi perubahan utama bahan pangan akibat penggorengan. Sementara bagian dalam mengala mi perubahan yang lebih ringan dengan suhu yang

tidak mencapai 100oC (Lalas, 2009).

Para meter uta ma yang me mpengaruhi kehilangan air dan penyerapan minyak adalah suhu dan la ma penggorengan. Sema kin tinggi suhu pemasakan, semakin rendah pula minyak yang diserap oleh permu kaan bahan ma kanan dan semakin sedikit pula waktu yang dibutuh kan untuk me masak (La las, 2009).

Di samp ing itu, terdapat beberapa faktor la in yang juga me mpengaruhi pelepasan air dan penyerapan minyak adalah bahan pangan dan minyak goreng yang digunakan. Hal tersebut meliputi ko mposisi bahan pangan, struktur permu kaan dan komposisi bagian dalam, ke le mbaban dan kandungan lema k, bentuk produk, rasio luas permu kaan -berat, porositas, dan perlakuan sebelum penggorengan (Saguy dan Dana, 2003).

2. Proses Kerusakan Minyak

Minyak goreng yang digunakan me mpengaruhi kualitas dari produk akhir dala m segi rasa, tekstur, umur simpan, dan nila i g izi (Dunford , 2003). Sebagai contoh, oksidasi minyak a kan

(19)

4

menghasilkan produk samping berupa katalisator kuat yang dapat menyebabkan kerusakan lebihlanjut pada minyak yang terkandung pada produk gorengan selama penyimpanan (Gupta, 2005).

Sela ma penggorengan, bahan pangan yang masuk ke dala m minyak goreng akan mengala mi kontak dengan udara dan minyak selama pe manasan. Oleh sebab itu, terdapat tiga reaksi perubahan minyak uta ma yang menyebabkan kerusakan minyak, yaitu : kandungan air dari bahan pangan yang men ingkatkan reaksi hidro lisis, oksigen dari udara yang meningkatkan reaksi oksidasi, dan panas dari penggorengan yang menyebabkan terjadinya reaksi te rma l (Lillard , 1983).

Reaksi hirdrolisis merupakan reaksi pe mutusan ikatan ester pada struktur trigliserida, digliserida, ataupun monogliserida yang menyebabkan terbentuknya asam le mak bebas. Adapun reaksi o ksidasi dan reaksi terma l te rjad i pada rantai asam le mak tidak jenuh trigliserida (La las , 2009). Ketiga rea ksi perubahan minyak sela ma penggorengan ini me rupakan reaksi yang saling berkaitan satu sama la innya. Sebagai misal, te mperatur pe masakan yang tinggi menginduksi terjadinya peningkatan laju re ksi oksidasi yang menghasilkan produk-produk oksidatif, ba ik senyawa dimer maupun polimer. Di sisi la in, asam le ma k bebas yang terbentuk dari rea ksi hidro lisis akibat adanya kandungan air pada bahan makanan lebih mudah terekspos oleh oksidasi daripada asam le mak yang masih terikatdengan gugus gliserol (Gutierre z et al., 1988).

Secara garis besar, produk-produk degradasi bahan pangan selama penggorengan dibagi men jadi dua kelo mpok, yakn i: ko mponen volatil dan komponen nonvolatil. Yang termasuk dalam ko mponen volatil meliputi aldehid, keton, alkohol, asa m, ester, hidrokarbon, la kton, dan senyawa aromat ik. Ko mponen ini berperan penting dala m ka rakteristik organoleptik minyak dan produk gorengan. Sebagian dari ko mponen ini hilang saat penggorengan.

Adapun yang termasuk dala m ko mponen nonvolatil adalah seny awa-senyawa yang me miliki berat mo lekul yang tinggi (La las , 2009). Senyawa in i pada umu mnya terbentuk karena adanya oksidasi terma l dan polimerisasi asam le mak t idak jenuh pada media penggorengan. Produk ini tidak hilang selama p roses penggorengan dan berperan dalam menyebabkan terjadinya kerusakan minyak goreng lanjutan. Di sa mping itu, produk in i nantinya akan terserap oleh bahan pangan sehingga ikut terkonsumsi oleh manusia sehingga dapat menimbulkan masalah kesehatan (Gert z, 2000).Menurut La las (2009), rea ksi yang terjadi dala m proses kerusakan minyak sela ma penggorengan me liputi ketengikan hidrolisis, ketengikan oksidatif, oksidasi terma l, terbentuknya produk volatil, terbentuknya ko mponen siklik, dan terbentuknya senyawa dimer dan polimer.

a. Ketengikan hidrolisis

Menurut Velasco et al (2009), rea ksi hidrolisis me rupakan reaksi yang cukup dikenal dala m proses penggorengan dan seringkali men jadi reaksi utama disebabkan oleh adanya kandungan air pada bahan pangan. Di samping itu, reaksi ini juga menimbu lkan masalah tersendiri karena asa m le mak bebas yang dihasilkan dapat menurunkan titik pengasapan (smok e point), me mbentuk senyawa volatil dan flavor berlebih, serta menurunkan tegangan permukaan minyak

Meskipun demikian, dari sisi nutrisi asam le ma k bebas ini tidak banyak berpengaruh karena senyawa ini sama dengan asam le mak bebas yang dihasilkan selama proses pencernaan lemak o leh enzim lipase sebelum d iserap oleh usus halus. (Ve lasco et al., 2009).

Reaksi hidro lisis merupakan satu-satunya reaksi pemutusan trigliserida dengan adanya bantuan air. Set iap kali rea ksi ini terjadi, satu asam le ma k bebas akan dilepas dari trigliserida sehingga menghasilkan digliserida. Reaksi hid rolisis lanjutan dapat menghasilkan monogliserida ataupun gliserol. Sela ma penggorengan, reaksi ini berlangsung dengan cepat. Di samping itu, tida k ada satu pun bahan tambahan pangan yang ma mpu mencegah terbentuknya asam le mak bebas (Lalas,2009).Menurut Ve lasco et al. (2009), rea ksi oksidasi yang berlangsung di dalam asam le mak

(20)

5

bebas ini jauh lebih cepat dibandingkan dengan reaksi o ksidasi asam le ma k yang masih terikat dengan gliserol.

b. Ketengikan oksidatif

Ketengikan oksidatif me rupakan reaksi yang dihasilkan dari proses oksidasi le mak yang ko mple ks. Proses oksidasi merupakan reaksi pe mb entukan radikal terinduksi yang berlangsung menurut tahapan inisiasi, propagasi, branching, dan terminasi (Be lit z dan Grosch, 1987).

Sela ma proses inisiasi, oksigen bereaksi dengan asam le ma k tida k jenuh menghasilkan hidroperoksida dan radikal bebas yang sangat reaktif. Rea ksi ini dipercepat oleh beberapa senyawa, seperti halnya pengoksidasi kimia, logam t ransisi, dan enzim. Di sa mping itu, panas dan cahaya juga dapat me mpengaruhi la ju rea ksi oksidasi le ma k (Be litz dan Grosch , 1987).

Senyawa-senyawa reaktif ini ke mudian a kan bereaksi dengan mole kul le mak me mbentuk senyawa kimia reakt if la innya. Proses propagasi dari oksidasi le ma k lanjutan ini d ikena l juga dengan istilah autooksidasi. Rea ksi autooksidasi ini merupakan fa ktor uta ma penyebab terbentuknya ketengikan oksidatif pada minyak goreng. Reaksi in i bergantung pada jumlah asam le mak bebas yang terbentuk yang dapat bereaksi dengan oksigen (La las, 2009).

Secara u mu m, la manya wa ktu induksi dan laju o ksidasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti: kenaikan te mperatur, irad iasi, peningkatan rasio permukaan -volu me minyak goreng, keberadaan katalis seperti hidroperoksida, klorofil, dan loga m transisi, serta ko mposisi asam le mak bebas pada minyak. Se ma kin banyak gugus alil (gugus hidrokarbon yang mengandung ikatan rangkap), se makin cepat pula wa ktu induksi dan sema kin tinggi pula la ju oksidasinya (Lalas , 2009).

c. Oksidasi termal

Oksidasi terma l dapat menghasilkan berbagai maca m produk. Oksidasi minyak pada temperatur yang tinggi berbeda dengan oksidasi minyak p ada temperatur yang lebih rendah. Di samping berbeda dari laju rea ksinya, perbedaan juga terdapat pada mekanis me rea ksinya. Hal ini disebabkan produk oksidatif yang terbentuk pada temperatur yang rendah cenderung kurang stabil untuk menyebabkan reaksi oksidatif dibandingkan pada te mperatur yang tinggi. Produk yang dihasilkan dari o ksidasi terma l ini di antaranya adalah ko mponen volatil, ko mponen siklik, serta dimer dan polimer (La las, 2009).

3. Pengujian Kualitas Minyak Goreng

Sebagian dari minyak yang digunakan dalam penggorengan akan diserap oleh bahan pangan. Minyak ini akan ikut masuk ke dala m tubuh manusia bersamaan dengan dikonsumsinya makanan tersebut. Oleh sebab itu, pengujian kualitas minyak goreng dalam bahan pangan penting untuk dila kukan (Rossell, 2000). Menurut Gupta (2005), selain dapat mengurangi potensi yang me mbahayakan kesehatan, pengujian kua litas minyak goreng juga dapat digunakan untuk menentukan umur simpan suatu produk pangan.

Dala m penerapannya di lapangan, pengujian kualitas minyak goreng ini seringkali dila kukan secara visual. Pengamatan dila kukan dengan cara melihat perubahan yang terjadi di da la m minyak selama penggorengan. Para meter yang dilihat adalah wa rna, bau, rasa, terbentuknya busa yang berlebih, serta rasa produk gorengan. Metode ini bersifat sangat subjektif karena bergantung pada pengalaman orang yang menga mati (La las , 2009).

(21)

6

Oleh sebab itu, beberapa metode pengujian minyak secara kuantitatif dan objekt if pun telah dike mbangkan, baik secara kimia, fisik, maupun menggunakan instrumen. Menurut Paradis dan Nawa r (1981), metode pengujian minyak goreng yang sederhana dan objektif merupakan hal yang penting. Pada industri pangan, pengujian yang tepat akan mampu menghasilkan keuntungan ekonomis yang signifikan.

Pengujian dengan metode kimia menit ikberat kan pada beberapa produk hasil o ksidasi dan kerusakan terma l yang mengakibatkan ketengikan. Pengujian fisik menit ikberat kan pada terbentuknya polimer sela ma penggorengan. Beberapa metode lainnya bersifat instrumental. Menurut Miyagawa et al. (1991), tida k terdapat satu pun metode tunggal yang dapat digunakan untuk me mperkira kan seluruh kerusakan. Oleh sebab itu, penggunaan metode uji yang terpadu dibutuhkan untuk me maha mi kerusakan minyak goreng secara lebih menyeluruh.

a. Bilangan pe roksida

Produk utama da ri o ksidasi lipid adalah hidroperoksida yang umu mnya dikenal dengan istilah peroksida. Peroksida me rupakan ko mponen organik tidak stabil yang terbentu k dari trigliserida. Metode pengujian bilangan peroksida telah la ma dike mbangkan oleh Lawson (1985) dan Rossell (1983). Metode ini mengukur pe mbentukan senyawa hidroperoksida intermediat da la m satuan milie kuiva len oksigen aktif per kilogra m sampel. Hidroperoksida yang yang dihasilkan selama oksidasi minyak akan berea ksi dengan ion iodid a me mbentuk iodin yang pada akhirnya akan d iukur dengan menggunakan titrasi tiosulfat.

b. Bilangan asam le mak bebas

Tabel 1. Pe rsyaratan Minyak Goreng ( SNI 01-3741-2002)

Kriteri a uji Satuan Persyaratan

Mutu I Mutu II

Keadaan

Bau Norma l Norma l

Rasa Norma l Norma l

Warna Putih, kuning pucat Putih, kuning pucat

sampai kuning sa mpai kuning

Kadar Air % b/b Maks 0,1 Maks 0,3

Bilangan asam mg KOH/gr Maks 0,6 Maks 2

Asam linoleat (C18:3) dala m ko mposisi asam le ma k minyak

% Maks 2 Maks 2

Bilangan peroksida meq O2/kg Maks 10 Maks 10

Ce ma ran loga m

Timba l (pb) mg/kg Maks 0,1 Maks 0,1

Timah (Sn) mg/kg Maks 40/ 250 Maks 40/ 250

Raksa (Hg) mg/kg Maks 0,05 Maks 0,05

Tembaga (Cu) mg/kg Maks 0,1 Maks 0,1

Arsen (As) mg/kg Maks 0,1 Maks 0,1

Minyak Pe likan Negatif Negatif

Pada Tabel 1, disajikan persyaratan mutu standar minyak goreng berdasarkan SNI 01-3741-2002. Da ri Tabel 1 tersebut, dapat dilihat kriteria fisik dan kimia standar dalam minyak goreng. Di

(22)

7

Tabel 2. Sup lai dan distribusi minyak nabati dunia (x106 ton) (USDA-FAS 2006)

antara yang termasuk dala m kriteria kimia standar minyak goreng adalah bilangan asam yang tidak boleh me lebih i batas 0,6 mg Na OH/g sampe l untuk kualitas 1 dan 2 mg Na OH/g sampe l untuk kualitas 2.

Metode bilangan asam le ma k bebas merupakan metode yang sering digunakan dalam pengujian minyak goreng. Metode ini sering kali digunakan oleh quality control dalam pengujian minyak goreng (Stauffer, 1996). Se la ma pe masakan, peningkatan nila i bilangan asam le ma k bebas secara bertahap dapat disebabkan akibat adanya hidrolisis maupun akibat terbentuknya komponen karboksilat dala m senyawa polimer produk yang digoreng (Tyagi dan Vasishta, 1996).

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dala m hal ini adalah ju mlah bilangan asam le ma k bebas yang terukur tidak murni berasal dari ju mlahyang dihasilkan selama penggorengan. Jumlah tersebut dapat berasal dari bilangan asam aku mu latif yang sudah terkandung di dalam bahan sebelum penggorengan (Lalas , 2009).

B. MINYAK KELAPA SAWIT

Minyak kelapa sawit berasal dari tana man ke lapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Tana man yang tumbuh di daerah tropis ini berasal dari ordo Arecales dan famili Aracaceae (Dransfie ld et al., 2005). Tana man in i tumbuh pada tanah aluvial yang subur (Corley dan Tinker, 2003). Tingginya dapat mencapai 30 meter dengan diameter rentang daun 10-16 meter. Oleh sebab itu, tanaman ini me mbutuhkan lahan perkebunan yang luas untuk mencegah ko mpetisi dengan sesama (Cruden , 1988 di dala m Riva l, 2010).

Tanaman ke lapa sawit in i termasuk dala m salah satu tanaman yang paling produktif dengan ju mlah panen rata-rata di negara penghasil utama mencapai 4 ton minyak kelapa sawit/hektar/tahun (Murphy, 2003). Diperkirakan, produksi minyak ke lapa sawit dunia telah mengala mi peningkatan 15

kali lipat sejak tahun 1948 dan pada tahun 2007 ju mlahnya dapat mencapai sekitar 38x106ton. Dua

negara penghasil minyak ke lapa sawit utama ada lah Indonesia dan Malaysia yang menyumbang 86% dari total produksi minyak ke lapa sawit dunia (USDA -FAS, 2006).

Minyak Nabati Tahun 2002-2003 2003-2004 2004-2005 20005-2006 20006-2007 Minyak kedelai 30,56 29,94 32,47 34,37 34,94

Minyak kelapa sawit 27,71 29,59 33,88 35,37 37,37

Minyak biji bunga

matahari 8,12 9,13 9,01 10,17 10,10

Minyak kacang 4,62 5,01 5,06 5,18 5,00

Minyak kapas 3,51 3,83 4,73 4,56 4,74

Minyak kelapa 3,16 3,29 3,44 3,54 3,26

Minyak zaitun 2,51 3,00 2,74 2,28 2,85

Seperti yang tertera pada Tabel 2, minyak ke lapa sawit mene mpati urutan kedua dari minyak nabati yang paling banyak dikonsumsi di dunia (USDA -FAS 2006). Dibandingkan dengan minyak nabati lainnya, minyak ke lapa sawit me miliki penggunaan yang paling luas (Henderson dan Osborne 2000, Ede m 2002). Menurut Idris dan Samsuddin (1993), sekitar 90% dari produksi minyak ke lapa sawit digunakan untuk konsumsi (minyak goreng, ma rgarin, shortening, dan lain -la in) dan sisanya digunakan pada industri sabun dan kimia (surfaktan, deterjen, dan la in-la in).

(23)

8

Menurut Patterson (2009), di dala m minyak nabati terdapat beberapa komp onen utama, di antaranya adalah trigliserida, asam le ma k, asam le ma k jenuh, dan asam le ma k tida k jenuh.

1. Trigliserida

Unit dasar dari le ma k terdiri atas sebuah mole kul g liserol yang diko mbinasikan dengan tiga mo leku l asa m le ma k. Pada saat ketiga asam le ma k tersebut berasal dari jenis yang sama, maka trigliserida itu disebut juga dengan triglisireda sederhana. Adapun jika ket iga asam le ma k berasal lebih dari satu jenis, ma ka trigliserida itu disebut dengan trigliserida ca mpuran (Patterson, 2009).

Trig liserida ini berukuran antara 1.5 – 2.0 n m, sehingga bisa masuk ke dalam adsorben yang berukuran meso dan makro. Oleh sebab itu, karakteristik in i digunakan dalam ads orbsi minyak ke lapa sawit menggunakan arang aktif untuk proses pemurniannya (Patterson, 2009).

2. Asam Lemak

Berdasarkan gugus fungsinya, asam le mak dikenal juga dengan nama asam ka rboksilat. Seca ra struktural, gugus ini me miliki ru mus fungsi RCOOH. Meskipun de mikian, tida k semua senyawa dala m gugus fungsi tersebut dimasukkan ke dala m asam le mak. Sebagai misal, t iga senyawa dengan ju mlah ka rbon yang paling kecil, yakn i: format, asetat, dan propionat dikecualikan dari asam le mak karena ket iga senyawa tersebut tidak me miliki kara kteristik immiscible (tidak la rut) dengan air. Senyawa asam butirat, yang me miliki e mpat rantai karbon dimasukkan ke dala m asam le mak dikarena kansenyawa ini secara alami terdapat pada mentega. Tingkat immiscibility (ketidaklarutan dala m air) meningkat seiring dengan bertambah panjangnya rantai karbon mulai dari asam kaproat, yakni senyawa asam le ma k dengan 6 rantai ka rbon (Patterson, 2009).

a. Asam lemak jenuh

Asam le ma k jenuh merupakan asam le ma k yang semua atom ka rbonnya terisi penuh oleh hidrogen. Dengan kata lain, asam le ma k jenuh ini t idak me miliki ikatan rangkap. Senyawa ini me rupakan asam le ma k yang paling stabil, baik da la m keadaan bebas maupun dalam keadaan terikat (Kress-Rolgers, 1990). Da la m keadaan padat, moleku l-mo leku l asam le ma k tidak jenuh ini lebih mudah untuk tersusun bersama dengan rapat dikarenakan strukturnya yang lurus.

Oleh sebab itu, asam le ma k t idak jenuh me miliki tit ik le leh yang lebih tinggi. Nila i tit ik le leh ini se ma kin meningkat seiring dengan bertambah panjangnya rantai karbon. Adapun nilai hidrofobisitasnya juga turut meningkat seiring dengan bertambah panjangnya rantai karbon.Beberapa asam le ma k tidak jenuh yang paling umum dite mukan adalah asam lau rat (C12), asam palmitat (C16), dan asam stearat(C18) (Patterson, 2009).

b. Asam lemak tidak jenuh

Asam le mak tida k jenuh adalah asam le ma k yang me miliki ikatan rangkap pada rantainya. Asam le ma k yang hanya memiliki satu ikatan rangkap dikenal dengan nama monounsaturated fatty acid. Ikatan rangkap ini me rupakan titik yang potensial untuk diserang oleh reaksi o ksidasi. Ke mudahan diserang oleh reaksi oksidasi meningkat seiring dengan semakin banyaknya ikatan rangkap. Ikatan rangkap in i me miliki ka rateristik kh usus karena ma mpu menghasilkan dua maca m

(24)

9

Tabel 3. Ko mposisi asam le ma k minyak ke lapa sawit (Rival, 2010)

isomer, yakni c is dan trans. Keisometrian in i terjad i karena ikatan rangkap bertindak sebagai penghalang sterik yang menyebabkan rotasi atom C menjad i terbatas (Patterson, 2009).

Isomer trans me miliki tit ik leleh yang lebih tinggi dikarenakan strukturnya yang me mudahkannya me mbentuk gabungan asam le ma k yang solid. Se mentara isome r c is, yang sering ditemu i pada bahan-bahan alami, me miliki sifat yang lebih liku id (Patterson, 2009). Di antara yang termasuk dala masa m le mak t idak jenuh adalah asam oleat. Asam le ma k tida k jenuh ini me miliki kara kteristik yang penting terhadap flavor minyak.

Asam le ma k Ko mposisi (%) Asam kaprilat C8:0 0,00 Asam kaprat C10:0 0,00 Asam laurat C12:0 0,00 Asam miristat (C14:0) 1,00 Asam palmitat (C16:0) 44,30 Asam stearat (C18:0) 4,60 Asan oleat (C18:1) 38,70 Asam linoleat (C18:2) 10,50

Tabel 3 menunjukkan dilihat bahwa asam le ma k dala m minyak ke lapa sawit terdiri atas dua jenis, yaitu asam le mak jenuh dan asam le mak tidak jenuh. Asam le ma k jenuh di dala m minyak ke lapa sawit berasal dari asam miristat, palmitat, dan stearat sedangkan kandungan asam le mak tidak jenuhnya berasal dari asam o leat dan linoleat. Kandungan keduanya di dalam minyak kelapa sawit lebih ku rang seimbang. Asam le mak jenuh me miliki persentase sebesar 48,9% dan asam le mak tidak jenuh sekitar 49,2%.

C. LELE

Le le merupakan ikan yang berasal dari genus Clarias (Silu roidae, Clariidae). Secara lengkap, hewan ini termasuk ke dala m kingdom Anima lia , subkingdom Metazoa, filu m Chordata, subfilu m Vertebrata, ke las Pisces, subkelas Teleostei, ordo Ostariophysi, subordo Siluro idea, fa milia Clariidae, dan genus Clarias (Djat mika et al., 1986).. He wan ini me miliki penyebaran yang luas pada perairan tawar di wilayah Afrika dan Asia. Diperkira kan nenek moyang lele in i berasal dari genus Pliocene yang hidup 7-10 juta tahun yang lalu pada za man tersie r (Sudarto, 2007). De wasa in i, terdapat total 58 spesies lele di seluruh dunia. Dari ju mlah tersebut, sebanyak 33 spesies berasal dari Afri ka dan 25 spesies berasal dari Asia.

1. Karakteristik Lele

Secara u mu m, ciri-c iri le le dapat dilihat pada tubuhnya yang panjang, sisik bagian samping dan analnya yang panjang, serta empat pasang sirip. Genus ini juga me miliki kekhasan yaitu adanya organ suprabranchial (Teugels, 2003). Organ ini berfungsi seperti halnya paru -paru dan meningkatkan ke ma mpuan le le untuk berespirasi. Hal itulah yang menyebabkan lele masih dapat bernafas pada kondisi lingkungan dengan kadar oksigen yang rendah. Dala m kondisi ters ebut, diperkirakan lele masih dapat me menuhi kebutuhan oksigennya sekitar 80 -90% (Moreau, 1988).

(25)

10

Tabel 4. Negara penghasil le le uta ma dunia (FAO, 2009)

Habitat lele ia lah air tawa r. Meskipun tempat tumbuhnya yang paling baik adalah pada air irigasi, a ir sungai, air mata a ir dan a ir su mur, na mun le le dapat juga hidup pada lingkungan yang kurang baik seperti ha lnya air kotor dan penuh lumpur, Le le juga dapat hidup pada kola m dengan padat penebaran yang tinggi. Kema mpuan genus ini untuk tumbuh dan berkembang biak pada tempat yang miskin akan oksigen, perke mbangannya yang cepat, makannya yang tidak sulit, dan ketahanannya yang tinggi terhadap stres me mbuat banyak orang yang tertarik untuk me mbudidayakannya (Na-Na korn dan Bru mmett, 2009).

2. Produksi dan Kons umsi Lele

Diperkira kan le le ini d ibudidayakan dala m seka la besar pada 30 negara dengan total produksi me lebih i 300.000 ton pada tahun 2006. Ju mlah ini setara dengan nominal 400 juta US$ (FA O, 2009). Sebanyak 20 negara di Afrika , Asia, dan Eropa me mp roduksi sekurangnya 100 ton lele per tahunnya. Pada Tabel 4, produksi le le di Indonesia mencapai angka 77.332 ton pada tahun 2006 dan mene mpati peringkat dua negara produsen utama le le.

Adapun enam jen is ikan le le yang dike mbangkan di Indonesia adalah Clarias batrachus yang lebih dikena l dengan nama ikan le le loka l, Clarias teysmani atau ikan lele ke mbang, Clarias melanoderma, Clarias nieuhofi, Dlarias localanthus, dan Clarias gariepinus yang dikenal juga sebagai ikan le le dumbo (Djat mika et al., 1986). Le le dumbo merupakan salah satu jenis ikan lele yang paling banyak dibudidayakan dan dikonsumsi di Indonesia. Lele du mbo merupakan jen is lele hasil persilangan antara lele betina Clarias fuscus yang berasal dari Taiwan dengan lele pejantan Clarias mossambicus yang berasal dari Australia. Le le dumbo me miliki sifat yang lebih unggul dibandingkan dengan lele lainnya, di antaranya adalah pertumbuhannya yang cepat, pemberi pakannya yang mudah, dan pemeliharaanny a yang tidak sulit (Hernowo dan Suyanto, 2003 dan Mahyuddin, 2008).

No Negara Jumlah (ton)

1 Thailand 146.000 2 Indonesia 77.332 3 Nigeria 51.916 4 Uganda 20.941 5 Malaysia 18.486 6 Be landa 4.500 7 Filipina 2.376 8 Hungaria 1.724 9 Suria 1.030 10 Ka mboja 800 11 Bra zil 362 12 Kenya 302 13 Mali 300 14 Polandia 280 15 Be lgia 250 16 Togo 200 17 Ru mania 118 18 Italia 115 19 Ka merun 110 20 Afrika Selatan 100

(26)

11

Ga mbar 1. FTIR spektroskopi

Tabel 5. Data produksi le le du mbo (ton) tahun 1999 -2003 (Mahyuddin 2008)

Daerah Tahun 1999 2000 2001 2002 2003 Sumatera Utara 1.343 1.354 1.327 1.446 2.534 Riau 2.013 3.428 6.369 555 1.569 Jawa Timur 7.295 7.286 7.981 14.792 25.689 Jawa Tengah 5.110 6.491 7.573 7.554 9.416 Jawa Barat 5.666 7.233 6.246 6.941 8.376 Yogyaka rta 1.781 1.063 1.751 2.258 2.518 La in-lain 1.783 2.136 2.889 4.505 7.638 Total 24.991 28.991 34.136 38.051 57.740

Menurut Mahyuddin (2008) pada Tabel 5, berdasarkan data Dinas Ke lautan dan Perikanan, perke mbangan produksi lele dumbo di Indonesia mengala mi kena ikan sebesar 18,3% per tahun dari 24.991 ton pada tahun 1999 menjadi sebesar 57.740 ton pada tahun 2003. Pada tahun 2004, produksi lele mencapai angka 60.000 ton. Se mentara pada tahun 2005 nilai in i meningkat men jadi 79.000 ton. Kebutuhan benih juga mengala mi peningkatan pesar dari 156 juta ekor pada tahun 1999 menjadi 360 juta ekor pada tahun 2003. Angka peningkatan rata-ratanya mencapai 46% per tahun.

Pasar utama le le adalah warung lesehan dan pecel lele. Di samp ing itu, pasar lele saat ini juga telah menjangkau restoran, supermarket, dan industri olahan. Permintaan le le untuk konsumsi cukup besar. Untuk pasar wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, permintaannya setiap hari tidak kurang dari 75 ton atau 2.250 ton/bulang dengan nila i perputaran uang mencapai Rp 20 miliar per bulan. Adapun permintaan dari wilayah Yogyakarta mencapai 20 ton per hari dan dari Ja wa Timur mencapai 30 ton per hari (Mahyuddin, 2008).

D. Fourier Transform Infra Red (FTIR) Spectroscopy

Fourier Transform In fra Red spectroscopy adalah metode spektroskopi infra merah mela lui sinar radiasi infra me rah yang dilalukan dala m sebuah sampel padat, cair, atau gas dalam spektrum absorpsi, emisi, fotokonduktivitas atau pembiasan Ra man(Connes dan Connes , 1996). Beberapa radiasi infra me rah ini diserap oleh sampel dan beberapa diteruskan. Hasil dari spektrum terdapat dala m absorpsi mole kula r dan transmisinya, mencit rakan fingerprint moleku lar sampe l. Ha l inilah yang me mbuat spektroskopi infra merah bisa digunakan untuk menganalisis beberapa sampel.

(27)

12

Ga mbar 2. Interfe ro meter (Ma rkovich dan Pidgeon, 1991)

Spektroskopi FTIR ini be rbeda dengan spektroskopi biasa. Spektroskopi b iasa umu mnya menggunakan metode spektroskopi dispersif. Metode ini menyinari s eberkas sinar monokro mat is pada sampel, ke mud ian mengukur seberapa banyak cahaya yang diserap, dan mengulang langkah in i u mtuk setiap panjang gelombang yang berbeda (Connes dan Connes , 1996).Sebaliknya, FTIR tidak menggunakan berkas sinar monokro mat is. Metode ini menggunakan sinar dengan beberapa frekuensi sinar yang berbeda, dan mengukur berapa banyak sinar yang dia bsorbsi oleh sampel. Sinar ini dimodifikasi dengan mengomb inasikan frekuensi yang berbeda untuk menghasilkan data sekunder. Proses ini berlangs ung berulang kali dala m wa ktu yang singkat. Hasilnya ke mudian diinterpretasikan oleh ko mputer yang berupa nilai absorbansi sampel pada tiap panjang gelombang (Connes dan Connes, 1996).

Teknik spektroskopi FTIR me rupakan alat yang penting dalam pengontrola n kualitas dan pemonitoran proses dalam industri pangan dikarenakan harganya yang murah, kerjanya yang baik, dan penggunaannya yang lebih mudah dibandingkan metode la in (Van de Voort et al., 1992).

Banyak penelit i yang sudah menggunakan instrumen FTIR spektroskopi ini dala m bahan pangan. Di antaranya adalah Hocevar et al. (2011) dala m minyak goreng, Roh man dan Che Man (2010) dala m le ma k hewani, A l-Degs et al. (2011) da la m le mak nabati, Ma rikkar et al. (2005) dala m le ma k hewani, Vlachos et al. (2006) da la m le ma k nabati, Che Man et al. (2005) dala m pe ma lsuan cokelat dengan lemak babi, dan Roh man et al. (2011) dala m pe malsuan bakso dengan daging babi. Menurut Markovich dan Pidgeon (1991), instrumen FTIR spektroskopi terbagi men jadi beberapa bagian, yaitu:

1. Inte rferometer

Interfero meter me rupakan alat optik yang terdapat di dalam FTIR spektrofotometer. A lat ini dike mbangkan menggunakan prinsip interfero meter Michelson. Interfe ro meter ini terdiri atas dua cermin datar yang me mbentuk sudut siku satu sama la innya dengan sebuah beam splitter (pemisah

sinar) pada sudut 450 dari cermin datar. Satu cermin berada pada kondisi stasioner, sementara cermin

yang lainnya dapat bergerak bebas.

Beam splitter me mbagi cahaya yang datang dari sumbernya menuju tiap leng an interferometer. Sebanyak 50% dari sinar ini dipantulkan ke cermin stasioner dan 50% sisanya diteruskan ke ce rmin yang bergerak.

Berdasarkan ga mbar berikut, sinar yang masuk dibagi ke dala m dua ja lur interfero meter. Satu bagian menuju ke lengan interferometer dengan cermin bebas sementara bagian lainnya masuk ke dala m lengan interfero meter dengan cermin tetap. Dua sinar ini pada akhirnya bersatu kemba li di dala m beam splitter di mana setengah dari sinar tersebut kemba li ke sumbernya dan sisanya

(28)

13

diteruskan ke dala m sampel. Cahaya dari sampel yang tidak diserap akan diteruskan dan masuk ke dala m detektor.

Adanya perbedaan jalur optis sinar yang diakibatkan oleh cermin bergerak menyebabkan adanya perbedaan fase sinar. Hal ini menyebabkan timbulnya pola inte rferensi sinar yang berbeda pada detektor. Perbedaan pola ini, yang menyebabkan dapat diketahuinya informasi spektrm dari suatu sampel, dikenal dengan nama interferogra m.

Interferogra m juga dapat dikatakan sebagai plot antara intensitas cahaya dari yang mencapai detektor terhadap keterla mbatan optis yang disebabkan oleh pergerakan cermin. Sensitiv itas instrumen dapat dihitung mela lui intensitas maksima l yang mencapai detektor.

2. Detektor

Terdapat dua macam t ipe detektor dala m FTIR spektroskopi, yakni deuterated triglycine sulfate (TGS), pyroelectric bolometer, dan mercury cadmium telluride (MCT) photodetector. Umu mnya detektor MCT digunakan untuk mengukur sampel dala m bentuk cair dikarena kan kara kteristiknya yang lebih sensitif.

Intensitas cahaya yang berhasil mene mbus sampel dan ditangkap oleh detektor dihitung sebagai interval dari pergesaran cermin, yang me miliki nila i lebih kecil daripada satu mikro meter. Keluaran optis in i dih itung pada interval pergesaran cermin yang sama.

Di dala m spektrofoto meter FT IR terdapat laser heliu m-neon (He -Ne ) yang digunakan untuk mengukur pergesaran linear dari cermin bergerak sehingga komputer dapat menghitung keluaran optis pada pergesaran cermin yang tepat dalam bentuk data digital. Oleh sebab itulah laser He -Ne ini bertindak sebagai ja m internal spektrofotometer yang me mberitahukan lokasi yang tepat untuk me mpe roleh sebuah data dalam pengukuran interferogra m. Laser He -Ne in i me mancarkan cahaya dengan panjang gelombang 0.63299 mikro meter.

3. Inte rferogram

Pada saat seberkas sinar me masuki interfero meter, hanya satu panjang gelombang saja yang dapat keluar dari interfe ro meter. Pada detektor, cahaya ini mengala mi perubahan mula i dari sinar terang ke sinar gelap. Hal in i terjadi ka rena adanya perbedaan fase sinar di mana sin yal sinar yang paling tinggi terjadi pada saat posisi cermin menghasilkan fase konstruktif dan sinar sinyal paling rendah pada saat posisi cermin menghasilkan fase destruktif. Pada posisi cermin di mana sinar yang dihasilkan terleta k antara posisi interferensi konstruktif maksimu m dan posisi interferensi destruktif ma ksimu m, interferensi optis menyebabkan dihasilkannya sinar dengan pada intensitas intermed iat.

Hal inilah yang menyebabkan interfero meter ma mpu mengubah sinar menjadi beberapa intensitas yang berbeda meskipun berasal dari sumber yang sama.

Sebuah plot yang menggambarkan perubahan nilai intensitas yang teratur terhdapa pergeseran cermin dapat dilihat pada gambar berikut. Luaran dari interferogra m ini menghasilkan arus AC dan arus DC. Arus DC ke mudian dih ilangkan karena informasi spektra l haruslah dala m bentuk AC.

E. Analisis Multivariat

Analisis mult ivariat merupakan metode statistika pengolahan data yang dilaku kan untuk mengolah data yang me miliki variabel yang cukup banyak. Da la m terminologi sains dan teknologi, metode ini u mu mnya diterapkan dalam menghitung beberapa data variabel pada beberapa sampel.

(29)

14

Melalui metode ini, variabel data tersebut akan diseleksi sedemikian rupa sehingga me mbuang data yang tidak penting dan menghasilkan sejumlah data yang paling informatif dan berpengaruh terhadap parameter yang dia mati (Umetrics AB, 2006).

Beberapa hal yang termasuk ke dala m analisis mu ltivariat adalah merangku m dan me mv isualisasikan serangkaian data, mengklasifikasikan data ke dala m kelo mpok tertent u, seerta menentukan hubungan kuantitatif antara variabel. Ha l ini dapat dilakukan pada berbagai maca m model data multivariat, mu lai dari banyak sedikitnya variabel, banyak sedikitnya variabel, hingga lengkap tidaknya data yang diperoleh (Umetrics AB, 2006).

Pada umu mnya, analisi multiva riat terdiri atas multiple linear regression (MLR), linear discriminant analysis (LDA), canonical correlation (CC), factor analysis (FA), dan principle component analysis (PCA)(Umetrics AB, 2006).

Dala m beberapa kasus, seringkali analisis mu ltivariat diistilahkan dengan analisis megavariat. Bedanya, analisis megavariat digunakan pada data yang me miliki variabe l laten untuk menghasilkan data mult ivariat. Oleh sebab itu, analaisis megavariat dapat diterapkan pada data yang tidak lengkap. Sebagai contoh adalah data yang diterapkan pada proses teknologi terapan yang me miliki beberapa variabel laten yang tidak na mpak (Gra inger, 2003).

Dala m aplikasi keseharian, analisis mult ivariat ini banyak digunakan pada Quality Control (QC), pe monitoran proses produksi, maupun di sektor-sektor industri meliputi kimia, petrokimia, polimer, plastik, serat, logam dan materia l, teleko mun ikasi, automobil, se mikondukt or, hingga ma kanan dan minu man (Umetrics AB, 2006).

Dala m ana lisis mult ivariat, d ikena l dua istilah penting yakni observasi (N) dan variabel (K). Observasi seringkali disebut sebagai objek, sampe l, ataupun benda yang diamati. Sedangkan variabel adalah properti yang dia mati pada observasi(Umetrics AB, 2006).

Dala m bidang kimia, dikenal is tilah pengenalan pola (pattern recogniton). Istilah ini sebenarnya merupakan sinonim da ri ana lisis mult ivariat yang mene kankan proses yang dilaku kan untuk mene mukan pola data dari satu atau beberapa tahap observasi (Wold et al., 1984). Po la in i lah yang nantinya akan menyediakan in formasi mengenai hubungan antara observasi dala m satu kelas, mana yang dekat dan mana yang jauh , serta mana observasi yang tidak serupa dan merupakan pencilan. Melalu i metode ini juga dapat diperoleh informasi antara satu variabe l dengan variabel yang lain.

Jika dite mukan observasi yang me miliki pola yang berbeda, obseravasi tersebut akan dimasukan ke dala m ke las lain bersama dengan observasi lain yang mirip. Dengan demikian, terdapat tiga langkah uta ma dala m analisis mult ivariat, yakni: 1) perangku man dan penamp ilan data secara keseluruhan pada satu tabel, 2) pengklasifikasian beberapa ke lo mpok observasi, dan 3) pe mbuatan model regresi antara dua blo k data (X dan Y)(Umetrics AB, 2006).

1. Overvie w Data

Pada tahap awal, u mu mnya mas ih sedikit informasi yang diketahui. Oleh sebab itu, diperlukan cara untuk menyajikan data dalam bentuk yang sederhana dan mudah dimengerti. Proses penyajian ini dapat dilakukan dengan menggunakan pricipal component analysis (PCA) (Jackson, 1991). PCA ma mpu merangku m data dengan baik sekaligus menunjukkan re lasi antara observasi yang diukur serta observasi yang berupa pencilan. Di samp ing itu, PCA ma mpu menunjukkan hubungan antara variabel dengan observasi. Dengan demikian, dapat diketahui variabel yang berkontribusi terhadap observasi maupun tidak(Umet rics AB, 2006).

(30)

15

2. Pengklasifikasian Data

Pada tahap ini, observasi akan d iklasifikasi ke dala m kelo mpo k-kelo mpok. Pada tiap kelo mpok akan terdapat beberapa observsi yang me miliki kriteria mirip dan sesuai den gan kriteria kelo mpok tersebut. Dala m beberapa kasus, seringkali hanya diperoleh dua sampai tiga ke lo mpok observasi saja. Hal in i menunjukkan diperlukannya pemodelan PCA lanjutan sehingga diperoleh hubungan yang lebih mudah dipahami. Di samping itu, dari hasil klasifikasi in i juga seringkali dite mu kan observasi yang tidak dapat dimasukkan ke dala m ke lo mpok manapun. Observasi ini digolongkan sebagai pencilan(Umetrics AB, 2006).

3. Pembuatan Model Regresi

Tahap terakhir dari analisis mult ivariat adalah pembu atan model regresi antara dua blok data. Pe modelan jenis in i dilaku kan dengan menggunakan metode partial least square-ordinary least square(OLS). Adapun dua blok data yang dikorelasikan umu mnya dinyatakan sebagai X dan Y. Blok X seringka li d iistilahkan sebagai faktor atau prediktor sementara Y d iistilahkan sebagai respon(Umetrics AB, 2006).

Tujuan dari pembuatan model regresi ini ada lah menentukan nila i Y dari X dala m rangka me mp rediksi observasi yang baru. Hal ini d ila kukan dengan cara mengumpulkan data X. Oleh sebab itu, langkah ini sering juga dina ma kan kuantifikasi dan prediksi. Lebih lanjut, data yang tepat dan model OLS yang akurat d iperlukan untuk menje laskan hubungan bagaimana fa ktor me mpengaruhi respon, bagaimana respon berkorelasi satu sama lain, serta bagaimana mengatur faktor sehingga mendapatkan profil respon yang diinginkan(Umetrics AB, 2006).

(31)

16

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. WAKTU DAN TEMPAT

Penelit ian dilaksanakan sela ma t iga bulan (Desember 2011 s.d. Februari 2012). Penelit ian dila ksanakan di Laboratoriu m Pengolahan Pilot Plant South East Asia Food Agricultural Science and Technology Center (SEAFAST CENTER), Institut Pertanian Bogor dan Laboratoriu m Kimia Pangan serta Laboratoriu m Biokimia Pangan Departe men Ilmu dan Teknolog i Pangan, Fa kultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

B. BAHAN DAN ALAT

Bahan utama yang digunakan sebagai sampel adalah minyak goreng ke lapa sawit ko mersial yang berasal dari dua batchyang berbeda, yakni minyak goreng produksi-1dengan batchkode produksi061013/01BJKU dan minyak goreng produksi-2 denganbatchkode produksi090813/02BJKU. Bahan la in yang digunakan selama persiapan sampe l penggorengan adalah lele dumbousia 2,5 bulan dengan ukuran 9 le le/kilogra m, dan bumbu lele yang dibeli di pasaran. Se mentara bahan yang digunakan untuk analisis bilangan asam adalah a kuadestilata, la rutan NaOH 0,1 N, kristal KHP, indikator phenolphtalein (PP) dala m alkohol (1%), dan alkohol 96%. Adapun bahan yang digunakan

untuk analisis bilangan peroksida adalah akuadestilata, asam asetat glasial, la rutan Na2S2O3 0,01 N,

larutan pati 1%, larutan KI jenuh. Adapun bahan yang digunakan selama analisis spektroskopi FTIR adalah heksan murni (PA).

Alat yang digunakan dalam tahap persiapan sampel adalah t imbangan digital, basko m, blender, plastik pe mbungkus, deep fat fryerberpengontrol suhu mere k Cecilware kapasitas 10 liter minyak goreng dengan dimensi a lat 48 c m x 30 c m x 20 c m dan ke ranjang ke ranjang penggorengan dengan dimensi 25 c m x 13,5 c m x 11 c m, botol kaca gelap ukuran 50 ml, via l kecil u kuran 5 ml, p lastisin, gunting kecil, alu muniu m foil, tissue. Alat yang digunakan dalam tahap analisis bilangan asam dan analisis bilangan peroksida adalah: botol kaca besar berwarna ge lap untuk menyimpan larutan, pipet tetes, labu takar, gelas ukur, gelas piala, biuret, labu erlen meyer, hot plate, sudip, bulb, pipet volumetrik, sarung tangan, masker,neraca analit ik, dan refrigator. Adapun alat yang digunakan untuk tahap analisis spektroskopi FTIR adalah tabung sentrifus, centrifuge Perkin-Elme r, sudip, tissue lensa, neraca digital, dan refrigator.

C. METODE PENELITIAN

Penelit ian in i dibagi menjadi tiga tahapan yang saling berurutan satu sama la innya, yaitu: (1)tahap persiapan sampel yang meliputi persiapan penyiapan lele dan penggorengan lele, (2) tahap analisis laboratoriu m yang me liputi ana lisis bilangan asam dan bilangan peroksida minyak goreng, dan analisis spektrum minyak goreng dengan spektroskopi FTIR, serta (3) tahap analisis statistik mu ltivariat data laboratoriu m yang menggunakan dua maca m analisis, yakn i: PCA (Principle Component Analysis) dan OLS (Ordinary Least Square). Secara umu m, tahapan ini tampak pada Ga mbar 3.

(32)

17

1. Persiapan Sampel

Tahap persiapan sampel merupakan tahapan awal sebelu m d ila kukannya analisis. Pada Ga mbar 4, tahapan ini me liputi penyiapan le le, penggorengan lele, dan penyiapan sampel minyak goreng untuk dianalisis.

a. Penyiapan lele

Pada tahap ini, dibutuhkan lele sebanyak 9 kilogra m untuk setiap batch penggorengan. Le le yang digunakan berasal dari varietas lele dumbo usia 2,5 bulan dengan ukuran 9 lele/kg. Le le ini dibeli d i pasar Dra maga, Bogor. Le le yang telah diperoleh ke mudian dibersihkan dan dibuang bagian insangnya. Setelah itu, lele dicuci hingga bersih.

Untuk me mpe roleh kara kteristik penggorengan seakurat mungkin dengan kondisi nyata di lapangan, lele yang men jadi bahan penggorengan harus dibumbui terlebih dahulu. Sebanyak 250 gra m bumbu le le yang dibeli di pasar Dra maga d ica mpur dengan 250 gra m gara m dan 500 ml cuka 7,5%. Sebanyak 9 kilogra m lele yang telah dibersihkan tadi dilu muri dengan ca mpuran bumbu hingga me rata dan direnda m sela ma 30 men it.

t = 15 menit

T = 1800C

Ga mbar 3. Diagra m alir metode penelitian Disimpan dalam refrigerator (T = -250C) Analisis bilangan asam Analisis bilangan peroksida Analisis spektrum FTIR Analisis Statistika PCA Analisis StatistikA PLS Penggorengan lele (9 kali) Minyak goreng produksi-1

ulangan 1 dan 2 serta minyak goreng produksi-2

ulangan 1 dan 2 Sampel kontro (100 ml) Sampel penggoreng-an 1,3,5,7,9 (100 ml)

(33)

18

b. Penggorengan lele

Penggorengan ini dilaku kan dengan menggunakan deepfat fryer.Penggorengan lele dila kukan dila kukan sebanyak sembilan ka li menggunakan minyak goreng yang sama dengan lele yang berbeda. Sesuai dengan kapasitas alat, setiap kali penggorengan me mbutuhkan 1 kilogra m lele dala m 10 liter

Gambar 4. Diagram alir persiapan sampel

t = 15 menit T = 1800C Lele Dumbo 9 kg (ukuran 9 lele/kg) Dicampur, direndam selama 30 menit Dipisah menjadi 9 bagian (1 kg/ bagian) Dibersihkan, dicuci M inyak Goreng Kelapa Sawit 10 liter Sampel kontrol M asukkan dalam refrigator (T = -250C) Analisis titrimetri Sentrifus Analisis FTIR Supernatan Bumbu lele 250 g Garam dapur 250 g Cuka makan 7,5% 500 ml Penggorengan sampai 9 kali Sampel penggorengan 1,3,5,7,9 (100 ml)

P

e

n

y

ia

p

an

le

le

P

e

n

g

g

o

re

n

g

an

L

e

le

A

n

a

li

si

s

S

am

p

e

l

t = 20 menit T ruang v= 3000 RPM

Gambar

Tabel 1. Pe rsyaratan Minyak Goreng (  SNI 01-3741-2002)
Tabel  3  menunjukkan  dilihat  bahwa  asam  le ma k  dala m  minyak  ke lapa  sawit  terdiri  atas  dua  jenis, yaitu asam le mak jenuh dan asam le mak tidak jenuh
Tabel 5. Data produksi le le du mbo (ton) tahun 1999 -2003 (Mahyuddin 2008)
Gambar 4. Diagram alir persiapan sampel
+3

Referensi

Dokumen terkait

 Melaporkan informasi tentang satuan untuk setiap barang dagangan di suatu toko/warung  Melaporkan informasi tentang harga untuk setiap barang dagangan di suatu toko/warung

Wahyuddin (2006) dalam penelitian dengan judul analisis pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasaan konsumen pada Matahari Departement Store di Solo Grand Mall, DAYA SAING Jurnal

Some coping mechanisms may get at the root cause of the stress, while some, like defense mechanisms may alleviate. symptoms without addressing the root

Pada hari Jum'at tanggal 28 September 2012 , kami Panitia Pengadaan Barang dan Jasa yang diangkat berdasarkan Surat Keputusan Dinas Bina Marga dan Pengairan Kab. 719-

Penggunaan dua metode ini dilakukan karena pada metode pengembangan sistem pakar yang dikemukakan oleh Durkin dalam tahap desain tidak memberikan penjelasan mengenai

[r]

Dalam penelitian ini saya selaku responden bersedia diberikan edukasi setiap bulan, dilakukan pengukuran lingkar pinggang, berat badan, tekanan darah dan bersedia diambil

Website yang kita desain dapat di kreasikan dalam bentuk objek objek menarik yang didasari pada homepage untuk memudahkan pengjung menerima informasi informasi di dalam Web