• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Bendungan merupakan bangunan yang berfungsi untuk menampung dan menyimpan air dalam jumlah yang cukup besar. Bendungan biasanya dibangun pada daerah cekungan, serta letaknya melintang pada alur sungai (Sosrodarsono, 1989).Menurut Soedibyo, berdasarkan konstruksinya bendungan dibagi menjadi 3 yaitu bendungan urugan, bendungan beton, dan bendungan lainnya. Bendungan urugan adalah bendungan yang dibangun berdasarkan hasil penggalian bahan tanpa tambahan bahan lain yang bersifat bahan kimia. Bendungan urugan dibagi menjadi 3 yaitu bendungan urugan homogen, bendungan urugan berlapis (zone dams, rockfill dams), bendungan urugan batu dengan lapisan kedap air dimuka.

Bendungan beton adalah bendungan yang dibuat dari konstruksi beton baik dengan tulangan maupun tidak. Bendungan beton dapat dibagi lagi menjadi 4 yaitu bendungan beton berdasar berat sendiri, bendungan beton dengan penyangga, bendungan beton berbentuk lengkung dan bendungan beton kombinasi. Sedangkan bendungan lainnya adalah bendungan yang menggunakan bahan lainnya seperti bendungan kayu, bendungan besi dan bendungan pasangan batu. Bendungan lainnya biasanya hanya berupa bendungan kecil. Bendungan dengan Sistem Panel Serbaguna dapat dimasukkan dalam tipe bendungan beton precast kombinasi berdasar berat sendiri, hanya saja menggunakan metode pelaksanaan yang khusus.

2.2 Tipe Bendungan

Tipe bendungan dapat dilihat dari beberapa segi yang masing-masing menghasilkan tipe yang berbeda-beda. Maka pembagian tipe bendungan dapat dipandang dari 7 keadaan yaitu: berdasar ukurannya, tujuan pembangunannya, penggunaannya, jalannya air, konstruksinya, fungsinya, dan menurut ICOLD.

1. Tipe Bendungan Berdasarkan Ukurannya A. Bendungan besar

Menurut ICOLD definisi dari bendungan besar adalah bendungan yang memiliki tinggi lebih dari 15 m. Bendungan yang tingginya diantara 10m sampai

(2)

5 15 m dapat digiloingkan bendungan besar bila memenuhi 1 atau lebih kriteria berikut:

1. Panjang bendungan tidak kurang dari 500m. 2. Kapasitas waduk tidak kurang dari 1 juta m3.

3. Debit banjir maksimum tidak kurang dari 2000m3/dtk. 4. Bendungan menghadapi kesulitan khusus pada pondasinya. 5. Bendungan tidak didesain seperti biasanya.

B. Bendungan kecil

Semua Bendungan yang tidak memenuhi persyaratan bendungan besar disebut bendungan kecil.

2. Tipe Bendungan Berdasarkan Tujuan Pembangunannya A. Bendungan dengan tujuan tunggal

Bendungan dengan tujuan tunggal merupakan bendungan yang dibangun dengan satu tujuan.

B. Bendungan serbaguna

Bendungan serbaguna merupakan bendungan yang dibangun untuk memenuhi beberapa tujuan.

3. Tipe Bendungan Berdasarkan Penggunaannya A. Bendungan untuk membentuk waduk

Bendungan untuk membentuk waduk merupakan bendungan yang membentuk waduk untuk menyimpan cadangan air untuk dapat digunakan pada waktu diperlukan.

B. Bendungan penangkap/ pembelok air

Bendungan Penangkap adalah bendungan yang dibangun agar permukaan airnya lebih tinggi agar air dapat mengalir ke saluran air atau terowongan air.

C. Bendungan untuk memperlambat jalannya air

Bendungan untuk memperlambat jalannya air dalah bendungan yang dibangun untuk memperlambat jalannya air.

(3)

6

4. Tipe Bendungan Berdasarkan konstruksinya A. Bendungan urugan

Menurut ICOLD bendungan urugan adalah bendungan yang dibangun dari hasil penggalian bahan tanpa tambahan bahan lain yang bersifat campuran secara kimia. Bendungan urugan dapat dibagi menjadi 3 yaitu bendungan urugan homogen, bendungan urugan berlapis dan bendungan urugan batu dengan lapis kedap air.

B. Bendungan beton

Bendungan beton merupakan bendungan yang dibuat dari konstruksi beton dengan atau tidak menggunakan tulangan. Bendungan beton dapat dibagi seperti berikut:

1. Bendungan beton berdasrkan berat sendiri 2. Bendungan beton dengan penyangga 3. Bendungan beton berbentuk lengkung 4. Bendungan beton kombinasi

C. Bendungan lainnya

Bendungan ini biasanya berukuran kecil. Bendungan ini terbuat dari material lain misalnya bendungan kayu, bendungan besi, bendungan pasangan batu.

5. Tipe Bendungan Berdasarkan Fungsinya A. Bendungan pengelak.

Bendungan pengelak berfungsi untuk mengalihkan aliran air yang bertujuan untuk mengeringkan lokasi pekerjaan bendungan utama.

B. Bendungan utama.

Bendungan utama adalah bendungan yang dibangun untuk memenuhi satu atau lebih tujuan tertentu.

C. Bendungan sisi.

Bendungan sisi adalah bendungan yang terletak di sebelah sisi kiri atau kanan bendungan utama. Ini dipakai untuk membuat proyek seoptimal mungkin dengan menaikkan sisi kiri atau sisi kanan dengan tinggi yang sama dengan bendungan utama.

(4)

7

D. Bendungan di tempat rendah.

Bendungan di tempat rendah adalah bendungan yang terletak di tepi waduk jauh dari bendungan utama yang berfungsi untuk mencegah keluarnya air dari waduk.

E. Tanggul

Tanggul adalah bendungan yang terletak di sebelah sisi kiri atau kanan bendungan utama dan ditempat yang jauh dari bendungan utama. Tinggi maksimal tanggul hanya 5m dengan panjang puncaknya maksimal 5 kali tingginya.

F. Bendungan limbah industry

Bendungan limbah industry adalah bendungan yang terdiri dari hasil timbunan secara bertahap untuk menahan hasil limbah industri.

G. Bendungan pertambangan

Bendungan pertambangan adalah bendungan yang terdiri dari hasil timbunan secara bertahap untuk menahan hasil galian pertambangan.

2.2.1 Pemilihan Tipe Bendungan

Pemilihan tipe bendungan disesuaikan dengan tujuan pembangunan, keadaan topografi, dan ketersediaannya bahan bangunan setempat. Apabila keadaan geologinya memungkinkan dan bahan bendungan relatif sedikit maka tipe bendungan menggunakan sistem panel serbaguna bisa lebih murah dibandingkan dengan bendungan urugan.

Dalam proposal tugas akhir ini digunakan metode sistem panel serbaguna, yaitu bendungan berdasar berat sendiri dengan perkuatan wadah berupa beton pracetak yang dirangkai menggunakan profil baja plat kunci dan batang tarik. 2.3 Analisis Hidrologi

Dalam merencanakan suatu konstruksi bangunan air terlebih dahulu harus dilakukan analisa hidrologi pada daerah rencana. Analisa hidrologi dilakukan dengan menganalisa data curah hujan. Analisa curah hujan bertujuan untuk mendapatkan debit banjir rencana. Debit banjir rencana selanjutnya digunakan sebagai dasar dalam perencanaan konstruksi bangunan air.

(5)

8 2.3.1 Pemeriksaan Data Secara Statistik

A. Pemeriksaan data dengan metode RAPS

Data hujan harus diuji terlebih dahulu konsistensinya untuk mendapatkan hasil analisa yang lebih teliti. Metode Rescaled Adjusted Partial Sum(RAPS) adalah metode pengujian dengan komulatif penyimpangan terhadap nilai rata-rata dibagi dengan akar komulatif rerata penyimpangan terhadap nilai reratanya. Rumus-rumus yang digunakan adalah (Sri Harto, 1990):

So* = 0 (2.1) Sk* =

   1 1 ) ( k i Y Yi dengan k = 1, 2, 3,... (2.2) Sk** = Dy Sk * (2.3) Dy2 = n Y Yi n i

  1 2 ) ( (2.4)

Nilai statistik Q dan R:

Q = maks Sk** dengan 0  k  n

R = maks Sk** - min Sk** dengan 0  k  n

Dengan melihat nilai statistik maka dapat dicari nilai Q / n dan R / n . Hasilnya dibandingkan dengan nilai Q / n syarat dan R / n. Data dikatakan masih dalam batasan konsisten jika Q / ndan R / n yang dihitung lebih kecil dari Q / n dan R / n syarat. Pengujian dengan metode RAPS dilakukan pada setiap stasiun hujan yang digunakan dalam studi ini.

(6)

9 Tabel 2.1 Tabel Nilai Q / n dan R / n

n n Q / R / n 90% 95% 99% 90% 95% 99% 10 1.05 1.14 1.29 1.21 1.28 1.38 20 1.10 1.22 1.42 1.34 1.43 1.60 30 1.12 1.24 1.46 1.40 1.50 1.70 40 1.13 1.26 1.50 1.42 1.53 1.74 50 1.14 1.27 1.52 1.44 1.55 1.78 100 1.17 1.29 1.55 1.50 1.62 1.86 1.22 1.36 1.63 1.62 1.75 2.00

Sumber: Sri Harto

B. Pemeriksaan adanya Outliner data

Outliner adalah data dengan nilai jauh berada di antara data-data yang lain, keberadaan outliner biasanya mengganggu pemilihan jenis distribusi untuk suatu sampel data. Adapun paramter yang digunakan adalah sebagai berikut:

) . exp(X KnS XH   ) . exp(X KnS XL  

Dengan dua batas ambang bawah (XL) dan atas (XH) X dan S adalah

masing-masing nilai rata-rata dan simpangan baku dari logaritma sampel data, Kn dapat dilihat pada tabel 2.2 dimana n adalah jumlah sampel.

(7)

10 Tabel 2.2 Harga Kn untuk pemeriksaan outliner

Jumlah Data (n) Kn Jumlah Data (n) Kn 10 2.036 38 2.661 11 2.088 39 2.671 12 2.134 40 2.682 13 2.175 41 2.692 14 2.213 42 2.700 15 2.247 43 2.710 16 2.279 44 2.719 17 2.309 45 2.727 18 2.335 46 2.736 19 2.361 47 2.744 20 2.385 48 2.753 21 2.408 49 2.760 22 2.429 50 2.768 23 2.448 55 2.804 24 2.467 60 2.837 25 2.486 65 2.866 26 2.502 70 2.893 27 2.519 75 2.917 28 2.534 80 2.940 29 2.549 85 2.961 30 2.563 90 2.981 31 2.577 95 3.000 32 2.591 100 3.017 33 2.604 110 3.049 34 2.616 120 3.078 35 2.628 130 3.104 36 2.390 140 3.129 37 2.650

(8)

11 2.3.2 Curah Hujan Rencana

Curah hujan rencana adalah curah hujan tahunan terbesar pada suatu periode ulang tertentu. Perhitungan debit hujan rencana diperlukan untuk mendapatkan debit banjir rencana.

a. Distribusi Normal

Disribusi normal dapat dituliskan dalam bentuk rata-rata dan simpangan bakunya, sebagai berikut:

( X ) =

[ ]

-∞ < x <∞ (2. 5)

dimana,

F(X) = Fungsi densitas peluang normal (ordinat kurva normal), x = Variabel acak kontinu,

σ = Simpangan baku dari nilai x, µ = Rata-rata nilai x.

b. Distribusi Log Normal

Pada perhitungan curah hujan dengan metode ini, rumus yang digunakan adalah: ( X ) = √ -(y- y )2 / ( 2 y 2 ) (2.6) y = Log X (2.7) dimana,

P(X) = Peluang log normal, X = Nilai varian pengamatan, σy = Deviasi standar nilai varian Y.

µy = Nilai rata-rata populasi Y. c. Distribusi Gumbel

Rumus yang digunakan pada perhitungan curah hujan dengan metode ini adalah:

X ̅ (2.8)

dimana,

̅ = Harga rata-rata sampel X = Nilai varian pengamatan

(9)

12 Faktor probabilitas K untuk harga-harga ekstrim Gumbel dapat dinyatakan dalam persamaan:

K

(2.9) dimana,

Yn = Reduced mean yang tergantung jumlah sampel/data n

Sn = Reduced standard deviation yang juga tergantung pada jumlah

sampel/data n

YTr = Reduced variate, yang dapat dihitung dengan persamaan berikut

ini : YTr = {

}

Penentuan nilai-nilai Yn dan Sn, dapat dilihat pada Tabel 2.3 dan Tabel 2.4 berikut ini:

Tabel 2.3 Reduce Mean

Reduce Mean, Yn n 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0.4952 0.4996 0.5035 0.5070 0.5100 0.5128 0.5157 0.5181 0.5202 0.5220 20 0.5236 0.5252 0.5268 0.5283 0.5296 0.5300 0.5820 0.5882 0.5343 0.5353 30 0.5362 0.5371 0.5380 0.5388 0.5396 0.5400 0.5410 0.5418 0.5424 0.5430 40 0.5436 0.5442 0.5448 0.5453 0.5458 0.5468 0.5468 0.5473 0.5477 0.5481 50 0.5485 0.5489 0.5493 0.5497 0.5501 0.5504 0.5508 0.5511 0.5515 0.5518 60 0.5521 0.5524 0.5527 0.5530 0.5533 0.5535 0.5538 0.5540 0.5543 0.5545 70 0.5548 0.5550 0.5552 0.5555 0.5557 0.5559 0.5561 0.5563 0.5565 0.5567 80 0.5569 0.5570 0.5572 0.5574 0.5576 0.5578 0.5580 0.5581 0.5583 0.5585 90 0.5586 0.5589 0.5589 0.5591 0.5592 0.5593 0.5595 0.5596 0.5598 0.5599 100 0.5600 0.5603 0.5603 0.5604 0.5606 0.5607 0.5608 0.5609 0.5610 0.5611 Sumber: Suripin, 2004

(10)

13 Tabel 2.4 Reduce Standar Deviation

Reduce Standar Deviation, Sn

n 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0.9496 0.9676 0.9833 0.9971 1.0000 1.0206 1.0316 1.0411 1.0493 1.0565 20 1.0628 1.0696 1.0754 1.0811 1.0864 1.0915 1.0961 1.1004 1.1047 1.1080 30 1.1124 1.1159 1.1193 1.1226 1.1255 1.1285 1.1313 1.1339 1.1363 1.1388 40 1.1413 1.1436 1.1458 1.1480 1.1499 1.1519 1.1538 1.1557 1.1574 1.1590 50 1.1607 1.1623 1.1638 1.1658 1.1667 1.1681 1.1696 1.1708 1.1721 1.1734 60 1.1747 1.1759 1.1770 1.1782 1.1793 1.1803 1.1814 1.1824 1.1834 1.1844 70 1.1854 1.1863 1.1873 1.1881 1.1890 1.1898 1.1906 1.1915 1.1923 1.1930 80 1.1938 1.1945 1.1953 1.1959 1.1967 1.1973 1.1980 1.1987 1.1994 1.2001 90 1.2007 1.2013 1.2020 1.2026 1.2032 1.2036 1.2044 1.2049 1.2055 1.2060 100 1.2065 - - - - Sumber: Suripin, 2004

(11)

14 Tabel 2.5 Reduce Variate

Reduce Variate Ytr sebagai fungsi periode ulang Return Periode ( T ) Reduce Variate

( years ) YT 2 0.3665 5 1.4999 10 2.2502 20 2.9606 25 3.1985 50 3.9019 100 4.6001 200 5.296 500 6.214 1000 6.919 5000 8.539 10000 9.921 Sumber: Suripin, 2004

d. Distribusi Log Person Tipe III

Parameter-parameter statistik yang diperlukan oleh distribusi log person tipe III adalah:

1. Nilai rata-rata, 2. Standar deviasi,

3. Koefisien kemencengan.

Langkah-langkah perhitungan menurut Soemarto (1995): 4. Data-data yang ada diubah ke dalam bentuk logaritma 5. Hitung rata-rata dengan rumus:

log ̅ ∑ (2.10)

6. Hitung standar deviasi dengan rumus: Si=√∑ ∑

(2.11)

7. Hitung koefisien kemencengan dengan rumus:

Cs = ∑ (2.12) 8. Curah hujan rencana dapat dihitung dengan rumus:

(12)

15 Nilai K dapat diambil dari Tabel 2.6 berdasarkan nilai koefisien kepencengannya (Cs).

Tabel 2.6 Periode ulang

Sumber: C D. Soemarto (1995) Koefisien kepencengan (Cs) Kala Ulang 2 5 10 25 50 100 200 1000

Kemungkinan terjadinya banjir ( % )

50 20 10 4 2 1 0.5 0.1 3.0 -0.396 0.420 1.150 2.278 3.152 4.051 4.970 7.250 2.5 -0.360 0.518 1.250 2.262 3.048 3.845 4.652 6.600 2.2 -0.330 0.574 1.284 2.240 2.970 3.705 4.444 6.200 2.0 -0.307 0.609 1.302 2.219 2.912 3.605 4.298 5.910 1.8 -0.282 0.643 1.318 2.193 2.848 3.499 4.147 5.660 1.6 -0.254 0.675 1.329 2.163 2.780 3.388 3.990 5.390 1.4 -0.225 0.705 1.337 2.128 2.706 3.271 3.828 5.110 1.2 -0.195 0.732 1.340 2.087 2.626 3.149 3.661 4.820 1.0 -0.164 0.758 1.340 2.043 2.542 3.022 3.459 4.540 0.9 -0.148 0.769 1.339 2.018 2.498 2.957 3.401 4.395 0.8 -0.132 0.780 1.336 1.998 2.453 2.891 3.312 4.250 0.7 -0.116 0.790 1.333 1.967 2.407 2.824 3.223 4.105 0.6 -0.099 0.800 1.328 1.939 2.359 2.755 3.132 3.960 0.5 -0.083 0.808 1.323 1.910 2.311 2.686 3.041 3.815 0.4 -0.066 0.816 1.317 1.880 2.261 2.615 2.949 3.670 0.3 -0.050 0.824 1.309 1.849 2.211 2.544 2.856 3.525 0.2 -0.033 0.830 1.301 1.818 2.159 2.472 2.763 3.330 0.1 -0.017 0.836 1.292 1.785 2.107 2.400 2.670 3.235 0.0 0.000 0.842 1.282 1.751 2.054 2.326 2.576 3.090 -0.1 0.017 0.846 1.270 1.716 2.000 2.252 2.482 2.950 -0.2 0.033 0.850 1.258 1.680 1.945 2.178 2.383 2.810 -0.3 0.050 0.853 1.245 1.643 1.890 2.104 2.294 2.675 -0.4 0.066 0.855 1.231 1.606 1.834 2.029 2.201 2.540 -0.5 0.083 0.856 1.216 1.567 1.777 1.955 2.103 2.400 -0.6 0.099 0.857 1.200 1.528 1.720 1.800 2.016 2.275 -0.7 0.116 0.857 1.183 1.488 1.663 1.806 1.926 2.150 -0.8 0.132 0.856 1.166 1.448 1.606 1.733 1.837 2.035 -0.9 0.148 0.854 1.147 1.407 1.549 1.660 1.749 1.910 -1.0 0.164 0.852 1.128 1.366 1.492 1.588 1.664 1.800 -1.2 0.195 0.844 1.086 1.282 1.379 1.449 1.501 1.625 -1.4 0.225 0.832 1.041 1.198 1.270 1.318 1.251 1.465 -1.6 0.254 0.817 0.995 1.116 1.166 1.197 1.216 1.280 -1.8 0.282 0.799 0.945 1.035 1.069 1.087 1.097 1.130 -2.0 0.307 0.777 0.895 0.959 0.980 0.990 0.995 1.000 -2.2 0.330 0.752 0.855 0.888 0.900 0.905 0.907 0.910 -2.5 0.360 0.711 0.771 0.793 0.798 0.799 0.800 0.802 -3.0 0.396 0.636 0.666 0.666 0.666 0.667 0.667 0.668

(13)

16

e. Curah Hujan Maksimum Yang Mungkin Terjadi (Probable Maximum

Pricipitation, PMP)

Perlu kiranya mengetahui besarnya curah hujan maksimum yang mungkin terjadi (PMP), dan kemudian dilanjutkan dengan analisa banjir yang mungkin terjadi (PMF). Untuk analisa PMP menggunakan rumus Hersfield sebagai berikut,

Sn Km X

Xm  . (2.13)

Dimana,

Xm = Curah hujan maksimum yang mungkin terjadi X = Rata-rata data hujan harian maksimum tiap tahun

Km = Variabel statistik yang dipengaruhi oleh distribusi frekuensi Nilai-nilai ekstrim

Sn = Standar deviasi data hujan harian maksimum. 2.3.3 Uji Distribusi Frekuensi

a. Uji Smirnov-Kolmogorov

Uji distribusi frekuensi dilakukan setelah penggambaran data hujan pada kertas probabilitas dan aris teoritisnya. Uji distribusi frekuensi diperlukan untuk menentukan apakah sebaran data hujan untuk menghitung banjir rencana sudah layak digunakan atau belum.Pada penelitian kali ini akan digunakan test uji Smirnov-Kolmogorov.

Untuk mengadakan pengujian itu terlebih dahulu harus dilakukan ploting data dari hasil pengamatan di kertas probabilitas dan garis durasi yang sesuai. Ploting data pengamatan dan garis durasi pada kertas tersebut dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

1. Data curah hujan harian maksimum tiap tahun disusun dari kecil ke besar. 2. Hitung nilai peluang terbesar dari distribusi empiris (posisi ploting) dan

distribusi teoritis.

3. Bandingkan nilai peluang terbesar tersebut dengan peluang pada tabel uji Smirnov-Kolmogorov.

4. Akurasi perhitungan dapat dilihat dari hasil perbandingan diatas dan harus memenuhi persamaan:

(14)

17 dimana,

Δmax = Peluang terbesar dari distribusi empiris dan teoritis, Δcr = Nilai peluang dari tabel Smirnov-Kolmogorov (tabel 2.7) Tabel 2.7 Nilai kepercayaan

N Nilai kepercayaan  0.2 0.1 0.05 0.01 5 0.45 0.51 0.55 0.67 10 0.32 0.37 0.41 0.49 15 0.27 0.30 0.34 0.40 20 0.23 0.26 0.29 0.36 25 0.21 0.24 0.27 0.32 30 0.19 0.22 0.24 0.29 35 0.18 0.20 0.23 0.27 40 0.17 0.19 0.21 0.25 45 0.16 0.18 0.20 0.24 50 0.15 0.17 0.19 0.23 n>50 1.07/n 1.22/n 1.36/n 1.63/n Sumber: Suripin (2004) b. Uji Chi-kuadrat

Uji chi-kuadrat dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi yang dipilih dapat mewakili distribusi statistic sampel yang dianalisis. Uji ini dihitung dengan rumus berikut:

= ∑ (2.15)

Dimana,

= Parameter chi-kuadrat terhitung, = Jumlah sub kelompok,

= Jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok I, = Jumlah nilai teoritis pada sub kelompok i.

(15)

18 Tabel 2.8 Nilai (X²cr) dari Chi-Square

n  Derajat Kepercayaan 0.95 0.8 0.5 0.2 0.05 0.001 1 0.00393 0.064 0.455 1.642 3.841 10.827 2 0.103 0.446 1.386 3.219 5.991 13.815 3 0.352 1.005 2.366 4.642 7.815 16.268 4 0.711 1.649 3.357 5.989 9.488 18.465 5 1.145 2.343 4.351 7.289 11.07 20.517 6 1.635 3.07 5.348 8.558 12.592 22.457 7 2.167 3.822 6.346 9.803 14.067 24.322 8 2.733 4.594 7.344 11.03 15.507 26.125 9 3.325 5.38 8.343 12.242 16.919 27.877 10 3.94 6.179 9.342 13.442 18.307 29.588 11 4.575 6.989 10.341 14.631 19.975 31.264 12 5.226 7.807 11.34 15.812 21.026 32.909 13 5.892 8.634 12.34 16.985 22.362 34.528 14 6.571 9.467 13.339 18.151 23.685 36.123 15 7.962 10.307 14.339 19.311 24.996 37.697 16 7.962 11.152 15.338 20.465 26.296 39.252 17 8.672 12.002 16.338 21.615 27.587 40.79 18 9.39 12.857 17.338 22.76 28.869 42.312 19 10.117 13.716 18.338 23.9 30.144 43.82 21 11.501 15.445 20.377 26.171 32.671 46.797 22 12.338 16.314 21.337 27.301 33.924 48.268 23 13.91 17.187 22.337 28.429 35.175 49.728 24 13.848 18.062 23.377 29.553 36.415 51.179 25 14.611 18.94 24.337 30.675 37.652 52.62 26 15.379 19.82 25.336 31.795 38.885 54.052 27 16.151 20.703 26.336 32.912 40.113 55.476 28 16.928 21.588 27.336 34.027 41.337 56.893 29 17.708 22.475 28.336 35.139 42.557 58.302 30 18.493 23.364 29.336 36.25 43.773 59.703

(16)

19 2.3.4 Debit Banjir Rencana

a. Metode Rasional Jepang

Metode ini dapat menggambarkan hubungan antara debit limpasan dengan besarnya curah hujan secara praktis dan berlaku untuk luas daerah pengaliran sungai (DAS) hingga 5000 hektar. Dua komponen utama yang digunakan adalah waktu konsentrasi (t) dan intensitas curah hujan (I). Rumus yang digunakan adalah :

Qp = 0,278.C.I.A (2.16)

Dimana :

Qp = Debit puncak banjir (m3/dt) C = Koefisien limpasan

I = Intensitas curah hujan (mm/jam) A = Luas daerah tadah hujan (km2)

Untuk mendapatkan intensitas curah hujan (I) dapat diguunakan rumus dari Mononobe sebagai berikut :

3 2 24 24 24         t R I (2.17) 6 . 0 72         L H V (2.18) Dimana :

I = Intensitas curah hujan (mm/jam)

R24 =Curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)

t = Waktu konsentrasi (jam) L = Panjang sungai (km)

V = Kecepatan perambatan banjir (m/dt)

H = Beda tinggi antara titik terjauh dari mulut daerah pengaliran (km)

(17)

20 Tabel 2.9 Koefisien Pengaliran Menurut Mononobe

Kondisi Daerah Koefisien Pengaliran

Daerah pegunungan berlereng terjal Daerah perbukitan

Daerah bergelombang yang bersemak-semak Daerah dataran yang digarap

Daerah persawahan irigasi Sungai di daerah pegunungan Sungai kecil di daerah dataran

Sungai besar dengan wilayah pengaliran yang lebih dari seperduanya terdiri dari dataran

0,75 – 0,90 0,70 – 0,80 0,50 – 0,75 0,45 – 0,60 0,70 – 0,80 0,75 – 0,85 0,45 – 0,75 0,50 – 0,75

Sumber: Suyono Sosrodarsono, 1978 b. Metode Nakayasu

Untuk mendapatkan debit banjir rencana digunakan metode Nakayasu dengan rumus sebagai berikut:

Qp=

(2.19)

Dengan,

= Debit puncak banjir (m3/detik) Ro = Hujan satuan (mm)

A = Luas daerah irigasi

Tp = Tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir

(jam)

T0,3 = Waktu yang diperlukan oleh penurunan debit puncak sampai

menjadi 30% dari debit puncak (jam)

Bagian lengkung naik hidrograf satuan mempunyai persamaan:

Qa = Qp (2.20)

(18)

21 = limpasan sebelum mencapai debit puncak (m3/detik) dan t adalah waktu (jam),

Bagian lengkung turun: Qd > 0,3Qp : Qd = Qp (2.21) 0,3Qp > Qd >0,32Qp : Qd = Qp (2.22) 0,32Qp > Qd :Qd = Qp (2.23)

Tenggang waktu Tp = tg + 0,8 tr dimana untuk:

L < 15km tg = 0,21 L0,7 L > 15km tg = 0,4 + 0,058 L L = panjang alur sungai (km) tg = waktu konsentrasi (jam)

tr = 0,5 tg sampai tg (jam) T0,3 = α tg (jam) tr 0.8 tr tg O i

lengkung naik lengkung turun

Tp To.3 1.5 To.3 0.3 Qp 0.3 Q Qp 2 t

Gambar 2. 1 Hidrograf satuan sintetik nakayasu 2.4 Perencanaan Bendungan

Dalam pemilihan lokasi bendungan harus memperhatikan 8 faktor berikut antara lain:

1. Tujuan pembangunan proyek.

2. Keadaan topografi, geologi, hidrologi dan klimatologi setempat. 3. Cara pembelokan sungai.

(19)

22 4. Hubungannya dengan bangunan-bangunan lain (bangunan pelimpah,

bangunan pengambilan dan lain-lain).

5. Untuk proyek PLTA pelaksanaan saluran pelimpah tidak boleh terganggu dengan bendungan dan saluran pembuangan.

6. Bendungan harus aman dari bahaya longsor, gempa bumi dan angin topan. 7. Semua bangunan dan instalasi harus dapat beroprasi dengan baik mencapai

umur yang telah direncanakan.

8. Hasil penggalian harus diteliti agar dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya. Lokasi bendungan sudah ditetapkan di sungai Melangit di Kabupaten Bangli, Provinsi Bali

2.4.1 Penelusuran Banjir

Perhitungan penelusuran banjir dari waduk terhadap terowongan pengelak menggunakan hukum kontinuitas dalam persamaan tampungan.

I – O = (2.24)

dimana,

I = debit yang masuk kedalam permulaan bagian memanjang alur sungai yang ditinjau (m3/dt).

O = debit yang keluar dari akhir bagian memanjang alur sungai yang ditinjau (m3/dt).

S = besarnya tampungan dalam bagian memanjang alur sungai yang ditinjau.

dt = periode penelusuran (detik, jam atau hari) Bila periode penelusuran diubah dari dt menjadi Δt maka :

I = (2.25)

I = (2.26)

ds = S2 – S1 (2.27)

Sehingga rumus dapat diubah menjadi:

- =

(20)

23 + - = + jika: - = Ψ dan + = ϕ maka: + Ψ = ϕ (2.28) dimana,

S1 = tampungan pada awal periode penelusuran (m3)

S2 = tampungan pada akhir periode penelusuran (m3)

I1 = aliran masuk pada awal periode penelusuran (m3/dt)

I2 = aliran masuk pada akhir periode penelusuran (m3/dt)

Q1 = debit aliran masuk pada awal periode penelusuran (m3/dt)

Q2 = debit aliran masuk pada awal periode penelusuran (m3/dt)

Δt = lamanya periode penelusuran (dt)

Dari persamaan kontinuitas di atas, dapat dibuat grafik hubungan antara debit masuk dan debit keluar, serta tinggi air maksimum sehingga dapat ditentukan tinggi bendungan pengelak sebagai berikut:

Tinggi cofferdam = Hmax + tinggi jagaan

Tinggi jagaan = 1,5 + 0,03 . Hmax (2.29)

2.4.2 Perencanaan Bangunan Pelimpah

Tipe bangunan pelimpah yang digunakan adalah ambang lebar dengan perhitungan berdasarkan rumus pelimpah:

Q = C . L . H3/2

(2.30) dengan,

= debit yang melimpah melalui ambang pelimpah (m3

/dt) = koefisien limpahan

= lebar efektif puncak bendungan (m) H = tinggi air diatas ambang pelimpah (m)

Secara praktis koefisien debit / limpahan untuk bendungan tipe ogee biasanya berkisar antara 2,0 – 2,1.Dalam menentukan koordinat up stream dan down stream dari pelimpah dapat digunakan rumus (Suyono, 1989).

Perencanaan dimensi ambang pelimpah direncanakan dengan tipe ogee, dengan menggunakan rumus sebeagi berikut (USBR, OP-CIT),

(21)

24 n Ho X K Ho Y      dimana,

X,Y = koordinat profil mercu dengan titik awal pada titik tertinggi mercu

Ho = tinggi air diatas mercu pelimpah

K,n = parameter yang tergantung dari kemiringan muka pelimpah

Sumber: Design of Small Dams

Gambar 2. 2 Sketsa tampang mercu tipe ogee

Untuk mencari nilai K dan n dapat dicari dengan menggunakan grafik berikut,

(22)

25 Sumber: Design of Small Dams

Gambar 2. 3 Kriteria Profil Lengkung Ambang Pelimpah

Bentuk profil muka ambang pelimpah menggunakan rumus perhitungan berikut, 2 2 ) ( . 2g P Ho q ha   (2.31) q = C.Ho Va = Ho P q  dimana, C = koefisien debit P = tinggi pelimpah Ho = tinggi air diatas mercu g = percepatan gravitasi

(23)

26 Gambar 2. 4 Grafik Hubungan C dan P/Ho

Sumber: Design of Small Dams

(24)

27 Gambar 2. 6 Grafik hubungan C/CD dan He/Ho

Lebar efektif pelimpah dihitung karena adanya pengurangan akibat kontraksi dengan pilar dan dinding mercu pada pelimpah. Menghitung lebar efektif pelimpah menggunakan rumus sebagai berikut,

H K K N L L '2(* . pa). (2.32) Dimana,

L = Panjang efektif bendung

L’ = Panjang bendung sesungguhnya N = Jumlah pilar diatas mercu bendung Kp = Koefisien kontraksi pada pilar

Ka = Koefisen kontraksi pada dinding samping H = tinggi tekanan total diatas mercu bendung

(25)

28 Perencanaan saluran peluncur didasarkan pada perhitungan hidrolika dengan metode langkah langsung.Dalam perhitungan ini akan diterapkan persamaan Bernoulli sebagai berikut :

Gambar 2. 8 Metode langkah langsung

d1 + +So . Δx = d2 + + hf (2.33) hf = Sf . Δx Sf = Δx = = E1 = d1 + dimana,

d1 = tinggi air pada titik yang ditinjau

So = kemiringan dasar saluran dalam hal ini dipakai sin ϕ Sf = kemiringan geser

Δx = jarak titik 1 dan titik 2 pada dasar saluran z = beda elevasi titik 1 dan titik 2

n = koefisien kekasaran Manning R = jari-jari hidrolis

Φ = sudut kemiringan dasar saluran pada titik yang ditinjau E = energi spesifik

(26)

29 Untuk menghitung tinggi arus pelimpah ini, sebagai patokan ditinjau tinggi arus pada puncak pelimpah dimana arus tersebut merupakan arus kritis, maka rumus yang berlaku (Suyono, 1989):

dc = √ (2.34)

Vc = (2.35)

dimana,

dc = tinggi arus kritis

α = koefisien pembagian kecepatan rata-rata Q = debit maksimum yang melimpah

g = gravitasi bumi

B = lebar ambang spillway Vc = kecepatan kritis

Tinggi jagaan dimaksudkan untuk menjaga agar air tidak melimpah melalui dinding spillway. Untuk menghitung tinggi jagaan digunakan rumus sebagai berikut (Suyono, 1989):

Fb = 0,6 + 0,037 . V . ⁄ (2.36)

dimana,

fb = tinggi jagaan V = kecepatan aliran air

D = kedalaman air dalam saluran

2.4.3 Perencanaan Tinggi Ruang Bebas Bendungan 1. Permukaan Air Tertinggi Pada Waktu Banjir (TWL)

Tinggi Ruang bebas adalah sama dengan TWL dikurangi FSL ditambah dengan tinggi tambahan sebagai angka keamanan (Soedibyo, 1998). Tinggi ruang bebas dapat dicari dengan rumus:

(2.37)

dengan,

= tinggi ruang bebas

= selisih antara TWL dengan FSL = angka keamanan

(27)

30 2. Tinggi Gelombang Angin (hw1)

Apabila terjadi angin yang bertiup secara terus-menerus dan teratur kearah bendungan, maka akan timbul gelombang angin, yang tingginya dapat dihitung dengan rumus Zuiderzee:

S =

(2.38)

dengan,

S = tinggi gelombang angin (m)

V = kecepatan angin diatas air (Km/jam)

F = fetch yaitu jarak normal dari tepi waduk di depan bendungan dengan bendungansendiri (Km),

makin jauh, nilainya makin besar. d = dalamnya waduk rata-rata (m)

A = sudut antara angin dengan fetch (derajat) k = angka koefisien biasanya diambil 62 3. Tinggi Gelombang Sebagai Akibat Gempa Bumi

Gempa bumi juga dapat menimbulkan gelombang yang dapat menaikkan tinggi muka air. Seichi Sato telah menemukan rumus berikut:

he =

√ (2.39)

dengan,

he = tinggi gelombang sebagai akibat gempa bumi (m) k = koefisien gempa bumi (0,10-0,30)

t = waktu terjadinya gelombang gempa bumi (detik) = dalamnya waduk rata-rata

4. Menentukan Volume Total Waduk

Setelah lokasi dan as bendungan telah ditetapkan, maka perlu menghitung volume total waduk. Menghitung volume total waduk dapat dicari berdasarkan data topografi. Untuk keperluan ini, diperlukan peta topografi dengan skala 1:10.000, dengan beda tinggi kontur 5 m atau 10 m, sehingga volume antar 2 kontur yang berurutan dapat dicari dengan rumus:

(28)

31 dengan,

Vn = Volume antara 2 Kontur n’ = Beda elevasi antara kontur n = Elevasi kontur

Sesudah semua luas dan volume masing-masing diketahui, maka digambarkan pada sebuah grafik hubungan elevasi, luas, dan volume waduk. Dari grafik tersebut, dapat dengan mudah dicari luas dan volume setiap elevasi tertentu dari waduk. Dengan demikian, luas dan volume total waduk juga dapat ditentukan.

Gambar 2. 9 Grafik hubungan Elevasi, Luas dan Volume waduk 2.4.4 Analisis Gaya-gaya Vertikal

Gaya-gaya vertikal merupakan gaya yang terjadi akibat dari berat sendiri bendungan.

Gambar 2. 10 Berat sendiri bendungan A B

(29)

32 Karena ukuran bendung tidak teratur, maka bendung dibagi menjadi beberapa bagian dan masing-masing dihitung stabilitas konstruksinya.

Gambar 2. 11 Gambar titik tangkap gaya

Untuk mencari titik tangkap gaya ke arah vertikal dan horisontal, jarak b dan a dicari momen terhadap titik A. Untuk memudahkan kontrol perhitungan dibuat secara tabel.

2.4.5 Analisis Gaya-gaya Horisontal 1. Gaya hidrostatik

Gaya hidrostatik merupakan gaya yang terjadi akibat air yang menekan bendungan dengan atau tanpa angin. Sebagai tinggi air diambil TWL dengan tinggi =h3.

(30)

33 Hs = = dengan titik tangkap pada jarak (2.41)

2. Gaya hidrodinamik

Gaya hidrodinamik gaya yang diakibatkan oleh air yang menekan bendungan apabila ada gempa. Sebagai tinggi air diambil FSL dengan tinggi = h4.

Dianggap tidak bersamaan dengan terjadinya angin.

air. = (2.42)

dengan,

= koefisien yang biasanya diambil = koefisien gempa

2.4.6 Stabilitas Konstruksi Bendungan 1. Aman terhadap guling

Suatu bendungan beton berdasar berat sendiri dinyatakan aman terhadap guling apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:

Ht B 1 3 B 1 3 B 1 3 B a b B A C Ht Vt R

Gambar 2. 13 Keamanan terhadap bahaya penggulingan Sf= ∑

(2.43)

dengan,

n = angka keamanan terhadap penggulingan

= momen horisontal di titik A = momen vertikal di titik A

(31)

34 2. Aman terhadap geser

Suatu bendungan beton berdasar berat sendiri dinyatakan aman terhadap geser apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:

Ht

B

B A

C

t

Gambar 2. 14 Keamanan terhadap bahaya penggeseran

N = ∑ (2.44)

dengan,

N = angka keamanan terhadap geseran C = kohesi tanah

A = luas permukaan pondasi 3. Aman Terhadap Bahaya Penurunan

Suatu bendungan beton berdasar berat sendiri dinyatakan aman terhadap penurunan apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:

B Vt

(32)

35

= ∑ ( 1 + ) ≤ ( ) (2.45)

dengan,

= tegangan tanah maksimal yang timbul

= gaya vertikal total B = lebar pondasi L = panjang pondasi e = eksentrisitas

[ ] = tegangan tanah yang diizinkan berdasar pengujian yang dilakukan.

2.5 SPS ( Sistem Panel Serbaguna )

Sistem Panel Serbaguna merupakan sistem panel yang diperkuat menggunakan tanah urugan dengan menggunakan plat beton pracetak berukuran 1.50 m x 2.20 m yang dirangkai dengan menggunakan baja plat kunci dan batang tarik yang nantinya akan di kompositkan dengan menggunakan urugan tanah yang memiliki ketentuan massa jenis tanah dan sudut geser tanah yang di sesuaikan dengan kebutuhan struktur dan stabilitas dari bangunan.

1. Persyaratan Bahan

Persyaratan bahan yang harus di gunakan dalam perencanaan menggunakan Sistem Panel Serbaguna.

a) Standar yang dipakai menggunakan standar jerman DIN 1045 dan DIN 1055. b) Panel plat beton precast persegmen berukuran 1.50 m x 2.20 m.

c) Mutu beton panel plat precast di laut menggunakan mutu beton K-500 ditambah Fly Ash selimut beton setebal 5 cm dan mutu besi beton yang digunakan adalah U -24.

d) Mutu beton panel plat precast di darat menggunakan mutu beton K-250 selimut beton setebal 1.5 cm dan mutu besi beton yang digunakan adalah U-24.

e) Sekat profil baja plat kunci yang digunakan menggunakan mutu baja fy 390 mpa.

(33)

36 g) Material urugan menyesuaikan dengan kebutuhan stabilitas dari bangunan

sistem panel serbaguna.

2. Metode Kerja Sistem Panel Serbaguna

A. Produksi komponen Sistem Panel Serbaguna.

1. Pemotongan panjang batang tarik.

Gambar 2. 16 Pemotongan panjang batang tarik 2. Pembuatan drat batang tarik.

(34)

37 3. Batang tarik lengkap dengan 2 mur dan 1 washer.

Gambar 2. 18 Batang tarik 4. Pekerjaan produksi plat kunci.

5. Pemotongan dan pengelasan plat kunci.

Gambar 2. 19 Plat Kunci

6. Pekerjaan produksi rangkaian pembesian panel beton precast 7. Perakitan bagian dari rangkaian besi beton.

(35)

38 8. Mempersiapkan cetakan plat panel serbaguna.

Gambar 2. 21 Cetakan beton 9. Pekerjaan pengecoran beton plat panel serbaguna.

Gambar 2. 22 Pengecoran beton 10. Pemadatan beton dengan vibrator.

(36)

39 11. Pengujian slump beton antara 10 cm sampai dengan 12 cm.

Gambar 2. 24 Pengujian slump 12. Pengujian benda uji tekan sesuai standar.

Gambar 2. 25 Benda Uji 13. Pekerjaan penempatan dan perawatan panel serbaguna.

(37)

40

B. Metode pemasangan Sistem Panel Serbaguna di darat.

1. Persiapan dan perataan dudukan rangaian sistem panel serbaguna.

Gambar 2. 27 Perataan dudukan panel

2. Panel dari stockpile diangkut dengan exsavator dan diletakan pada posisi bangunan.

Gambar 2. 28 Pengangkutan panel 3. Panel selesai di rangkai dan siap untuk di urug.

(38)

41 4. Pekerjaan pengurugan berlapis di dalam rangkaian panel serbaguna tebal urugan 20 cm sampai dengan 30 cm lalu dipadatkan dengan mini vibro 2 ton dan stamper diulang secara bertahap sampai urugan setinggi bangunan yang di inginkan.

Gambar 2. 30 Pengurugan dengan tanah

Gambar 2. 31 Pemadatan dengan roller

C. Metode pemasangan Sistem Panel Serbaguna di laut.

1. Persiapan dan perataan dudukan rangaian sistem panel serbaguna.

2. Perakitan persegment rangkaian Sistem Panel Serbaguna disusun dengan profil baja plat kunci, batang tarik, georigid dan geotextile.

(39)

42 Gambar 2. 32 Rangkaian panel serbaguna

3. Pengangkutan segment rangkaian plat panel precast yang sudah di susun dengan profil baja plat kunci dan batang tarik menggunakan truk crane atau tower crane.

Gambar 2. 33 Pengangkutan rangkaian panel serbaguna

4. Peletakan segment rangkaian Sistem Panel Serbaguna pada posisi yang sudah direncanakan.

(40)

43 Gambar 2. 34 Perletakan rangkaian panel serbaguna

5. Panel selesai di rangkai dan siap untuk di urug.

6. Pekerjaan pengurugan berlapis di dalam rangkaian panel serbaguna tebal urugan 20 cm sampai dengan 30 cm lalu dipadatkan dengan mini vibro 2 ton ,stamper, roler truck dan bulldozer diulang secara bertahap sampai urugan setinggi bangunan yang di inginkan.

D. Metode pemasangan Sistem Panel Serbaguna di sungai.

1. Persiapan dan perataan dasar sungai dudukan rangaian sistem panel serbaguna.

2. Pemasangan matras menggunakan jalinan bambu pada dasar dudukan rangkaian Sistem Panel Serbaguna.

3. Perakitan persegment rangkaian Sistem Panel Serbaguna disusun dengan profil baja plat kunci, batang tarik, dan geotextile.

4. Persiapan pembuatan flying fox menggunakan wire rope untuk mengangkut dan memposisikan rangkaian sistem panel serbaguna.

(41)

44 Gambar 2. 35 Metode pemasangan SPS di sungai

5. Panel dari stockpile diangkut dengan flying fox dan diletakan pada posisi bangunan.

6. Panel selesai di rangkai dan siap untuk di urug.

7. Pekerjaan pengurugan berlapis menggunakan material dasar sungai di dalam rangkaian panel serbaguna tebal urugan 20 cm sampai dengan 30 cm lalu dipadatkan diulang secara bertahap sampai urugan setinggi bangunan yang di inginkan.

8. Pemasangan bronjong di atas rangkaian Sistem Panel Serbaguna 2.5.1 Keuntungan dan Kerugian Penggunaan SPS

Adapun keuntungan dan kerugian dari Sistem Panel Serbaguna ini adalah:

A. Keuntungan.

1. Kualitas dan geometri terjamin dengan sistem pabrikasi. 2. Struktur tidak memerlukan tiang pancang.

3. Waktu konstruksi relatif lebih pendek.

4. Material urugan dalam sistem panel serbaguna dapat menggunakan endapan sungai yang berpasir.

5. Sistem panel serbaguna dapat bertumbuh tanpa kesulitan secara vertikal keatas ( Knock Down Sistem ), selaras dengan penurunan akibat konsolidasi tanah.

(42)

45 6. Sistem panel serbagunan mempunyai kekakuan arah memanjang yang sangat

besar.

7. Sistem panel serbaguna berperikalu seperti pondas lajur beton bertulang, sehingga penurunan menjadi merata.

8. Sistem panel serbaguna dapat menerima arus banjir melebihi ketinggian dari struktur bangunan yang menggunakan sistem panel serbaguna ( overtoping ).

B. Kerugian

1. Belum ada Standar Nasional Indonesia yang mengacu kepada perencanaan bendungan menggunakan sistem panel serbaguna.

2. Masih menggunakan material urugan untuk mengimbangi kekuatan dan stabilitas dari bangunan.

2.6 Plaxis

Plaxis adalah salah satu program lunak yang sering digunakan dalam dunia Teknik Sipil khususnya bidang geoteknik. Plaxis merupakan perangkat lunak yang berdasarkan metode elemen hingga dua dimensi. Secara khusus Plaxis digunakan untuk menganalisis deformasi, stabilitas, dan aliran air tanah dalam rekayasa geoteknik.Kondisi sesungguhnya dapat dimodelkan dalam regangan bidang maupun secara axisymetris. Program ini menerapkan metode antarmuka grafis yang mudah digunakan sehingga pengguna dapat dengan cepat membuat model jaring elemen berdasarkan penampang melintang dari kondisi yang ingin dianalisis. Secara garis besar program Plaxis ini terdiri dari empat sub program yaitu, masukan, perhitungan, keluaran atau hasil perhitungan dan kurva sf. (Anonim, 2013).

Kondisi dilapangan yang disimulasikan ke dalam program Plaxis ini bertujuan untuk mengimplementasikan tahapan pelaksanaan di lapangan ke dalam tahapan pengerjaan pada program, dengan harapan pelaksanaan di lapangan dapat didekati sedekat mungkin pada program, sehingga respon yang dihasilkan dari program dapat diasumsikan sebagai cerminan dari kondisi yang sebenarnya terjadi di lapangan (Anonim, 2013).

(43)

46 2.7 Rencana Anggaran Biaya

Rencana Anggaran Biaya (RAB) adalah perhitungan banyaknya biaya yang diperlukan untuk bahan dan upah,serta biaya- biaya lain yang berhubungan dengan pelaksanaan bangunan atau proyek.

Anggaran biaya merupakan harga dari bahan bangunan yang dihitung dengan teliti, cermat dan memenuhi syarat. Anggaran biaya pada bangunan yang sama akan berbeda- beda di masing- masing daerah, disebabkan karena perbedaan harga bahan dan upah tenaga kerja.

Untuk menghitung RAB diperlukan data – data antara lain: a) Gambar Rencana Bangunan.

b) Spesifikasi Teknis Pekerjaan yang biasa disebut juga sebagai RKS ( Rencana Kerja dan syarat – syarat )

c) Volume masing – masing pekerjaan yang akan di laksanakan.

d) Daftar harga bahan bangunan dan upah pekerja saat pekerjaan di laksanakan. e) Analisa BOW atau harga satuan pekerjaan.

f) Metode kerja pelaksanaan.

Secara Umum fungsi utama dari Rancanga Anggaran Biaya (RAB) yaitu:

1. Menetapkan jumlah total biaya pekerjaan yang menguraikan masing masing item pekerjaan yang akan dibangun. RAB harus menguraikan jumlah semua biaya upah kerja, material dan peralatan termasuk biaya lainnya yang diperlukan misalanya perizinan, kantor atau gudang sementara, fasilitas pendukung misalnya air dan listrik sementara.

2. Menetapkan Daftar dan Jumlah Material yang dibutuhkan. Dalam RAB harus dipastikan jumlah masing masing material disetiap komponen pekerjaan. Jumlah material didasarkan dari volume pekerjaan , sehingga kesalahan perhitungan volume setiap komponen pekerjaan akan mempengaruhi jumlah material yang dibutuhkan. Daftar dan Jenis material yang tertuang dalam RAB menjadi dasar pembelian material ke Supplier.

3. Menjadi dasar untuk penunjukan/ pemilihan kontraktor pelaksana. Berdasarkan RAB yang ada , maka akan diketahui jenis dan besarnya pekerjaan yang akan dilaksanakan. Dari RAB tersebut akan kelihatan pekerja dan kecakapan apa saja yang dibutuhkan. Berdasarkan RAB tersebut akan diketahui apakah cukup

(44)

47 diperlukan satu kontraktor pelaksana saja atau apakah diperlukan untuk memberikan suatu pekerjaan kepada subkontraktor untuk menangani pekerjaan yang dianggap perlu dengan spesialis khusus.

4. Peralatan peralatan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pekerjaan akan diuraikan dalam estiamsi biaya yang ada. Seorang estimator harus memikirkan bagaimana pekerjaan dapat berjalan secara mulus dengan menentukan peralatan apa saja yang dibutuhkan dalam pekerjaan tersebut. Dari RAB juga dapat diputuskan peralatan yang dibutuhkan apakah perlu dibeli langsung atau hanya perlu dengan sistim sewa.. Kebutuhan peralatan dispesifikasikan berdasarkan jenis, jumlah dan lama pemakaian sehingga dapat diketahui berapa biaya yang diperlukan.

2.8 Analisa Harga Satuan Pekerjaan

Analisa Harga Satuan Pekerjaan (AHS-SNI) merupakan pedoman baku alat untuk menghitung standar harga satuan pekerjaan konstruksi. Setiap instansi terkait di setiap Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota Madya di seluruh wilayah Indonesia dalam hal ini oleh Dinas Pekerjaan Umum Kab/Kodya memiliki hak untuk menerbitkan (AHS-SNI). Harga satuan pekerjaan pada umumnya merupakan harga satuan setiap pekerjaan dalam pekerjaan konstruksi. Pekerjaan konstruksi meliputi pekerjaan bangunan gedung, bangunan air, jalan, jembatan, bandara, bangunan konstruksi baja, ternasuk bangunan rumah tinggal.

Pembangunan proyek konstruksi terdiri dari beberapa pekerjaan misalnya pekerjaan persiapan, pekerjaan pondasi, pekerjaan beton, pekerjaan dinding, pekerjaan atap, pekerjaan lantai, pekerjaan plapond, dst. Dalam setiap pekerjaan terdiri dari komponen bahan material, upah kerja, sewa alat dsb. Untuk menentukan harga satuan pekerjaan tersebut maka harus menggunakan AHS SNI. Uuntuk menentukan harga satuan pekerjaan, maka setiap bahan atau tenaga yang diperlukan diberi angka koefisien. Angka koefisien inilah sebagai rumus atau pedoman yang dijadikan alat pengali terhadap volume pekerjaan, harga material, dan upah kerja sehingga menhasilkan harga satuan untuk setiap pekerjaan.

AHS-SNI biasanya digunakan oleh para konsultan perencana, konsultan pengawas, dan kontraktor pelaksana konstruksi dalam rangka melaksanakan

(45)

48 kegiatan yang berkaitan dengan bidang yang menjadi kewenangan masing-masing dalam melaksanakan pekerjaan jasa konstruksi.

Analisa harga Satuan Pekerjaan Konstruksi (AHS-SNI) diterbitkan seiap tahun. Yang berubah dari setiap terbitan AHS-SNI biasanya harga satuan bahan dan upah, sedangkan koefisien AHS relatif tidak berubah.

Gambaran umum tentang analisa harga satuan pekerjaan dapat dilihat pada tabel 2.10 dibawah ini.

Tabel 2.10. Analisa harga satuan pekerjaan

Koefesien Variabel Harga Satuan Total Harga

X Material @RP. Rp.

Y Tenaga Kerja @Rp. Rp.

Z Alat @Rp. Rp.

Gambar

Tabel 2.3 Reduce Mean
Tabel 2.6 Periode ulang

Referensi

Dokumen terkait

Yang dimaksud dengan rencana Anggaran biaya suatu bangunana adalah perhitungan banyaknya biaya yang diperlukan untuk bahan dan upah, setta biaya-biaya lain yang berhubungan

Menurut Ibrahim (1983), yang dimaksud rencana anggaran biaya (begrooting) suatu bangunan atau proyek adalah perhitungan banyaknya biaya yang diperlukan untuk bahan dan upah,

suatu bangunan atau proyek adalah perhitungan banyaknya biaya yang diperlukan untuk bahan dan upah, serta biaya-biaya lain yang berhubungan dengan pelaksanaan

Perencanaan anggaran iaya adalah perhitungan biaya yang diperlukan untuk bahan dan upah serta biaya lain-lainnya yang berhubungan dengan pelaksanaan pembuatan

Yang dimaksud dengan Rencana Anggaran Biaya (Begrooting) suatu bangunan atau proyek adalah perhitungan banyaknya biaya yang diperlukan untuk bahan dan upah,

Yang dimaksud dengan Rencana Anggaran Biaya (Begrooting) suatu bangunan atau proyek adalah perhitungan banyaknya biaya yang diperlukan untuk bahan dan upah,

Rencana anggaran biaya (begrooting) suatu bangunan atau proyek adalah perhitungan banyaknya biaya yang diperlukan untuk bahan dan upah, serta biaya-biaya lain yang

Yang dimaksud dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB) suatu bangunan atau proyek adalah perhitungan banyaknya biaya yang diperlukan untuk bahan dan upah, serta biaya- biaya lain