BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Dewasa ini para remaja yang sedang masa transisi mengalami banyak
tantangan. Restu dan Yusri (2013) mengungkapkan bahwa mitos yang sering
dipercaya tentang ciri remaja yang sedang berkembang adalah sebagai
permunculan tingkah laku yang negatif, seperti suka melawan, gelisah, periode
badai, tidak stabil dan berbagai label buruk lainnya. Remaja memperlihatkan
tingkah laku negatif, karena lingkungan yang tidak memperlakukan merekasesuai
dengan tuntutan atau kebutuhan perkembangan mereka. Tingkah laku negatif
tersebut tidak sesuai dengan tahap perkembangan remaja yang normal menurut
Hurlock. Freud (Krahe, 2005) dengan teorinya berpandangan bahwa perilaku
individu didorong oleh dua kekuatan dasar yang menjadi bagian tak terpisahkan
dari sifat kemanusiaan, yaitu perilaku agresif itu berasal dari insting mahluk hidup
yang pada dasarnya pada diri manusia terdapat dua macam insting, yaitu insting
kehidupan (eros) dan insting kematian (thanatos).
Hal tersebut terbukti dengan maraknya perilaku agresif berupa tawuran antar
pelajar yang terjadi akhir-akhir ini seperti yang di beritakan metrotvnews.com
pada tanggal 15 mei 2013. Tawuran itu terjadi antara pelajar SMK 35 dan SMK
53 Cengkareng yang menewaskan satu pelajar yang ikut dalam tawuran tersebut.
Menurut data Komnas Perlindungan Anak, jumlah tawuran pelajar tahun 2011
jumlah tawuran antar-pelajar sebanyak 128 kasus. Hingga September 2012 terjadi
86 kali tawuran antarpelajar dengan 26 korban meninggal.
Peristiwa di atas membuktikan perilaku agresif terjadi pada masa remaja yang
cenderung justru merugikan.Loeber dan Hay (Krahe,2005) mengemukakan bahwa
perilaku agresif berubah tingkat dan polahnya pada masa remaja dan pada masa
dewasa muda. Verlinden, Hersen.dan Thomas (Krahe, 2005) mengungkapkan
perilaku agresif cenderung menjadi lebih merugikan karena tingginya prevalensi
senjata api dan senjata lain di kalangan remaja laki-laki.Menurut peneliti perilaku
agresif itu sudah terjadi sejak usia dini yang di pengaruhi oleh keluarga yang
sering melakukan kekerasan dan lingkungan masyarakat yang tidak mendukung.
Moffitt (Krahe, 2005) memperlihatkan bahwa 73% anak laki-laki yang pernah di
penjara karena melakukan penyerangan di sertai kekerasan pada usia 18 tahun
teryata juga memiliki sejarah perilaku antisosial yang menetap sejak masa
kanak-kanaknya. Dalam penelitian (Mofftiff) itu juga di temukan bahwa 23% pelaku
penyerangan di seratai kekerasan belum pernah memperlihatkan masalah perilaku
antisosial sebelum mereka menginjak masa remaja.
Tingkah laku negatif merupakan penyimpangan perilaku sosial.
Penyimpangan perilaku sosial merupakan bagian dari proses interaksi sosial
seorang individu di dalam kelompoknya. Setiap individu termasuk remaja
memiliki kemampuan untuk berinteraksi. Menurut Krech, Crutchfield dan
Ballachey (dalam Ibrahim 2001), perilaku sosial seseorang itu tampak dalam pola
respons antar orang yang dinyatakan dengan hubungan timbal balik antar
(Baron & Byrne, 1991 dalam Ibrahim, 2001). Perilaku itu ditunjukkan dengan
perasaan, tindakan, sikap keyakinan, kenangan, atau rasa hormat terhadap orang
lain. Menurut Buzan, ukuran kemampuan diri seseorang dalam pergaulan di
masyarakat dan kemampuan berinteraksi sosial dengan orang-orang di sekeliling
atau sekitarnya merupakan pemahaman mengenai kecerdasan sosial .
Dayakisni dan Hudaniah (2009) menyatakan bahwa salah satu faktor yang
mengurangi hambatan untuk berperilaku agresif adalah rendahnya kesadaran diri.
Rendahnya kesadaran diri itu menghasilkan seseorang mempunyai kesempatan
untuk berperilaku agresif. Kesadaran diri itu juga terdapat dalam kecerdasan sosial
yang berupa kesadaran sosial,yang mengarah kepada perasaan mampu memahami
orang lain (Golemen,2006)
Wulandari(2010) melakukan penelitian dengan judul Hubungan kecerdasan
sosial dengan perilaku agresif pada siswa SMK muhammadiyah Piyungan
Yogyakarta dengan hasil yang menunjukan nilai rxy –0,421 dengan p=
0,001(p<0,01) dengan angka tersebut membuktikan bahwa ada hubungan negatif
dan signifikan antara kecerdasan sosial dengan perilaku agresif pada siswa SMK
Muhammadiyah Piyungan Yogyakarta. Sedangkan dari hasil pra penelitian
mengenai hubungan kecerdasan sosial dengan perilaku agresif pada siswa kelas
Xl PM SMK T & I kristen Salatiga menunjukan nilai rxy 0,632 dengan p=0, 000.
Dengan hasil tersebut membuktikan bahwa ada hubungan yang positif dan
signifikan antara kecerdasan sosial dan perilaku agresif pada siswa SMK T& I
Correlations
KECSOSIA L
AGRESI F
Kendall's tau_b KECSOSIA L
Correlation
Coefficient 1.000 .632
**
Sig. (2-tailed) . .000
N 22 22
AGRESIF Correlation
Coefficient .632
**
1.000
Sig. (2-tailed) .000 .
N 22 22
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Berdasarkan penjelasan di atas dan hasil penelitian Wulandari (2010) yang
berbeda dengan hasil pra penelitian peneliti, maka penelliti tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai hubungan kecerdasan sosial dengan perilaku
agresif pada remaja di SMK T&I Kristen Salatiga. Peneliti mengambil sampel
remaja di SMK T&I Kristen Salatiga. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru
pembimbing di SMK tersebut mengungkapkan bahwa siswa sekolah ini sering
terlibat tawuran dengan pelajar dari sekolah lain, sering berkelahi,
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini didasarkan pada
permasalahan sebagai berikut:
Adakah hubungan yang signifikan antara kecerdasan sosial dengan perilaku
agresif pada remaja siswa SMK T&I Kristen Salatiga
1.3Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui signifikansi hubungan antara
kecerdasan sosial dengan perilaku agresif pada remaja siswa SMK T&I
Kristen Salatiga
1.4Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini di harapkan mampu memberikan sumbangan bagi teori
kecerdasan sosial dan keterkaitanya dengan perilaku agresif
2. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini di peruntukan untuk guru pembimbing di SMK T&I
Kristen Salatiga sebagai bahan acuan penyusunan layanan bk untuk