• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINDAK PIDANA PEMALSUAN KETERANGAN DOMISILI DALAM AKTA CERAI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINDAK PIDANA PEMALSUAN KETERANGAN DOMISILI DALAM AKTA CERAI."

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan untuk memenuhi per syar atan guna memper oleh gelar

Sar jana Hukum pada Fakultas Hukum Univer sitas Pembangunan

Nasional “Veter an” J awa Timur

SKRIPSI

Disusun Oleh :

DEVI GLADI FEBRIYANTI 0771010147

YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN

PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN

NASIONAL’’VETERAN’’ J AWA TIMUR

FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

SURABAYA

(2)

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul: TINDAK PIDANA PEMALSUAN KETERANGAN DOMISILI DALAM AKTA CERAI DI PENGADILAN NEGERI SURABAYA Study Kasus Putusan Pengadilan Negeri Surabaya No Perkara: 1390/Pid.B/2010/PN. Sby.

Penyusunan Skripsi untuk memenuhi persyaratan sesuai kurikulum yang ada di Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. Disamping itu dapat memberikan hal-hal yang berkaitan dengan disiplin ilmu yang penulis dapat selama perkuliahan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dan bimbingan serta saran yang sangat berharga kepada : 1. Bapak Hariyo Sulistiyantoro, SH., MM., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

2. Bapak Sutrisno, SH., M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Drs. E.C. Gendut Sukarno,MS.,selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. 4. Bapak Subani, SH., M.Si., selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah

(3)

6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

7. Seluruh staf Tata Usaha Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

8. Kedua orang tua kami tercinta, serta seluruh keluarga besarku yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil serta doanya selama ini. 9. Untuk seseorang tercinta yang selama ini berperan sebagai motivator

terima kasih atas segala dorongan dan bantuannya.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran yang bersifat membangun penulis harapkan karena kurangnya pengalaman dan terbatasnya pengetahuan yang penulis miliki.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua kebaikan tersebut dengan kebaikan pula. Harapan penulis semoga Proposal Skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Surabaya, Desember 2011

(4)

NPM : 0771010147

Tempat Tanggal Lahir : Surabaya. 24 Februari 1989 Program Studi : Strata1 (S1)

Judul Skripsi :

TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT KETERANGAN DOMISILI DALAM AKTA CERAI

ABSTRAKSI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang akibat hukum dari pemalsuan keterangan domisili dalam akta cerai

Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif melalui wawancara. Sumber data yang diperoleh dari literatur dan perundang-undangan yang berlaku. Analisa data menggunakan analisa kualitatif.

Hasil penilitian dapat disimpulkan bahwa berdasarkan perkara pemalsuan surat keterangan atau identitas dalam akta cerai, pihak istri dapat melakukan upaya hukum terhadap putusan cerai yang didalamnya mengandung unsur kejahatan tindak pidana.

(5)

Halaman

HALAMAN J UDUL ... i

HALAMAN PERSETUJ UAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN REVISI ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... x

ABSTRAK ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Landasan Konseptual ... 6

1.5.1 Pengertian Tindak Pidana ... 6

1.5.2 Pengertian Tindak Pidana Pemalsuan ... 7

1.5.3 Pengertian Surat ... 12

1.5.4 Pengertian Perkawinan ... 14

1.5.5 Pengertian Surat Palsu ... 15

1.5.6 Pengertian Akta Cerai ... 16

(6)

1.5.9 Pencatatn Perkawinan ... 20

1.5.10 Upaya Hukum Dalam Hukum Acara Pidana ... 21

1.5.11 Sanksi Pidana ... 27

1.6 Metode Penelitian ... 28

1.6.1 Jenis Penelitian ... 28

1.6.2 Sumber Data ... 28

1.6.3 Metode Pengumpulan Data dan Pengolahan Data ... 29

1.6.4 Metode Analisis Data ... 29

1.6.5 Lokasi Penelitian ... 30

1.6.6 Waktu Penelitian ... 30

1.7 Sistematika Penulisan ... 30

BAB II Akibat Hukum Dari Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Keterangan Domisili Dalam Akta Cerai ... 33

2.1 Tindak Pidana Pemalsuan Surat ... 33

2.2 Tindak Pidana Pemalsuan Ditinjau Dari Berbagai Aspek ... 38

BAB III Upaya Hukum Istri Ter hadap Tindakan Pemalsuan Sur at Keterangan Domisili Dalam Putusan Cerai ... 41

3.1 Putusan Pengadilan ... 41

3.2 Pelaksanaan Putusan ... 46

3.2.1 Upaya Hukum Biasa ... 47

3.2.1.1 Naik Banding (revisi) Ke Pengadilan Tinggi (PT) ... 47

3.2.1.2 Kasasi (Pembatalan) Ke Mahkamah Agung (MA) ... 47

(7)

3.2.2.2 Peninjauan Kembali (PK) Putusan Pengadilan Yang

Mempunyai Kekuatan Hukum Tetap ... 47

3.3 Hambatan Istri Dalam Melakukan Upaya Hukum ... 48

BAB IV Penutup... ... 51

4.1 Kesimpulan ... 51

4.2 Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA

(8)

1.1. Latar Belakang

Berbagai perbuatan pidana yang bertujuan dengan maksud menguntungkan atau memperkaya diri salah satunya adalah penipuan, kecurangan, pencurian dan pemalsuan data yang dilakukan. Perbuatan pemalsuan dapat digolongkan pertama-tama dalam kelompok kejatahan ”Penipuan”, hingga tidak semua perbuatan adalah pemalsuan.

Perbuatan pemalsuan tergolong kelompok kejahatan penipuan apabila seseorang memberikan gambaran tentang sesuatu gambaran atas barang seakan-akan asli atau benar, sedangkan sesungguhnya atau kebenaran tersebut tidak dimilikinya. Karena gambaran data ini orang lain terpedaya dan mempercaya bahwa keadaan yang digambarkan atas barang dan surat atau data tersebut adalah benar atau asli. Pemalsuan terhadap tulisan atau data terjadi apabila isinya atau datanya tidak benar.1

1

Bahan Skripsi, Kajian Kriminologi Tindak Pidana Pemalsuan Data Dan Kaitannya

Dengan Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik,

MARGARETHA M R SITOMPUL, NPM 060200311, Universitas Sumatera Utara, Medan

2010

( http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17867/6/Cover.pdf.), Sabtu, 19 Maret 2011,

(9)

Disamping pengakuan terhadap azas hak atas jaminan kebenaran atau keaslian sesuatu data dan surat atau tulisan, perbuatan pemalsuan terhadap data dan surat atau tulisan tersebut harus ”dilakukan dengan tujuan jahat”.

Berbagai jenis perbuatan pemalsuan yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Berhubung tujuan jahat dianggap terlalu luas, harus diisyaratkan, bahwa pelaku harus mempunyai ” niat atau maksud ” untuk menciptakan anggapan atas sesuatu yang dipalsukan sebagai yang asli atau benar.

Suatu perbuatan pemalsuan dapat dihukum apabila terjadi perkosaan terhadap jaminan atau kepercayaan dalam hal mana :

a. Pelaku mempunyai niat/maksud dengan menggambarkan keadaan yang tidak benar itu seolah-oleh benar mempergunakan sesuatu data yang tidak asli seolah-olah asli, hingga orang lain percaya bahwa data tersebut adalah benar dan asli dan karenanya orang lain terperdaya.

b. Unsur niat/maksud tidak perlu meliputi unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain sebaliknya dari berbagai jenis perbuatan penipuan.

(10)

kerugian ” dihubungkan dengan sifat daripada data/surat tersebut.

Berbagai jenis kejahatan pemalsuan dalam KUHP meliputi : 1. Sumpah palsu (Bab IX).

2. Pemalsuan mata uang dan uang kertas Negara serta uang kertas Bank (Bab X).

3. Pemalsuan materai dan merek / Cap (Bab XI). 4. Pemalsuan Surat (Bab XII).2

Apabila dikaitkan dengan delik-delik yang ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, maka tindakan menyuruh memasukkan keterangan palsu dapat dikategorikan sebagai perbuatan tanpa wewenangnya memalsukan surat atau pemalsuan surat. Dengan demikian pelaku yang menyuruh memalsukan keterangan palsu dalam akta cerai dapat diancam dengan pidana berdasarkan Pasal 263 – 266, 273 KUHP.

Apabila seseorang memalsukan segala sesuatu untuk menyembunyikan perkawinan-perkawinan terdahulu untuk menikah lagi, atau melakukan pernikahan baru padahal sebetulnya ia tahu bahwa perkawinannya yang terdahulu itu merupakan pengahalang yang sah baginya untuk menikah lagi dan tetap saja ia melakukan, maka ancaman pidananya cukup berat, yaitu paling lama berkisar 5 (lima) sampai 7 (tujuh) tahun. Dengan demikian

2

(11)

tampak jelas masih sering terjadinya perkawinan liar, talak liar, poligami liar, dan kesemuanya itu dilakukan tanpa memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah diatur oleh UU Nomor 1 tahun 1974 dan pasal-pasal dalam KUHP Pidana yaitu dalam pasal 263 – 266 dan pasal 279 KUHP.

Membuat surat palsu atau keterangan palsu adalah menyusun surat atau tulisan pada keseluruhannya. Adanya surat ini karena dibuat secara palsu. Surat ini mempunyai tujuan untuk menunjukkan bahwa surat seakan-akan berasal dari orang lain daripada penulisnya (pelaku). Ini disebut pemalsuan meteriil (materiele valsheid). Asal surat itu adalah palsu.

Perbuatan memalsukan surat dilakukan dengan cara melakukan perubahan-perubahan tanpa hak (tanpa izin yang berhak) dalam suatu surat atau tulisan, perubahan mana dapat mengenai tanda tangannya maupun mengenai isinya. Tidak perduli, bahwa ini sebelumnya merupakan sesuatu yang tidak benar atau sesuatu yang benar; perubahan isi yang tidak benar menjadi benar merupakan pemalsuan surat.3

3

(12)

1.2. Perumusan Masalah

1. Akibat hukum apa yang ditimbulkan atas perbuatan tindak pidana pamalsuan keterangan domisili dalam putusan cerai yang dilakukan oleh suami ?

2. Upaya hukum apa yang seharusnya dapat dilakukan oleh istri terhadap pemalsuan surat keterangan dalam akta cerai yang dilakukan oleh suami ?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1) Untuk mengetahui akibat hukum terhadap suami yang melakukan pemalsuan surat ketrangan dalam akta cerai.

2) Untuk mengetahui bentuk upaya hukum yang dapat dilakukan oleh istri terhadap pemalsuan surat keterangan dalam akta cerai yang dilakukan oleh suami.

1.4. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

(13)

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi informasi konkrit bagi usaha pembaharuan hukum pidana khususnya bagi hakim, pengacara, ketika mengajukan upaya laporan terhadap adanya tindak pidana pemalsuan surat keterangan dalam akta cerai yang merupakan data/dokumen penting.

1.5. Landasan Konseptual

1.5.1. Pengertian Tindak Pidana

Menurut Soenarto Soerodibroto, S.H. menyebutkan dalam bukunya Kitab Undnag-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, pada umumnya untuk suatu kejahatan diisyaratkan bahwa kehendak pelaku ditujukan terhadap perbuatan yang oleh undang-undang diancam dengan hukuman.

(14)

suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkannya kejadian itu.4

1.5.2. Pengertian Tindak Pidana Pemalsuan 1.5.2.1. Menur ut Para Ahli Hukum

Menurut pengertian para pembentuk Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berlaku, yang dapat menjadi objek dari tindak pidana pemalsuan yang dimaksudkan dalam Bab ke-XII dari buku ke-II KUHP itu juga hanya tulisan-tulisan.

Tindak pidana pemalsuan di dalam KUHP yang berlaku di negara kita, tidak dapat dilepaskan dari pengaturan tindak pidana pemalsuan di dalam Code Penal yang menurut sejarahnya pernah juga diberlakukan di Negeri Belanda. Dari sejarahnya dapat diketahui bahwa pengaturan masalah tindak pidana pemalsuan di dalam Code Penal ternyata juga mendapat pengaruh dari pengaruh

masalah tindak pidana yang sama di dalam Hukum Romawi.5

4

Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, , Rineka Cipta, Jakarta, 2002 5

P. A. F. Lamintang, Kejahatan Membahayakan Kepercayaan Umum Terhadap Surat,

(15)

Menurut Hukum Romawi, yang dipandang sebagai de iegenlijke falsum atau sebagai tindak pidana pemalsuan yang sebenarnya ialah pemalsuan surat-surat berharga dan pemalsuan mata uang, dan baru kemudian telah ditambah dengan sejumlah tindak pidana yang sebenarnya tidak dapat dipandang sebagai pemalsuan-pemalsuan, sehingga tidak dapat dipandang sebagai pemalsuan-pemalsuan, sehingga tindak pidana tersebut di dalam doktrin juga disebut quasti falsum atau pemalsuan yang sifatnya semu. Karena

ditambahkannya sejumlah quasti falsum atau pemalsuan yang sifatnya semu.6

Akibat lain dari ditambahkannya sejumlah quasi falsum di dalam Hukum Romawi juga telah menyebabkan

orang tidak pernah berusaha untuk membuat suatu rumusan yang jelas tentang tindak pidana pemalsuan, yakni untuk dapat membuat suatu garis pemisah antara pengertian pemalsuan dengan tindak pidana yang lain, terutama dengan tindak pidana penipuan.7

Usaha untuk membuat suatu rumusan yang jelas tentang yang disebut falsum atau pemalsuan telah dilakukan oleh para pakar hukum pidana romawi, tetapi usaha mereka

6

Ibid hal. 7 7

(16)

ternyata tidak memberikan hasil yang memuaskan, sehingga untuk menjelaskan apa yang disebut falsum.8

Menurut penerjemahan Prof. Dr. M. David, sesuai dengan teks tulisan tersebut, yang dapat dianggap sebagai falsum itu hanyalah apabila orang telah meniru tulisan

tangan orang lain atau telah menggunting atau menghapus sesuatu dari suatu tulisan atau dari suatu buku kas ataupun telah membuktikan dalam kolom kredit suatu jumlah uang pinjaman yang terdapat dalam kolom debet dari suatu buku kas, tetapi tidak termasuk dalam pengertiannya, yakni jika orang dengan sesuatu cara telah membohong pada waktu melakukan penghitungan.9

Yang menurut Prof. Van Bemmelen dan Prof. van Hattum, ialah Valsheid in geschrifte is aanwezig, wanneer van ietswat niet waar is, woordt beweerd dat het waar is,

yang artinya pemalsuan dalam tulisan itu terjadi, jika sesuatu yang tidak nyata itu dianggap sebagai sesuatu yang nyata.10

Menurut Prof. Van Bemmelen dan Prof. van Hattum, walaupun rumusan falsum di atas sebenarnya

(17)

terlalu luas, sehingga dapat dimasukkan juga ke dalam pengertiannya, yakni setiap perbuatan yang sifatnya menipu, tetapi tidak dapat disangkal kebenarannya bahwa rumusan tentang falsum tersenut telah berpengaruh yang cukup besar pada tulisan-tulisan dari para penulis hingga abad kedelapan belas.11

Setelah para pembentuk Code Penal Prancis mengatur yang mereka sebut dengan faux dengan tindak pidana yang lain, yang sebagai satu keseluruhan telah mereka sebut les crimes et delits contre la paix publique atau kejahatan dan pelanggaran terhadap kepercayaan umum, dunia ilmu pegetahuan hukum pidana di Jerman telah berusaha untuk memperoleh suatu kejelasan tentang tindak pidana yang bersangkutan.12

Dari beberapa kenyataan sejarah di atas, kiranya dapat dimengerti bahwa para pembentuk Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pun telah mendapatkan kesulitan pada waktu membentuk ketentuan pidana yang melarang pemalsuan-pemalsuan, khususnya ketentuan pidana yang melarang pemalsuan tulisan ataupun yang di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

11

Ibid hal. 7 12

(18)

1.5.2.2. Menur ut Ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Pasal 263 – 266 dan 279 KUHP tentang Pemalsuan Pasal 263 :

(1) Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan;

(2) Diancam jika pemakai tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian. Surat menurut pasal 263 adalah segala surat yang ditulis dengan tangan, dicetak, maupun ditulis ditulis dengan mesin ketik dan lain-lain. Pengertian dan lain-lain ini memungkinkan surat otentik yang dibuat atau ditulis melalui proses computer, sehingga data atau keterangan yang ada dalam media disket atau sejenisnya dapat digunakan.

Pasal 264 :

(1) Pemalsuan surat diancam pidana penjara paling lama delapan tahun, jika dilakukan terhadap :

1.Akta-akta otentik; 2. Surat hutang atau sertifikat dari sesuatu Negara atau bagiannya ataupundari suatu lembaga umum; 3. Surat sero atau hutang atau sertikat sero atau hutang dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai; 4. Talon tanda bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan dalam 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat itu; 5. Surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan.

(2) Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukanseolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian.

Pasal 265 :

(19)

Pasal 266 :

(1) Barangsiapa menyuruh memasukkan keterangn palsu kedalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakn oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah keterangnnya sesuai dengan kebenaran, diancam, jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian, dengn pidana penjara paling lama 7 tahun;

(2) Diancam dengan pidana yang sama barangsiapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau dipalsukan seolah-olah benar dan tidak palsu, jika pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian.

Pasal 279 :

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun :

Ke-1. Barangsiapa mengadakan pernikahan padahal mengetahui bahwa pernikahan atau hal mengetahui bahwa pernikahan atau pernikahan-pernikahannya yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu; Ke-2. Barangsiapa mengadakan pernikahan padahal diketahui bahwa pernikahannya atau pernikahan-pernikahan pihak lain menjadi penghalang yang sah untuk itu.

(2) Jika yang melakukakn perbuatan yang diterangkan dalam ke-1, menyembunyikan kepada pihak lainnya bahwa pernikahan-pernikahan yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

(3) Pencabutan hak tersebut dalam pasal 35 No. 1-5 dapat dinyatakan. 1.5.3. Pengertian Sur at

(20)

Membuat surat palsu ( valselijk opmaaken ) adalah membuat sebuah surat yang seluruh atau sebagian isinya palsu. Palsu artinya tidak benar atau bertentangan dengan yang sebenarnya.

Sementara itu, perbuatan memalsukan (vervalsen) surat adalah berupa perbuatan mengubah dengan cara bagaimanapun oleh orang yang tidak berhak atas sebuah surat yang berakibat sebagian atau seluruh isinya menjadi lain atau berbeda dengan isi surat semula. Apabila perbuatan mengubah itu dilakukan oleh orang yang tidak berhak, makapemalsuan surat telah terjadi. Orang yang tidak berhak itu adalah orang selain pembuat surat.13

Sama halnya dengan membuat surat palsu, memalsu surat dapat terjadi selain terhadap sebagian atau seluruh isi surat, dapat juga pada tanda tangan pembuat surat.

Perbedaan prinsip perbuatan membuat surat palsu dan memalsu surat diantaranya perbuatan membuat surat palsu yaitu sebelum perbuatan dilakukan dan belum ada surat, kemudian membuat sebuah surat palsu yang seluruhnya dalam tulisan itu palsu, sedangkan memalsukan surat yaitu surat yang asli terhadap isinya (termasuk tanda tangan dan nama pembuat asli) dilakukan perbuatan memalsu yang akibatnya surat yang semula benar menjadi surat yang

13

(21)

sebagian atau seluruh isinya tidak benar dan bertentangan dengan kebenaran atau palsu.14

1.5.4. Pengertian Perkawinan

Para Sarjana Hukum, antara lain Asser, Scholten, dan Wiarda memberikan definisi sebagai berikut : “Perkawinan ialah suatu persekutuan antara seorang pria dengan seorang wanita yang diakui oleh Negara untuk bersama/bersekutu yang kekal”.15

Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 1 dikatakan bahwa Perkawinan adalah ikatan lahir dan bathin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang maha Esa, selanjutnya pada pasal 2 ayat (1) disebutkan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.

Menurut Kompilasi Hukum Islam pasal 2 perkawinan adalah suatu pernikahan yang merupakan akad yang sangat kuat atau mittsaqon ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakanya adalah merupakan ibadah.

Dan dalam Ensiklopedi Hukum Islam dikatakan bahwa perkawinan adalah merupakan salah satu upaya untuk menyalurkan naluri seksual suami isteri dalam sebuah rumah tangga sekaligus

14

Adami Chazawi, op.cit, hal.100 15

R. Soeto Prawirohamidjojo M. P, Hukum Orang Dan Keluarga, (Surabaya, 1995),

(22)

sarana untuk menghasilkan keturunan yang dapat menjamin kelangsungan eksistensi manusia dibumi.16

1.5.5. Pengertian Sur at Palsu

Membuat surat palsu ini dapat berupa:

a. Membuat sebuah surat yang sebagian atau seluruh isi surat tidak sesuai atau bertentangan dengan kebenaran. Membuat surat palsu yang demikian disebut dengan pemalsuan intelektual (intelectuele valschheid);

b. Membuat sebuah surat yang seolah-olah surat itu berasal dari orang lain selain pembuat surat. Membuat surat palsu yang demikian ini disebut dengan pemalsuan materiil (materiele valschheid). Palsunya surat atau tidak benarnya surat terletak

pada asalnya atau si pembuat surat.

Di samping isinya dan asalnya surat yang tidak benar dari membuat surat palsu, dapat juga tanda tangannya yang tidak benar. Hal ini dapat terjadi dalam hal misalnya:17

a. Membuat dengan meniru tanda tangan seseorang yang tidak ada orangnya, seperti orang yang sudah meninggal dunia atau secara fiktif (dikarang-karang);

16

Abdul Azis Dahlan, (Ed.) 2006. Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: PT. Ichtiyar Baru

van Hoeve. 17

(23)

b. Membuat dengan meniru tanda tangan orang lain baik dengan persetujuannya ataupun tidak.

Tidak semua surat dapat menjadi obyek pemalsuan surat, melainkan Terbatas pada 4 macam surat, yaitu:

1. Surat yang menimbulkan suatu hak 2. Surat yang menimbulkan suatu perikatan 3. Surat yang menimbulkan pembebasan hutang

4. Surat yang diperuntukkan bukti mengenai sesuatu hal.

Walaupun pada umumnya sebuah surat tidak melahirkan secara langsung adanya suatu hak, melainkan hak itu timbul dari adanya perikatan hukum atau perjanjian yang tertuang dalam surat itu, tetapi ada surat-surat tertentu yang disebut surat formil yang langsung melahirkan suatu hak tertentu, misalnya cek, bilyet giro, wesel, surat izin mengemudi, ijazah dan lain sebagainya. 18

1.5.6. Pengertian Akta Cerai

Akta adalah suatu tulisan (surat) yang dibuat dengan sengaja untuk dijadikan bukti tentang sesuatu peristiwa dan ditandatangani oleh pembuatnya.

Akta autentik adalah akta yang dibuat oleh/dihadapan pejabat yang diberi wewenang untuk itu oleh penguasa, menurut ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan baik dengan ataupun tanpa bantuan

18

(24)

yang berkepentingan untuk dicatat didalamnya; surat yang sejak semula dengan sengaja secara resmi dibuat untuk pembuktian jika terjadi sengketa di kemudian hari.

Cerai adalah putus hubungan sebagai suami isteri pisah dengan segala konsekuensi hukumnya.19

Dengan demikian akta cerai adalah suatu tulisan atau akta yang dibuat oleh pejabat yg berwenang yang sengaja dikeluarkan sebagai bukti bahwa telah putusnya hubungan suami istri.

1.5.7. Implementasi Per kawinan

Tentang perkawinan diatur dalam pasal 26 sampai dengan pasal 102 B.W. Bab ini dibagi dalam satu ketentuan umum dan tujuh sub bagian. Ketentuan umum hanya terdiri atas sebuah pasal saja yaitu pasal 26 B.W.

Dalam bagian I di jumpai ketentuan-ketentuan tentang syarat-syarat intern atau materiil, berurutan antara pasal 27 sampai dengan pasal 49 B.W. yang merupakan ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang perlangsungan perkawinan.

Dengan demikian sebuah perkawinan yang telah terbentuk tersebut, tidak menutup kemungkinan akan terjadinya perceraian antara keduanya sepanjang memenuhi syarat-syarat terjadinya

19

(25)

perceraian sesuai dengan pasal 3 UU Nomor 1 tahun1974 antara lain:

1. Berzinah, yaitu hubungan bersetubuh dengan orang lain daripada istri atau suaminya.

2. Meninggalkan tempat tinggal bersama-sama degan maksud jahat, yaitu sesuatu tindakan yang dilakukan oleh suami seseorang suami yang pergi dengan sengaja bersama wanita lain dengan maksud untuk menikah secara diam-diam.

3. Dihukum penjara selama 5tahun atau lebih yang diucapkan sesudah perkawinan.

4. Penganiayaan berat yang dilakukan suami atau istri, dilakuka terhadap pihak lain, atau penganiayaan yang sedemikian rupa dikhawatirkan bahwa pihak yang dianiaya itu, akan meninggal dunia, atau suatu penganiayaan yang mengakibatkan luka-luka yang berat pada badan pihak yang dianiaya.

5. Cacat badan atau penyakit yang timbul setelah pernikahan dilakukan sedemikian rupa sehingga suami atau istri yang menderita itu, tidak dapat melakukan hal sesuatu yang layak dalam suatu perkawinan.

6. Percecokan diantara suami istri, yang tidak mungkin diperbaiki lagi.20

20

(26)

Apabila salah satu pihak melakukan hal-hal seperti yang dilakukan diatas, maka kemungkinan besar perceraian akan dikabulkan hakim, sehingga perkawinan yang dibina sebelumnya akan bubar. Tetapi fakta menunjukkan bahwa perceraian juga terjadi diluar ketentuan tersebut di atas, salah satu alasan perceraian juga terjadi diluar ketentuan tersebut di atas, salah satu alasan perceraian dapat dilakukan dengan dalih sudah tidak saling mencintai lagi dan sebagainya. Dengan kata lain, banyak alasan yang lebih ringan dibandingkan syarat-syarat di atas dijadikan alasan utuk melakukan suatu perceraian.

(27)

tentunya akan sangat merugikan pihak perempuan juga anak-anak yang dilahirkannya nanti dikemudian hari.

1.5.8. Implementasi Percer aian

Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 pada dasarnya mempersulit terjadinya perceraian. Alasan undang-undang mempersulit perceraian ialah :21

1. Perkawinan itu tujuannya suci dan mulia, sedangkan perceraian adalah perbuatan yang dibenci Tuhan;

2. Untuk membatasi kesewenang-wenangan suami terhadap istri; 3. Untuk mengangkat derajad dan martabat istri (wanita),

sehingga setara dengan derajad dan martabat suami (pria). 1.5.9. Pencatatan Perceraian

Panitera Pengadilan atau Pejabat Pengadilan yang ditunjuk berkewajiban mengirimkan suatu helai salinan putusan yang telah mempunyai kekuatan hokum tetap/yang telah dikukuhkan tanpa bermaterai kepada Pegawai Pencatat ditempat perceraian itu terjadi dan Pegawai Pencatat mendaftarkan pututsan perceraian dalam sebuah daftar yang disediakan untuk itu. Apabila perceraian dilakukan pada daerah hokum yang berbeda dengan daerah hokum Pegawai Pencatat dimana perkawinan dilangsungkan, maka satu helai salinan putusan yang telah mempunyai kekuatan hokum

21

(28)

tetap/yang telah dikukuhkan tanpa bermaterai, dikirimkan pula kepada Pegawai Pencatat dimana perkawinan dilangsungkan, dan oleh Pegawai Pencatat tersebut dicatat pada bagian pinggir dari daftar catatan perkawinan, salinan putusan itu disampaikan kepada Pegawai Pencatat di Jakarta (pasal 35 PP Nomor 9 Tahun 1975).22

Selambat-lambatnya tujuh hari setelah perceraian diputuskan, Panitera Pengadilan Agama menyampaikann putusan yang telah mempunyai kekuasaan hukum tetap itu kepada Pengadilan Negeri untuk dikukuhkan. Pengukuhan tersebut dilakukan dengan membubuhkan kata “dikukuhkan” dan ditandatangani oleh Hakim Pengadilan Negeri dan dibubuhi cap di nas pada putusan tersebut. Selambat-lambatnya tujuh hari setelah diterima putusan dari Pengadilan Agama, Panitera Pengadilan Negeri menyampaikan kembali putusan itu kepada Pengadilan Agama (pasal 36 PP Nomor 1975).23

1.5.10.Upaya Hukum dalam Hukum Acara Pidana

Proses peradilan pidana dilakukan dengan berdasar pada ketentuan hukum acara pidana yang berlaku mulai dari proses penyelidikan, penyidikan, dan persidangan di pengadilan sampai putusan yang dijatuhkan oleh hakim serta upaya hukum yanag dapat ditempuh oleh para pihak. Berdasarkan hukum acara pidana yang

22

Abdulkadir Kuhammad, Hukum Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000 , hal. 114

23

(29)

berlaku di Indonesia, dalam hal ini Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana selanjutnya disebut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP), penyelidikan dilakukan oleh setiap pejabat polisi negara Republik Indonesia, sedangkan penyidik dilakukan oleh pejabat polisi Negara Republik Indonesia dan pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.

Setelah proses penyidikan dianggap lengkap, maka berkas perkara akan dilimpahkan ke pengadilan dalam lingkup peradilan umum pada daerah hukum sesuai dengan kewenangan relatif pengadilan termaksud, dan selanjutnya dilakukan proses persidangan yang diawali dengan dakwaan jaksa, dalam hal ini didasari hasil penyidikan yang telah dilakukan. Ada beberapa bentuk surat dakwaan yang dapat dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum, yakni :

1. Surat dakwaan tunggal atau biasa, yaitu surat dakwaan yang disusun dalam rumusan tunggal atau berisi satu dakwaan saja.

(30)

3. Surat dakwaan subsidair, yaitu surat dakwaan yang terdiri dari dua atau lebih dakwaan yang disusun secara berurutan mulai dari tindak pidana yang terberat sampai pada dakwaan tindak pidana yang teringan.

4. Surat dakwaan kumulatif yaitu surat dakwaan yang disusun berupa rangkaian dari beberapa dakwaan atas kejahatan atau pelanggaran, atau dengan kata lain merupakan gabungan beberapa dakwaan sekaligus. 24

Pada dakwaan yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum, diuraikan mengenai terjadinya tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa, disertai ketentuan hukum yang telah dilanggar, baik

didasarkan pada ketentuan Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau peraturan perundang-undangan lainnya di bidang pidana, sehingga dapat terlihat jelas hubungan kausal antara peristiwa pidana yang didakwakan dengan pasal yang diterapkan, untuk selanjutnya harus dibuktikan pada proses pembuktian.

Menurut ketentuan pasal 183 KUHAP menyatakan bahwa pembuktian dan putusan hakim dilakukan secara :

“ Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali bila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”

24

(31)

Sementara itu, pasal 184 KUHAP menegaskan mengenai alat-alat bukti yang sah yaitu :

a. Keterangan saksi b. Keterangan ahli c. Surat

d. Petunjuk

e. Keterangan terdakwa

Pembuktian pada peradilan pidana sangat mempengaruhi dan menentukan tahap selanjutnya yaitu Penuntutan yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum, yang mana didalamnya menekankan pada pasal yang akan diterapkan serta bentuk pidana yang diharapkan akan dijatuhkan pada terdakwa. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum kepada terdakwa harus sesuai dan tidak melebihi hukuman sebagaimana telah ditentukan dalam pasal yang diterapkan tersebut. Pada dasarnya ada beberapa bentuk hukuman sebagaimana diatur dalam pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yaitu :

a. Pidana pokok terdiri dari : 1. hukuman mati,

2. hukuman penjara, 3. hukuman kurungan, dan 4. hukuman denda.

b. Pidana tambahan terdiri dari :

1. pencabutan beberapa hak tertentu, 2. perampasan barang tertentu, dan 3. pengumuman keputusan hakim.

(32)

Begitu pula dengan hakim, pada prinsipnya harus memutuskan suatu perkara pidana sesuai proses pembuktian yang telah dilakukan. Putusan hakim dalam suatu peradilanpidana dapat berupa :

1. Putusan bebas, berarti terdakwa dijatuhi putusan bebas atau dinyatakan bebas dari tuntutan hukum (vryjspraak) sebagaimana diatur dalam Pasal 191 ayat (1) KUHAP, biasanya putusan bebas ini ditentukan dari pemeriksaan di persidangan yang mana kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan. Dengan kata lain, putusan bebas secara yuridis dinilai hakim tidak memenuhi asas pembuktian menurut undang-undang secara negatif, atau tidak memenuhi batas minimum pembuktian.

2. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 191 ayat (2) KUHAP. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum didasari kriteria bahwa apa yang didakwakan kepada terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, atau sekalipun terbukti, hakim berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan tidak merupakan tindak pidana, dengan kata lain tidak ada unsur pertanggungjawaban pidananya, dalam hal ini dimungkinkan ada alasan pembenar dan/atau alasan pemaaf.

(33)

tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa dan tidak melebihi ancaman pidana yang dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum dalam surat tuntutannya.25

Apabila pengadilan berpendapat dan menilai terdakwa terbukti bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, maka hakim akan menjatuhkan hukuman kepadanya berdasarkan pembuktian yang telah dilakukan dalam proses persidangan tersebut, dengan sekurang-kurangnya dibuktikan dengan dua alat bukti yang sah yang memberi keyakinan kepada hakim terdakwalah pelaku tindak pidananya, sebagaimana diatur dalam Pasal 183 KUHAP.

Syarat pemidanaan terdiri dari perbuatan dan orang. Unsur perbuatan meliputi perbuatan yang memenuhi rumusan undang-undang dan perbuatan yang bersifat melawan hukum dengan tidak ada alasan pembenar. Unsur orang terkait dengan adanya kesalahan pelaku yang meliputi kemampuan bertanggungjawab dan kesengajaan (dolus) atau kealpaan (culpa) serta tidak ada alasan pemaaf.

Apabila syarat-syarat pemidanaan tersebut terpenuhi, maka dapat dilakukan pemidanaan terhadap pelaku pidana atau terdakwa. Namun demikian, sebelum penjatuhan pidana, terdapat aspek yang harus dipertimbangkan di luar syarat pemidanaan yang meliputi aspek korban dan aspek pelaku. Aspek korban meliputi kerugian dan/atau

25

(34)

penderitaan akibat tindak pidana yang menimpanya, serta derajat kesalahan korban dalam terjadinya tindak pidana (victim precipitation). Kerugian dan/atau penderitaan korban yang besar dan/atau berat merupakan aspek memberatkan pemidanaan terhadap pelaku, begitu pula sebaliknya, sedikit dan/atau ringannya kerugian dan/atau penderitaan korban merupakan aspek meringankan pemidanaan bagi terdakwa yang terbukti melakukan kejahatan termaksud.

Semakin tinggi derajat victim precipitation, maka semakin besar dipertimbangan aspek yang meringankan terdakwa. Aspek pelaku yang dipertimbangkan meliputi sikap dan perilaku terhadap korban setelah terjadinya tindak pidana, kepribadian serta komitmen terhadap penyelesaian kasus yang dihadapi.

Atas kondisi seperti dijelaskan di atas, seringkali hakim pada proses peradilan pidana menjatuhkan putusan yang cenderung lebih ringan atau di bawah tuntutan jaksa penuntut umum. Walaupun hal itu tidak dilarang menurut undang-undang, namun menjadikan ketidakpuasan masyarakat terutama korban dan keluarganya atas putusan hakim tersebut, yang dianggap tidak mencerminkan adanya kepastian hukum dan tidak memenuhi rasa keadilan.

1.5.11.Sanksi Pidana

(35)

memasukkan keterangn palsu kedalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah keterangnnyasesuai dengan kebenaran, diancam, jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.

1.6. Metode Penelitian

1.6.1.J enis Penelitian dan Tipe Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yaitu type penelitian hukum yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hokum positif. 26

1.6.2. Sumber Data

Dalam penelitian ilmu hokum normative, sumber utamanya adalah bahan hokum bukan data atau fakta social karena dalam penelitian ilmu hokum normative yang dikaji adalah bahan hokum yang berisi aturan-aturan yang bersifat normative.27

a)Sumber Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer yang dimaksud adalah Peraturan perundang-undangan RI.

26

Ibrahim Jhonny, Teori dan Metodologi Penetian Hukum Normatif, Malang : PT. Bayu

Media Publishing, 2010, hal.295 27

Bahder Johan nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Bandung, Mandar Maju, 2008,

(36)

b)Sumber Bahan Hukum Sekunder

Adalah bahan hokum yang menjelaskan secara umum mengenai bahan hokum primer, hal ini bisa berupa :

a. Buku-buku Ilmu Hukum b. Jurnal Ilmu Hukum

c. Laporan Penelitian Ilmu Hukum

d. Internet dan bahan yang terkait dengan permasalahan yang dibahas.

c) Sumber Bahan Hukum Tersier

Merupakan bahan hokum sebagai perangkap dari kedua bahan hukum sebelumnya terdiri dari :

a. Kamus Hukum

b. Kamus Besar Bahasa Indonesia

1.6.3.Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan cara menganalisis Peraturan Perundang-undangan dan masalah yang dibahas, dipaparkan, disistimatisasi, kemudian dianalisis untuk meneginterpretasikan hokum yang berlaku.

1.6.4. Metode Analisis Data

(37)

penulis untuk menentukan isi dan makna aturan hokum yang dijadikan rujukan dalam menyelesaikan permasalahan hokum yang menjadi objek kajian.28

1.6.5. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat atau daderah yang dipilih sebagai tempat pengumpulan data dilapangan untuk menemukan jawaban atas masalah. Lokasi yang dipilih sebagai penelitian adalah Pengadilan Negeri Surabaya.

1.6.6. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini adalah 3 (tiga) bulan, dimulai dari bulan April 2011 sampai dengan Juni 2011. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan pertengahan April. Tahap persiapan penelitian ini meliputi : penentuan judul penelitian, penyusunan proposal, seminar proposal, dan perbaikan proposal. Tahap pelaksanaan penelitian selama 3 bulan terhitung mulai pertengahan bulan April sampai pertengahan bulan Juni, meliputi pengumpulan sumber data primer dan sumber data sekunder.

1.7. Sistematika Penulisan

Skripsi ini nantinya disisusun dalam empat bab. Tiap-tiap bab dibagi beberapa subbab yang saling mendukung. Bab-bab yang tersusun

28

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, cetakan pertama, Sinar Grafika, Jakarta,

(38)

tersebut nantinya merupakan suatu kesatuan yang saling berkaitan antara yang satu dengan yang lain.

Bab I, Pendahuluan. Didalamnya menguraikan tentang latar belakang masalah, kemudian berdasarkan masalah tersebut maka dirumuskan permasalahan. Selanjutnya disajikan tujuan dan manfaat penelitian sebagai harapan yang ingin dicapai melalui penelitian ini. Pada bagian kajian pustaka yang merupakan landasan dari penulisan skripsi. Kemudian diuraikan beberapa konsep definisi yang berkaitan dengan judul penelitian. Selanjutnya diuraikan tentang metode penelitian yang merupakan salah satu syarat dalam setiap penelitian. Intinya mengemukakan tentang tipe penelitian dan pendekatan masalah, sumber bahan hukum, langkah penelitian, dan bab ini dakhiri dengan sistematika penulisan.

BabII,Menguraikan tentang Penerapan KUHP terhadap tindak pidana pemalsuan surat, sub bab akibat hukum yang ditimbulkan atas perbuatan tindak pidana pamalsuan keterangan domisili dalam putusan cerai yang dilakukan oleh suami.

Bab III,Menguraikan tentang proses peradilan Tindak Pidana Pemalsuan Keterangan Domisili dalam putusan cerai secara umum dalam bab ini yakni upaya hukum yang seharusnya dapat dilakukan oleh istri terhadap pemalsuan keterangan domisili dalam putusan cerai yang dilakukan oleh suami.

(39)
(40)

2.1. Tindak Pidana Pemalsuan Sur at

Membuat surat palsu atau keterangan palsu adalah menyusun surat atau tulisan pada keseluruhannya. Adanya surat ini karena dibuat secara palsu. Surat ini mempunyai tujuan untuk menunjukkan bahwa surat seakan-akan berasal dari orang lain daripada penulisnya (pelaku).

Perbuatan memalsukan surat dilakukan dengan cara melakukan perubahan-perubahan tanpa hak (tanpa izin yang berhak) dalam suatu surat atau tulisan, perubahan mana dapat mengenai tanda tangannya maupun mengenai isinya. Tidak perduli, bahwa ini sebelumnya merupakan sesuatu yang tidak benar atau sesuatu yang benar; perubahan isi yang tidak benar menjadi benar merupakan pemalsuan surat.29

Penipuan dan pemalsuan adalah kejahatan yang serupa, baik yang dilakukan untuk menipu yang lain dan mencari beberapa keuntungan bahwa biaya mereka. Penipuan bagaimanapun, adalah sebuah kejahatan yang biasanya melibatkan maksud umum, sementara pemalsuan melibatkan tujuan tertentu dan keadaan mental tertentu

29

(41)

(mens reas). Untuk pemalsuan menjadi tindak pidana, orang tersebut harus memiliki pemalsuan yang dilakukan dengan maksud untuk menipu atau menipu lainnya. Pemalsuan dianggap sebagai sebuah kejahatan kejahatan oleh pemerintah federal dan semua lima puluh negara. Seseorang dihukum karena pemalsuan dapat menghadapi hukuman berat termasuk penjara, denda berat, masa percobaan, pelayanan masyarakat, hilangnya beberapa hak sipil dan banyak lagi.

Pemalsuan dapat melibatkan pembuatan palsu apa tulisan tangan, diketik, komputer yang dihasilkan, dicetak atau diukir dari awal yang dimaksudkan untuk menipu. Pemalsuan juga dapat melibatkan perubahan material yang signifikan dari dokumen asli. Hal ini dapat termasuk pemalsuan tanda tangan palsu yang melibatkan atau tidak benar mengisi formulir.

Sebuah dokumen dianggap pemalsuan jika terlihat cukup otentik untuk menipu seseorang yang wajar. Hal ini juga harus memiliki beberapa signifikansi hukum untuk dianggap melanggar hukum. Pemalsuan juga mencakup kepemilikan dokumen palsu atau pemalsuan perangkat dengan pengetahuan tentang tujuannya.

(42)

seperti paspor dan surat izin mengemudi, mungkin ditempa dalam rangka untuk mengubah status imigrasi atau kewarganegaraan, usia, status atau otoritas khusus, atau untuk mencuri identitas orang lain.

Setiap perubahan atau penciptaan dokumen pemerintah palsu juga dianggap sebagai pelanggaran pemalsuan yang serius. Pemalsuan terhadap bisnis dapat melibatkan penerimaan penjualan palsu, dokumen palsu karyawan, atau dokumentasi palsu lain yang dimaksudkan untuk menipu pihak lain.

Pemalsuan adalah pelanggaran tindak pidana serius yang biasanya diklasifikasikan berdasarkan pada tingkat keparahan kejahatan. Setiap negara memiliki hukum mengenai pelanggaran didirikan pemalsuan. Sementara hukum dapat bervariasi oleh negara, pemalsuan tingkat pertama melibatkan presentasi yang sebenarnya / menggunakan dokumen palsu dibuat, diubah atau dimiliki dengan maksud untuk menipu atau menipu, sedangkan pemalsuan dalam derajat kedua tidak memerlukan penggunaan atau presentasi dokumen. Sebuah keyakinan pemalsuan dapat mengakibatkan hingga sepuluh tahun penjara, denda berat, dan banyak lagi.

(43)

bersalah mungkin juga diperintahkan untuk membayar denda. Jika kejahatan parah atau jika pihak yang bersalah memiliki catatan kriminal, penahanan adalah suatu kemungkinan. Dalam beberapa kasus, bagaimanapun, individu mungkin menghindari penjara dan bukannya ditempatkan dalam masa percobaan dan diperintahkan untuk melakukan pelayanan masyarakat sebagai hukuman untuk pemalsuan.

Adanya pelanggaran atau kejahatan dalam pemalsuan keterangan domisili dalam akta cerai diancam dengan hukuman pidana, maka proses penanganan tindak pidana tersebut secara umum berlaku ketentuan yang ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Kejahatan pemalsuan merupakan salah satu tindak pidana yang terjadi dalam masyarakat dengan berbagai macam bentuk dan perkembangannya.

(44)

Ada perbedaan perihal “dapat merugikan” menurut ayat (1) dan menurut ayat (2). Perbedaannya, ialah surat palsu atau dipalsu menurut ayat (1) belum digunakan, sementara ayat (2) surat sudah digunakan. Oleh karena menurut ayat (2) surat sudah digunakan, maka hal kerugian menurut Ayat (2) harus jelas dan pasti perihal pihak mana yang dirugikan dan kerugian berupa apa yang akan didertia oleh orang/pihak tertentu tersebut. Ada 2 pihak yang dapat menderita kerugian, ialah: (1) Pihak/orang yang namanya disebutkan di dalam surat palsu tersebut, atau (2) Pihak/orang – siapa surat itu pada kenyataaannya digunakan. Namun harus jelas bahwa perkiraan kerugian ini adalah akibat langsung dari penggunaannnya. Artinya tanpa menggunakan surat palsu/dipalsu, kerugian itu tidak mungkin terjadi.

(45)

2.2. Tindak Pidana Pemalsuan Ditinjau Dari Berbagai Aspek

Tindak pidana pemalsuan adalah tindak pidana yang dewasa ini sering dilakukan orang dalam segala hal. Sebagai contoh, suatu perkara pidana tentang pemalsuan keterangan domisili dalam akta cerai ruang lingkup Pengadilan Negeri Surabaya.

Dalam praktek pula, sering kita dengar pihak-pihak yang berkeinginan untuk melakukan perceraian untuk menikah lagi, tetapi banyak juga yang melakukan perkawinan kedua (poligami) dimana seorang suami ingin memiliki dua istri atau lebih tanpa melakukan perceraian dengan istri sebelumnya. Untuk melakukan poligami, suami harus dengan ijin dari istri. Dan dalam hal ini, seorang suami yang tidak terlebih dahulu meminta ijin kepada istrinya untuk menikah lagi sehingga melakukan tindak pidana pemalsuan keterangan domisili pada akta cerainya agar pihak pengadilan agama dimana gugatan cerai itu diajukan yang dalam hal ini pengadilan agama surabaya dapat segera mengabulkan dan memutus cerai dengan tergugat.

Dan bunyi dari pada pasal 279 KUH Pidana adalah sebagai berikut :

Ayat (1) Diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun.

Ke-1 : Barang siapa mengadakan perkawinan, padahal diketahuinya, bahwa perkawinan

atau perkawinan-perkawinan yang telah ada menjadi peghalang yang sah untuk itu;

(46)

perkawinan atau perkawinan-perkawinan dengan pihak lain menjadi penghalang untuk itu;

Ayat (2)

Jika yang melakukan pembuatan yang diterangkan dalam ke-1 menyembunyikan kepada pihak lainnya bahwa perkawinannya yang telah ada menjadi penghalang yang sah itu, diancam dengn pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Apabila seseorang memalsukan segala sesuatu untuk menyembunyikan atau perkawinan-perkawinan terdahulu untuk menikah lagi, padahal sebetulnya ia tahu bahwa perkawinannya yang terdahulu itu merupakan pengahalang yang sah baginya untuk menikah lagi dan tetap saja ia melakukan, maka ancaman pidananya cukup berat, yaitu paling lama berkisar 5 (lima) sampai 7 (tujuh) tahun. Dan untuk pidana pemalsuannya dapat dikenakan pasal pemalsuan dalam KUHP Pidana yaitu dalam pasal 266, yaitu :

1) Barangsiapa menyuruh masukkan keterangan palsu kedalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain pakai akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran, diancam, jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

2) Diancam dengan pidana yang sam, barangsiapa dengan sengaja memakai akta tersebut seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaranny, jika karena pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian.

(47)
(48)

PUTUSAN CERAI

3.1. Putusan Pengadilan

Hakim mencari dan menemukan fakta dalam setiap perkara untuk menentukan jenis putusannya. Hakim bersifat obyektif dalam pencarian fakta, sehingga hakim dapat menjatuhkan putusan dalam persidangan. Dalam mencari dan menemukan fakta inilah hakim harus berhati-hati dan menilai dengan cermat semua kejadian dan fakta yang lolos dari pengamatan hakim.

Oleh karena itu, pencatatan setiap fakta yang ada seharusnya direkam secara akurat. Bila pencatatan fakta dilakukan kurang akurat, mungkin saja satu fakta yang terpenting dapat terlewatkan dan dapat mengakibatkan hakim keliru memperoleh fakta. Suatu putusan hakimu dalam memperoleh dan menemukan fakta dapat dilihat pada bagian pertimbangan atau konsideran putusan hakim. Putusan pengadilan ada dua macam, antara lain :

1. Putusan Sela 2. Putusan Akhir

(49)

berikutnya, misalnya putusan sela untuk pemeriksaan saksi atau untuk pemeriksaan setempat (periksa interlocutoir).30

Unsur putusan pengadilan ada 10, antara lain :

1. Judul putusan, terdapat dalam pasal 4 ayat 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970

2. Identitas para pihak 3. Kutipan surat gugatan

4. Ringkasan singkat jawaban tergugat

5. Alasan-alasan dan dasar putusan/pertimbangan putusan diucapkan atau diumumkan

6. Inti Putusan/Amar/Diktum

Putusan pengadilan ada 3 macam ditinjau dari sudut diktumnya, antara lain:

a. Putusan Condemnotoir, yaitu putusan yang bersifat menjatuhkan hukuman atau putusan untuk melaksanakan suatu prestasi.

b. Putusan Declaratoir, yaitu putusan yang diktunya bersifat menyatakan, misalkan sengketa mengenai sahnya seorang anak. c. Putusan Constitutif, yaitu putusan yang meniadakan atau

menyatakan suatu keadaan, misalnya suatu putusan yang menyatakan bubarnya suatu perkawinan.

Didalam pasal 178 ayat 3 HIR/189 ayat 3 RBg menyatakan bahwa amar atau diktum semua hal yang termuat dalam petitum harus

(50)

diadili, tetapi hakim tidak dipekenankan memberikan putusan melebihi apa yang dimuat dalam petitum.

7. Pernyataan hadir/tidaknya para pihak pada waktu putusan diucapkan/diumumkan

8. Pernyataan putusan diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum.

9. Tanda tangan Majelis/Hakim dan Panitera. 10.Biaya Perkara.

Suatu putusan pengadilan mempunyai kekuatan berlaku bila : 1. Para pihak menerima putusan itu.

2. Terhadap perkara itu para pihak tidak menggunakan upaya hukum yang dimiliki baik berupa banding, kasasi, dan peninjauan kembali (dalam perkara pidana) atau verzet (dalam perkara perdata)

Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan berlaku tersebut merupakan alat bukti yang kuat, yaitu adanya putusan, kecuali terhadap pihak ketiga yang sama sekali ikut serta dalam perkara.

(51)

yang dapat dilaksanakan lebih awal itu harus memenuhi syarat-syarat yang telah diatur dalam pasal 180 HIR/RBg.

Menurut Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman pasal 25 ayat 1 dan 2 menyebutkan bahwa :

(1) Segala keputusan Pengadilan selain harus menurut alasan dan dasar putsan tersebut, memuat pula pasal tertentu dan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.

(2) Tiap putusan Pengadilan Negeri ditandatangani oleh ketua serta hakim yang memutus dan penitera yang ikut serta bersidang.

Peradilan Agama di Indonesia mempunyai kesamaan pola tindak, pola pikir atau dalam isti1ah Peradilan disebut dengan legal frame work and unified legal opinion. Peradilan Agama merupakan

(52)

Peradilan agama adalah peradilan yang khusus mengadili perkara-perkara perdata dimana para pihaknya beragama Islam (muslim). Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (UUPA), peradilan agama adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam. Perkara-perkara yang diputus oleh peradilan agama antara lain perceraian, perwalian, pewarisan, wakaf, dan lain-lain.

Salah satu tugas dan wewenang dari Pengadilan Agama sesuai UU No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama memutus perkara antara orang-orang yang beragama Islam mengenai masalah kewarisan. Bidang kewarisan ini meliputi penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris, penentuan harta peninggalan, penentuan bagian dari masing-masing pihak dan melaksanakan pembagian tersebut. Jika terjadi perselisihan, persengketaan mengenai harta peninggalan, harta warisan atau harta warisan yang dikuasai orang lain yang bukan haknya, ahli waris dapat dan berhak mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama.31

Pelaksanaan putusan / eksekusi adalah putusan pengadilan yang dapat dilaksanakan. Dan putusan pengadilan yang dapat dilaksanakan adalah putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde). Putusan yang sudah

31

(53)

berkekuatan tetapa dalah putusan yang sudah tidak mungkin lagi dilawan dengan upaya hukum verzet, banding, dan kasasi. Pengadilan Agama sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman dapat melaksanakan segala putusan yang dijatuhkannya secara mandiri tanpa harus melalui bantuan Pengadilan Negeri. Hal ini berlaku setelah ditetapkannya UU No. 7/1989. Dan sebagai akibat dari ketentuan UU Peradilan Agama di atas adalah :

a. Ketentuan tentang eksekutoir verklaring dan pengukuhan oleh Pengadilan Negeri dihapuskan

b. Pada setiap Pengadilan Agama diadakan Juru Sita untuk dapat melaksanakan putusan-putusannya.

3.2. Pelaksanaan Putusan

Dalam suatu putusan hakim, terkadang memberatkan para pihak. Jika salah satu pihak tidak puas dengan putusan hakim tersebut maka, pihak itu dapat melakukan upaya hukum. Dalam perkara Tindak Pidana Pemalsuan Surat Keterangan Domisili Dalam Putusan Cerai ini pihak istri dapat melakukan upaya hukum terhadap putusan hakim di Pengadilan Negeri, yaitu upaya hukum :

(54)

3.2.1. Upaya Hukum Biasa

3.2.1.1. Naik Banding (revisi) ke Pengadilan Tinggi (PT) Upaya hukum terhadap Pengadilan Tingkat ke 2 (dua)/Pengadilan Tinggi (PT) yang mengulangi pemeriksaan baik mengenai fakta-faktanya maupun mengenai penerapan hukum atau undang-undangnya.

3.2.1.2. Kasasi (Pembatalan) ke Mahkamah Agung (MA) Upaya hukum yang dilakukan ke Mahkamah Agung sebagai pengawas tertinggi atas putusan-putusan pengadilan lain.

3.2.2. Upaya Hukum Luar Biasa

3.2.2.1. Kasasi Demi Kepentingan Hukum, yaitu

Terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan selain MA, dapat diajukan Kasasi oleh Jaksa Agung.

3.2.2.2. Peninjauan Kembali (PK) Putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap

(55)

terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan PK ke MA.

Selain itu, pihak istri juga dapat melakukan upaya hukum dalam bentuk lain, yaitu mengajukan permohonan pembatalan perkawinan antara suaminya dengan istrinya yang kedua di Pengadilan Agama

Dalam perkara ini, terdapat putusan verstek yang dilakukan hakim kepada pihak istri. Upaya hukum terhadap putusan verstek adalah melalui uapaya hukum verzet.

Upaya hukum biasa ada tiga macam, yaitu : 1. Banding

2. Kasasi

3. Perlawanan (verzet)

Verzet adalah bentuk upaya hukum terhadap

putusan verstek. Sebagaimana verstek adalah putusan yang diajukan oleh Pengadilan karena tergugat tidak hadir sekalipun telah dipanggil secara patut.

3.3. Hambatan Istr i Dalam Melakukan Upaya Hukum

(56)

mendatangkan saksi dalam mempermudah istri agar hakim menerima upaya hukum yang diajukannya.

Hambatan-hambatan dan penyelesaian yang muncul bagi Tergugat di dalam melakukan perlawanan (verzet) terhadap putusan verstek disebabkan karena :32

a. Penggugat mengajukan banding.

Dengan adanya upaya hukum banding dari Penggugat maka Tergugat tidak dapat menggunakan hak perlawanan (verzet) dalam pemeriksaan tingkat pertama. Dengan hilangnya hak Tergugat untuk mengajukan perlawanan (verzet) tersebut berdasarkan pada pasal 8 ayat (2) UU No. 20 Tahun 1947, Tergugat dapat meminta pemeriksaan ulang (banding).

b. Tergugat tidak hadir pada persidangan verzet.

Dengan tidak hadirnya Tergugat yang berkedudukan sebagai pelawan pada saat persidangan verzet (perlawanan) tersebut dinyatakan tidak dapat diterima dan Tergugat tidak dapat mengajukan upaya hukum perlawanan (verzet) lagi. Namun Tergugat dapat mengajukan upaya hukum banding. c. Tergugat melakukan perlawanan (verzet) dalam jangka waktu

yang tidak sesuai dengan prosedur tata cara yang telah ditentukan.

32

(57)

Dari hasil wawancara dengan hakim Pengadilan Negeri Surabaya, mengatakan bahwa dalam perkara ini hakim hanya berperan untuk memeriksa putusan. Pengadilan tidak berhak memeriksa alamat atau domisili pihak-pihak yang bersangkutan. Pengadilan hanya menjalankan ketentuan-ketentuan formal. Pemanggilan tergugat dilakukan tiga kali. Jika pemanggilan pertama dan kedua tergugat tidak hadir dalam persidangan secara patut dalam berbagai alasan maka hakim melakukan pemanggilan ketiga kalinya yang disampaikan oleh kepala desa sebagaimana domisili tergugat dalam pengajuan gugatan yang dilakukan oleh penggugat. Jika terdapat kesalahan atau kekeliruan domisili, hakim tidak mempunyai wewenang untuk menyelidiki.

(58)

4.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan tentang upaya hukum istri dalam tindakan pemalsuan surat keterangan domisili dalam putusan cerai dapat disimpulkan, bahwa pihak istri dapat melakukan proses-proses yaitu, pertama istri melaporkan kepada pihak kepolisian, dari adanya laporan yang diajukan istri penyidik melakukan panggilan dan pemeriksaan terhadap tersangka, kemudian penyidikan / BAP melengkapi administrasi penyidikan dapat dilakukan penahanan atau pembritahuan keluarga, SPDP (Surat Perintah Dari Penyidik) ke KEJARI (Kejaksaan Republik Indonesia) izin sita / geledah ke pengadilan negeri, dan dikirim kejaksaan dan BP dinyatakan P21 tersangka dan barang bukti dilimpahkan ke kejaksaan.

(59)

Dalam melakukan upaya hukum pun terdapat hambatan-hambatan yang dapat membuat istri merasa kesulitan untuk mendapatkan haknya yaitu apabila :

a. Penggugat mengajukan banding.

b. Tergugat tidak hadir pada persidangan verzet.

c. Tergugat melakukan perlawanan (verzet) dalam jangka waktu yang tidak sesuai dengan prosedur tata cara yang telah ditentukan.

Berdasarkan pembahasan ini, bahwa istri dapat melakukan pembatalan di Pengadilan Agama akibat pemalsuan identitas itu sehingga mempengaruhi kedudukan anak. Sehingga kedudukan anak dalam pernikahan baru suami tidak sah. Akan tetapi dalam kasus ini, istri tidak melakukan pembatalan perkawinan di Pengadilan Agama dan berpengaruh kepada kedudukan anaknya tetap sah dan dapat menuntut segala hak-haknya.

4.2. Sar an

Dalam kesimpulan diatas, penulis dapat meberikan saran antara lain :

(60)

yang penulis teliti yaitu tentang tindak pidana pemalsuan identitas atau surat keterangan dalam akta cerainya.

b. Pihak Pengadilan diharapkan mampu menerapkan sanksi bagi yang m,elakukan tindak pidana pemalsuan ini atas penipuan terhadap istri yang sanksinya tidak hanya berupa denda tetapi hukuman penjara minimal 1tahun, karena hal ini akan memberikan efek jera bagi suami.

(61)

Daftar Pustaka

BUKU

Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, PT. Ichtiyar Baru van Hoeve, Jakarta, 2006

Abdulkadir Kuhammad, Hukum Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000

Adami Chazawi, Kejahatan terhadap Pemalsuan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001

Bahder Johan nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung 2008.

H. Mohammad Daud Ali, Hukum Islam, PT. Raja Grafindo, Persada, Jakarta, 2007

Ibrahim Jhonny, Teori dan Metodologi Penetian Hukum Normatif, PT. Bayu Media Publishing, Malang, 2010.

Ismet Baswedan, Hukum Acara Perdata, Peradilan Umum, Airlangga University Press Surabaya, 2004.

Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, , Rineka Cipta, Jakarta, 2002

P. A. F. Lamintang, Kejahatan Membahayakan Kepercayaan Umum Terhadap Surat, Alat Pembayaran, Alat Bukti, Dan Peradilan, Jakarta, 2009

(62)

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, cetakan pertama, Sinar Grafika, Jakarta, 2009.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Bumi Aksara, Jakarta, 1996.

R. Subekti, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Citra Umbara, Bandung, 2007

R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1992.

Soenarto Soerodibroto, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, PT. Grafindo Persada, Jakarta, 1994.

WEBSITE

Bahan Skripsi, Kajian Kriminologi Tindak Pidana Pemalsuan Data Dan Kaitannya Dengan Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, MARGARETHA M R SITOMPUL, NPM 060200311, Universitas Sumatera Utara, Medan 2010

( http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17867/6/Cover.pdf.)

http://bapersip.jatimprov.go.id, Badan Arsip Jawa Timur, Takah Surat Izin, Pengertian Surat Izin, Kamis, 31 Maret 2011, 11:48

http://kajian-islam.co.cc/tag/penegrtian-poligami-secara-umum, Rabu, 30 Maret 2011, 15:33

LAIN-LAIN

Jurnal Hukum, Volume 5 No.1, HangTuah Perss, 2005

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui dua hal, yaitu pertama, untuk mengetahui apakah perbuatan Abraham Samad yang diduga mengizinkan Feriyani

Dengan demikian, bahwa akibat hukum yang ditimbulkan oleh notaris terhadap akta surat kuasa yang mengandung unsur pemalsuan yaitu dengan cara memalsukan tanda tangan pemilik tanah

Pemalsuan merupakan kejahatan yang diatur dalam Pasal 263 ayat 1 dirumuskan sebagai membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menerbitkan suatu hak

( medepleger ) atas suatu perbuatan pidana. Dalam hal ini adalah pekerja notaris dan notaris. Unsur membuat surat palsu. Bahwa dalam sebelum perbuatan dilakukan,

1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan suatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang, atau yang

Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA yang disebut dalam define di atas menegaskan bahwa sertifikat adalah surat bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian

Perbuatan pidana “Melakukan dumping (pembuangan) limbah B3 padat jenis fly ash dan bottom ash tanpa dilengkapi dengan izin dumping dari pihak yang berwenang”

1 90 5 tahun Rp 1.000.000.000,00 Perbuatan dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak lain unuk