• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tindak pidana pemalsuan surat dalam pandangan hukum pidana islam : kajian atas putusan Pengadilan Negri Depok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tindak pidana pemalsuan surat dalam pandangan hukum pidana islam : kajian atas putusan Pengadilan Negri Depok"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

1

( KAJIAN ATAS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI DEPOK )

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Islam ( SHI )

Oleh :

DEWI KURNIA SARI NIM : 105045101484

KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

2

TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT

DALAM PANDANGAN HUKUM PIDANA ISLAM

( KAJIAN ATAS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI DEPOK )

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh :

DEWI KURNIA SARI

NIM : 105045101484

KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

(3)

JAKARTA 1430 H / 2009 H

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh :

DEWI KURNIA SARI

NIM : 105045101484

Di Bawah Bimbingan

Prof. Dr. H. M. Abduh Malik NIP : 150 094 391

KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

(4)

4

JAKARTA 1430 H / 2009 M

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT DALAM PANDANGAN HUKUM PIDANA ISLAM (KAJIAN ATAS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI DEPOK) telah diajukan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 12 Juni 2009, skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada program Studi Jinayah Siyasah (PI).

Jakarta, 12 Juni 2009 Mengesahkan,

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma SH, MA, MM NIP : 150 210 422

PANITIA UJIAN

1. Ketua : Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma SH. MA. MM ( ... ) NIP. 150 282 934

2. Sekretaris : Sri Hidayati M.Ag ( ... ) NIP. 150 282 403

3. Pembimbing : Prof. Dr. H. M. Abduh Malik ( ... ) NIP. 150 094391

(5)

5. Penguji II : Dr. H. M Nurul Irfan, M.Ag ( ... ) NIP. 150 326 893

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya nyatakan, bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya sesuaikan dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari skripsi ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedian menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 12 Juni 2009

(6)

6

KATA PENGANTAR

Dengan penuh rasa syukur yang tiada hentinya kepada kehadirat Allah SWT, yang telah memberi penulis kemudahan dari setiap kesulitan yang datang dan

kekuatan yang tidak terduga dari setiap kelemahan yang menerpa. Atas rahmat dan karuniamu, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan diwarnai ujian, emosi, kesabaran dan kekuatan dan juga shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi yang membawa rahmat bagi seluruh umat. Di mana skripsi ini penulis susun dengan maksud untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana ( S1 ) jurusan Pidana Islam, Program Studi Jinayah Siyasah Fakultas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dengan judul skripsi “TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT DALAM PANDANGAN HUKUM PIDANA ISLAM ( KAJIAN ATAS

PUTUSAN PENGADILAN NEGERI DEPOK ) (Analisa Putusan Pengadilan Negeri Depok No.188/Pid.B/ 2008/PN.DPK)”

Penulis menyadari bahwa proses penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan semangat dari berbagai pihak dan untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM, Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(7)

3. Kepada pembimbing skripsi, Bapak Prof. Dr. H. M. Abduh Malik yang telah memberikan saran, masukan dan pengarahan yang luar biasa bagi proses skripsi ini.

4. Kepada Penguji Munaqasah, Bapak Asmawi M.ag, dan Bapak Dr. H. M Nurul Irfan, M.Ag saya berterima kasih telah menguji saya dengan sabar dan baik. 5. Kepada Kedua Orang Tua tercinta, Bapak H. Urip Bin Muksin dan Ibu Hj. Sri

Monah, yang telah menekankan mengenai pentingnya pendidikan dan menghargai ilmu, memberikan dukungan dan do’a yang tidak pernah putus dan juga telah memberikan kepercayaan yang amat besar bagi penulis.

6. Kepada kakak-kakak ku tercinta, Ultamiya, Ulva, Adi Surpto, dan untuk keponakan-keponakan ku intan, Very, putri, Bagus dan adik Pandu, yang selalu memberi dukungan serta motivasi dalam pembuatan skripsi ini.

7. Kepada orang yang kusayangi Handy Pramana Setiawan yang selalu memberikan Support serta menemani penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

(8)

8

9. Kepada Pegawai PN Depok, yang telah memberikan data-data yang berkaitan dengan materi skripsi ini, khususnya kepada bagian umum yaitu pak ocha dan panitera muda bapak Insan Kamil.

Demikian ucapan terima kasih dari penulis, dan penulis berharap semoga segala kebaikan yang telah diberikan akan mendapatkan pahala dari Allah Swt. Penulis juga berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi orang lain dan dapat menjadi inspirasi bagi generasi berikutnya.

Jakarta, 12 Juni 2009

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

D. Metode Penelitian ... 11

E. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT A. Tindak Pidana Pemalsuan Surat Menurut Hukum Positif ... 14

1. Definisi Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pemalsuan Surat .. 14

2. Dasar Hukum Larangan Tindak Pidana Pemalsuan Surat ... 16

3. Sanksi Bagi Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Surat ... 27

B. Tindak Pidana Pemalsuan Surat Menurut Hukum Pidana Islam... 29

1. Definisi Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pemalsuan Surat … 29 2. Dasar Hukum Larangan Tindak Pidana Pemalsuan Surat …….. 34

(10)

10

C. Sebab-sebab Terjadinya Tindak Pidana Pemalsuan Surat ... 44 D. Kendala dalam Pencegahan Terjadinya Tindak Pidana Pemalsuan 54

BAB III DESKRIPTIF ATAS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI DEPOK TENTANG PEMALSUAN SURAT

A. Kronologis Perkara ... 56 B. Putusan dan Pertimbangan Hakim ... 64

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN

PENGADILAN NEGERI DEPOK

A. Pandangan Hukum Pidana Islam Terhadap Sanksi Bagi Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Surat Dalam Putusan Pengadilan Negeri Depok ... 66 B. Pandangan Hukum Pidana Islam Terhadap Putusan Pengadilan

Negeri Depok ... 70

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 72

B. Saran-Saran ……… 74

DAFTAR PUSTAKA ……….. 75

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam perkembangan dunia, dengan terbentuknya Negara diperlukan hukum demi keamanan warganya. Hukum mengatur perangkat seluruh rakyat yang ada di Negara itu. Hukum ada yang berbentuk tertulis seperti: Undang-Undang dasar 1945 peraturan, perundang-undangan KUHP, yurisprudensi, traktat dan sebagainya, yang dibuat oleh Badan Ekskutif bersama-sama dengan wakil di DPR, dan ada juga hukum yang tidak tertulis seperti: hukum adat, hukum kebiasaan dan sebagainya, yang dibuat oleh orang yang diberi kuasa oleh rakyat seperti tokoh masyarakat dan diakui oleh rakyat serta ditegakkan oleh penegak hukum.

(12)

12

Kemajuan yang ada dalam masyarakat akan menambah kemajemukan kepentingan dan memperbanyak kemungkinan timbulnya konflik kepentingan, serta tindakan kejahatan dan pelanggaran dalam masyarakat. Hal ini disebabkan adanya hak untuk sama-sama menikmati kehidupan dari hasil kemajuan ilmu dan teknologi. Oleh karena itu, tidak sedikit orang yang melakukan tindakan melanggar norma-norma maupun hukum.

Kebutuhan ekonomi merupakan salah satu penyebab terjadinya perbuatan tindak pidana seperti pencurian, pemerasann, penggelapan, pemalsuan, penipuan, dan lain-lain. Di sini penulis hanya akan mengkhususkan pembahasan terhadap tindak pidana pemalsuan khususnya tindak pidana pemalsuan surat baik untuk kepentingan pribadi maupun untuk kepentingan kelompok. Dengan adanya tindak pidana pemalsuan yang terjadi banyak pihak yang dirugikan. Baik perseorangan, kelompok, perusahaan ataupun Negara. Pemalsuan itu sendiri mempunyai pengertian sesuai yang diatur dalam pasal 263 Kitab Undang-undang hukum Pidana ( KUHP )

(13)

(2) Di pidana dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah asli, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.1

Suatu pergaulan di dalam masyarakat yang teratur dan maju tidak dapat berlangsung tanpa ada jaminan akan kebenaran atas beberapa bukti surat dan atas alat tukar lainnya. Karenanya perbuatan pemalsuan dapat merupakan ancaman bagi kelangsungan hidup dari masyarakat tersebut. Perbuatan pemalsuan ternyata merupakan suatu jenis pelanggaran terhadap 2 (dua) norma dasar :

1. kebenaran atau kepercayaan yang pelanggarannya dapat tergolong dalam kelompok kejahatan penipuan;

2. Ketertiban masyarakat yang pelanggarannya tergolong dalam kelompok kejahatan terhadap Negara atau ketertiban umum.2

Perbuatan pemalsuan sesungguhnya baru dikenal di dalam suatu masyarakat yang sudah maju, dimana surat, uang logam, merek atau tanda tertentu yang dipergunakan untuk mempermudah lalu lintas hubungan di dalam masyarakat.

Perbuatan pemalsuan dapat digolongkan pertama-tama dalam kelompok kejahatan penipuan, sehingga tidak semua perbuatan adalah pemalsuan. Perbuatan pemalsuan tergolong kelompok kejahatan penipuan apabila seseorang memberikan gambaran tentang sesuatu keadaan atas barang ( misalnya surat ) seakan-akan asli atau benar, sedangkan sesungguhnya keaslian atau kebenaran tersebut tidak

1

Moeljatno, kitab Undang-undang Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka cipta 2007), h. 35

2

[image:13.612.110.533.237.511.2]
(14)

14

dimilikinya. Oleh karena itu, dengan gambaran ini orang lain terpedaya dan mempercayai bahwa keadaan yang digambarkan atas barang atau surat tersebut adalah benar atau asli.

Peningkatan penggunaan sebagai barang, tanda, tulusan, atau surat yang jaminan keasliannya atau kebenarannya dibutuhkan oleh masyarakat, mengakibatkan timbulnya perbuatan pemalsuan. Peningkatan permintaan akan barang-barang kebutuhan hidup akan menambah kemungkinan atau kesempatan terjadinya perbuatan pemalsuan tidak hanya atas barangnya sendiri, tetapi juga terhadap merek, tanda juga terhadap mereka, tanda dan suratnya yang dibuktikan untuk memberikan jaminan akan kebenaran, keaslian atas asal barang tersebut.

Tindak pidana pemalsuan surat itu sendiri dapat digolongkan dalam spesifiknya yang lebih khusus yaitu :

1. Tindak pidana pemalsuan surat dalam bentuk pokok 2. Tindak Pidana pemalsuan surat khusus

3. Tindak Pidana pemalsuan surat otentik dengan isi keterangan palsu 4. Tindak Pidana pemalsuan keterangan dokter

5. Tindak Pidana pemalsuan surat keterangan kelakuan baik

6. Tindak Pidana pemalsuan keterangan jalan dan ijin masuk bagi orang asing 7. Tindak Pidana pemalsuan pengantar kerbau dan sapi

8. Tindak Pidana pemalsuan keterangan tentang hak milik

(15)

Membuat surat palsu adalah membuat sebuah surat yang seluruh atau sebagian isinya palsu. Palsu artinya tidak benar atau bertentangan dengan yang sebenarnya.

Membuat surat palsu ini dapat berupa :

1. Membuat sebuah surat yang sebagian atau seluruh isi surat tidak sesuai atau bertentangan dengan kebenaran (intellectual valschheid)

2. Membuat surat seolah-olah surat itu berasal dari orang lain selain sipembuat surat. Membuat surat palsu yang demikian ini disebut dengan pemalsuan materiil (materiele valschheid). Palsunya surat atau tidak benarnya surat terletak pada asalnya atau si pembuat surat.3

Hukum Islam syariatkan oleh Allah dengan tujuan utama merealisasikan dan melindungi kemaslahatan umat manusia, baik kemaslahatan individu maupun masyarakat. Kemaslahatan yang ingin diwujudkan dalam hukum Islam meyangkut seluruh aspek dharuriyat (primer), Hajjiyat (sekunder), maupun (stabilitas sosial).

Bahwasannya di dalam hukum positif yang terdapat di dalam Kitab Undang-undang hukum pidana (KUHP) pasal 263 melakukan kesalahan dalam perbuatan tindak pidana pemalsuan surat dan merugikan orang lain dan Negara maka dapat dipidana paling lama 15 (lima belas) tahun penjara.

Hukum Islam disyariatkan oleh Allah dengan tujuan utama merealisasikan dan melindungi kemaslahatan umat manusia, baik kemaslahatan individu maupun

3

(16)

16

masyarakat. Kemaslahatan yang ingin diwujudkan dalam hukum Islam meyangkut seluruh aspek dharuriyat (primer), Hajjiyat (sekunder ).

Sedangkan di dalam hukum Islam orang yang melakukan perbuatan tindak pidana pemalsuan surat maka akan terkena hukuman takzir. Takzir adalah hukuman yang ditetapkan syara dan diserahkan sepenuhnya kepada ulil amri untuk menetapkannya, sedangkan para ulama fiqh mendefinisikannya sebagai hukuman yang wajib menjadi hak Allah atau Bani Adam pada tiap-tiap kemaksiatan yang tidak mempunyai putusan tertentu dan tidak pula adalah kefarahnya.4 Hukuman takzir ini jenisnya beragam namun secara garis besar dapat gibagi. Hukuman takzir yang berkaitan dengan empat kelompok yaitu.

1. Hukuman takzir yang berkaitan dengan dengan kemerdekaan seseorang seperti hukuman penjara dan hukuman pengasingan

2. Hukuman takzir yang berkaitan dengan harta,seperti denda, penyitaan, perampokan harta dan penghancuran barang

3. Hukuman takzir yang berkaitan dengan badan seperi hukuman mati dan hukuman jilid

4. Hukuman lain yang ditentukan oleh ulil amri dan kemaslahatan umum.5

Berdasarkan jeni-jenis hukum takzir tersebut di atas, maka hukuman yang diberikan kepada pelaku tindak pemalsuan surat adalah hukuman jilid dan hukuman

4

A. Ruway’i Ar-Ruhaly, fikih umar 2, penterjemahan. Basalamah, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsan, 1994), Cet. 1, h. 110

5

(17)

pengasingan. Umar Ibn Al- khattab terhadap Mu’an Ibn Zaidah yang memalsukan stetempel Bait al-mal. Demikian pula terhadap tindak pidana pemalsuan Al-Quran. Khalifah Umar Ibn Al-khattab mengasingkan Mu’an Ibn Zaidah Setelah sebelumnya dikenakan hukuman takzir6.

Berdasarkan contoh kasusus yang dipaparkan di atas maka, dapat ditarik kesimpulan bahwasanya perbuatan memalsukan surat merupakan perbuatan dusta (bohong), karena pada dasarnya di dalam perbuatan tersebut terdapat perbuatan dusta yakni dengan tidak memberikan keterangan yang sebenarnya/seharusnya di dalam surat tanda nomor kendaran bermotor (STNK) yang dipalsukan tersebut, baik mengenai tanda tangannya, stempel, maupun cara memperoleh surat tanda nomor kendaran bermotor (STNK) tersebut, seperti dengan cara instan tanpa membayar pajak kepada Negara. Di dalam Al-Qur’an sejumlah ayat yang melarang dengan tegasuntuk tidak berbuat dusta (al-Kidzb). Sebagaimana di dalam firman Allah surat al-Nahl ayat 116 :

! "#$% & &'$(

)&* ی(

)

ی ی ,

,)-.

/*

0

112

3

Artinya : “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidah mu secara dusta, “ ini halal dan ini haram ” untuk mengadakan kebohongan-kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang yang mengada-ngadakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. ( An-Nahl : 16 : 116 ).

6

(18)

18

Perbuatan-perbuatan yang termasuk kepada kelompok yang hukumannya dapat dijatuhkan apabila dikehendaki oleh kemaslahatan umum, tidak bisa ditentukan jenisnya, karena perbuatan tersebut tidak diharamkan karena zatnya melainkan karena sifatnya. Apabila sifat tersebut ada, maka perbuatannya diharamkan, dan apabila sifat tersebut ada, maka perbuatannya diharamkan, dan apabila sifat tersebut tidak ada maka perbuatannya mubah. Sifat yang menjadi alasan (Illat) dikenakannya hukuman atas perbuatan tersebut adalah membahayakan atau merugikan kepentingan umum. Apabila dalam suatu perbuatan terdapat unsur merugikan kepentingan umum, maka perbuatan tersebut dianggap jarimah dan pelaku dikenakan hukuman. Akan tetapi, apabila dalam perbuatan tersebut tidak terdapat unsur merugikan kepentingan umum, maka perbuatan tersebut bukan jarimah dan pelaku tidak dikenakan hukuman.

Melihat beberapa permasalahan mengenai pemalsuan surat tersebut itulah yang menarik perhatian penulis serta menjadi alasan bagi penulis untuk menulis judul skripsi: “TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT DALAM PANDANGAN HUKUM PIDANA ISLAM ( KAJIAN ATAS PUTUSAN PN. DEPOK)”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

(19)

melindungi kepentingan masyarakat serta untuk menjatuhkan akibat-akibat buruk dari perbuatan jahat.

Mengingat begitu kompleknya hal-hal yang berhubungan dengan masalah tindak pidana pemalsuan surat, dan guna menghindari kesalah fahaman serta untuk mencapai kesamaan persepsi dalam masalah yang hendak penulis bahas, maka penulis merasa perlu untuk memberikan suatu batasan dan rumusan terhadap masalah yang akan dikaji. Pembahasan skripsi ini akan dibatasi disekitar masalah-masalah tindak pidana pemalsuan surat.

Dalam masalah putusan hakim yang akan dianalisis oleh penulis, maka penulis akan menganalisis putusan hakim Pengadilan Negeri Depok yang terjadi tahun 2007 dengan nomor putusan 309/Pts/PID/B2007/PN DEPOK. Namun tidak menutup kemungkinan untuk lebih memperjelas pembahasan, penulis akan menyinggung hal-hal lain yang ada kaitannya dengan permasalahan tersebut.

Berdasarkan pokok-pokok bahasan tersebut di atas, maka penulis merumuskan permasalahannya sebagai berikut:

1. Bagaimana pandangan hukum pidana Islam terhadap tindak pidana pemalsuan surat?

(20)

20

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Supaya pembahasan tentang tindak pidana pemalsuan surat lebih terarah dan mendalam sesuai dengan permasalahan-permasalahan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dari penulisan skripsi ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan menjelaskan pandangan hukum pidana Islam terhadap tindak pidana pemalsuan surat.

2. Untuk mengetahui kajian hukum pidana Islam terhadap putusan Pengadilan Negeri Depok dalam masalah tindak pidana pemalsuan surat.

Hasil dari pembahasan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum baik hukum Islam maupun hukum positif terutama dalam bidang hukum pidana, hasil studi ini juga diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman kita mengenai tindak pidana pemalsuan surat, dan diharapkan juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan informasi bagi Civitas Akademika terutama perihal tindak pidana pemalsuan surat.

(21)

D. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode Deskriptif Analisis, yaitu pemecahan masalah yang aktual dengan jalan mengumpulkan data, menyusun atau mengklasifikasikannya kemudian menganalisis data dan menginterpretasikannya dalam rangka menguji hipotesis atau mejawab pertanyaan.7

Adapun jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian kepustakaan (library research), yaitu data yang diperoleh dari literatur dan refrensi yang

berhubungan dengan judul skripsi ini, dan penelitian lapangan (field research), melakuakan analisis terhadap putusan hakim Pengadilan Negeri Depok No.309/Pts/PID/B2007 dengan menggunakan teknik pengumpulan data (studi dokumentasi), dengan cara melihat dan mengumpulkan dokumen yang telah ada dan memiliki keterkaitan dengan masalah yang akan dibahas.

2. Tekhnik Pengumpulan Data

Adapun sumber data yang penulis pergunakan adalah sumber data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diambil dalam buku dan kitab berkaitan dengan bahasa penulis. Data sekunder yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu buku-buku dan data-data yang relevan dengan masalah yang penulis bahas dalam skripsi ini.

7

(22)

22

Mengenai teknik pengumpulan data, yang penulis gunakan adalah menggunakan bahan dokumen yang tertulis terbentuk buku-buku, salinan putusan hakim Pengadilan Negeri Depok No.309/Pts/PID/B2007 yang hasilnya berupa kutipan atau catatan.

3. Tekhnik Analisis Data

Setelah data-data terkumpul, kemudian penulis mengolah dan menganalisa data tersebut dengan menggunakan metode :

1. Metode Induktif, yaitu suatu cara menganalisa data yang bertitik tolak dari data yang bersifat khusus, kemudian ditarik atau diambil kesimpulan yang bersifat umum

2. Metode Komperatif, yaitu membandingkan antara keduanya yakni antara hukum Islam dengan hukum positif.

Adapun sebagai pedoman penulisan dalam skripsi ini, penulisan pedoman pada buku pedoman.Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,T. 2007.

E. Sistematika Penulisan

(23)

Bab pertama, merupakan bab pendahuluan yang terdiri dari: latar belakang masalah, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, sistimatika penulisan dan diakhiri dengan penutup.

Bab kedua, pada bab ini membahas tinjauan umum tentang tindak pidana pemalsuan surat, tindak pidana pemalsuan surat menurut hukum positif dan hukum pidana islam, definisi tindak pidana dan tindak pidana pemalsuan surat, dasar hukum larangan tindak pidana pemalsuan surat, sanksi bagi pelaku tindak pidana pemalsuan surat, sebab-sebab terjadinya tindak pidana pemalsuan surat, kendala dalam pencegahan terjadinya tindak pidana pemalsuan.

Bab ketiga, Bab ini membahas tentang deskriptif atas putusan pengadilan negeri depok tentang pemalsuan surat, meliputi kronologis perkara, putusan dan pertimbangan hakim

Bab keempat, pada bab ini adalah inti dari permasalahan judul skripsi ini yaitu membahas tentang pandangan hukum pidana islam terhadap putusan pengadilan negeri depok, pandangan hukum pidana islam terhadap sanksi bagi pelaku tindak pidana pemalsuan surat dalam putusan pengadilan negeri depok, pandangan hukum pidana islam terhadap sanksi hukum bagi pelaku tindak pidana pemalsuan surat dalam putusan pengadilan negeri depok.

(24)

24 BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT

A. Tindak Pidana Pemalsuan Surat Menurut Hukum Positif

1. Definisi Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pemalsuan Surat

Ada berbagai istilah untuk tindak pidana (mencakup kejahatan dan pelanggaran), antara lain delict (delik), perbuatan pidana, peristiwa pidana, perbuatan yang boleh dihukum, pelanggaran pidana Criminal act, dan sebagainya. Tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana8.

Tindak pidana adalah Perbuatan yang melanggar larangan yang diatur oleh aturan hukum yang diancam dengan sanksi pidana9

Tindak pidana adalah istilah yang dikenal dari hukum pidana belanda, yaitu “stafbaar feit”. Simons menerangkan bahwa stafbaar feit adalah suatu perbuatan manusia dangan sengaja atau lalai, di mana perbuatan tersebut diancam dengan hukuman oleh Undang-Undang, dan dilakukan oleh manusia yang dapat dipertaggung jawabkan. Sedangkan Van Hamel merumuskan stafbaar feit adalah kelakuan orang (menselijke gedraging), yang dirumuskan dalam waktu yang

8

Topo Santoso, Menggagas Hukum Pidana Islam, (Bandung: Asy-Syaamil, 2001), Cet.2, h. 132.

9

(25)

bersifat melawan hukum, yang patut dipidana (stafwaardig) dan dilakukan dengan kesalahan.10

Di dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, pemalsuan menurut bahasa berarti proses, perbuatan atau cara memalsukan 11. Sedangkan surat menurut bahasa selembaran kertas yang berisi huruf, angka atau tulisan

Kejahatan mengenai pemalsuan atau disingkat dengan istilah kejahatan pemalsuan adalah berupa kejahatan yang di dalamnya mengandung unsur keadaan ketidak benaran atau palsu atas suatu (objek), yang sesuatu tampak dari luar seolah-olah banar adanya, padahal sesungguhnya bertentangan dengan yang sebenarnya

Perbuatan-perbuatan itu dapat berupa penghapusan kalimat, kata, angka, tanda tangan, dapat berupa penambahan dengan satu kalimat, kata atau angka, dapat berupa penggantian kalimat, kata, angka, tanggal atau tanda tangan

Dengan demikian diambil garis besarnya bahwa yang dimaksud dengan kejahatan atau tindak pidana pemalsuan surat adalah suatu perbuatan kejahatan perbuatan ini dilakuakan, sudah ada sebuah surat di sebut surat asli. Kemudian pada surat yang asli ini, terhadap isinya (termasuk tanda tangan dan cap stempel kepolisian ) dilakukan pemalsuan surat. Yang tersebut tampak dari luar seolah-olah benar adanya padahal sesungguhnya bertentangan dengan yang sebenarnya.

10

Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), Cet.7, h. 56.

11

(26)

26

2. Dasar Hukum Larangan Tindak Pidana Pemalsuan Surat

Sumber utama hukum pidana adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang terdiri dari tiga buku yang secara umum sistematikanya adalah sebagai berikut

Buku I : Mengatur peraturan-peraturan umum (algemeene bepalingen) Buku II : Mengatur tentang kejahatan (misdrivent)

Buku III : Mengatur tentang pelanggaran (overtredingen)12

Secara umum kejahatan mengenai pemalsuan dapat kita temukan dalam buku II KUHP yang dapat dikelompokkan menjadi empat golongan, yaitu :

1. Kejahatan sumpah palsu (Bab IX KUHP) 2. Kejahatan Pemalsuan uang (Bab X KUHP)

3. Kejahatan Pemalsuan materai dan merek (Bab XI KUHP) 4. Kejahatan Pemalsuan surat (Bab XII KUHP)13

Masalah tindak pidana pemalsuan surat termasuk ke dalam kejahatan pemalsuan surat yang diatur dalam bab XII buku ke-2 KUHP, yaitu dari pasal 263 sampai dengan 276, yang dapat dibedakan menjadi tujuh macam kejahatan pemalsuan surat, yakni :

1. Pemalsuan surat pada umumnya bentuk pokok pemalsuan surat, (KUHP pasal 263)

12

Prof. Satochid Kertanegara, Hukum Pidana Kumpulan Kuliah dan Pendapat Para Ahli Hukum Terkemuka Bagian 1, (t.t, Balai Lektur Mahasisw, t.th.), h. 38

14

(27)

2. Pemalsuan surat yang diperberat, (KUHP pasal 264)

3. Menyuruh memasukkan keterangan palsu kedalam akta otentik (KUHP pasal 266)

4. Pemalsuan surat keterangan dokter (KUHP pasal 267-268) 5. Pemalsuan surat-surat tertentu (KUHP pasal 269,270 dan 271) 6. Pemalsuan keterangan pejabat tantang hak milik (KUHP pasal 275) 7. menyimpan bahan atau benda untuk pemalsuan surat (KUHP pasal 275)14

Kejahatan pemalsuan surat pada umumnya adalah berupa pemalsuan surat dalam bentuk pokok (bentuk standar)yang dimuat dalam pasal 263 ayat (1) dan (2) KUHP, yang rumusannya adalah sebagai berikut :

Ayat (1)

Barang siapa yang membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan suatu hak, perikatan atau pembebasanhutang, atau yang diperuntukan sebagai bukti dari pada suatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surrat tarsebut seolah-olah isinya benar dan tidak palsu, di pidana jika psmakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat dengan pidana penjara paling lama 6 (enam tahun)

Ayat (2)

Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah asli, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan beragam.15

14Ibid

, h.97

15

(28)

28

Yang dimaksud surat di sini adalah segala surat yang ditulis dengan tangan, dicetak, maupun ditulis memakai mesin ketik, dan sebagainya. Membuat surat palsu yaitu membuat surat yang isinya tidak benar atau bukan semestinya, sehingga menunjukkan asal surat yang tidak benar. Sedangkan penggunaannya harus dapat mendatangkan kerugian. Maksudnya tidak perlu kerugian itu betul-betul sudah ada, baru kemungkinan saja adanya kerugian itu sudah cukup yang dimaksud dengan kerugian di sini tidak saja hanya meliputi kerugian materiil, akan tetapi juga dilapangan kemasyarakatan, kesusilaan, kehorrmatan dan sebagainya

Adapun pengertian surat sebagaimana di ungkapkan Adami Chazawi. dalam bukunya yang berjudul kejahatan mengenai pemalsuan adalah : “suatu lembaran kertas yang di atasnya terdapat tulisan yang terdiri dari kalimat dan huruf termasuk angka yang mengandung berisi buah pikiran atau makna tertentu, yang dapat berupa tulisan dengan tangan, dengan mesin ketik, printer komputer, dengan mesin cetakan dan dengan alat dan cara apapun”

Membuat surat palsu (valsheid in geserift) adalah membuat sebuah surat yang seluruh atau sebagian isinya palsu, palsu artinya tidak benar atau bertentangan dengan yang sebenarnya.

(29)

Adapun yang dimaksud perbuatan memalsu (vervalsen) surat adalah berupa perbuatan mengubah dengan cara bagaimanapun orang-orang yang tidak berhak atas sebuah surat yang berakibat sebagian atau seluruh isinya menjadi lain atau berbeda dengan isi semua.

Perbedaan prinsip antara membuat surat palsu dengan memalsu surat adalah dalam membuat surat palsu sebelum perbuatan dilakukan, belum ada surat yang dicontoh, kemudian surat yang dibuat itu sebagian atau seluruhnya bertentangan dengan kebenaran. Seluruh tulisan dalam surat itu dihasilkan oleh sipelaku sendiri. Sedangkan memalsu surat adalah membuat surat yang mencontohkan surat asli yang telah ada sebelumnya.

Tidak semua surat dapat menjadi obyek pemalsuan surat, melainkan terdapat pada empat macam surat yakni :

1) Surat yang menimbulkan suatu hak 2) Surat yang menimbulkan suatu perikatan 3) Surat yang menimbulkan pembebasan hutang 4) Surat yang diperuntukan bukti mengenai suatu hal16

Walaupun pada umumnya sebuah surat tidak melahirkan secara langsung adanya suatu hak, melainkan hak itu timbul dari adanya perikatan hukum (perjanjian) yang tertuang dalam surat itu, tetapi dalam surat-surat itu yang disebut surat pormil yang langsung melahirkan suatu hak tertentu misalnya STNK, SIM, Ijazah, Cek, wesel, dan lain sebagainya.

16

(30)

30

Surat yang berisi suatu perikatan pada dasarnya adalah berupa surat yang karena perjanjian itu melahirkan hak. Contohnya seperti pemalsuan pada surat tanda nomor kendaraan bermotor, dimana si pemilik kendaraan wajib membayar pajak ditiap tahunnya untuk memperpanjang ke aktifan nomor kendaraan. Ini merupakan, melahirkannya suatu perikatan, antara pemilik kendaraan dan Negara. Mengenai unsur “surat yang diperuntukan sebagai bukti akan adanya suatu hal”, di dalamnya ada dua hal yang perlu dibicarakan yakni, mengenai diperuntukan sebagai bukti, dan tentang suatu hal adalah berupa kejadian atau peristiwa tertentu baik yang karena diadakan (misalnya perkawinan) maupun karena peristiwa alam (misalnya kelahiran dan kematian). Peristiwa tersebut mempunyai suatu akibat hukum. Sedangkan yang dimaksud dengan bukti adalah karena sifatnya, surat itu mempunyai kekuatan pembuktian (bewijskracht).

Unsur kesalahan dalam pemalsuan surat pada pasal 263 ayat (1) KUHP yakni “dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat palsu atau surat palsu ini seolah-olah isinya benar dan tidak palsu”. Maksud yang demikian sudah harus ada sebelum atau setidak-tidaknya pada saat akan memulai perbuatan itu.

(31)

Dalam unsur “jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat” mengandung pengertian bahwa : pemakaian surat belum dilakukan hal ini terlihat dari adanya perkataan “jika” dan karena penggunaan pemakaian surat belum dilakukan, maka dengan sendirinya kerugian itu belum ada, hal ini dapat terlihat dari adanya perkataan “dapat”.

Tidak ada ukuran-ukuran tertentu untuk menentukan akan adanya kemungkinan kerugian jika surat palsu atau surat dipalsu itu dipakai, hanya berdasarkan pada akibat-akibat yang dapat dipikirkan oleh orang-orang pada umumnya yang biasanya terjadi dari adanya penggunaan surat semacam itu. Kerugian yang dimaksud tidak saja kerugian yang bernilai atau dapat dinilai dengan uang atau kerugian dibidang kekayaan, akan tetapi dapat juga berupa kerugian-kerugian lainnya seprti dipersukarnya pengawasan, menutup-nutupi penggelapan yang terjadi dan lain sebagainya.

(32)

32

Pada ayat (1) kehendak ditunjukkan pada perbuatan memakai, tetapi perbuatan memakainya bukan merupakan perbuatan yang dilarang, sedangkan ayat (2) perbuatan yang dilarang adalah memakai.

Unsure “perbuatan” pada ayat (2) dirumuskan dalam bentuk abstrak yang dalam kejadian senyatanya memerlukan wujud tertentu, misalnya menyerahkan, menunjukan, mengirimkan, menjual, menukar, menawarkan dan lain sebagainya, yang wujud-wujud itu sudah harus terjadi untuk dapat dipidananya melakukan kejahatan.

Maksud dari unsur kesalahan pada ayat (1) yakni “dengan sengaja “. Mengandung arti bahwa, pelaku menghendaki melakukan perbuatan memakai, ia sadar atau insyaf bahwa surat yang ia gunakan adalah surat palsu atau surat dipalsu, atau mengetahui bahwa penggunaan surat itu adalah seolah-olah pemakaian surat asli dan tidak palsu, dan ia sadar atau mengetahui bahwa penggunaan surat itu dapat menimbulkan kerugian. Unsur kesengajaan yang demikian itu harus dibuktikan.

(33)

Pasal 264 ayat (1) dan (2)

Ayat (1)

Pemalsuan surat dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 tahun, jika dilakuakn terhadap :

1. Akta-akta otentik

2. Surat hutang atau sertifikat hutang dari suatu Negara atau bagiannya ataupun dari suatu lembaga umum

3. Surat sero atau surat hutang atau sertifikatsero atau hutang dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan dan maskapai

4. Talon, tanda bukti deviden atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan dalam 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti eurat-surat itu

5. Surat kredit atau surat dagang yang diperuntukan untuk diedarkan.

Ayat (2)

Dipidana dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak asli atau dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemakian surat itu dapat menimbulkan keriugian.

Pasal 266 ayat (1) dan (2)

Ayat (1)

Barang siapa menyuruh memasukan keterangan palsu kedalam suatu akta ontentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran, diancam, jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Ayat (2)

(34)

34

Pasal 267 ayat (1), (2 dan (3))

Ayat (1)

Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu tentang ada atau tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun

Ayat (2)

Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukkan seseorang ke dalam rumah sakit jiwa atau untuk menahannya di situ, dijatuhkan pidana penjara paling lama delapan tahun enam tahun

Ayat (3)

Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat keterangan palsu itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran.

Pasal 268 ayat (1) dan (2)

Ayat (1)

Barang siapa membuat secara palsu atau memalsu surat keterangan dokter tentang ada atau tidak adanya penyakit, kelemahan atau cacat, dengan maksud untuk menyesatkan penguasa umum atau penanggung, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. Ayat (2)

Diancam dengan dipidana yang sama, barang siapa maksud yang sama memakai surat keterangan yang tidak benar atau yang dipalsu, seolah-olah surat itu benar dan tidak dipalsu

Psal 269 ayat (1) dan (2)

Ayat (1)

(35)

Ayat (2)

Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat keterangan yang palsu atau yang dipalsukan tersebut dalam ayat pertama, seolah-olah surat itu sejati dan tidak dipalsukan. Pasal 270 ayat (1) dan (2)

Ayat (1)

Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan pas jalan atau surat penggantinya, kartu keamanan, surat perintah jalan atau surat yang diberikan menurut ketentuan undang-undang tentang pemberian izin kepada orang asing untuk masuk dan menetap di Indonesia, ataupun barangsiapa menyuruh beri surat serupa itu atas nama palsu atau nama kecil yang palsu atau dengan menunjuk pada keadaan palsu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan

Ayat (2)

Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat yang tidak benar atau yang dipalsu tersebut dalam ayat pertama, seolah-olah benar dan tidak palsu atau seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran

Pasal 271 ayat (1) dan (2)

Ayat (1)

Barangsiapa membuat palsu atau memalsukan surat pengantar bagi kerbau atau sapi, atau menyuruh beri surat serupa itu atas nama palsu atau dengan menunjuk pada keadaan palsu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan

Ayat (2)

Diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan sengaja memakai surat yang palsu atau yang dipalsukan tersebut dalam ayat (1), seolah-olah isisnya sesuai dengan kebenaran

(36)

36

Ayat (1)

Barangsiapa menyimpan bahan atau benda yang diketahuinya bahwa diperuntukkan untuk melakukan salah satu kejahatan berdasarkan pasal 264 No. 2-5, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Ayat (2)

Bahan-bahan dan benda-benda itu dirampas.17

Akta ontentik yaitu surat yang dibuat menurut bentuk dan syarat- ayarat yang ditetapkan oleh Undang-Undang, oleh pegawai umum. Dalam hal ini dapat dicontohkan Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK), Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) dan lain sebagainya.

Yang menyebabkan diperberatnya pemalsuan surat pada pasal 264 tersebut terletak pada faktor macam surat. Surat-surat tertentu yang menjadi obyek kejahatan adalah surat-surat yang mengandung kepercayaan yang lebih bessar akan kebenaran isinya. Pada surat-surat itu mempunyai derajat kebenaran yang lebih tinggi dari pada surat-surat biasa atau surat lainnya.

Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa, rumusan pasal 264 ayat (2) adalah sama dengan rumusan pasal 263 ayat (2) perbedaannya hanya pada jenis surat yang dipakai. Dalam pasal 263 ayat (2) adalah surat pada umumnya, sedangkan pasal 264 ayat (2) adalah surat-surat tertentu yang mempunyai derajat kebenaran yang lebih tinggi dan kepercayaan yang lebih besar

17

(37)

dari pada surat pada umumnya. Dan berdasarkan pasal-pasal tersebut menunjukan bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana merupakan dasar hukum larangan pemalsuan surat yang merupakan hukum Lex Generalis18.

Atas dasar tersebut, maka hukum dibuat dan diberlakukan sebagai perlindungan kepada setiap orang agar dapat memberikan rasa aman dari semua perbuatan yang dapat mengganggu dan mengancamnya. Adanya sanksi dalam hukum, diharapkan dapat memberikan perlindungan kepada setiap manusia dari berbagai gangguan tersebut. Tindak pidana pemalsuan surat merupakan salah satu perbuatan yang dirasa mengganggu dan merugikan, sehingga ketentuan sanksinya harus benar-benar ditegakkan.

3. Sanksi Bagi Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Surat

Hukum dibuat dan diberlakukan sebagai perlindungan kepada setiap orang agar dapat memberikan rasa aman dari semua perbuatan yang dapat mengganggu dan mengancamnya. Adanya sanksi dalam hukum, diharapkan dapat memberikan perlindungan kepada setiap manusia dari berbagai gangguan tersebut. Tindak pidana pemalsuan surat merupakan salah satu perbuatan yang dirasa mengganggu dan merugikan, sehingga ketentuan dan sanksinya harus benar-benar ditegakkan.

Begitu pula di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana akan ditemukan ketentuan sanksi pidana bagi siapa saja yang membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan suatu hak, perikatan atau pelunasan

18

(38)

38

hutang atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari pada suatu hal, atau melakukan pemalsuaan terhadap akta-akta otentik. Hal ini terdapat dalam KUHP pasal 263 ayat (1) dan (2), 264 ayat (1) dan (2) dan 266 ayat (1) dan (2) yang rumusannya isinya sudah saya tulis terdapat di halaman 22 s/d 24.

Pasal 274

Ayat (1)

Barangsiapa membuat palsu atau memalsukan surat keterangan seorang pejabat selaku penguasa yang sah, tantang hak milik atau hak lainnya atas sesuatu barang, dengan maksud untuk memudahkan penjualan atau penggadaiannya atau untuk menyesatkan pegawai negeri kehakiman atau kepolisian tentang aslinya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun.

Ayat (2)

Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan malsud tersebut, memakai surat keterangan itu seolah-olah sejati dan tidak dipalsukan

(39)

B. Tindak Pidana Pemalsuan Surat Menurut Hukum Pidana Islam

1. Definisi Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pemalsuan Surat

Di dalam hukum Islam, tindak pidana dikenal dengan istilah “Jinayah” atau “Jarimah”. Pengertian “ Jinayah” yang digunakan para fuqaha adalah sama dengan istilah “Jarimah”, yang didefinisikan sebagai larangan-larangan hukum yang diberikan Allah yang pelanggarnya dikenakan hukuman baik berupa hal atau takzir.19

Para ahli hukum Islam, jinayah adalah sinonim dengan kejahatan. Namun di Mesir, istilah ini memiliki konotasi yang berbeda. Ia diterapkan untuk kejahatan yang diancam dengan hukuman mati, kerja paksa seumur hidup atau penjara. Dengan kata lain hanya ditujukan bagi kejahatan-kejahatan berat. Sementara syariah memerlukan setiap kejahatan sebagai Jinayah.20

Adapun pengertian jarimah dalam kamus Arab-Indonesia menurut bahasa adalah dosa atau durhaka.21. Sedangkan jinayah menurut bahasa mengandung arti kesalahan, dosa atau criminal. Sementara Ahmad Hanafi mendefinisikan jarimah sebagai delik, tindak pidana, pidana.

19

Abdul Qadir Audah, At-Tasyri’ Al-Jindi Al-Islami, (Beirut: Ar-Risalah, 1998), Cet. 14. h.66

20

Topo Santoso, Menggagas Hukum Pidana Islam, (Bandung: Asy-Syamil, 2001), Cet. 2, h.132-133.

21

(40)

40

Pengertian jarimah menurut istilah sebagaimana dikemukakan oleh Imam Mawardi adalah perbuatan yang dilarang oleh syara yang diancam oleh Allah dengan hukuman had atau takzir.22

Adapun pengertian jinayat yang dikemukakan oleh Abdul Qadir Audah adalah “suatu istilah untuk perbuatan yang dilarang oleh syara baik perbuatan tesebut mengenai jiwa, harta atau lainnya.23

Hukum pidana Islam dalam artinya yang khusus membicarakan tentang satu persatu perbuatan beserta unsur-unsurnya yang berbentuk jarimah dibagi tiga golongan, yaitu golongan hudud yaitu golongan yang diancam dengan hukuman had, golongan qishas dan diyat yaitu golongan yang diancam dengan hukuman qishas dan diyat, dan golongan takzir yaitu golongan yang diancam dengan hukuman takzir.24

Jarimah hudud terbagi kepada tujuh macam jarimah, antara lain :Jarimah zina dan Jarimah qadzaf, Jarimah syarb al-khamr dan jarimah pencurian, Jarimah hirabah, Jarimah riddah dan jarimah pemberontakan. Sedangkan jarimah qishas dan diyat hanya terbagi ke dalam dua macam yakni pembunuhan dan penganiayaan, namun apebila diperluas jumlahnya terbagi menjadi lima macam,

22

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005) Cet. 1, h.ix.

23

Ibid

24

(41)

yaitu pembunuhan sengaja, pembunuhan menyerupai sengaja, pembunuhan karena kesalahan, penganiayaan sengaja, dan penganiayaan tidak sengaja.25

Selain dari kedua golongan jarimah tersebut termasuk dalam golongan takzir. Jarimah-jarimah takzir tidak ditentukan satu persatunya, sebab penentuan macam-macam jarimah takzir diserahkan kepada penguasa Negara pada suatu masa, dengan disesuaikan kepada kepentingan yang ada pada waktu itu.

Pengertian takzir menurut bahasa adalah menolak dan mencegah, sedangkan menurut istilah adalah hukuman-hukuman yang ketentuan hukumnya tidak terdapat dalam nash syariat secara jelas dan diserahkan kepada Ulil Amri atau ijtihad hakim.26

Adapun mengenai jarimah takzir, dilihat dari segi sifatnya terbagi kepada tiga bagian, yakni takzir karena telah melakukan perbuatan maksiat, takzir karena telah melakukan perbuatan merugikan atau membahayakan kepentingan umum, dan takzir karena melakukan suatu pelanggaran.

Di samping itu, apabila dilihat dari segi dasar hukum (penetapannya), maka takzir dapat dibagi atas tiga golongan, yaitu :

1. Golongan jarimah takzir yang berasal dari jarimah-jarimah hudud dan Kisas, akan tetapi syarat-syaratnya tidak terpenuhi atau terdapat syubhat, seperti pencurian yang tidak mencapai nishab, atau pencurian yang dilakukan oleh keluarga sendiri.

25

Muslich, Hukum Pidana Islam, h. xi

26

(42)

42

2. Golongan jarimah takzir yang jenisnya terdapat di dalam nash syara, akan tetapi hukumannya belum ditetapkan, seperti riba, suap (risywah) dan mengurangi takaran atau timbangan.

3. Golongan jarimah takzir yang jenis dan hukumannya belum ditentukan oleh syara. Dalam hal ini diserahkan sepenuhnya kepada Ulil Amri untuk menentukannya, seperti pelanggaran disiplin pegawai pemerintah.

Abdul Aziz Amir, seperti yang dikutip dari buku wardi Muslich yang berjudul Hukum Pidana Islam, membagi jarimah takzir secara rinci kepada beberapa bagian 27, yaitu :

1. Jarimah takzir yang berkaitan dengan pembunuhan. 2. Jarimah takzir yang berkaitan dengan pelukaan.

3. Jarimah takzir yang berkaitan dengan kejahatan terhadap kehormatan dan kerusakan akhlak

4. Jarimah takzir yang berkaitan dengan harta

5. Jarimah takzir yang berkaitan dengan kemaslahatan individu 6. Jarimah takzir yang berkaitan dengan keamanan umum.

Lebih lanjut lagi, pada jarimah takzir yang berkaitan dengan kemashlatan umum, Abdul Aziz Amir membaginya kepada beberapa kelompok yaitu :

a. Jarimah yang mengganggu keamanan Negara / pemerintah, seperti spionase san percobaa kudeta

b. Jarimah risywah/ suap

27Ibid

(43)

c. Tindakan melampaui batas dari pegawai / pejabat menjalankan kewajiban. Misalnya penolakan hakim untuk mengadili suatu perkara, atau kesewenangan-wenangan hakim dalam menentukan suatu perkara.

d. Pelayanan yang buruk dari aparatur pemerintah terhadap masyarakat. e. Melawan petugas pemerintah dan membangkang terhadap peraturan,

seperti melawan petugas pajak, penghinaan terhadap pengadilan, dan menganiaya polisi.

f. Pemalsuan tanda tangan dan stempel.

g. Kejahatan yang berkaitan dengan ekonomi seperti penimbunan bahan-bahan pokok, mengurangi timbangan dan takaran, dan menaikkan harga dengan semana-mena.28

Apabila melihat kepada macam-macam jarimah, yakni jarimah hudud, kisas dan diyat, maka terlihat bahwa tindakan pemalsuan surat tidak termasuk ke dalam kedua macam jarimah tersebut, karena tindak pemalsuan surat baik jenisnya maupun sanksinya tidak disebutkan dalam nash.

Berdasarkan salah satu jenis jarimah takzir yang berkaitan dengan kemashlatan umum menurut Abdul Aziz Amir tersebut, yakni jarimah pemalsuan tanda tangan dan stempel, maka terlihat adanya kesesuaian antara jarimah pemalsuan tanda tangan dan pemalsuan stempel tersebut dengan tindak pidana pemalsuan surat. Mengingat dari ketiga jarimah tersebut terdapat persamaan dalam perbuatan yakni adanya perbuatannya yakni adanya perbuatan, proses atau

28Ibid

(44)

44

cara memalsukan adanya objek., di mana objek tersebut bisa berupa tanda tangan, suratnya, stempel baitul mal atau al-Quran. Bahkan, apabila melihat dari kasus-kasus pemalsuan surat yang terjadi biasanya pemalsuan itu dilakukan terhadap tanda tangan pejabat atau stempel yang seharusnya ada dalam surat tersebut.

Di dalam hukum Islam belum ada pembahasan secara jelas dan khusus mengenai pemalsuan surat. Akan tetapi, terlihat adanya kesesuaian antara jarimah pemalsuan tanda tangan dan pemalsuan stempel dangan tindak pidana pemalsuan surat tersebut, maka tindak pidana pemalsuan surat ini harus dikatagorikan kedalam jarimah takzir mengingat tindak pidana pemalsuan surat ini baik jenis maupun hukumannya tidak disebutkan di dalam nash syara secara jelas.

2. Dasar Hukum Larangan Tindak Pidana Pemalsuan Surat

Sebagaimana uraian sebelumnya bahwa, di dalam hukum Islam, pembahasan secara khusus dan jelas, mengenai tindak pidana pemalsuan surat ini belum ditemukan, akan tetapi, bukan berarti tidak ada ketentuan yang bisa dijadikan landasan larangan tarhadap tindak pidana pemalsuan ini, mengingat hukum Islam adalah hukum yang dibangun berdasarkan pemahaman manusia atas nash al-Quran maupun as-Sunah, untuk mengatur kehidupan manusia yang berlaku secara universal, relevan pada setiap zaman (waktu), dan makan (ruang) manusia.29

29

(45)

Secara umum, perbuatan memalsukan surat merupakan perbuatan dusta (bohong), karena pada dasarnya di dalam perbuatan tersebut terdapat perbuatan dusta yakni dengan tidak memberikan keterangan yang sebenarnya / seharusnya di dalam surat yang dipalsukan tersebut, baik mengenai tanda tangannya, stempel maupun cara memperoleh surat tersebut, seperti dengan cara instant tanpa ingin membayar pajak kendaraan bermotor kepada Negara..

Di dalam al-Quran terdapat sejumlah ayat yang melarang dengan tegas untuk tidak berbuat dusta (al-Kidzb). Secara etimologis, kata al-Kidzb difahami sebagai lawan dari al-Shidiq. Lafadz kadzaba dalam segala bentuknya terdapat 283 buah di dalam al-Quran. Ungkapan dusta dalam ayat-ayat tesebut sering ditunjukan kepada orang kafir, karena mereka tidak membenarkan Wahyu Allah, bahkan mereka sering membuat ungkapan tandingan dalam rangka mendustakan ayat. Dalam surat al-Nahl ayat 116 Allah mengingatkan :

! "#$% & &'$(

)&* ی(

)

ی ی ,

,)-.

/*

0

112

3

Artinya : Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta "Ini halal dan Ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung (Q.S. An-Nahl ayat 116 ).

(46)

46

Hukum Islam sangat mengecam perbuatan-perbuatan yang mengandung unsur kebohongan dan kepalsuan karena akibat-akibat buruk yang ditimbulkannya, seperti contoh perbuatan sumpah palsu dan kesaksian palsu. Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh bukhari dan muslim yang bersumber dari Abu Bakrah yang berbunyi :

45

,

6 !

7

8 !

69:

8,

8

%;

%;

&ﺱ:

8,

,ﺹ

8,

8

,ﺱ

% !

>5ﻥ!

5@A

ﺉ%5

% ;

&ﺱ:

8,

%;

C DE

8, %

F&'

ی4 &

)%@

%G> ,ﻡ

I JK

%'K

% !

&;

: LM

7N%OD

: LM

% !

&;

: LM

7N%OD

: LM

% K

P

%O &'ی

.

Q :

R:%S5

3

Artinya : Dari Abdurrahman bin Abi Bakrah, dari bapaknya berkata, Rasulullah SAW bersabda, maukah kalian saya beritahu tentang dosa-dosa besar?, kami menjawab tentu wahai Rasulullah, beliau bersabda, menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua orang tua, pada saat itu beliau duduk bersandar, lalu bersabda, juga ucapan atau kesaksian palsu, beliau terus bersabda tentang kesaksian palsu (HR. Bukhari).30

Selain itu, perbuatan memalsu juga termasuk ke dalam penipuan dan pengelabuan. Islam melarang umatnya mengelabui dan menipu dalam berbagai hal, sekalipun dalam menjalankan jual beli dan seluruh permuamalahan diantara manusia. Sebab, penipuan dan pengelabuan adalah suatu perbuatan aniaya dan orang, yakni meletakan sesuatu bukan pada tempatnya. Di samping itu, penipuan dan pengelabuan merusak kewajiban tanggung jawab dan kepercayaan serta membiasakan diri memakai yang haram. Karena itu penipuan dan pengelabuan

30

(47)

termasuk ke dalam salah satu sifat orang munafik. Orang yang menipu dan mengelabui, maka pada dirinya telah melekat seperempat kadar munafik.31

Sebagaimana hadis Nabi Muhammad Saw yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari yang berbunyi :32

45

)

65

8

%;

:

T :

@

8 K

)%@

%'K% ﻡ

%ﺥ

ﻡ %#

%@

Vﻥ

8 K

W #ﺥ

O ﻡ

%@

Vﻥ

8 K

W #ﺥ

F%

%O

:

X

$

&ﻥ%ﺥ

6K

Wی :

X

4

" ﺥ

, (

Y4 X

@

4 % X

:4Z

X

%ﺥ

JK

)

Q :

R:%S5

(

Artinya : Dan Abdullah Ibnu Amr, bahwa nabi Muhammad Saw telah bersabda: “Ada empat perkara, barang siapa terdapat sifat itu, maka ia benar-benar seorang munafik dan barang siapa yang ada dalam dirinya salah satu dari sifat-sifat tersebut, maka ia memiliki karekter kemunafikan hingga ia melepaskannya, yaitu jika dipercaya ia berkhianat, (dalam riwayat lain: jika berjanji ia mengingkari), jika berbicara ia berdusta, jika membuat perjanjian ia tidak serta, dan jika berdebat ia berlaku curang.”(H.R. Bukhari).

Penipuan sering terjadi dalam hal jual beli, seperti dalam suatu riwayat ketika suatu hari, Rasullah Saw melewati penjual makanan, kemudian beliau memasukkan tangannya ke dalam barang dagangan tersebut. Ternyata didapatinya makanan yang dijual itu basah, dan sudah tidak baik untuk dimakan.33 Hal ini berdasarkan hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah, yang berbunyi :

31

TM. Hasbi Ash-Shiddiqi, Al-Islam (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 1998), Cet. 1, h. 583

32

Muhammad Nashiriddin Al-Bani, Mukhtashar Shahih Bukhari, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2004), Cet. 2, h. 33.

33

(48)

48

6 !

7 ی

,)!

&ﺱ:

8,

,ﺹ

8,

8

,ﺱ

, ﻡ

7 5ﺹ

[ %\]

/ﺥNAK

Q4ی

%O K

V % K

8\ %ﺹ!

%G

%'K

%ﻡ

^ %ﺹ

%\,_

%;

8 %ﺹ!

`% ,

&ﺱ:

8,

%;

% K!

8 \ﺝ

F&K

%\,_

6@

Q ی

b%,

,cZ

I K

6 ﻡ

.

Q :

3

Artinya : Dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasullah Saw Pernah berjalan melewati onggokan makanan yang akan dijual, Lalu beliau memasukan tangannya kedalam onggokan itu, maka tanpa diduga sebelumnya jari-jarinya yang basah itu seraya bertanya: “ada apa di dalamya itu?” Orang yang mempunyai makanan tersebut menjawab: “mungkin basah karena kehujanan ya Rasullah”. Lalu Rasullah pun bertanya lagi kepadanya : “mengapa tidak kamu letakkan yang basah itu di atas agar supaya diketahui orang lain? Barang siapa yang menipu, maka ia bukan termasuk umatku”. (HR. Imam Muslim).

Islam melarang segala macam bentuk penipuan dan pengelabuan, termasuk perbuatan pemalsuan surat, karena perbuatan tersebut merupakan perbuatan zhalim. Adapun dari segi bahasa pengertian zhalim ialah meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya. Ia adalah perbuatan melampaui batas atau bertindak terhadap hak manusia dengan cara yang tidak benar. Allah mengharamkan manusia berlaku zhalim terhadap sesamanya sebagaimana hadist Rasullah Saw yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang berbunyi ;

%ﺝ

45

8,

,)!

&ﺱ:

8,

,ﺹ

8,

8

,ﺱ

%;

&',$

Ld

,)EK

Ld

e% f

Wﻡ% '

&',$

,gLh

,)EK

,gLh

i !

)%@

5;

O

)!

& ﺱ

`%ﻡN

&L* ﺱ

Oﻡ:%*ﻡ

.

Q :

3

(49)

yang menyebabkan mereka menumpahkan darah dan menghalalkan yang diharamkan. (H.R. Muslim) 34

Berdasarkan adanya kesesuaian antara tindak pidana pemalsuan surat dengan jarimah pemalsuan tanda tangan dan pemalsuan stempel, maka tindakan Khalifah Umar ibn Al-Khatab yang pernah memberikan hukuman terhadap Mu’an ibn Zaidah, sebagai pelaku jarimah pemalsuan stempel Bait-Mal cukup untuk dijadikan landasan hukum larangan terhadap tindak pidana pemalsuan surat tersebut35. Karena tindakan pemberian hukuman oleh Khalifah Umar ibn Al-Khatab terhadap pelaku pemalsuan tersebut menunjukkan bahwa, setiap perbuatan memalsukan adalah melakukan perbuatan yang dilarang karena termasuk ke dalam perbuatan dusta, penipuan, dan pengelabuan. Sedangkan perbuatan menipu dan mengelabui merupakan perbuatan zhalim yang dapat merugikan bahkan dapat mencelakakan orang lain, karena zhalim adalah perbuatan menganiaya. Oleh karenanya harus diberikan hukuman bagi siapa saja yang melakukannya, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 279.

)EK

& \ $

&ﻥXAK

[ *

8,

8 &ﺱ:

)-5$

K

b `:

&ﻡ!

(

)& d$

%

)& d$

.

7 '5

0

jkl

3

Artinya : Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya(Al-Baqarah 279) .

34

Subhan dan Imran Rasyadi, Ringkasan Shahih Muslim, (Jakarta, Pustaka Azzam, 2003), Cet. 1, h.256

35

(50)

50

3. Sanksi Bagi Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Surat.

Dalam uraian sebelumya telah dikemukakanbahwa tindak pidana pemalsuan surat digolongkan kedalam jarimah takzir, karena berdasarkan kesesuaian dengan jarimah pemalsuan tanda tangan, pemalsuan stempel dan pemalsuan Al-Quran. Oleh karenanya terhadap tindak pidana pemalsuan surat maka ini dijatuhkan hukuman takzir kepada setiap pelakunya.

Hukuman takzir adalah hkuman yang belum ditetapkan syara dan diserahkan sepenuhnya kepada Ulil Amri untuk menetapkannya. Sedangkan para ulama fiqh mendefinisikannya sebagai hukuamn yang wajib menjadi hak Allah atau bani adam pada tiap-tiap kemaksiatan yang tidak mempunyai batasan tertentu dan tidak pula ada kafarahnya36. Hukuman takzir ini jenisnya beragam namun secara garis besar dapat dibagi dalam empat kelompok, yaitu:

1. Hukuman takzir yang berkaitan dengan badan, seperti hukuma mati dan hukuman jilid.

2. hukuman takzir yang berkaitan dengan kemerdekaan seseorang, seperti hukuman pemjara dan hukuman pengasingan.

3. Hukuman takzir yang berkaitan dengan harta, seperti denda, penyitaan, perampasan harta dan penghancuran barang

36

(51)

4. hukum-hukuman lain yamg ditentukan oleh Ulil Amri demi kemashalatan umum37.

Berdasarkan jenis-jenis hukuman takzir tersebut di atas, maka hukuman yang diberikan kepada pelaku tindak pidana pemalsuan surat adalah hukuman jilid dan hukuman pengangsingan. Hal ini berdasarkan atas tindakan Khalifah Umar Ibn al-Khattab terhadap Mu’an Ibn Zaidah yang memalsukan stempel Bait al-Maal. Demikian pula terhadap tindak pidana pemalsuan al-Qura, Khalifah Umar Ibn al-Khattab mengangsingkan Mu’an Ibn Zaidah setelah sebelumnya dikenakan hukuman takzir.

Hukuman jilid dala pidana takzir ditentukan berdasarkan al-Quran, as-Sunah serta Ijma. Di dalam al-Quran misalnya terdapat dalam Surat an-Nisa’ ayat 34 yang berbunyi :

6$%,

)&K%S$

, P&hﻥ

, &d\K

,

J

6K

Tﺝ%m

& 9

,

)EK

\]!

% K

&n5$

, O

%G 5ﺱ

,)-8,

)%@

%o

G 5@

.

`%

0

pq

3

Artinya : wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya[291], Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya[292]. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar. (Annisa: 34)

Meskipun hukuman jilid merupakan hukuman had, dan dalam ayat di atas takzir tidak dijatuhkan oleh Ulil Amri melainkan oleh suami, namun oleh para

37

(52)

52

ulama ayat tersebut dijadikan daar diperbolehkannya hukuman takzir dijatuhkan oleh Ulil Amri38.

Sedangkan hadis yang menunjukkan bolehnya takzir dengan jilid adalah Hadis Abu Burdah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang berbunyi :39

6 !

7N

r:%#ﻥA

8,ﻥ!

T ﺱ

&ﺱ:

8,

,ﺹ

8,

8

,ﺱ

&'ی

(

4 Jی

4 !

F&K

7 h

[s &ﺱ!

%,-6K

t4

N 4

8,

Artinya : “Dari Abu burdah al-Anshori r.a. bahwa dia mendengar Rasullah SAW bersabda: “seseorang tidak boleh dijilid lebih dari sepuluh kali cambukan, kecuali dalam salah satu dari had Allah SWT”. (H.R. Muslim).

Dan pandangan para ulama, terdapat perbedaan dalam materi maksimal dan minimal hukuman jilid dalam jarimah takzir. Imam Al-Yusuf mengatakan tidak boleh lebih dari pada 39 (tiga puluh sembilan) kali dan batas serendahnya harus mampu memberikan dampak preventive dan represif. Imam Abu Yusuf berpendapat bahwa batas maksimal adalah 79 (tujuh puluh sembilan) kali, dan ulama Syafiah berpendapat batas maksimal tidak boleh dari 10 (sepuluh) kali, sedang menurut Imam Maliki batas maksimal jilid dalam takzir boleh melebihi had selama mengandung kemashalatan40.

Ketentuan mengenai hukuman pengangsingan redapat dalam al-Quran surat al-Maidah ayat 33 yang berbunyi:

38

Muslich, Hukum Pidana Isalam,, h. 196.

39

Al-Bani, Penterjemah Imron Rosadi, Mukhtashar shahih Muslim, h. 745.

40

(53)

%

,ﻥ-` Mﺝ

ی ,

)& :%*ی

8,

8 &ﺱ:

)&\ ی

6K

u:A

GN% K

)!

& ,'ی

!

&5,#ی

!

T,_'$

Oی4ی!

O ﺝ:!

[v% ﺥ

!

& ی

u:A

i X

O

rMﺥ

6K

% ﻥL4

O

6K

7 ﺥw

d

.

%

74ﺉ

0

pp

3

Artinya

:

Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik[414], atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar (Al-Maidah 33).

Meskipun ketentuan hukuman pengangsingan dalam ayat tersebut dimaksudkan kepada pelaku jarimah hudud, tetapi para ulama menerapkan hukuman pengangsingan ini dalam jarimah Takzir41.

Tempat pengangsingan menurut Imam Malik adalah Negara Muslim ke Negara non-Muslim, dan Imam Abu Hanifah menyamakannya dengan penjara, sedangkan menurut Imam Syafi’i yaitu jarak antara kota asal dengan kota pembuangannya adalah jarak perjalanan Qashar.

Adapun lama pengangsingan menurut Imam Abu Hanifah adalah 1 (satu) tahun, sedangkan Syafi’iah dan sebagian Hanabilah tidak boleh melebihi 1 (satu) tahun, dan menurut sebagian yang lain, bila hukum pengangsingan itu sebagai hukuman takzir boleh lebih dari 1 (satu) tahun.

Berdasarkan uraian di atas, jelaslah bahwa hukuman yang dapat diberikan kepada pelaku tendak pidana pemalsuan surat menurut hukum Islam adalah berupa hukuman takzir yakni dalam bentuk hukuman jilid dan pengangsingan.

41

(54)

54

Sebagimana Khalifah Umar Ibn al-Khattab telah mengasingkan Mu’an Ibn Zaidah yang memalsukan stempel Bait al-Maal setelah sebelumnya dijilid sebanyak 100 (seratus kali).

C. Sebab-sebab Terjadinya Tindak Pidana Pemalsuan Surat

Dalam hal mencari sebab-sebab kriminalitas dapat dengan berbagai metode yang

tidak terlepas dari sejarah perkembangan krimonologi, selanjutnya pula perlu diteliti latar

belakang biologic dari kriminalitas dengan mempergunakan ilmu psikologi, karena biologi

criminal mengenai penyelidikan kepribadian penjahat dalam interaksinya dengan kejahatan,

diamana antara lain faktor keturunan diperhatikan. Kriminalitas dapat pula ditinjau dari sudut

sosiologi, yaitu perkembangan kepribadian criminal tidak dapat lepas dari pengaruh

lingkungan sosial.

Secara teoritis, peranan krimonologi, dalam menelah satu kejahatan atau perilaku

menyimpang adalah untuk :

a. Memperoleh pengertian yang lebih mendalam mengenai perilaku manusia dan lembaga-lembaga sosial masyarakat yang mempengaruhi kecenderungan dari penyimpangan norma-norma hukum.

b. Mencari cara-cara yang lebih baik untuk mempergunakan pengertian ini dalam melaksanakan kebijaksanaan sosial yang dapat mencegah atau mengurangi dan menanggulangi kejahatan.42

42

(55)

Dengan kata lain, analisis krimonologi berguna untuk menjelaskan sebab-sebab yang mendorong terjadinya kejahatan. Menurut para ahli krimonologi, terdapat beberapa teori yang membahas peranan faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya kejahatan dan perilaku menyimpang, diantaranya :

a. Faktor-faktor sosio struktual b. Faktor-faktor interaksi c. Faktor-faktor pencetus d. Faktor-faktor reaksi sosial.43

Faktor-faktor Sosio Struktual

Terdapat beberapa teori yang menekankan peranan penting Faktor-faktor sosio struktual dalam membahas kejahatan, dan perilaku menyimpang, antara lain teori tentang kejahatan dan kondisi ekonomi (W.A Bonger), teori Anomi (Robert Merton), teori-teori sub kebudayaan teori-teori konflik dan sebagainya.

Dari analisis teori-teori tersebut serta kemungkinan perkembangannya untuk menj

Gambar

gambaran tentang sesuatu keadaan atas barang ( misalnya surat ) seakan-akan asli

Referensi

Dokumen terkait

Minyak mentah dan air garam yang terpisah diukur waktu dan presentase pemisahannya untuk perbandingan antara demulsifikasi menggunakan oven gelombang mikro terhadap

McClelland (dalam Manulang, 1984:154) mengemukakan adanya korelasi positif antara kebutuhan kerja dan prestasi. Teori ini menjelaskan bahwa orang yang berorientasi

Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian di Desa Sribit, Kecamatan Delanggu, Kabupaten Klaten dengan berjudul “Analisis

It was a joint collaboration of the Center for Chinese Indonesian Studies (CCIS) and Chinese Department at Petra Christian University, Surabaya, as the organizing

Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Pekanbaru merupakan instansi publik yang menyelenggarakan pelayanan publik dibidang kependudukan dan pencatatan sipil,

Tentang Jadwal kegiatan, sebagian besar tidak memiliki dengan alasan tidak ada jam masuk kelas, alasan tersebut sebenarnya tidak tepat dan oleh karena itu kami menghimbau

Pada penelitian ini, akan mencari keterkaitan energi gap dengan kecepatan putar deposisi lapisan tipis semikonduktor organik Spirulina Sp hasil deposisi spin

Tema yang penulis pilih untuk disertasi adalah Tipologi Kemiskinan dan Kerentanan Berbasis Agroekosistem dan Implikasinya pada Kebijakan Pengurangan