STRATEGI KOMUNIKASI PADA DINAS KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PEMERINTAH KOTA SURABAYA
( Studi Deskriptif Kualitatif Str ategi Komunikasi Pada Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya Dalam Penataan PKL)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Per syaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pada FISIP UPN “Veteran” J awa Timur
Oleh :
TIARA ELISA PUTRI NPM : 0943010068
YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
STRATEGI KOMUNIKASI PADA DINAS KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PEMERINTAH KOTA SURABAYA
( Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Komunikasi Pada Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Sur abaya Dalam Penataan PKL)
Disusun Oleh:
Tiara Elisa Putri NPM : 0943010068
Telah Dipertahankan Dihadapan dan Diterima Oleh Tim Penguji Skr ipsi Pr ogram Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur Pada Tanggal 20 J uni 2013
Menyetujui,
Pembimbing Utama Tim Penguji
1. Ketua
Ir. Didiek Tranggono, M.Si Ir. Didiek Tranggono, M.Si
NIP. 19901225 199001 1001 NIP. 19901225 199001 1001
STRATEGI KOMUNIKASI PADA DINAS KOPERASI DAN USAHA MIKRO,
KECIL DAN MENENGAH PEMERINTAH KOTA SURABAYA ( Studi Deskriptif
Kualitatif Strategi Komunikasi Pada Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah Pemerintah Kota Sur abaya Dalam Penataan PKL).
Disusun Oleh :
Tiara Elisa Putri NPM. 0943010068
Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi
Menyetujui
Pembimbing Utama
Ir. H. Didiek Tranggono, M.Si NIP. 19581225 199001 1001
Mengetahui
Dekan
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kekuatan-Nya
sehingga dapat menyelesaikan penyusunan penelitian dengan judul Strategi Kominukasi
Pada Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya (
Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Komunikasi Pada Dinas Koperasi dan Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya Dalam Penataan PKL).
Penelitian ini dapat terselesaikan berkat bimbingan, pengarahan, petunjuk dan
bantuan berbagai pihak yang membantu dalam penyusunannya. Oleh karena itu penulis
tidak lupa menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Keluarga besar tercinta Papa, Mama, Kakak dan adik serta Burhan Abdul Rachman
yang selalu memberikan sesuatu yang terbaik dan kesabaran yang luar biasa untuk
selalu memberikan motivasi hingga detik terakhir penulis menyelesaikan penulisan
penelitian ini, I LOVE YOU ALL.
2. Bapak Juwito, S.Sos, M.si selaku ketua jurusan Ilmu Komunikasi Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak IR. Didiek Tranggono,M.Si, Selaku Dosen pembimbing yang selalu
memberikan bimbingan dan dorongan demi terselesaikannya penyusunan proposal
penelitian ini.
4. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan
“Veteran” Jawa Timur.
5. Drs. Hadi Mulyono, MM, selaku Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan
6. Drs. H. Mohammad. Djamal, MM selaku Kepala bidang Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah.
7. Rekan-rekan kerja Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
Pemerintah Kota Surabaya.
8. Rekan-rekan PKL yang ada di Sentra PKL.
9. Semua sahabatku Ronggeng Mita, Acied, Desi, Rizka, Tyas yang telah memberikan
motivasi dan senantiasa menghibur disaat penulis mengalami kesulitan, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
10. Bebeb Ayumada yang telah setia menemani dari awal KKN hingga saat wawancara
ke sentra PKL. Semoga menyusul untuk menyandang gelar S.H
11. Si Vaio putihku yang senantiasa melancarkan proses pengetikan serta Vayo merah ku
yang selalu menemani kemana-mana sampai banjir pun tidak pernah rewel.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan penelitian ini tidak luput dari
kesalahan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak sebagai
bahan masukan. Mudah-mudahan magang ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan
semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal kepada semua pihak yang telah
membantu. Amiin.
Surabaya, 10 Juni 2013
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL...i
HALAMAN PENGESAHAN DAN PERSETUJUAN...ii
KATA PENGANTAR...iv
DAFTAR ISI...vi
DAFTAR GAMBAR...ix
DAFTAR LAMPIRAN...x
ABSTRAK...xi
BAB I PENDAHULUAN...1
1.1Latar Belakang………...1
1.2Perumusan masalah………...9
1.3Tujuan Penelitian………...9
1.4Manfaat Penelitian………...10
BAB II KAJ IAN PUSTAKA...11
2.1 Penelitian Terdahulu………...11
2.2 Landasan Teori………...14
2.2.1 Pengertian Komunikasi……….…...14
2.2.2 Mengenal Khalayak...………...15
2.2.3 Strategi Komunikasi...………...17
2.2.4 Tujuan Strategi Komunikasi..………...19
2.2.5 Penataan PKL...20
2.2.7 Strategi Komunikasi Dalam Penataan PKL Melalui
Sosialisasi...27
2.2.8 Dinas Koperasi Dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya...28
2.2.9 Pedagang Kaki Lima...29
2.2.10 Penataan PKL Diatur Dalam Perda No. 17 Tahun 2003...30
2.2.11 Sentra PKL...33
2.3 Model Schramm...34
2.4 Kerangka Berfikir...37
BAB III METODOLOGI PENELITIAN...38
3.1 Devinisi Konseptual...38
3.2 Tipe Penelitian………...39
3.3 Lokasi Penelitian...39
3.4 Informan...39
3.5 Unit Analisis...……….…………...40
3.6 Teknik Pengumpulan Data………...40
3.7 Teknik Pengolahan Data………...41
3.8 Teknis Analisis Data...41
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...42
4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian...42
4.2 Penyajian Data...44
4.4 Penyajian Data dan Analisis Data...47
4.4.1 Strategi Komunikasi Pada Dinas Koperasi Dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya Dalam Sosialisasi...47
4.4.2 Pencapaian hasil Strategi Komunikasi Dalam Penataan PKL...55
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...63
5.1 Kesimpulan...63
5.2 Saran...64
DAFTAR PUSTAKA...65
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 : Model Schramm...35
Gambar 2 : Bagan Kerangka Berfikir...37
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 : Guide Interview...67
Lampiran 2 : Transkrip Guide Interview...70
ABSTRAK
Tiara Elisa Putri, Strategi Komunikasi Pada Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Sur abaya. ( Studi Deskr iptif Kualitatif Strategi Komunikasi Pada Dinas Koperasi dan Usaha Mikr o, Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Sur abaya Dalam Penataan PKL).
Penelitian ini bertujuan menggambarkan strategi komunikasi yang dilakukan Pada Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya. Dalam Penataan PKL ini dilakukan dengan cara sosialisasi. Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Willbur Schramm bahwa kesamaan dalam bidang pengalaman sumber dan sasaranlah yang sebenarnya dikomunikasikan, karena bagian sinyal itulah yang dianut sama oleh sumber dan sasaran serta komunikasi sebagai interaksi dengan kedua pihak yang menyandi, menafsirkan, menyandi balik, mentransmisikan dan menerima sinyal.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, data yang dikumpulkan dengan cara melakukan in depth interview kepada Kepala dan staf Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya sebagai key informan dan PKL sebagai informan sekaligus untuk menguji keabsahan data. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa strategi komunikasi yang dilakukan adalah dengan sosialisasi berupa memberikan bintek (bimbingan teknis), rapat koordinasi, dan penyuluhan dengan mendatangkan narasumber yang kompenten serta melakukan pedekatan kepada PKL.
Kata kunci : Strategi komunikasi, PKL, Penataan, Sosialisasi
ABSTRACT
Tiara Elisa Putri, Strategy Communications of Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Sur abaya. (Descriptive Qualitative Study of Strategy and Communications at Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Sur abaya in Str ucturing of street vendor ).
This study aims to the communication strategy that is done on Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya. In structuring of street vendor through socialization. According to the theory proposed by Schramm Willbur, that the similarity in the field of resource and experience is the real target communicated, because part of the signal that is shared equally by the source and target of communication as well as interaction with both parties encode, interpret, turning encode, transmits and receives signals.
outreach to bring resources and competent approach to street vendor.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Kata komunikasi atau communication dalam bahasa inggris berasal dari kata lain
communis yang berarti “sama”, communico, communication atau communicate yang
berarti “membuat sama” (to make common). (Mulyana, 2005:4). Komunikasi adalah
proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk menyampaikan
informasi atau untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik secara lisan, maupun
tidak langsung melalui media. (Effendy, 2008:5). Berdasarkan devinisi Lasswell
komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan
melalui media yang menimbulkan efek tertentu. (Effendy, 2007:10).
Seperti ilmu-ilmu lainnya, ilmu komunikasi pun menyelidiki gejala komunikasi.
Tidak hanya dengan pendekatan secara ontologis (apa itu komunikasi) tetapi juga secara
aksiologis (bagaimana berlangsungnya komunikasi yang efektif) dan secara
epistemologis (untuk apa komunikasi itu dilaksanakan). Proses komunikasi hakikatnya
adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada
orang lain (komunikan). Pikiran bisa merupakan gagasan, informasi, opini, dan lain-lain
yang muncul dari benaknya. Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan,
kekhawatiran, kemarahanan, keberanian, kegairahan dan sebagainya yang timbul dari
lubuk hati. (Effendi, 2007:11)
Para ahli komunikasi, terutama di negara-negara yang sedang berkembang dalam
tahun ke tahun terakhir ini menumpahkan perhatiannya yang besar terhadap strategi
pembangunan nasional di negara masing-masing. Fokus perhatian ahli komunikasi ini
memang penting untuk ditujukan kepada strategi komunikasi ini, karena berhasil tidaknya
kegiatan komunikasi secara efektif banyak ditentukan oleh strategi komunikasi.
Lebih-lebih dalam kegiatan komunikasi massa, tanpa strategi komunikasi, media massa yang
semakin modern, yang kini banyak dipergunakan di negara-negara yang sedang
berkembang karena mudahnya diperoleh dan relatif mudahnya dioperasionalkan, bukan
tidak mungkin akan menimbulkan pengaruh negatif. (Effendy, 2008:28)
Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen
(management) untuk mencapai suatu tujuan. Namun, untuk mencapai tujuan tersebut,
strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang menunjukan arah saja, tetapi harus
menunjukan bagaimana taktik operasionalnya. Demikian pula strategi komunikasi
merupakan paduan dari perencanaan komunikasi (communication planning) dan
manajemen (management communication) untuk mencapai suatu tujuan. Untuk mencapai
tujuan tersebut strategi komunikasi harus dapat menunjukan bagaimana operasionalnya
secara taktis harus dilakukan, dalam arti kata bahwa pendekatan (approach) bisa berbeda
sewaktu-waktu, bergantung kepada situasi dan kondisi. (Effendy, 2007:32)
R. Wayne Pace, Brent D. Peterson, dan M. Dallas Burnett dalam bukunya,
Techniques for Communication, menyatakan bahwa tujuan sentral kegiatan komunikasi
terdiri atas tiga tujuan utama, yaitu to secure understanding, memastikan bahwa
komunikasi mengerti pesan yang diterimanya. Andaikata ia sudah dapat mengerti dan
menerima, maka penerimaan itu harus dibina (to establish acceptance). Pada akhirnya
Seperti halnya dengan strategi dalam bidang apapun, strategi komunikasi harus di
dukung oleh teori, sebab teori merupakan pengetahuan berdasarkan pengalaman yang
sudah diuji kebenarannya. Banyak teori komunikasi yang sudah diketengahkan oleh para
ahli, tetapi untuk strategi komunikasi barangkali yang memadai untuk dijadikan
pendukung strategi komunikasi adalah apa yang dikemukakan oleh Harold Lasswell yang
terkenal. Harold D. Lasswell telah menghasilkan suatu pemikiran mengenai komunikasi
yang dituangkannya dalam bentuk paper yang kemudian dibuat dalam buku The
Communication of Ideas, suntingan Lyman Bryson. Lasswell menyatakan bahwa cara
yang terbaik untuk menerangkan kegiatan komunikasi ialah menjawab pertanyaan “Who
Says What In Which Channel To Whom With What Effect?” (Effendy, 2008:29)
Strategi komunikasi pada hakikatnya adalah perencanaan komunikasi dan
manajemen komunikasi untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Strategi komunikasi perlu
disusun secara luwes, sehingga taktik operasional komunikasi dapat segera disesuaikan
dengan faktor-faktor yang berpengaruh. Untuk mencapai tujuan komunikasi secara
efektif, seseorang strategis komunikasi perlu memahami sifat-sifat komunikasi dan pesan,
guna dapat menentukan jenis media yang diambil dan teknik komunikasi yang akan
ditetapkan. (Effendi, 2008:34)
Dengan demikian, strategi komunikasi, baik secara makro (planned multimedia
strategy) maupun secara mikro (single communication medium strategy) mempunyai
fungsi ganda:
1. Menyebarluaskan pesan komunikasi yang bersifat informatif, persuasif, dan instruktif
2. Menjembatani “kesenjangan budaya” (cultural gap) akibat kemudahan diperolehnya
dan kemudahan dioperasionalkannya media massa yang begitu ampuh, yang akan
merusak nilai-nilai budaya. (Effendy, 2008:28)
Proses komunikasi dinyatakan berhasil apabila komunikator mampu
menyampaikan pesan dan komunikan dapat menerima isi pesan sehingga dapat
menimbulkan efek, hal ini bisa dilakukan saat berlangsungnya sebuah program yang
ditujukan untuk kepentingan bersama, contohnya dalam penataan PKL melalui sosialisasi
sentra PKL.
Berdasarkan Perda No. 8 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah dan
Peraturan Walikota Surabaya No. 91 Tahun 2008 tentang Rincian Tugas dan Fungsi
Dinas Kota Surabaya, Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
mempunyai tugas melaksanakan sebagian urusan Pemerintahan Bidang Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah, Pemberdayaan Masyarakat, Otonomi Daerah, Pemerintahan
Umum, Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian dan
Persandian.
Dalam menyelenggarakan tugas, Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah mempunyai fungsi perumusan kebijakan teknis di bidang Koperasi dan Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah, penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan
umum, pembinaan dan pelaksanaan tugas, pengelolaan ketatausahaan Dinas dan
pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Daerah sesuai dengan tugas dan
fungsinya.
Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah mempunyai program
penataan pedagang kaki lima (PKL). Dalam program penataan pedagang kaki lima (PKL)
Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah mempunyai visi dan misi yaitu
menangani kemiskinan/PKL secara bijaksana, cerdas, peduli terhadap penataan PKL serta
meneningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat miskin melalui
beberapa program kegiatan yang mampu mendukung terwujudnya penataan dan
pembinaan usaha sektor informal secara profesional dan modern.
Penataan PKL telah menjadi perhatian khusus belakangan ini, terutama terkait
dengan adanya transformasi kekuasaan sekaligus menumbangkan peradigma sentralisasi
menjadi paradigma desentralisasi dan otonomi daerah seperti munculnya Perda No. 17
Tahun 2003 tentang penataan PKL di Surabaya. Meskipun penataan sudah dilaksanakan
dan mendapatkan hasil sesuai harapan, namun banyak juga yang belum memahami
konsep penataan sesungguhnya. Penataan PKL sesungguhnya berarti usaha atau proses
untuk meningkatkan pengetahuan serta kemampuan masyarakat mengatur dirinya dari
kegiatan usaha yang belum ditata dengan baik dan teratur, sehingga mampu
mengindentifikasi dan mengetahui permasalahan sebagai masyarakat yang patuh terhadap
segala peraturan dan menganalisa berbagai kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman
sehingga untuk selanjutnya mampu merencanakan berbagai program pembangunan di
daerahnya.
Maksud dari penataan PKL adalah untuk memberikan solusi atau menjawab
permasalahan PKL dan dampaknya, sehingga masalah yang dapat terkendali dengan
efektif, sedangkan tujuannya adalah agar terwujudnya kehidupan usaha PKL di wilayah
Kota Surabaya sebagai ibu kota dari Propinsi Jawa Timur kerap dijadikan sebagai
percontohan kota lain dari sektor apapun, terutama masalah PKL yang kita jumpai di
sudut-sudut kota bahkan PKL yang berada di pinggir jalan dan trotoar mulai berkurang,
Karena kini Kota Surabaya mempunyai 21 sentra PKL yang tersebar di kota Surabaya
terhitung sejak awal tahun 2009 sampai dengan tahun 2012. Meskipun jumlah PKL di
Surabaya relatif menurun terhitung mulai tahun 2010 sebanyak 13.255 PKL, tahun 2011
sebanyak 13.015 PKL, dan di tahun 2012 sebanyak 9.002 PKL. Hal ini dapat diketahui
keberhasilan pemerintah dalam melaksanakan penataan PKL, akan tetapi Pemerintah
masih terus memikirkan bagaimana mengatur strategi untuk menertibkan PKL, ini
dikarenakan kota Surabaya terkenal akan wisata kulinernya dan pedagang yang berjualan
pun bukan warga asli kota Surabaya, melainkan pendatang dari Pulau madura dan daerah
kecil lainnya yang mengadu nasib di kota Surabaya. Maka Pemerintah Kota Surabaya
bersama Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah membentuk program
penataan pedagang kaki lima melalui dibangun dan dibentuknya sentra PKL sebagai
pusat pedagang kaki lima.
Sentra PKL adalah tempat berkumpulnya pedagang kaki lima yang sengaja
dibentuk dan dibangun oleh pemerintah kota Surabaya di bawah binaan Dinas Koperasi
dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah untuk menjual dagangannya seperti makanan dan
minuman terutama PKL yang masih berada di pinggir jalan serta trotoar dan
berpencar-pencar sebagai wujud penataan PKL.
Untuk mensukseskan program tersebut maka langkah awal yang dilakukan oleh
Pemerintah Kota Surabaya adalah mengajak para PKL untuk bekerja sama membangun
Berkilau dengan cara menempati dan menggunakan sentra PKL yang telah disediakan
melalui penataan tersebut dengan sosialisasi.
Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan
aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat.
Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role theory)
karena dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus dijalankan oleh
individu. (http://id.wikipedia.org/wiki/sosialisasi). Sedangkan menurut Paul B, Horton
dan chester. L. Hunt mengatakan bahwa sosialisasi adalah suatu proses dimana seseorang
menghayati (mendarahdagingkan-internalize) norma-norma kelompok dimana dia hidup
sehingga timbullah diri/self yang unik (Sutaryo, 2005:156)
Sosialisasi dilakukan sebagai proses penyampaian informasi kepada khalayak
yang mempunyai tujuan tertentu dan suatu proses yang amat besar signifikasinya bagi
kelangsungan keadaan tertib masyarakat. Artinya hanya lewat proses-proses sosialisasi
itu sajalah norma-norma sosial yang menjadi determinan segala keadaan tertib sosial itu
dapat diwariskan dan diteruskan dari generasi ke generasi guna menjamin kelangsungan
keadaan tertib masyarakat.(Narwoko,2004 : 78)
Sosialisasi yang dilakukan oleh Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah telah menjadi agenda rutin. Tiap satu bulannya diadakan sosialisasi ke 3 sentra
PKL, sehingga setiap tahunnya 1 sentra PKL mendapatkan 2 kali sosialisasi. Sosialisasi
ini berbentuk penyuluhan, bimbingan teknis, dan rapat koordinasi. Penyuluhan dan
bimbingan teknis sifatnya terjadwal sesuai target, sedangka rapat koordinasi adalah rapat
yang sifatnya mendadak dan secara spontan jika mengalami suatu masalah. Lokasi
dilakukan di dalam ruangan sehingga suasana terasa nyaman. Pelaksanaan sosialisasi juga
selalu mendatangkan nara sumber, contohnya mendatangkan ahli gizi, Dinas Pertenakan,
Dinas perikanan dan sebagainya.
Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Pemerintah Kota
Surabaya perlu membuat strategi komunikasi dalam penataan PKL guna menarik minat
PKL untuk menempati dan berjualan di sentra PKL dan mau bekerja sama dengan
Pemerintah Kota Surabaya.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik melakukan penelitian yang bertujuan
untuk mengetahui Bagaimanakah Strategi Komunikasi Pada Dinas Koperasi dan Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya dalam penataan PKL.
1.2Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas dapat
dikemukakan suatu perumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah Strategi Komunikasi pada Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah Pemerintah Kota Surabaya dalam mensosialisasikan sentra PKL?
2. Bagaimana pencapaian hasil strategi komunikasi pada Dinas Koperasi dan Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya dalam penataan PKL?
1.3Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui strategi komunikasi yang dilakukan Dinas Koperasi dan Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya dalam mensosialisasikan
2. Untuk mengetahui pencapaian hasil strategi komunikasi pada Dinas Koperasi dan
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya dalam penataan PKL.
1.4Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan bagi pengembangan ilmu
komunikasi khususnya dalam bidang public relation yang diterapkan dalam
berkomunikasi dengan khalayak luas.
b. Manfaat Praktis
Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi Dinas Koperasi dan Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya sebagai tolak ukur akan
penyampaian strategi komunikasi dalam mensosialisasikan sentra PKL. Serta untuk
menambah pengetahuan dan perkembangan ilmu komunikasi strategi komunikasi
dalam mensosialisasikan sentra PKL. Dalam hal ini khususnya mahasiswa yang
BAB II
TINJ AUAN PUSTAKA
2.1Penelitian Terdahulu
Strategi Komunikasi Pembinaan Pembudidayaan Kambing Boer untuk
Meningkatkan Taraf Ekonomi Masyarakat di Desa Wonosari, Kecamatan Wonosari,
Kabupaten Malang, Propinsi Jawa Timur, Siti Azizah 2009. Berbagai cara untuk
mengangkat peternak kecil di Indonesia telah dilakukan oleh pemerintah, universitas,
LSM dan organisasi lainnya dan salah satu cara upaya untuk mengentas kemiskinan yang
merupakan problem negara kita adalah pembangunan peternakan yang mampu
meningkatkan pendapatan masyarakat dan menurunkan angka kemiskinan di perdesaan
secara signifikan.
Pemilihan kambing boer sebagai komoditas penelitian adalah didasarkan kepada
kemudahannya dikembangbiakan dan relatif cepat dalam putaran produksinya sehingga
membantu peternak kecil karena modalnya yang relatif kecil dan mudah menghasilkan
uang secara singkat. Penelitian ini ditujukan untuk membangun sebuah strategi
komunikasi untuk mensejahterakan kehidupan rumah tangga peternak kecil di Desa
Wonosari, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Malang, Propinsi Jawa Timur.
Metode penelitian yang digunakan dalam peneletian ini adalah observasi dan
pertisipasi, serta wawancara (in depth interview) dengan menggunakan kuesioner dan
trigulasi data. Sampel diambil dari dua pihak yaitu key informans dan masyarakat yang
berada di bawah garis kemiskinan yang menjadi sasaran program, dan teknik
pengambilan sampel adalah purposeful selection. Pada awal pencarian responden,
yaitu menanyakan responden berikutnya dari responden yang sudah ada. Hal ini
berfungsi untuk mencari responden sesuai dengan kriteria responden awal yang sudah
ditentukan (sesuai karakteristik purposeful selection di atas.
Hasil dari survei menunjukan bahwa pengetahuan peternak terbatas pada masalah
peternakan di desa mereka, alasannya mereka tidak dapat mengakses informasi tentang
masalah peternakan di luar desa, dikarenakan mereka mempunyai kesibukan diluar
berternak, mereka juga kekurangan secara finansial untuk memiliki televisi,surat kabar.
Masyarakat mengharapkan juga program kambing boer ini mampu memberikan inovasi
yang benar-benar baru serta mereka masih mempermasalahkan kurangnya modal yang
mereka miliki serta kurangnya pengetahuan tentang memelihara kambing boer. Yang
diharapkan dari penelitian ini agar pihak-pihak yang terkait dapat memperluas akses para
peternak terhadap informasi-informasi terbaru tentang dunia pertenakan, misalnya dengan
mengadakan kelompok diskusi yang mengangkat masalah-masalah dunia pertenakan
terbaru.
Kesimpulannya tidak ada strategi komunikasi dapat diterapkan tanpa adanya
keterlibatan peran orang luar (outsiders) sebagai fasilitator pembangunan. Dari ketiga
strategi pembangunan pertanian yang disajikan semua mengutamakan konsep partisipasi
dan pemberdayaan, perbedaannya terletak pada tujuan, proses dan pendekatannya,
aplikasinya disesuaikan dengan kondisi dan situasi masyarakat sasaran. Keberhasilan
strategi komunikasi harus didukung oleh teori komunikasi yang relevan sebagai alat
analisannya, yang memungkinkan terjadi efek komunikasi, seperti membangkitkan
perhatian (attenion), menumbuhkan minat (interest), hasrat melakukan (desire),
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pada penelitian sekarang
yang dilakukan memiliki perbedaan dan persamaan dengan penelitian terdahulu.
Perbedaan dan persamaan pada penelitian terdahulu dengan sekarang terletak pada
metodologi dan pencarian respondennya. Metodologi penelitian terdahulu dengan
sekarang sama menggunakan kualitatif (in depth interview). Dalam pencarian responden
penelitian terdahulu menggunakan teknik snowball akan tetapi penelitian sekarang tidak
menggunakan teknik tersebut.
Persamaan penelitian terdahulu dengan sekarang adalah sama-sama menggunakan
sosialisasi kepada masyarakat, akan tetapi sosialisasi yang dilakukan penelitian sekarang
tidak menggunakan media massa, teknik pengumpulan datanya sama-sama menggunakan
in depth interview dan observasi. Penelitian terdahulu tidak menjelaskan secara detail
teori apa yang digunakan dalam penelitian, akan tetapi mereka juga memasukan sekilas
teori Harold D. Lasswell sebagai teori strategi komunikasi sendiri. Teori yang digunakan
penelitian sekarang adalah teori model Schramm dan tetap memasukan sedikit Harold D.
Lasswell sebagai teori dari strategi komunikasi sendiri.
2.2Landasan Teori
2.2.1 Pengertian Komunikasi
Istilah komunikasi berasal dari kata latin yaitu communication, dan bersumber
dari kata communis yang berarti sama. Maksud kata sama adalah persamaan makna.
(Effendy, 1999:9) Menurut Hovland, komunikasi adalah “ the process to modify the
perilaku orang lain. Akan tetapi, seseorang akan dapat mengubah sikap, pendapat atau
perilaku orang lain apabila komunikasinya itu memang komunikatif. (Effendy, 1999:10)
Lasswell berpendapat bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi
adalah dengan menjawab pertanyaan : “Who Says What In Which Channel To Whom
With What Effect?”. Hal tersebut menunjukan bahwa komunikasi meliputi lima unsur
sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan,yaitu komunikator (source sender), pesan
(message), media (channel), komunikan (receiver), efek (effect). Berdasarkan paradikma
Lasswell tersebut, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator
kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu.
Pada hakikatnya, proses komunikasi adalah proses penyampaian pikiran atau
perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran itu bisa
merupakan gagasan, informasi, opini dan lain sebagainya yang muncul dari benaknya
(effendy, 1999 :11).
2.2.2 Mengenal Khalayak
Mengenal khalayak haruslah merupakan langkah pertama bagi komunikator
dalam usaha komunikasi yang efektif. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa dalam proses
komunikasi, khalayak itu sama sekali tidak pasif, melainkan aktif, sehingga antara
komunikator dan komunikan bukan saja terjadi saling hubungan, tetapi juga saling
mempengaruhi. Artinya khalayak dapat dipengaruhi, oleh komunikator tetapi
komunikator juga dapat dipengaruhi oleh komunikan atau khalayak. (Fajar, 2009:184)
Dalam proses komunikasi, baik komunikator maupun khalayak mempunyai
berlangsung. Justru itu, untuk berlangsungnya suatu komunikasi dan kemudian
tercapainya hasil yang positif, maka komunikator harus menciptakan persamaan
kepentingan dengan khalayak terutamadalam pesan, metoda dan media. Untuk
menciptakan persamaan kepentingan tersebut, maka komunikator harus mengerti dan
memahami kerangka pengalaman dan kerangka referensi khalayak secara tepat dan
seksama, yang meliputi:
1. Kondisi kepribandian dan kondisi fisik khalayak yang terdiri dari :
a. Pengetahuan khalayak mengenai pokok persoalan,
b. Kemampuan khalayak untuk menerima pesan-pesan lewat media yang digunakan,
c. Pengetahuan khalayak terhadap perbedaan kata-kata yang digunakan,
2. Pengaruh kelompok dan masyarakat serta nilai-nilai dan norma-norma kelompok dan
masyarakat yang ada,
3. Situasi di mana khalayak itu berada.
Dengan sendirinya hal-hal tersebut dapat diketahui melalui orientasi, penjajakan
atau penelitian. Kesemuanya ini merupakan usaha untuk mengadakan identifikasi
mengenai publik. Dalam observasi atau penelitian, publik dapat diidentivikasi dari
beberapa segi. Dari segi pengatahuan khalayak misalnya terhadap pesan-pesan yang
disampaikan, dapat ditemukan khalayak yang tidak memiliki pengetahuan, memiliki
hanya sedikit, memliki banyak dan yang ahli tentang masalah yang disajikan. Sedang dari
segi sikap khalayak yang setuju, ragu-ragu dan menolak. Demikian juga dari segi
kesediaan khalayak menerima pengaruh, khususnya menganai inovasi, melalui penelitian
dapat diperoleh identivikasi publik atau khalayak, dalam hal ini Schoen-feld (dalam
1. Innovator ataupun penemu idea adalah orang-orang yang kaya akan idea baru dan
karenanya mudah atau sukar menerima idea baru orang lain.
2. Early adopters atau orang-orang yang cepat bersedia untuk mencoba apa yang
dianjurkan kepadanya.
3. Early Majority atau kelompok orang-orang yang mudah menerima idea-idea baru asal
saja sudah diterima oleh orang banyak.
4. Majority atau kelompok dalam jumlah terbanyak yang menerima atau menolak idea
baru, terbatas pada suatu daerah.
5. Non-adopters ataupun orang-orang yang tidak suka menerima idea baru dan
mengadakan perubahan-perubahan atas pendapatnnya yang semula. (Fajar, 2009:185)
2.2.3 Strategi Komunikasi
Sondang P. Siagian (1985:21) berpendapat bahwa strategi adalah cara-cara yang
sifatnya mendasar dan fundamental oleh suatu hubungan untuk mencapai tujuan dan
berbagai sasaran dengan selalu memperhitungkan kendala lingkungannya yang pasti akan
dihadapi. Menurut Tunggal (1995:130) menganggap strategi adalah suatu cara atau taktik
rencana dasar yang menyeluruh dari rangkaian tindakan yang akan dilaksanakan oleh
sebuah hubungan untuk mencapai suatu tujuan atau beberapa saran.
Strategi komunikasi merupakan tahapan penting dari proses pengambilan
keputusan untuk bertindak atas sesuatu program pembangunan yang ingin
diimplementasikan. Strategi komunikasi akan menentukan langkah-langkah efektif cara
melakukannya. Setiap strategi memerlukan penekanan yang berbeda dalam proses
adalah perencanaan (planning) dan manajemen (management) untuk mencapai suatu
tujuan. Namun, untuk mencapai tujuan tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta
jalan yang menunjukan arah saja, tetapi harus menunjukan bagaimana taktik
operasionalnya. (Effendi, 2007:32)
Strategi komunikasi pada hakikatnya adalah perencanaan komunikasi dan
manajemen komunikasi untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Strategi komunikasi perlu
disusun secara luwes, sehingga taktik operasional komunikasi dapat segera disesuaikan
dengan faktor-faktor yang berpengaruh. Untuk mencapai tujuan komunikasi secara
efektif dapat dilakukan dengan cara bagaimana mengubah sikap, bagaimana mengubah
opini, dan bagaimana mengubah perilaku.
Gejala-gejala psikis komunikan sangat perlu diketahui oleh seorang komunikator.
Gejala-gejala psikis tersebut biasanya dapat dipahami bila diketahui pula lingkungan
pergaulan komunikan yang dalam hal ini biasanya disebut situasi sosial. Jika sudah
mengetahui sifat-sifat komunikan, dan tahu pula efek apa yang kita kehendaki dari
mereka, memilih cara mana yang kita ambil untuk berkomunikasi sangatlah penting,
karena ada kaitannya dengan media yang harus digunakan.
Cara bagaimana kita berkomunikasi (how to communicate). Pertama dengan cara
komunikasi tatap muka, kedua dengan cara komunikasi bermedia. Komunikasi tatap
muka dipergunakan apabila kita mengharapkan efek perubahan tingkah laku (behaviour
change) dari komunikan. Mengapa demikian?, karena pada saat berkomunikasi
memerlukan umpan balik langsung (immediate feedback). Dengan saling melihat,
sebagai komunikator bisa mengetahui saat berlangsungnya komunikasi apakah
yang positif maka cara komunikasi yang digunakan dapat dipertahankan, jika sebaliknya
maka perlu adanya perubahan teknik komunikasi sehingga komunikasi dinyatakan
berhasil. (Effendi, 2008:32)
Komunikasi bermedia (public media dan mass media) pada umumnya banyak
digunakan untuk komunikasi informatif, karena tidak begitu ampuh untuk mengubah
tingkah laku. Lebih-lebih media massa. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa
media massa kurang sekali keampuhannya dalam mengubah tingkah laku komunikan.
Walaupun demikian tetap ada untung ruginya. Kelemahan komunikasi bermedia adalah
tidak persuasif, sebaliknya kekuatannya dapat mencapai komunikan dalam jumlah besar.
Komunikasi tatap muka kekuatannya adalah dalam hal mengubah tingkah laku
komunikan, tetapi kelemahannya adalah bahwa komunikan yang dapat diubah tingkah
lakunya itu relatif hanya sedikit saja, sejauh bisa berdialog dengannya. Atas dasar itulah,
maka kalau hendak mengubah tingkah laku sejumlah komunikan, kita harus membaginya
menjadi kelompok-kelompok kecil sehingga dapa berdialog dengannya. (Effendy,
2003:303)
2.2.4 Tujuan Str ategi Komunikasi
R. Wayne Pace, Brent D. Peterson, dan M. Dallas Burnett dalam bukunya,
Techniques for Communication, menyatakan bahwa tujuan strategi komunikasi adalah :
1. To secure understanding, untuk memastikan bahwa terjadi suatu pengertian dalam
berkomunikasi.
2. To establish acceptance, bagaimana cara penerimaan itu terus dibina dengan baik.
4. The goals which the communicator sought to achieve, bagaimana mencapai tujuan
yang hendak dicapai oleh pihak komunikator tersebut.
2.2.5 Penataan PKL
Pengertian penataan dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai pola
tata perencanaan yang terorganisir untuk sebuah kota dalam membangun, misalnya jalan,
taman, tempat usaha dan tempat tinggal agar kota itu tampak apik, nyaman, indah,
berlingkungan sehat dan terarah perluasannya pada masa depan. Yang dimaksud dengan
penataan menurut Perda No.17 Tahun 2003 adalah kegiatan yang dilakukann dalam
rangka mengatur kawasan, lokasi, waktu, jenis barang yang diperdagangkan, alat praga
dan batasan jumlah pedagang kaki lima (PKL).
Penataan menurut Keputusan Walikota Surabaya Nomor 17 Tahun 2004 adalah
kegiatan yang dilakukan dalam rangka mengatur kawasan, lokasi, waktu, jenis barang
yang diperdagangkan, alat praga dan batasan jumlah PKL dikawasan tertentu. Sedangkan
menurut Supriyatno (1996:121) dalam tata ruang dalam pembangunan Nasional
Indonesia yang dimaksud penataan adalah serangkaian kegiatan dalam rangka
melaksanakan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi pembangunan fisik kota, kawasan
atau desa berdasarkan rencana tata ruang yang ada sehingga tercapai yang efisiensi dalam
pemanfaatan sumber dana, tenaga dan lahan atau ruang, dan juga dapat meningkatkan
produktifitas, pemerataan dan perluasan kesempatan kerja, peningkatan kondisi sosial
ekonomi, pelestarian budaya dan sejarah serta perbaikan lingkungan hidup.
Dalam penataan PKL terdapat strategi penataan untuk memindahkan PKL ke
lokasi yang ada, peningkatan alternatif tata cara penataan ditinjau dari sisi usaha, perilaku
usaha melalui pembinaan kelompok, dan penetapan prioritas penataan berdasarkan lokasi
krisis melalui penyelesaian masalah di lokasi, pemantapan kondisi di lokasi dan
pengendalian tingkat pertumbuhan jumlah dan mengembangkan program antisipasi.
2.2.6 Sosialisasi
Bagi Dominick, sosialisasi merupakan transmisi nilai-nilai (transmission of
values) yang mengacu kepada cara-cara dimana seseorang mengadopsi perilaku dan
nilai-nilai dari suatu kelompok.(Effendi, 2007:31). Sementara itu Wright mengatakan bahwa
sosialisasi adalah proses ketika individu mendapatkan kebudayaan kelompoknya dan
menginternalisasikan (sampai tingkat tertentu) norma-norma sosialnya, sehingga
membimbing orang tersebut untuk memperhitungkan harapan-harapan orang lain.
(Sutaryo, 2005:156)
Proses sosialisasi itu betul-betul merupakan suatu proses yang amat besar
signifikasinya bagi kelangsungan keadaan tertib masyarakat. Artinya hanya lewat
proses-proses sosialisasi itu sajalah norma-norma sosial yang menjadi determinan segala
keadaan tertib sosial itu dapat diwariskan dan diteruskan dari generasi ke generasi
(dengan ataupun tanpa perubahan). Itulah sebabnya mengapa masyarakat tidak dapat
tidak harus segera dan secara terus menerus melaksanakan proses sosialisasi terhadap
individu-individu warganya. Kiranya tanpa mengalami proses sosialisasi yang memadai
tidak mungkin seseorang warga masyarakat akan dapat hidup normal tanpa menjumpai
Kesulitan-kesulitan yang cukup besar pasti akan menimpa setiap individu yang
tidak berkesempatan mendapatkan sosialisasi yang memadai yang karenanya akan gagal
di dalam usaha-usahanya untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma sosial,
khususnya dengan tingkah pekerti-tingkah pekerti orang lain di dalam masyarakat. Bagi
masyarakat sendiri, kegagalan-kegagalan demikian tentu saja akan dorasakan pula
sebagai sesuatu hal yang amat menyulitkan dan pastinya akan mengganggu kelangsungan
keadaan tertib masyarakat. Demikianlah sesungguhnya, sosialisasi harus dilaksanakan
bukan hanya untuk kepentingan masyarakat saja, tetapi sekaligus dirasakan pula sebagai
kepentingan warga masyarakat sendiri secara individual. (Narwoko, 2004:76)
Dalam bersosialisasi terlebih dulu harus mengatahui jenis- jenis sosialisasi,
keluarga sebagai perantara sosialisasi primer. Berdasarkan jenisnya, sosialisasi dibagi
menjadi dua: sosialisasi primer (dalam keluarga) dan sosialisasi sekunder (dalam
masyarakat). Menurut Goffman kedua proses tersebut berlangsung dalam institusi total,
yaitu tempat tinggal dan tempat bekerja. Dalam kedua institusi tersebut, terdapat
sejumlah individu dalam situasi yang sama, terpisah dari masyarakat luas dalam jangka
waktu kurun tertentu, bersama-sama menjalani hidup yang terkukung dan diatur secara
formal.
a. Sosialisasi primer
Peter. L. Berger dan Luckmann mendefinisikan sosialisasi primer sebagai
sosialisasi pertama yang dijalankan individu semasa kecil dengan belajar menjadi
anggota masyarakat (keluarga). Sosialisasi primer berlangsung saat anak berusia 1-5
saat anak belum masuk ke sekolah. Anak mengenal anggota keluarga dan lingkungan
sekitar keluarganya. Dalam tahap ini, peran orang-orang yang terdekat dengan anak
menjadi penting sebab seorang anak melakukan pola interaksi secara terbatas di
dalamnya. Warna kepribadian anak akan sangat ditentukan oleh warna kepribadian
dan interaksi yang terjadi antara anak dengan anggota keluarga terdekatnya.
b. Sosialisasi sekunder
Sosialisasi sekunder adalah suatu proses sosialisasi lanjutan setelah sosialisasi
primer yang memperkenalkan individu kedalam kelompok tertentu dalam masyarakat.
Salah satu bentuknya adalah resosialisasi dan desosialisasi. Dalam proses resosialisasi,
seseorang diberi suatu identitasdiri yang baru. Sedangkan dalam proses desosialisasi,
seseorang mengalami ‘pencabutan’ identitas diri yang lama.
http://id.wikipedia.org/wiki/Sosialisasi.
Adapun pihak-pihak -pihak yang melaksanakan atau melakukan sosialisasi, pihak
tersebut dinamakan sebagai agen sosialisasi. Ada empat agen sosialisasi yang utama,
yaitu keluarga, kelompok bermain, media massa, dan lembaga pendidikan sekolah.
Pesan-pesan yang disampaikan agen sosialisasi berlainan dan tidak selamanya sejalan
satu sama lain. Apa yang diajarkan keluarga mungkin saja berbeda dan bisa jadi
bertentangan dengan apa yang diajarkan agen sosialisasi lain. Misalanya, di sekolah
anak-anak diajarkan untuk tidak merokok, meminum-minuman keras, dan menggunakan
obat-obatan terlarang (narkoba), tetapi mereka dengan leluasa mempelajarinya dari
teman-teman sebaya atau media massa.
Proses sosialisasi akan berjalan lancar apabila pesan-pesan yang disampaikan oleh
lain. Akan tetapi, di masyarakat, sosialisasi dijalani oleh individu dalam situasi konflik
pribadi karena dikacaukan oleh agen sosialisasi yang berlainan.
a. Keluarga
Bagi keluarga inti (nuclear family) agen sosialisasi meliputi ayah, ibu, saudara
kandung, dan saudara angkat yang belum menikah dan tinggal secara bersama-sama
dalam satu rumah. Sedangkan pada masyarakat yang menganut sistem kekerabatan
diperluas (extended family), agen sosialisasinya menjadi lebih luas karena dalam satu
rumah dapat saja terdiri atas beberapa keluarga yang meliputi kakek, nenek, paman,
dan bibi disamping anggota keluarga inti. Pada masyarakat perkotaan yang telah padat
penduduknya, sosialisasi dilakukan oleh orang-orang yang berada di luar anggota
kerabat biologis seorang anak. Kadang kala terdapat agen sosialisasi yang merupakan
anggota kerabat. Sosiaalisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan
atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok
atau masyarakat. Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai
peranan (rolo theory). Karena dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang
harus dijalankan oleh individu.
b. Teman Pergaulan
Teman pergaulan (sering juga disebut teman bermain) pertama kali didapatkan
manusia ketika ia mampu berpergian ke luar rumah. Pada awalnya, teman bermain
dimaksudkan sebagai kelompok yang bersifat rekreatif, namun dapat pula memberikan
pengaruh dalam proses sosialisasi setelah keluarga. Puncak pengaruh teman bermain
adalahpada masa remaja. Kelompok bermain lebih banyak berperan dalam membentuk
melibatkan hubungan tidak sederajat (berbeda usia, pengalaman, dan peranan),
sosialisasi dalam kelompok bermain dilakukan dengan cara mempelajari pola interaksi
dengan orang-orang yang sederajat dengan dirinya. Oleh sebab itu, dalam kelompok
bermain, anak dapat mempelajari peraturan yang mengatur peranan orang-orang yang
kedudukannya sederajat dan juga mempelajari nilai-nilai keadilan.
c. Lembaga pendidikan formal (sekolah)
Menurut Dreeben, dalam lembaga pendidikan formal, seseorang belajar membaca,
menulis, dan berhitung. Aspek lain yang juga dipelajari adalah aturan-aturan mengenai
kemandirian (independence), prestasi (achieveement), universalisme, dan kekhasan
(specificity). Dilingkungan rumah seorang anak mengharapkan bantuan dari orang
tuanyadalam melaksanakan berbagai pekerjaan, tetapi disekolah sebagian besar tugas
sekolah harus dilakukan sendiri dengan penuh rasa tanggung jawab.
d. Media massa
Yang termasuk kelompok media massa di sini adalah media cetak (surat kabar,
majalah, tabloid), media elektronik (radio, televisi, video, film). Besarnya pengaruh
media sangat tergantung pada kualitas dan frekuensi pesan yang disampaikan. Contoh:
Penayangan acara Smack Down di televisi diyakini telah menyebabkan penyimpangan
perilaku anak-anak dalam beberapa kasus. Iklan produk-produk tertentu telah
meningkatkan pola konsumsi atau bahkan gaya hidup masyarakat pada umumnya.
Menurut M. Dahlan Y. A Barry, L Lya Sofyan Yacub didalam kamusnya (2003 : 154),
Sosialisasi adalah proses dimana seorang anak atau seorang individu beradaptasi
milik umum. Dari definisi diatas bahwa dapat disimpulkan oleh penulis sosialisasi
adalah suatu kegiatan interaksi yang dilakukan oleh masyarakat untuk beradaptasi
dengan lingkungan sekitar. http://id.wikipedia.org/wiki/Sosialisasi
2.2.7 Strategi Komunikasi Dalam Penataan PKL Melalui Sosialisasi
Dalam pelaksanakan penataan PKL, Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah mempunyai strategi komunikasi untuk menghimbau pedagang kaki lima
(PKL) dengan cara melakukan sosialisasi kepeda mereka, sosialisasi ini berbentuk
penyuluhan, bimbingan teknis, dan rapat koordinasi. Penyuluhan dan bimbingan teknis
sifatnya terjadwal sesuai target, sedangka rapat koordinasi adalah rapat yang sifatnya
mendadak dan secara spontan jika mengalami suatu masalah. Diharapkan PKL selaku
komunikan mampu menerima isi pesan yang berbentuk informasi tentang penataan PKL
sehingga dapat diimplementasikan melalui penempatan sentra PKL sesuai yang
diharapkan oleh Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah selaku
komunikator.
Strategi komunikasi ini perlu disusun sehingga taktik operasional komunikasi
dapat segera disesuaikan dengan faktor-faktor yang berpengaruh. Untuk mencapai tujuan
komunikasi secara efektif, Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah perlu
memahami sifat-sifat komunikasi dan pesan, guna dapat menentukan teknik komunikasi
2.2.8 Dinas Koperasi dan Usaha Mikr o, Kecil dan Menengah Pemerintah Kota
Sur abaya
Berdasarkan Perda No. 8 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah dan
Peraturan Walikota Surabaya No. 91 Tahun 2008 tentang Rincian Tugas dan Fungsi
Dinas Kota Surabaya, Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
mempunyai tugas melaksanakan sebagian urusan Pemerintahan Bidang Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah, Pemberdayaan Masyarakat, Otonomi Daerah, Pemerintahan
Umum, Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian dan
Persandian.
Dalam menyelenggarakan tugas, Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah mempunyai fungsi perumusan kebijakan teknis di bidang Koperasi dan Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah, penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan
umum, pembinaan dan pelaksanaan tugas, pengelolaan ketatausahaan Dinas dan
pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Daerah sesuai dengan tugas dan
fungsinya.
Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah mempunyai visi dan misi
yaitu koperasi dan usaha mikro, Kecil dan Menengah yang berkualitas dan peduli serta
mewujudkan Koperasi dengan Kualitas Baik, mewujudkan usaha kecil dan mikro yang
terbina, mewujudkan PKL dan sektor informal lain yang terbina. Dinas Koperasi dan
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah mempunyai program kerja yaitu pengembangan
koperasi dan usaha mikro, kecil, menengah dan investasi serta penataan pedagang kaki
2.2.9 Pedagang Kaki Lima
Di dalam PERDA No. 10 tahun 1987 pedagang kaki lima merupakan pedagang
yang memanfaatkan tempat kosong / ruang kosong di pinggir-pinggir jalan misal trotoar.
Dan yang dimaksud dengan PKL menurut PERDA No. 17 tahun 2003 adalah pedagang
yang menjalankan kegiatan usahanya dalam jangka waktu tertentu dengan menggunakan
sarana / perlengkapan yang mudah dipindahkan, di bongkar pasang dan mempergunakan
fasilitas umum sebagai tempat usahanya. Sedangkan yang dimaksud dengan PKL
menurut Muning, Chris dan Tadjudin Noer Efendi (1991 : 250) adalah perusahaan kecil
yang mandiri namun ia terkait dengan jaringan sosial ekonomi yang ruwet, berhubungan
tidak hanya dengan penyalur, saingan dan langganannya, tetapi juga dengan pemberian
jaminan, pemberian perlengkapan, petugas-petugas dan beraneka ragam macam perantara
resmi maupun privat. Provesi yang banyak membutuhkan banyak ketrampilan dan
jarinagn sosial yang kuat agar berhasil.
Dari pengertian tersebut diatas jadi yang dimaksud PKL adalah Kegiatan usaha
yang dilakukan para pedagang yang menempati ruang kosong di pinggir-pinggir jalan
seperti trotoar, taman-taman kota dan tempat usaha lainnya yang bukan miliknya.
2.2.10 Penataan PKL Diatur Dalam Perda No 17 tahun 2003
Bab II, Pasal 2, penataan tempat usaha :
1. Kegiatan usaha perdagangan kaki Lima dapat dilakukan di daerah:
2. Kepala daerah berwenang untuk menetapkan, memindahkan dan menghapus lokasi
3. Penetapan, pemindahan dan penghapusan lokasi PKL sebagaimana di maksud pada
ayat (2), diatur dengan memperhatikan kepentingan sosial, ekonomi, ketertiban dan
kebersihan lingkungan sekitarnya;
4. Kepala daerah berwenang melarang penggunaan lahan fasilitas umum tertentu untuk
tempat usaha PKL atau sebagai lokasi PKL,
5. Setiap orang dilarang melakukan transaksi perdagangan dengan PKL pada
fasilitas-fasilitas umum dilarang digunakan untuk tempat usaha atau lokasi usaha PKL
sebagaimana di maksud pada ayat (4)
Pasal 3, Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk berwenang
a. Menetapkan dan mengatur waktu kegiatan usaha PKL
b. Menetapkan dan mengatur jumlah PKL pada setiap lokasi PKL
c. Menetapkan jenis barang yang diperdagangkan
d. Mengatur alat peraga PKL
Pengawasan dan Penertiban
Bab V, pasal 9 ;
1. Kepada Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk berwenang melakukan pengawasan
atas pelaksanaan Peraturan Daerah ini ;
2. Kesatuan Polisi Pamong Praja atau Instansi lain yang mempunyai tugas untuk
menegakkan peraturan Daerah berwenang melaksanakan penertiban atas pelanggaran
peraturan daerah ini sesuai dengan ketentuan berlaku
Tata cara pengawasan dan penertiban dalam keputusan wali kota surabaya pada pasal (9)
yaitu;
1. Apabila PKL melakukan pelanggaran terhadap ketemuan pasal (5) dan (6) Peraturan
Daerah, maka camat berwenang memberikan peringatan pertama untuk melaksanakan
Peraturan Daerah tersebut kepada PKL dimaksud;
2. Apabila setelah 3 (tiga) hari sejak peringatan ke dua PKL tetap melakukan
pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka Kepala Dinas Koperasi dan
PKM atas usul Camat yang bersangkutan berwenang melakukan pencabutan terhadap
tanda daftar usaha PKL di maksud.
Keputusan Walikota Surabaya No 17 / 2004 Pasal 10
1. Apabila PKL melakukan pelanggaran terhadap ketentuan pasal 4 ayat (1) Peraturan
Daerah, maka Kesatuan Polisi Pamong Prja berwenang memberikan peringatan
kepada PKL yang bersangkutan untuk membongkar / memindahkan sarana usaha dan
atau mengeluarkan sendiri barang dagangan yang dipergunakan untuk usaha PKL dari
lokasi PKL
2. Dalam hal ini peringatan sebagaimana di maksdu pada ayat (1), tidak dipatuhi, maka
Kesatuan Polisi Pamong Praja berwenang untuk melakukan pembongkaran sarana
usaha, mengeluarkan barang dagangan di maksud dan atau melakukan penyidikan
dalam rangka pengenaan sanksi pidana;
3. Apbila Tanda Daftar Usaha telah dicabut sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat
(3), maka Kesatuan Polisi Pamong Praja berwenang membongkar / memindahkan
sarana usaha dan atau mengeluarkan barang dagangan yang dipergunakan untuk usaha
4. Dalam melaksanakan penertiban, Kesatuan Polisi Pamong Praja dapat berkoordinasi
dengan instansi terkait.
Penetapan , Pemindahan Dan Penghapusan Lokasi Pedagang Kaki Lima
Bab IV, Pasal 5 :
1. Kepala daerah menetapkan, memindahkan dan menghapus lokasi pedagang kaki lima
di sarankan atas petimbangan tim peataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima yang
dibentuk oleh Kepala Daerah.
2. Lokasi pedagang kaki lima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah fasilitas
umum yang dikuasai Pemerintah Daerah termasuk sarana / prasarana yang ada.
3. Pemindahan PKL dari lokasi PKL ke fasilitas umum / tempat yang tidak dalam
penguasaan Pemerintah Daerah dilaksanakan atas persetujuan pemiliknya.
Bab II, Pasal 2
1. Penataan dan pemberdayaan PKL dimaksdukan untuk memerikan kepastian usaha,
perlindungan serta pembangunan usaha, perlindungan serta pengembangan usaha
pedagang kaki lima yang tertib, teratur, aman, serasi, selaras dan seimbang dengan
lingkungan .
2. Penataan dan pemberdayaan PKL bertujuan untuk :
a. Mewujudkan PKL sebagai pelaku usaha keil yang terdaftar dan berhak mendapat
perlindungan dan usahanya pada lokasi yang ditetapkan
b. Mengembangkan ekonomi sektor informal melalui pembinaan PKL serta
mewujudkan harmonisasi keberadaan PKL dengan lingkungannya.
3. Sasaran penataan dan pemberdayaan PKL :
b. Terwujudnya tertib hukum
c. Terciptanya keseimbangan, keselarasan dan keserasian keberadaan PKL dengan
lingkungannya
d. Meningkatkan kinerja usaha PKL menjadi kelompok yang resmi sebagai sasaran
binaan
e. Terwujudnya dukungan ruang bagi keberadaan PKL
f. Terciptanya keberadaan PKL yang harmonis dengan kegiatan usaha lain.
2.2.11 Sentra PKL
Sentra dalam bahasa inggris mempunyai arti tempat yang terletak di
tengah-tengah atau titik pusat, sedangkan PKL sendiri adalah singkatan dari pedagang kaki lima,
maka sentra PKL adalah tempat berkumpulnya pedagang kaki lima yang sengaja
dibentuk dan dibangun untuk menjual dagangannya seperti makanan dan minuman
terutama PKL yang masih berada di pinggir jalan serta trotoar dan berpencar-pencar
sebagai wujud pemberdayaan dan penataan PKL.
2.3Model Schramm
Wilbur Schramm membuat serangkaian model komunikasi, dimulai dengan model
komunikasi manusia yang sederhana (1954), lalu model yang lebih rumit yang
memperhitungkan pengalaman dua individu yang mencoba berkomunikasi, hingga ke
model komunikasi yang dianggap interaksi dua individu. Model pertama mirip dengan
model Shannon dan Weaver. Dalam modelnya yang kedua Schramm memperkenalkan
sebenarnya dikomunikasikan, karena bagian sinyal itulah yang dianut sama oleh sumber
dan sasaran. Model ketiga Schramm menganggap komunikasi sebagai interaksi dengan
kedua pihak yang menyandi, menafsirkan, menyandi balik, mentransmisikan dan
menerima sinyal. Disini kita lihat umpan balik dan lingkaran yang berkelanjutan untuk
berbagai informasi. (Mulyana. 2007:151)
Menurut Wilbur Schramm, komunikasi senantiasa membutuhkan setidaknya tiga
unsur: sumber (source), pesan (message), dan sasaran (destination). Sumber boleh jadi
seorang individu (berbicara, menulis, menggambar, memberi isyarat) atau suatu
organisasi komunikasi (seperti sebuah surat kabar, penerbit, stasiun televisi, atau studio
film). Pesan dapat dibentuk tinta
pada kertas, gelombang suara di udara, implus dalam arus listrik, lambaian tangan,
bendera diudara atau setiap tanda yang dapat ditafsirkan. Sasarannya mungkin seorang
individu yang mendengarkan, menonton atau membaca atau anggota suatu kelompok
seperti kelompok diskusi, khalayak pendengar ceramah, kumpulan penonton sepak bola,
atau anggota khalayak media massa.
Dalam komunikasi manusia, sumber dan encoder adalah satu orang, sedangkan
decoder dan sasaran adalah seseorang lainnya, dan sinyalnya adalah bahasa. Untuk
menuntaskan suatu tindakan komunikasi (communication act), suatu pesan harus disandi
balik. Sumber dapat menyandi dan sasaran dapat menyandi balik pesan berdasarkan
pengalaman yang dimilikinya masing-masing. Bila kedua lingkaran memiliki wilayah
bersama yang besar, maka komunikasi mudah dilakukan. Semakin besar wilayah
tersebut, semakin miriplah bidang pengalaman (field of experience) yang dimiliki kedua
pengalaman bersama maka komunikasi tidak mungkin berlangsung. Bila wilayah yang
berimpit itu kecil artinya bila pengalaman sumber dan pengalaman sasaran sangat jauh
berbeda maka sangat sulit untuk menyampaikan makna dari seseorang kepada orang
lainnya. (Mulyana, 2007:153)
Gambar 1: Model Schramm
Seperti ditunjukan pada model, jelas bahwa setiap orang dalam proses komunikasi
adalah segaligus sebagai encoder dan decoder. Secara konstan menyandi-balik
tanda-tanda dari lingkungan kita, menafsirkan tanda-tanda-tanda-tanda tersebut dan menyandi sesuatu
sebagai hasilnya. Umpan balik (feedback) yang memainkan peran sangat penting dalam
komunikasi, karena hal itu memberi tahu kita bagaimana pesan kita ditafsirkan, baik
dalam bentuk kata-kata sebagai jawaban, anggukan kepala, gelengan kepala, kening
berkerut, menguap, wajah yang melengos dan sebagainya. Begitu juga surat pembaca
kepada redaksi sebagai proses atas editorial yang ditulis surat kabar tersebut, ataupun
tepuk tangan khalayak yang mendengarkan ceramah. Namun menurut Schramm umpan
Encoder Int erpreter
Decoder
Decoder Int erpreter
Encoder Message
balik juga dapat berasal dari pesan kita sendiri, misalnya kesalahan ucapan atau kesalahan
tulisan yang kemudian kita perbaiki. (Mulyana, 2007:154)
2.4Kerangka Ber fikir
Dalam program penataan pedagang kaki lima (PKL) Dinas Koperasi dan Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah mempunyai visi dan misi yaitu menangani kemiskinan/PKL
secara bijaksana, cerdas, peduli terhadap penataan PKL serta meneningkatkan
kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat miskin melalui beberapa program
kegiatan yang mampu mendukung terwujudnya penataan dan pembinaan usaha sektor
informal secara profesional dan modern. Dalam penelitian ini, peneliti berusaha untuk
mengetahui strategi komunikasi Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
Pemerintah Kota Surabaya dalam Penataan PKL. Peneliti menggunakan teori model
Schramm untuk dapat diimplementasikan pada strategi komunikasi yang digunakan oleh
Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya dalam
penataan PKL yang selama ini sudah terlaksana.
Sesuai dengan teori model Schramm dimana sumber dan encoder adalah pihak
dari Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya
sebagai pemberi informasi, sedangkan decoder dan sasaran adalah pihak pedagang kaki
lima sebagai penerima informasi tersebut dan sinyalnya sendiri adalah bahasa yang
digunakan. Kedua belah pihak dapat menyandi, menafsirkan, menyandi-balik,
mentransmisikan dan menerima sinyal. Di sini kita juga bisa melihat umpan balik dan
lingkaran yang berkelanjutan untuk berbagi informasi. untuk lebih jelasnya dapat dilihat
Gambar 2 : Bagan Kerangka Ber fikir
Encoder Dinas koperasi
dan UM KM
Decoder
Decoder PKL Encoder Penataan
PKL melalui sosialisasi sentra PKL
Penataan PKL melalui
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1Definisi Konseptual
Penelitian yang diambil peneliti adalah ingin mengetahui bagaimana strategi
komunikasi pada Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dalam penataan
PKL, bagaimana cara mereka berkomunikasi dan menyampaikan pesannya agar PKL
mengerti dan memahami maksud dari isi pesan tersebut. Bagaimana cara mengatasi
hambatan, kesulitan dan permasalahan dalam berkomunikasi dengan PKL.
Dalam penelitian ini metode yang digunakan peneliti adalah kualitatif, metode ini
adalah suatu metode yang tidak menggunakan statistik atau angka-angka tertentu,
melainkan teknik wawancara mendalam (indepth interview) untuk memeperoleh
informasi dari narasumber. Teknik ini digunakan karena wawancara secara langsung
antara peneliti dengan informan, jawaban yang didapat lebih murni, tidak dapat
dimanupulasi, sebab dalam wawancara langsung bahasa yang muncul tidak hanya bahasa
verbal, melainkan non verbal pun tampak.
Dengan berpedoman wawancara (interview guide) yang dibuat berdasarkan
adanya kenyataan dalam sosialisasi yang dilakukan oleh Dinas Koperasi dan Usaha
3.2Tipe Penelitian
Adapun tipe penelitian yang digunakan peneliti kualitatif kerena peneliti ingin
menggali informasi lebih dalam tentang strategi yang dilakukan Dinas Koperasi dan
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dalam penataan PKL.
3.3Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di wilayah Surabaya yaitu di kantor Dinas Koperasi
dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, Sentra PKL Gayungan, Sentra PKL Taman
Bungkul, Sentra PKL Urip Sumoharjo. Untuk PKL yang belum menempati sentra PKL
berada di Jl. Ngagel Jaya Utara, JL. Ngagel timur dan Jl. Ketintang.
3.4Infor man
Pada penelitian ini, informan yang dipilih adalah memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Pihak dari Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah sebagai
penyelenggara sebanyak 3 orang, yaitu Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah, dan 2 Staf dari Bidang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
2. Pihak dari PKL yang sudah berhasil dalam penataan PKL sebagai target penataan
PKL sebanyak 3 pedagang yang telah menempati sentra PKL.
3. Pihak dari PKL yang belum berhasil dalam penataan dan belum menempati sentra
PKL sebanyak 3 pedagang.
3.5Unit Analisis
Unit analisis dalam penelitian ini adalah narasi yang diperoleh dari in depth
paragraf yang disusun secara berurutan sesuai dengan wawancara yang dilakukan. Narasi
ini merupakan data primer yang berisi pendapat, pengalaman, pengakuan dan deskripsi
perilaku dari masing-masing informan kemudian dianalisis dan diinterpretasikan oleh
peneliti.
3.6Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan :
1. Wawancara
Yaitu pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan secara langsung oleh
peneliti kepada informan. Jawaban-jawaban informan dicatat dan direkam oleh
peneliti. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara mendalam (in depth interview)
yaitu mendapatkan informasi dengan secara langsung bertatap muka dengan informan
dengan maksud mendapatkan gambaran lengkap tentang topic yang diteliti (Bungin,
2001:110). Peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan guna mendapatkan informasi
yang diharapkan. Dalam melakukan wawancara, peneliti harus memiliki pedoman
wawancara (interview guide) yang kemudian dapat dikembangkan lebih lanjut oleh
peneliti.
2. Observasi
Yaitu pengamatan dengan menggunakan indera penglihatan yang tidak
mengajukan pertanyaan-pertanyaan (Soehartono, 2004:69). Data yang didapat dengan
cara mencatat perilaku subjek (orang), obyek (benda), atau kejadian yang muncul
3.7Teknik Pengolahan Data
Proses pengolahan data dimulai dari pengolahan hasil rekaman sebagai data
primer. Data yang diperoleh disini berupa transkrip wawancara yang kemudian di
kelompokan menurut identitas individu agar lebih mudah dalam proses analisis data.
Pada penelitian ini dipilih klasifikasi berdasarkan individu untuk memudahkan dalam
menganalisis narasi.
3.8Teknik Analisis Data
Setelah wawancara dilakukan, peneliti wajib membuat transkrip hasil wawancara,
artinya peneliti menulis setiap pertanyaan dan jawaban yang hasil dikeluarkan informan
(melalui rekaman) serta catatan yang memuat tentang observasi, perasaan dan refleksi
diri. Kemudian barulah peneliti bisa menganalisis data bersifat menjelaskan yang
menunjukkan fakta dan sifat informan lewat data yang diperoleh berdasarkan strategi
komunikasi pada Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah sesuai dengan
konsep strategi komunikasi yang ada untuk kemudian mengetahui bagaimana strategi
komunikasi pada Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dalam penataan