SKRIPSI
Oleh: DESY AFRIANA 0913010081/FE/EA
Kepada
PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI
Disusun Oleh : DESY AFRIANA 0913010081/FE/EA
Telah Dipertahankan Dihadapan Dan Diterima Oleh Tim Penguji Skr ipsi Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi
Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur Pada Tanggal 31 Mei 2013
Pembimbing : Tim Penguji :
Pembimbing Utama Ketua
Dr s.Ec. Saiful Anwar, M.SI. Dr s.Ec. Saiful Anwar, M.SI.
Sekr etaris
Dra. Ec. Anik Yuliati, M.Aks
Anggota
Dr s. Ec. R. Sjar ief Hidajat, M.SI
Mengetahui
Dekan Fakultas Ekonomi
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang merupakan salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur dengan judul “ Pengaruh Faktor – Faktor Konservatisme Akuntansi Dalam Perpajakan Pada Perusahaan Food And Beverages Yang Ter daftar Di Bur sa Efek Indonesia ”
Penulis menyadari bahwa tanpa adanya bantuan dari beberapa pihak, maka akan sulit bagi penulis untuk dapat menyusun skripsi ini. Sehubungan dengan hal itu, maka dalam kesempatan istimewa ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam mendukung kelancaran penulisan skripsi baik berupa dukungan, do’a maupun bimbingan yang telah diberikan. Secara khusus penulis dengan rasa hormat yang mendalam mengucapkan terima kasih pada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Sudarto, MP., selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanudin Nur, SE. MM., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Drs. Ec. R.A. Suwaidi, MS., selaku Wakil Dekan I Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Bapak Drs. Ec. Saiful Anwar, M.SI, selaku dosen pembimbing yang telah membimbing penulis dalam mengerjakan skripsi.
telah memberikan dukungan moril dan materi selama pengerjaan skripsi ini. 8. Sahabatku tercinta Resti, Epi, Maya, Vrisca, kiki Alexandra, eti, Orlando,
Novan, Yusman, Angga, Weda, terima kasih atas saran dan bantuannya dalam pengerjaan skripsi ini.
9. Serta bantuan dan dukungan pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah dibutuhkan guna meningkatkan mutu dari penulisan skripsi ini.
Penulis juga berharap, penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Surabaya, 7 Mei 2013
Oleh : Desy Afr iana
Abstraksi
Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan konservatisme akuntansi dalam perpajakan pada perusahaan . Faktor–faktor tersebut adalah Insentif Pajak, Tingkat Utang, Kepemilikan Manajerial.
Konservatisme akuntansi merupakan prinsip akuntansi yang jika diterapkan akan menghasilkan angka laba dan aset cenderung rendah, serta angka-angka biaya dan utang cenderung tinggi. Akibatnya, laba yang dilaporkan cenderung terlalu rendah (understatement).
Insentif Pajak merupakan keringanan pembayaran pajak yang diberikan terkait dengan adanya perubahan tarif pajak penghasilan badan.
Tingkat utang adalah besar kecilnya kewajiban suatu perusahaan yang timbul dari transaksi pada waktu lalu dan harus dibayar dengan kas, barang atau jasa di waktu yang akan datang.
Kepemilikan manajerial adalah situasi dimana manajer memiliki saham perusahaan atau dengan kata lain manajer tersebut sebagai pemegang saham perusahaan.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan food and beverages yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008 – 2011. Jumlah perusahaan yang digunakan sebagai sampel adalah 11 perusahaan dan dipilih dengan kriteria – kriteria tertentu. Alat uji analisis yang digunakan adalah Regresi Linear Berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel Insentif Pajak, Tingkat Utang, dan Kepemilikan Manajerial memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap konservatisme.
1.1. Latar Belakang Masalah
Laporan keuangan disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). SAK memberikan fleksibilitas bagi manajemen dalam memilih metode maupun estimasi akuntansi yang dapat digunakan. Wardhani (2008) menyatakan fleksibilitas tersebut akan mempengaruhi perilaku manajer dalam melakukan pencatatan akuntansi dan pelaporan transaksi keuangan perusahaan.
menganut prinsip memperlambat pengakuan pendapatan serta mempercepat pengakuan biaya.
Konservatisme akuntansi merupakan suatu prinsip kehati–hatian dimana tidak mengakui laba sampai dengan bukti kredibel didapatkan. Sedangkan kerugian harus segera diakui pada saat terdapat kemungkinan akan terjadi, tidak perlu menunggu sampai adanya bukti yang riil. Hal ini akan menyebabkan laba perusahaan menjadi bias ke bawah, sehingga akan memicu terjadinya sengketa pajak penghasilan. Perubahan tarif pajak penghasilan badan dari tarif progresif menjadi tarif tunggal, menjadi insentif tersendiri bagi manajer untuk melakukan kecurangan yang dikhawatirkan akan menimbulkan sengketa pajak.
merupakan indikator yang baik untuk laba mendatang, karena pada perioda tersebut laba meningkat. Sedangkan pada perusahaan yang mempraktikkan konservatisme dan mengalami pertumbuhan dalam investasi akan menurunkan laba dilaporkan dan menciptakan cadangan. Dalam kaitan pajak penghasilan, hal ini diduga dapat mengarahkan terjadinya sengketa karena menyebabkan semakin besar perbedaan perhitungan pajak penghasilan menurut perusahaan dan perhitungan menurut fiskal.
Perusahaan selalu berusaha untuk meminimalkan pajak penghasilannya (Guenther et al. 1997). Metoda–metoda untuk menghitung laba kena pajak sangat berkaitan dengan perhitungan laba dalam laporan keuangan. Manajer berusaha menemukan cara untuk mengelola baik laba yang dilaporkan di laporan keuangan dan laba untuk pembayaran pajak berjalannya dalam menghadapi trade-off untuk mencapai dua tujuan yang bersifat mutually exclusive, yaitu memaksimalkan laba akuntansi dengan meminimalkan pembayaran pajak. Zarowin (1997) menyatakan bahwa rasio antara laba akuntansi sebelum pajak pada laba fiskal kena pajak dapat digunakan sebagai ukuran konservatisme akuntansi. Laba fiskal kena pajak adalah ukuran kinerja sangat konservatif, karena perusahaan mencoba untuk meminimalkan pembayaran pajaknya.
yaitu tarif pajak yang persentasenya menjadi lebih besar apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaannya semakin besar. Sejak diterbitkannya UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan yang mulai berlaku efektif pada tahun 2009, terjadi perubahan tarif Pajak Penghasilan Badan dari tarif progresif menjadi tarif tunggal, yaitu: (1) 28% (diefektifkan pada tahun 2009) dan 25% (diefektifkan pada tahun 2010) untuk perusahaan; dan (2) 5% lebih rendah dari tarif nomor (1) untuk perusahaan yang telah go public dan minimal 40% saham disetornya diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Perubahan tarif pajak dari tarif progresif menjadi tarif tunggal memberikan dampak tersendiri bagi perusahaan. Jika manajer berupaya untuk memaksimalkan nilai perusahaan dengan meminimalkan beban pajak, maka perubahan tarif ini akan memberikan insentif bagi manajer untuk melakukan konservatisme yang tinggi. Biasanya perusahaan menempuh strategi meminimalkan pajak (tax-minimizing) dengan laba dilaporkan lebih rendah. Pemilihan metoda akuntansi, pendanaan, pemasaran, produksi, dan fungsi bisnis lainnya, cenderung merendahkan laba fiskal. Walaupun akuntansi perpajakan dan akuntansi keuangan kadang berbeda dalam pengakuan penghasilan dan perhatian penting lainnya, merencanakan pajak penghasilan menghasilkan laba akuntansi lebih rendah (Shackelford dan Shevlin, 2001).
Kementerian Keuangan, Republik Indonesia, dilakukan analisis dan pemeriksaan oleh petugas pajak yang disebut Account Representative (AR) untuk melakukan pengecekan perhitungan jumlah kewajiban pajak oleh Wajib Pajak (WP) dan yang telah disetor ke Kas Negara. Hasil dari pemeriksaan dapat berupa : telah sesuai, lebih bayar, atau kurang bayar. Dari ketiga kemungkinan tersebut, Wajib Pajak akan menerima Surat Ketetapan Pajak (STP).
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini berjudul “UJ I EMPIRIS PENGARUH FAKTOR –
FAKTOR KONSERVATISME AKUNTANSI DALAM
PERPAJ AKAN”.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “ Apakah insentif pajak dan non pajak mempengaruhi konsevatisme akuntansi?”.
1.3. Tujuan Dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang diatas maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui secara empiris apakah insentif pajak dan non pajak berpengaruh terhadap konservatisme akuntansi.
1.3.2. Manfaat Penelitian
Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
teoritis dan manfaat praktis adalah sebagai berikut : a. Bagi Peneliti
b. Bagi Akademis
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
ABSTRAKSI ... x
DAFTAR ISI ... vii
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 5
1.2. Perumusan Masalah ... 6
1.3. Tujuan Penelitian ... 6
1.4. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II : TINJUAUAN PUSTAKA ... 8
2.1. Hasil Penelitian Terdahulu ... 8
2.2. Landasan Teori ... 10
2.2.1. Konservatisme Akuntansi ... 10
2.2.2.Keterkaitan Laba Akuntansi dan laba Fiskal ... 12
2.2.3.Pajak Penghasilan... 16
2.2.8.Pengaruh Insentif Pajak terhadap Konservatisme
Akuntansi ... 26
2.2.8.Pengaruh Insentif Non - Pajak terhadap Konservatisme Akuntansi ... 27
2.3. Kerangka Pikir ... 30
2.4. Hipotesis ... 31
BAB III : METODE PENELITIAN ... 32
3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 32
3.2. Teknik Penentuan Sampel ... 36
3.2.1. Obyek Peneltian ... . 36
3.2.2. Populasi dan Sampel ... . 36
3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 39
3.3.1. Jenis Data ... 39
3.3.2. Sumber Data ... 39
3.3.3. Pengumpulan Data ... 39
3.4. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ... 40
3.4.1. Uji Normalitas ... 40
3.4.2. Uji Asumsi Klasik ... 40
3.4.3. Teknik Analisis ... 43
4.1.1. PT. Bursa Efek Indonesia... 46
4.1.2. Gambaran Umum Perusahaan Sampel ... 48
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 54
4.2.1. Variabel Insentif Pajak ( X1 ) Perusahaan Food and Beverages yang Go Public di BEI ... 54
4.2.2. Variabel Tingkat Utang ( X2 ) Perusahaan Food and Beverages yang Go Public di BEI ... 57
4.2.3. Variabel Kepemilikan Manajerial ( X3 ) Perusahaan Food and Beverages yang Go Public di BEI ... 59
4.2.4. Variabel Konservatisme ( Y ) Perusahaan Food and Beverages yang Go Public di BEI... 64
4.3. Hasil Analisis dan Uji Hipotesis ... 63
4.3.1. Hasil Uji Normalitas ... 63
4.3.2. Hasil Uji Asumsi Klasik ... 64
4.3.4. Hasil Uji Hipotesis ... 68
4.3.4.1.Uji F ... 69
4.3.4.2.Uji t ... 70
4.4. Pembahasan dan Hasil Penelitian ... 72
4.4.1. Implikasi Hasil Penelitian ... 73
4.4.3. Keterbatasan Penelitian ... 74
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 75
5.1. Kesimpulan ... 75
5.2. Saran ... 76
2.1. Hasil Penelitian ter dahulu
Beberapa penelitian terdahulu mengenai masalah yang sama yaitu
tentang konservatisme dengan berbagai faktor-faktornya diantaranya
sebagai berikut:
a. Hesty Setyaningsih (2008)
Judul : Pengaruh Tingkat Kesulitan Keuangan Perusahaan Terhadap
Konservatisme Akuntansi.
Penelitian tersebut alat uji yang digunakan adalah regresi linier berganda,
adapun hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah : tingkat kesulitan
keuangan perusahaan berpengaruh positif terhadap kebijakan tingkat
konservatisme akuntansi yang dibuat oleh manajer perusahaan.
b. Dwi Astarini (2011)
Judul : Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pilihan Perusahaan
Terhadap Konservatisme Akuntansi.
Penelitian tersebut alat uji yang digunakan adalah regresi linier berganda,
adapun hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah : bahwa hanya variabel
konservatisme akuntansi, sedangkan debt covenant dan growth opportunities
tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap konservatisme akuntansi.
c. Calvin Oktomegah (2012)
Judul : Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Penerapan Konservatisme Pada
Perusahaan Manufaktur Di BEI.
Penelitian tersebut alat uji yang digunakan adalah regresi , adapun hasil yang
diperoleh dari penelitian ini adalah : bahwa faktor yang mempengaruhi
penerapan konservatisme adalah debt covenant dan political cost, sedangkan
faktor yang tidak mempengaruhi penerapan konservatisme adalah bonus plan.
d. Anik Wahyu Tristianti,Muchamad Syafrudin (2012)
Judul : Manajemen Laba Sebagai Respon Perubahan Tarif Pajak Penghasilan
Badan Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI.
Penelitian tersebut alat uji yang digunakan adalah regresi, adapun hasil yang
diperoleh dari penelitian ini adalah : perencanaan pajak (taxplan) pada
perusahaan profit pada tahun 2007 dan 2008 memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap discretionary accrual, dan pada tahun 2009 dan 2010
tidak signifikan. Taxplan pada tahun 2007 benilai positif. Sehingga hipotesis
diterima, karena jika taxplan berbanding lurus dengan discretionary accrual.
Sedangkan untuk insentif non pajak hanya ERANK yang berpengaruh
signifikan terhadap discretionary accrual. Penelitian ini juga menunjukkan
accrual. Jadi dengan adanya kepemilikan publik yang lebih tinggi maka
memungkinkan perusahaan melakukan manajemen laba untuk menekan
deviden yang akan dibayarkan kepada pemegang saham.
2.2. La ndasan Teor i
2.2.1. Konser vatisme Akunta nsi
Konservatisme merupakan prinsip yang paling mempengaruhi dalam penilaian akuntansi, karena itu konservatisme sampai saat ini masih tetap memiliki peran penting dalam praktik akuntansi. Menurut The Financial Accounting Standart
Board ( FASB, 1983) Concepts Statement No. 2 mendefinisikan konservatisme
akuntansi yaitu sikap yang dimiliki oleh akuntan untuk bersikap hati – hati (prudence) terhadap ketidakpastian dalam pengakuan suatu kejadian ekonomi.
Konservatisme adalah praktik akuntansi yang mengurangi laba
(menghapuskan aktiva bersih) dalam merespon bad news, tetapi tidak
meningkatkan laba (meningkatkan aktiva bersih) dalam merespon good news
(Basu, 1997). Watts (2003) dalam Deviyanti (2012) mendefinisikan
konservatisme sebagai prinsip kehati - hatian dalam pelaporan keuangan
dimana perusahaan tidak terburu-buru dalam mengakui dan mengukur aktiva
dan laba serta segera mengakui kerugian dan hutang yang mempunyai
kemungkinan akan terjadi. Penerapan prinsip ini mengakibatkan pilihan
lebih rendah serta melaporkan hutang lebih tinggi. Dengan demikian,
pemberi pinjaman akan menerima perlindungan atas resiko menurun
(downside risk) dari neraca yang menyajikan aset bersih understatement dan
laporan keuangan yang melaporkan berita buruk secara tepat waktu. Givoly
dan Hayn (2000) mendefinisikan konservatisme sebagai pengakuan awal
untuk biaya dan rugi serta menunda pengakuan untuk pendapatan dan
keuntungan.
Kieso, Weygandt, dan Warfield, (2009:50) menyatakan bahwa tidak
hanya konvensi akuntansi yang salah dipahami seperti halnya konservatisme.
Konservatisme berarti jika ragu, pilihlah solusi yang sangat kecil
kemungkinannya akan menghasilkan pendapatan yang terlalu tinggi bagi aset
dan laba. Tidak ada ketentuan dalam konservatisme akuntansi agar aset bersih
atau laba bersih disajikan terlalu rendah tetapi banyak orang yang
menginterprestasikan seperti itu. Tujuan dari konvensi ini, jika diaplikasikan
secara tepat adalah menyediakan pedoman yang paling rasional dalam situasi
sulit. Tidak menyajikan angka pada laba bersih dan aset bersih yang terlalu
tinggi.
Konsep konservatisme menyatakan bahwa dalam keadaan yang tidak
pasti, manajer perusahaan akan menentukan pilihan perlakuan atau tindakan
akuntansi yang didasarkan pada keadaan, harapan kejadian, atau hasil yang
akuntansi adalah akuntansi mengakui biaya atau rugi yang kemungkinan akan
terjadi, tetapi tidak segera mengakui pendapatan atau laba yang akan datang
walaupun kemungkinan terjadinya besar (Suwardjono, 1989 dalam Dewi,
2004).
2.2.2. Keter ka itan La ba Akunta nsi dan Laba Fiska l
Terdapat kesamaan dalam pengukuran laba akuntansi dan laba fiskal,
yaitu metoda akuntansi akrual (Guenther et.al. 1997). Meskipun terdapat
beberapa butir spesifik dari pendapatan dan biaya harus mengikuti peraturan
akuntansi fiskal yang berbeda dengan peraturan akuntansi keuangan,
misalnya: pembebanan biaya depresiasi aset tetap. Kaitan antara pelaporan
pajak dan komersial dapat menyebabkan konservatisme dalam pelaporan
keuangan. Pengakuan asimetrik keuntungan dan kerugian dalam
konservatisme akuntansi membuat manajer perusahaan profitabel mengurangi
nilai kini pajaknya dan meningkatkan nilai perusahaan. Menunda pengakuan
dari penghasilan dan mempercepat pengakuan dari biaya dapat menunda
pembayaran pajaknya (Watts, 2003a).
Dalam perencanaan pajak (tax planning), biasanya perusahaan
menempuh strategi meminimalkan pajak (tax-minimizing) dengan laba
dilaporkan lebih rendah. Pemilihan metoda akuntansi, pendanaan, pemasaran,
produksi, dan fungsi bisnis lainnya, cenderung merendahkan laba fiskal.
dalam pengakuan penghasilan dan perhatian penting lainnya, merencanakan
pajak penghasilan menghasilkan laba akuntansi lebih rendah (Shackelford dan
Shevlin, 2001). Pengelolaan akuntansi keuangan dan pengelolaan pajak
adalah tidak independen dan tidak terdapat pertimbangan secara konsisten
mendominasi dalam pengambilan keputusannya.
Pertimbangan dalam pemilihan metoda penilaian sediaan misalnya,
keputusan untuk mengadopsi masuk pertama keluar terakhir (LIFO) adalah
merupakan pertimbangan rasional jika perusahaan dengan metoda masuk
pertama keluar pertama FIFO) melihat inflasi yang akan datang lebih tinggi
secara tidak diharapkan (Kang, 1993). Dengan kata lain, mengadopsi LIFO
bukan semata-mata meminimalkan pajak penghasilan tetapi juga memberikan
sinyal antisipasi terbaik dalam menghadapi kabar buruk tidak diharapkan
tentang inflasi harga input dalam jangka panjang. Memang, perpajakan
merupakan determinan penting(merupakan permintaan pertama), hal ini juga
merupakan contoh penerapan dari akuntansi konservatif.
Guenther et al. (1997) memberikan bukti tentang kebijakan pajak
mempengaruhi laporan keuangan. Tax Reform Act tahun 1986 (TRA 86) di
Amerika Serikat mewajibkan perusahaan menggunakan basis akrual. Sebelum
TRA 86, perusahaan dapat menggunakan basis kas (kecuali sediaan) atau
basis akrual untuk menghitung laba kena pajak. Guenther et al. (1997)
basis kas menunjukkan sedikit tradeoff dalam perencanaan pajak dan
pelaporan keuangannya. Setelah diwajibkan menggunakan basis akrual,
perusahaan yang sebelumnya menggunakan basis kas menunda laba untuk
tujuan laporan keuangan. Sehingga dengan basis akrual, kesesuaian antara
laba akuntansi dan laba fiskal mengarahkan perusahaan merubah perilaku
akrualnya. Dengan menunda laba, mereka menurunkan laba fiskalnya dan
menghemat pajak.
Mills (1998) menggunakan data rahasia dari Coordinated Examination
Program dari tahun 1982 – 1992, menemukan usulan penyesuaian pajak oleh
Internal Revenue Service (IRS) meningkat jumlahnya ketika jumlah laba
akuntansi melebihi laba fiskal meningkat, dalam tradeoff antara: penghematan
pajak berjalan, biaya pemeriksaan pajak, dan manfaat pelaporan keuangan.
Implikasi utama hasil riset Mills (1998) adalah perusahaan tidak dapat tanpa
biaya memaksimalkan manfaat pelaporan keuangannya dan penghematan
pajak secara independen, yaitu menurunkan laba fiskal tanpa mempengaruhi
laba akuntansinya.
Teori akuntansi positif yang mendasarkan pada teori keagenan dapat
digunakan untuk menjelaskan dorongan manajemen untuk melakukan
penundaan pembayaran pajak penghasilan. Watts dan Zimmerman (1986:
perilaku manajemen sehubungan dengan pemilihan prosedur-prosedur
akuntansi oleh manajer. Mereka membuat tiga hipotesis sebagai berikut:
(1) hipotesis bonus plan: ceteris paribus, manajer perusahaan dengan bonus
plan lebih mungkin untuk memilih prosedur akuntansi yang menggeser laba
yang dilaporkan dari perioda-perioda yang akan datang ke perioda kini;
(2) hipotesis debt/equity: ceteris paribus, semakin besar debt/equity ratio
perusahaan, semakin besar kemungkinan manager perusahaan memilih
prosedur akuntansi yang menggeser laba yang dilaporkan dari perioda-perioda
yang akan datang ke perioda kini; dan
(3) hipotesis political cost: ceteris paribus, semakin besar kos politik dihadapi
perusahaan, semakin besar kemungkinan manajer perusahaan memilih
prosedur akuntansi yang menangguhkan laba yang dilaporkan dari perioda
kini ke perioda-perioda yang akan datang. Hipotesis political cost ini
berkaitan dengan ukuran perusahaan, jika perusahaan besar adalah juga sangat
profitabel, maka akan meningkatkan kos polotiknya. Sehingga, dikaitkan
dorongan manajer untuk menunda pembayaran pajaknya sesuai dengan
hipotesis ketiga, sehingga manajer lebih mungkin memilih akuntansi lebih
2.2.3. Paja k Penghasila n
Pajak penghasilan (PPh) sebelum perubahan perundang–undangan
perpajakan tahun 1983 diatur dalam beberapa ketentuan perundang–
undangan/ ordonasi seperti yang dikenal dengan Pajak Pendapatan orang
pribadi yang dipungut berdasarkan Ordonasi Pajak Pendapatan Tahun 1984
dan pajak perseroan yang diatur dalam Ordonasi Pajak Perseroan tahun 1925
serta pajak atas bunga, dividen, dan royalti yang diatur dalam undang–undang
Pajak atas bunga, dividen, dan royalti tahun 1970.
Ditinjau dari pengelompokannya, pajak penghasilan dikategorikan
sebagai Pajak Pusat, tetapi ditinjau dari sifatnya dikategorikan sebagai Pajak
Subjektif. Dengan pengertian bahwa pemungutan Pajak Penghasilan ini
berpangkal atau mendasarkan pada subjek pajaknya. Undang–undang pajak
penghasilan ini dilandasi falsafah Pancasila dan Undang–Undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang di dalamnya tertuang ketentuan
yang menjunjung tinggi hak warga negara dan menempatkan kewajiban
perpajakan sebagai kewajiban kenegaraan dan sebagai sarana peran serta
masyarakat dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
Berlandaskan dengan semakin pesatnya perkembangan ekonomi,
globalisasi, dan reformasi diberbagai bidang, sehingga diperlukan adanya
perubahan undang–undang Pajak Penghasilan dalam upaya pemerintah
nasional. Perubahan undang–undang Pajak Penghasilan dimaksudkan tetap
berpegang teguh pada prinsip–prinsip perpajakan yang dianut secara universal
yaitu keadilan, kemudahan dan efisiensi administrasi, sert a peningkatan dan
opt imalisasi penerimaan negara dengan t etap mempert ahankan sist em sel–
assessment . Oleh karena itu, arah dan tujuan penyempurnaan undang- undang
Pajak Penghasilan ini adalah unt uk :
1. Lebih meningkatkan keadilan pengenaan pajak
2. Lebih memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak
3. Lebih memberikan kesederhanaan administrasi perpajakan
4. Lebih memberikan kepastian hukum, konsistensi, dan transparansi
5. Lebih menunjang kebijakan pemerintah dalam rangka meningkatkan daya
saing dalam menarik investasi langsung di Indonesia.
Subjek pajak penghasilan meliputi orang pribadi, warisan yang belum
dibagi, badan, dan Bentuk Usaha Tetap. Pada penelitian ini hanya terarah
pada subjek pajak badan saja. Pengertian badan mengacu pada Undang–
undang KUP adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang
meliputi Perseroan Terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan
Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dengan nama dan bentuk
apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pension, persekutuan, perkumpulan,
lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan
Bentuk Usaha Tetap. Yang menjadi dasar untuk menghitung PPh adalah
Penghasilan Kena Pajak. Dimana untuk usaha bentuk badan penghasilan kena
pajaknya adalah Laba Bersih atau Penghasilan Neto (www.kompas.com).
2.2.4. Per ubaha n Tar if Pajak Penghasila n
Tarif pajak penghasilan badan di Indonesia sebelum tahun 2009 adalah
tarif progresif yaitu tarif yang presentasenya menjadi lebih besar apabila
jumlah yang menjadi dasar pengenaannya semakin besar. Sejak
diterbitkannya UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan yang mulai
berlaku efektif pada tahun 2009, terjadi perubahan tarif pajak penghasilan
badan dari tarif progresif menjadi tarif tunggal, yaitu (1) 28% diefektifkan
pada tahun 2009 dan 25% diefektifkan pada tahun 2010 untuk perusahaan;
dan (2) 5% lebih rendah dari tarif nomer (1) untuk perusahaan go public dan
minimal 40% sahamnya diperdagangkan du Bursa Efek Indonesia (BEI).
Dengan diberlakukannya tarif pajak penghasilan badan yang baru,
perusahaan khususnya perusahaan yang go public sangat diuntungkan. Jika
pihak manajemen ingin meminimalkan beban pajak, maka perubahan ini akan
memberikan insentif bagi manajer untuk menurunkan laba perusahaan
sebelum tahun diberlakukannya tarif baru (Subagyo,2010) dalam Syafrudin M
dan Ristiyanti (2012). Perubahan ini juga dapat menimbulkan praktik
2008 Tentang Pajak Penghasilan, perubahan tarif pajak badan di Indonesia
mengalami dua kali perubahan, yaitu 28% pada tahun 2009 dan 25% pada
tahun 2010. Sehingga kemungkinan besar perusahaan akan melakukan praktik
konservatisme pada tahun 2008.
Dasar pengenaan pajak penghasilan badan adalah laba perusahaan.
Manajemen yang ingin memaksimalkan nilai perusahaan dengan
meminimalkan beban pajaknya, akan berusaha mencari cara untuk
menurunkan laba perusahaanyang nantinya akan digunakan sebagai dasar
pengenaan pajak. Salah satu cara yang mungkin dilakukan oleh perusahaan
adalah menerapkan praktik konservatisme akuntansi. Konservatisme
akuntansi menyebabkan laba perusahaan bias ke bawah, sehingga pajak yang
dikenakan menjadi lebih rendah. Namun cara ini akan menimbulkan masalah
pada periode berikutnya. Ketika pihak pemeriksa pajak memeriksa kebenaran
dan kesesuaian laporan keuangan, akan muncul suatu sengketa pajak akibat
tidak cocoknya jumlah yang harus dibayarkan oleh Wajib Pajak dengan
2.2.5. Sengketa Pajak
Pajak merupakan salah satu sumber pemasukan kas negara yang
digunakan untuk pembangunan dengan tujuan akhir kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat. Namun, tak bisa dipungkiri bahwa sulitnya negara
memungut pajak karena banyaknya wajib pajak yang tidak mematuhi aturan–
aturan perpajakan yang telah ditetapkan. Ditambah dengan adanya praktik
konservatisme akuntansi yang dilakukan oleh manajemen perusahaan akan
menimbulkan suatu sengketa pajak. Hal ini disebabkan laba perusahaan
sebagai dasar pengenaan pajak menjadi bias ke bawah. Sehingga pajak akan
dikenakan lebih rendah dari jumlah yang sebenarnya.
Setiap Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) yang masuk dan diterima
oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak,
Kementrian Keuangan, Republik Indonesia, dilakukan analisis dan
pemeriksaan oleh petugas pajak yang disebut Account Representative (AR)
untuk melakukan pengecekan perhitungan jumlah kewajiban pajak oleh Wajib
Pajak dan yang telah disetor ke kas negara (Octavia,2010). Hasil dari
pemeriksaan tersebut dapat berupa : telah sesuai, lebih bayar, atau kurang
bayar. Dari ketiga kemungkinan tersebut, Wajib Pajak akan menerima Surat
Ketetapan Pajak (STP) yang menjelaskan telah sesuai, lebih bayar, atau
Jika Wajib Pajak telah sesuai dalam melakukan pembayaran pajaknya,
maka kewajiban dengan pihak fiskus untuk tahun fiskal yang bersangkutan
telah selesai. Tetapi jika perusahaan lebih bayar dalam menunaikan kewajiban
perpajakannya, sebelum fiskus mengeluarkan STP yang berisi ketetapan
jumlah restitusi pajak, maka fiskus akan melakukan pemeriksaan kepada
Wajib Pajak untuk menentukan jumlah pembayaran kembali kepada Wajib
Pajak, apakah sesuai, lebih besar atau lebih kecil dari yang tercantum dalam
SPT yang dilaporkan. Ketika Wajib Pajak menerima STP dari fiskus dan tidak
setuju dengan jumlah restitusi yang akan dibayarkan kembali, maka hal
tersebut menimbulkan sengketa pajak.
Jika Wajib Pajak kurang bayar dalam kewajiban pajaknya, Account
Representative akan melakukan analisis di Kantor Pelayanan Pajak terhadap
SPT dan laporan keuangan Wajib Pajak yang diserahkan, untuk menentukan
apakah diperlukan pemeriksaan lapangan atau tidak. Pemeriksaan lapangan
sebaiknya dilakukan untuk memastikan bahwa laporan keuangan yang
diserahkan Wajib Pajak benar–benar sesuai dengan kondisi keuangan
perusahaan. Account Representative harus bisa menilai apakah perusahaan
tersebut melakukan kecurangan dengan menurunkan nilai laba akibat dari
praktik konservatisme akuntansi. Misalnya dengan memeriksa semua bukti–
bukti transaksi perusahaan. Setelah pihak fiskus melakukan analisis dan/atau
bayar dan tanggal jatuh tempo dimana Wajib Pajak harus membayar ke kas
negara.Wajib Pajak yang telah menerima STP dan setuju dengan jumlah
kurang bayar yang tercantum wajib memenuhi kewajiban kurang bayar
tersebut, tetapi jika Wajib Pajak tidak setuju dengan jumlah kurang bayar
tersebut maka timbul sengketa pajak (www.pajak.go.id).
2.2.6. Insentif Paja k
Insentif pajak dapat didefinisi sebagai keringanan pembayaran pajak
yang diberikan terkait dengan adanya perubahan tarif pajak penghasilan
badan, yaitu: (1) 28% mulai berlaku pada tahun fiskal 2009 dan 25% mulai
berlaku pada tahun fiskal tahun 2010; dan (2) bagi WP badan yang telah go
public diberikan pengurangan tarif 5% dari tarif normal dengan kriteria paling
sedikit 40% saham dimiliki oleh sedikitnya 300 pemegang saham. Insentif
pajak diproksikan dengan perencanaan pajak dan diberi simbol TAXPLAN.
Insentif pajak dengan proksi perencanaan pajak merupakan langkah yang
ditempuh oleh Wajib Pajak untuk meminimumkan beban pajak tahun berjalan
maupun tahun yang akan datang agar pajak yang dibayar dapat ditekan
seefisien mungkin dan dengan berbagai cara yang memenuhi ketentuan
Menurut T. Hani Handoko (2002), insentif adalah perangsang yang
ditawarkan kepada para karyawan untuk melaksanakan kerja sesuai atau lebih
tinggi dari standar-standar yang telah ditetapkan. Sedangkan insentif pajak
sendiri berarti bahwa suatu perangsang yang ditawarkan kepada wajib pajak,
dengan harapan wajib pajak termotivasi untuk patuh terhadap ketentuan pajak.
Macam insentif pajak diantaranya adalah pembebasan pajak (tax holiday) dan
pemotongan pajak (tax allowance).
2.2.7. Insentif Non- Pajak
Insentif non- pajak adalah insentif yang dilakukan oleh perusahan itu
sendiri guna meningkatkan produktifitas karyawan dan mempertahankan
karyawan yang berprestasi agar tetap berada dalam perusahaan. Insentif non-
pajak dapat berupa fasilitas yang diberikan selain dari pajak. Misalnya yang
dikemukakan oleh Yin dan Cheng (2004) dan Guenther (1994) dalam Tiearya
(2012).
2.2.7.1. Tingkat Utang
Hutang adalah semua kewajiban keuangan perusahaan kepada pihak –
pihak lain yang belum terpenuhi, dimana hutang ini merupakan sumber dana
atau modal suatu perusahaan. Hutang terdiri atas hutang lancar ( hutang
jangka pendek ) dan hutang tidak lancar ( Hutang jangka panjang ).
Tingkat utang adalah besar kecilnya kewajiban suatu perusahaan
barang dan jasa di waktu yang akan datang. Dalam hal ini utang berbanding
terbalik dengan laba sehingga jika utang semakin besar maka laba akan
semakin kecil dengan penambahan beban bunga. Terkait dengan pajak,
semakin besar laba yang diperoleh maka akan semakin besar pula kewajiban
pajaknya. Oleh karena itu, manajer akan melakukan berbagai cara untuk
mengurangi pajak yang harus dibayarkan salah satunya adalah dengan
menurunkan laba atau memanipulasi laba. Manipulasi laba ini dapat
dilakukan dengan menaikkan utang (Tiearya, 2012).
Timbulnya hutang pajak menurut ajaran formal karena adanya surat
ketetapan pajak yang diterapkan oleh pemerintah karena menggunakan
official assessment system, Sedangkan menurut ajaran material hutang pajak
timbul karena undang – undang yang berlaku atau penerapan self
assessment system di Indonesia (Sri Valentina dan Aji Suryo;2006).
Jika laba perusahaan kecil dan hutang perusahaan besar maka
perusahaan cenderung melakukan manajemen laba dengan menurunkan
utang perusahaan untuk menarik investor dalam menanamkan modalnya di
perusahaan. Namun dalam konteks penurunan tarif pajak, perusahaan
cenderung meningkatkan hutang yang berakibat meningkatnya bunga
pinjaman dimana dapat mengurangi laba perusahaan sehingga pajak yang
2.2.7.2. Kepemilikan Ma najer ia l
Kepemilikan manajerial adalah situasi dimana manajer memiliki
saham perusahaan atau dengan kata lain manajer tersebut sekaligus sebagai
pemegang saham perusahaan. Dalam laporan keuangan, keadaan ini
ditunjukkan dengan besarnya persentase kepemilikan saham perusahaan
oleh manajer (Tiearya,2012).
Menurut teori agency terjadinya agency conflict disebabkan oleh
pemisahan kepemilikan dan pengendalian perusahaan. Semakin sedikit
pemilik perusahaan kendali akan semakin besar dan cenderung menekan
konflik keagenan. Semakin besar proporsi kepemilikan manajerial dalam
suatu perusahaan maka manajemen akan berusaha lebih giat untuk
memenuhi kepentingan pemegang saham yang dirinya sendiri juga termasuk
didalamnya. Perusahaan dengan tingkat kepemilikan manajerial yang tinggi
diharapkan memiliki discretionary accrual untuk memperoleh keuntungan
2.2.8. Pengar uh Insentif Pa jak ter hadap Konser vatisme Akunta nsi
Insentif pajak dengan proksi perencanaan pajak merupakan langkah
yang ditempuh oleh Wajib Pajak untuk meminimumkan beban pajak tahun
berjalan maupun tahun yang akan datang agar pajak yang dibayar dapat
ditekan seefisien mungkin dan dengan berbagai cara yang memenuhi
ketentuan perpajakan ( Subagyo,2010).
Perubahan tarif pajak penghasilan badan dari tarif progresif menjadi
tarif tunggal menjadi pendorong terjadinya praktik konservatisme akuntansi.
Perusahaan selalu ingin meminimalkan beban pajaknya, salah satunya dengan
menurunkan laba perusahaannya, dimana laba perusahaan adalah dasar untuk
menghitung pajak penghasilan badan. Zarowin (1997) menyatakan bahwa
rasio antara laba akuntansi sebelum pajak pada laba fiskal kena pajak dapat
digunakan sebagai ukuran konservatisme akuntansi. Laba fiskal kena pajak
adalah ukuran kinerja sangat konservatif, karena perusahaan mencoba untuk
meminimalkan pembayaran pajaknya. Konservatisme akuntansi menyebabkan
laba akuntansi bias ke bawah.
Sehingga dengan diberlakukannya tarif pajak yang baru ini,
perusahaan khususnya yang telah go public akan sangat diuntungkan karena
tarif pajak efektif perusahaan akan menjadi lebih kecil. Perubahan tarif ini
akan memicu praktik konservatisme akuntansi pada tahun sebelum
2.2.9. Pengar uh Insentif Non-Pa jak ter hadap Konser vatisme Akunta nsi
Berdasarkan ukuran dari insentif non pajak yang digunakan oleh Yin
dan Cheng (2004) maupun Guenther (1994) dalam Tiearya (2012), maka
insentif non pajak pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Tingkat Utang
Hutang adalah semua kewajiban keuangan perusahaan kepada pihak –
pihak lain yang belum terpenuhi, dimana hutang ini merupakan sumber dana
atau modal suatu perusahaan. Hutang terdiri atas hutang lancar ( hutang
jangka pendek ) dan hutang tidak lancar ( Hutang jangka panjang ).
Timbulnya hutang pajak menurut ajaran formal karena adanya surat
ketetapan pajak yang diterapkan oleh pemerintah karena menggunakan
official assessment system, Sedangkan menurut ajaran material hutang pajak
timbul karena undang – undang yang berlaku atau penerapan self assessment
system di Indonesia (Sri Valentina dan Aji Suryo;2006).
Tingkat utang adalah besar kecilnya kewajiban suatu perusahaan yang
timbul dari transaksi pada waktu lalu dan harus dibayar dengan kas,
barang dan jasa di waktu yang akan datang. Dalam hal ini utang
berbanding terbalik dengan laba sehingga jika utang semakin besar maka
laba akan semakin kecil dengan penambahan beban bunga (Tiearya,
Pengaruh tingkat utang terhadap konservatisme dapat diketahui dari
definisi konservatisme sebagai prinsip kehati – hatian dalam pelaporan
keuangan dimana perusahaan tidak terburu – buru dalam mengakui dan
mengukur aktiva dan laba serta segera mengakui kerugian dan hutang
yang mempunyai kemungkinan akan terjadi. Penerapan prinsip ini
mengakibatkan pilihan metode akuntansi ditujukan pada metode yang
melaporkan laba atau aktiva lebih rendah serta melaporkan hutang lebih
tinggi.
Dalam konteks penurunan tarif pajak, keputusan untuk melakukan
konservatisme akuntansi sangat erat kaitannya dengan tingkat utang
perusahaan. Maka tingkat utang dalam penelitian ini berpengaruh terhadap
konservatisme akuntansi.
2. Kepemilika n Manajer ia l
Kepemilikan manajerial adalah situasi dimana manajer memiliki
saham perusahaan atau dengan kata lain manajer tersebut sekaligus
sebagai pemegang saham perusahaan. Dalam laporan keuangan, keadaan
ini ditunjukkan dengan besarnya persentase kepemilikan saham
perusahaan oleh manajer (Tiearya, 2012).
Dalam penelitian Dwi Astarini (2012) menyatakan bahwa hanya
variabel struktur kepemilikan yang mempunyai pengaruh signifikn
opportunities tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap
konservatisme akuntansi.
Pengaruh kepemilikan manajerial dengan konservatisme akuntansi
dapat diketahui dari konsep konservatisme yang menyatakan bahwa dalam
keadaan yang tidak pasti, manajer perusahaan akan menentukan pilihan
perlakuan atau tindakan akuntansi yang didasarkan pada keadaan,
harapan, kejadian, atau hasil yang dianggap kurang menguntungkan.
Maka perusahaan dengan tingkat kepemilikan manajerial yang tinggi
diharapkan memiliki konservatisme akuntansi yang negatif untuk
2.3. Ker angka Pikir
Kerangka pikir penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.1
Kerangka Pikir
Regresi Linier Berganda Insent if Pajak
(X1)
Tingkat Ut ang
(X2)
Konservat isme Akuntansi
(Y)
Kepemilikan M anajerial
2.4. Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah, tujuan penelitian dan landasan teori yang
telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut :
H1 : Insentif Pajak berpengaruh positif terhadap konservatisme akuntansi
H2 : Tingkat Utang berpengaruh positif terhadap konservatisme akuntansi
H3 : Kepemilikan Manajerial berpengaruh negatif terhadap konservatisme
3.1. Definisi Oper asional dan Pengukur an Va r iabel
Definisi operasional adalah suatu variabel yang diberikan kepada suatu
variabel atau konstrak dengan cara memberikan arti atau menspesifikasi
kegiatan, ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk
mengukur variabel tersebut (Nazir, 2005 : 126).
Berdasarkan uraian diatas, maka variabel yang digunakan dalam penelitian
ini terdiri dari tiga variabel bebas (X) dan satu variabel terikat (Y) antara lain :
1. Var iabel Bebas
a. Insentif Pa ja k (X1)
Insentif pajak didefinisikan sebagai pajak yang terkait dengan adanya
perubahan tarif pajak penghasilan badan. Pada tahun 2008, Pemerintah Pusat
yang bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pajak Indonesia mengeluarkan
Undang-Undang yang merevisi Pajak Penghasilan di Indonesia, yaitu UU
No.36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan yang berlaku efektif pada tahun
2009. Tarif Pajak Penghasilan Badan di Indonesia sebelum tahun 2009 yang
apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaannya semakin besar menjadi tarif
tunggal. Melalui undang-undang ini serta terkait dengan tarif pajak, maka
pemerintah memberi insentif dan kemudahan kepada pengusaha, yaitu: (1)
28% mulai berlaku pada tahun fiskal 2009 dan 25% mulai berlaku pada tahun
fiskal tahun 2010; dan (2) bagi WP badan yang telah go public diberikan
pengurangan tarif 5% dari tarif normal dengan kriteria paling sedikit 40%
saham dimiliki oleh sedikitnya 300 pemegang saham.
Pada penelitian ini, digunakan dengan adanya persentase 30% karena
sebelum diberlakukannya UU No. 36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan,
lapisan penghasilan kena pajak yang dikenakan tarif ini adalah yang paling
terbesar proporsinya. Selain itu, alasan digunakannya tarif efektif 30% ini
karena perusahaan go publik rata – rata memiliki laba diatas Rp. 100.000.000.
Dan persentase 28% digunakan untuk tahun setelah perubahan tarif pajak
2008
2009
2010
2011
Berdasarkan Yin dan Cheng (2004) dalam Tiearya (2010), perencanaan
pajak pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini:
1. Untuk tahun sebelum perubahan tarif pajak penghasilan
∑ 30%.PTI - CTE TAXPLAN =
Total Akrual
2. Untuk tahun setelah perubahan tarif pajak penghasilan
∑ 28%.PTI – CTE
TAXPLAN =
Total Akrual
Dimana :
TAXPLAN : Perencanaan pajak (rasio)
PTI : Pre-tax Income
b. Tingkat utang (X2)
Tingkat utang adalah besar kecilnya suatu perusahaan yang timbul dari
transaksi pada waktu lalu dan harus dibayar dengan kas, barang dan jasa
diwaktu yang akan datang.
Dalam penelitian ini tingkat utang diukur dengan menggunakan rasio
kewajiban jangka panjang terhadap total aset awal tahun.
c. Kepemilikan Manajer ial (X3)
Kepemilikan manajerial adalah situasi dimana manajer memiliki
saham perusahaan atau dengan kata lain manajer tersebut sekaligus sebagai
pemegang saham perusahaan.
Kepemilikan manajerial yaitu persentase saham yang dimiliki
manajemen yang secara aktif ikut serta mengambil keputusan perusahaan
dibandingkan dengan total jumlah saham yang beredar.
Dalam penelitian ini kepemilikan manajerial diukur dengan
menggunakan skala rasio yang dihitung dari persentase kepemilikan dewan
2. Var ia bel Ter ika t
Konser vatisme Akuntansi (Y)
Konservatisme akuntansi adalah prinsip kehati–hatian yang tidak
mengakui keuntungan sampai bukti kredibel diperoleh, sedangkan kerugian
harus segera diakui pada saat terdapat kemungkinan akan terjadi, tidak perlu
menunggu sampai terdapat bukti riil.. Givoly dan Hayn (2000) berpendapat
bahwa akuntansi konservatif mengarahkan pada akrual negatif secara
persisten, sebagai kontras dengan akrual yang akan membalik (reversal).
Karena perhitungan pajak penghasilan berkaitan dengan angka–angka yang
terdapat dalam laporan laba rugi, maka untuk mengukur konservatisme
akuntansi dalam penelitian ini digunakan ukuran berbasis akrual mengikuti
Givoly dan Hayn (2000) yang dihitung dengan cara berikut ini :
Total akrual (sebelum depresiasi ) = ( laba bersih + depresiasi ) – arus kas
operasi X -1 : total aset
Givoly dan Hayn (2000) mengeluarkan akrual depresiasi karena
merupakan akrual positif yang akan membalik ketika aset tetap diperoleh dan
tidak tertangkap dalam perbedaan antara laba dan aliran kas. Ukuran
konservatisme ini dikalikan -1, sehingga semakin besar nilai positif rasio,
3.2. Teknik Penentuan Sampel
3.2.1. Obyek Penelitia n
Obyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan food
and beverage yang terdaftar di Bursa efek Indonesia (BEI).
3.2.2. Popula si dan Sampel
a. Populasi
Populasi merupakan kelompok subyek / obyek yang memiliki
ciri-ciri atau karakteristik tertentu yang berbeda dengan kelompok subyek/
obyek lain, dan kelompok tersebut akan dikenai generalisasi dari hasil
penelitian ( Sumarsono,2004: 44).
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan food and beverage
yang terdaftar di bursa efek Indonesia hingga tahun 2011 yang berjumlah
17 perusahaan.
b. Sampel
Menurut Sumarsono (2004:4) “ Sampel adalah bagian dari populasi,
yang mempunyai ciri dan karakteristik yang sama dengan populasi
tersebut, karena itu sebuah sampel harus merupakan representative dari
sebuah populasi “. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam
sampel non- profitabilitas yang menyeleksi responden – responden
berdasarkan ciri – ciri atau sifat khusus yang dimiliki oleh sampel tersebut
(Soemarsono, 2004 : 54).
Berikut ini adalah kriteria – kriteria perusahaan yang dijadikan
sampel dalam penelitian ini :
1. Perusahaan food and beverage yang go public dan terdaftar di Bursa
Efek Indonesia selama periode tahun 2008 – 2011.
2. Perusahaan food and beverage yang masih aktif dalam melakukan
perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2008 – 2011.
3. Perusahaan food and beverage yang selalu laba dari tahun 2008 –
2011.
4. Perusahaan food and beverage yang memiliki peredaran bruto /
penjualan di atas Rp. 50.000.000.000 selama setahun.
5. Perusahaan food and beverage yang memiliki data laporan keuangan
yang lengkap dari tahun 2008 – 2011.
6. Perusahaan food and beverage yang melaporkan laporan keuangannya
dengan mata uang rupiah Indonesia.
Dalam laporan keuangan tahun 2008 – 2009 dan 2010 – 2011
digunakan sebagai peoman penentuan apakah suatu perusahaan mengalami
laba atau tidak. Berdasarkan kriteria yang telah dijelaskan, maka sampel
Tabel 3.1. Daftar nama perusahaan sampel.
No Kode Nama Item
1. TPSF PT. Tiga Pilar Sejahtera Food, Tbk
2. DLTA PT. Delta Jakarta, Tbk
3. INDF PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk
5. MLBI PT. Multi Bintang Indonesia, Tbk
5. MYOR PT. Mayora Indah, Tbk
6. SKLT PT. Sekar Laut, Tbk
7. STTP PT. Siantar Top, Tbk
8. ULTJ PT. Ultrajaya Milk Industry dan Training Company, Tbk
9. PSDN PT. Prasidha Aneka Niaga, Tbk
10. SMART PT. Sinar Mas Argo Resources and Technologi, Tbk
11. PTSP PT. Pioneerindo Gourmet Internasional, Tbk
Sumber : website www.idx.co.id yang diolah oleh peneliti.
3.3. Teknik Pengumpulan Data
3.3.1. J enis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
yaitu data yang diambil untuk memperoleh bahan atau keterangan data dengan
cara mempelajari serta mencatat dari data dokumen dan laporan keuangan dari
3.3.2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dan
dikumpulkan melalui situs resmi BEI di www.idx.co.id
3.3.3. Pengumpula n Data
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi dengan
cara melihat, mempelajari, dan mengutip catatan – catatan yang diperoleh dari
dokumen Bursa Efek Indonesia berupa laporan keuangan perusahaan periode
2008 – 2011.
3.4. Teknik analisis dan Uji Hipotesis
3.4.1. Uji Nor ma litas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah suatu data
mengikuti sebaran normal atau tidak. Untuk mengetahui apakah data tersebut
mengikuti sebaran normal dapat dilakukan dengan metode Kolmogorov
Smirnov dengan menggunakan program SPSS (Soemarsono, 2004 : 40).
Pedoman dalam mengambil keputusan apakah sebuah distribusi data
mengikuti distribusi normal adalah :
- Jika nilai signifikan ( nilai profitabilitasnya ) lebih kecil dari 5%, maka
- Jika nilai signifikan (nilai profitabilitasnya) lebih besar dari nilai 5%, maka
distribusi adalah normal.
3.4.2. Uji Asumsi Klasik
Persamaan regresi diatas tersebut harus bersifat BLUE ( Best Linear
Unbrased Estimator) artinya pengambilan keputusan uji F dan uji tidak boleh
bias. Untuk menghasilkan keputusan yang BLUE maka harus dipenuhi tiga
asumsi klasik yaitu :
1. Non Autokorelasi ( tidak boleh ada autokorelasi )
2. Non Multikolinearitas (tidak boleh ada multikolinearitas)
3. Homokedastisitas (tidak boleh ada heteroskedasitisitas)
Apabila salah satu dari ketiga asumsi tersebut dilanggar, maka
persamaan regresi yang diperoleh tidak lagi bersifat BLUE. Sehingga
pengambilan keputusan melalui uji F dan uji t menjadi bias. Dibawah ini
asumsi dasar dari BLUE, yaitu :
1. Autokor elasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu
model linier ada korelasi antara korelasi pengganggu periode t dengan
kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Untuk menguji apakah terjadi
Menurut Santoso (2002 : 219 ) pengambilan keputusan ada tidaknya
autokorelasi, yaitu digunakan uji Durbin- Watson (DW – Test), dengan
ketentuan sebagai berikut:
• Angka D-W di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif
• Angka D-W di antara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi
• Angka D-W di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif.
2. Multikolinear itas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model
regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel
independen. Jika variabel saling berkorelasi, maka variabel ini tidak
ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai
korelasinya antar sesame variabel independen sama dengan nol.
Menurut Santoso (2002 : 206 ) model regresi bebas dari
multikolinearitas bila :
• Variance inflation factor (VIF) disekitar angka 1 atau lebih kecil dari 10
3. Heteroskedastisitas
Heteroskedatisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari residual suatu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Jika variance dari residual suatu pengamat ke
pangamat yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas. Dan jika
berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah model
yang bersifat homoskedastisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas.
Menurut Santoso (2002 : 301) deteksi adanya heteroskedastisitas
adalah :
a. Nilai probabilitas > 0,05 berarti bebas dari heteroskedastisitas.
b. Nilai probabilitas , 0.05 berarti terkena heteroskedastisitas.
3.4.3. Teknik Analisis
Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan
pendekatan Ordinary Least Square (OLS). Analisis regresi pada
dasarnya adalah studi mengenai ketergantungan variabel dependen
3.4.4. Uji Hipotesis
1. Uji F
Uji F digunaka untuk menguji kecocokan model regresi
variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y), dengan prosedur
sebagai berikut :
a. Hipotesis
H0 : β 1 = β 2 = β 3 = 0 ( Model regresi tidak cocok )
H1 : β 1 = β 2 = β 3 ≠ 0 ( Model regresi cocok )
b. Level of signifikan (α) = 0,05
c. Ketentuan Pengujian:
1. Jika tingkat signifikan (p- value ) > 0,05 maka H0 diterima
dan H1 ditolak.
2. Jika tingkat signifikan (p- value ) < 0,05 maka H0 ditolak
dan H1 diterima.
2. Uji t
Uji t dapat digunakan untuk menguji signifikan atau tidaknya
pengaruh antara variabel independen secara parsial terhadap
variabel dependen, digunakan uji t dengan prosedur sebagai berikut:
a. Hipotesis
H1: β i ≠ 0 ( secara parsial terdapat pengaruh positif variabel
bebas terhadap variabel terikat ).
Dimana I : 1,2,3,4
b. Level of signifikan (α ) = 0,05
c. Ketentuan pengujian :
1. Jika tingkat signifikansi (p-value) > 0,005 maka H0 diterima
dan H1 ditolak.
2. Jika tingkat signifikan ( p-value) < 0,05 maka H0 ditolak dan
4.1 Deskr ipsi Objek Penelitian
4.1.1 Sejara h PT. Bur sa Efek Indonesia ( BEI )
PT Bursa Efek Indonesia ( BEI ) pertama kali berdiri pada abad 19,
dimana pada waktu itu berada pada zaman pemerintahan Hindia Belanda,
kemudian dibentuk ulang melalui Undang – Undang Republik Indonesia No. 15
tahun 1952. Selama dua dasawarsa kemudian, BEI mengalami pasang surut
yang ditandai pula oleh pemberhentian kegiatan sepanjang dekade 60-an dan
awal 70-an, pada tahun 1977 pemerintah Indonesia menghidupkan kembali BEI
dengan mencatatkan saham 13 perusahaan PMA. Namun demikian, baru sekitar
akhir dekade 80-an dan awal 90-an, BEI benar – benar berkembang menjadi
bursa efek seperti yang kita kenal sekarang.
Bursa Efek Indonesia (BEI) terus berkembang seiring bertambahnya
zusia, dan keadaan pun semakin menunjukkan bahwa efek/ saham semakin
banyak peminatnya, dilihat dari kapitalisasinya yang terus bertambah dari
tahun-tahun sebelumnya dan juga perkembangan data Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG). Pada tahun 2008-2011, Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG) mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Pada tahun 2008,
Desember 2009 ditutup pada titik tertingginya sepanjang tahun 2009 yaitu
2.534,356 dan IHSG juga mencatat kenaikan tertinggi kedua di kawasan Asia
Pasifik pada tahun 2009. Pada tahun 2010, Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG) resmi ditutup menguat tipis 4,295 poin (0,12%) ke level 3.703,512 dan
IHSG mencatat kinerja terbaik pada tahun 2010 dibandingkan dengan
indeks-indeks saham lain di Kawasan Asia Pasifik. Hingga tahun 2011, Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG) bisa mencapai 3.821,99 pada penutupan perdagangan
hari terakhir tahun 2011 yang mengalami peningkatan dari penutupan tahun
lalu. (http://id.wikipedia.org/wiki/Indeks_Harga_Saham_Gabungan)
Dengan mempertimbangkan pertumbuhan industri Pasar Modal
Indonesia beberapa tahun terakhir yang sedemikian pesat, Bursa Efek Indonesia
(BEI) berencana melakukan pemutakhiran sistem Jakarta Automated Trading
System (JATS) yang telah beroperasi selama 13 tahun terakhir, dengan sistem
baru yang akan mampu menangani semua produk finansial (saham, obligasi dan
derivatif) dalam satu platform. Pertimbangan melakukan pemutakhiran sistem
tersebut selain untuk mengantisipasi perkembangan pasar ke depan adalah
untuk memberikan kemudahan dan efisiensi operasi perdagangan di Bursa dan
memperoleh sistem yang berbasis teknologi terkini. Dengan sistem baru
tersebut penyebaran informasi perdagangan dan pengawasan terhadap semua
produk yang diperdagangkan di Bursa dapat dilakukan secara terpadu.
Bursa kompetitif dengan kredibilitas tingkat dunia.
(
http://look29.wordpress.com/2008/08/04/pembaruan-sistem-perdagangan-di-pt-bursa-efek-indonesia/ )
Selain itu adanya Pendirian Pojok BEI dimaksudkan untuk
mengenalkan Pasar Modal sejak dini dalam dunia akademis. Saat ini pendirian
Pojok BEI berkonsep 3 in 1 (kerjasama antara BEI, Universitas dan Perusahaan
Sekuritas) sehingga diharapkan civitas akademika tidak hanya mengenal Pasar
Modal dari sisi teori saja akan tetapi dapat langsung melakukan
prakteknya.(www.idx.co.id).
4.1.2. Ga mbar an Umum Per usa haan Sampel
Perusahaan dibidang food and beverages merupakan salah satu
contoh dari sekian banyak perusahaan yang bergerak dalam bidang produksi
makanan. Kegiatan utama dari perusahaan food and beverages adalah
mengolah bahan makanan menjadi hidangan yang menarik dan mempunyai
kualitas rasa yang baik, untuk kemudian memberikan pelayanan terbaik
Modal Ta hun 2008 - 2011
Sumber : Lampira n 4.1
No. Nama Perusahaan Kode Tahun Modal
2008 390.655.676.312 2009 428.442.451.764 2010 575.762.727.845 2011 1.832.817.000.000 2008 519.768.305.000 2009 590.226.233.000 2010 577.667.914.000 2011 572.935.427.000 2008 8.498.749.000.000 2009 10.155.495.000.000 2010 16.784.671.000.000 2011 31.610.225.000.000 2008 344.178.000.000 2009 105.211.000.000 2010 471.221.000.000 2011 530.268.000.000 2008 1.245.109.325.465 2009 1.581.755.458.427 2010 1.991.294.908.556 2011 2.424.669.292.434 2008 100.665.394.100 2009 113.467.922.079 2010 118.301.454.013 2011 122.900.348.177 2008 363.436.877.436 2009 404.509.244.789 2010 447.140.003.889 2011 490.065.156.836 2008 1 .135.323.598.598 2009 1.191.583.178.276 2010 1.297.952.719.759 2011 1.402.446.699.852 2008 92.978.723.576 2009 125.428.541.735 2010 138.347.566.368 2011 206.289.106.038 2008 4.615.204.234.193 2009 4.795.878.010.531 2010 5.829.703.000.000 2011 7.335.552.000.000 2008 4.810.594.753 2009 17.070.029.514 2010 36.419.163.734 2011 70.211.826.026
PT. Pioneerindo Gourmet Internasional, Tbk
AISA
DLTA
INDF
MLBI PT. Tiga Pilar Sejahtera Food, Tbk
PT. Delta Jakarta, Tbk
PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk
PT. Multi Bintang Indonesia, Tbk
PT. Mayora Indah, Tbk
PT. Sekar Laut, Tbk
PSDN
SMART PT. Siantar Top, Tbk
PT. Ultrajaya Milk Industry dan Training Company, Tbk
PT. Prasidha Aneka Niaga, Tbk
sampel selama periode penelitian 2008-2011 adalah PT. Indofood Sukses
Makmur, Tbk yaitu sebesar 31.610.225.000.000 yang terjadi pada tahun 2011.
Sedangkan modal terendah adalah PT. Pioneerindo Gourmet Internasional, Tbk
yaitu sebesar 70.211.826.026 yang juga terjadi pada tahun 2011.
Tabel 4.2 Data Per usahaan Food and Bever ages Ber dasar kan Per kemba ngan
Aset Tahun 2008 - 2011
No. Nama Perusahaan Kode Tahun aset
2008 1.016.957.755.151 2009 1.347.036.482.667 2010 1.936.949.441.138 2011 3.590.309.000.000 2008 698.296.738.000 2009 760.425.630.000 2010 708.583.733.000 2011 696.166.676.000 2008 39.594.264.000.000 2009 40.382.953.000.000 2010 47.275.955.000.000 2011 53.585.933.000.000 2008 941.389.000.000 2009 993.465.000.000 2010 1.137.082.000.000 2011 1.220.813.000.000 2008 2.922.998.415.036 2009 3.246.498.515.952 2010 4.399.191.135.535 2011 6.599.845.533.328 2008 201.003.449.401 2009 196.186.028.659 2010 199.375.442.469 2011 214.237.879.424 2008 626.749.784.472 2009 548.720.445.825 2010 649.273.975.548 2011 934.765.927.864 2008 1 .740.646.379.006 2009 1 .732.701.994.634 2010 2.006.595.762.260 2011 2.179.181.979.434 2008 286.965.007.378 2009 353.628.509.667 2010 414.611.350.180 2011 421.366.403.319 2008 10.025.915.920.087 2009 10.210.594.909.953 2010 12.475.642.000.000 2011 14.721.899.000.000 2008 81.755.257.118 2009 90.667.258.170 2010 109.008.910.124 2011 133.432.783.525
10 PT. Sinar Mas Argo Resources and Technologi, Tbk SMART
11 PT. Pioneerindo Gourmet Internasional, Tbk PTSP 8 PT. Ultrajaya Milk Industry dan Training Company, Tbk ULTJ
9 PT. Prasidha Aneka Niaga, Tbk PSDN
6 PT. Sekar Laut, Tbk SKLT
7 PT. Siantar Top, Tbk STTP
PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk INDF
4 PT. Multi Bintang Indonesia, Tbk MLBI
5 PT. Mayora Indah, Tbk MYOR
1 PT. Tiga Pilar Sejahtera Food, Tbk AISA
2 PT. Delta Jakarta, Tbk DLTA
Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa aset tertinggi perusahaan
sampel selama periode penelitian 2008-2011 adalah PT. Indofood Sukses
Makmur, Tbk yaitu sebesar 53.585.933.000.000 yang terjadi pada tahun 2011.
Sedangkan aset terendah adalah PT. Pioneerindo Gourmet Internasional, Tbk yaitu
Penjualan Tahun 2008 - 2011
Sumber : Lampira n 4.1
Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa penjualan tertinggi
perusahaan sampel selama periode penelitian 2008-2011 adalah PT. Indofood
Sukses Makmur, Tbk yaitu sebesar 45.332.256.000.000 yang terjadi pada tahun
No. Nama Perusahaan Kode Tahun penjualan
2008 489.171.670.400 2009 533.194.383.227 2010 705.219.823.456,00 2011 1.752.802.000.000 2008 673.769.675.000 2009 740.680.667.000 2010 547.816.338.000 2011 564.051.178.000 2008 38.799.279.000.000 2009 37.140.830.000.000 2010 38.403.360.000.000 2011 45.332.256.000.000 2008 1.325.661.000.000 2009 1.616.264.000.000 2010 1.790.164.000.000 2011 1.858.750.000.000 2008 3.907.674.046.231 2009 4.777.175.386.540 2010 7.224.164.991.859 2011 9.453.865.992.878 2008 27.866.533.105 2009 276.312.034.061 2010 30.337.836.730 2011 1.027.683.999.319 2008 624.400.880.523 2009 627.114.839.010 2010 762.612.830.093 2011 1.027.683.999.319 2008 1.362.606.580.492 2009 1.613.927.991.404 2010 1.880.411.473.916 2011 2.102.383.741.532 2008 713.113.854.932 2009 592.358.364.380 2010 928.526.978.567 2011 1.246.290.753.836 2008 1 .357.092.861.553 2009 14.201.230.455.621 2010 20.265.425.000.000 2011 31.676.219.000.000 2008 99.087.358.730 2009 109.294.311.483 2010 118.869.035.585 2011 292.477.518.944 10 PT. Sinar Mas Argo Resources and Technologi, Tbk SMART
11 PT. Pioneerindo Gourmet Internasional, Tbk PTSP 8 PT. Ultrajaya Milk Industry dan Training Company, Tbk ULTJ
9 PT. Prasidha Aneka Niaga, Tbk PSDN
6 PT. Sekar Laut, Tbk SKLT
7 PT. Siantar Top, Tbk STTP
PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk INDF
4 PT. Multi Bintang Indonesia, Tbk MLBI
5 PT. Mayora Indah, Tbk MYOR
1 PT. Tiga Pilar Sejahtera Food, Tbk AISA
2 PT. Delta Jakarta, Tbk DLTA
27.866.533.105yang juga terjadi pada tahun 2008.
Tabel 4.4 Data Per usahaan Food and Bever ages Ber dasar kan Per kemba ngan Laba Tahun 2008 – 2011
Sumber : Lampira n 4.1
No. Nama Perusahaan Kode Tahun Laba
2008 37.455.922.334 2009 37.786.775.452 2010 75.234.571.191 2011 149.951.000.000 2008 83.754.358.000 2009 126.504.062.000 2010 139.566.900.000 2011 151.715.042.000 2008 1.034.389.000.000 2009 2.075.861.000.000 2010 2.952.858.000.000 2011 5.017.425.000.000 2008 222.307.000.000 2009 340.458.000.000 2010 21.021.000.000 2011 24.074.000.000 2008 192.230.049.693 2009 372.157.912.334 2010 484.086.202.515 2011 483.826.229.688 2008 4.271.023.656 2009 12.802.527.979 2010 4.833.531.934 2011 42.675.154.847 2008 4.816.495.973 2009 41.072.367.353 2010 42.630.759.100 2011 42.675.154.847 2008 303.711.501.204 2009 6 1.152.852.190 2010 107.123.243.835 2011 101.323.273.593 2008 9.448.209.908 2009 32.449.818.159 2010 12.919.024.633 2011 23.858.490.558 2008 1.046.389.267.147 2009 748.495.100.129 2010 1.260.513.000.000 2011 1.790.735.000.000 2008 4.287.122.917 2009 10.948.539.057 2010 15.766.633.385 2011 29.954.036.853 10 PT. Sinar Mas Argo Resources and Technologi, Tbk SMART
11 PT. Pioneerindo Gourmet Internasional, Tbk PTSP 8 PT. Ultrajaya Milk Industry dan Training Company, Tbk ULTJ
9 PT. Prasidha Aneka Niaga, Tbk PSDN
6 PT. Sekar Laut, Tbk SKLT
7 PT. Siantar Top, Tbk STTP
PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk INDF
4 PT. Multi Bintang Indonesia, Tbk MLBI
5 PT. Mayora Indah, Tbk MYOR
1 PT. Tiga Pilar Sejahtera Food, Tbk AISA
2 PT. Delta Jakarta, Tbk DLTA
sampel selama periode penelitian 2008-2011 adalah PT. Indofood Sukses
Makmur, Tbk yaitu sebesar 5.017.425.000.000 yang terjadi pada tahun 2011.
Sedangkan laba terendah adalah PT. Sekar Laut, Tbk yaitu sebesar 4.271.023.656
yang juga terjadi pada tahun 2008.
4.2 Deskr ipsi Hasil Penelitian
Data yang digunakan dalam analisis ini adalah 44 laporan keuangan
yang diterbitkan oleh 11 perusahaan Food and Beverage yang go public di
Bursa Efek Indonesia ( BEI ) yang dijadikan sampel dalam penelitian ini
periode 2008 – 2011 yaitu PT. Tiga Pilar Sejahtera Food, Tbk, PT. Delta
Jakarta, Tbk, PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk, PT. Multi Bintang
Indonesia, Tbk, PT. Mayora Indah, Tbk, PT. Sekar LAut, Tbk, PT. Siantar
Top, Tbk, PT. Ultrajaya Milk Industry dan Training Company, Tbk, PT.
Prasidha Aneka Niaga, Tbk, PT. Sinar Mas Argo Resources and tecnologi,
tbk, PT. Pioneerindo Gourmet Internasional, Tbk.
4.2.1 Var iabel Ins