• Tidak ada hasil yang ditemukan

commit to user BAB II A. KAJIAN TEORI 1. Tinjauan Anak Tunagrahita a. Pengertian Anak Tunagrahita

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "commit to user BAB II A. KAJIAN TEORI 1. Tinjauan Anak Tunagrahita a. Pengertian Anak Tunagrahita"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user BAB II

A. KAJIAN TEORI 1. Tinjauan Anak Tunagrahita

a. Pengertian Anak Tunagrahita

Anak tunagrahita bagi sebagian orang disebut sebagai anak yang bodoh dan idiot bahkan ada yang menyebutnya sebagai orang gila karena tingkah laku anak tunagrahita yang tidak sesuai dengan perkembangan anak normal pada umumnya.

Untuk mengetahui pengertian anak tunagrahita, banyak ahli yang mengemukakannya. Bratanata (dalam Effendi, 2006:88) menyatakan pendapatnya sebagai berikut:

Sesorang dikatakan mengalami kelainan mental subnormal atau tunagrahita, jika ia memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya (dibawah normal), sehingga untuk meniti tugas perkembanganya dibutuhkan bantuan atau layanan yang spesifik termasuk didalam pendidikannya.

American Association on Mental Retardation mendefinisaikan anak keterbelakangan mental adalah anak-anak yang memiliki fungsi dibawah rata-rata secara bermakna, terlihat memiliki kesulitan dalam perilaku adaptif yang dimunculkan melalui kesulitan membuat konsep, ketrampilan sosial dan praktik perilaku adaptif dan terjadi pada rentang usia perkembangan yaitu dibawah 18 tahun. Definisi yang senada juga dikemukakan oleh Dhelpie (2006) menyatakan:

individu yang memenuhi mental retardation memenuhi dua kriteria yaitu keterbelakangan atau kekurangan dalam adaptasi tingkah laku dan kekurangan penyesuaian diri dalam lingkungan di ukur dengan taraf usia kalender yang telah di capai seorang anak. Keterbelakangan tersebut meliputi komunikasi, menolong diri sendiri, ketrampilan kehidupan di keluarga, ketrampilan sosial kebiasaan di masyarakat, pengarahan diri, menjaga kesehatan dan keamanan diri, akademik fungsional, waktu luang dan kerja (hlm. 88).

(2)

Menurut Abdurahman (2003: 19) “anak tuangrahita adalah lemah dalam berpikir atau bernalar. Kurangnya kemampuan anak dalam berpikir dan bernalar mengakibatkan kemampuan belajar, dan adaptasi sosial berada dibawah rata - rata”. Effendi (2006) berpendapat “anak tunagrahita adalah anak yang diidentifikasikan memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya sehingga dalam perkembangnya membutuhkan bantuan dan layanan khusus, termasuk didalamnya layanan pendidikan dan bimbingan”(hlm.9).

Dari definisi beberapa di atas dapat disimpulkan anak tunagrahita adalah anak yang memiliki intelektual berada dibawah rata-rata anak normal sehingga terjadi hambatan dalam kognitif, penyesuaian diri,adaptasi dan sosial yang terjadi pada usia perkembangan. Hambatan anak tunagrahita selain dalam hal akademik juga termasuk kesulitan dalam mengurus diri sendiri dan bantu diri, memahami hal-hal yang kompleks serta ketrampilan penyesuaian diri dengan sosial dimasyarakat.

b. Karakteristik Anak Tunagrahita

Karakteristik merupakan ciri yang melekat dan dimiliki oleh individu atau objek tetentu. Dibawah ini terdapat beberapa karakteristik anak tunagrahita menurut ahli. Karakteristik anak tunagrahita menurut Effendi (2006) adalah :

1) Tunagrahita Mampu Didik

Anak tunagrahita ringan masih mampu melakukan aktivitas akademik seperti membaca, menulis dan berhitung sederhana. Serta masih mampu melakukan ketrampilan sederhana.

2) Tunagrahita Latih

Belajar mengurus diri sendiri, belajar menyesuaikan dilingkungan rumah serta memperlajari kegunaan ekonomi dirumah maupun dilembaga kerja.

3) Tunagrahita Mampu Rawat

Tidak mampu mengurus diri sendiri dan membutuhkan pertolongan orang lain sepanjang hidup.

(3)

Selain itu Yamin dan Sanan (2013: 167) berpendapat karakteristik anak tunagrahita sebagai berikut :

1) Secara kognitif memiliki IQ dibawah rata-rata anak normal. Dari penggolongan IQ dapat dikategorikan sebagai berikut :

a) Keterbelakangan mental ringan (IQ = 55-69) b) Keterbelakangan mental sedang (IQ = 40-54) c) Keterbelakangan mental berat ( IQ = 25-39)

Dengan derajat keterbelakangan mental yang berbeda maka kemampuan yang dimiliki anak berbeda serta pelayanan yang diberikan juga berbeda.

2) Secara sosial banyak anak yang mengalami hambatan dalam bersosialisasi dengan masyarakat maupun lingkungan sekitar.

3) Tingkah laku adaptif nya mengalami gangguan terutama dalam hal komunikasi, merawat diri sendiri, ketrampilan sosial, kehidupan sehari-hari, menikmati waktu senggang, kesehatan dan keselamatan diri, kemampuan mengarahkan diri, fungsi akademis dan keterlibatan dimasyarakat.

4) Secara emosional anak tunagrahita sering mengalami depresi dan kesepian 5) Secara fisik dan medis biasanya tidak berbeda dengan anak normal.

Menurut Page dalam (Amin:1995) menguraikan karakteristik anak tunagrahita secara umum sebagai berikut :

1) Dalam hal kecerdasan, kapasitas belajar anak tunagrahita sangat terbatas.

Mereka mengalami hambatan dalam memahami hal-hal yang bersifat abstrak. Anak tunagrahita lebih banyak belajar dari membeo (rote learning) dibandingkan dari pengertian.

2) Dalam kehidupan sosial anak tunagrahita tidak mampu mengurus, memelihara dan memimpin diri. Saat kanak-kanak mereka harus dibantu secara terus menerus, disingkirkan dari bahaya dan diawasi saat bermain bersama teman yang lain.

3) Mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian, mudah lupa, dan sukar untuk mengingat-ingat. Mereka menghindari berpikir, tidak dapat berasosiasi dan memiliki kreativitas yang rendah.

4) Perkembangan dan dorongan emosi anak tunagrahita sesuai tingkat ketunagrahita yang disandangnya. Kehidupan emosinya lemah, mereka jarang menghayati perasaan bangga, tanggung jawab dan hak sosial.

5) Kemampuan berjalan berbicara anak tunagrahita mengalami keterlambatan dibandingkan dengan anak normal dan beberapa anak tunagrahita memiliki masalah dengan berbicara.

(4)

Dari beberapa pendapat ahli mengenai karakteritik anak tunagrahita di atas, dapat ditarik kesimpulan mengenai karakteritik anak tunagrahita, yaitu :

1) Segi kognitif, anak tunagrahita memiliki hambatan dalam hal kecerdasan.anak tunagrahita memiliki IQ dibawah rata-rata anak normal. Dalam kemampuan berpikir anak tunagrahita mengalami kesulitan dalam hal-hal yang abstrak, kompleks serta mengalami kesulitan untuk memfokuskan perhatian. Serta memilki tingkatan kreativitas yang sangat rendah.

2) Segi sosial, anak tunagrahita mengalami hambatan dalam bersosialisasi dilingkungan luas. Mereka mengalami kesulitan dalam hal adaptasi seperti mengurus dan memelihara diri sendiri, menghindari bahaya. Kesulitan yang kedua dalam hal penyesuain diri, seperti bersosilisasi dengan masyarakat luas, memimpin diri dll.

3) Segi fisik dan kesehatan, secara keseluruhan fisik anak tunagrahita tidak berbeda jauh dengan anak normal meski beberapa anak tunagrahita mengalami gangguan bicara.

4) Segi emosi, beberapa anak tunagrahita mengalami kesepian dan depresi akibat ketidakmampuan dalam hal bersosialisasi dengan lingkunag yang luas.

c. Penyebab Tunagrahita

Faktor penyebab tuna grahita diklasifikasikan para ahli sesuai dengan sudut pandang masing-masing, namun secara garis besar pada prinsipnya sama. Berikut penjelasan etiologi dan beberapa pendapat. Menurut Amin (1995: 62) secara garis besar ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang menjadi tuna grahita antara lain:

1) Faktor keturunan.

2) Gangguan metabolisme dan gizi.

3) Infeksi dan keracunan.

4) Trauma dan zat radioaktif.

5) Masalah pada kelahiran.

6) Faktor lingkungan.

(5)

Selain itu Smith (2006: 113) menjelaskan beberapa faktor yang menjadi penyebab tunagrahita, diantaranya :

1) Penyebab Genetik dan Kromosom

Terbelakang mental yang disebabkan oleh faktor genetic dapat disebabkan oleh Phenylketonuria. suatu kondisi yang disebabkan oleh keturunan dari dua gen terpendam dari orang tua.

2) Penyebab Pada Pra Kelahiran

Penyebab pada masa pra kelahiran terjadi setelah pembuahan sebelum kelahiran. Akibat yang paling merusak adalah penyakit rubella pada janin, penyakit syphilis dan infeksi kelamin yang dapat merusak otak. Selain itu wanita hamil yang mengkonsumsi alkohol dapat merusak janin.

3) Penyebab Pada Saat Kelahiran

Masalah utama saat kelahiran yang mungkin menyebabkan terbelakang mental adalah prematur. Terbelakang mental juga dapat disebabkan oleh masalah selama proses kelahiran bayi.

4) Penyebab Selama Masa Perkembangan Anak dan Remaja

Terbelakang mental dapat terjadi pada masa perkembangan, penyebabnya diataranya adalah radang selaput otak (meningitis) atau radang otak (encephalitis) yang tidak ditangani secara dini dan sungguh- sungguh sehingga merusak otak. Selain itu kecelakaan , keracunan yang terjadi di lingkungan juga dapat merusak otak.

Sedangkan Martin (Wantah :2007) menyebutkan bahwa penyebab tunagrahita diantaranya adalah :

1) Keturunan

Keterbelakangan mental disebabkan oleh kelainan yang diwariskan oleh kelainan pada gen seperti fragile X Syndrome, kerusakan pada kromosom yang menentukan jenis kelamin, biasanya mewarisi keterbelakangan mental.

2) Sebelum Lahir

Anak yang mengalami keterbelakangan mental disebabkan karena pada usia 12 minggu ibu sering mengkonsumsi alkohol. Selain itu infeksi rubella, tekanan darah tinggi pada ibu atau keracunan pada darah.

3) Kerusakan Pada Waktu Lahir

Kerusakan pada waktu lahir seperti kelainan fisik dari kepala, otak dan sistem syaraf pusat dapat menyebabkan keterbelakangan mental.

4) Penyakit dan Luka pada Masa Kanak - Kanak

Berbagai penyakit yang diderita pada masa kanak-kanak dapat menyebabkan keterbelaknagan mental. Jenis - jenis penyakit seperti hyperthyroidism,

(6)

whoping cough, chickenpox, measles dan Hib dapat menyebabkan keterbelakangan mental jika tidak dirawat dengan cepat.

5) Faktor Lingkungan

Lingkungan akan sangat mempengaruhi akan tumbuh kembang anak.

walaupun anak terlahir normal jika tidak diberikan rangsangan fisik dan mental yang diperlukan untuk perkembangan, maka dapat terjadi keterbelakangan mental.

Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa penyebab tunagrahita adalah :

1. Faktor genetik atau kromosom 2. Faktor sebelum kelahiran 3. Faktor saat kelahiran 4. Faktor lingkungan.

d. Dampak Tunagrahita

Tunagrahita merupakan keadaan dimana individu memiliki keterbatsan dalam hal kognitif dan sosial. Keadaan tersebut, tentu akan membawa dampak terhadap kehidupan individu anak tunagrahita maupun keluarga. Dengan keterbatasan yang dialami anak tunagrahita menimbulkan berbagai dampak, menurut Amin (1995: 41) permasalahan yang terjadi pada anak tungarahita dalam segi pendidikan diantaranya adalah :

1) Masalah dalam Kehidupan Sehari - hari

Masalah ini berkaitan dengan pemeliharaan diri dan kesehatan diri. Dengan adanya keterbatasan intelektual anak tunagrahita menimbulkan kesulitan dalam pemeliharaan diri sendiri dalam kehidupan sehari - hari. Masalah yang sering ditemui diantaranya adalah cara makan , menggosok gigi, memakai baju, memasang sepatu, dll

2) Masalah Kesulitan Belajar

Keterbatsan anak tunagrahita dalam hal intelegensi, tentu akan berdampak pada kesulitan belajar akademik. Masalah yang sering muncul diantaranya adalah kesulitan menangkap pelajaran, kesulitan dalam belajar yang baik, mencari metode yang tepat, kemampuan berpikir abstrak yang terbatas dan daya ingat yang lemah.

3) Masalah Penyesuaian Diri

(7)

Kemampuan penyesuaian diri denga lingkungan dipengaruhi oleh tingkat kecerdasan karena anak tunagrahita memilki IQ dibawah rata-rata maka dalam kehidupan bersosialisasi mengalami hambatan. Di samping itu anak tunagrahita dalam kehidupan masyarakat memiliki kecenderungan untuk diisolir atau dijauhi oleh lingkungan. Tentu hal tersebut akan berpengaruh terhadap pembentukan pribadi anak. Akibat nya anak akan mengalami ketidakmampuannya dalam menyesuaikan diri baik terhadap tuntutan sekolah, keluarga, masyarakat maupun dirinya sendiri.

4) Masalah Penyaluran ke Tempat Kerja

Kecenderungan anak tunagrahita yang masih bergantung pada keluarga dan masih sangat sedikit sekali yang sudah dapat hidup mandiri secara ekonomi.

Dengan demikian perlu disadari betapa pentingnya masalah penyaluran tenaga kerja tunagrahita. Sebab setelah mengikuti program pendidikan banyak anak tungarhita yang masih menggantungkan dan membebani keluraga.

5) Masalah Gangguan Kepribadian dan Emosi

Kondisi anak tungarhita yang mengalami gangguan mental, mengakibatkan anak tunagrahita kurang memiliki kemampuan berpikir, keseimbangan pribadinya kurang stabil. Kondisi demikina dapat dilihat dari tingkah lakunya sehari-hari seperti gerakan yang hiperaktif, mudah marah dan tersinggung, suka mengganggu orang lain disekitarnya dll.

Hal senada juga dikemukaan oleh Effendi (2006) mengenai dampak anak tunagrahita dalam hal pendidikan yang menyatakan :

Dampak ketunagrahitaan adalah adanya gangguan fungsi kognitif pada anak tungarahita yaitu terjadi kelemahan pada salah satu atau lebih pada proses persepsi, ingatan, pengembangan ide, penilaian dan penalaran. Oleh sebab itu , meski usia kalender anak tunagrahita sama dengan anak normal, namun prestasi yang diraih berbeda (hlm.98).

Berbeda dengan beberapa pendapat di atas, Somantri (2006:117) menjelaskan dampak tunagrahita terhadap keluarga khusunya orang tua, setelah mengetahui anak mereka mengalami kecacatan orang tua memiliki perasaan dan tingkah laku yang berbeda-beda,diantaranya :

1) Perasaan melindungi anak secara berlebihan, yaitu melindungi anak secara biologis dan perubahan emosi yang tiba-tiba. Perubahan emosi ini mendorong orang tua untuk menolak kehadiran anak dengan bersikap dingin, menolak dengan rasionalitas, merasa berkewajiban untuk memelihara namun dengan sikap yang dingin dan memelihara secara berlebihan sebagai kompensasi menolak.

(8)

2) Ada perasaan bersalah melahirkan anak berkelainan, kemudian muncul beberapa praduga berlebihan seperti merasa ada yang tidak beres dengan keturunan dan merasa kurang mampu untuk mengasuhnya.

3) Kehilangan kepercayaan akan mempunyai anak yang normal.

4) Terkejut dan kehilangan kepercayaan diri, kemudian berkonsultasi mendapat berita-berita yang lebih baik.

5) Beberapa orang tua merasa berdosa. Perasaan yang kompleks akan mengakibatkan depresi.

6) Orang tua menjadi bingung dan malu, sehingga kurang berosisalisasi dengan masyarakat disekitar.

Dari beberapa pendapat di atas, kesimpulan mengenai dampak tunagrahita dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

1) Dampak terhadap individu anak tunagrahita

Dampak terhadap individu anak tunagrahita itu sendiri diantaranya permasalahan dalam hal akademis, masalah kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan mengurus dan memelihara diri sendiri, kemampuan anak dalam beradaptasi dengan kehidupan sosial disekitarnya, masalah penyaluran kerja ketika anak mulai dewasa serta perkembangan emosi anak yang terganggu.

2) Dampak terhadap orang tua atau keluarga anak tunagrahita

Orang tua anak tunagrahita akan memiliki perasaan yang berbeda ketika mengetahui anaknya terlahir cacat. Beberapa orang tua akan mengalami rekasi diantaranya menolak kehadiran anak, menerima keadaan anak namun dengan perasaan bersalah bahkan dengan keadaan anak tunagrahita dapat mempengaruhi kehidupan sosial orang tua terhadap lingkungan sekitar.

2. Tinjauan Kemandirian a. Pengertian Kemandirian

Kata kemandirian berasal dari kata dasar diri yang berarti bahwa kemandirian tidak dapat dilepaskan dari pembahasan mengenai perkembangan diri itu sendiri. Secara umum kemandirian dapat diartikan sikap / sifat kondisi

(9)

seseorang tanpa ketergantungan pada orang lain. Perilaku mandiri adalah perilaku memelihara hakikat eksistensi diri (Ali dan Anshori : 2004).

Ericson juga berpendapat mengenai hal yang sama bahwa kemandirian adalah usaha untuk melepaskan diri dari orang tua dengan tujuan untuk mencari identitas diri yaitu menuju individu yang bebas dan berdiri sendiri (Desmita,2012:185).

Pendapat lain menjelaskan bahwa kemandirian sebagai berikut:

secara naluriah anak mempunyai dorongan untuk berkembang dari posisi dependent (ketergantungan) keposisi independent (bersikap mandiri).

Anak yang mandiri akan bertindak dengan percaya diri dan tidak selalu bergantung pada orang lain” (Yusuf, 2002:124).

Hal senada juga dijelaskan oleh Yamin dan Sanan (2013) bahwa

“Kemandirian adalah keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain, mampu bersosialisasi, dapat melakukan aktivitasnya sendiri, dapat membuat keputusan sendiri dalam tindakannya dan dapat berempati dengan orang lain” (hlm.63).

Menurut Putra dan Jannah (2013) kemandirian anak adalah suatu sikap otonomi dimana peserta didik secara relatif bebas dari penilaian, pendapat dan keyakinan orang lain serat diharapka peserta didik mampu bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kemandirian merupakan usaha melepaskan diri dari orang tua maupun orang lain untuk menuju individu yang melakukan sesuatu, memyelesaikan masalah secara mandiri sehingga individu memiliki rasa percaya diri, bertanggung jawab serta mampu berempati.

b. Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian

Kemandirian didapatkan oleh seseorang tidak secara naluriah.

Beberapa faktor berpengaruh terhadap terbentuknya kemandirian seseorang .

(10)

Ali dan Anshori (2004) menyatakan kemandirian dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya :

1) Orang tua

Orang tua yang memiliki tingkat kemandirian tinggi sering kali menurunkan anak yang memiliki kemandirian tinggi.

2) Pola Asuh Orang Tua

Cara orang tua mendidik akan mempengaruhi perkembangan kemandirian anak. Perilaku yang diterapkan orang tua dalam mendidik anak akan mempengaruhi perilaku anak dalam melakukan aktivitasnya.

3) Sistem Pendidikan disekolah

Proses pendidkan yang ada disekolah akan mempengaruhi kemandirian anak.

sekolah yang mengembangkan demoktarisasi pendidikan akan membantu anak dalam mengembangkan kemandirian. begitu pula dengan sekolah yang cenderung indroktinasi tanpa argumentasi akan menghambat perkembangan kemandirian.

4) Sistem Kehidupan di Masyarakat

Sistem masyarakat yang terlalu menekankan pentingnya hierarki struktur sosial, merasa kurang aman akan menghambat kelancaran perkembangan kemandirian.

Mengenai fakto yang mempengaruhi kemandirian Walgito (2010) menyatakan :

faktor - faktor yang mempengaruhi kemandirian dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor Indogen yaitu faktor yang berasal dari diri sendiri yang terdiri dari Faktor fisiologis adalah keadaan fisik anak dan faktor psikologis yaitu keadaan minat anak, kecerdasan anak, bakat dan perilaku anak.sedangkan Faktor eksogen yaitu faktor yang berasal dari luar diri sendiri terdiri dari faktor yang berasal dari keluarga dan faktor yang berasal dari masyarakat yaitu lingkungan tempat tinggal dan pergaulan baik secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi sikap kemandirian seseorang (hlm.48).

Dari kedua pendapat ahli di atas, dapat ditarik kesimpulan faktor yang memepengaruhi kemandirian dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor internal yang berasal dari sendiri dan faktor eksternal yang berasal dari luar diri seseorang.

(11)

c. Jenis - jenis Kemandirian

Kemandirian seseorang dapat dibedakan menjadi beberapa macam sesuai dengan aspeknya, Menurut Yaman dan Sanan (2013: 80) terdapat 6 jenis kemandirian, diantaranya adalah kemandirian sosial dan emosi yaitu kesiapan seorang anak dalam menghadapi lingkungan dengan banyak karakter yang kemudian akan mereka contoh. Anak dituntut untuk dapat melakukan pemisahan, transisi dan bekerjasama dengan orang lain . Kemandirian fisik dan fungsi tubuh yaitu kemandirian dalam hal memenuhi kebutuhan seperti kebutuhan anak untuk makan secara mandiri anak harus mampu makan sendiri. Anak membiasakan memakai pakaian sendiri dan membersihkan diri.

Kemandirian Intelektual adalah kemandirian anak untuk dapat belajar secara mandiri. Kemandirian anak dapat dilihat dari bagaimana anak dapat menyelesaikan tugas sekolahnya sendiri. Kemandirian Belajar yaitu menggunakan lingkungan belajar dan kemampuan anak untuk mengekspresikan apa saja yang disukainya. Kemandirian membuat keputusan dan pilihan serta yang terkahir adalah refleksi belajar yaitu mengajarkan anak untuk refleksi dari apa yang telah ia lakukan.

Pendapat yang sama juga dikemukakan Havighurst (Desmita,2012:186) yang membedakan kemandirian atas empat bentuk kemandirian yaitu :

1) Kemandirian emosi yaitu kemampuan mengontrol emosi sendiri.

2) Kemandirian ekonomi yaitu kemampuan mengatur ekonomi sendiri 3) Kemandirian intelektual yaitu kemampuan untuk mengatasi berbagai

masalah yang dihadapi.

4) Kemandirian sosial yaitu kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain.

(12)

Sedangkan Maslow (Ali&Asrori, 2004:111) membedakan kemandirian menjadi dua, yaitu:

1) Kemandirian Aman

Kekuatan untuk menumbuhkan cinta kasih pada dunia, kehidupan dan oran

g lain, sadar akan tanggung jawab bersama, dan tumbuh rasa percaya pada kehidupan. Kemandirian untuk mencintai kehidupan dan membantu orang lain.

2) Kemandirian Tidak Aman

Kekuatan kepribadianyang digunakan dalam menentang dunia. Atau biasa disebut dengan Selfish Authonomy atau kemandirian mementingkan diri sendiri.

Dari pendapat beberapa ahli di atas, kemandirian dapat dibedakan menjadi beberapa macam yaitu kemandirian yang berhubungan dengan mengontrol diri sendiri seperti kemandirian emosi, kemandirian intelektual, kemandirian belajar, kemandirian fisik dan tubuh. Serta kemandirian yang berhubungan dengan interaksi dengan orang lain seperti kemandirian sosial dan kemandirian ekonomi.

d. Kemandirian Anak Tunagrahita

Anak tunagrahita memiliki hambatan dalam hal penyesuaian diri dan perilaku adaptif sehari - sehari. anak tunagrahita akan mengalami masalah dalam kemandirian. Namun, kemandirian anak tungarhita mampu dioptimalkan dengan pemberian pendidikan mengurus diri sendiri. Menurut Depdikbud (Wantah, 2007: 29) “ menolong diri sendiri dapat disebut dengan mengurus diri sendiri (self help) atau memelihara diri sendiri (Self care)”.

Pendidikan menolong diri sendiri menurut Wantah (2007) sebagai berikut : pendidikan menolong diri sendiri adalah suatu proses pendidikan yang diberikan kepada anak tunagrahita mampu latih agar dapat mengembnagkan kemampuan yang dimilikinya seperti mengurus diri sendiri; membersihkan diri; makan dan minum; menggunakan toilet sendiri, dan lain-lain, mengatasi berbagai masalah dalam menggunakan pakaian; memilih pakaian yang cocok, dapat mengkancing pakaian sendiri, memakai mengikat/ sepatu, berinterkasi

(13)

dengan orang lain; dapat bergaul dengan sesame anak tunagrahita, dan juga anak normal pada umumnya. Selanjutnya mereka dapat mengurus diri sendiri tanpa bergantung pada orang lain. (hlm.37).

Astati & Sujarwanto( Wantah 2007 : 37) mengemukakan pokok- pokok kegiatan menolong diri sendiri yang perlu diajarkan pada anak tungarhita adalah sebagai berikut :

1) Membersihkan Diri

a) Mencuci tangan atau kaki b) Menggosok gigi

c) Mandi

d) Mencuci dan menyisir rambut e) Toilet training

f) Merias diri 2) Berbusana

a) Berpakaian Luar b) Berpakaian dalam

c) Berkaos kaki dan bersepatu d) Bersandal

3) Makan dan Minum a) Minum

b) Makan

4) Menghindari Bahaya a) Bahaya Listrik

b) Bahaya api atau benda panas c) Bahaya benda runcing atau tajam d) Bahaya lalu lintas

e) Bahaya binatang jinak.

Sedangkan menurut Astati (tanpa tahun) upaya untuk mencapai kemandirian anak tunagrahita dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya pemahaman dan pengenalan akan keberadaan anak tunagrahita secara komprehensif, optimalisasi pelaksanaan bidang pembelajaran baik bidang akademik, bina diri maupun ketrampilan dan upaya pencapai cirri kemandirian dengan menumbuhkan rasa percaya diri, rasa tanggung jawab, membuat keputusan sendiri, mampu menegdalikan emosi, mengembangkan

(14)

model bahan ajar dan mengembangkan strategi dan pendekatan pembelajaran.

Dalam penelitian , kemandirian anak tunagrahita adalah kemampuan bina diri atau mengurus diri sendiri yang diajarkan disekolah sebagai mata pelajaran. Kemandirian dilihat dari nilai mata pelajaran mengurus diri sendiri.

3. Tinjauan Pola Asuh Orang Tua

a. Pengertian Pola Asuh

Secara etimologi kata asuh artinya pemimpin, pengelola dan membimbing, pengasuh berarti orang yang melaksanakan tugas untuk membimbing, memimpin atau mengelola. Pengasuhan dapat diartikan mendidik dan memelihara anak, mengurus makan dan minum, pakaian dan keberhasilannya dalam periode pertama hingga perkembangan selanjutnya (Noor, 2012). Pengasuhan merupakan bagian yang penting dalam sosialisasi, proses di mana anak belajar untuk bertingkah laku sesuai dengan aturan dan standar sosial.

Prasetyawati (2010) menyatakan bahwa “ pola asuh merupakan sebuah interaksi antar orang tua dan anak yang berkelanjutan dan memberikan suatu perubahan, baik pada orang tua maupun anak” (hlm.162). Mengasuh anak memiliki tujuan, diantaranya adalah orang tua berharap anaknya mampu bertahan dan sehat secara secara jasmani. Yang kedua orang tua berharap anaknya mampu mengembangkan kemampuan yang dimiliki dan mandiri secara finansial. Dan yang ketiga berkaitan dengan cita-cita, kepercayaan, religius, dan kepuasaan pribadi (Levine dalam Prasetyawati,2010:163).

Menurut definisi di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa pola asuh merupakan interaksi antara orang tua dan anak mencakup berbagai tingkah laku untuk membimbing, mendidik dan bertujuan untuk memberikan suatu

(15)

perubahan dalam mempengaruhi perilaku anak kearah yang lebih baik sesuai dengan harapan orang tua dan standar sosial yang berlaku dimasyarakat.

b. Bentuk - Bentuk Pola Asuh

Pola asuh orang tua memiliki berbagai macam karakteristik , berikut bentuk pola asuh menrut beberapa ahli :

1) Menurut Baumrind yang dikutip oleh Meinarno (2010: 8) bentuk - bentuk pola asuh dapat di kelompokkan sebagai berikut :

a) Pola Asuh Otoriter

Orang tua cenderung mengontrol anaknya dengan aturan yang tegas , ketat dan tidak boleh dibantah. Pola asuh otoriter melibatkan hukuman agar tingkah laku yang diinginkan orang tua dapat terbentuk pada anak. Pola asuh otoriter kurang memiliki kehangatan dan komunikasi. Orang tua tidak responsif terhadap hak serta kebutuhan anak.

b) Pola Asuh Otoritatif

Orang tua menjelaskan hal - hal yang diharapkan dengan konsekuensinya kepada anak. Dalam hal ini orang tua memiliki batasan dan harapan yang jelas kepada anak. Orang tua menyadari sebagai figur otoritas tetapi mereka juga tanggap terkadap kebutuhan dan kemampuan anak. Pola pengasuhan ini biasanya sangat hangat dan penuh penerimaan, sensitive terhadap kebutuhan anak, dan mendorong anak untuk berperan serta mengambil keputusan dalam keluarga.

c) Pola Asuh Permisif

Orang tua dapat menerima semua tingkah laku anak dan tidak memberikan hukuman. Bahkan orang tua cenderung tidak mengontrol anak. Pola pengasuhan ini orang tua sedikit sekali menggunakan perintah dan paksaan untuk mencapai tujuan pengasuhan. Orang tua memperbolehkan anak untuk mengatur perilakunya sendiri. Mereka menganggap anak sebagai pribadi yang mandiri.

d) Pola Asuh Uninvolved

Pola pengasuhan ini tidak ada control dari orang tua sama sekali. Orang tua cenderung menolak keberadaan anak atau tidak memiliki waktu yang cukup yang diluangkan bersama anak karena orang tua yang terlalu sibuk atau memiliki masalah tersendiri. Orang tua merespon anak dengan memenuhi kebutuhan nak berupa makanan dan mainan, tetapi tidak hal-hal bersifat jangka panjang seperti tugas pekerjaan rumah atau standar sosial bertingkah laku dalam masyarakat.

(16)

2) Menurut Hurlock yang dikutip oleh Yusuf (2002:48) pola hubungan orang tua terhadap anak dapat dibedakan sebagai berikut:

a) Overprotection / Terlalu melindungi

Orang tua melakukan pemberian bantuan kepada anak secara terus menerus, meskipun anak telah bisa melakukannya sendiri termasuk dalam memecahkan masalah. Pengawasan orang tua terhadap kegiatan anak secara berlebihan. Pola asuh ini dapat menimbulkan perilaku anak yang kurang mandiri dan selalu bergantung pada orang lain.

b) Permissiviness/Pembolehan

Orang tua berusaha membuat anak merasa diterima. Orang tua memberikan kebebasan anak untuk berfikir dan berusaha, menerima semua gagasan dan pendapat anak serta memahami kelemahan yang dimiliki anak. Orang tua cenderung memberi apa yang diminta anak daripada menerima.

c) Rejection/ Penolakan

Orang tua bersikap kurang peduli terhadap anak kebutuhan dan kesejahteraan anak. Bersikap kaku dan menampilkan sikap permusushan terhadap anak.

d) Acceptence/ Penerimaan

Orang tua memberikan kasih sayang dan perhatian yang tulus kepada anak. Menempatkan anak dalam posisi yang penting di dalam rumah.

Mengembangkan hubungan yang hangat dengan berkomunikasi secara terbuka dengan anak, mau mendengarkan masalahnya dan respek terhadap kebutuhan anak.

e) Donimation/ dominasi

Orang tua lebih mendominasi semua aktivitas yang dilakukan anak.

f) Submission/ Penyerahan

Orang tua membiarkan segala kativitas yang dilakukan anak. Dan memberikan segala yang diminta anak.

g) Overdiscipline/ Terlalu displin

Orang tua mudah memberikan hukuman kepada anak serta menanamkan displin yang tinggi terhadap anak.

Dalam penelitian ini, pola asuh yang akan diteliti terdapat 3 macam pola asuh yaitu :

a) Pola Asuh Otoriter

pola asuh yang memiliki kontrol yang tinggi serta komunikasi dan kehangatan yang kurang terhadap anak.

(17)

b) Pola Asuh Permissive

Pola asuh yang memiliki koontrol yang rendah dan lebih memberikan kebebasan kepada anak untuk melakukan semua keinginannya.

c) Pola Asuh Otoritatif

Pola asuh yang memiliki kontrol yang tinggi namun komunikasi terhadap anak juga tinggi. Pola asuh yang memberikan kebebasan pada anak dan juga memberikan arahan terhadap perilaku anak.

4. Tinjauan Bimbingan Guru

a. Pengertian Bimbingan

Seorang pakar pendidikan secara rinci merumuskan mengenai pengertian bimbingan sebagai berikut:

bimbingan adalah kegiatan yang berlangsung secara terus menerus unutk mengembangkan kondisi yang kondusif bagi perkembangan siswa, memberikan dorongan dan semangat, menumbuhkan keberanian bertindak, bertanggungjawab, mengembangkan kemampuan untuk mengubah perilaku yang diberikan kepada individu yang sedang berkembang dengan segala keunikannya dan bertujuan untuk mengembangkan potensi dan sistem nilai (Kartadinata, 2002: 4).

Mengenai pengertian bimbingan Soeharto dan Sutarno (2009) berpendapat “ bimbingan adalah proses pemberian bantuan kepada individu agar ia dapat mandiri, dengan menggunakan bahan berupa interaksi, sasaran, gagasan dan asuhan, yang didasarkan atas norma-norma yang berlaku” (hlm 4).

Menurut Gunarsa (Ahmadi dan Supriyono, 2008:109) mengartikan bimbingan sebagai suatu proses bantuan kepada anak didik yang dilakukan secara terus menerus supaya anak didik dapat memahami dirinya sendiri, sehingga sanggup mengarahkan dirinya sendiri, bertingkahlaku wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah , keluarga dan masyarakat.

(18)

Menurut Sukardi (2008: 40) mendefinisikan bimbingan belajar sebagai berikut “ bimbingan dalam hal menemukan cara belajar yang tepat, dalam memilih program studi yang sesuai dan dalam mengatsi kesukaran kesukaran yang timbul berkaitan dengan tuntutan - tuntutan belajar di instasi pendidikan”

Purwanto dan Djojopranoto (1984) berpendapat “ bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada seseorang dalam usaha memecahkan kesukaran-kesukaran yang dialaminya”(hlm126).

Bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada seseorang agar memperkembangkan potensi-potensi yang dimiliki, mengenali dirinya sendiri, mengatasi persoalan -persoalan sehingga dapat menentukan sendiri jalan hidupnya secara bertanggung jawab tanpa bergantung pada orang lain (Partowisastro, 1985)

Dari definisi beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada individu untuk membantu menyelesaikan masalah dan membantu individu untuk mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki sebagai bekal dalam bermasyarakat.

b. Tujuan Bimbingan

Bimbingan di sekolah diberikan guru kepada siswa dengan beberapa tujuan.

Beberapa pendapat mengenai tujuan bimbingan guru:

1) Menurut Sukardi (2008: 4) tujuan khusus yang ingin dicapai dalam bimbingan diantaranya:

a) Agar para siswa memiliki kemampuan untuk mengatasi kesulitan dalam memahami dirinya sendiri.

b) Agar para siswa memiliki kemampuan untuk mengatasi kesulitan di dalam memahami lingkungannya, termasuk lingkungan sekolah, keluarga, dan kehidupan di masyarakat luas.

c) Agar para siswa memiliki kemampuan dalam mengatasi kesulitan dalam mengidentifikasikan dan memecahkan masalah yang dihadapi.

d) Agar para siswa memiliki kemampuan untuk mengatasi dan menyalurkan potensi yang dimilikinya dalam pendidikan dan dalam lapangan kerja secara tepat

(19)

2) Tujuan bimbingan belajar menurut Ahmadi dan Supriyono (2008:111) secara umum adalah membantu murid-murid mendapatkan penyesuaian yang baik dalam situasi belajar, sehingga setiap murid dapat belajar efisien sesuai kemampuan. Untuk lebih jelasnya dapat dirinci sebagai berikut:

a) Mencarika cara belajar yang efektif

b) Menunjukkan cara menggunakan dan mempelajari buku pelajaran c) Memberikan informasi

d) Mempersiapkan diri menghadapi ujian

e) Memilih suatu bidang sesuai minat, bakat , kecerdasan.

f) Menunjukkan cara menghadapi kesulitan dalam bidang studi tertentu g) Menentukan pembagian waktu

h) Memilih tambahan pelajaran.

3) Ada beberapa hal yang menjadi tujuan bimbingan menurut Partowisastro (1986: 27) yaitu :

a) Membantu sekolah dalam mencapai tujuan pendidikan.

b) Membantu murid untuk dapat mencapai tujuannya dengan baik.

c) Membantu murid di dalam mengatasi masalah-masalahanya.

d) Membantu murid dalam mengembangkan kemampuan-kemampuannya.

e) Membantu murid dalam pemilihan maupun jurusan.

c. Jenis - Jenis Bimbingan

Jenis-jenis bimbingan guru dari beberapa pendapat sebagai berikut:

1) Gunarsa (1995: 26) menyatakan bahwa bimbingan guru di sekolah meliputi:

a) Membantu memahami tingkah laku orang lain.

b) Membantu anak didik supaya dapat hidup dalam masyarakat

c) Membantu proses sosialisasi dan sikap sensitif terhadap kebutuhan orang lain.

d) Membantu anak untuk mengembangkan pemahaman diri sesuai dengan kecakapan, minat pribadi, hasil belajar dan kesempatan yang ada.

e) Membantu murid untuk mengembangkan motif-motif intrinsik dalam belajar sehingga dapat mencapai kemajuan yang berarti dan bertujuan.

f) Memberi dorongan dalam pengarahan diri, pemecahan masalah, pengambilan keputusan dan keterlibatan diri dalam proses pendidikan.

g) Mengembangkan nilai dan sikap secara menyeluruh serta perasaan sesuai dengan penerimaan diri.

(20)

h) Membantu anak didik untuk memperoleh kepuasan pribadi dalam penyelesaian diri secara maksimal terhadap masyarakat.

2) Sedangkan Djumhur dan Surya (1975: 18) mengelompokkan jenis bimbingan berdasarkan latar belakang masalah sebagai berikut :

a) Bimbingan pengajaran/belajar (Instructional Guidance) b) Bimbingan pekerjaan atau jabatan (Vocational Guidance) c) Bimbingan pendidikan (Educational Guidance)

d) Bimbingan dalam menggunakan waktu senggang (Leisure Guidance) e) Bimbingan dalam masalah-masalah pribadi (Personal Guidance) f) Bimbingan sosial (Social Guidance)

d. Peranan Guru dalam Bimbingan Belajar

Guru memiliki tanggung jawab sebagai pengajar dan juga membimbing anak didik.tugas dan tanggunh jawab guru semakin meningkat sebab guru adalah perancang model pembelajaran, pengelola pembelajaran,motivasi belajar dan juga pembimbing. Menurut Supriyono dan Ahmadi (117:2008) guru yang dapat berperan sebagai pembimbing yang efektif adalah guru yang memiliki kemampuan sebagai berikut :

1) Memberikan berbagai informasi yang diperlukan dalam pembelajaran.

2) Membantu siswa dalam mengatasi masalah-masalah pribadi yang dihadapinya.

3) Mengevaluasi setiap langkah kegiatan yang dilakukan.

4) Memberikan kesempatan kepada murid untuk belajar sesuai dengan karakteristik pribadinya.

5) Mengenal dan memahami setiap murid baik secara individual maupun kelompok.

Sedangkan Huston (Supriyono dan Ahmadi, 117:2008) menyebutkan bahwa guru yang dapat berperan efektif adalah guru yang memiliki kemampuan dalam hal mengajar, diantaranya :

1) Dapat menimbulkan minat dan semangat dalam bidang studi yang diajarkan.

2) Memiliki kecakapan sebagai pemimpin murid

3) Dapat menghubungkan materi pelajaran dalam pekerjaan praktis.

(21)

Berpijak pada teori bimbingan guru di atas maka dalam penelitian ini bimbingan yang dimaksud adalah bimbingan guru yang efektif. Bimbingan guru yang efektif antara lain :

1) Memperlihatkan perhatian terhadap semua murid saat pembelajaran.

2) Bersikap adil dan obyektif terhadap siswa 3) Bersikap sabar

4) Membantu siswa untuk memecahkan masalah 5) Menghargai siswa dengan memberikan penghargaan

6) Mendorong siswa untuk melakukan usaha dengan cara yang terbaik 7) Membantu memecahkan masalah potensial

B. Penelitian Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Danang Danu Suseno dan Irdawati S.Kep.,Ns.,M.Si.,Med dengan judul Hubungan Pola asuh Orang Tua dengan Kemandirian Anak Usia Pra Sekolah di TK Aisyiah Mendungan Sukoharjo dengan hasil penelitian bahwa sebagian besar orang tua menerapkan pola asuh demokratis dan hasil analisis menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara pola asuh orang tua dan kemandirian anak dengan perhitungan spearman rho dengan value sebesar 0,719>0,05.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Herry Prasetyo dengan judul Hubungan Bimbingan guru dan Pola Asuh Orang Tua dengan Prestasi Belajar Anak Tunagrahita Di SMALB C Setya Darma Surakarta Tahun 2005/2006 menunjukkan hasil bahwa ada hubungan antara bimbingan guru dan prestasi belajar anak tunagrahita dengan τo 0,916 > τt 0,712 pada taraf Signifikasi 1%. Dan terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dan prestasi belajar anak tunagrahita dengan τo 0,927 > τt 0,712 pada taraf signifikasi 1%.

(22)

C. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir pada dasarnya mengarahkan pemikiran menuju jawaban sementara atas masalah yang telah dirumuskan, dan berdasarkan teori di atas dapat dikemukakan beberapa urutan kerangka pemikiran sebagai berikut:

Anak tunagrahita adalah anak yang memiliki tingkat kecerdasan dibawah rata-rata anak normal sehingga berpengaruh terhadap perkembangan anak.

diantaranya adalah dalam hal melakukan adaptasi kehidupan sehari-sehari. anak tunagrahita memerlukan latihan bina diri atau mengurus diri sendiri untuk meningkatkan kemandirian. latihan bina diri atau mengurus diri sendiri untuk pertama kali didapatkan anak melalui pendidikan informal yaitu keluarga. Dan kemudian akan dilanjutkan setelah anak memasuki pendidikan formal disekolah.

Dalam penelitian ini akan mencari apakah terdapat hubungan antara pola asuh yang diterapkan oleh orang tua dirumah dan bimbingan guru disekolah berpengaruh terhadap kemandirian anak tunagrahita yang dilihat melalui nilai mata pelajaran bina diri atau mengurus diri sendiri. Kerangka penelitian ini digambarkan dalam bagan berikut :

POLA ASUH ORANG TUA

BIMBINGAN GURU

KEMANDIRIAN ANAK TUNAGRAHITA

DISEKOLAH

(23)

D. Hipotesis

Menurut Sukardi (2007: 41) hipotesis merupakan jawaban yang bersifat sementara dan bersifat teoritis. Sebagai alat yang mempunyai kekuatan dalam proses inkuiri.

Dalam penelitian ini penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut :

1. Ada hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan kemandirian anak tunagrahita SDLB C Setya Darma Surakarta Tahun 2013/2014.

2. Ada hubungan yang signifikan antara bimbingan guru dengan kemandirian anak tunagrahita SDLB C Setya Darma Surakarta Tahun 2013/2014.

3. Ada hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dan bimbingan guru terhadap kemandirian anak tunagrahita SDLB C Setya Darma Surakarta Tahun 2013/2014.

Referensi

Dokumen terkait

1) Pengertian sehat bukan semata-mata sebagai pengertian kedokteran (klinis), tetapi juga sebagai pengertian sosial (masyarakat). Pengertian sehat ini telah diakui oleh

Saat ini sumber tenaga yang digunakan untuk sepeda motor adalah bahan bakar minyak dan sepeda motor dengan sumber tenaga berasal dari energi listrik.. Sepeda listrik merupakan

House Air Way Bill (HAWB) adalah dokumen pengapalan yang diterbitkan oleh freight forwarder yang berisikan data-data pengiriman untuk ekspor air freight yang

Sutarno (2006: 85) menjelaskan bahwa pengertian ketersediaan koleksi perpustakaan adalah adanya sejumlah koleksi atau bahan pustaka yang dimiliki oleh suatu perpustakaan dan

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa : Manajemen hubungan pelanggan (Customer Relationship Management) merupakan jenis manajemen yang secara

Berdasarkan kesimpulan dari pengertian kemandirian dan pengertian belajar, serta pengertian dari beberapa pendapat ahli mengenai kemandirian belajar maka dapat penulis

Pendidikan anak tunagrahita ini diantaranya adalah agar anak mampu merawat diri, menyesuaikan diri dalam kehidupan rumah, keterampilan sosial, bekerja sehingga pada saatnya

1) Kampanye bisik adalah kampanye yang dilakukan melalui gerakan untuk melawan atau mengadakan aksi secara serentak dengan cara mengabarkan kabar angin. 2) Kampanye