• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelapa Sawit

Kelapa sawit adalah tumbuhan industri/ perkebunan yang berguna sebagai penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar. Pohon Kelapa Sawit terdiri dari dua spesies yaitu elaeis guineensis dan elaeis oleifera yang digunakan untuk pertanian komersil dalam pengeluaran minyak kelapa sawit. Pohon kelapa kawit elaeis guineensis, berasal dari Afrika barat diantara Angola dan Gambia, pohon kelapa sawit elaeis oleifera, berasal dari Amerika tengah dan Amerika selatan. Kelapa sawit menjadi populer setelah revolusi industri pada akhir abad ke-19 yang menyebabkan tingginya permintaan minyak nabati untuk bahan pangan dan industri sabun (Dinas Perkebunan Indonesia. 2007).

Minyak yang berasal dari kelapa sawit ada 2 macam yaitu dari dading buah (mesocarp) yang dihasilkan mulai proses perebusan dan pemerasan dikenal sebagai minyak sawit kasar atau crude palm oil (CPO) dan minyak yang berasal dari inti sawit (endocarp) dikenal sebagai minyak inti sawit atau palm kernel oil (PKO). Umumnya CPO dan PKO digunakan untuk produk pangan sebagai minyak goring. Unttuk menghasilkan minyak goring yang memiliki kualitas tinggi dilakukan proses rafinasi. Proses rafinasi CPO dan PKO dilakukan dengan 3 tahap yaitu degumming, bleaching dan deodorisasi (Hasibuan dan Nuryanto, 2011).

2.2 Kesesuaian Lahan Kelapa Sawit

Setiap kelas kesesuaian lahan dapat secara langsung dikaitkan dengan produksi kelapa sawit yang dicapai. Tingkat rata-rata yang dapat dicapai untuk setiap kelas kesesuaian lahan S1, S2, dan S3 secara potensial menurut PPKS, masing-masing adalah 24 ton TBS/ha, 22 ton TBS/ha dan 20 ton TBS/ha (Buana et al., 2004).

(2)

Tabel 2.1. Klasifikasi kesesuaian lahan untuk Kelapa Sawit

Kelas Kesesuaian Lahan Kriteria

Kelas S1 (Sangat Sesuai) Unit lahan yang memiliki tidak lebih dari satu pembatas ringan (Optimal)

Kelas S2 (Sesuai) Unit lahan yang memiliki lebih dari satu pembatas ringan dan/ atau tidak

Kelas S3 (Agak Sesuai) Unit lahan yang memiliki lebih dari satu pembatas sedang dan/ atau tidak

Kelas N1 (Tidak sesuai bersyarat) Unit lahan yang memiliki dua atau lebih pembatas berat yang masih dapat diperbaiki

Kelas N2 (Tidak sesuai permanen) Unit lahan yang memiliki pembatas berat yang tidak diperbaiki

(Sumber: Buana et al., 2004)

Bentuk wilayah yang sesuai untuk kelapa sawit adalah datar sampai berombak yaitu wilayah dengan kemiringan lereng antara 0 - 8%. Pada wilayah bergelombang sampai berbukit (kemiringan lereng 8 - 30%), kelapa sawit masih dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik melalui upaya pengelolaan tertentu seperti pembuatan teras. Pada wilayah berbukit dengan kemiringan >30% tidak dianjurkan untuk kelapa sawit, karena akan memerlukan biaya yang besar untuk biaya pengelolaannya sedangkan produksi kelapa sawit yang dihasilkan relative rendah. Beberapa hal yang akan jadi masalah dalam pengembangan kelapa sawit pada areal - areal yang berbukit antara lain; kesulitan dalam pemanenan dan pengangkutan tandan buah segar, diperlukan pembangunan dan pemeliharaan jaringan transportasi, pembuatan bangunan pencegah erosi dan pemupukan yang tidak efektif karena sebagian hilang melalui aliran permukaan. (Buana et al.,2004). Pada tabel 2.2 dibawah ini adalah kriteria kelapa sawit berdasarkan kesesuaian lahan S1,S2 S3, dan N dapat dilihat sebagai berikut :

(3)

Tabel 2.2 Kriteria kesesuaian lahan untuk Kelapa Sawit

Karakteristik Lahan

Intensitas Faktor Pembatas

Tanpa(0) Ringan (1) Sedang (2) Berat (3)

Curah Hujan (mm) 1.751- 3000 1750- 1501 1500- 1250 < 1250 Bulan Kering

(bulan) <1 1-2 2-3 >3

Ketinggian diatas

permukaan laut (m) 0-200 200-300 300-400 >400 Bentuk

wilayah/kemiringan lahan (%)

Datar- berombak

<8

Berombak- bergelomba ng

8-15

Bergelombang- berbukit 16-30

Berbukit- bergunung

>30 Batuan di

permukaan dan di dalam tanah (%- volume)

<3 3-15 16-40 >40

Kedalaman efektif

(cm) >100 100-76 75-50 <50

Tekstur tanah

Liat berdebu, Lempung liat berpasir, Lempung liat berdebu, Lempung berliat

Lempung, Lempung berpasir, Liat berpasir, Liat

Liat berpasir, Debu

Lempung berat, pasir

Kelas drainase Baik Agak

terhambat Cepat Sangat

cepat Kemasaman tanah

(pH) Sedang Agak cepat Terhambat

Sangat terhambat tergenang (Sumber : Buana et al.,2004)

2.3 Kriteria Matang Panen Kelapa Sawit

(4)

Sesuai dengan ketentuan bahwa buah dikatakan masak jika terdapat dua brondolan yang lepas per kg TBS. Sementara kriteria matang panen ditetapkan sebagai berikut: Hasil potong buah dikatakan baik jika komposisi buah/TBS normal/masak (N) sebesar 98% dan buah mentah serta busuk (A+E) maksimum 2%. Pemotongan buah mentah merupakan kesalahan yang paling sering dilakukan oleh pemanen. Hal ini sama seringnya dengan meninggalkan brondolan di piringan.

Tabel 2.3 Kriteria Matang Panen

Golongan Tanaman

Umur Tanaman

Brondolan per TBS

Mentah (A) Normal (N) Busuk (E)

Taruna 3 – 7 tahun 0 – 9 10 Gagang busuk

Dewasa 8 – 20 tahun 0 – 19 20 Gagang busuk

Tua >20 tahun 0 – 39 40 Gagang busuk

( Sumber: Pahan, 2012)

2.4. Tingkat Kematangan Tandan Buah Segar dan Mutu Panen

Komposisi fraksi tandan yang biasanya ditentukan dipabrik sangat dipengaruhi perlakuan sejak awal panen. Faktor penting yang cukup berpengaruh adalah kematangan buah dan tingkat kecepatan pengangkutan ke pabrik. Dalam hal ini, pengetahuan mengenai derajat kematangan buah mempunyai arti penting sebab jumlah dan mutu minyak yang akan diperoleh sangat ditentukan oleh faktor ini. Penentuan saat panen sangat mempengaruhi kandungan mutu minyak sawit yang dihasilkan. Apabila pemanen buah dilakukan dalam keadaan leawat matang, maka mutu yang dihasilkan akan jelek. Bersadarkan hal tersebut, ada beberapa tingkatan atau fraksi dari tandan buah segar (TBS) yang dipanen. Fraksi-fraksi TBS tersebut sangat mempengaruhi mutu panen termasuk kualitas mutu minyak sawit yang dihasilkan. Dikenal ada lima fraksi TBS . Berdasarkan fraksi TBS tersebut, derajat

(5)

kematangan yang baik adalah jika tandan - tandan yang dipanen berada pada fraksi 1, fraksi 2, dan fraksi 3 (Hartono,2007).

Tabel 2.4 Tingkat Kematangan Tandan Buah Segar

Fraksi Buah Persyaratan Sifat-Sifat

Fraksi Jumlah Brondolan

Fraksi 00 ( f-00 ) 0,0% Sangat Mentah Tidak ada warna Fraksi 0 ( f-0 ) Maks 3% Mentah 1-12,5% buah luar Fraksi 1 ( f-1 ) Kurang matang 12,5-25% buah luar Fraksi 2 ( f-2 ) 85% Matang 25-50% buah luar

Fraksi 3 ( f-3 ) Matang 50-75 % buah luar

Fraksi 4 ( f-4 ) Maks 10% Lewat matang 75-100 % buah luar Fraksi 5 ( f-5 ) Maks 2% Terlalu matang Buah dalam

membrondol

Brondolan 9,5 %

Tandan Kosong 0%

Tangkai Panjang Maks 2,5 cm (Sumber: Pahan,2012)

(6)

2.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mutu Crude Palm Oil (CPO)

Parameter yang mempengaruhi kualitas dari CPO diantaranya, kadar air, kadar kotoran, karoten, dan deterioration of bleachability index (DOBI) dimana parameter tersebut dapat mempengaruhi kadar asam lemak bebas (ALB) dari CPO, masalah penyimpanan dan transportasi sebelum pengolahan yang menjadi saalah satu penyebab penurunnya mutu CPO yang dihasilkan. Proses transportasi minyak nabati secara bulk pada sekala yang besar pada hakikatnya berlangsung pada kondisi yang sama persis dengan proses penyimpanan, hanya saja tangki atau wadahnya berpindah lokasi. Contohnya,pengiriman minyak sawit yang diekspor ke dalam eropa mengalami transportasi melalui jalur laut yang membutuhkan waktu sekitar satu bulan (Hilder, 1997).

Faktor‐faktor tersebut dapat langsung dari sifat induk pohonnya, penanganan pascapanen, atau kesalahan selama pemprosesan dan pengangkutannya. Industri pangan dan non pangan selalu menghendaki minyak sawit dalam mutu yang terbaik, yaitu minyak sawit dalam keadaan segar, asli, murni, dan tidak bercampur dengan bahan tambahan lain yang dapat menurunkan mutu minyak dan harga jualnya.

Tabel 2.5 Standar Mutu Minyak Kelapa Sawit

2.5.1 Kadar Asam Lemak Bebas (ALB)

Asam Lemak Bebas (ALB) adalah asam yang dibebaskan pada hidrolisa lemak. Asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi yang terkait dalam minyak sawit sangat merugikan.

Reaksi ini dipercepat dengan adanya factor-faktor panas, air, keasaman dan katalis (enzim). Semakin lama reaksi berlangsung maka banyak ALB yang terbentuk. Minyak atau lemak dapat dihidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak karena adanya air. Minyak yang telah terhidrolisis menjadi berwarna coklat. Dalam reaksi hidrolisa, minyak atau

(7)

lemak akan diubah menjadi asamasam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat mengakibatkan kerusakan minyak atau lemak terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak dan lemak tersebut. Secara umum, lemak diartikan sebagai trigliserida yang dalam kondisi suhu ruang berada dalam keadaan padat sedangkan minyak adalah trigliserida yang dalam kondisi suhu ruang berbentuk cair. Trigliserida merupakan lipid yang paling banyak dalam jaringan hewan dan tumbuhan. Pembentukan lemak dalam buah sawit mulai berlangsung beberapa minggu sebelum matang. Oleh karena itu, penentuan saat panen adalah sangat menentukan (kritis).

Gambar 2.1 Reaksi Hidrolisis Minyak Kelapa Sawit

Pengetahuan mengenai derajat kematangan buah mempunyai arti penting sebab jumlah dan mutu minyak yang akan diperoleh sangat ditentukan oleh faktor ini. Penentuan saat panen sangat mempengaruhi kadar asam lemak bebas (ALB) minyak sawit yang dihasilkan. Apabila pemanenan buah dilakukan dalam keadaan matang, maka minyak yang dihasilkan mengandung ALB dalam presentase tinggi (lebih dari 5%). Sebaiknya, jika pemanenan dilakukan dilakukan dalam keadaan buah belum matang, selain kadar ALB-nya rendah rendemen minyak yang diperoleh juga rendah. (Maruli Pardamean.

2008).

Kadar asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak nabati dapat menjadi salah satu parameter penentu kualitas minyak tersebut. Besarnya asam lemak bebas dalam minyak ditunjukan dengan nilai angka asam. Angka asam yang tinggi mengindikasikan bahwa

(8)

asam lemak bebas yang ada didalam minyak nabati juga tinggi sehingga kualitas minyak justru semakin rendah (Wirnarno, 2004).

2.5.2 Kadar Air

Air merupakan zat atau materi atau unsur yang penting bagi semua bentuk kehidupan. Air diperlukan untuk kelangsungan proses biokimiawi organism hidup. Selain digunakan untuk keperluan proses biokimiawi, air terdapat pada setiap bahan, atau yang disebut dengan kadar atau kandungan air. Pengukuran kadar air dalam suatu bahan sangat diperlukan dalam berbagi bidang (Cenene-Adams.2014).

Kadar air adalah banyaknya kandungan air yang terdapat di dalam sampel. Kadar air dapat mempengaruhi mutu CPO, semakin tinggi kadar air, maka semakin rendah mutu CPO.

Air dalam minyak hanya ada dalam jumlah kecil. Jika kadar air dalam minyak sawit (<0,15%) akan memberikan kerugian mutu minyak, dimana tingkat kadar air yang demikian kecil akan sangat memudahkan proses oksidasi minyak itu sendiri. Tetapi, jika kadar air dalam minyak sawit (> 0,15%) maka akan mengakibatkan terjadinya hidrolisis lemak, dimana hidrolisis dari minyak sawit akan menghasilkan gliserol dan asam lemak bebas yang menyebabkan ketengikan dan menghasilkan rasa bau tengik pada minyak tersebut. Kadar air yang tinggi di dalam CPO dapat disebabkan oleh buah yang rusak atau busuk. Hal ini dapat terjadi karena proses alami sewaktu pembuatan dan akibat perlakuan dalam pengolahan di pabrik serta penimbunan.

2.5.3 Kadar Kotoran

Kadar zat pengotor adalah keseluruhan bahan-bahan asing yang tidak larutdalam minyak, pengotor yang tidak terlarut dinyatakan sebagai persen (%) zat pengotor terhadap minyak atau lemak. Pada umumnya, hasil minyak sawit dilakukan dalam rangkaian proses pengendapan, dengan proses tersebut kotoran-kotoran yang berukuran besar memang dapat disaring. Akan tetapi, kotoran-kotoran atau serabut-serabut yang berukuran kecil tidak bias disaring, hanya melayang-layang didalam minyak sawit sebab berat jenisnya sama dengan minyak sawit.

(9)

Akan tetapi, kotoran-kotoran atau serabut yang berukutan kecil tidak dapat disaring, hanya melayang-layang didalam minyak sawit sebab berat jenisnya sama dengan minyak sawit. Padahal alat sentrifugasi tersebut dapat berfungsi dengan prinsip kerja yang berdasarkan pada perbedaan berat jenis.(marunduri, 2009).

(10)

Referensi

Dokumen terkait

Tabel Post Hoc Kadar Vitamin C Dipengaruhi oleh Konsentrasi dan Lama Perendaman dalam Larutan Madu serta Pretreatment Blanching dan Nonblanching.. Tabel Post Hoc Aktivitas

Tim Audit menyimpulkan bahwa laporan mutasi kayu yang dilakukan oleh auditee belum di buat, data serta informasi yang dilaporkan belum sesuai dengan proses yang

Untuk mendapatkan data curah hujan rerata harian maksimum daerah rata Aljabar (Indarto, ungan dapat dilihat menunjukkan bahwa dari 2 (dua) data stasiun curah hujan yang ada

Oleh sebab itu, pemutaran musik sebagai pengiring dalam pembelajaran tidak dapat langsung diterima begitu saja, harus ada penyesuaian agar seseorang menjadi terbiasa dan musik

“Analisis Jaringan UMTS Pada Menara Rooftop Degan Menggunakan Software TEMS INVESTIGATION Dan G-NETTRACK PRO ”.. Jurnal Ilmiah

Berdasarkan data dari hasil pengamatan dan analisis yang telah dilakukan, menunjuk- kan bahwa penerapan model Concept Senten- ce berbantuan media audiovisual dapat

Metode: Penelitian cross sectional terhadap 34 pasien (17 pasien PPOK stabil dan 17 pasien PPOK eksaserbasi akut), dilakukan pemeriksaan magnesium serum dan

saat ini, sehingga melatarbelakangi penulis untuk memberikan judul: Status Perjanjian Internasional Antara Indonesia dengan ASEAN dalam Pendirian Sekretariat ASEAN di Jakarta