6 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Standar Konsumsi Sayur Dan Buah 2.1.1. Definisi Sayur
Sayur atau sayuran adalah bahan pangan berasal dari tumbuhan yang biasanya mengandung kadar air yang tinggi, yang dapat dikonsumsi setelah dimasak atau diolah dengan teknik tertentu atau dalam keadaan segar (Syamsidah & Suryani, 2018). Definisi yang lain menyebutkan bahwa sayur merupakan segala sesuatu yang berasal dari tumbuhan yang dapat (tapi tidak harus) dimasak (Pengolahan et al., 2021).
Sebagian besar sayur mencakup bagian-bagian vegetatif dari tumbuhan, yang umumnya berupa daun dan biasanya beserta tangkainya, tetapi dapat pula berupa batang muda misalnya sayur rebung, umbi batang misalnya kentang atau umbi akar misalnya wortel. Sementara yang lainnya berasal dari organ generatif, yang umumnya berupa polong-polongan seperti buncis dan kapri, tetapi dapat juga berupa bunga, misalnya kecombrang dan turi atau buah utuh misalnya terung dan tomat. Terdapat pula bagian-bagian khas dari beberapa tumbuhan yang juga tergolong sebagai sayur- sayuran, seperti tongkol jagung muda (baby corn) dan jantung pisang. Selain itu, cendawan atau jamur besar yang dapat dimakan juga digolongkan sebagai sayur, meskipun secara taksonomi bukan tumbuhan (Gofar et al., 2021).
2.1.2. Manfaat Sayur
Manfaat mengkonsumsi sayur bagi kesehatan diantaranya mencegah dan mengurangi stres berlebih, memperlancar buang air besar, mencegah penyakit jantung dan kanker, mempertahankan berat badan seimbang, sumber energi tubuh, membersihkan racun dalam tubuh (detoksifikasi), mencegah kelahiran bayi cacat,
menjaga kesehatan mata, membuat kulit sehat, memperkuat tulang dan menu makanan sehat (Cahyati et al., 2021).
2.1.3. Cara Konsumsi Sayur
Sayur dapat dikonsumsi dengan cara yang sangat bermacam-macam, baik sebagai bagian dari menu utama, makanan pembuka dan penutup, atau makanan sampingan.
Sayur dapat diolah dengan cara yang sangat beragam, yaitu dengan cara perebusan, pengukusan, penggorengan, penyangraian, penumisan dan sebagainya, atau pun dengan menambahkan atau mencampur dengan bahan makanan lain seperti dalam pembuatan lalap dan selada (Putri, 2019).
2.1.4. Kandungan Nutrisi Dalam Sayur
Kandungan nutrisi antara sayur yang satu dan sayur yang lain pun berbeda-beda, meski umumnya sayur mengandung sedikit protein atau lemak, dengan jumlah vitamin, provitamin, mineral, fiber dan karbohidrat yang beragam (Tala et al., 2019). Beberapa jenis sayur mengandung zat antioksidan, antibakteri, antijamur, maupun zat anti racun.
Melakukan diet dengan mengonsumsi jumlah sayur dan buah-buahan yang cukup dapat menurunkan risiko penyakit jantung dan diabetes melitus tipe 2. Dengan diet ini pula, dapat membantu melawan kanker dan mengurangi osteoporosis. Selain itu, dengan mengonsumsi zat natrium dalam buah dan sayur akan membantu mencegah terbentuknya batu ginjal (Tim Ide Sehat, 2014).
2.1.5. Definisi buah
Buah adalah hasil reproduksi antara putik dan serbuk sari pada tumbuhan. Buah termasuk organ pada tumbuhan berbunga yang merupakan perkembangan lanjutan dari bakal buah (ovarium). Buah biasanya membungkus dan melindungi biji. Aneka rupa dan bentuk buah tidak terlepas kaitannya dengan fungsi utama buah, yakni sebagai pemencar biji tumbuhan (Susilawati & Bakhtiar, 2018). Pada banyak spesies tumbuhan,
yang disebut buah mencakup bakal buah yang telah berkembang lanjut beserta dengan jaringan yang mengelilinginya. Bagi tumbuhan berbunga, buah adalah alat untuk menyebar luaskan biji-bijinya; adanya biji di dalam dapat mengindikasikan bahwa organ tersebut adalah buah, meski ada pula biji yang tidak berasal dari buah (Silalah &
Adinugraha, 2019).
2.1.6. Manfaat Buah bagi Kesehatan Tubuh
Manfaat buah untuk kesehatan tubuh sangat beragam. Selain untuk memelihara kesehatan organ, kandungan nutrisi pada buah juga bermanfaat untuk melindungi tubuh dari penyakit bahkan dapat membantu proses penyembuhan penyakit.
Mengonsumsi buah-buahan setiap hari merupakan pola makan yang baik dan dapat menunjang gaya hidup sehat (Hariani, 2021). Beberapa manfaat buah bagi kesehatan tubuh antara lain adalah mencegah obesitas dan menjaga berat badan yang ideal menurunkan kadar kolesterol dan tekanan darah menurunkan risiko penyakit, seperti diabetes tipe 2, stroke, penyakit jantung, kanker, dan hipertensi, mencegah dan mengatasi masalah pencernaan, seperti sembelit dan menjaga kesehatan mata dan mencegah penyakit mata terkait penuaan, katarak, dan degenerasi makula (Cahyati et al., 2021)
2.1.7. Kandungan Nutrisi Dalam Buah
Umumnya, semua buah mengandung nutrisi yang penting untuk tubuh. Nutrisi- nutrisi ini membuat manfaat buah untuk kesehatan tidak diragukan lagi dan sangat sayang untuk dilewatkan. Tidak heran jika para ahli kesehatan menyarankan untuk mengkonsumsi buah setiap hari (Harumi & Meiliana, 2021). Beberapa kandungan nutrisi yang umum terdapat dalam buah-buahan yaitu serat, yang berperan penting dalam menjaga fungsi saluran pencernaan. Vitamin C, yang penting untuk menjaga jaringan tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas. Vitamin A, yang penting untuk
kesehatan mata, kulit dan sistem kekebalan tubuh. Folat, yang berperan penting dalam pembentukan darah dan materi genetik, dan kalium, yang dapat membantu menjaga tekanan darah dan fungsi sistem saraf (Rahayu, 2020).
2.1.8. Standar Konsumsi Buah Dan Sayuran Menurut WHO
World Health Organization (WHO) merekomendasikan konsumsi sayuran dan buah-buahan untuk hidup sehat adalah sejumlah 400 gram per orang per hari, yang terdiri dari 250 gram sayur (setara dengan 2 porsi atau 2 gelas sayur setelah dimasak dan ditiriskan) dan 150 gram buah, (setara dengan 3 buah pisang ambon ukuran sedang atau 1 potong pepaya ukuran sedang atau 3 buah jeruk ukuran sedang. Balita dan anak usia sekolah dianjurkan untuk mengonsumsi sayur dan buah-buahan sebanyak 300-400 gram per orang per hari. Sementara bagi remaja dan orang dewasa konsumsi buah dan sayur dianjurkan sebanyak 400-600 gram per orang per hari (McCarthy et al., 2020).
Sekitar dua-pertiga dari jumlah anjuran konsumsi adalah porsi sayur. Sayur memiliki porsi yang lebih banyak, yaitu setidaknya 250 gram. Satu porsi sayur sama saja seperti satu gelas belimbing sayur yang sudah dimasak dan ditiriskan airnya. 100 gram atau satu gelas sayur bayam, kangkung, terong, kol, kembang kol, brokoli, dan buncis, mengandung 25 kalori, 5 gram karbohidrat, dan 1 gram protein. Sedangkan untuk bayam merah, daun melinjo, nangka muda, daun singkong, dan daun pepaya memiliki kalori yang lebih tinggi dalam ukuran 100 gramnya, yaitu sekitar 20 kalori, 10 gram karbohidrat, dan 3 gram protein (L. Nilsen et al., 2021). Dalam sehari, minimal jumlah konsumsi buah adalah sejumlah 150 gram. Satu porsi buah setara dengan satu buah apel merah kecil, atau sebuah jeruk medan sedang, atau satu potong melon, atau satu buah pisang ambon kecil yang dapat dibagi dalam tiga kali konsumsi dalam sehari (Sofianita et al., 2020).
2.2 Faktor Determinan yang Mempengaruhi Asupan Buah dan Sayuran pada Remaja
Kesehatan pada usia remaja merupakan salah satu aspek penting dalam siklus kehidupan individu. Pada masa ini merupakan masa dimana individu mulai belajar dan mempunyai kemampuan fungsional dan kesehatan. Secara kesehatan, masa ini merupakan periode penting untuk kesehatan reproduksi dan pembentukan awal perilaku hidup sehat. Gambaran permasalahan perilaku berisiko kesehatan menjadi penting sebagai dasar dalam menetapkan prioritas dan arah intervensi yang harus dikembangkan serta untuk mencegah terjadinya penyakit ataupun kematian premature pada usia yang lebih dewasa (Kusumawardani et al., 2015).
Penelitian sebelumnya mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi sayuran pada remaja di daerah rural dengan tingkat pendidikan ayah dan persepsi citra diri. Adapun di daerah urban ada hubungan yang signifikan antara konsumsi sayuran dengan persepsi citra diri, dan pendidikan pada remaja. Konsumsi buah pada remaja di daerah rural yang berhubungan signifikan adalah persepsi citra tubuh, sedangkan pada remaja di daerah urban yang berhubungan secara signifikan adalah uang bulanan (Oktavia et al., 2019). Sementara penelitian lain mengungkapkan bahwa faktor yang berhubungan dengan konsumsi buah dan sayur pada remaja adalah jenis kelamin, pengetahuan gizi, keterampilan dalam menyiapkan buah dan sayur, ketersediaan buah dan sayur di rumah, dukungan orangtua, dan dukungan teman sebaya (Muna & Mardiana, 2019).
Berdasarkan hasil survey Global School-Based Student Health Survey 2015, beberapa faktor penentu konsumsi buah dan sayuran pada remaja diantaranya adalah usia, jenis kelamin, hungry (rasa lapar), minuman bersoda, kebiasaan konsumsi fast food , breakfast
(kebiasaan sarapan pagi), bring lunch (kebiasaan membawa bekal makan siang), buy food/drink (jajan di kantin sekolah) (GHDx, 2015).
2.2.1. Faktor Usia
Usia merupakan waktu lamanya hidup atau ada atau sejak dilahirkan atau diadakan (Noli et al., 2021). Berdasarkan klasifikasi DepKes RI, remaja berada pada rentang usia 12 – 25 tahun yang dibagi dalam 2 kelompok usia yaitu remaja awal pada rentang 12 sampai 16 tahun, dan remaja akhir pada rentang 17 sampai 25 tahun.
(Safrudin, 2020). Kedua kelompok usia ini memiliki karakteristik yang berbeda, baik secara fisik, psikis, maupun sosial. Dalam hubungan sosial di masyarakat, remaja awal lebih berorientasi ke teman sebaya. Kebutuhan akan dukungan, persetujuan dan penerimaan teman sebaya sangat penting bagi mereka. Hal itu perlu untuk belajar mandiri dari ketergantungan pada orang tua (Nessi Meilan et al., 2019). Sedangkan masa remaja akhir merupakan masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian minat yang semakin kuat terhadap fungsi-fungsi intelektual, egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dalam pengalaman- pengalaman baru, terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah lagi, dan egosentrisme yang berubah ke arah keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain (Putri et al., 2020).
Karena adanya perbedaan karakteristik kedua kelompok usia remaja inilah yang memungkinkan terjadinya perbedaan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja awal dan remaja akhir. Masa remaja merupakan masa dimana banyak terjadi perubahan fisik, sosial dan emosional. Pada diri remaja, pengaruh lingkungan dalam menentukan perilaku diakui cukup kuat. Walaupun remaja telah mencapai tahap perkembangan kognitif yang memadai untuk menentukan tindakannya sendiri, namun penentuan diri
remaja dalam berperilaku banyak dipengaruhi oleh tekanan dari kelompok teman sebaya, termasuk dalam hal konsumsi sayur dan buah (Octavia, S. A., 2020).
2.2.2. Faktor Jenis Kelamin
Perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja erat kaitannya dengan perilaku memilih makanan yang dalam prakteknya dipengaruhi gender (Wulansari, 2018).
Gender yaitu peran yang dibentuk oleh masyarakat serta perilaku yang tertanam lewat proses sosialisasi yang berhubungan dengan jenis kelamin perempuan dan laki-laki, dan merupakan sebuah kategori sosial yang sangat menentukan jalan hidup seseorang dan partisipasinya dalam masyarakat (Lady Rara Prastiwi & Rahmadani, 2020). Pembedaan peran yang melekat pada kaum laki-laki maupun kaum perempuan didasarkan pada 2 teori gender menurut Gilligan yaitu (1) Nature yang berarti sebagai karakteristik yang melekat atau keadaan bawaan pada seseorang atau sesuatu, diartikan juga sebagai kondisi alami atau sifat dasar manusia. (2) Nurture yaitu perbedaan perempuan dan laki- laki yang merupakan hasil konstruksi sosial budaya sehingga menghasilkan peran dan tugas yang berbeda (Nasution & Pohan, 2021).
Pada umumnya kaum perempuan dianggap bersifat memelihara, rajin, lemah, lembut dan sabar. Sehingga pekerjaan domestik dalam kegiatan sehari-hari seperti memasak, mencuci, bebenah, mengurus anak-anak dan lain-lain menjadi tanggung jawab kaum perempuan. Sedangkan laki-laki dianggap kuat, perkasa sehingga tidak cocok dalam pekerjaan domestik. Hampir semua suku budaya masyarakat di Indonesia, perempuan bertanggungjawab penuh atas aktivitas yang ada di rumah tangga sehingga seringkali kaum perempuan tidak diperbolehkan untuk pergi jauh atau melakukan aktivitas diluar rumah yang akan berdampak pada terabaikannya kegiatan-kegiatan yang terjadi didalam rumah (Pintakami, 2018). Praktik ketidaksetaraan gender yang sering terjadi pada anak khususnya remaja perempuan didalam rumah dan sangat berkaitan
erat dengan status gizi adalah anak perempuan lebih sering melakukan atau membantu pekerjaan domestik (beban ganda) dan anak perempuan mendapatkan jatah makanan yang lebih sedikit dibandingkan anak laki-laki (Nur R et al., 2020).
2.2.3. Faktor hungry (rasa lapar)
Hungry atau rasa lapar dipicu oleh hormon yang berasal dari saluran pencernaan yaitu leptin dan ghrelin (Putri & Marina, 2018). Perubahan kadar kedua hormon ini dipengaruhi oleh ketersediaan cadangan energi dalam tubuh. Hormon ghrelin merupakan pemicu rasa lapar dan keinginan makan. Kadar hormon ini meningkat sebelum makan dan akan turun beberapa jam setelah makan (Harna et al., 2018).
Hormon leptin merupakan pemicu rasa kenyang. Kadar hormon ini meningkat saat energi tubuh sudah terpenuhi dari makanan. Baik makan saat lapar maupun sebelum lapar sebenarnya adalah pilihan mengatur pola makan sehingga tidak terlalu memengaruhi penyerapan makanan. Hal yang membedakan keduanya adalah efek tubuh terhadap rasa lapar dan bagaimana respons terhadap rasa lapar tersebut (Cahyaningrum, 2015).
Faktor yang memicu terjadinya sensasi lapar diantaranya kurangnya glukosa pada tubuh. Pada saat darah kekurangan glukosa, tubuh akan memerintahkan otak untuk memunculkan rasa lapar dan biasanya ditandai dengan pengeluaran asam lambung. Hal ini menyebabkan seseorang terus merasa lapar meskipun baru saja menyantap makanan berat (Sholichah, 2021). Selain itu, faktor psikologis dan sosial juga membentuk kebiasaan makan. Contohnya adalah kebiasaan makan yang rutin dan terjadwal sehingga membuat seseorang makan karena memang sudah waktunya (bukan karena lapar), atau gaya hidup seperti hiburan, bisnis dan waktu senggang yang turut menentukan kapan seseorang makan. Stress, cemas, depresi, dan bosan juga
menentukan perilaku makan manusia melalui mekanisme yang tidak melibatkan mekanisme pemenuhan kebutuhan energi (Noer et al., 2018).
2.2.4. Faktor minuman bersoda
Minuman ringan atau yang biasa dikenal dengan soft drink merupakan minuman yang tidak mengandung alkohol dan terdiri dari air dengan penambahan gula dan bahan perasa berupa sari buah atau sejenisnya. Salah satu jenisnya adalah minuman bersoda dengan komposisi air yang diberikan karbondioksida, pemanis berkalori, pewarna, asam phosphor, asam sitrat, kafein, dan pengawet seperti potassium dan sodium benzoat (Meiriasari & Mulyani, 2013). Seiring dengan perkembangan zaman, perubahan gaya hidup mengiringi perubahan pola makan dan minum penduduk dunia, terutama remaja. Remaja yang gemar mengkonsumsi minuman bersoda dibalik kesegarannya ternyata berdampak pada masalah kesehatan seperti obesitas, berisiko terhadap diabetes mellitus tipe dua, serangan jantung, kanker dan stroke (Mullee et al., 2019).
Senyawa fosfor yang terkandung di dalam minuman soda dapat mengikat kalsium, magnesium, serta seng yang ada di dalam usus halus. Hal ini terjadi hanya dalam rentang waktu 1 jam saja. Kalsium, magnesium, serta seng mempengaruhi metabolisme zat gizi lain di dalam tubuh, sehingga jika jumlah mereka di dalam tubuh berkurang maka menyebabkan gangguan terhadap pencernaan serta penyerapan zat gizi (Rachmawati et al., 2019).
2.2.5. Faktor kebiasaan konsumsi fast food
Fast food (makanan cepat saji) adalah makanan yang disajikan dan dibuat dengan proses yang cepat. Makanan ini sering dianggap sebagai makanan yang berkualitas rendah kemudian dikemas ke dalam sebuah bentuk paket agar bisa dibawa (Mulyani et al., 2020).
Masalah gizi lebih salah satunya disebabkan oleh kebiasaan makan pada remaja.
Seiring dengan berkembangnya jaman, pola makan tradisional dengan jenis sayuran dan buah yang tinggi serat sudah mulai ditinggalkan dan beralih ke makanan cepat saji yang tinggi energi, lemak dan gula terutama pada remaja. Kondisi ini mengakibatkan kurangnya remaja dalam mengkonsumsi sayur dan buah. Konsumsi makanan yang kurang sehat, tinggi kalori, tanpa disertai dengan makan sayur dan buah yang cukup sebagai sumber serat dan mineral dapat mengakibatkan berbagai masalah kesehatan (Octaviana, 2021).
Resiko yang dapat disebabkan oleh seringnya konsumsi fast food diantaranya meningkatkan resiko penyakit pencernaan. Fast food mengandung minyak serta pedas yang dapat meningkatkan kadar keasaman pada lambung yang kemudian menyebabkan iritasi selain itu fast food dapat meningkatkan resiko terkena Gastroesophageal Reflux Disease (GERD), dan Irritable Bowel Syndrome (IBS), keluhan pada pencernaan, yang bisa berupa sakit luar biasa di perut, perut kembung; dan bersifat kambuhan. Selain itu fast food dapat meningkatkan kadar kolesterol dan trigliserida dalam darah yang merupakan faktor utama penyebab penyakit jantung. Lemak tinggi yang tidak terurai dapat menyebabkan obesitas, yang merupakan salah satu faktor risiko terhadap serangan jantung (Silalahi, 2019).
2.2.6. Faktor breakfast (kebiasaan sarapan pagi)
Sarapan pagi adalah suatu kegiatan yang penting sebelum melakukan aktivitas fisik pada hari itu. Sarapan sehat seyogyanya mengandung unsur empat sehat lima sempurna. Ini berarti kita benar-benar telah mempersiapkan diri untuk menghadapi segala aktivitas dengan amunisi yang lengkap. Sarapan atau makan pagi adalah makanan yang disantap pada pagi hari, waktu sarapan dimulai dari pukul 06.00 pagi sampai dengan pukul 10.00 pagi (Limoy et al., 2019).
Sarapan dianjurkan menyantap makanan yang ringan bagi kerja pencernaan, sehingga dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang memiliki kadar serat tinggi dengan protein yang cukup namun dengan kadar lemak rendah. Selain itu, mengonsumsi protein dan kadar serat yang tinggi juga dapat membuat seseorang tetap merasa kenyang hingga waktu makan siang (Rima et al., 2020). Sarapan pagi dapat memelihara ketahanan fisik, mempertahankan daya tahan tubuh saat bekerja dan meningkatkan produktivitas kerja. Bagi remaja, sarapan pagi dapat meningkatkan konsentrasi belajar dan memudahkan penyerapan pelajaran sehingga prestasi belajar lebih baik. Sarapan memang penting, namun, hal yang paling penting sebenarnya adalah bagaimana mengatur porsi makan pagi, kandungan gizi, dan variasi makanan saat sarapan agar kebutuhan energi dan gizi tercukupi selama seharian (Putri, 2018).
Rekomendasi menu sarapan sederhana yang bisa dikonsumsi seperti sereal gandum utuh dengan susu, yogurt tawar, dan buah segar, buah-buahan segar yang dicampur dengan kacang-kacangan, bubur oat dengan madu dan buah segar, dua butir telur rebus, smoothie dari buah-buahan atau sayuran, yogurt tawar, dan susu (Tandra &
PDKEMD, 2020).
2.2.7. Faktor bring lunch (kebiasaan membawa bekal makan siang)
Membawa bekal makanan makan siang ke sekolah lebih murah dan terjamin kebersihannya bila dibandingkan dengan membeli makanan di luar (Sjarif, D.R., Lestari, E.D., Mexitalia, M., Nasar, 2011). Membawa bekal ke sekolah sebenarnya sudah menjadi kebiasaan masyarakat Indonesia sejak lama. Dulu kebiasaan itu dilakukan karena dipandang lebih sehat dan tidak banyaknya variasi jajanan yang bisa dibeli di sekolah. Namun, seiring perkembangan zaman, praktik ini mulai jarang dilakukan, bahkan ditinggalkan. Sebagian besar orangtua menganggapnya repot, tidak ada waktu, tidak praktis, hingga banyak pilihan menu yang disediakan kantin sekolah.
Memberikan remaja uang jajan dianggap lebih simpel dan praktis. Membiasakan remaja memberikan uang jajan dapat mengakibatkan remaja tidak mau membawa bekal ke sekolah. Jajan dianggap sebagai salah satu bentuk quality time bersama teman-temannya di sekolah, namun kebiasaan jajan akan merubah pola makan remaja (Permadi, 2020)
Membawa bekal ke sekolah lebih dari sekadar mengenyangkan perut, tetapi juga menjamin pemenuhan kebutuhan nutrisi harian remaja. Ketika aneka jajanan hanya fokus membuat perut remaja kenyang, bekal yang disiapkan justru mengisi ulang kebutuhan kalori remaja dengan nutrisi dan porsi tepat sesuai usianya. Remaja membutuhkan bekal yang kaya akan zat gizi makro maupun mikro. Mulai dari karbohidrat, protein, lemak, hingga vitamin dan mineral. Membawakan bekal jadi solusi terbaik untuk menjamin kebutuhan nutrisi remaja terpenuhi setiap hari (Sahalessy & Zurimi, 2020).
2.2.8. Faktor buy food/drink (jajan di kantin sekolah)
Sekolah sebagai penyelenggara pendidikan memiliki tanggung jawab dalam menyediakan makanan yang dikelola dalam kantin sekolah. Sehingga kantin menjadi tempat untuk membeli jajanan (Mufidah & Trihantoyo, 2020). Ketersediaan makanan sehat di sekolah sebaiknya melibatkan banyak pihak baik dari produsen, penjual, pimpinan sekolah, siswa, dan pemerintah selaku pemegang regulasi tertinggi (Hanum, 2019). Untuk mencapai target ketersediaan makanan jajanan yang sehat dan higienis di sekolah, perlunya peningkatan kapasitas atau pemahaman sumber daya pangan jajanan bagi anak sekolah itu sendiri, modeling dan replikasi kantin sehat sekolah yang dibangun oleh sekolah, dan optimalisasi manajemen sekolah dengan mengadakan atau membentuk Aksi Nasional Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS). Target aksi tersebut bertujuan meningkatkan pemahaman, ketrampilan, dan proporsi konsumsi jajanan
anak sekolah yang memenuhi syarat keamanan, mutu, dan gizi yang sudah terstandarisasi (Aini, 2018).
2.3. Konsep Remaja 2.3.1 Pengertian
Remaja adalah suatu masa dimana secara fisik individu berkembang dari saat pertama kali menunjukan tanda-tanda seksual sekunder sampai mencapai kematangan seksual, secara psikologis individu mengalami perkembangan dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa (Saputro, 2018). Remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menjadi dewasa awal dan mencapai kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Putro, 2018).
2.3.2 Tugas-tugas perkembangan masa remaja
Tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya sikap dan meninggalkan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk kemampuan bersikap dan perilaku secara dewasa (Ahsan & Ilmy, 2018). Tugas-tugas perkembangan masa remaja diantaranya mampu menerima keadaan fisiknya, mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa, mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis, mencapai kemandirian emosional, mencapai kemandirian ekonomi, mengembangkan konsep dan ketrampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota anggota masyarakat, memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua, mengembakan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki dunia dewasa, mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan, serta memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga (Zonya et al., 2019).
2.3.3 Ciri-ciri masa remaja
Masa remaja adalah suatu masa perubahan, pada masa ini terjadi perubahan- perubahan yang sangat pesat yakni baik secara fisik, maupun psikologis, ada beberapa perubahan yang terjadi selama masa remaja ini diantaranya:
1. Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat
Pada remaja awal yang dikenal sebagai masa strong dan masa stress. Peningkatan emosional ini merupakan hasil dari perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa remaja. Dari segi kondisi sosial peningkatan emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada dalam kondisi baru, yang berbeda dari masa sebelumnya. Pada masa ini banyak tuntutan dan tekanan yang ditunjukan pada remaja misalnya mereka diharapkan untuk tidak lagi bertingkah seperti anak-anak, mereka harus lebih mandiri dan tanggung jawab. Kemandirian dan tanggung jawab ini akan terbentuk seiring dengan berjalannya waktu, dan akan nampak jelas pada remaja akhir yang dalam hal ini biasanya remaja sedang duduk di masa sekolah (Zonya et al., 2019).
2. Perubahan yang cepat secara fisik dan kematangan seksual.
Perubahan ini membuat remaja merasa tidak yakin akan diri dan kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik yang terjadi secara cepat baik perubahan internal maupun eksternal. Perubahan internal seperti sistem sirkulasi, pencernaan, dan sistem respirasi. Sedangkan perubahan eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh sangat berpengaruh terhadap konsep diri remaja (Karlina, 2020).
3. Perubahan yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang lain.
Selama masa remaja banyak hal-hal yang menarik bagi dirinya dibawa dari masa kanak-kanak digantikan dengan hal menarik yang baru dan lebih menantang. Hal ini juga dikarenakan adanya tanggung jawab yang lebih besar pada masa remaja, maka remaja diharapkan untuk dapat mengarahkan ketertarikan mereka pada hal-hal yang lebih penting. Perubahan juga terjadi dalam hubungan dengan orang lain. Remaja tidak
lagi berhubungan dengan hanya dengan individu dari jenis kelamin yang sama, tetapi juga dengan lawan jenis, dan dengan orang dewasa (Saputro, 2018)
37