SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar
WIDYA SARI 105331104318
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2022
TINDAK TUTUR EKSPRESIF BERDASARKAN LATAR BELAKANG EKONOMI PESERTA DIDIK DALAM INTERAKSI PEMBELAJARAN
BAHASA INDONESIA KELAS VIII A SMPN 2 GALESONG (Tinjauan Pragmatik)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar
WIDYA SARI 105331104318
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2022
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
ix
MOTO DAN PERSEMBAHAN Moto :
Keberhasilan bukanlah milik orang yang pintar. Tapi keberhasilan adalah milik mereka yang senantiasa berusaha. Genggamlah dunia sebelum dunia menggenggammu.
Persembahan :
Saya persembahkan skripsi ini sebagai wujud terima kasih saya kepada orang tua tercinta, terkasih yang telah senantiasa memberikan dukungan penuh, pengorbanan, semangat, dan doa restu di setiap langkah saya, untuk saudara saya dan teman-teman yang telah ikut andil dalam proses saya
serta seseorang yang dengan tulus sudah menemani sampai saat ini.
x
ABSTRAK
Widya Sari. 2022. Tindak Tutur Ekspresif berdasarkan Latar Belakang Ekonomi Peserta Didik dalam Interaksi Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas VIII A SMPN 2 Galesong (Tinjauan Pragmatik). Skripsi. Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Universitas Muhammadiyah Makassar. Pembimbing I Aliem Bahri dan Pembimbing II Andi Syamsul Alam.
penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk tindak tutur ekspresif siswa dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia berdasarkan latar belakang ekonomi siswa. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang menggunakan tinjauan pragmatik. Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa bentuk-betuk tindak tutur ekspresif yang umum di gunakan dalam pembelajaran bahasa Indonesia pada percakapan antara siswa dengan guru di dalam kelas VIII A SMPN 2 Galesong, peneliti menemukan frekuensi kemunculan tindak tutur berterima kasih sebanyak 8 kali dengan persentase 25,80, tindak tutur mengucapkan selamat sebanyak 5 kali dengan persentase 16,12%, tindak tutur meminta maaf sebanyak 6 kali dengan persentase 19,35%, tindak tutur meyalahkan sebanyak 4 kali dengan persentase 12,90%, tindak tutur memuji sebanyak 4 kali dengan persentase 12,90, dan tindak tutur belasungkawa sebanyak 4 kali dengan persentase 12,90. Hal tersebut menunjukkan bahwa tuturan yang paling banyak digunakan yaitu bentuk tindak tutur berterima kasih. Sedangkan peneliti menemukan tindak tutur ekspresif berdasarkan latar belakang ekonomi siswa kelas VIII A SMPN 2 Galesong yakni, 9 siswa yang berlatar belakang ekonomi kelas atas, 18 siswa yang berlatar belakang ekonomi kelas menengah, dan 4 siswa yang berlatar belakang ekonomi bawah. Frekuensi kemunculan tindak tutur ekspresif pada siswa yang berlatar belakang ekonomi atas sebanyak tiga tuturan yang jumlah 9 siswa dengan persentase 29,03%. Sedangkan frekuensi kemunculan tindak tutur ekspresif pada siswa yang berlatar belakang ekonomi menengah sebanyak 3 tuturan yang berjumlah 18 siswa dengan persentase 58,06%. Sedangkan frekuensi kemunculan tindak tutur ekspresif pada siswa yang berlatar belakang ekonomi bawah sebanyak 2 tuturan yang berjumlah 4 siswa dengan persentase 12,90%.
Kata Kunci : Tindak Tutur Ekspresif,Tinjauan Pragmatik
xi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah Swt, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya serta kekuatan sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Tindak Tutur Ekspresif berdasarkan Latar Belakang Ekonomi Peserta Didik dalam Interaksi Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas VIII A SMPN 2 Galesong (Tinjauan Pragmatik)”. Shalawat serta salam tak lupa pula penulis haturkan kepada junjungan kita Nabiullah Muhammad Saw, Nabi sebagai suri tauladan yang telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju zaman yang serba digital ini.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai penyusunan skripsi, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan apresiasi setinggi-tingginya kepada Bapak Prof.
Dr. H Ambo Asse, M.Ag, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menimbah ilmu di Universitas Muhammadiyah Makassar. Bapak Erwin Akib, S.Pd., M.Pd., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menimbah ilmu di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Ibu Prof. Dr.
Dra. Munirah, M.Pd selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
xii
Indonesia, Ibu Dr. Andi Paida, S.Pd., M.Pd. Sekretaris Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan motivasi selama penulis menempuh kuliah berupa ilmu, nasehat serta pelayanan sampai penulis dap at menyelesaikan kuliah.
Bapak Alim Bahri S.Pd., M.Pd., selaku Pembimbing I dan Bapak Andi Syamsul Alam S.Pd., M.Pd., selaku Pembimbing II yang telah menyediakan waktu, tenaga, pikiran, maupun dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Dosen-dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat bagi penulis dan staf Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia beserta staf akademik Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar yang banyak membantu dalam pengurusan skripsi penulis. Secara khusus kepada kedua orang tua penulis, Ayah Jamaluddin dengan Ibu Melle, terima kasih atas segala pengorbanan, kesabaran, dukungan, semangat, dan doa restu di setiap langkah ini, kiranya amanah yang diberikan kepada peneliti tidak tersia-siakan. Bapak Syamsul S.Pd., selaku Kepala Sekolah UPT SMP Negeri 2 Galesong Selatan Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar yang telah menerima peneliti dengan sangat baik untuk melakukan penelitian dan tak lupa juga jajaran staf yang telah membantu peneliti mengumpulkan data untuk melengkapai skripsi yang dibuat oleh peneliti. Saudara dan Saudari kandung penulis yang telah memberikan dukungan serta doa kepada peneliti hingga bisa menyelesaikan skripsi ini. Teman-teman Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
xiii
angkatan 2018 kelas B yang telah memotivasi penulis sehingga penelitian ini dapat terselesaikan.
Dengan segala kerendahan hati, penulis senantiasa mengharapkan kritikan dan saran dari berbagai pihak, selama saran dan kritikan tersebut sifatnya membangun karena penulis yakin bahwa suatu persoalan tidak akan berarti sama sekali tanpa adanya kritikan. Teriring doa semoga amal kebaikan dari berbagai pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini mendapat pahala yang berlimpah dan berlipat ganda dari Allah Swt.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Penulis mengucapkan banyak terima kasih, semoga Allah Swt melimpahkan rahmat dan keberkahan Aamiin.
Makassar, Juli 2022
Penulis,
Widya Sari
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL... i
HALAMAN JUDUL ... ii
ABSTRAK ... iii
SURAT PERNYATAAN ... iv
SURAT PERJANJIAN ... v
KATA PENGANTAR... vi
DAFTAR ISI... ix
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan masalah ... 4
C. Tujuan penelitian... 4
D. Manfaat penelitian... 4
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 6
A. Kajian teori... 6
B. Kerangka pikir... 31
C. Hasil penelitian yang relevan ... 34
BAB III METODE PENELITIAN ... 39
A. Pendekatan dan jenis penelitian ... 39
B. Tempat dan waktu penelitian ... 39
C. Subjek penelitian ... 39
D. Instrumen penelitian ... 40
E. Teknik pengumpulan data ... 40
F. Teknik analisis data... 40
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 42
A. Hasil Penelitian ... 42
B. Pembahasan ... 52
BAB V PENUTUP... 59
A. Simpulan ... 59
B. Saran... 60
xv
DAFTAR PUSTAKA ... 61 LAMPIRAN... 63
xvi
BAB I
A. Latar Belakang
PENDAHULUAN
Bahasa mempunyai peranan penting dalam kehidupan sehari-hari yaitu sebagai alat komunikasi. Komunikasi bertujuan untuk mengungkapkan perasaan dan pikiran sehingga dapat dapat diartikan sebagai suatu proses untuk menyampaikan pesan melalui tuturan. Komunikasi dikatakan berhasil apabila pesan atau informasi yang ingin disampaikan penutur dapat diterima dengan baik oleh mitra tutur. Dalam berkomunikasi bahasa digunakan dalam berbagai kegiatan. Seorang penutur sangat memerlukan bahasa sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan pesan kepada mitra tutur untuk mencapai tujuan bersama dalam berkomunikasi. Misalnya saja pada proses pembelajaran disekolah.
Seorang guru akan menyampaikan materi kepada siswa menggunakan bahasa dan tindak tutur yang dipastikan akan di terima dan dipahami dengna baik oleh siswa tersebut.
Dalam pembelajaran di dalam kelas, penggunaan bahasa khususnya bahasa Indonesia merupakan realitas komunikasi yang berlangsung dalam interaksi belajar mengajar. Guru sangat berperan penting dalam pembelajaran karena guru memiliki kecenderungan menggunakan berbagai variasi tindak tutur yang pemakaiannya disesuaikan dengan fungsi untuk menyampaikan ide, merangsang perubahan tingkah laku dan memberikan pengalaman berbahasa
bagi siswa.
1
2
Dalam proses pembelajaran dalam kelas, guru memberikan pengetahuan kepada siswa. Guru harus memahami betul tentang konteks bahasa dalam menentukan susatu ujaran. Dalam konteks pemakaian bahasa yang perlu diperhatikan adalah tempat komunikasi terjadi, objek yang akan dituturkan, dan bagaimana tindakan yang seharusnya penutur terhadap hal yang akan dituturkan. Dalam proses pembelajaran di kelas, bahasa dapat berfungsi sebagai alat komunikasi untuk membangun interkasi antara siswa dan guru yang harmonis dan senyaman mungkin. Apabila terjalin hubungan interkasi yang harmonis maka akan mewujudkan terjadinya pemahaman yang komprehensif tentang materi yang sedang diajarakn oleh guru. Proses komunikasi menjadi sangat penting selama proses pembelajaran berlangsung. Begitupun sebaliknya.
Seorang siswa akan berusaha menerima dan memahami materi yang diajarkan oleh guru.
Bahasa merupakan alat yang digunakan manusia untuk berkomunikasi dan berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari dengan orang lain, baik individu maupun kelompok. Sebuah kounikasi bahasa memiliki peranan yang sangat penting sebagai alat komunikasi. Bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari merupakan realitas komunikasi yang berlangsung secara interaksi.
Manusia dan bahasa tidakdapat dipisahkan, karena bahasa merupakan hasil proses berpikir manusia. Apabila manusia tidak mempunyai bahasa maka komunikasi antar masyarakat tidak akanterjadi. Bahasa menurut Webster (dalam Yendra, 2018:3) adalah alat sistematis untuk menyampaikan sebuah gagasan atau perasaan dengan memakai tanda-tanda,bunyi, gesture, atau tanda
yang disepakati yang mengandung makna yang dapat dipahami. Yendra (2018:4) bahasa selain berfungsi sebagai salah satu alat komunikasi utama, bahasa juga merupakan salah satu keahlian yang hanya dimiliki oleh manusia, hal inilah yang membedakan interaksi makhluk-makhluk lain dibumi. Jadi secara garis besar dapat didefinisikan bahwa bahasa sebagai sistem bunyi yang memiliki makna, lambang bunyi, dan dituturkan dari sistem artbiterari manusia dalam situasi yang wajar yang digunakan sebagai alat komunikasi. Bahasa sebagai alat komunikasi dapat dikaji berdasarkan konteksnya. Cabang ilmu bahasa yang mengkaji tentang bahasa dengan pertimbangan konteks yaitu bidang pragmatik.
Pragmatik sebagai salah satu ilmu bahasa, mengkhususkan pengkajian pada hubungan antara bahasa dan konteks tuturan berkaitan dengan itu Suryanti (2020:10) pragmatik merupakan tataran yang turut memperhitungkan manusia.sebagai pengguna bahasa. Pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan itu digunakan dalam komunikasi. Pragmatik mengkaji tentang tindak tutur dan juga mengkaji tentang cara berbicara atau cara melakukan komunikasi yang baik dan benar sehingga maksud dan pesan dari pembicaraan tersebut dapat atau bisa dipahami oleh mitra tutur (Darwis, 2018:21). Objek kajian pragmatik terdiri dari deiksis,implikatur, praanggapan, tindak tutur dan struktur wacana.
Penelitian ini memfokuskan pada tindak tutur.
Chaer dan Agustina (2010:27) menyatakan bahwa tindak tutur adalah tuturan dari seseorang yang bersifat psikologis dan yang dilihat adalah makna
4
tindak di dalamtuturannya itu. Maksudnya, tindak tutur merupakan ujaran yang berupa pikiran atau gagasan dari seseorang yang dapat dilihat dari makna tindakan atas tuturannya tersebut. Tindak tutur terdapat dalam konumikasi bahasa. Seorang mitratutur, maka yang ingin dikemukakannya itu adalah makna atau maksud kalimat. Cara penyampaian atau maksud dalam tindak tutur perlu dipertimbangkan berbagai kemungkinan tindak tutur harus sesuai dengan posisi penutur, situasi tutur, dan kemungkinan struktur yang ada dalam bahasa itu. Penutur cenderung menggunakan bahasa yang seperlunya dalam berkomunikasi. Pemilihan kata oleh penutur lebih mengarah pada bahasa yang komunikatif melalui konteks situasi yang jelas suatu peristiwa komunikasi dapat berjalan dengan lancar.
Tindak tutur dibagi menjadi tiga jenis yaitu lokusi, ilokusi, dan perlokusi.
Tindak tutur lokusi adalah tindak tutur yang makna tuturannya sesuai dengan tuturan penutur. Tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur melakukan sesuatu yang didalamnya terkait fungsi dan makna lain dari tuturan. Tindak tutur perlokusi adalah tuturan yang dituturkan oleh penutur yang mempunyai efek atau pengaruh bagi mitra tuturnya. Selanjutnya menurut Searle (1969) membagi tindak tutur ilokusi menjadi lima jenis yaitu tindak tutur representatif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklaratif. Penelitian ini lebih memfokuskan pada tindak tutur ekspresif.
Tindak tutur ekspresif mempunyai fungsi untuk mengekspresikan, mengungkapkan atau memberitahukan sikap psikologis sang pembicara menuju suatu pernyataan keadaan yang diperkirakan oleh ilokusi. Misalnya,
mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memaafkan, mengampuni, menyalahkan, memuji, menyatakan belasungkawa, dan sebagainya.
Selanjutnya, Yule (2006) tindak tutur ekspresif ialah jenis tindak tutur yang menyatakan sesuatu yang dirasakan oleh penutur. Tindak tutur itu mencerminkan pernyataan-pernyataan psikologis dan dapat berupa pernyataan kegembiraan, kesulitan, kesukaan, kebencian, kesenangan, atau kesengsaraan. Tindak tutur ekspresif itu disebabkan oleh sesuatu yang dilakukan oleh penutur atau pendengar, tetapi semuanya menyangkut pengalaman penutur.
Sementara itu, Austin (1962) membagi tindak tutur ekspresif ini menjadi enam. Keenam jenis itu adalah berterima kasih (thanking), memberi selamat (congratulating), meminta maaf (pardoning), menyalahkan (blaming), memuji (praising), dan belasungkawa (condoling). Searle (1969) menyatakan bahwa tindak tutur ekspresif digunakan untuk mengekspresikan keadaan psikologis dalam kondisi ketulusan atau perasaan sebenarnya dalam konten proposisional.
Tindak tutur yang termasuk ke dalam tindak tutur ekspresif, di antaranya menyambut, memuji dan menyalahkan.
Dalam interkasi pembelajaran penggunaan ragan tindak tutur digunakan sebagai salah satu tolok ukur keefektifan komunikasi dalam pembelajaran.
Komunikasi multiarah menjadi salah satu indikator keefektifan komunikasi dalam pembelajaran. Komunikasi multiarah yaitu komunikasi yang melibatkan interaksi anatar siswa dan guru serta antara siswa dengan siswa lain. Apabila dalam proses pembelajaran tidak ditemukan atau sedikit ditemukan penggunaan tindak tutur oleh siswa, maka hal tersebut menunjukkan bahwa
6
para siswa bertindak pasif dan pembelajaran hanya didominasi oleh guru.
Sebaliknya, apabila dalam pembelajaran ditemukan berbagai variasi tindak tutur yang dilakukan oleh siswa dan guru. Hal ini menunjukkan bahwa siswa dan guru berperan aktif dalam pembelajaran.Salah satu peristiwa tutur berbahasa yang menarik dikaji secara pragmatik adalah peristiwa berbahasa antara siswa dan guru.
Keberadaan tindak tutur guru dalam interaksi pembelajaran sangat berpengaruh terhadap aktivitas belajar siswa. Interaksi belajar mengajar bahasa merupakan alat atau sarana komunikasi yang sangat penting. Bahasa digunakan sebagai media untuk saling berinteraksi antara guru dan siswa. Melalui komunikasi yang baik maka tujuan yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran akan terwujud. Seorang guru harus menarik dan mempertahankan perhatian siswa dalam mengikuti pproses pembelajaran dengan baik. Penelitian ini dilaksanakan di SMP 2 Galesong dengan pertimbangan berdasarkan observasi dan hasil wawancara kepada guru mata pelajaran bahasa Indonesia di sekolah tesebut. Penelitian ini terkait dengan bentuk tindak tutur ekspresif dalam interaksi pembelajaran bahasa Indonesia belum pernah dilakukan sebelumnya.Perbedaan dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan bentuk tutur ekspresif siswa terhadap guru dalam interaksi pemebelajaran bahasa Indonesia.
Adapun teori utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Leech khususnya dalam pembagian bentuk dan fungsi tindak tutur ekspresif.
Berdasarkan pemaparan tersebut, penulis termotivasi melakukan penelitian
dengan judul “tindak tutur ekspresif berdasarkan latar belakang ekonomi peserta dididk dalam interaksi pembelajaran bahasa Indonesia kelas VIII A SMPN 2 Galesong”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka penulis dapat merumuskan masalah yaitu “bagaimanakah bentuk tindak tutur ekspresif siswa dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia berdasarkan latar belakang ekonomi siswa tesebut”.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penulis yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bentuk tindak tutur ekspresif siswa dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia berdasarkan latar belakang ekonomi siswa tersebut.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis
Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah wawsan kebahasaan khusunya dalam bidang pragmatik.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi pembaca, hasil penelitian ini dapat membuka wawsan tentang tindak tutur ekspresif dengan baik.
b. Bagi para peneliti, diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi dan dapat dijadikan sebagai acuan bagi peneliti bahasa khususnya dalam bidang pragmatik tentang tindak tutur ekspresif.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori 1. Pragamtik
Pragmatik adalah cabang dari ilmu bahasa yang mempelajari tentang struktur makna bahasa secara eksternal yaitu bagaimana suatu satuan kebahasaan dapat digunakan dalam berkomunikasi. Hal ini senada dengan Rahardi (2005:49) pragmatik adalah ilmu yang mempelajari kondisi penggunaan bahasa manusia yang pada dasarnya sangat ditentukan oleh konteks yang mewadahi dan melatarbelakangi bahasa itu. Senada dengan pendapat sebelumnya Wijana (2010:3-4) yang mengemukakan bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yaitu bagaimana satuan kebahasaan itu digunakan di dalam komunikasi.
Pragmatik adalah studi tentang maksud penutur dan sebagi akibatnya studi ini lebih banyak berhubungan dengan analisis maksud tuturan dari pada makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri (Yule, 2006:3). Menurut Tarigan (2009:30), “Pragmatik menelaah ucapan-ucapan khusus dalam situasi-situasi khusus dan memusatkan perhatian kepada aneka ragam cara yang merupakan wadah aneka konteks sosial.”
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah cabang ilmu yang mempelajari dan mengkaji makna yang
8
disampaikan oleh penutur atau penulis dan ditafsirkan oleh pembaca atau pendengar dengan melihat kondisi dan situasi konteks penyampaiannya.
Tindak tutur sangat erat kaitannya dengan kesantunan. Tindak tutur dapat mempertegas ungkapan suatu bahasa dengan baik apabila dikaitkan dengan situasi konteks terjadinya ungkapan. Pragmatik merupakan ilmu yang mempelajari bahasa berdasarkan struktur bahasa berdasarkan konteks bahasa tersebut. Rahardi (2005:49-50) menyatakan bahwa pragmatik adalah ilmu yang mempelajari kondisi penggunaan bahasa manusia yang pada dasarnya sangat ditentukan oleh 8 konteks yang mewadahi dan melatarbelakngi bahasa itu. Di dalam ilmu pragmatik, bahasa diteliti berdasarkan konteks atau situasi. Oleh karena itu, untuk mengetahui keserasian pemakaian bahasa seorang penutur atau lawan tutur diperlukan kajian ilmu pragmatik, khususnya kesantunan berbahasa.
2. Tindak Tutur a. Tindak Tutur
Tindak tutur atau speech act merupakan suatu tindakan yang diungkapkan melalui bahasa yang disertai dengangerak dan sikap anggota badan untuk mendukung penyampaian maksud pembicara. Dalam proses tindak tutur ditentukan adanya beberapa aspek situasi ujar, antara lain:
pertama, yang menyapa (penyapa, penutur) dan yang disapa (penutur), kedua, konteks sebuah tuturan (latar belakang), ketiga, tujuan sebuah tuturan, keempat, tuturan sebagai bentuk tindak kegiatan, kelima, tuturan sebagai produk tindak verbal.
10
Menurut Chaer dan Agustina (2010) tindak tutur merupakan gejala individual bersifat psikologis dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemapuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Dalam tindak tutur lebih dilihat pada makna atau arti tindakan dalam tuturannya.
Adapun Verhaar (2004) merumuskan bahwa pragmatik merupakan cabang ilmu linguistik membahas tentang apa yang termasuk struktur bahasa sebagaimana alat komunikasi antarpenutur dan pendengar, dan sebagai pengacuan tanda-tanda bahasa pada hal-hal ekstra lingual yang dibicarakan.
Morris (dalam Rahardi, 2005) mengungkapkan bahwa pragmatik adalah studi relasi antara tanda-tanda dan penafsirnya.
Pragmatik merupakan studi tentang maksud penutur, yaitu tentang makna yang disampaikan penutur (penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (pembaca) dan bagaimana agar lebih ba nyak yang disampaikan daripada yang dituturkan. Sebagai akibatnya, studi ini lebih banyak berhubungan dengan analisis-analisis tentang apa yang dimaksudkan orang dengan tuturan- tuturannya daripada dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri. Crystal serta Hartman dan Strok (dalam Nadar, 2009) menyatakan bahwa pragmatik yaitu cabang semiotika yang mengkaji hubungan tanda dengan pengguna Bahasa.
Levinson (dalam Nadar, 2009) “Pragmatik merupakan suatu istilah yang mengesankan bahwa sesuatu yang sangat khusus dan teknis sedang menjadi objek pembicaraan, padahal istilah tersebut tidak mempunyai arti yang jelas”. Yule (2006) Pragmatik adalah studi tentang makna yang
disampaikan oleh penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar atau (pembaca). Sebagai akibatnya studi ini lebih banyak berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan orang dengan tuturan-tuturannya daripada dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri. Pragmatik adalah studi tentang maksud penutur.
Pragmatik berkenaan dengan syarat-syarat yang mengakibatkan serasi tidaknya pemakaian bahasa dalam komunikasi. Jadi, pragmatik adalah studi tentang hubungan antara bentuk-bentuk linguistik dan pemakai bentuk itu yang didasarkan pada konteks. Jadi, pragmatik adalah studi tentang hubungan anatara bentuk-bentuk linguistik dan pemakai bentuk itu yang didasarkan pada konteks. Pendapat lainnya juga dikemukakan oleh Tarigan (2015), pragmatik merupakan telaah umum mengenai bagaimana caranya konteks mempengaruhi cara kita menafsirkan kalimat.
Manfaaat belajar bahasa melalui pragmatik adalah bahwa seseorang dapat bertutur kata berdasarkan konteks dengan sedikit yang dikatakan tetapi banyak yang disampaikan.
Sementara itu, Alek dan Achmad (2012) mengatakan bahwa teori tindak tutur (speech act) diformulasikan oleh dua ahli filsafat, yaitu John Austin dan John Searle dari dasar pandangan bahwa bahasa digunakan tidak hanya untuk menggambarkan dunia, melainkan juga untuk melakukan tindakan yang dapat mengindikasikan dari tampilan sendiri. Pendekatan tindak tutur difokuskan pada pengetahuan yang mendasari kondisi untuk memproduksi dan menginterpretasikan tindakan melalui kata-kata.
12
Selanjutnya, Austin (1962) mengidentifikasi jenis-jenis tindak tutur yang dilakukan ketika berbahasa, yaitu lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Lokusi adalah mengucapkan kalimat tertentu yang memiliki sebuah arti dan referensi. Ilokusi adalah tindakan berupa menginformasikan, menyatakan pesan, peringatan, dengan ucapan-ucapan yang memiliki kekuatan tertentu. Perlokusi adalah pengaruh yang dihasilkan dengan mengatakan sesuatu, seperti meyakinkan, membujuk, menghalangi, dan bahkan mengatakan, mengejutkan atau menyesatkan. Lebih lanjut, Austin mengelompokkan ilokusi menjadi lima.
Kelima ilokusi itu adalah representatif (contohnya menuntut), komisif (contohnya janji), direktif (contohnya permintaan), ekspresif (contohnya terima kasih), deklarasi (contohnya penunjukan).
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur merupakan suatu cara yang menegaskan bahwa suatu bahasa dapat dipahami dengan baik jika diungkapkan sejalan dengan situasi dan konteks terjadinya bahasa tersebut, baik berupa psikologis maupun sosial. Selain itu, tindak tutur merupakan suatu aspek yang membentuk peristiwa tutur pada proses komunikasi. Sumarsono (2010) menyatakan tindak tutur adalah suatu ujaran sebagai fungsional dalam komunikasi. Suatu tuturan merupakan sebuah ujaran atau ucapan yang mempunyai fungsi tertentu di dalam komunikasi. Artinya, ujaran atau tuturan mengandung maksud. Maksud tuturan sebenarnya harus diidentifikasi dengan melihat situasi tutur yang melatarbelakanginya.
Penelaahan yang tidak memperhatikan situasi tutur akan menyebabkan hasil yang keliru.
Teori tindak tutur “speech act” berawal dari ceramah yang disampaikan oleh filsuf berkebangsaan Inggris, John L. Austin, pada tahun 1955 di Universitas Harvard, yang kemudian diterbitkan pada tahun 1962 dengan judul “How to do things with words” (Nadar, 2009). Chaer dan Agustina (2010) mendefinisikan tindak tutur sebagai gejala individual yang bersifat psikologis dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Tindak tutur ini lebih menekankan pada makna atau arti tindakan dalam suatu tuturan.
Tindak tutur adalah salah satu konsep pragmatik yang menghasilkan tindak sosial. Tindak tutur disertai dengan melakukan sesuatu seperti berjanji, memberi nasihat. Yule (2006) mengungkapkan bahwa tindak tutur merupakan suatu tindakan yang ditampilkan melalui ujaran dalam proses komunikasi. Jadi, Tindak tutur memusatkan perhatian pada cara penggunaan bahasa dalam mengomunikasikan maksud dan tujuan penutur. Makna yang dikomunikasikan tidak hanya dapat dipahami berdasarkan bahasa dalam bertutur, tetapi juga ditentukan oleh aspek komunikasi, termasuk aspek situasional komunikasi. Misalnya tuturan “Rumahnya jauh” yang disampaikan kepada ketua perkumpulan, kepanitiaan atau organisasi secara tidak langsung bahwa orang yang rumahnya jauh tidak dapat terlalu aktif dalam organisasi, dan mengharapkan agar ketua tidak terlalu memberikan banyak tugas kepada orang yang rumahnya jauh. Merujuk pada pendapat di atas, tindak tutur disimpulkan sebagai suatu tindakan yang ditampilkan
14
melalui ujaran dalam suatu proses komunikasi yang dipengaruhi oleh situasi atau konteks dalam berbicara.
b. Peristiwa Tutur
Peristiwa tutur (speech event) merupakan proses terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam suatu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua belah pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu. Menurut Yuliana dkk. (2013) peristiwa tutur ialah suatu kegiatan dimana para peserta berinteraksi dengan bahasa dalam cara-cara konvensional untuk mencapai suatu hasil.
Selanjutnya menurut Yule (2006) peristiwa tutur ialah suatu kegiatan dimana para peserta berinteraksi dengan bahasa dalam cara-cara konvensional untuk mencapai suatu hasil. Jadi, interaksi linguistik dalam komunikasi antara penutur dan petutur tentang suatu topik, di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu inilah yang disebut dengan peristiwa tutur. Dengan demikian, peristiwa tutur merupakan rangkaian kegiatan dari tindak tutur yang terorganisasikan untuk mencapai suatu ujaran dan lebih ditekankan pada tujuan peristiwanya.
c. Jenis Tindak Tutur 1. Tindak Lokusi
Chaer dan Agustina (2010) menyatakan bahwa tindak lokusi adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam arti “berkata” atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami.
Searle menyatakan tindak lokusioner adalah tindak bertutur dengan
kata, frasa, dan kalimat sesuai dengan makna yang dikandung oleh kata, frasa, dan kalimat itu. Contoh tuturan “saya haus” yang mengacu pada kata haus‟ dahaga‟ atau “berasa kering kerongkongan dan ingin minum” (Alwi et al., 2019) tanpa dimaksudkan untuk meminta diambilkan atau dibelikan minuman merupakan tuturan lokusi. Tindak tutur lokusi adalah tindak berbicara, yaitu tindak mengucapkan sesuatu dengan makna kata dan makna kalimat sesuai dengan makna itu (di dalam kamus) dan makna sintaktis kalimat itu menurut kaidah sintaktisnya.
Dalam tindak lokusi ini, tidak memasalahkan maksud atau fungsi ujaran. Jadi kalau dengan mengujarkan “Saya haus” cara mengartikannya “Saya” sebagai orang pertama tunggal, dan „haus”
mengacu pada tenggorokan kering dan perlu dibasahi. Tanpa bermaksud untuk minta minum. Misalnya, seseorang dikatakan melakukan lokusi maka ini adalah wilayah ilmu semantik (Austin). Jadi tuturan lokusi adalah tuturan yang maknanya sesuai tuturan itu yakni dengan makna kata yang ada di kamus. Dengan kondisi tanpa mengaitkan maksud tertentu.
2. Tindak Ilokusi
Chaer dan Agustina (2010) menyatakan bahwa tindak ilokusi adalah tindak tutur yang biasanya diidentifikasikan dengan kalimat performatif yang eksplisit. Tindak ilokusi ini biasanya berkenaan dengan pemberian izin, mengucapkan terima kasih, menyuruh, menawarkan dan
16
menjanjikan. Uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang berfungsi menyampaikan sesuatu dengan maksud untuk melakukan tindakan yang ingin dicapai oleh penuturnya pada waktu menuturkan sesuatukepada mitra tutur.
Menurut Wijana (2010) tindak ilokusi merupakan sebuah tuturan selain berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu, dapat juga digunakan untuk melakukan sesuatu. Hal ini dipertegas oleh Rustono (2017) yang menyatakan bahwa tuturan ilokusi merupakan tuturan yang mempunyai maksud, fungsi, atau daya tuturan tertentu.
Jenis tuturan ini dapat diidentifikasi dengan pertanyaan “untuk apakah tuturan itu diekspresikan”.
Tindak tutur ilokusi adalah tindak melakukan sesuatu dalam mengatakan sesuatu. Ilokusi ini berbicara tentang maksud, fungsi, atau ujaran yang bersangkutan, dan bertanya “untuk apa ujaran ini dilakukan?” jadi, “Saya haus” dimaksudkan untuk minta minum adalah sebuh tindak ilokusi. Hal ini adalah wilayah ilmu pragmatik (Austin).
Hal senada juga diungkapkan Nadar (2009) bahwa tindakan ilokusi adalah tindakan apa yang ingin dicapai oleh penuturnya pada waktu menuturkan sesuatu dan dapat merupakan tindakan menyatakan berjanji, minta maaf, mengancam, meramalkan, memerintah, meminta, dan lain sebagainya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tindakan ilokusi tidak hanya bermakna untuk menginformasikan sesuatu tetapi juga
mengacu untuk melakukan sesuatu. Pernyataan para ahli membenarkan bawa tuturan lokusi berbeda dari tuturan ilokusi.
Selanjutnya, Ekspresif adalah salah satu jenis tindak tutur menurut klasifkasi Searle (1969). Ekspresif yakni ujaran atau tindak tutur yang pengungkapan perasaan, sikap, pendapat si penutur. Misalnya, minta maaf, merasa ikut bersimpati, mengucapkan selamat, memaafkan, megucapkan terima kasih, menyalahkan dan memuji (Leech, 2016). Tindak tutur ekspresif adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar ujarannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan di dalam tuturan itu. Fraser menyebutkan tindak tutur ekspresif dengan istilah evaluatif. Tuturan memuji, mengucapkan terima kasih, mengkritik,mengeluh, menyalahkan, mengucapkan selamat, menyanjung termasuk ke dalam jenis tindak tutur ekspresif (Rustono, 2017).
Fungsi yang diacu oleh maksud tuturan di dalam pemakaiannya untuk menyatakan penilaian disebut fungsi pragmatik ekspresif (Leech, 2016).
Dengan fungsi pragmatik ini, penutur bermaksud menilai atas hal yang dituturkannya. Termasuk ke dalam fungsi pragmatik ini adalah memuji, mengucapkan terima kasih, mengkritik, mengeluh, menyalahkan, dan memaafkan.
3. Tindak Perlokusi
Jenis tindak tutur yang terakhir adalah tindak tutur perlokusi.
Perlokusi merupakan akibat atau efek yang muncul pada diri mitra tutur setelah mendengar sebuah tuturan. Chaer dan Agustina (2010)
18
menjelaskan tindak perlokusi adalah tindak tutur yang berkenaan dengan adanya ucapan orang lain sehubungan dengan sikap dan perilaku non linguistik dari orang lain. Sebuah tuturan yang diutarakan oleh seseorang seringkali mempunyai daya pengaruh (perlocutionary force), atau efek bagi yang mendengarkannya. Efek atau daya pengaruh ini dapat secara sengaja atau tidak sengaja dikreasikan oleh penuturnya. Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk mempengaruhi lawan tutur.
Menurut Austin, tindak perlokusi ini mengacu ke efek yang dihasilkan penutur dengan mengatakan sesuatu. Sejalan dengan pendapat tersebut. Saleh dan Mahmudah (2006) perlokusi ialah tindak tutur yang berkenaan dengan adanya efek yang ditimbulkan ucapan seseorang sehubungan dengan sikap dan perilaku nonlinguistik dari orang lain. Misalnya, karena adanya tuturan guru kepada siswanya
“mungkin Anda tidak akan naik kelas”, maka si siswa akan panik atau sedih.
d. Fungsi Tindak Tutur
Searle (1969) mendeskripsikan tuturan bedasarkan pada makna tuturan itu sendiri. Perbedaannya Searle mengidentifikasi fungsi tuturan dari pendekatan tuturan. Jadi fungsi yang dilakukan penutur maupun petutur dalam kegiatan berkomunikasi.
Fungsi yang dikemukakan oleh Searle (1969) tersebut diklasifikasikan atas 6 fungsi tuturan sebagai berikut,
1. fungsi yang pertama adalah tukar menukar informasi faktual. Fungsi ini digunakan untuk mengidentifikasi, bertanya, melaporkan dan mengatakan sesuatu. Misalnya, “Planet itu muncul pukul 07:00”.
2. fungsi kedua adalah tukar menukar informasi intelektual, fungsi ini digunakan untuk mengungkapkan rasa setuju/tidak setuju, ingat atau lupa, menganggap bahwa sesuatu adalah logis dan meminta/memberi izin. Misalnya, “Argumen si Putra dapat diterima”
3. fungsi ketiga dalah tukar menukar sikap emosi. Fungsi ini dapat digunakan untuk menyatakan minat, rasa heran/kagum, takut/cemas, dan simpati. Misalnya, “Saya khawatir nasib adik saya”
4. fungsi keempat adalah T-m-S (tukar menukar sikap) misalnya, tukar menukar sikap moral. Fungsi ini digunakan untuk mengungkap permintaan/memberi maaf, setuju/tidak setuju, dan rasa penyesalan, 5. fungsi kelima adalah meyakinkan/atau mempengaruhi. Fungsi ini
digunakan untuk menyarankan, menasehati dan memberi peringatan.
Misalnya, “Kerjakan tugasmu dengan baik”,
6. fungsi keenam adalah sosialisasi. Fungsi ini digunakan untuk memperkenalkan, menarik perhatian dan menyapa. Misalnya, “Hai sobat, apa kabar mu?”.
3. Tindak Tutur Ekspresif
Menurut Tarigan (2009) tindak tutur ekspresif mempunyai fungsi untuk mengekspresikan, mengungkapkan atau memberitahukan sikap psikologis sang pembicara menuju suatu pernyataan keadaan yang diperkirakan oleh ilokusi.
20
Misalnya, mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memaafkan, mengampuni, menyalahkan, memuji, menyatakan belasungkawa, dan sebagainya. Selanjutnya, Yule (2006) tindak tutur ekspresif ialah jenis tindak tutur yang menyatakan sesuatu yang dirasakan oleh penutur. Tindak tutur itu mencerminkan pernyataan-pernyataan psikologis dan dapat berupa pernyataan kegembiraan, kesulitan, kesukaan, kebencian, kesenangan, atau kesengsaraan.
Tindak tutur ekspresif itu disebabkan oleh sesuatu yang dilakukan oleh penutur atau pendengar, tetapi semuanya menyangkut pengalaman penutur.
Tuturan ekspresif atau tindak tutur ekspresif adalah tindak tutur yang dimaksudkan oleh penuturnya agar ujarannya dapat diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan dalam tuturan tersebut. Bentuk tuturan semacam ini memiliki fungsi untuk mengekspresikan atau mengungkapkan sikap psikologis penutur terhadap lawan tuturnya. Adapun beberapa fungsi tuturan ekspresif yang terkandung dalam sebuah ujaran yang disampaikan oleh penutur kepada lawan tuturnya, yakni dapat berfungsi untuk mengucapkan selamat, terima kasih, mengkritik, mengeluh, menyalahkan, menyanjung/memuji, meminta maaf, dan menyindir.
Pada waktu mengekspresikan tuturannya penutur menyesuaikan kata- kata dengan dunia (perasaannya). Leech (2016) tindak tutur ekspresif adalah tindak tutur yang berfungsi menyatakan atau menunjukkan sikap psikologis penutur terhadap keadaan tertentu seperti berterima kasih (thanking), memberi selamat (congratulating), meminta maaf (pardoning), menyalahkan (blaming), memuji (praising) dan berbelasungkawa (condoling).
Tindak tutur ekspresif menurut Rustono (2017) adalah tindak tutur yang dihasilkan penutur dengan tujuan agar tuturannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan di dalam tuturan itu. Lebih lanjut, Rustono membagi tindak tutur ekspresif ini menjadi tujuh. Ketujuh tindak tutur itu adalah tindak tutur ekspresif dengan indikator mengkritik, tindak tutur ekspresif dengan indikator mengeluh, tindak tutur ekspresif dengan indikator menyalahkan, tindak tutur ekspresif dengan indikator memuji, tindak tutur ekspresif dengan indikator mengucapkan terima kasih, tindak tutur ekspresif dengan indikator mengucapkan selamat, dan tindak tutur ekspresif dengan indikator menyanjung.
Sementara itu, Austin (1962) membagi tindak tutur ekspresif ini menjadi enam. Keenam jenis itu adalah berterima kasih (thanking), memberi selamat (congratulating), meminta maaf (pardoning), menyalahkan (blaming), memuji (praising), dan belasungkawa (condoling). Searle (1969) menyatakan bahwa tindak tutur ekspresif digunakan untuk mengekspresikan keadaan psikologis dalam kondisi ketulusan atau perasaan sebenarnya dalam konten proposisional.
Tindak tutur yang termasuk ke dalam tindak tutur ekspresif, di antaranya menyambut, memuji dan menyalahkan.
Selanjutnya, Yule menyatakan bahwa tindak tutur yang tergolong ekspresif adalah tindak tutur berupa pernyataan yang bermakna kesenangan, rasa sakit, suka, tidak suka, suka cita, atau sedih. Bublitz dan Norrick mengatakan bahwa tindak tutur mengungkapkan kondisi psikologis, dan dengan demikian tindak tutur bukan kepercayaan atau niat, yang muncul pada
22
keadaan-keadaan tertentu. Lebih lanjut, Ronan (2015) mengatakan bahwa secara psikologis tuturan ekspresif berupa tuturan kebahagiaan (bersuka cita), bersyukur, menyesal, meminta maaf, menyatakan kepuasan, memuji, perasaan bersalah, mencela, dan protes. Fluerasu mengatakan bahwa ekspresi memiliki status khusus, baik dalam versi teori tindak tutur klasik, milik J. Austin dan J.
Searle, maupun teori yang berkembang di kemudian hari. Tindak tutur ekspresif dianggap sebagai kategori independen.
Tindakan ekspresif bertujuan mengekspresikan perasaan dan sikap. Lebih lanjut dikatakan, seseorang bisa membedakan antara tindakan yang menunjukkan pengaruh positif (pujian, kemegahan) dan tindakan yang mengekspresikan pengaruh negatif (penghinaan, kritik, kritik diri). Dari konsep-konsep tindak tutur ekspresif di atas dapat disintesiskan bahwa tindak tutur ekspresif adalah tindak tutur yang dihasilkan oleh kondisi psikologi seorang penutur berdasarkan keadaan di lingkungannya. Keadaan psikologi itu dapat berupa ekspresi kesenangan/kebahagiaan (seperti tuturan terima kasih, memuji), kekecewaan (seperti Tindak Tutur Ekspresif tuturan menyalahkan), kesakitan (seperti tuturan mengeluh), dan kesedihan (seperti tuturan belasungkawa).
Selanjutnya, dari konsep-konsep yang dikemukakan pakar tersebut juga dapat disintesiskan bahwa yang termasuk tindak tutur ekspresif adalah berterima kasih, memberi selamat, meminta maaf, menyalahkan, memuji, belasungkawa, menyambut, mengkritik, mengeluh dan menyanjung. Selanjutnya, Fluerasu (2015) mengatakan bahwa seseorang dapat membedakan
antara tindakan yang mengekspresikan pengaruh positif (pujian, pujian, membanggakan) dan tindakan yang mengekspresikan pengaruh negatif (penghinaan, kritik, kritik diri).
Lebih lanjut dikatakan bahwa hal ini pun sesuai dengan konsep tindakan menyanjung wajah dan tindakan mengancam wajah dari teori kesantunan yang didalilkan oleh Catherine Kerbrat Orecchioni. Dengan demikian, tindakan ekpresif yang menyanjung wajah mitra tutur dapat dikategorikan tindak tutur ekspresif yang positif. Sebaliknya, tindakan ekpresif yang mengancam wajah mitra tutur dapat dikategorikan tindak tutur ekspresif yang negatif.
Leech (dalam Suryanti, 2020:68) mengungkapkan bahwa pragmatik Studies meaning in relation to speech situation. Pragmatik berbeda dengan
semantik, pragmatik menyangkut makna dalam hubungan pada sebuah situasi tutur, Leech mengungkapkan sejumlah aspek yang harus dipertimbangkan dalam sebuah situasi tutur. Berikut akan disajikan aspek-aspek situasi tutur menurut Leech.
1. Penutur dan lawan tutur (adderssers or adderessees), penutur dan lawan tutur ini mencakup penulis dan pembaca dalam wacana tulis. Aspek-aspek yang berkaitan dengan penutur dan lawan tutur ini adalah usia, latar belakang sosial, ekonomi, jenis kelamin dan tingkat keakraban.
2. Ponteks tuturan (the context of an utterance), konteks dapat dimengerti dengan beragam cara. Koneks pada dasarnya merupakan segala latarbelakang pengetahuan, yakni antara penutur dan mitra tutur yang
24
merupakan kontribusi interprestasi mitra tutur dari apa yang dimaksudkan oleh penutur dari sebuah tuturan yang diberikan dan dipahami mitra tutur.
3. Tujuan tuturan (the goals of an utterance), tujuan atau fungsi sebuah tuturan lebih berbicara tentang maksud tuturan tersebut atau maksud penutur dalam tuturannya. Dalam pragmatik, berbicara merupakan aktivitas yang berorientasi pada tujuan.
4. Tuturan berupa perbuatan, pragmatik menguraikan tindakan-tindakan verbal atau performansi-performansiyang berlangsung dalam situasi khusus dalam waktu tertentu. Dalam hal ini pragmatik menganggap bahasa dalam tingkatan yang lebih konkret dari pada tata bahasa. Ucapan dianggap sebagai suatu bentuk kegiatan suatu tindak ujaran.
5. Tuturan sebagai suatu produk tindak verbal, tuturan adalah elemen bahasa yang maknanya kita pelajari dalam pragmatik. Tuturan yang dipakai dalam pragmatik mengacu pada suatu tindak verbal dan bukan hanya kepada tindak verbal itu sendiri. Sebenarnya kita dapat mendeskripsikan bahwa pragmatik merupakan ilmu yang menelaah makna tuturan, sedangkan semantik merupakan ilmu yang menelaah tentang makna kalimat.
Adapun teori utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Austin (1962) yang membagi tindak tutur ekspresif ini menjadi enam jenis.
Keenam jenis itu adalah;
1. Berterima kasih (thanking), tuturan ekspresif ucapan terima kasih merupakan tindak tutur yang biasanya terjadi karena beberapa faktor diantaranya, yaitu dikarenakan mitra tutur atau lawan tuturnya bersedia
melakukan apa yang diminta oleh penutur, dikarenakan tuturan ‘memuji’ yang dituturkan oleh penutur kepada lawan tutur, atau dikarenakan kebaikan hati penutur yang telah memberikan sesuatu kepada lawan tutur.
2. Memberi selamat (congratulating), tuturan ekspresif ucapan selamat merupakan tindak tutur yang terjadi karena beberapa faktor, yakni penutur mendapatkan sesuatu yang istimewa, penutur memberikan sambutan istimewa kepada lawan tutur, atau sebagai sambutan atau salam penanda waktu sehingga lawan tuturnya mengucapkan selamat kepada penutur sebagai ekspresi kebahagiaan.
3. Meminta maaf (pardoning), tuturan ekspresif meminta maaf merupakan tindak tutur yang terjadi karena beberapa faktor, yakni karena permintaan lawan tutur, karena perasaan tidak enak penutur terhadap lawan tutur, karena telah mengganggu waktu lawan tutur, atau karena telah melakukan kesalahan.
4. Menyalahkan (blaming), tuturan ekspresif menyalahkan merupakan tindak tutur yang terjadi karena beberapa faktor, yakni karena adanya kesalahan yang dilakukan oleh lawan tutur, karena lawan tutur tidak mau bertanggung jawab akan kesalahannya, atau karena lawan tutur ingin melepaskan diri dari suatu kesalahan
5. Memuji (praising), tuturan ekspresif menyanjung atau memuji merupakan tindak tutur yang terjadi karena beberapa faktor, yakni dikarenakan kondisi dari lawan tutur yang sesuai dengan kenyataan yang ada, karena penutur ingin melegakan hati lawan tutur, karena penutur ingin merayu lawan tutur,
26
karena penutur ingin menyenangkan hati lawan tutur, atau karena perbuatan terpuji yang dilakukan oleh penutur
6. Belasungkawa (condoling), berisi tentang pernyataan ucapan turut berduka cita yang selalu diucapkan dalam keadaan kemalangan atau terkena musibah.
4. Konteks
Mulyana (2005) menyebutkan bahwa konteks ialah situasi atau latar terjadinya suatu komunikasi. Konteks dapat dianggap sebagai sebab dan alasan terjadinya suatu pembicaraan atau dialog. Segala sesuatu yang behubungan dengan tuturan, apakah itu berkaitan dengan arti, maksud, maupun informasinya, sangat tergantung pada konteks yang melatarbelakangi peristiwa tuturan itu. Imam Syafi‟ie (dalam Mulyana, 2005) menambahkan bahwa, apabila dicermati dengan benar, konteks terjadinya suatu percakapan dapat dipilih menjadi empat macam, yakni,
1. konteks linguistik (linguistic context), yaitu kalimat-kalimat dalam percakapan.
2. konteks epistemis (epistemis context), adalah latar belakang pengetahuan yang sama-sama diketahui oleh partisipan.
3. konteks fisik (physical context), meliputi tempat terjadinya percakapan, objek yang disajikan dalam percakapan, dan tindakan para partisipan.
4. konteks sosial (sosial context), yaitu relasi sosio-kultural yang melengkapi hubungan antarpelaku atau partisipan dalam percakapan.
Menurut Malinowski (dalam Aslinda, 2007) semua tuturan dalam sebuah peristiwa tutur selalu terkait dengan konteks. Kemudian menurut Jendra (1991) konteks dapat diartikan sebagai lingkungan tempat suatu fenomena lingual berada. Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa setiap adanya peristiwa tutur yang wajar tidak bisa terjadi tanpa adanya konteks. Oleh karena itu, wujud, fungsi, dan maksud suatu pembicaraan selalu berhubungan secara kontekstual.
Tanpa konteks, maka sering terjadi maksud yang ditangkap dari peristiwa tutur kurang tepat karena berdasar pada makna struktur kalimat (sentences meaning) bukan maksud penutur (speakers meaning). Kesimpulan yang dapat ditarik dari beberapa penafsiran tentang konteks, yaitu konteks memiliki peranan yang sangat penting dalam memberikan suatu penafsiran tentang maksud penutur terhadap mitra tutur.
5. Latar Belakang Ekonomi
Latar belakang ekonomi atau Status sosial ekonomi merupakan posisi yang ditempati individu atau keluarga yang berkenan dengan ukuran rata-rata yang umum berlaku tentang kepemilikan kultural, pendapatan efektif, pemilikan barang dan partisipasi dalam aktivitas kelompok dari komunitasnya (Kaare, 1989). Menurut Nasution & Nur (1986), status Sosial Ekonomi adalah suatu tingkatan yang dimiliki oleh seseorang yang didasarkan pada kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dari penghasilan atau pendapatan yang diperoleh sehingga mempunyai peranan pada status sosial seseorang dalam struktur masyarakat.
28
Status sosial ekonomi adalah tinggi rendahnya prestise yang dimiliki seseorang berdasarkan kedudukan yang dipegangnya dalam suatu masyarakat berdasarkan pada pekerjaan untuk memenuhi kebutuhannya atau keadaan yang menggambarkan posisi atau kedudukan suatu keluarga masyarakat berdasarkan kepemilikan materi. Status sosial ekonomi seseorang dapat didasarkan pada beberapa unsur kepentingan manusia dalam kehidupannya, status dalam kehidupan masyarakat, yaitu status pekerjaan, status dalam sistem kekerabatan, status jabatan dan status agama yang dianut.
Menurut Sunarto (2004), terdapat tiga tingkatan status sosial ekonomi di masyarakat, yaitu,
a. Kelas atas (upper class)
Upper class berasal dari golongan kaya raya seperti golongan konglomerat, kelompok eksekutif, dan sebagainya. Pada kelas ini segala kebutuhan hidup dapat terpenuhi dengan mudah. Kelas atas adalah suatu golongan keluarga atau kehidupan rumah tangga yang serba kecukupan dalam segala hal baik itu kebutuhan primer, sekunder maupun tersiernya.
Atau dapat dikatakan mempunyai kemampuan ekonomi yang melebihi kebutuhan hidupnya dari harta kekayaan yang lebih banyak.
b. Kelas menengah (middle class)
Kelas menengah biasanya diidentikkan oleh kaum profesional dan para pemilik toko dan bisnis yang lebih kecil. Biasanya ditempati oleh orang-orang yang kebanyakan berada pada tingkat yang sedang-sedang saja.
Kelas menengah merupakan golongan yang mempunyai kemampuan di
bawah tinggi dan di atas rendah atau dengan kata lain adalah orang yang dalam kehidupannya tidak berlebihan akan tetapi selalu cukup dalam memenuhi kebutuhannya disesuaikan dengan kemampuan. Penduduk berekonomi sedang pendapatannya berada dibawah tinggi dan diatas rendah dari pendapatan nasional.
c. Kelas bawah (lower class)
Kelas bawah adalah golongan yang memperoleh pendapatan atau penerimaan sebagai imbalan terhadap kerja mereka yang jumlahnya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan kebutuhan pokoknya. Mereka yang termasuk dalam kategori ini adalah sebagai orang miskin. Golongan ini antara lain pembantu rumah tangga, pengangkut sampah dan lain-lain. Golongan yang berpenghasilan rendah ialah golongan yang mendapatkan penghasilan lebih rendah jika dibandingkan dengan kebutuhan minimal yang seharusnya mereka penuhi. Penghasilan yang dimaksud adalah penerimaan yang berupa uang atau barang baik dari pihak lain maupun dari hasil sendiri dengan jalan dinilai memberi uang yang berlaku pada saat itu.
Setiap orang menunjukkan simbol tertentu yang dapat memperlihatkan kedudukan status sosial ekonomi yang dapat membedakan dengan orang lain dalam lingkungan masyarakat. Menurut Basrowi (2005), ukuran yang digunakan dalam menentukan kedudukan status sosial ekonomi seseorang di masyarakat adalah,
30
1. Ukuran kekayaan. Barang siapa yang memiliki kekayaan paling banyak, termasuk dalam lapisan teratas dan yang memiliki kekayaan yang sedikit maka akan dimasukkan dalam lapisan bawah. Kekayaan tersebut, misalnya dilihat dari bentuk rumah yang bersangkutan, mobil pribadinya, cara- caranya berpakaian serta bahan yang dipakainya, dan kebiasaannya berbelanja barang dan jasa dan seterusnya Ukuran kekayaan ini merupakan dasar yang paling banyak digunakan dalam pelapisan sosial.
2. Ukuran kekuasaan. Seseorang yang memiliki kekuasaan atau wewenang yang besar akan masuk pada lapisan atas dan yang tidak memiliki kekuasaan maka masuk dalam lapisan bawah.
3. Ukuran kehormatan. Ukuran kehormatan tersebut mungkin terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan dan kekuasaan. Orang yang paling disegani dan dihormati, mendapatkan tempat teratas dalam lapisan sosial. Keadaan seperti ini biasa ditemui di masyarakat tradisional, yang masih kental dengan adat.
4. Ukuran ilmu pengetahuan. Biasa dipakai oleh masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Walau kadang masyarakat salah persepsi karena masyarakat hanya meninjau dari segi gelar yang diperoleh seseorang saja, sehingga dapat menimbulkan kecurangan yang mana seseorang yang ingin berada dalam lapisan atas akan menghalalkan segala cara dalam memperoleh gelar yang dikehendaki.
Terdapat empat faktor yang mempengaruhi status sosial ekonomi seseorang di masyarakat, yaitu:
a. Pendidikan
Pendidikan mempunyai peranan yang sangat besar di dalam membentuk tingkah laku seseorang, karena salah satu faktor yang penting dari usaha pendidikan adalah pembentukan watak seseorang dimana watak seseorang akan berpengaruh terhadap tingkah lakunya. Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi, biasanya memiliki intelektual yang lebih baik, dapat berfikr kritis yang akan memberikan prasyarat untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
b. Pekerjaan atau mata pencaharian
Pekerjaan merupakan suatu unit kegiatan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang di suatu tempat untuk menghasilkan barang atau jasa.
Pekerjaan merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang. Adanya pekerjaan, maka seseorang akan mengharapkan pendapatan sehingga imbalan dari kerja seseorang dan merupakan penghasilan keluarga yang akan menghasilkan sejumlah barang yang dimilikinya.
c. Penghasilan dan Pendapatan
Penghasilan atau pendapatan adalah seluruh penerimaan baik berupa uang maupun barang dari hasil sendiri yang dinilai dengan uang. Pendapatan atau penghasilan yang diterima oleh seseorang dapat diperoleh dari bermacam-macam sumber. Tiap-tiap keluarga dalam memenuhi kebutuhannya memerlukan pendapatan yang sumbernya berbeda-beda dengan yang lainnya. Kemajuan ilmu pengetahuan di segala bidang
32
menyebabkan tidak terhitungnya jumlah pekerjaan yang ada dalam masyarakat. Dimana masing-masing pekerjaan memerlukan bakat, keahlian atau kemampuan yang berbeda untuk mendudukinya.
d. Sosial
Kedudukan sosial dalam masyarakat mempunyai peranan yang penting dalam membentuk tingkah laku, cara bersikap seseorang. Kedudukan sosial juga dapat mempengaruhi cara pandang orang pribadi seseorang. Sosial yang dimaksud dilihat dari kedudukan seseorang dalam suatu pekerjaan yang dimiliki atau yang dilakukan. Jika seseorang tersebut sebagai pemilik atau kepala dalam suatu pekerjaan, orang tersebut dapat memiliki kekuasaan dan wewenang lebih dari bawahnya. Orang tersebut lebih dihormati dan mempunyai wibawa yang terpandang.
B. Kerangka Pikir
Kerangka pikir penelitian yaitu untuk mengarahkan penelitian dalam mengumpulkan data yang diperlukan, analisis data yang digunakan, dan menarik sebuh kesimpulan dalam penelitian tersebut. Dalam kerangka pikir yang saya gunakan yaitu membahas tentang kajian pragmatik mengenai tindak tutur ekspresif. Tindak tutur ekspresif merupakan tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar ujarannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan di dalam tuturan itu. Penelitian ini memfokuskan pada tindak tutur ekspresif yang terbagi menjadi enam yaitu, berterima kasih (thanking),
memberi selamat (congratulating), meminta maaf (pardoning), menyalahkan (blaming), memuji (praising), dan belasungkawa (condoling).
1) Berterima kasih (thanking), tuturan ekspresif ucapan terima kasih merupakan tindak tutur yang biasanya terjadi karena beberapa faktor diantaranya, yaitu dikarenakan mitra tutur atau lawan tuturnya bersedia melakukan apa yang diminta oleh penutur, dikarenakan tuturan ‘memuji’ yang dituturkan oleh penutur kepada lawan tutur, atau dikarenakan kebaikan hati penutur yang telah memberikan sesuatu kepada lawan tutur
2) Memberi selamat (congratulating), tuturan ekspresif ucapan selamat merupakan tindak tutur yang terjadi karena beberapa faktor, yakni penutur mendapatkan sesuatu yang istimewa, penutur memberikan sambutan istimewa kepada lawan tutur, atau sebagai sambutan atau salam penanda waktu sehingga lawan tuturnya mengucapkan selamat kepada penutur sebagai ekspresi kebahagiaan.
3) Meminta maaf (pardoning), tuturan ekspresif meminta maaf merupakan tindak tutur yang terjadi karena beberapa faktor, yakni karena permintaan lawan tutur, karena perasaan tidak enak penutur terhadap lawan tutur, karena telah mengganggu waktu lawan tutur, atau karena telah melakukan kesalahan.
4) Menyalahkan (blaming), tuturan ekspresif menyalahkan merupakan tindak tutur yang terjadi karena beberapa faktor, yakni karena adanya kesalahan yang dilakukan oleh lawan tutur, karena lawan tutur tidak mau bertanggung
34
jawab akan kesalahannya, atau karena lawan tutur ingin melepaskan diri dari suatu kesalahan
5) Memuji (praising), tuturan ekspresif menyanjung atau memuji merupakan tindak tutur yang terjadi karena beberapa faktor, yakni dikarenakan kondisi dari lawan tutur yang sesuai dengan kenyataan yang ada, karena penutur ingin melegakan hati lawan tutur, karena penutur ingin merayu lawan tutur, karena penutur ingin menyenangkan hati lawan tutur, atau karena perbuatan terpuji yang dilakukan oleh penutur
6) Belasungkawa (condoling), berisi tentang pernyataan ucapan turut berduka cita yang selalu diucapkan dalam keadaan kemalangan atau terkena musibah.
Kerangka pikir dalam penelitian ini digambarkan dalam bentuk skema berikut:
Pragmatik
Tindak tutur ekspresif
Berterima kasih Memberi selamat Meminta maaf Menyalahkan Memuji Belasungkawa
Thanking Congratulating Pardoning Blaming Praising Condoling
Analisis
Temuan
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir
36
C. Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan masalah yang dikaji dalam penelitan ini pernah dilakukan oleh Annisa Luvia (2016) yang berjudul “Tindak Tutur Ekspresif Siswa Kelas VIII SMP Negeri 27 Padang.” Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindak tutur ekspresif pada siswa kelas VIII SMP Negeri 27 Padang sebanyak tiga jenis tindak tutur yang ditemukan yaitu, mengkirik, mengeluh dan menyalahkan. Tindak tutur ekspresif mengkritik paling banyak digunakan oleh siswa. Selanjutnya oleh M. Nurul Hidayat (2017) dengan judul
“Tindak Tutur Ekspresif Guru Bahasa Indonesia SMA Negeri 3 Kerinci dalam Proses Pembelajaran”, Selanjutnya penelitian relevan yang dikaji dalam penelitian ini pernah dilakukan oleh Zainuddin (2018) tentang “Tindak Tutur Ekspresif Guru Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas X MAN Pinrang Kabupaten Pinrang.
Annisa Luvia (2016) “Tindak Tutur Ekspresif Siswa Kelas VIII SMP Negeri 27 Padang”, Penelitian ini dilatarbelakangi oleh siswa dalam bertutur atau bebicara di SMP Negeri 27 Padang kelas VIII masih banyak yang tidak memperhatikan kepada siapa tuturan itu disampaikan dan tuturan itu dituturkan juga tidak sesuai dengan konteks bertutur. Siswa dengan latar belakang berbeda dan strata sosial yang beragam dapat mempengaruhi tindak tuturan siswa terhadap guru maupun sesama siswa. Berdasarkan alasan tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tindak tutur ekspresif siswa kelas VIII SMP Negeri 27 Padang. Dalam penelitian ini, dideskripsikan tindak tutur yang digunakan siswa kelas VIII SMP Negeri 27 Padang.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif berupa kata-kata lisan dari orang yang diamati. Data penelitian adalah tuturan siswa kelas VIII SMP Negeri 27 Padang dengan sumber data penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 27 Padang.
Data yang dikumpulkan dengan metode simak dengan teknik sadap, teknik lanjutannya simak bebas libat cakap, rekam, dan catat. Data dianalisis dengan mentranskripkan, menginventarisasikan, mengklasifikasikan data berdasarkan tindak tutur ekspresif dan menarik kesimpulan dari hasil analisis data.
Hasil penelitian yang dilakukan berdasarkan tindak tutur ekspresif siswa kelas VIII SMP Negeri 27 Padang menemukan 3 (tiga) tindak tutur ekspresif yaitu, tindak tutur ekspresif mengkritik, tindak tutur ekspresif menyalahkan, dan tindak tutur mengeluh. Tuturan siswa paling sering menggunakan tindak tutur ekspresif mengkritik karena siswa dalam proses pembelajaran lebih cenderung menyanggah maupun mengkritik hasil dari lawan tutur. Hal tersebut disebabkan oleh siswa merasa adanya ketidaksukaan atau ketidakcocokkan dengan guru maupun teman sebayanya. Tindak tutur ekspresif berikutnya yang sering digunakan siswa saat proses pembelajaran berlangsung adalah tindak tutur ekspresif mengeluh. Hal ini terjadi saat guru memberikan tugas sekolah siswa banyak mengeluhkan pemberian tugas tersebut.
Selanjutnya, tindak tutur menyalahkan ini sedikit digunakan siswa dalam proses pembelajaran karena tindak tutur menyalahkan ini muncul saat lawan tutur tetap mempertahankan kesalahannya. Hal ini terjadi saat guru melakukan kesalahan dalam menerangkan materi pembelajaran dan saat siswa lain merasa
38
bahwa pendapatnya itu benar sehingga mereka tidak ada rasa ingin mempertangungjawabkan kesalahannya dan mengakui bahwa ucapan yang telah dituturkannya itu salah.
M. Nurul Hidayat (2017) “Tindak Tutur Ekspresif Guru Bahasa Indonesia SMA Negeri 3 Kerinci dalam Proses Pembelajaran”, Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan jenis dan fungsi tindak tutur ekspresif yang digunakan guru bahasa Indonesia SMA Negeri 3 Kerinci dalam proses pembelajaran. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan tergolong ke dalam jenis penelitian deskriptif. Metode pengumpulan data menggunakan teknik simak. dan diikuti dengan teknik lanjutan yaitu dengan teknik simak bebas libat cakap (SBLC), teknik catat dan teknik rekam. Selama pengumpulan data peneliti hadir beberapa kali di sekolah untuk melakukan penelitian.
Peneliti hanya berperan sebagai penyimak dalam interaksi percakapan antara guru dan siswa dalam proses belajar mengajar dan tidak terlibat dalam percakapan. Data dalam penelitian ini adalah data verbal yang berupa kalimat yakni tuturan ekspresif guru bahasa Indonesia SMA Negeri 3 Kerinci dalam proses pembelajaran. Sumber data penelitian ini diperoleh dari sumber data yang berupa informan yaitu guru bahasa Indonesia SMA Negeri 3 Kerinci. Untuk menguji keabsahan data hasil penelitian digunakan ketekunan pengamatan dan triangulasi.
Analisis data menghasilkan temuan jenis dan fungsi tindak tutur ekspresif guru bahasa Indonesia SMA Negeri 3 Kerinci dalam proses pembelajaran.
Terdapat 9 jenis tindak tutur ekspresif dengan 22 jumlah bentuk tuturan.