• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINDAK PIDANA PENGEROYOKAN YANG BERUJUNG KEMATIAN. (Analisis Putusan: No.397/Pid.B/2017/PN.Sim) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TINDAK PIDANA PENGEROYOKAN YANG BERUJUNG KEMATIAN. (Analisis Putusan: No.397/Pid.B/2017/PN.Sim) SKRIPSI"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

TINDAK PIDANA PENGEROYOKAN YANG BERUJUNG KEMATIAN (Analisis Putusan: No.397/Pid.B/2017/PN.Sim)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pidana (S.H.)

Oleh:

AN’NISA AL AUFIA 11170454000012

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2020/1440

(2)

i

(3)

ii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul “Tindak Pidana Pengeroyokan Yang Berujung Kematian (Analisis Putusan: No.397/Pid.B/PN.Sim)” telah diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi Hukum Pidana Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 21 Oktober 2021, Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata (S-1) pada Program Studi Hukum Pidana Islam.

Jakarta, 21 Oktober 2021 Mengesahkan

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum,

Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag., S.H., M.H., M.A NIP. 197608072003121001

PANITIA UJIAN MUNAQASYAH

1. Ketua : Qosim Arsadani, M.A. (… ... ) NIP. 196906292008011016

2. Sekretaris : Mohamad Mujibur Rohman, M.A. (… ... ) NIP. 197604082007101001

3. Pembimbing I :. Fahmi Ahmadi, S.Ag., M.H.

(… ... ) NIP. 197412132003121002

4. Pembimbing II : Ali Mansur, M.A (… ... ) NIP. 197905062014111002

5. Penguji I : Qosim Arsadani, M.A (… ... ) NIP. 196906292008011016

6. Penguji II : Muhammad Ishar Helmy, SH., M.H. (… ... ) NIDN. 9920112859

(4)

iii

(5)

iv ABSTRAK

An’nisa Al Aufia, NIM 11170454000012, TINDAK PIDANA PENGEROYOKAN YANG BERUJUNG KEMATIAN (Analisis putusan: No.397/Pid.B/2017/PN.Sim), Program Studi Hukum Pidana Islam, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan mengenai ketentuan pidana penjara terhadap pelaku tindak pidana pengeroyokan yang berujung kematian dalam perspektif hukum pidana Islam dan hukum positif, yang kemudian materi tersebut penulis jadikan acuan untuk menganalisis pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap Terdakwa Dermawan Siallagan dan Ricky Ariansyah Manik, sebagai pelaku tindak pidana pembunuhan berencana pada Pengadilan Negeri Simalungun.

Penelitian ini menggunakan jenis normatif doktriner, dengan pendekatan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No.3 Tahun 2018 dan pendekatan kasus yaitu kasus dalam Putusan Pengadilan Negeri Simalungun serta studi kepustakaan (library research) yaitu dengan melakukan penelitian terhadap Peraturan Perundang-Undangan dan kasus yang terdapat pada Putusan Pengadilan Negeri Simalungun sebagai obyek penelitian, yang dikaitkan dengan teori-teori hukum. Putusan yang di putuskan sudah sangat sejalan dengan peraturan yang berlaku dikarenakan dalam teori pemidanaan relatif dan teori pemidanaan gabungan, hukuman ini sudah bisa dikatakan sesuai dengan aspek tersebut dan juga banyak pertimbangan hakim yang sudah sesuai dengan pertimbangan Yuridis (karena hakim memutuskan dengan melihat Undang-Undang yang berlaku), aspek Filosofis (karena hakim memutuskan perkara dengan melihat hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa), dan aspek Sosiologis (diamana hakim dalam memutuskan perkara ini mempertimbangkan output serta efek yang akan ditimbulkan terdakwa dengan masyarakat sekitar).

Menurut Hukum Pidana Islam, seharusnya hukuman yang dijatuhkan berupa qisash, setelah penulis meneliti lebih dalam lagi terdakwa tidak bisa dijatuhkan hukuman qisash hal ini dikarena terdakwa melakukannya secara tidak terencana dan para terdakwa sudah menemui keluarga korban untuk meminta maaf, maka hanya dapat dijatuhkan hukuman berupa diat. Hukuman diat mempunyai 2 klasifikasi, yaitu diat ringan dan diat berat, menurut penulis hukuman yang setimpal dengan kasus pada putusan No.397/Pid.B/2017/PN.Sim adalah diat ringan, hal ini dikarenakan terdakwa melakukan tindak pidana pengeroyokan/penganiayaan tidak terencana (secara spontan) dengan tidak menggunakan benda tajam yang mempunyai resiko terjadinya pembunuhan. Jadi, hukuman yang paling tepat menurut penulis adalah diat ringan. Selain itu diat merupakan salah satu sarana yang efektif untuk pencegahan, menakut-nakuti, dan melindungi jiwa.

Karena itu, beban diat harus dirasakan sangat memberatkan, hal ini bisa dicapai bila diat berupa harta yang sangat besar dan dapat mengurangi kekayaan orang yang membayarnya, serta membuatnya merasa sangat keberatan memberikan harta tersebut kepada korban kejahatan atau ahli warisnya. Oleh karena itulah diat berfungsi sebagai sanksi sekaligus tebusan.

(Kata Kunci: Pidana Penjara, Pengeroyokan)

Pembimbing: Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si. dan Ali Mansur, M.A.

Daftar Pustaka: 1976 s.d. 2021

(6)

v

KATA PENGANTAR

ِمي ِح ٰرلٱ ِن ه مْح ٰرلٱ ِ هٰللَّٱ ِمْسِب

Puji syukur kepada Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat, taufiq, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Sholawat serta salam terlimpahkan pada Baginda Agung Nabi Muhammad SAW yang telah membawa ajaran kebenaran dari zaman gelap ke zaman terang benderang seperti saat ini.

Skripsi ini berjudul “TINDAK PIDANA PENGEROYOKAN YANG BERUJUNG KEMATIAN (Analisis Putusan:

No.397/Pid.B/2017/PN.Sim)” disusun sebagai salah satu syarat akademis untuk menyelesaikan program strata satu di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan terimakasih banyak atas bimbingan, masukan, saran, dan dukungannya baik moril maupun materiil kepada :

1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Bapak Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.A., M.H.

2. Ketua Program Studi Hukum Pidana Islam Bapak Qosim Arsadani, M.A dan Sekretaris Program Studi Hukum Pidana Islam bapak Mohamad Mujibur Rohman, M.A.

3. Dosen Pembimbing penulisan skripsi Bapak Fahmi Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si. dan bapak Ali Mansur, M.A. yang telah memberikan banyak masukan dan arahan serta meluangkan waktunya dengan penuh keikhlasan.

4. Seluruh Dosen dan Civitas Akademika Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Teruntuk kedua orang tua penulis, Abi Riduan Syah dan Umi Latifah yang selalu memberikan dukungan, semangat, motivasi, serta doa yang tiada henti-hentinya selama penulis menempuh

(7)

vi

studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, semoga Allah senantiasa melindungi, memberikan umur yang panjang dan barokah, serta diberikan kesehatan dan dilapangkan rezekinya, Aamiin.

6. Teruntuk adik penulis Ainu Aqilah, Balqis Adzara, Rizky Amalia, dan Bilal Al Ghazy yang selalu memberikan dukungan kepada penulis dalam menyusun skirpsi ini.

7. Kepada Inarotul Insyaniyah, Dany Ryzka, dan Nisya Febrianka yang selalu menemani dan mensupport penulis sejak awal kuliah hingga saat penulis menyusun skripsi.

8. Kepada Zahidah, Alifah, Rifa, Aliya, Atika, Fitri, Yaya, Alifya, dan Made yang selalu mensupport penulis sejak SMP sampai penulis menyusun skripsi.

9. Kepada teman-teman HMI HPI 2017 Dany Ryzka Maulidya, Inarotul Insyaniyah, Nisya Febrianka, Achmad Danial, M. Ridho Ilahi, Fadillah Osama, Indri Atika Putri, Maulidia Permata Citra, Niken Rianti, Neneng Nurwahidah Yusuf, Nila Aulia Khairunnisa, Wahyu Purnomo Aji, Ricky Chandra, Fathu Rizqi, Dion Satria Putra, dan Wildan Dzaki, terimakasih untuk kebersamaannya selama di bangku perkuliahan.

10. Kepada teman-teman HMPS Hukum Pidana Islam dan SEMA- Universitas UIN Jakarta yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu persatu, terimakasih telah berproses bersama.

11. Terkhusus kepada Kim Minseok (Xiumin), Kim Junmyeon (Suho), Do Kyungsoo (D.O.), Kim Jongdae (Chen), Park Chanyeol (Chanyeol), Byun Baekhyun (Baekhyun), Zhang Yixing (Lay), Kim Jongin (Kai), Ooh Sehun (Sehun) telah memberikan semangat serta motivasi kepada penulis dalam menyusun menuntaskan skripsi.

12. Kepada Jung Jaehyun (Jaehyun), Osaki Shotaro (Shotaro), Kim

(8)

vii

Doyoung (Doyoung), dan Na Jaemin (Jaemin) telah memberikan semangat kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.

13. Kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam kelancaran penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Tiada untaian kata yang berharga melainkan ucapan Alhamdulillahirabbil ‘Alamiiinnn. Besar harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan terkhusus bagi penulis, Amiinnn.

Sekian dan terimakasih.

Jakarta, 07 Februari 2021 M 24 Jumadil Akhir 1442 H

An’nisa Al Aufia

(9)

viii DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ... i

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Rumusan Masalah... 5

1. Identifikasi Masalah ... 5

2. Pembatasan Masalah ... 6

3. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

1. Tujuan Penelitian... 6

2. Manfaat Penelitian ... 7

D. Metode Penelitian ... 7

1. Pendekatan Penelitian ... 7

2. Jenis Penelitian ... 7

3. Sumber Data ... 8

4. Teknik Pengumpulan Data ... 8

5. Analisis Data ... 8

E. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II TINDAK PIDANA PENGEROYOKAN ... 11

A. Kerangka Konseptual ... ... 11

1. Tindak Pidana Pengeroyokan ... 11

2. Unsur-unsur Tindak Pidana Pengeroyokan ... 16

B. Kerangka Teori ... ... 18

1. Teori Pemidanaan ... 18

2. Teori Pertimbangan Hakim ... 24

C. Studi Terdahulu yang Relevan ... 26

(10)

ix

BAB III GAMBARAN UMUM TINDAK PIDANA DALAM PUTUSAN NO.

397/Pid.B/2017/PN.Sim ... 28

A. Sanksi Pengeroyokan Menurut Hukum Pidana Positif ... 28

B. Sanksi Pengeroyokan Menurut Hukum Pidana Islam ... 29

C. Kronologi Kasus Putusan 397/Pid.B/2017/PN.Sim ... 31

D. Amar Putusan Hakim ... 35

BAB IV ANALISIS PUTUSAN No.397/Pid.B/2017/PN.Sim TENTANG TINDAK PIDANA PENGEROYOKAN YANG BERUJUNG KEMATIAN ... 37

A. Perimbangan Hakim dalam Putusan No.397/Pid.B/2017/PN.Sim ... 37

B. Analisis Putusan No.397/Pid.B/2017/PN.Sim dalam Hukum Positif dan Hukum Pidana Islam ... 43

C. Analisis putusan No.397/Pid.B/2017/PN.Sim dalam Hukum Pidana Islam ... 48

BAB V PENUTUP ... 57

A. Kesimpulan ... 57

B. Saran... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 60

(11)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pada pasal 1 ayat (1) yang dikenal sebagai asas legalitas (Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenalli), berbunyi bahwa suatu tindakan dapat dikualifikasi sebagai tindak pidana manakala negara telah melakukan kriminalisasi terhadap tindakan tersebut melalui undang-undang (legislasi).1

Tindak pidana merupakan terjemahan dari “strafbaarfeit”. Perkataan

“feit” berarti sebagian dari kenyataan, sedangkan “strafbaar” berarti dapat dihukum. Sehingga secara harfiah strafbaarfeit dapat diterjemahkan sebagai sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum .2

Tindak pidana merupakan salah satu bentuk dari “perilaku menyimpang”

yang selalu ada dan melekat pada masyarakat. Perilaku menyimpang tersebut merupakan suatu ancaman yang nyata atau ancaman terhadap norma-norma sosial yang mendasari kehidupan atau keteraturan sosial; dapat menimbulkan ketegangan individual maupun ketegangan-ketegangan sosial; dan merupakan ancaman riil atau potensiil bagi berlangsungnya ketertiban sosial.3

Tingkat kriminalitas masyarakat seiring dengan perkembangan masyarakat itu sendiri, artinya kejahatan di tengah masyarakat biasanya muncul pada saatsaat negara melakukan pembangunan yang sangat pesat, akan tetapi tidak berarti bahwa pembangunan menjadi penyebab meningkatnya kejahatan kerena pembangunan itu sendiri adalah salah satu bentuk untuk menurunkan kecenderungan kriminal ditengah masyarakat, bahwa melalui pembangunan tingkat kesejahteraan masyarakat semakin baik. 4

1Marthen H. Toelle, 2014, Kriminalisasi Ditinjau Dari Perspektif Teori Hukum Pidana: Vol.

8, No. 2, Refleksi Hukum: Jurnal Hukum Universitas Kristen Satya Wacana, h.117

2 P. A. F. Lamintang, 1990, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung: Sinar Baru, h. 181

3 Barda Nawawi Arief, 2010, Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan Dengan Pidana Penjara, Genta Publishing, Yogyakarta, h. 11

4Repository.unhas.ac.id/.../SKRIPSI%20WILLIAM.pdf diakses pada tanggal 11 Februari

(12)

2

Menurut Sosiolog Sigit Rohcadi, angka kekerasan khususnya dalam kejadian main hakim sendiri setiap tahunnya mengalami peningkatan. Ini mencerminkan masyarakat belum sadar norma serta aturan hukum yang berlaku. Ada riset kecil yang menguatkan bahwa masyarakat mempunyai norma sendiri. Kelompok dalam masyarakat membuat hukum sendiri. Upaya yang dilakukan salah satunya tindak kekerasan tanpa menyerahkan kepada pihak Polisi. Pasalnya, pelibatan polisi bukan pilihan yang utama karena dianggap tidak bisa melihat prosesnya.5 Dalam bahasa Inggris istilah main hakim sendiri dikenal dengan istilah vigilantism yang oleh Kamus Oxford diartikan sebagai “penegakan hukum yang dilakukan tanpa otoritas hukum oleh sekelompok orang yang ditunjuk sendiri”.6

Diantara banyaknya tindak pidana yang terjadi di tengah masyarakat, yang saat ini menurut penulis sering kali terjadi adalah tindakan main hakim sendiri. Data pada tahun 2014 terdapat 6.807 kasus kekerasan diantaranya ada 58% merupakan kasus main hakim sendiri dan 7% dari kasus main hakim sendiri itu mengakibatkan kematian. Tahun 2015 kasus main hakim sendiri mengalami peningkatan dimana pada tahun ini terdapat 7.766 kasus kekerasan yang mana 60.8% dari kasus kekerasan merupakan main hakim sendiri dan 6.8%

dari kasus main hakim sendiri itu mengakibatkan kematian.7 Tindakan main hakim sendiri yang sering kali terjadi di Indonesia adalah pengeroyokan.

Peraturan yang ada di dalam hukum positif di Indonesia terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) telah memuat pasal yang mengatur tentang tindak pidana yang dengan terang-terangan dan tenaga bersama melakukan kekerasan terhadap orang yang menyebabkan luka-luka dan barang yang menyebabkan perusakan barang. Tindak pidana ini sering disebut dengan tindak pidana pengeroyokan dan perusakan.8

5 https://nasional.okezone.com/read/2017/08/08/337/1752017/ya-ampun-sosiolog-sebut-tiap- tahun-angka-aksi-main-hakim-sendiri-alami-peningkatan

6 https://www.lexico.com/en/definition/vigilantism diakses pada tanggal 23 Maret 2021 pukul 14:37

7 Ibid.

8Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, cetakan ke-32, Jakarta: Bumi Akasara, 2016

(13)

3

Paragraf diatas telah membahas pengaturan pengeroyokan dalam hukum pidana positif, sedangkan dalam hukum pidana islam memiliki pandangan tersendiri tentang pengeroyokan, yakni kata pengeroyokan diartikan melukai/penganiayaan (jinayah terhadap selain jiwa). Penganiayaan dalam istilah delik dalam Hukum Pidana Positif sama dengan istilah jarimah dalam Hukum Pidana Islam. Jarimah mempunyai arti larangan syara’ yang diancam dengan hukuman had, qhisash, atau ta’zir,9 dalam Fiqh Jinayah sanksi qhisash ada dua macam, yang pertama qhisash melakukan jarimah pembunuhan dan kedua qhisash melakukan jarimah penganiayaan.

Berdasarkan masalah yang penulis angkat dalam penulisan ini terjadi di Simalungun-Medan yang penulis dapat dari putusan website Mahkamah Agung, terdakwa I, Dermawan Sialagan bersama-sama dengan terdakwa II, Ricky Ariansyah Manik dan saksi-aksi Ferry Zailani, Riswanto, Syawaluddin Purba, Chafrijal Simanjuntak, Rudi dan Sdr. Aris (DP0). Pada hari Jumat Tanggal 17 maret 2017 sekitar Pukul. 01.30 WIB, di Kompleks Perumahan DL. SITORUS Jl. Medan KM 8,5 Sinaksak Kel. Sinaksak Kec. Tapian Dolok Kab. Simalungun Riswanto sedang berada didalam rumah rumahnya, melihat keadaan disekitar luar rumah tepatnya Di Kompleks Perumahan DL. SITORUS yang ditempati oleh Riswanto, bahwa ada seorang pelaku yang masuk mengendap-endap kedalam kompleks perumahan tersebut, sehingga timbul kecurigaan Riswanto, dikarenakan selama ini sudah sering terjadi kemalingan atau kehilangan barang-barang berharga milik warga komplek Perumahan DL.

SITORUS namun tidak pernah diketahui siapa pelakunya, sehingga membuat Terdakwa dan warga sekitar menjadi resah tidak tenang, dan ingin sekali menangkap pelaku.

Riswanto yang mengetahui hal tersebut menghubungi Ferry Zailani dan mengatakan bahwa ada orang yang dicurigai masuk kedalam Komplek Perumahan DL SITORUS dan sedang berjalan menuju rumah kosong belakang Kompleks. Riswanto selanjutnya mengikuti pelaku yang berjalan sampai kearah belakang rumah kompleks tersebut, dan berusaha membuka jendela

9A. Hanafi, Asas - asas Hukum Pidana Islam cet. Ke-2, (Jakarta : Bulan Bintang, 1976),H. 9

(14)

4

rumah tinggal yang masih dalam keadaan kosong dengan memnggunakan 1 (satu) buah lonceng atau alat yang dipakai untuk merusak kaca jendela yang nantinya memudahkan pelaku masuk kedalam rumah tersebut. Riswanto yang melihat perbuatan pelaku tersebut selanjutnya menegur pelaku yang diketahui bernama Firmansyah, “ kau ngapain disini?” dan dijawab oleh Firmansyah “ tempat keluarga saya pak”. Riswanto yang merasa curiga dengan Firmansyah kemudian bertanya lagi kepada Firmansyah “ ada rupanya sodaramu dikomplek ini” dan dijawab oleh Firmansyah “ada di sigagak” sambil Firmasnyah mengeluarkan KTP kosong kepada saksi Riswanto dan berusaha hendak menyerang saksi Riswanto, dimana dengan refleks spontanitas saksi Riswanto menghindar dan kemudian dengan menggunakan 1 batang kayu ukuran 60 Cm memukulkan kayu tersebut ke arah betis Firmansyah, sehingga Firmansyah terjatuh. Lalu Riswanto berteriak “maling...maling” sambil mengamankan Firmansyah dengan cara memeluk Firmansyah.

Riswanto memeriksa kantong celana Firmansyah dan menemukan 1 buah dompet dan bertepatan saat itu warga berdatangan ke tempat Riswanto dan Firmansyah berada. Dermawan Sialagan yang baru saja datang mengatakan

“itu dompetku bang”, karena Dermawan Sialagan emosi melihat dompetnya ada pada Firmansyah maka Dermawan Sialagan menanmpar Firmansyah sebanyak 2 kali dengan tangannya, dan ditambah dengan Riswanto yang langsung meninju wajah Firmansyah, sehingga Firmansyah terduduk di tanah.

Ferry Zailani yang telah dihubungi oleh Riswanto datang ke TKP, karena emosi Ferry Zailani memukul muka Firmansyah dengan sandalnya, Ricky Ariansyah menampar muka Firmansyah dan menendang dagu Firmansyah dengan kaki kanan-nya, Rudi menendang pinggul belakang Firmansyah dengan kaki-nya, lalu Riswanto menghubungi Syawaluddin Purba yang notebene-nya merupakan ketua RT setempat, sebelum Syawaluddin Purba datang Aris datang terlebih dahulu dengan memegang parang dan memukul dada dan kaki Firmansyah dengan parang bagian kayu.

Syawaluddin Purba datang dan menampar muka, menarik rambut dan dihempaskan kearah tembok sehingga Firmansyah terjatuh. Lalu Syawaluddin

(15)

5

Purba mengambil pot bunga plastik dan melemparkannya ke kepala Firmansyah, lalu Syawaluddin Purba menginjak perut Firmansyah hingga Firmansyah tergeletak lemas dipinggir jalan dan tak sadarkan diri, hingga polisi datang mengamankan Firmansyah dengan membawa Firmansyah ke rumah sakit Djaseman Saragih untuk mendapat perwatan intensif. Namun Firmansyah dikabarkan meninggal dunia di rumah sakit tersebut, dikarenakan pendarahan pada rongga tengkorak yang disebabkan trauma (kekerasan) tumpul yang cenderung berulang – ulang kepada kepala korban.

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik melakukan penelitian dikarenakan pada putusan hakim terdakwa mendapatkan hukuman yang terlalu rendah, peneliti ingin membahas lebih lanjut mengenai pertimbangan hakim terhadap kasus pengeroyokan dalam putusan ini, maka dari itu peneliti mengangkat fenomena saat ini untuk selanjutnya dikaji, dibahas, dan dianalisis dengan menggunakan pandangan Fiqh jinayah dan Hukum positif yang meneliti tentang perkara pengeroyokan putusan dengan judul : “TINDAK PIDANA PENGEROYOKAN YANG BERUJUNG KEMATIAN (Analisis Putusan:

no.397/Pid.B/2017/PN.Sim)”.

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Rumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, terkait analisis hukum pidana positif dan hukum pidana Islam terkait pengeroyokan dapat diidentifikasi sebagai berikut :

a. Banyaknya tindak pidana main hakim sendiri sehingga berujung pada kematian.

b. Apa saja klasifikasi dalam pengeroyokan?

c. Apakah pengeroyokan yang berujung kematian bisa dikategorikan sebagai jarimah pembunuhan sengaja atau semi sengaja atau pembunuhan kesalahan?

d. Apa saja yang termasuk kedalam kejahatan yang dilakukan oleh individu?

(16)

6

e. Apa saja yang termasuk kedalam kejahatan yang di lakukan oleh banyak orang?

f. Apakah alasan pemaaf dalam KUHAP berlaku?

g. Bagaimana sanksi pidana pada tindak pidana pengeroyokan yang dilakukan secara bersama-sama dengan berujung kematian menurut Hukum Pidana?

h. Bagaimana sanksi pidana pada tindak pidana pengeroyokan yang dilakukan secara bersama-sama dengan berujung kematian menurut Hukum Pidana Islam?

2. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka yang dijadikan pokok permasalahan adalah bagaimana pandangan hukum positif dan hukum Islam mengenai tindak pidana pengeroyokan yang berujung kematian dengan berdasarkan analisis putusan hakim Putusan Nomor 397/Pid.B/2017/PN.Sim.

3. Rumusan Masalah

1) Apa pertimbangan hakim dalam putusan No.397/Pid.B/2017/PN.Sim sudah sesuai dengan Hukum Pidana di Indonesia?

2) Bagaimana sanksi tindak pidana pengeroyokan yang berujung kematian menurut Hukum Pidana Islam?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penelitiannya adalah sebagai berikut :

a. Untuk menjelaskan mengenai pertimbangan hakim dalam putusan No. 397/Pid.B/2017/PN.Sim sudah sesuai dengan Hukum Pidana di Indonesia.

b. Untuk menjelaskan mengenai sanksi tindak pidana pengeroyokan yang berujung kematian menurut Hukum Pidana Islam.

(17)

7

2. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

a. Secara teoretis, penelitian ini diharapkan akan memberikan pengetahuan dan wawasan dalam memahami sanksi bagi pelaku tindak pidana pengeroyokan yang berujung kematian dalam sudut pandang Hukum Pidana Positif dan Hukum Pidana Islam.

b. Secara praktis, penelitian ini diharapkan akan memberikan penjelasan secara spesifik tentang sanksi bagi pelaku tindak pidana pengeroyokan yang berujung kematian dari sudut pandang Hukum Pidana Positif dan Hukum Pidana Islam, dan bermanfaat bagi penegak hukum dan masyarakat.

D. Metode Penelitiaan

1. Pendekatan Penelitian

Penulis dalam penelitian ini memakai pendekatan normatif-doktriner, cara pendekatan yang dilakukan adalah penulis meneliti apakah perbuatan yang dilakukan dalam putusan No.397/Pid.B/2017/PN.Sim sudah sesuai dengan hukum atau perundang-undangan yang tengah berlaku pada saat ini atau tidak. Dengan memakai pendekatan ini bisa mengetahui semua hal tentang pelaksaan pemutusan perkara di Pengadilan Negeri Simalungun Medan, karena penelitian ini tidak bisa dijelaskan melalui angka.

2. Jenis Penelitian

Penulis dalam penelitian ini memakai jenis penelitian kualitatif, yang mana memiliki maksud jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya.

Berusaha memahami dan menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi tingkah laku manusia dalam situasi tertentu menurut perspektif peneliti sendiri.10 Serta penulis memakai penelitian kepustakaan (library research) yang bisa dilakukan dengan mempelajari data-data, literatur, hukum yang berlaku dan perundang-undangan yang saat ini masih berlaku, juga

10Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif, Universitas Negeri Malang, 2013, H.2

(18)

8

dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh sarjana untuk menjadi acuan penulis dalam menyusun skripsi ini.

3. Sumber Data

Dalam hal ini penulis menggunakan dua sumber data yakni:

1) Sumber Data Primer

Sumber primer adalah pernyataan yang memiliki otoritas hukum yang ditetapkan oleh suatu cabang kekuasaaan pemerintahan yang meliputi: Undang-Undang yang dibuat parlemen, putusan-putusan pengadilan, dan peraturan eksekutif/administratif. 11

2) Sumber Data Sekunder

Sumber sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil penelaahan kepustakaan atau penelaahan terhadap berbagai literatur kepustakaan yang sering disebut sebagai bahan hukum.12 Dalam penelitian ini menggunakan buku ilmiah, jurnal, hasil penelitian terdahulu, dan buku-buku pendukung lainnya.

4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk menjaring data yang diperlukan sebagai analisis dalam penelitian ini maka digunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

Studi Pustaka yakni, digunakan untuk mendapatkan data yang berkenaan dengan kajian-kajian terhadap putusan tindak pidana pengeroyokan yang berujung kematian yang berupa hasil penelitian ilmiah, opini, koran, tabloid dan data-data yang dapat diakses dari internet mengenai persoalan tersebut.

5. Analisis Data

Data-data yang diperoleh dari data sekunder kemudian akan diolah dan dianalisa kemudian dianalisis secara kualitatif, yang berlaku dengan kenyataan sebagai bahan hukum primer dan hukum tersier yang dihubungkan dengan teori-teori dalam data sekunder. Data disajikan

11I Made Pasek Diantha, Metodologi Penelitian Hukum Normatif dalam Justifikasi Teori Hukum, Jakarta: Prenada Media Group, 2017, H. 143

12 Djulaeka dan Devi Rahayu, Buku Ajar Metode Penelitian Hukum, Surabaya: Scopindo Media Pustaka, 2019, H. 88

(19)

9

secara deskriptif, yaitu dengan menjelaskan dan mengumpulkan permasalahan-permasalahan yang terkait dengan penulisan proposal ini.

kemudian menarik suatu kesimpulan berdasarkan analisis yang telah dilakukan.13

E. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun berdasarkan buku “Petunjuk Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2017”

dengan sistematika yang terbagi dalam lima bab. Masing-masing bab terdiri atas beberapa sub bab sesuai pembahasan dan materi yang diteliti. Adapun perinciannya sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan

Di dalam bab ini diuraikan pokok-pokok pikiran yang melatarbelakangi penelitian ini, yang diorganisir menjadi 6 (enam) sub-bab, yaitu: 1. Latar belakang masalah; 2.

Identifikasi masalah, Pembatasan masalah, dan Rumusan masalah; 3. Tujuan penelitian dan Manfaat penelitian; 4.

Metode penelitian, pendekatan penelitian, jenis penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, analisis data; 5. Sistematika penulisan.

BAB II : Tindak Pidana Pengeroyokan

Pada bab ini akan disajikan pengertian terkait tindak pidana pengeroyokan yang kemudian akan dibagi menjadi 2 (dua) sub bab pembahasan, yaitu : 1. Kerangka Konseptual, (a)Tindak Pidana Pengeroyokan, (b)Klasifikasi Pengeroyokan; 2. Kerangka Teori, (a)Teori Pemidanaan, (b)Teori Pertimbangan Hakim.

BAB III : Gambaran Umum Tindak Pidana dalam putusan No. 297/Pid.B/2017/PN.Sim

Pada bab ini akan dicantumkan 1. Sanksi Pidana

13 Mohammed Noor, Tinjauan Fiqh Jinayah Terhadap Pengeroyokan Yang Mengakibatkan Kematian (Studi Putusan Pengadilan Negeri Palembang Nomor 0271/Pid.B/2013/Pn.Plg), Palembang: UIN Raden Fatah Palembang, 2018, H.12

(20)

10

Pengeroyokan Menurut Hukum Pidana Positif; 2. Sanksi Pidana Pengeroyokan Menurut Hukum Pidana Islam; 3.

Kronologi Kasus Putusan No.397/Pid.B/2017/PN.Sim;

dan 4. Amar Putusan Hakim.

BAB IV :Analisis Putusan No.397/Pid.B/2017/PN.Sim Tentang Tindak Pidana Pengeroyokan Yang Berujung Kematian Dalam Perspektif Hukum Positif Dan Hukum Islam.

Pada bab ini akan dicantumkan 1. Pertimbangan Hakim dalam Putusan No.297/Pid.B/2017/PN.Sim; 2. Analisis Putusan No.297/Pid.B/2017/PN.Sim dalam Hukum Positif;

dan, 3.Analisis Putusan No.297/Pid.B/2017/PN.Sim dalam Hukum Pidana Islam.

BAB V : Penutup

Memuat kesimpulan dan saran. Dalam bab ini disajikan pokok-pokok hasil penelitian dalam suatu kesimpulan dan saran terkait kegunaan penelitian untuk kedepannya.

(21)

11 BAB II

TINDAK PIDANA PENGEROYOKAN

A. Kerangka Konseptual

1. Tindak Pidana Pengeroyokan

Pidana adalah sebuah konsep dalam bidang hukum pidana yang masih perlu penjelasan lebih lanjut untuk dapat memahami arti dan hakekatnya.

Menurut Roeslan Saleh “pidana adalah reaksi atas delik, dan ini berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara kepada pembuat delik itu”. 1 Menurut Muladi dan Barda Nawawi, unsur pidana meliputi:

1. Pidana itu pada hakekatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan atau nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan;

2. Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai kekuasaan (oleh yang berwenang);

3. Pidana itu dikenakan pada seseorang yang telah melakukan tindak pidana menurut undang-undang.2

Kata “tindak pidana” merupakan terjemahan dari kata “strafbaarfeit”.

Yang secara harfiah dapat diterjemahkan sebagai sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum .3 Menurut Hermien Hadiati Koeswadji sebagaimana dikutip oleh A. Fuad Usfa dan Tongat, “Dalam kepustakaan hukum pidana, istilah “tindak pidana” merupakan istilah yang dipakai sebagai terjemahan dari istilah bahasa Belanda strafbaarfeit”.4

Dasar yang pokok dalam menjatuhi pidana pada orang yang telah melakukan perbuatan pidana adalah norma yang tertulis : Tidak dipidana jika ada tidak ada kesalahan. Asas legalitas tercantum di dalam Pasal 1 Kitab

1 Roeslan Saleh, Stelsel Pidana Indonesia, Jakarta : Aksara Baru, 1983, h.

9

2 Roeslan Saleh, Stelsel Pidana Indonesia, Jakarta : Aksara Baru, 1983, h.

4

3P. A. F. Lamintang. 1990. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia.

Bandung: Sinar Baru. h. 181

4Fuad Usfa dan Tongat. 2004. Pengantar Hukum Pidana. Malang: UMM Press. h. 31

(22)

12

UndangUndang Hukum Pidana yaitu : “tiada suatu perbuatan tindak pidana tiada pula dipidana, tanpa adanya undang-undang hukum pidana terlebih dahulu,” (Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenalli). 5

Perbuatan pidana merupakan suatu istilah yang mengandung suatu pengertian dasar dalam ilmu hukum pidana, yang di bentuk oleh kesadaran dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa hukum pidana.6 Menurut Wirjono Prodjodikoro,Tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana, dan pelakunya ini dapat dikatakan merupakan subjek tindak pidana.7

a. Tindak Pidana Pengeroyokan dalam Hukum Positif

Pengertian pengeroyokan menurut Soenarto Soerodibroto bahwa mengeroyok adalah dengan sengaja menimbulkan sakit atau luka, kesengajaan ini harus dituduhkan dalam surat tuduhan (Soerodibroto, 2007). Tindak pidana pengeroyokan telah menyebabkan keresahan dalam masyarakat, sehingga untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat perlu adanya perlindungan hukum. 8 Tindak pidana pengeroyokan ini diatur dalam KUHP buku II bab V. Kitab Undang- Undang Hukum Pidana ( KUHP ) telah memuat pasal yang mengatur tentang tindak pidana yang dengan terang-terangan dan tenaga bersama melakukan kekerasan terhadap orang yang menyebabkan luka-luka dan barang yang menyebabkan perusakan barang. Tindak pidana ini sering disebut dengan tindak pidana pengeroyokan dan perusakan.9Pengeroyokan dan perusakan adalah istilah pidana tentang Tindak pidana yang terdapat pada Pasal 170 KUHP, yang berbunyi:

5 Vivi Kartika Sari. 2016. Penyidikan Tindak Pidana Pengeroyokan Oleh Anak Di Wilayah Hukum Kepolisian Sektor Pekanbaru Kota. Pekanbaru: JOM Fakultas Hukum Volume III nomor 2, Oktober 2016. h. 5

6 Pipin Syarifin, Hukum Pidana di Indonesia, Bandung: Pustaka Setia, 2000, H. 51

7 Wirjono Prodjodjokro, Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, JakartaBandung: Eresco, 1981, H. 50

8 Muhammad Yusuf, dkk, Upaya Kejaksaan Dalam Pembuktian Tindak Pidana Pengeroyokan Dalam Persidangan Pidana (Studi Kasus Kejaksaan Negeri Demak), Semarang:

Universitas Islam Sultan Agung Konferensi Ilmiah Mahasiswa Unissula (Kimu) 2, 2019, H. 250

9 Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, cetakan ke-32, Jakarta: Bumi Akasara, 2016

(23)

13

(1) Barang siapa yang di muka umum bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang, dihukum penjara selama- lamanya lima tahun enam bulan.

(2) Yang bersalah diancam:

Ke-1. Dengan penjara selama-lamanya tujuh tahun, jika dengan sengaja menghancurkan barang atau jika kekerasan yang digunakan mengakibatkan luka-luka;

Ke-2. Dengan penjara paling lama sembilan tahun, jika kekerasan mengakibatkan luka berat;

Ke-3. Dengan penjara paling lama dua belas tahun, jika kekerasan mengakibatkan maut.

(3) Pasal 89 KUHP tidak berlaku pada pasal ini.

Dakwaan yang dijatuhkan dalam putusan No.397/Pid.B/2017/PN.Sim memakai pasal 170 ayat (3) KUHP dan dakwaan kedua memakai pasal 351 ayat (3) jo pasal 55 ayat (1) KUHP.

Hal ini dikarenakan pelaku yang bertimdak main hakim sendiri untuk mengadili pencuri yang diduga telah melaksanakan kejahatan tersebut disekitar tempat tinggal pelaku pengeroyokan atau di perumahan DL.Sitorus. Hal ini diperkuat dengan barang hasil barang curian yang berupa dompet milik salah satu tersangka pengeroyokan ada pada kantung celana korban Firmansyah, dan memicu perkelahian lebih besar lagi dikarenakan warga sekitar sudah geram dengan aksi pencurian yang di duga dilakukan oleh korban Firmansyah. Hal ini mengundang keributan yang bisa dibilang ini merupakan sebuah penganiayaan yang dilakukan oleh warga sekitar terhadap korban Firmansyah, sehingga korban mengalami luka-luka hingga mengakibatkan kematian terhadap korban.

Menurut Soenarto Soerodibroto bahwa mengeroyok adalah dengan sengaja menimbulkan sakit atau luka, dengan begitu aksi yang dilakukan oleh terdakwa bersama dengan beberapa warga lainnya (dalam berkas terpisah) sudah bisa dikatakan pengeroyokan, hal ini dikarenakan dalam

(24)

14

mengeroyok itu sendiri ada perbuatan yang dengan sengaja menimbulkan sakita atau luka terhadap korban Firmansyah. Dikatakan sengaja dikarenakan para terdakwa sudah mengetahui secara naluriah bahwa jika ada seseorang di pukul itu akan mengakibatkan sakit.

b. Tindak Pidana Pengeroyokan menurut Hukum Pidana Islam Hukum Pidana Islam memiliki pandangan berbeda dengan Hukum Positif. Adapun dalam Hukum Pidana Islam, kata pengeroyokan dimaknai sebagai melukai/penganiayaan (jinayah terhadap selain jiwa).

Makna penganiayaan dalam Hukum Pidana Positif sama dengan istilah jarimah dalam Hukum Pidana Islam. Jarimah mempunyai arti larangan syara’ yang diancam dengan hukuman had, qhisash, atau ta’zir,10 dalam Al-Fiqh Al-Jinayah sanksi qhisash ada dua macam, yang pertama qhisash melakukan jarimah pembunuhan dan kedua qhisash melakukan jarimah penganiayaan. Ulama fiqh membedakan jarimah pembunuhan menjadi tiga kategori :

1. Al-Qatlu Al-‘Amdi (pembunuhan secara sengaja) 2. Al-Qatlu Syibhul-‘Amdi (pembunuhan semi sengaja) 3. Al-Qatlu Al-Khatha’ (pembunuhan karena kesalahan). 11 Ahli hukum pidana Mesir menafsirkan bahwa yang dimaksud menganiaya adalah melukai dan memukul saja, pendapat ini menganggap bahwa melukai dan memukul termasuk hal yang menyakiti, tetapi para ahli hukum Mesir menganggap bahwa memukul dan melukai mencakup semua perbuatan yang ditimpakan pada badan yang berdampak pada jasmani dan rohani. Maka barang siapa mencekik seseorang dan menariknya, maka hal itu dianggap memukul dengan sengaja. Tindak pidana penganiayaan biasa di kenal dengan istilah (Al-Jinayah a’la Maa’

Duni Anafs). Istilah ini sebagai imbangan dari tindak pidana terhadap nyawa (Al-Jinayah a’la Anafs). Tindak pidana terhadap selain nyawa

10A. Hanafi, Asas - asas Hukum Pidana Islam , cet. Ke-2, (Jakarta : Bulan Bintang, 1976),h.

9

11 H.M. Nurul Irfan,dkk , Fiqh Jinayah, Ed. 1 cetakan 4. Jakarta:

Amzah, 2016. h. 6

(25)

15

(penganiayaan) itu berupa semua rasa sakit yang menimpa pada badan manusia yang datang dari sesama manusia yang lain.12

Pertanggungjawaban pidana dalam syariat Islam adalah pembebanan seseorang dengan akibat perbuatan atau tidak adanya perbuatan yang dikerjakan dengan kemauan sendiri dimana orang tersebut mengetahui maksud dan akibat dari perbuatannya itu. Dalam syariat Islam pertanggungjawaban itu didasarkan kepada tiga hal:

1. Adanya perbuatan yang dilarang,

2. Perbuatan itu dikerjakan dengan kemauan sendiri, dan 3. Pelaku mengetahui akibat perbuatannya itu.13

Fuqaha menetapkan dua kaidah untuk menentukan apakah pelaku tindak pidana karena kesalahan dibebani pertanggungjawaban atau tidak, dua kaidah tersebut yakni:

1. Setiap perbuatan yang menimbulkan kerugian kepada pihak lain dikenakan pertanggungjawaban atas pelakunya apabila kerugian tersebut dapat dihindari dengan jalan hati-hati dan tidak lalai. Apabila kerugian tersebut tidak mungkin dihindari secara mutlak, pelaku perbuatan itu tidak dibebani pertanggungjawaban. Sebagai contoh dapat dikemukakan, seseorang yang mengendarai mobil dijalan umum, kemudian ia menabrak orang sehingga mati maka ia dikenakan pertanggungjawaban, karena ia bisa hati-hati, dan kemungkinan menghindari akibat tersebut masih bisa, tetapi ia tidak melakukannya. Akan tetapi, jika seseorang mengendarai mobil dan debunya yang terbang karena angin yang ditimbulkan oleh lajunya kendaraan tersebut mengenai mata orang lewat, sampai mengakibatkan buta maka pengendara tersebut tidak dibebani

12 Abd al-Qadir al-Audah, al-Tashri al-Jina’iy al-Islamy Muqaran b alQanun al-Wad’iy, (Ttp.: Maktabah Dar al-Urubah, tt.), h. 204

13 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah, Jakarta:

Sinar Grafika, 2006, h. 74

(26)

16

pertanggungjawaban, karena menghindari debu dari kendaraan yang berjalan, sulit dilakukan oleh pengendara itu.

2. Apabila suatu perbuatan tidak dibenarkan oleh syara’ dan dilakukan tanpa darurat yang mendesak, hal itu merupakan perbuatan yang melampaui batas tanpa darurat (alasan), dan akibat yang timbul daripadanya dikenakan pertanggungjawaban bagi pelakunya, baik akibat tersebut mungkin bisa dihindari atau tidak. Sebagai contoh dapat dikemukakan, apabila seseorang memarkir kendaraan dipinggir jalan yang disana terdapat larangan parkir, dan akibatnya jalan tersebut menjadi sempit, sehingga terjadilah tabrakan antara kendaraan yang lewat dan di antara penumpang ada yang mati maka pemilik kendaraan yang parkir di tempat terlarang tersebut dapat dikenakan pertanggungjawaban, karena perbuatan memarkir kendaraan di tempat tersebut tidak dibenarkan oleh peraturan yang berlaku.14

2. Unsur-unsur Tindak Pidana Pengeroyokan

Berdasarkan pada pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, tindak pidana pengeroyokan ini memiliki beberapa unsur yang harus ada di dalamnya, yaitu:

a. Melakukan kekerasan. Apa yang dimaksud dengan kekerasan ? mengenai kekerasan terdapat dalam pasal 89 KUHPidana yaitu Yang disamakan melakukan kekerasan itu, membuat orang jadi pingsan atau tidak berdaya lagi (lemah). Akan tetapi dapat pula kurang daripada itu, sudah cukup misalnya bila orang-orang melemparkan batu atau rumah, atau membuang barang-barang dagangan sehingga berserakan, meskipun tidak ada maksud yang tentu untuk menyakiti orang atau merusak barang. Melakukan

14 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2005, h.145

(27)

17

kekerasan dalam pasal ini bukan merupakan suatu daya upaya untuk mencapai sesuatu seperti halnya dalam pasal 146, 211, 212 KUHPidana dan lain-lainnya, akan tetapi merupakan suatu tujuan.

Disamping itu tidak pula masuk kenakalan dalam pasal 489 KUHpidana, penganiayan dalam pasal 351 KUHPidana dan merusak barang dalam pasal 406 KUHPidana dan sebagainya.

b. Kekerasan itu harus dilakukan bersama-sama artinya oleh sedikit- dikitnya dua orang atau lebih. Orang-orang yang hanya mengikuti dan tidak benarbenar turut melakukan kekerasan, tidak dapat turut dikenakan dalam pasal ini.

c. Kekerasan itu harus ditujukan kepada orang atau barang. Hewan atau binatang masuk pula dalam pengertian barang. Pasal ini tidak membatasi, bahwa orang (badan) atau barang itu harus kepunyaan orang lain, sehingga milik sendiri masuk pula dalam pasal ini, meskipun tidak akan terjadi orang melakukan kekerasan terhadap diri atau barangnya sendiri sebagai tujuan, kalau sebagaai alat atau daya upaya untuk mencapai sesuatu hal, mungkin bisa juga terjadi.

d. Kekerasan itu harus dilakukan dimuka umum karena kejahatan ini memang dimasukkan kedalam golongan kejahatan ketertiban umum. Dimuka umum artinya ditempat publik dapat melihatnya.15 Kasus pengeroyokan dalam putusan No.397/Pid.B/2017/PN.Sim tidak bisa di berikan alasan pemaaf dikarenakan dalam KUHP pasal 44 yang bisa diberi alasan pemaaf hanyalah seseorang dengan gangguan jiwa, pasal 48 KUHP yang bisa diberi alasan pemaaf adalah sesorang yang melakukan perbuatan karena daya paksa, pasal 49 (2) KUHP yang bisa diberi alasan pemaaf adalah pembelaan terpaksa yang melampaui batas.

15 R. Soesilo, 1976, “Kitab undang-undang Hukum Pidana” poltiea, Bogor, H.126

(28)

18 B. Kerangka Teori

1. Teori Pemidanaan

Pemidanaan merupakan suatu bagian penting dalam hukum pidana hal ini dikatakan demikian karena pemidanaan merupakan puncak dari seluruh proses pertanggungjawaban seseorang yang telah bersalah melakukan tindak pidana. Hukum pidana tanpa pemidanaan berarti menyatakan seseorang bersalah tanpa ada akibat yang pasti terhadap kesalahannya tersebut. Dengan demikian, konsepsi tentang kesalahan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pengenaan pidana dan proses pelaksanaannya. Jika kesalahan dipahami sebagai ”dapat dicela”, maka di sini pemidanaan merupakan ”perwujudan dari celaan” tersebut.16

Teori pemidanaan memiliki filsafat pemidanaan untuk dijadikan dasar dalam menggunakan teori ini. Filsafat pemidanaan tidak terlepas dari filsafat hukum itu sendiri, karena konsep pemidanaan terdapat didalam norma-norma tertulis yaitu norma hukum. Filsafat hukum merupakan bagian dari filsafat umum, karena ia menawarkan refleksi filosofis mengenai landasan hukum umum.17

Salah satu cara dalam memperkecil lingkup kejahatan ialah menggunakan hukum pidana dengan sanksinya yang berupa pemidanaan, dalam hal ini Jerome Hall memberikan deskripsi mengenai pemidanaan, yakni:

a. Pemidanaan adalah kehilangan hal-hal yang diperlukan dalam hidup;

b. Pemidanaan memaksa dengan kekerasan;

c. Pemidanaan diberikan atas nama negara, diotorisasikan;

d. Pemidanaan mensyaratkan adanya peraturan-peraturan, pelanggaran, dan penentuannya, yang diekspresikan dalam putusan;

e. Pemidanaan diberikan kepada pelanggar yang telah melakukan

16 Chairul Huda, 2006. Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kealahan. Tinjauan Kritis Terhadap Teori Pemisahan Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana. Jakarta: Kencana Prenada Media. h. 125

17 Joachim Friedrich, 2004, Filsafat Hukum : Perspektif Historis Terjemahan Raisul Muttaqien, Bandung: PT Nuansa dan PT Nuansa Media, h. 3

(29)

19 kejahatan;

f. Tingkat atau jenis pemidanaan berhubungan dengan kejahatan, dan diperberat atau diringankan dengan melihat personalitas (kepribadian) si pelanggar, motif dan dorongannya.18

Pemidanaan dapat diartikan sebagai tahap penetapan sanksi dan juga tahap pemberian sanksi dalam hukum pidana. Tujuan pemberian sanksi harus memperhatikan kesejahteraan dan pengayoman masyarakat.

Sanksi pidana yang diancamkan kepada pelaku tindak pidana merupakan ciri perbedaan hukum pidana dengan jenis hukum yang lain.19 Berkaitan dengan pengertian pidana, menurut Van Hamel, batasan atau pengertian pidana adalah:

“suatu penderitaan yang bersifat khusus, yang telah dijatuhkan oleh kekuasaan yang berwenang untuk menjatuhkan pidana atas nama negara sebagai penanggung jawab dari ketertiban hukum umum bagi seorang pelanggar, yakni semata-mata karena orang tersebut telah melanggar suatu peraturan hukum yang harus ditegakkan oleh negara.”20

Negara atau lembaga yang ditunjuk oleh negara untuk menjatuhkan pidana mempunyai tujuan tertentu. Berbagai variasi tujuan pidana tumbuh sesuai dengan perkembangan ilmu hukum pidana, ilmu tentang pemidanaan dan teori-teori dasar tujuan pidana.21

Selama ini tujuan pidana dan pemidanaan tidak pernah dirumuskan dalam UU. Perumusan tujuan pemidanaan baru terlihat dalam RUU KUHP, yaitu:

a. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan

18 Teguh Prasetyo, Kriminalisasi dalam Hukum Pidana, Bandung: Penerbit Nusa Media, Cetakan I, Maret 2010, h. 70-71

19 Puteri Hikmawati, Pidana Pengawasan Sebagai Pengganti Pidana Bersyarat Menuju Keadilan Restoratif (Negara Hukum: Vol. 7, No. 1), Jakarta: Pusat Penelitian Badan Keahlian Dpr RI, 2016, h.74

20 P.A.F. Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia, Bandung: Armico, 1984, h. 87

21 Puteri Hikmawati, Pidana Pengawasan Sebagai Pengganti Pidana Bersyarat Menuju Keadilan Restoratif (Negara Hukum: Vol. 7, No. 1), Jakarta: Pusat Penelitian Badan Keahlian Dpr RI, 2016, h.74-75

(30)

20

norma hukum demi pengayoman masyarakat;

b. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang yang baik dan berguna;

c. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat; dan

d. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana.22

Ditegaskan bahwa, pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan merendahkan martabat manusia.23

Mengenai teori pemidanaan, pada umumnya dapat dikelompokkan dalam tiga golongan besar, yaitu teori absolut atau teori pembalasan, teori relatif atau teori tujuan, dan teori menggabungkan.

a. Teori Absolut

Menurut teori ini pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan kejahatan atau tindak pidana. Teori ini diperkenalkan oleh Kent dan Hegel. Teori Absolut didasarkan pada pemikiran bahwa, pidana tidak bertujuan untuk praktis seperti memperbaiki penjahat tetapi, pidana merupakan tuntutan mutlak, bukan hanya sesuatu yang perlu dijatuhkan tetapi menjadi keharusan, dengan kata lain hakikat pidana adalah pembalasan (revegen).24

Dijelaskan dalam teori ini, pidana dijatuhkan karena orang telah melakukan kejahatan. Pidana sebagai akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu pembalasan kepada orang yang melakukan kejahatan. Jadi dasar pembenarannya terletak pada adanya kejahatan itu sendiri.

Seperti dikemukakan Johanes Andenaes bahwa tujuan primer dari pidana menurut teori absolut ialah untuk memuaskan tuntutan

22 Pasal 55 ayat (1) RUU KUHP

23 Pasal 55 ayat (2) RUU KUHP

24 Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana 1, Jakarta: Sinar Grafika, 2007, h.

11

(31)

21

keadilan. Sedang pengaruh yang menguntungkan adalah sekunder. Tuntutan keadilan yang sifatnya absolut ini terlihat dari pendapat Imanuel Kant dalam bukunya Filosophy of Law, bahwa pidana tidak pernah dilaksanakan semata-mata sebagai sarana untuk mempromosikan tujuan/kebaikan lain, baik bagi si pelaku itu sendiri maupun bagi masyarakat.25

Tapi dalam semua hal harus dikenakan hanya karena orang yang bersangkutan telah melakukan suatu kejahatan. Setiap orang seharunya menerima ganjaran seperti perbuatannya dan perasaan balas dendam tidak boleh tetap ada pada anggota masyarkat. Itu sebabnya teori ini disebut juga teori pembalasan.26

b. Teori Relatif

Teori ini berbeda dengan teori absolut, dasar pemikirannya adalah penjatuhan pidana mempunyai tujuan untuk memperbaiki sikap mental atau membuat pelaku pidana tidak berbahaya lagi, dibutuhkan proses pembinaan sikap mental. 27 Teori ini menunjukkan tujuan pemidanaan sebagai sarana pencegahan, baik pencegahan khusus (speciale preventie) yang ditujukan kepada pelaku maupun pencegahan umum (general preventie) yang ditujukan ke masyarakat. Teori relatif ini berasas pada tiga tujuan utama pemidanaan yaitu preventif, detterence, dan reformatif.

Tujuan preventif (prevention) untuk melindungi masyarakat dengan menempatkan pelaku kejahatan terpisah dari masyarakat.

Tujuan menakuti (detterence) untuk menimbulkan rasa takut melakukan kejahatan, baik bagi individual pelaku agar tidak mengulangi perbuatanya, maupun bagi publik sebagai langkah panjang. Sedangkan tujuan perubahan (reformation) untuk

25 Dalam Muladi dan Barda Nawawi, Teori dan Kebijakan Pidana, Bandung: Alumni, 1992, h. 11

26 Usman, Jurnal Ilmu Hukum: Analisis Perkembangan Teori Hukum Pidana, h.67-68

27 Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana 1, Jakarta: Sinar Grafika, 2007, h.

11

(32)

22

mengubah sifat jahat si pelaku dengan dilakukannya pembinaan dan pengawasan, sehingga nantinya dapat kembali melanjutkan kebiasaan hidupnya sehari-hari sebagai manusia yang sesuai dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat.28

Teori relatif disebut juga sebagai teori utilitarian, tujuan pidana menurut teori relatif bukanlah sekedar pembalasan, akan tetapi untuk mewujudkan ketertiban di dalam masyarakat.

Tentang teori relatif ini Muladi dan Barda Nawawi Arief menjelaskan, bahwa:

“Pidana bukan sekedar untuk melakukan pembalasan atau pengimbalan kepada orang yang telah melakukan suatu tindak pidana, tetapi mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang bermanfaat.

Oleh karena itu teori ini pun sering juga disebut teori tujuan. Jadi dasar pembenaran adanya pidana menurut teori ini adalah terletak pada tujuannya. Pidana dijatuhkan bukan karena orang membuat kejahatan melainkan supaya orang jangan melakukan kejahatan.”29

Jadi tujuan pidana menurut teori relatif adalah untuk mencegah agar ketertiban di dalam masyarakat tidak terganggu.

Dengan kata lain, pidana yang dijatuhkan kepada si pelaku kejahatan bukanlah untuk membalas kejahatannya, melainkan untuk mempertahankan ketertiban umum.30

c. Teori Gabungan

menyatakan bahwa tujuan pemidanaan bersifat plural, karena menggabungkan antara prinsipprinsip relatif (tujuan) dan absolut (pembalasan) sebagai satu kesatuan. Teori ini mengandung karakter pembalasan sejauh pemidanaan dilihat sebagai suatu

28 http://repository.unpas.ac.id/42943/8/BAB%20II%20INSHA%20ALLAH%20BENER.pdf diakses pada tanggal 03 Mei 2021 pukul 00:45

29 Dalam Muladi dan Barda Nawawi, Teori dan Kebijakan Pidana, Bandung: Alumni, 1992, h. 16

30 Usman, Jurnal Ilmu Hukum: Analisis Perkembangan Teori Hukum Pidana, h.70

(33)

23

kritik moral dalam menjawab tindakan yang salah. Sedangkan karakter tujuannya terletak pada ide bahwa tujuan kritik moral tersebut ialah suatu reformasi atau perubahan perilaku terpidana di kemudian hari. Teori ini diperkenalkan oleh Prins, Van Hammel, Van List dengan pandangan sebagai berikut:31

1) Tujuan terpenting pidana adalah membrantas kejahatan sebagai suatu gejala masyarakat.

2) Ilmu hukum pidana dan perundang-undangan pidana harus memperhatikan hasil studi antropologi dan sosiologis.

3) Pidana ialah suatu dari yang paling efektif yang dapat digunakan pemerintah untuk memberantas kejahatan. Pidana bukanlah satu-satunya sarana, oleh karena itu, pidana tidak boleh digunakan tersendiri akan tetapi harus digunakan dalam bentuk kombinasi denga upaya sosialnya.

Teori ini menggunakan kedua teori tersebut di atas (teori absolut dan teori relatif) sebagai dasar pemidanaan, dengan pertimbangan bahwa kedua teori tersebut memiliki kelemahan- kelemahan yaitu :32

1) Teori absolut memiliki kelemahan dapat menimbulkan ketidakadilan karena dalam penjatuhan hukuman perlu mempertimbangkan bukti-bukti yang ada dan pembalasan yang dimaksud tidak harus negara yang melaksanakan.

2) Teori relatif memiliki kelemahan dapat menimbulkan ketidakadilan karena pelaku tindak pidana ringan dapat dijatuhi hukum berat; kepuasan masyarakat diabaikan jika tujuannya untuk memperbaiki masyarakat; dan mencegah kejahatan dengan menakut-nakuti sulit dilaksanakan.

Walaupun terdapat perbedaan pendapat di kalangan sarjana

31 Djoko Prakoso, Surat Dakwaan, Tuntutan Pidana dan Eksaminasi Perkara di Dalam Proses Pidana, Yogyakarta: Liberty, h. 47

32 Koeswadji, Perkembangan Macam-macam Pidana Dalam Rangka Pembangunan Hukum Pidana, Cetakan I, Bandung: Citra Aditya Bhakti, 1995, h. 11-12

(34)

24

mengenai tujuan pidana itu, namun ada satu hal yang tidak dapat dibantah, yaitu bahwa pidana itu merupakan salah satu sarana untuk mencegah kejahatan serta memperbaiki narapidana.

Demikian juga halnya dengan pidana penjara merupakan sarana untuk memperbaiki narapidana agar menjadi manusia yang berguna di masyarakat.33

2. Teori Pertimbangan Hakim

Pertimbangan hakim adalah salah satu aspek yang sangat penting untuk mewujudkan nilai dari suatu putusan hakim yang mengandung keadilan dan mengandung kepastian hukum, disamping itu terdapat juga manfaat bagi para pihak yang bersangkutan sehingga pertimbangan hakim ini harus disikapi dengan teliti, baik, dan cermat. Jika pertimbangan hakim tidak teliti, baik, dan cermat, maka putusan hakim yang berasal dari pertimbangan hakim tersebut akan dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi / Mahkamah Agung.34

Pertimbangan hakim menurut Rusli Muhammad (2007:212), dapat dibagi menjadi 2 (dua) kategori, yaitu :

a. Pertimbangan hakim yang bersifat yuridis

Pertimbangan hakim ini didasarkan pada fakta-fakta yuridis yang terungkap dalam persidangan dan oleh Undang-Undang yang ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat di dalam putusan. Hal-hal tersebut yaitu :

1) Dakwaan Jaksa Penuntut Umum

Dakwaan adalah dasar dari hukum acara pidana karena berdasarkan dakwaan pemeriksaan di persidangan dilakukan.

Perumusan dakwaan didasarkan atas hasil pemeriksaan pendahuluan yang disusun tunggal, komulatif, alternatif ataupun subsidair.

2) Keterangan Terdakwa

33 Usman, Jurnal Ilmu Hukum: Analisis Perkembangan Teori Hukum Pidana, h.73-74

34 Mukti Aro, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama cet V, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004, H.140

(35)

25 3) Keterangan Saksi 4) Barang-barang bukti

Barang bukti adalah semua benda yang dapat dikenakan penyitaan dan diajukan oleh penuntut umum di sidang pengadilan, meliputi:

a) Benda atau tagihan tersangka atau Terdakwa seluruhnya atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil tindak pidana.

b) Benda yang dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkan.

c) Benda yang digunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana.

d) Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan. Barang-barang bukti yang dimaksud di atas tidak termasuk alat bukti. Barang bukti yang terungkap pada persidangan dapat dipergunakan untuk memperoleh hal yang benar-benar dapat meyakinkan hakim akan kesalahan terdakwa terhadap perkara pidana yang dituduhkan. Selain itu, hakim pun akan lebih merasa yakin apabila barang bukti itu dikenal dan diakui oleh terdakwa ataupun saksi.

5) Pasal-Pasal dalam peraturan hukum pidana dan sebagainya.

b. Pertimbangan hakim yang bersifat non yuridis Pertimbangan hakim ini berdasarkan pada fakta-fakta non yuridis yang terungkap dalam persidangan yang biasanya dimuat dalam hal-hal yang memberatkan atau meringankan, yang berdasarkan:

1) Latar belakang terdakwa;

2) Akibat perbuatan terdakwa;

3) Kondisi diri terdakwa; dan 4) Agama terdakwa.

(36)

26 C. Studi terdahulu yang relevan

Sejumlah penelitian terkait pengeroyokan sudah banyak dilakukan terutama dari segi hukum pidana islam. Namun belum banyak yang melakukan penelitian tentang tindak pidana pengeroyokan yang berujung kematian ditinjau dari hukum pidana dan hukum pidana islam. Berikut tinjauan umum atas sebagian penelitian tersebut:

1. Skripsi yang berjudul Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Pengeroyokan Dan Atau Penganiayaan Yang Mengakibatkan Korban Meninggal Dunia Pada Suporter Sepakbola (Studi Kasus Putusan No. 174/PID.B/2011/PN. Lamongan) oleh Pancar Triwibowo, yang diterbitkan pada tahun 2012 di Universitas Pembangunan Veteran Jawa Timur.

2. Skripsi yang berjudul Tinjauan Fiqh Jinayah Terhadap Pengeroyokan Yang Mengakibatkan Kematian (Studi Putusan Pengadilan Negeri Palembang Nomor 0271/Pid.B/2013/Pn.Plg) oleh Mohammed Noor, yang diterbitkan pada tahun 2018 di Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang.

3. Skripsi yang berjudul Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Kekerasan Yang Dilakukan Secara Bersamasama Terhadap Orang Dimuka Umum (Studi Kasus Putusan No.1619/Pid.B/2010/PN.Mks) oleh William Manaq Liamata, yang diterbitkan pada tahun 2013 di Universitas Hasanuddin Makassar. Skripsi ini memaparkan penerapan hukum pidana bagi pelaku kekerasan yang dilakukan secara bersama- sama terhadap orang dimuka umum.

4. Skripsi yang berjudul Tindak Pidana Pengeroyokan Yang Berakibat Kematian Dalam Perspektif Hukum Pidana Islam (Studi Kasus Putusan No 163/Pid.B/2015/PN Byl) oleh Anis Dewi Lestari, yang diterbitkan pada tahun 2020 di Universitas Islam Negeri (UIN) Surakarta. Skripsi ini memaparkan tinjauan hukum pidana islam dalam kasus tindak pidana pengeroyokan.

Persamaan dengan studi yang sudah ada:

(37)

27

a) Kasus yang di pilih merupakan kasus pengeroyokan yang berujung kematian.

b) Memabahas dalam pandangan Hukum Pidana Islam.

c) Membahas pertimbangan hakim dalam memutuskan kasus.

Perbedaan dengan studi yang sudah ada:

a) Studi terdahulu hanya membahas dalam segi Fiqh Jinayah yang mana hukuman dari kasus tersebut adalah Qishash, dalam penelitian yang penulis tulis memasukan teori Takzir dalam Hukum Pidana Islam.

b) Studi terdahulu hanya terfokus pada satu sudut pandang saja, dalam penelitian yang penulis tulis akan mengkomparasikan dalam pandangan Hukum Pidana Islam dan Hukum Pidana Positif.

c) Studi terdahulu hanya terfokus pada tindak pidana penganiayaan saja, sedangkan penulis akan menghubungkan tindak pidana pengeroyokan dengan tindak pidana pembunuhan karena kealpaan.

(38)

11

(39)

28 BAB III

GAMBARAN UMUM TINDAK PIDANA DALAM PUTUSAN NO.

397/Pid.B/2017/PN.Sim

A. Sanksi Pidana Pengeroyokan Menurut Hukum Pidana Positif

Hukuman pengeroyokan yang menyebabkan kematian diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun, pengeroyokan dan perusakan adalah istilah pidana tentang Tindak pidana pada Pasal 170 KUHP:

(1) Barang siapa yang di muka umum bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang, dihukum penjara selama- lamanya lima tahun enam bulan.

(2) Yang bersalah diancam:

Ke-1. Dengan penjara selama-lamanya tujuh tahun, jika dengan sengaja menghancurkan barang atau jika kekerasan yang digunakan mengakibatkan luka-luka;

Ke-2. Dengan penjara paling lama sembilan tahun, jika kekerasan mengakibatkan luka berat;

Ke-3. Dengan penjara paling lama dua belas tahun, jika kekerasan mengakibatkan maut.

(3) Pasal 89 KUHP tidak berlaku pada pasal ini.

Pada Pasal 170 ayat (2) KUHP memuat unsur-unsur sebagai berikut:

1. Unsur barang siapa;

2. Unsur dengan terang-terangan dan tenaga bersama;

3. Unsur menggunakan kekerasan terhadap orang atau perusakan terhadap barang;

4. Unsur yang mengakibatkan luka-luka atau penghancuran barang.1 Tercantum dalam putusan No.397/Pid.B/2017/PN.Sim pelaku pengeroyokan di dakwa oleh jaksa penuntut umum dengan dakwaan:

1. Terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “pengeroyokan yang dilakukan secara bersama mengakibatkan

1 Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, cetakan ke-32, Jakarta: Bumi Akasara, 2016

Referensi

Dokumen terkait

Nilai koefisien determinasi ditunjukkan oleh nilai R yang menunjukkan korelasi berganda, yaitu faktor pola komunikasi keluarga, percaya diri, introversi, dan harga

Kartini adalah satu-satunya perempuan pribumi yang ada disana, teman perempuan Kartini hanya anak-anak menir Belanda, jadi tak heran bahwa kartini

kepala daerah untuk menghindari besarnya biaya penyelenggaraan pilkada Berapapun biaya yang akan di keluarkan, sangat penting bagi rakyat untuk memilih pemimpin

Ditunjuk sebagai Direktur pada Juni 2013. Bergabung dengan Summarecon pada 2005  sebagai Direktur Eksekutif.  Yang   bertanggung jawab atas kegiatan operasi dari

This course will cover the basic concepts of semiotics including the nature of signs, models of signs, the signification process, typology of signs, value

Yöntemlerin Karşılaştırılması” (Akdeniz Üniversitesi, Enformatik Bölüm Başkanlığı, Karamanoğlu MehmetBey Üniversitesi, Karaman MYO, Karaman.).. tipe indirgemek

Pada Gambar 37 yaitu penyimpanan pisang Mas Kirana pada suhu 15 °C yang menunjukkan bahwa pada hari ke-6, nilai kadar air daging buah pisang Mas Kirana terbesar ada

5 Tahun 2010 menyebutkan bahwa infrastruktur merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan sosial yang berkeadilan