• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN BERBASIS INTERNET (STUDI PUTUSAN. No.503/Pid.Sus/2018/PN.Jmb) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN BERBASIS INTERNET (STUDI PUTUSAN. No.503/Pid.Sus/2018/PN.Jmb) SKRIPSI"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

No.503/Pid.Sus/2018/PN.Jmb)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memenuhi Tugas Akhir Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

RAY IRVANDY SAMOSIR 150200347

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)
(3)

karuniaNya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai tugas akhir untuk menyelesaikan studi dan mendapatkan gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, setelah kurang lebih 4 (empat) tahun penulis lewati dalam masa perkuliahan. Adapun skripsi ini berjudul sebagai berikut: “Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penipuan Berbasis Internet (Studi putusan No.503/Pid.Sus/2018/PN.Jmb)”.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih mempunyai kekurangan didalam penulisannya, oleh karena itu penulis berharap adanya masukan dan saran yang bersifat membangun dimasa yang akan datang.

Penulisan skripsi ini diakui banyak mengalami kesulitan dan hambatan, namun berkat bimbingan, motifasi, dan dukungan dari berbagai pihak maka penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini penulis berterimakasih kepada Kedua orangtua penulis ayahanda J.B Samosir dan ibunda S. Manullang yang telah membesarkan, mendidik, dan memberikan motivasi penulis hingga mencapai gelar Sarjana ini. Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang setinggi- tingginya kepada :

1. Bapak Prof.Dr.Runtung Sitepu, S.H,M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof.Dr.Budiman Ginting,S.H.M.Hum, selaku Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(4)

3. Bapak Prof.Dr.OK.Saidin,S.H.M.Hum, selaku Wakil Dekan I FakultasHukumUniversitas Sumatera Utara.

4. Ibu Puspa Melati Hasibuan,S.H.M.Hum, selaku Wakil Dekan IIFakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr.Jelly Leviza,S.H.M.Hum, selaku Wakil Dekan III FakultasHukum Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Dr.M.Hamdan,S.H.M.H, selaku Ketua Departemen Hukum PidanaFakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Ibu Liza Erwina,S.H.M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Bapak Dr.M.Hamdan,S.H.M.H, selaku Dosen Pembimbing Iyang telah meluangkan waktunya dan dengan sabar membimbing, mengarahkan, dan memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan Skripsi ini, serta mengajarkan berbagai hal yang bermanfaan bagi penulis.

9. Bapak Dr. Mohammad Ekaputra,S.H.M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktunya dan dengan sabar membimbing, mengarahkan, dan memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini, serta memberikan berbagai pengarahan yang bermanfaat bagi penulis .

10. Seluruh Dosen dan Staf pengajar di Departemen Hukum Pidana FakultasHukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberi dukungan moril serta memberikan banyak ilmu mengenai hukum Pidana.

(5)

11. kakak penulis dan abang penulisKartini Samosir,S.P, Rasi Kasim Samosir,S.P,M.Si, Ridwan Syahputra Samosir,S.T yang telah memberi dukungan dan motivasi bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

12. Keluarga besar civitas Gerakan mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Komisariat Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

13. Panitia Pengabdian Masyarakat desa (PMD) Tahun 2018 GMKI Komisariat Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara terkhususnya kepada Augrevan Martin Rumahorbo dan Adinda Evelyn Bintang Sormin.

14. Sahabat penulisdari grup SEMANGAT BERJUANG, Jisandi Nahampun, Kliwon Manalu, Krisdobby Tumanggor, Lamtorang Hasugian, Tommy Aritonang,Bill Owen Silaban, Retno Gultom, Hengky Tarigan yang tidak lupa mengingatkan untuk semangat setiap harinya.

15. Sahabat penulis Grup C dari awal masuk perkuliahan, Richard Imanuel Banjarnahor, Feberson Manullang, Rahul Vishkar, Kliwon Manalu, Kurniaman Gulo.

16. Sahabat penulis Yan Reinold Sihite, Yohannes Tambunan, Altrian Batubara, Hardi Amos Simatupang, dan semua sahabat penulis yang tidak dapat disebutkan semua.

17. Keluarga besar Grup C FH USU 2015 yang menemani perjalanan kuliah penulis dari awal perkuliahan.

18. Semua teman-teman seperjuangan yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Medan, Juni 2019 Penulis

Nim.150200347 Ray Irvandy Samosir

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... iv

ABSTRAK ... vi

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penulisan ... 9

D. Manfaat penulisan ... 10

E. Keaslian Penulisan ... 11

F. Tinjauan Kepustakaan ... 11

1. Pengertian Tindak Pidana ... 11

2. Pengertian Pelaku Tindak Pidana ... 18

3. Pengertian Internet ... 21

G. Metode Penulisan ... 24

H. Sistematika Penulisan ... 27

BAB II : PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAKU PENIPUAN BERBASIS INTERNET DI INDONESIA A. Pengaturan hukum menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ... 29

B. Pengaturan hukum menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang nomor 11 Tahun 2008 ... 37

(7)

BAB III : UPAYA PENANGGULANGANTERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN BERBASIS INTERNET

A. Upaya penanggulangan melalui penal policy ... 45

B. Upaya penanggulangan melalui non penal policy ... 55

BAB IV: PENERAPAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN BERBASIS INTERNET(BERDASARKAN PUTUSAN NOMOR : 503/Pid.Sus/2018/PN.Jmb) A. Posisi kasus ... 62

1. Kronologi kasus ... 62

2. Pasal yang didakwakan ... 63

3. Tuntutan ... 63

4. Fakta hukum ... 64

5. Pertimbangan Hakim ... 66

6. Putusan ... 73

B. Analisis penulis ... 80

1. Analisis pasal yang didakwakan ... 75

2. Analisis tuntutan ... 81

3. Analisis putusan ... 86

BAB V:PENUTUP A. Kesimpulan ... 92

B. Saran ... 93 DAFTAR PUSTAKA

(8)

ABSTRAK Ray Irvandy Samosir*

M. Hamdan**

Mohammad Ekaputra***

Perkembangan Teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah perilaku masyarakat dan peradaban manusia secara global. Perkembangan teknologi informasi telah menyebabkan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial yang secara signifikan berlangung demikian cepat. Dalam perkembangan teknologi yang sangat pesat menjadikan timbulnya suatu kejahatan pada perkembangannya. Hal ini didasari dengan timbulnya kejahatan tindak pidana penipuan berbasis internet yang sering disebut dengan cybercrime. Tindak pidana penipuan berbasis internet ini memiliki maksud sebagai penyalahgunaan dalam memberikan berita elektronik yang mengakibatkan ketidaknyamanan dan kerugian bagi para pengguna media internet lainnya dan penipuan ini biasanya dilakukan dengan cara terus menurus tanpa diminta dan sering kali tidak dikehendaki oleh korbannya.

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaturan hukum terhadap pelaku tindak pidana penipuan berbasis internet, bagaimana upaya penanggulangan terhadap pelaku tindak pidana penipuan berbasis internet, serta bagaimana penerapan hukum terhadap pelaku penipuan berbasis internet berdasarkan putusan pengadilan No.503/Pid.Sus/2018/PN.Jmb.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian dengan menggunakan data-data kepustakaan atau sekunder yang diperoleh dari bahan- bahan kepustakaan dan peraturan perundang-undangan.

Pengaturan hukum mengenai tindak pidana penipuan berbasis internet secara umum diatur pada Pasal 378 KUHP dan secara khusus diatur pada Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, sedangakan mengenai ketentuan ancaman pidananya diatur pada Pasal 45A ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dalam upaya penanggulangan terhadap pelaku tindak pidana penipuan berbasis internet, yaitu melalui kebijakan hukum pidana (penal policy) yang dapat dilihat dari 3 aspek,yaitu aspek kebijakan kriminalisasi (formulasi tindak pidana), aspek pertanggungjawwaban pidana atau pemidanaan, dan aspek jurisdiksi.

Kemudian melalui nonhukum pidana (non penal policy) yang bersifat preventiv yaitu dengan metode metode moralistik dan metode abolionistik. Dalam penerapan hukum berdasarkan putusan No.503/Pid.Sus/2018/PN.Jmb Terdakwa dinyatakan bersalah dengan pidana penjara 2 (tahun) penjara.

Kata Kunci: Tindak pidana penipuan, Internet, Upaya penanggulangan

*) Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**) Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

***) Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(9)

PENDAHULUAN A. Latar belakang

Kejahatan bukanlah hal yang baru dalam sejarah peradaban manusia.

Kejahatan ini menjadi permasalahan yang timbul pada manusia bermula dari perasaan iri, sombong,dan dengki membuat kejahatan itu ada pada manusia itu sendiri.1

Kejahatan menyentuh semua bagian dalam masyarakat sekaligus kaum miskin yang putus asa, seperti halnya orang-orang kaya dan kuat melakukan aktivitas kejahatan.

Pada tahap perkembangannya kemudian, modus operandi kejahatan bergerak maju seiring perkembangan peradaban manusia. Kejahatan dan eksistensi masyarakat menjadi “dua sisi mata uang” yang saling terkait.

2

Kriteria kejahatan dalam arti yuridis pun dapat berubah dari waktu ke waktu. Istilah kejahatan adalah sebutan yang diberikan atau diletakkan pada salah satu jenis perbuatan manusia diantara perbuatan lainnya. Perbuatan jahat dianggap melanggar atau bertentangan dengan apa yang ditentukan dalam kaidah peraturan Kejahatan memintas perbedaan warna kulit, kelas, dan jenis kelamin. Itu melibatkan perbuatan-perbuatan berupa goncangan terhadap hati nurani masyarakat suatu bangsa, dan perbuatan-perbuatan tersebut tampaknya merupakan manusia yang relatif tak berdaya. Kejahatan mungkin dilakukan antar teman dan anngota keluarga, dan dapat juga melibatkan orang luar.

1Maskun,Kejahatan Siber;Cyercrime Suatu Pengantar, (Jakarta: Kencana, 2013), hal.43

2Widodo,Aspek Hukum Pidana Kejahatan Mayantara, (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2011),hal.30

(10)

perundang-undangan. Misalnya mencuri, membunuh,atau tidak memenuhi panggilan pengadilan.3

3 Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana,( Bandung: Alumni, 1981),hal.107 Dalam perspektif hukum, kejahatan adalah segala perbuatan yang melanggar ketentuan hukum, sebagaimana diatur Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) maupun perundang-undangan tertulis lainnya.

Dengan seiring berjalan kemajuan yang ada di tengah-tengah masyarakat dalam berbagai bidang,membuat manusia semakin gampang atau mudah melakukan sesuatu yang diinginkannya. Dalam melakukan sesuatu dengan mudah, maka disitu pula akan timbul kejahatan yang ada pada manusia itu sendiri.

Permasalahan yang timbul pada manusia itu menjadi permasalahan yang besar di tengah-tengah masyarakat. Permasalahan itu memiliki beragam yang ada ditengah-tengah masyarakat itu, seperti masalah ekologi,ekonomi,politik,dan sosial. Pada dewasa ini, perkembangan teknologi yang pesat itu di manafaatkan oleh masyarakat itu sendiri dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari salah satunya teknologi informasi dan teknologi komunikasi seperti telepon genggam,internet,dan media elektronik.

Perkembangan dan pemanfaatan teknologi informasi, media, dan komunikasi yang misalnya komputer,handphone,facebook,email, internet, dan lain sebagainya telah mengubah perilaku masyarakat dan peradaban manusia secara global. Teknologi informasi dan komunikasi ini telah dimanfaatkan dalam kehidupan sosial masyarakat dalam berbagai sektor kehidupan baik sektor pemerintahan, bisnis, perbankan, pendidikan, kesehatan, kehidupan pribadi dan lain sebagainya.

(11)

Revolusi Industri di Inggris pada abad ke-17 memacu perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Perkembangan tersebut berpengaruh terhadap kehidupan manusia. terhitung sejak Revolusi Indusitri, saat ini masyarakat tengah memasuki siklus 50 tahun-an yang kelima, dengan ciri penggunaan mikroelektronik dan bioteknologi.4

Diperkembangan teknologi yang sangat pesat penggunaan teknologi komputer, telekomunikasi, dan informasi tersebut mendorong berkembangnnya transaksi melalui internet di dunia. Perusahaan berskala dunia semakin banyak memanfaatkan fasilitas internet. Sementara itu tumbuh transaksi melalui elektronik atau on-line dari berbagai sektor, yang kemudian memunculkan isitilah e-bangking, e-commerce, e-trade, e-business, e-retailing.5

Kehadiran internet memudahkan manusia memperoleh infomasi dan menjalankan urusan-urusannya di tingkat nasional maupun internasional, misalnya dibidang pendidikan,kebudayaan, kekerabatan, teknologi, kesenian, perdagangan, perbankan, dan pemerintahan.6

4 T. Jacob, Menuju Teknologi berprikemanusiaan,(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1996), hal. 15

5 Josua sitompul,Cyberspace, Cyebercrimes, Cyberlaw: Tinjauan Aspek Hukum Pidana, (Jakarta: PT.Tata Nusa, 2012),hal.

6 Ari Juliano Gema, Hukum dan Kejahatan Komputer, (Majalah Infotek, 2001), hal.4

Perkembangan teknologi yang pesat mendorong dalam penggunaan internet juga mengundang timbulnya suatu kejahatan itu. Kejahatan internet sering disebut denganCybercrimeyang merupakan perkembangan dari computer crime.

Cybercrime merupakan kejahatan yang memanfaatkan perkembangan teknologi komputer khususnya internet yang mengadirkan cyberspace.dengan realitas virtual yang menawarkan kepada manusia dengan berbagai harapan.

(12)

Secara terminologis kejahatan dibidang teknologi informasi dengan basis komputer sebagaimana terjadi saat ini, dapat disebut dengan beberapa isitilah yaitu computer misuse, computer abuse, computer fraud, computer assisted crime, atau computer crime. Istilah kejahatan yang berhubungan dengan komputer (computer related-crime) seringkali digunakan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), tetapi Konvensi Internasional tahun 2001 menggunakan istilah cybercrime. Barda Narwawi mengemukakan bahwa pengertian kejahatan yang berhubungan dengan komputer (computer-related crime) sama dengan cybercrime.7

Cybercrime mempunyai bentuk beragam, karena setiap negara tidak selalu sama dalam melakukan kriminilasasi, begitu pula dalam setiap negara dalam menyebut apakah suatu perbuatan tergolong kejahatan “Cybercrime” atau bukan kejahatan “Cybercrime” juga belum tentu sama. Secara teoritik, berkaitan dengan kejahatan, Muladi mengemukakan bahwa asas in mala se mengajarkan bahwa suatu perbuatan tersebut jahat, sedangkan berdasarkan asas mala in probibita, suatu perbuatan dianggap jahat karena melanggar peraturan perundang- undangan.8

Teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah perilaku masyarakat dan peradaban manusia secara global. Disamping itu, perkembangan teknologi informasi telah menyebabkan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan Kejahatan ini dapat dilakukan ditempat manapun di dunia (karena seakan- akan tanpa atas batas negara) yang targetnya adalah sebagian besar masyarakat dunia atau kegiatan perdagangan dengan cara kompleks dan cangggih.

7 Widodo,Op.Cit, hal.45

8Ibid, hal. 48

(13)

menyebabkan perubahan sosial yang secara signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi informasi saat ini menjadi pedang bermata dua, selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.

Saat ini telah lahir suatu hukum baru yang dikenal dengan hukum siber.

Istilah “Hukum Siber” sering diartikan sebagai Cyberlaw, saat ini secara internasional digunakan untuk isitilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi. Dua istilah lain yang digunakan adalah Hukum Dunia Maya (Virtual World Law), Hukum Teknologi Informasi (Law Of Information Technology), dan hukum mayantara.9

Salah satu jenis kejahatan E-commerce adalah penipuan online. Penipuan online yang dimaksud dalam e-commerce adalah penipuan online yang Istilah tersebut lahir mengingat kegiatan yang dilakukan melalui jaringan sistem komputer dan sisitem komunikasi baik dalam lingkup lokal maupun global (internet) dengan memanfaatkan teknologi informasi berbasis sistem komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat secara virtual atau maya.

Maka dengan itu kejahatan melalui media internet pada umumnya mengacu kepada aktivitas kejahatan komputer atau jaringan komputer sebagai unsur utamanya, istilah ini juga digunakan untuk kegiatan kejahatan tradisional komputer digunakan untuk mempermudah melakukan kejahatan itu untuk bisa terjadi.

9Ahmad Ramli, Cyberlaw dan HAKI dalam Sistem Hukum Indonesia, (Bandung:

Refika Adimata, 2006),Hal.1

(14)

menggunakan internet untuk keperluan bisnis dan perdagangan sebagai tidak lagi mengandalkan bisnis perusahaan yang konvensional yang nyata.10

Salah satu bentuk kejahatan dari Cybercrime adalah kejahatan penipuan.

Penipuan memiliki maksud sebagai penyalahgunaan dalam memberikan berita elektronik yang mengakibatkan ketidaknyamanan dan kerugian bagi para pengguna media internet lainnya.

Peran jaringan internet mejadi sarana untuk melakukan suatu kejahatan itu yang disebut dengan kejahatan siber atau Cybercrime. Beberapa orang mengkategorikan bentuk kejahatan siber atau Cybercrime adalah kejahatan penipuan, hacker, penyebaran berita palsu maupun suatu hal yang mengandung unsur pornografi. Namun, dari kategori diatas tidak mencakup seluruhnya kejahatan siber atau Cybercrime, banyak bentuk kejahatan siber lain yang masih dapat dikatakan sebagai Cybercrime.

11

Dalam kejahatan penipuan memiliki macam bentuk yang sering terjadi di internet, yaitu phising, Pagejacking atau moustrapping, Cybersquatting, Typosquatting,Phreaking.

Penipuan ini biasanya dilakukan dengan cara terus menurus tanpa diminta dan sering kali tidak dikehendaki oleh korbannya.

12

Pada dasarnya penipuanonline itu sama dengan penipuan konvensional yang membedakan hanyalah sarana pada perbuatan penipuan tersebut dilakukan yaitu menggunakan sarana internet untuk melakukan perbuatannya. Penipuan online

Macam bentuk kejahatan penipuan tersebut mengahasilkan suatu keuntungan ekonomi secara langsung, atau hilangnya hak milik orang lain yang menggunakan atau mengakses internet.

10 Asril Sitompul,Hukum Internet: Pengenalan Mengenai Masalah Hukum di Cyberspace,(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), Hal.1

11Josua sitompul,Op.Cit,hal. 36

12 Widodo, Op.Cit. 2013,hal.87

(15)

dapat dikenakan hukum sama dengan delik konvensional yang telah diatur oleh Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Akan tetapi di balik delik konvensional yang telah diatur oleh KUHP, Pemerintah membentuk peraturan khusus untuk melakukan tertib dalam menggunakan atau mengakses sarana internet danmenjamin kepastian hukum bagi penggunanya. Adapaun peraturan tersebut adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, berbagai macam bentuk kejahatan dibidang informasi dan transaksi elektronik telah diatur kepastian hukumnya, misalnya kejahatan penipuan telah diatur pada Pasal 28 ayat (1) yang bunyinya :“ Setiap orang dengan sengaja,dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik”.

Ancaman pidana bagi seseorang yang memenuhi unsur dalam Pasal 28 ayat (1) diatur dalam Pasal 45 A ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Elektronik, yaitu

“Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang menyebabkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).13

Pada zaman dahulu arisan dilakukan dengan secara langsung atau secara manual, akan tetapi akibat perkembangan teknologi yang sangat pesat membuat masyarakat memanfatkan momen tersebut tanpa dilakukan secara langsung atau manual. Dengan demikian, arisan yang seharusnya dilakukan secara langsung atau

13 Berdasarkan Pasal 45A UU No.19 Tahun 2016

(16)

secara manual beralih ke online yang tanpa diketahui siapa saja yang ikut serta dalam arisan tersebut telah banyak orang mengalami kerugian dari kecil hingga besar karena telah ditipu dengan arisan yang memanfaatkan teknologi informasi tersebut.

Contoh yang terjadi di kota Jambi, pelaku melakukan penipuan dengan berkedok arisan online.Berawal Nur cahaya melalui akun facebooknya dengan nama akun Nur Cahaya (Terdakwa) mengajak teman-temanya untuk bergabung dengan arisan online yang di kelolanya dengan prosesur/mekanisme para anggota menyetor sejumlah uang kepada Terdakwa (Nur Cahaya) yang nantinya mendapatkan keuntungan 50% s.d 100% (persen) dari jumlah uang yang di setorkannya dan keuntungan tersebut didapat dikarenakan uang tersebut akan Terdakwa kelola di Koperasi yang ada di Jakarta dan untuk para anggota arisan akan mendapatkan arisan tersebut secara bergantian.Setelah mendapat banyak peserta arisan online yang ikut arisan online dan kemudian selanjutnya Terdakwa membuka arisan online tersebut dari bulan Maret 2018 sampai dengan bulan Mei 2018.14

Kemudian beberapa korban menyetorkan dengan sejumlah uang kepada Terdakwa, akan tetapi korban tidak mendapatkan uang arisannya kembali setelah menyetorkan uang tesebut, karena korban tidak mendapatkan uang tersebut maka korban melaporkan kasus ini ke pihak yang berwajib. Setelah dilaporkan, Terdakwa memberikan uang tersebut akan tetapi tidak sepenuhnya diberikan dari jumlah yang telah di setor korban kepada Terdakwa.Akibat perbuatan Terdakwa,

14Berdasarkan Putusan No.503/Pid.Sus/PN.Jmb/2018

(17)

korban mengalami kerugian yang lumayan besar oleh arisan onlineyang dikelola Terdakwa dan telah banyak memakan korban.

Oleh karena itu, dalam kasus ini penulis tertarik mengangkat kasus ini menjadi sebuah skripsi dengan judul “TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN BERBASIS INTERNET STUDI PUTUSAN NOMOR 503/Pid.Sus/2018/PN.Jmb.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan dari latar belakang tersebut di atas ada beberapa masalah yang akan menjadi pembahasan dalam penulisan skripsi ini, yaitu:

1. Bagaimanakah pengaturan hukum terhadap pelaku tindak pidana penipuan berbasis internet di Indonesia?

2. Bagaimanakah upaya penanggulangan terhadap pelaku tindak pidana penipuan berbasis internet?

3. Bagaimanakah penerapan hukum terhadap pelaku tindak pidana penipuan berbasis internet?

C. Tujuan penulisan

Berdasarkan permasalahan yang ada maka dapat diketahui tujuan penulisan ini, sebagai berikut:

1. Tujuan Subyektif

Tulisan ini dibuat sebagai tugas akhir guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan merupakan sebuah karya ilmiah yang bermanfaat bagi perkembangan hukum

(18)

di Indonesia, khususnya bidang hukum yang mengatur tentang tindak pidana penipuan berbasis internet.

2. Tujuan Obyektif

Berdasarkan rumusan masalah diatas tujuan yang ingin dicapai oleh penulis adalah:

a. Untuk mengetahui ketentuan-ketentuan hukum pidana terhadap tindak pidana penipuan berbasis internet di Indonesia.

b. Untuk mengetahui penanggulangan terhadap pelaku tindak pidana penipuan berbasis internet.

c. Untuk mengetahui penerapan hukum terhadap tindak pidana penipuan berbasis internet berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Jambi dengan Registrasi: Nomor 503/Pid.Sus/2018/PN.Jmb

D. Manfaat penulisan

Manfaat penulisan yang dilakukan ini diharapkan hasilnya dapat bermanfaat dengan baik secara teoritis maupun secara praktis.

a. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis ini dimaksudkandari hasil penulisan ini untuk diharapkan bermanfaat unruk mengembangkan ilmu di bidang hukum pidana, khususnya di dalam hukum pidana yang berkaitan dengan tindak pidana penipuan berbasis internet.

b. Manfaat Praktis

(19)

Manfaat praktis ini dimaksudkan hasil dari penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada dalam hukum pidana yang berkaitan dengan tentang penipuan berbasis internet.

D. Keaslian penulis

Penulisan ini dilakukan atas ide dan pemikiran dari penulis sendiri yang berasal dari literatur serta studi putusan dan berdasarkan masukan dari berbagai pihak guna membantu penulisan dimaksud. Berdasarkan penelusuran dan pemeriksaan yang telah dilakukan di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, tidak ditemukan judul yang sama dengan skripsi-skripsi yang ada didalam arsip perpustakaan tentang TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN BERBASIS INTERNET (STUDI PUTUSAN: NOMOR.503/Pid.Sus/2018/PN.Jmb). Judul skripsi ini belum pernah ditulis dan diteliti dalam bentuk yang sama di Indonesia berdasarkan arsip perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Tindak Pidana

Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu Strafbaar Feit. Walaupun istilah ini terdapat dalam WvS Belanda, dengan demikian juga WvS Hindia belanda (KUHP), tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan Straffbaar Feit itu.15

Tidak ditemukan penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan Strafbaar Feit didalam KUHP maupun diluar KUHP. Oleh karena itu, para ahli hukum

15Adami Chazawi, Pelajaran Hukum pidana,(Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 67

(20)

berusaha untuk memberikan arti dan isi dari istilah itu yang sampai saat ini belum ada keseragaman pendapat. Pengertian tindak pidana penting dipahami untuk mengetahui unsur-unsur yang terkandung di dalamnya. Unsur –unsur tindak pidana ini dapat menjadi patokan dalam upaya menentukan apakah perbuatan seseorang itu merupakan tindak pidana atau tidak.16

Biasanya tindak pidana disinonimkan dengan delik, yang berasal dari bahasa Latin yakni kata Delictum. Dalam kamus besar bahasa Indonesia tercantum sebagai berikut:“Delik adalah perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang tindak pidana”17

Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan isitilah perbuatan jahat atau kejahatan yang biasa diartikan secara yuridis atau kriminologis. Perbuatan jahat yang merupakan objek ilmu pengetahuan hukum pidana adalah perbuatan jahat dalam arti hukum (Strafrechtelijk misdaadsbegrip)yang terwujud secara inabstracto dalam peraturan pidana, sedangkan perbuatan jahat sebagai gejala masyarakat (social verschijnsel, erecheinung, phenomena) adalah perbuatan manusia yang memperkosa/menyalahi norma dasar dari masyarakat dalam konkrito.18

Strafbaar feitterdiri dari tiga kata, yakni straff, baar, feit. Straff diterjemahkan dengan pidana dan hukum. Perkaataan baar diterjemahkan dengan Hal Ini adalah pengertian

“perbuatan jahat” dalam arti kriminologis.

16 Mohammad Eka Putra, Dasar-Dasar Hukum Pidana,( Medan: USU Press,2013), hal. 74

17 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana,( Jakarta: Rajawali Press, 2013), hal. 47

18Ibid, hal. 77

(21)

dapat dan boleh. Sementara itu, untuk kata feit diterjemahkan dengan tindak, peristiwa, dan perbuatan.19

Untuk dapat menjatuhkan pidana diperlukan dua syarat :

Tindak pidana sebaikanya dimengerti sebagai perilaku manusia (gedragingen: yang mencakup dalam hal ini berbuat maupun tidak berbuat) yang dilakukan dalam situasi dan kondisi yang dirumuskan didalamnya, perilaku itu dilarang oleh Undang-Undang dan diancam dengan sanksi pidana.

20

1. Perbuatan itu, bersifat melawan hukum dan;

2. Dapat dicela.

Dalam menentukan pengertian tindak pidana, para ahli dipisahkan antara dua pandangan yang disebut dengan pandangan dualistis mengenai perbuatan pidana (tindak pidana/staafbaarfeit). Pandangan yang memisahkan antara perbuatan dan orang yang melakukannya, dalam berbagai literatur disebut juga dengan pandangan dualisme.

Berikut ini dikemukakan beberapa pengertian dari tindak pidana (Strafbaar Feit), menurut para ahli yang dapat digolongkan menganut pandang (aliran) dualistis:21

1. Menurut W.P.J Pompe, suatu Strafbaar Feit (defenisi menurut hukum positif) itu sebenarnya adalah tidak lain daripada suatu “tindakan yang menurut sesuatu rumusan Undang-Undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum. Pompe mengatakan bahwa menurut teori (defenisi menurut teori ) Strafbaar Feit itu adalah perbuatan, yang bersifat melawan hukum, yang dilakukan dengan kesalahan dan diancam pidana.

2. Menurut H.B. Vos, Strafbaar Feit adalah suatu kelakuan manusia yang diancam pidana oleh Undang-Undang.

19 Adami Chazawi,Op.Cit, 2005.hal.69

20Mohammad Eka Putra,Op.Cit,hal. 83

21Ibid, hal. 85

(22)

3. Menurut R.Tresna, peristiwa pidana itu adalah sesuatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia, yang bertentangan dengan Undang- Undang atau peraturan-peraturan lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman.

Peristiwa pidana itu harus memenuhi syarat-syarat berikut ini:

1. Harus ada perbuatan manusia.

2. Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dilukiskan didalam ketentuan hukum.

3. Harus terbukti adanya “dosa” pada orang yang berbuat. Yaitu orangnya harus dapat di pertangggungjawabkan.

4. Perbuatan itu harus berlawanan dengan hukum;

5. Terhadap perbuatan itu harus tersedia ancaman hukumannya dalam Undang-Undang.

Sedangkan menurut aliran monistis (monisme) yaitu pandangan yang tidak memisahkan antara perbuatan dengan unsur-unsur mengenai diri orangnya (pertanggungjawaban)22

1. Simons, merumuskan Strafbaar feit tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh seorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh Undang-Undang telah dinyatakan sebagai sautu tindakan yang dapat dihukum.

.

2. Wirjono Prodjodikoro,menyatakan tindak pidana berarti sautu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana.

3. J,E Jonkers,tealah memberikan definisi Strafbaar Feit menjadi dua pengertian:

a. Defenisi pendek memberikan pengertian “Strafbaar Feit”adalah suatu kejadian (Feit) yang dapat diancam pidana oleh Undang- Undang.

b. Defenisi panjang atau yang lebih mendalam memberikan pengertian “Stafbaar Feit”adalah suatu kelakuan yang melawan hukum (Wederrechttelijk) berhubung dilakukan dengan sengaja atau alpa oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan, sifat melawan hukum dipandang sebagi unsur yang tersembunyi dari peristiwa pidana, namun tidak adanya kemampuan untuk dapat dipertanggungjawabkan merupakan alasan umum untuk dibebaskan dari pidana.

4. J. Baumann merumuskan, bahwa tindak pidana merupakan perbuatan yang memenuhi rumusan delik, bersifat melawan hukum dan dilakukan dengan kesalahan.

22Ibid,Hal. 87-88

(23)

Berdasarkan uraian yang diatas dapat disimpulkan, bahwa penganut aliran monistis tidak secara tegas memisahkan antara unsur tindak pidana dengan syarat untuk dapat dipidananya pelaku. Syarat untuk dapat dipidananya itu masuk ke dalam dan menjadi unsur tindak pidana, sedangkan bagi penganut aliran dualistis unsur mengenai diri (orang) yakni adanya pertanggunggjawaban pidana bukan merupakan unsur tindak pidana melainkan syarat untuk dapat dipidananya pelaku.23

Perbuatan yang bertentangan atau dilarang yang diancam pidana adalah perbuatan yang dinilai oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tidak patut dilakukan.

Oleh karena itu, setelah melihat penjelasan dari beberapa pengertian tentang tindak pidana, maka dapat dikesimpulkan tindak pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam dengan pidana, dimana pengertian perbuatan disini selain perbuatan yang bersifat aktif (melakukan sesutau yang sebenarnya dilarang oleh hukum) juga perbuatan yang bersifat pasif (tidak berbuat sesuatu yang sebenarnya diharuskan oleh hukum).

24

Pembentuk Undang-Undang dalam menentukan perbutan yang dapat dipidana, harus memperhatikan keselarasannya dengan perasaan hukum yang hidup dalam masyarakat.

Masyarakat merasa dirugikan atas perbuatan yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana tersebut atau membuat masyarakat resah terhadap perbuatan yang telah dilarang oleh ketentuan yang sudah berlaku.

25

23Ibid, hal. 88

24Ibid, hal. 88

25Teguh Prasetyo,Op.Cit,hal.74

Oleh karena itu, perbuatan tersebut nantinya tidak

(24)

hanya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan tetapi juga akan selalu bertentangan dengan hukum.

Dalam tindak pidana memiliki unsur-unsur untuk menyatakan bahwa perbuatan tersebut adalah perbuatan pidana. Berbagai rumusan tindak pidana yang dikemukakan oleh para ahi hukum, jika terdiri dari beberapa unsur/elemen. Para ahli ada yang mengemukakan unsur objektif dan unsur subjektif, dan ada pula yang merinci unsur-unsur tindak pidana yang diambil berdasarkan rumusan undang-undang. Bambang Poernomo menyebutkan beberapa ahli yang membagi unsur-unsur tindak pidana secara mendasar, sebagai berikut:26

1. Van Apeldoorn

Menurut apeldoorn, bahwa elemen delik itu terdiri dari elemen objektif yang berupa adanya suatu kelakuan (perbuatan) yang bertentangan dengan hukum (onrechtmatig/wederrechtelijk) dan elemen subjektif yang berupa adanya seorang pembuat (dader) mampu bertanggungjawab atau dapat dipersalahkan (toereke-ningsvatbaarheid) terhadap kelakuan yang bertentangan dengan hukum.

2. Van Bamellen

Menyatakan bahwa elemen-elemen dari strafbaarfeit dapat dibedakan menjadi:

a. Elementen voor destrafbaarheid van het feit, yang terletak dalam bidang objektif karena pada dasarnya menyangkut tata kelakuan yang melanggar hukum.

b. Mengenai Elementen voor destrafbaarheid van dadader, yang terletak dalam bidang subjektif karena pada dasarnya menyangkut keadaan sikap batin orang yang melanggar hukum, yang kesemuanya itu merupakan elemen yang diperlukan untuk menentukan dijatuhkannya pidana sebagaimana diancamkan.

c. Pompe

Pompe mengadakan pembagian elemen Strafbaar feit atas:

- Wederrechtelijkheid (unsur melawan hukum) - Schuld (unsur kesalahan)

- Subsociale (unsur bahaya/gangguan/merugikan)

26Mohammad Eka Putra,Op.Cit, hal.103

(25)

Berbeda dengan pendapat ahli diatas, Moeljatno menjelaskan unsur –unsur atau elemen-elemen yang harus ada didalam suatu perbuatan pidana, adalah:27

1. Kelakuan dan akibat (dapat disamakan dengan perbuatan );

2. Hal atau keadaan yang menyertai perbuatan ; 3. Keadaan tambahan yang memberatkan pidana;

4. Unsur melawan hukum yang objektif;

5. Unsur melawan hukum yang subjektif.

Kelima unsur atau elemen di atas pada dasarnya dapat diklasifikasikan ke dalam dua unsur pokok, yaitu unsur objektif dan unsur subjektif. Unsur objektif dibagi menjadi:

1. Perbuatan manusia yang termasuk pokok objektif adalah sebagai berikut:28

a. Act ialah perbuatan aktif yang disebut juga perbuatan positif; dan b. Ommissionialah tidak aktif berbuat dan disebut juga perbuatan

negatif.

2. Akibat perbuatan manusia

Hal ini erat hubungannya dengan ajaran kausalitas. Akibat yang dimaksud adalah membahayakan atau menghilangkan kepentingan- kepentingan yang dipertahankan oleh hukum, misalnya: nyawa, badan, kemerdekaan, hak, milik/harta, atau kehormatan.

3. Keadaan-keadaan

Pada umumnya keadaan-keadaan ini dibedakan atas:

a. Keadaan pada saat perbuatan dilakukan b. Keadaan setelah perbuatan dilakukan 4. Sifat dapat dihukum dan sifat melawan hukum

27Ibid,hal.110

28Ibid, hal. 115

(26)

Sifat dapat dihukum itu berkenaan dengan alasan-alsan yang membebaskan Terdakwa dari hukuman. Sifat melawan hukum bertentangan dengan hukum, yakni berkenaan dengan larangan atau perintah.

Sedangkan unsur subjektif tercermin dalam asas pokok hukum pidana, yaitu

“tiada pidana tanpa kesalahan” (an act does not make guilty unless the mind is guilty; actus non facit reum nisi mens sit rea).

Kesalahan yang dimaksud pada konteks ini adalah:

1. Kesengajaan, terdiri dari tiga bentuk, yaitu:29 a. Sengaja sebagai maksud.

b. Sengaja sebagai kepastian.

c. Sengaja sebagai kemungkinan (dolus eventualis).

2. Kealpaan, adalah bentuk kesalahan yang lebih ringan daripada kesengajaan. Ada dua bentuk kealpaan, yaitu:

a. Tidak berhati-hati.

b. Tidak menduga akibat perbuatan.

2. Pengertian pelaku tindak pidana

Pelaku adalah orang yang melakukan tindak pidana yang bersangkutan, dalam arti orang yang dengan suatu kesengajaan atau suatu tidak sengajaan seperti yang diisyaratkan oleh Undang-Undang telah menimbulkan suatu akibat yang tidak dikehendaki oleh Undang-Undang, baik itu merupakan unsur-unsur subjektif maupun unsur-unsur obyektif, tanpa memandang apakah keputusan untuk

29Ibid

(27)

melakukan tindak pidana tersebut timbul dari dirinya sendiri atau tidak karena gerakkan oleh pihak ketiga.

Dalam hal ini juga pelaku tindak pidana dapat diartikan sebagai barang siapa yang melaksanakan semua unsur-unsur tindak pidana sebagai mana unsur- unsur tersebut dirumuskan didalam undang-undang menurut Kitab Undang- Undang Hukum pidana (KUHP).

Seperti yang terdapat dalam Pasal 55 ayat (1) KUHP yang berbunyi:30

(1) Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan,dan yang turut serta melakukan perbuatan;

Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:

(2) Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan oranglain supaya melakukan perbuatan.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 55 ayat (1) KUHP diatas, bahwa pelaku tindak pidana itu dibagi dalam 4 (empat) golongan:

1. Mereka yang melakukan (pembuat pelaksana: Pleger)

Yang dimaksud dengan mereka yang melakukan (zie die het feit plegen), atau dengan syarat apa seseorang yang terlibat dalam tindak pidana disebut dengan orang yang melakukan atau pembuat pelaksana.31

30 Moeljatno,Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,(Jakarta: PT.Bumi Askara, 2013)

31Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana (Percobaan &penyertaan), (Jakarta:

Rajawali Pers, 2008), hal. 84

Pleger itu adalah orang yang karena perbuatannyalah yang melahirkan tindak pidana itu, tanpa ada perbuatan pembuat pelaksana ini tindak pidana itu tidak akan terwujud, maka dari sudut ini syarat seorang pleger harus sama dengan dader. Dalam tindak pidana yang dirumuskan secara formil, pembuat

(28)

pelaksanannya ialah siapa yang melakukan dan menyelesaikan perbuatan terlarang yang dirumuskan dalam tindak pidana yang bersangkutan.

2. Mereka yang menyuruh melakukan (pembuat penyuruh: Doen Pleger) Undang-Undang tidak menerangkan tentang siapa yang dimaksud yang menyuruh melakukan itu. Dalam mencari pengertian dan syarat dari orang yang menyuruh melakukan (doen pleger) banyak ahli hukum merujuk pada keterangan yang ada di dala MvT WvS Belanda, yang menyatakan bahwa:

“ Yang menyuruh melakukan adalah juga dia yang melakukan tindak pidana akan tetapi tidak secara pribadi, melainkan dengan perantaraan orang lain sebagai alat dalam tangannya, apbila orang lain itu berbuat tanpa kesengajaan kealpaan atau tanpa tanggungjawab karena keadaan yang tidak diketahui, disesatkan atau tunduk pada kekerasan”32

3. Mereka yang turut serta melakukan (Pembuat Peserta: Medepleger)

Berdasarkan keterangan MvT tersebut, dapatlah disimpulkan bahwa penentuan bentuk pembuat penyuruh lebih ditekankan pada ukuran objektif, ialah kenyatannya tindak pidana itu dilakukan oleh orang lain yang ada dalam kekuasaannya sebagai alat yang dia perbuat tanpa kesalahan dan tanpa tanggungjawab.

Yang dimaksud dengan turut serta melakukan (medepleger), oleh MvT WvS Belanda diterangkan bahwa yang turut serta melakukan ialah setiap orang yang sengaja turut berbuat (meedoet) dalam melakukan suatu tindak pidana.33

32Ibid, hal. 88

33Ibid, hal. 99

Tentang pembuat peserta tidak mensyaratkan bahwa perbuatan pelaku peserta harus sama dengan perbuatan seorang pembuat (dader), perbuatannya tidak perlu memenuhi semua rumusan tindak pidana,

(29)

sudahlah cukup memenuhi sebagian saja dari rumusan tindak pidana, asalkan kesengajaannya sama dengan kesengajaan dari pembuat pelaksananya. Ada perbedaan lain antara pembuat pelaksana dengan pembuat peserta, ialah dalam hal tindak pidan yang mensyaratkan subjek hukum atau pembuatnya harus berkualitas tertentu, misalnya penggelapan oleh orang yang menguasai benda karena ada hubungan kerja. Dalam ha kejahatan seperti ini, pembuat pelaksananya haruslah orang yang memiliki kualitas itu, sedangkan bagi pembuat peserta tidak diperlukan memiliki kualitas demikan.

4. Orang yang sengaja menganjurkan (Pembuat Penganjur: Uitlokker)

Orang yang sengaja menganjurkan (pembuat penganjur, disebut juga (auctoor intellectualis), seperti juga pada orang yang menyuruh melakukan, tidak mewujudkan tindak pidana secara materill, tetapi melalu orang lain.Dalam hal ini yang dikatakan dengan sengaja menganjurkan orang lain untuk melakukan tindak pidana (uitlokker) memiliki beberapa syarat-syarat yaitu:34

a. Harus adanya seorang yang mempunyai kehendak untuk melakukan tindak pidana.

b. Harus ada orang lain yang digerakkan untuk melakukan tindak pidana.

c. Cara menggerakkan harus menggunakan salah satu daya upaya yang tersebut di dalam Pasal 55 ayat (1) sub 2e (pemberian, perjanjian, ancaman, dan lain sebagainya).

d. Orang yang digerakkan harus benar-benar melakukan tindak pidana sesuai dengan keinginan orang yang ingin menggerakkan

3. Pengertian Internet

Internet (kependekan dari interconnection networking) adalah seluruh jaringan komputer yang saling terhubung menggunakan standar sistem global

34Ibid, hal. 112

(30)

Transmission Control Protocol / internet protocol Suite (TCP/IP) sebagai protokol pertukaran paket (packet switching communication protocol) untuk melayani miliaran pengguna di seluruh dunia.35

Dalam hal ini internet disebut sebagai jaringan komputer yang merupakan gabungan komputer dan alat perangkatnya yang terhubung dengan saluran komunikasi yang memfasilitasi komunikasi diantara pengguna dan memungkinkan para penggunanya untuk saling menukar data.36

Internet memiliki perkembangan dimulai pada tahun 1960 sewaktu komputer generasi kedua dikembangkan, Advance Projectss Agency (ARPA) menandai pengembangan Advance Projects Agency Network (ARPANET).37

Melalui perkembangan jaringan komputer tersebut maka pada tahun 1971 email pertama dikirimkan oleh Ray Tomlinson. Kemudian pada tahun 1973, file transfer protocol (FTP) ditetapkan dan diimpletasikan sehingga transfer untuk Department of Defense (Departemen Pertahanan Amerika Serikat). Jaringan yang dibangun ARPANET merupakan proyek yang dibiayai oleh pemerintah dan dikembangkan oleh beberapa institusi pemerintah Amerika Serikat.

Proyek ARPANET menghasilkan jaringan pertama yang menggunakan packet switching yaitu metode komunikasi jaringan secara digital yang mengelompokkan atau memecah data yang akan ditransmisikan ke dalam beberapa bagian yang lebih kecil yang disebut paket. Kemudian paket dikirimkan ke alamat tujuan dan pesan disusun uang secara lengkap ketika semua paket sampai.

35https;//id.m.wikepedia.org.wiki.internet,diakses pada tanggal 15 April 2019 pukul 23.40 WIB

36 Josua Sitompul,Op.Cit,2012,hal. 20

37Ibid, Hal.20

(31)

fileARPANET dimungkinkan.38

Melihat dari perkembangan internet diatas, maka Federal Networking Council, sebuah institusi yang dibentuk oleh National Science and Technology Council dan terdiri dari Department Of Defence, National Science Foundation mengeluarkan pengertian dan defenisi internet. Adapun defenisi yang dimaksudkan melalui buku yang ditulis oleh Josua sitompul adalah

Perkembangan jaringan komputer selanjutnya memungkinkan trafik suara.

Kemudian ARPANET mengembangkan Transmission ControlProtocol/Internet Protocol (TCP/IP), yang selanjutnya pada tahun 1983, TCP/IP merupakan standar yang digunakan ARPANET dan pada tahun 1984, University College London mengganti transatlantic satellite link TCP/IP. Setelah penerapan TCP/IP berjalan selama beberapa tahun, pada tahun 1975 ARPANET menyerahkan penelitiannya kepada Defense Communications Agensy bagian dari DoD.Setelah itu, pada tahun 1989 penggunaan TCP/IP di Eropa semakin diterima dan sekitar tahun 1990an internet digunakan dan dikembangkan di negara Asia lainnya seperti Singapura dan juga negara kita Indonesia.

39

1. Is logacally linked together by a globally unique adders space based on the internet protocol (IP) or its subsequent extensions/ follow-ons

The global information system that

2. Is able to support communication using the tansmission control protocol/ internet prtocol (TCP/IP) suite or its subsequent extensions.

3. Provides, uses or makes accessible, either publicly or privately,high level services layared on the communications and realtes infrastructure described herein.

38Ibid,Hal.23

39Ibid,Hal.25

(32)

Melalui perkembangan internet yang sudah didefenisikan pengertiannya secara umum, maka para ahli mengemukakan pendapatnya mengenai pengertian internet itu. Adapun pengertian internet menurut para ahli itu adalah:40

1. Onno W. Purbo

Sebagai tokoh pertama yang menjelaskan mengenai pengertian internet yang menjelaskan bahwa internet pada dasarnya merupakan sebuah media yang digunakanuntuk mengefesiensikan sebuah proses komunikasi yang disambungkan dengan berbagai aplikasi seperti Web.

2. Allan

Menjelaskan bahwa internet adalah sekumpulan jaringan komputer yang saling terhubung satu sama lain secara fisik dan juga kemampuan untuk membaca untuk dan menguraikan berbagai protokol komunikasi tertentu yang sering kita kenal dengan isitilah Internet Protocol (IP).

3. Strauss,El-Ansary, dan Frost

Mereka mengatakan bahwa yang dimaksud dengan interenet adalah keseluruhan jaringan komputer yang saling terhubung satu sama lain.

4. Oetomo

Menyebutkan bahwa internet merupakan singkatan atau kependekan dari International Network yang didefeniskan sebagai suatu jaringan komputer yang sangat besar.

5. Randall & Latulipe

Mendefenisikan apa yang kita kenal dengan nama internet sebagaai suatu jaringan global yang terdapat dalam jaringan komputer.

6. Supriyanto

Supriyanto mengatakan bahwa internet merupakan suatu hubungan antara berbagai jenis komputer dan juga dengan jaringan di dunia yang memiliki sistem operasi dan juga aplikasi yang berbeda.

Pada dasarnya, dengan melihat pengertian internet secara umum dan pendapat para ahli yang bisa disimpulkan mengenai pengertian internet yaitu internet merupakan salah satu jaringan komputer sebagai pusat dari berkembangnya informasi dan internet bekerja dengan cara menghubungkan jaringan komputer di dunia, ke dalam satu jaringan, sehinggga dapat saling berkomunikasi satu sama lain. Dalam hubungan antar jaringannya, internet membutuhkan sebuah Protocol agar bisa menerima dan juga mengirim informasi.

40https://www.google.com/amp/dosenit.com/jaringankomputer/internet/pengertia n-internet-menurut -ahli/ampdiakses pada tanggal 17 April 2019 pukul 16.00 WIB

(33)

F. Metode Penulisan

adapun metode penelitian yang dipergunakan dalam pembuatan skripsi ini adalah:

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang mengambil isu dari hukum sebagai norma yang digunakan untuk memberikan perspektif tentang suatu peristiwa hukum. Sehingga penelitian hukum normatif menjadikan sistem norma sebagai pusat kajiannya. Sistem norma dalam arti yang sederhana adalah kaidah atau aturan.41

2. Sifat Penelitian

Sehingga penelitian hukum normatif adalah penelitan yang mempunyai objek kajian tentang kaidah atau aturan hukum.

Penelitian hukum normatif ini dilakukan dengan maksud untuk memberikan argumentasi hukum sebagai dasar penentu apakah sesuatu peristiwa itu menurut hukum. Sehingga apabila orang akan melakukan penelitian hukum normatif, maka ia akan memulai dari suatu peristiwa hukum dan selanjutnya akan dicari rujukan pada sistem norma, seperti peraturan perundangan, asas-asas hukum maupun doktrin-doktrin hukum yang diajarkan para ahli untuk mencari konstruksi hukum maupun hubungan hukumnya.

Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sifat penelitian deskriptif. Sifat deskriptif adalah penelitian yang menggambarkan objek tertentu dan menjelaskan hal-hal yang terkait dengan atau dengan melukiskan secara sistematis fakta-fakta dalam bidang tertentu secara faktual dan cermat. Penelitian

41Mukti Fajar MD dan Yulianto Ahmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), hal. 36

(34)

ini bersifat deskriptif karena penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan suatu objek untuk mengambil kesimpulan-kesimpulan yang berlaku secara umum.

Dalam penelitian ini penulis akan mendeskripsikan tentang Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penipuan Berbasis Internet berdasarkan putusan Pengadilan dengan No reg. 503/Pid.Sus/2018/PN.Jmb.

3. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data kualitatif. Adapun data kualitatif tersebut diperoleh dari:

a. Bahan Hukum Primer, yaitu semua dokumen peraturan yang mengikat dan diterapkan oleh pihak-pihak yang berwenang, yaitu berupa KUHP dan perundang-undangan.

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu semua dokumen yang merupakan informasi atau bahan kajian kejahatan yang berkaitan dengan tindak pidana penipuan berbasis internet, seperti karya tulis ilmiah, artikel dalam media cetak dan media internetyang berkaitan dengan persoalan pada pelaku tindak pidana penipuan berbasis internet.

c. Bahan Hukum Tersier, yaitu semua dokumen yang berisi konsep- konsep dan keterangan-keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus, ensiklopedia, dan lain sebagainya.

4. Teknik pengumpulan data

Dalam penelitian hukum normatif atau kepustakaan teknik pengumpulan data dalam penelitian hukum normatif dilakukan dengan studi pustaka terhadap bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun

(35)

bahan hukum hukum tersier dan atau bahan non-hukum.42

5. Analisis data

Penelusuran bahan hukum tersebut dengan membaca, melihat, mendengarkan, maupun sekarang banyak dilakukan penelusuran bahan hukum tersebut dengan melalui media internet.

Dalam teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan studi kepustakaan (library research), yakni dengan cara mengumpulkan dan mempelajari buku-buku hukum, literatur, tulisan-tulisan ilmiah, peraturan perundang-undangan dan bacaan lainnyayang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.

Data yang diperoleh melalui studi pustaka dikumpulkan dan diurutkan, kemudian diorganisir dalam satu pola, kategori dan uraian dasar. Analisa data dalam skripsi ini adalah analisa dengan cara kualitatif, yaitu menganalisa secara lengkap dan komprehensif keseluruhan data sekunder yang diperoleh.Pendekatan kualitatif sebenarnya merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan, dan perilaku nyata.

Penelitian dilakukan dengan mengikhtisarkan hasil pengumpulan data yang selengkap-lengkapnya dan mengolah data sedemikian rupa menjadi suatu konsep, kategori, atau tema tertentu sehingga dapat menjawab permasalahan- permasalahan dalam skripsi ini.

G. Sistematika penulisan

Penulisan skripsi ini secara garis besar terdiri dari 5 (lima) bab dan setiap bab terdiri dari beberapa sub-bab. Pembagian tersebut dilakukan secara sistematis

42Ibid, hal. 160

(36)

sesuai dengan tahapan-tahapan uraiannya, sehingga tidak terdiri sendiri dan saling berhubungan satu sama lainnya dan merupakan satu kesatuan yang menyeluruh.

Adapun isi dari tiap-tiap babtersebut adalah sebagai berikut:

BAB I : Membicarakan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan (yang terdiri dari pengertian tindak pidana, pengertian pelaku tindak pidana, dan pengertian internet).

BAB II: Membahas mengenai Pengaturan hukum tentang pelaku tindak pidana penipuan berbasis internet yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 atas perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

BAB III : Membahas upaya penanggulangan yang berkaitan terhadap pelaku tindak pidana penipuan berbasis internet yang terdiri dati upaya penanggulangan melalui penal policy dan upaya penanggulangan melalui non penal policy.

BAB IV : Membahas dan menganalisis penerapan hukum terhadap pelaku tindak pidana penipuan berbasis internet yang berdasarkan putusan Pengadilan Negeri No. 503/Pid.Sus/2018/PN.Jmb mengenai perbuatan penipuan.

(37)

BAB V : Membahas bagian penutup dari rangkaian penulis skripsi ini, berisikan kesimpulan dan saran sebagai jawaban hasil penelitian yang telah diindentifikasi.

(38)

PENIPUAN BERBASIS INTERNET

A. Pengaturan menurut Kitab Undang–Undang Hukum Pidana (KUHP) Hukum pada prinsipnya merupakan pengaturan terhadap sikap tindak (perilaku) seorang dan masyarakat yang terhadap pelanggarannya dikenakan sanksi oleh negara.43 Meskipun cyber ialah dunia virtual, hukum tetap diperluakan untuk mengatur sikap tindak masyarakat setidaknya karena dua hal. Pertama, masyarakat yang ada didunia virtual ialah masyarakat yang berasal dari dunia nyata, masyarakat memiliki nilai dan kepentingan baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama yang harus dilindungi. Kedua, walaupun terjadi di dunia virtual, transaksi yang dilakukan masyarakat memiliki pengaruh dalam dunia nyata, baik secara ekonomis maupun non ekonomis.44

Pada hal ini, untuk mengatur sikap tindak masyarakat yang melakukan tindak pidana telah diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Perumusan tindak pidana di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pada dasarnya kebanyakan yang bersifat konvensional dan belum secara langsung diakitakan dengan perkembangan Cybercrime.45

43Josua sitompul, Loc cit, hal. 38

44Ibid, hal. 39

45 Widodo, Op.Cit,hal.74

Didalam perkembangan teknologi dan kejahatan teknologi yang sangat pesat berkembang, Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP) masih memiliki kelemahan dan keterbatasan untuk menghadapi hal tersebut.

(39)

Penipuan berbasis internet pada halnya sama dengan penipuan yang bersifat konvensional, untuk membedakan hanyalah pada sarana perbuatannya yaitu menggunakan sistem elektronik sehingga secara hukum, penipuan berbasis internet dapat dikaitkan sama dengan sebagaimana delik konvensional yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Pada dasarnya penipuan merupakan perbuatan menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan menggunakan muslihat atau rangkaian kebohongan sehingga orang pada umumnya kehilangan barang yang berwujud fisik.46

“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, atau rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang.”

Kepentingan yang dilindungi ialah bahwa setiap orang hanya dapat memperoleh barang dengan cara yang sah, yaitu memperoleh barang dengan cara yang jujur. Selain itu, setiap pemilik suatu barang harus dilindungi dari tindakan yang tidak sah yang mengakibatkan kerugian bagi pemiliknya.

BAB XXV Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) telah mengatur mengenai tindak pidana penipuan. Dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) diatur mengenai tindak pidana pokok penipuan. Adapun isi dari pasal tersebut adalah

47

dalam Pasal tersebut, memiliki tiga unsur penting yang diatur mengenai penipuan, yaitu:48

46Josua Sitompul,Op.Cit,hal. 47

47Berdasarkan Pasal 378 KUHP

48Ibid, hal. 48

(40)

1. Tujuan tindakan : menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum;

2. Cara yang digunakan : diatur secara limitatif diperluas dan ditujukan kepada orang lain;

3. Akibat dari perbuatan : tergeraknya orang lain untuk menyerahkanatau memberi sesuatu yang berada dalam penguasaannya.

Penipuan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) perlu dilihat dari setidaknya dua sisi. Pertama, pelaku tindak pidana secara langsung melakukan penipan terhadap orang. Kedua, cara yang diatur dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) bersifat limitatif yang diperluas, yaitu memakai nama palsu martabat palsu, tipu muslihat, rangkaian kebohongan.49

Penipuan yang terjadi di dunia siber dapat dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari yang sederhana sampai kepada yang kompleks. Penipuan dengan cara yang sederhana misalnya dengan mengirim hoax (pemberitaan palsu) atau bertindak sebagai orang lain secara tidak sah dan melakukan penipuan lewat chatting. Jenis penipuan tersebut mungkin dapat diatur dengan Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP).

Maksud limitatif diperluas ialah bahwa cara yang ditentukan oleh Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) hanya empat cara, dan tidak disebutkan cara lain, akan tetapi tipu muslihat dan rangkaian kebohongan memperluas cara yang diatur tersebut.

50

Dalam tindak pidana penipuan ini yang terkandung dalam Pasal 378 kitab Undang-Undang hukum pidana memiliki unsur. Adapun unsur yang dimaksud adalah:

49 R.Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Penjelasan Pasal 378 KUHP, (Bogor: Politea, 1988),`Hal.261

50 Josua sitompul, Op.Cit, hal.49

(41)

1. Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri dan atau orang lain secara melawan hukum.51

2. Dengan menggunakan salah satu atau lebih alat penggerak penipuan (nama palsu, martabat palsu/keadaan palsu, tipu muslihat dan rangkaian kebohongan). Maksudnya adalah sifat penipuan sebagai tindak pidana ditentukan oleh cara-cara dengan nama pelaku menggerakan orang lain untuk menyerahkan barang. Adapun alat penggerak yang dipergunakan untuk menggerakkan orang lain adalah sebagai berikut:

Secara sederhana penjelasan dari unsur ini yaitu tujuan terdekat dari pelaku artinya pelaku hendak mendapatkan keuntungan. Dengan demikian maksud ditujukan untuk menguntungkan dan melawan hukum, sehingga pelaku harus mengetahui bahwa keuntungan yang menjadi tujuannya itu bersifat melawan hukum.

52

a. Nama palsu, dalam hal ini adalah nama yang berlainan dengan nama yang sebenarnya meskipun perbedaan itu tampak kecil. Lain halnya jika si penipu menggunakan nama orang lain yang sama dengan ia sendiri, maka ia dapat dipersalahkan melakukan tipu muslihat.

b. Tipu muslihat, yang dimaksud dengan tipu muslihat adalah perbuatan-perbuatan yang dilakukan sedemikian rupa, sehingga perbuatan itu menimbulkan kepercayaan atau keyakinan atas

51R. Soenarto Soerodibroto, KUHP dan KUHAP, (Jakarta: Rajawali Pers, 1992) hal. 241

52Ibid, hal. 241

(42)

kebenaran dari sesuatu kepada orang lain. Tipu muslihaat ini bukanlah ucapan melainkan perbuatan atau tindakan.

c. Martabat/keadaan palsu, pemakaian martabat atau keadaan palsu adalah bilamana seseorang memberikan pernyataan bahwa ia berada dalam sesuatu keadaan tertentu yang mana keadaan itu memberikan hak-hak kepada orang yang ada dalam keadaan itu.

3. Menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu barang, atau memberi utang, atau menghapus hutang. Dalam perbuatan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang diisyratkan adanya hubungan kausal antara alat penggerak dan penyerahan barang.

Berdasarkan uraian diatas, maka seorang yang dikatakan telah melakukan tindak pidana penipuan sebagaimana dimaksud didalam Pasal 378 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) terpenuhi, maka pelaku tindak pidana penipuan tersebut dapat dijatuhi pidana sesuai perbuatannya, tetapi jika menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dalam pengaturan penipuan yang berbasis internet akan ditemukan kesulitan dalam mengakomodir perbuatan tersebut.

Pertama, pelaku kejahatan melakukan terhadap sistem komputer. Kedua, rangkaian perbuatan pelaku tindak pidana sulit untuk dikategorikan ke dalam cara-cara yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) karena sebagaimana yang disebutkan sebelumnya cara-cara yang diatur dalam dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ditujui kepada orang bukan sistem komputer53

53 Josua Sitompul, Op.Cit,hal.50

(43)

Dengan kondisi ini, memaksa Indonesia berupaya untuk mengoptimalkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, meskipun secara substansi pasal-pasal yang terkandung didalam dapat saja diupayakan untuk mengakomodasikan modus kejahatan komputer.54

Berdasarkan hal diatas, dalam rumusan Pasal 1 ayat (1) dan (2) Kitab Undang Hukum pidana (KUHP) yang berisi :

Maka Indonesia membuat peraturan yang khusus (lexspeciallis) untuk mengatur perbuatan tersebut.

55

(1) Tiada suatu perbuatan boleh dihukum, melainkan atas ketentuan pidana dalam undang-undang yang ada terlebih dahulu daripada perbuatan itu.

(2) Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perbuatan dalam perundang- undangan, dipakai aturan yang paling ringan bagi Terdakwa.

Berdasarkan rumusan Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tersebut tegas ditunjuk perbuatan mana yang dapat berakibat pidana tentu saja bukan perbuatan yang dipidana, tetapi orang yang melakukan perbuatan, yaitu;

1. Perbuatan itu harus ditentukan oleh Perundang-undangan pidana sebagai perbuatan yang pelakunya dapat dijatuhkan pidana.

2. Perundang-undangan pidana itu harus sudah ada sebelum perbuatan itu dilakukan.

Dengan perkataan lain, tidak boleh terjadi suatu perbuatan yang semula belum diterapkan bahwa pelakunya dapat dipidana, karena dirasakan oleh penguasa sangat merugikan lalu dibuatkan peraturan dan pelakunya dapat dijerat dengan

54 Maskun, Op.Cit, hal. 18

55 Teguh Prasetyo, Op.Cit.hal.37

(44)

peraturan tersebut, walaupun perbuatannya telah lewat, atau boleh dikatakan bahwa perundang-undangan pidana tidak boleh berlaku surut.56

Dengan demikian, berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dapat ditarik kesimpulan bahwa perbuatan seseorang harus diadili menurut aturan yang berlaku pada waktu perbuatan itu dilakuan (Lex temporisdelicti). Namun, terhadap asas Lex temporis delicti diadakan pembatasan, dalam arti bahwa asas tersebut tidak berlaku jika ada perubahan dalam Perundang- undangan sesudah perbuatan dilakukan dan sebelum perkara diadili .57

Dalam Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ini mengandung asas legalitas, yang merupakan asas pokok dalam hukum pidana.

Asas ini menentukan bahwa suatu perbuatan hanya merupakan tindak pidana apabila ditentukan demikian oleh atau didasarkan pada undang-undang. Asas legalitas yang dirumuskan lengkap dengan bahasa latin Nullum dellictum nulla poena sine lege praevia atau Nullum crimen nulla poena sine lege certa diakui sebagai asas dasar hukum pidana di Negara-negara liberal kapitalis maupun sosialis, termasuk Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia.58

1. Asas Teritorial

Hukum pidana Indonesia memiliki keterbelakuan menurut tempat yang tertulis didalam Pasal 2-9 Kitab Undang-Undang Hukum pidana, yaitu:

Asas teritorial dijadikan sebagai dasar, bahwa hukum pidana suatu negara berlaku di wilayah negar itu sendiri. Asas teritorial diatur dalam

56Ibid.hal.38

57 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), hal.22

58 Andi Zainal Abidin, Asas-AsasHukum Pidana Bagian Pertama, (Bandung:

Alumni, 1987), Hal. 45

Referensi

Dokumen terkait

berkesimpulan sudah tidak mungkin lagi dapat meneruskan dan mempertahankan hidup rumah tangga bersama Tergugat walaupun Penggugat sudah berusaha untuk rukun kembali

Penyempitan atau penyumbatan pada pembuluh arterikoroner dapat menghentikan aliran darah ke otot jantung yang sering ditandai dengan rasa nyeri.. alam kondisi yang aliran darah ke

Potensi agowisata di kawasan wisata bukit Piantus kecamatan Sejankung merupakan produk wisata unggulan yang dapat dikembangkan sesuai dengan pola pemanfaatan lahan yang sejalan

Dosis awal harus dikurangi 50% pada pasien yang sudah dapat diuretik, yang kekurangan cairan, atau sudah tua sekali karena resiko hipotensi; dapat menyebabkan hiperkalemia

Bab 5 Kerangka Strategi Pembiayaan Infrastruktur Bidang Cipta Karya Sesuai PP no. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah

Dengan menekan DISC BURN (hlm. 17) pada Handycam Station, anda dapat menyimpan gambar yang direkam pada camcorder anda ke disk pada komputer anda.. x Meng-import gambar yang

Jadi pengertian identitas nasional adalah pandangan hidup bangsa, kepribadian bangsa, filsafat pancasila dan juga sebagai idiologiai negara sehingga mempunyai

Penelitian ini bertujuan untuk : 1) Mengetahui lebih medalam tentang praktik pembiayaan gadai emas di BMT-UGT Sidogiri Kantor Cabang Pembantu Kwanyar Bangkalan. 2)