• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS. Oleh. DWI PUSPARANI, drg

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TESIS. Oleh. DWI PUSPARANI, drg"

Copied!
153
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH RESTORASI DAIREK KLAS II MESIO OKLUSAL DISTAL CUSPAL COVERAGE SHORT FIBER REINFORCED KOMPOSIT TERHADAP KETAHANAN FRAKTUR GIGI PASCA PERAWATAN

ENDODONTIK (In Vitro )

TESIS

Oleh

DWI PUSPARANI, drg 177160005

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS ILMU KONSERVASI GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2020

(2)

PENGARUH RESTORASI DAIREK KLAS II MESIO OKLUSAL DISTAL CUSPAL COVERAGE SHORT FIBER REINFORCED KOMPOSIT TERHADAP KETAHANAN FRAKTUR GIGI PASCA PERAWATAN

ENDODONTIK (In Vitro)

TESIS

Oleh

DWI PUSPARANI, drg 177160005

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS ILMU KONSERVASI GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2020

(3)

PENGARUH RESTORASI DAIREK KLAS II MESIO OKLUSAL DISTAL CUSPAL COVERA SHORT FIBER REINFORCED KOMPOSIT

TERHADAP KETAHANAN FRAKTUR GIGI PASCA PERAWATAN ENDODONTIK

(In Vitro)

TESIS

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Spesialis Konservasi Gigi (Sp. KG) Pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

Oleh

DWI PUSPARANI, drg 177160005

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS ILMU KONSERVASI GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2020

(4)

Judul Tesis : Pengaruh Restorasi Dairek Klas II Mesio Oklusal Distal Cuspal Coverage Short Fiber Reinforced Komposit Terhadap Ketahanan Fraktur Gigi Pasca Perawatan Endodontik ( In Vitro )

Nama Mahasiswa : Dwi Pusparani Nomor Induk Mahasiswa : 177160005

Program Studi : Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi

Menyetujui Pembimbing :

Prof. Trimurni Abidin, drg., M.Kes.,Sp.KG(K Drg. Dennis, drg., MDSc., Sp.KG(K) NIP. 195008281979022001 NIP. 197808132003122003 Pembimbing I Pembimbing II

Ketua Program Studi, Dekan,

Prof. Trimurni Abidin, drg., M.Kes.,Sp.KG(K) Dr.Trelia Boel,drg.,M.Kes.,Sp.RKG(K) NIP. 195008281979022001 NIP. 96502141992032004

(5)
(6)

Tanggal Lulus

Telah diuji

Pada Tanggal : 13 Februari 2020

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Trimurni Abidin, drg., M.Kes., Sp.KG(K) Anggota : 1. Dennis, drg., MDSc., Sp.KG(K)

2. Prof. Dr. Rasinta Tarigan, drg., Sp.KG(K) 3. Prof. Dr. Harry Agusnar., M.Sc

4. DR. drh. Basri A. Gani., M.Si

(7)

PENGARUH RESTORASI DAIREK KLAS II MESIO OKLUSAL DISTAL CUSPAL COVERAGE SHORT FIBER REINFORCED KOMPOSIT TERHADAP KETAHANAN

FRAKTUR GIGI PASCA PERAWATAN ENDODONTIK ( IN VITRO )

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Februari 2020

Dwi Pusparani

(8)

DAFTAR ISTILAH

MOD : Mesial Oklusal Distal SDR : Stress Decreasing Resin UDMA : Urethane dimethacrylate GIC : Glass Ionomer Cement NaOCl : Sodium hipoklorit

EDTA : Ethylenediaminetetraacetic acid Bis-GMA : Bisphenol A glycidyl methacrylate TEGDMA : Triethylene glycol dimethacrylate

MPTS : Silane 3-methacryloxypropyltrimethoxysilane UV : Ultraviolet absorber

FRC : Fiber Reinforced Composites PMMA : Polymethylmetacrylate UHMW : Ultrahigh molecular weight UTM : Universal Testing Mechine

DSC : Differential Scanning Calorymetri

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 1 Garis besar penyebab fraktur pada gigi pasca endodontik…… 14

Gambar 2 Struktur kimia matriks resin komposit………. 19 Gambar 3 Struktur kimia silane coupling agent

3-methacryloxypropyltrimethoxysilane (MPTS)……….. 21 Gambar 4 Grafik representasi rentang penyerapatan foton oleh

acyl phosphine oxide (Lucirin TPO), Ivocerin,

dan Champorquinone (CC / Amin )……….. 24 Gambar 5 Definisi terminology pada sistem 8dhesive..……… 27 Gambar 6 Mekanisme sistem 8dhesive two-step one-bottle total-etch….. 29 Gambar 7 Struktur kimia dari urethane dimetharylate (UDMA)

dan modulator polimerisasi pada

Stress Descreasing Resin (SDR)……… 32 Gambar 8 Gun dan kompul untuk aplikasi Stress Decreasing Resin

(SDR)……….. 32 Gambar 9 Perbandingan volume shrinkage SDR dengan

resin flowable lainnya………. 34

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Alur Penelitian

2. Data Hasil Uji Resorbsi Residu Material 3. Data Hasil Uji Kekerasan Material 4. Data Hasil Uji Pelepasan Kalori 5. Data Hasil Uji Ketahanan Fraktur 6. Ethical Clearance

7. Surat Penelitian Laboratorium Fisika Material ( FMIPA ) 8. Surat Penelitian Laboratorium Rekayasa Material Teknik Mesin

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Table 2.4 Komposisi SDR dan fungsinya……… 33

Tabel 2.5. Definisi operasional, cara mengukur, alat ukur

dan skala dari variable bebas……… 60

Tabel 2.6. Defenisi Operasional, cara mengukur, alat ukur

dan skala dari Variabel Terikat………. 62 Tabel 2.7. Analisis Kruskal-Wallis analisis daya absorbsi SDR

dan EverX posterior……….. 75

(12)

ABSTRAK

Metode baru yang direkomendasikan untuk mengembalikan kavitas besar adalah biomimetik menggunakan komposit serat-diperkuat pendek (SFRC) sebagai pengganti dentin. Restorasi menggunakan komposit yang diperkuat serat memiliki ketahanan tinggi terhadap fraktur dan estetika yang memuaskan. Selain itu, untuk memastikan hasil yang maksimal setelah perawatan endodontik, segel koronal cukup memainkan peran yang sangat penting. Tujuan dari penelitian in vitro adalah untuk menguji resistensi fraktur premolar yang dirawat secara endodontik dengan rongga Mesial-Occluso-Distal (MOD) yang dipulihkan dengan posterior everX dibandingkan dengan komposit hybrid dan komposit serat ribbond. Sampel adalah 24 gigi premolar manusia yang dikumpulkan dan dibagi secara acak menjadi empat kelompok (n = 6). Kelompok 1: seluruh gigi dengan liner preparasi endodontik SDR 2 mm + resin komposit konvensional. Grup 2 sampai 4 juga setelah prosedur endodontik standar MOD dibuat rongga dinding 2,5 mm, dinding lingual 1,5 mm, kedalaman 4 mm, dan tinggi bukal 2 mm, lingual 1,5 mm dan direstorasi dengan bahan sebagai berikut: grup 2, SDR 2 mm + EverX posterior. Grup 3, SDR 2 mm + Pita + resin komposit konvensional dan grup 4, GIC + resin komposit konvensional setelah thermocycling untuk ketahanan patah. Sampel diuji menggunakan mesin uji universal. Hasil penelitian dianalisis dengan cara non-parametrik menggunakan uji Kruskal-Wallis. Berdasarkan penelitian ini bahwa kesimpulannya adalah posterior everX memiliki resistensi fraktur lebih baik dari sampel lain dan tidak ada perbedaan yang signifikan dalam kemampuan posterior EverX dengan bahan lain (p

>0,05).

Kata kunci: endodontically treated teeth, fraktur resisten, minimal intervensi, short fiber reinforced composite.

(13)

ABSTRACT

The new method recommended for restoring large cavities is biomimetics using short fiber- reinforced composites (SFRC) as a substitute for dentin. Restoration using fiber-reinforced composites has high resistance to fracture and satisfying aesthetics. In addition, to ensure a successful outcome after endodontic treatment, adequate coronal seal plays a very crucial role. The aim of the in vitro study was to test the resistance of premolar fractures treated endodontically with the Mesial-Occluso-Distal (MOD) cavity restored with everX posterior in comparison with hybrid composites and ribbond fiber composites. The sample was twenty four premolar human teeth intact collected and randomly divided into four groups (n = 6). Group 1: whole teeth with endodontic preparation liner SDR 2 mm + conventional composite resin. Groups 2 to 4 also after endodontics standard MOD cavity procedures are prepared 2.5 mm buccal wall, lingual wall 1.5 mm, depth 4 mm, and buccal cusp height 2 mm, lingual 1.5 mm and restored with material as follows: group 2, SDR 2 mm + EverX posterior. Group 3, SDR 2 mm + Ribbon + conventional composite resin and group 4, GIC + conventional composite resin after thermocycling for fracture resistance. The sample is tested using a universal testing machine. The results of research were analyzed in a non- parametric way using the Kruskal-Wallis test. Based on this research that the conclusion was the everX posterior has fracture resistance more than other samples and there was no significant difference in the ability of EverX posterior with other material (p >0.05).

Keywords: Endodontically treated teeth, fracture resistance, minimal intervention, short fiber reinforced composite.

(14)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas berkah, rahamat dan hidyah-Nya yang senantiasa dilimpahkan kepada penulis, sehingga penulis mampu menyelasaikan tesis dengan judul “PENGARUH RESTORASI DAIREK KLAS II MESIO OKLUSAL DISTAL CUSPAL COVERAGE SHORT FIBER REINFORCED KOMPOSIT TERHADAP KETAHANAN

FRAKTUR GIGI PASCA PERAWATAN ENDODONTIK ( PENELITIAN IN VITRO )”

sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Spesialis Konservasi Gigi (Sp.KG) dari Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara (FKG USU).

Ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya penulis sampaikan kepada kedua orang tua tercinta, yaitu Papa Jamalus Adam dan Mama Hj. Juswita. S.pd yang telah membesarkan, mendidik, memberikan kasih sayang yang tak terbalas, doa, semangat dan dukungan yang luar biasa kepada penulis dan juga kepada abang dan adik serta bu suvianti. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada suami tercinta Yudha Suryawardana.S.IP.,M.Si atas dukungannya dalam kondisi apapun dan pengertian yang luar biasa dan anak – anak tercinta Ranisya Jingga Wardana dan Caraka Akbar Wardana yang selalu mendoakan, memberi semangat serta Papa mertua Ir. H. Basri Ukod dan Mama mertua Hj. Fatimah yang telah memeberikan dukungan, kasih sayang, doa dan semangat hingga penulis bisa menyelesaikan tesis ini.

Dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis banyak menghadapi hambatan serta rintangan namun pada akhirnya dapat melaluinya berkat adanya bimbingan,

(15)

bantuan dan doa dari berbagai pihak baik secara moral maupun spiritual. Untuk itu pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar – besarnya kepada:

1. Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp. RKG(K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Cut Nurliza, drg., Sp.KG(K)., M.Kes. selaku Ketua Departemen Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi USU.

3. Prof. Trimurni Abidin, drg., Sp.KG(K)., M.Kes. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi USU dan selaku pembimbing pertama penulis yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan bimbingan, arahan, dukungan, dan semangat kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.

4. Nevi Yanti, drg., Sp.KG., M.Kes. selaku Sekretaris Departemen dan Sekretaris Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi USU.

5. Dennis, drg., Sp.KG(K)., MDSc selaku pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingan, arahan, dukungan, dan semangat kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.

6. Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc., M. Phil selaku anggota panitia penguji yang telah memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis.

7. Prof. Dr. Rasinta Tarigan,drg.,Sp.KG(K) selaku anggota panitia penguji yang telah memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis.

8. Dr. Basri A Gani,drh.,M.Si selaku anggota panitia penguji yang telah banyak meluangkan waktu, bimbingan dan masukan kepada penulis.

(16)

9. Seluruf staf Departemen Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi USU, yaitu drg;

Darwis Aswal, drg Wandania Farahanny, MDSc., Sp. KG(K): drg. Widi Prasetia Sp. KG(K), drg;

Fitri Yunita B MDSc, drg atas segala dukungan serta bantuan selama proses pendidikan dan penulisan tesis.

10. Seluruh pegawai Departemen Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi USU, yaitu Ibu Roslaini, Kakak Rosmila, dan Abang Ilyas yang juga telah banyak membantu penulis selama proses menjalani pendidikan.

10. Teman seangkatan dan seperjuangan pada Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi USU, yaitu Daisy, Brian, Benny, Rani, Jihan, Namira, Ivan, Hilma dan seluruh residen pada Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi USU mulai dari angkatan 6, 8 dan 9 yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah ikut membantu, mendukung, dan memberikan semangat maupun dorongan kepada penulis dalam menjalani pendidikan dan menyelesaikan tesis ini.

11. Adik angkatku Rizky Nanda yang telah banyak membatu penulis selama menjalani proses pendidikan di Medan.

12. Perawat klinik Sofi anggraini yang banyak membantu dan memberikan semangat tiada henti kepada penulis dalam menjalani pendidikan dan menyelesaikan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan tesis ini. Akhir kata, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya dan berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan pemecahan masalah praktis.

Medan, 19 Desember 2019 Penulis

(17)

Dwi Pusparani NIM. 177160005

RIWAYAT HIDUP

Keterangan Pribadi

Nama : Dwi pusparani

Tempat, tanggal lahir : Batam, 14 Mei 1986 Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status : Menikah

No. kontak : 085264068616

Nama Ayah : Jamalus Adam

Nama Ibu : Hj. Juswita. S.Pd

Suami : Kompol. Yudha Suryawardana. S.Ip., M.Si

Anak : 1. Ranisya Jingga Wardana

2. Caraka Akbar wardana

Pekerjaan : Dokter Gigi Swasta

Golongan/pangkat : -

Email : dwirani.DR61@gmail.com

Pendidikan Formal

TK : TK Kartini I Batam

Sekolah Dasar : SD Kartini I Batam Sekolah Menengah Pertama : SMP Negeri 3 Batam Sekolah Menengah Umum : SMU Negeri I Batam

Program Profesi : FKG Universitas Baiturrahmah Padang

(18)

Publikasi Ilmiah

1. Dwi Pusparani, Dennis, Trimurni Abidin. Endodontic Retreatment Pada Saluran akar C- Shaped yang Berbeda : Dua Laporan Kasus. Dipublikasikan pada seminar SINI III Yogyakarta 2018.

2. Dwi Pusparani, Dennis, Trimurni Abidin. Management Iatrogenik Eror : Patahnya File Endodontik di Daerah 1/3 Tengah Apikal dengan File Bypass Technique : Sebuah Laporan Kasus. Dipublikasikan pada seminar Bandung Dentistry 2019.

3. Dwi Pusparani, Dennis, Trimurni Abidin. Management Intensional Endodontic Pulpitis Reversible Pada Lima Gigi Anterior Mandibular dengan Single Visit : Sebuah Laporan Kasus. Dipublikasikan pada seminar AIDeM ( Aceh International Dental Meeting) 2019.

4. Dwi Pusparani, Trimurni Abidin. Multidisciplinary Treatment Of An Endo - Perio Lesion With Single Visit Endodontic and Splinting extracoronal : A Case Report.

Dipublikasikan pada seminar Medan Conference of Dentistry ( juara III Scientific Awards ) 2019.

5. Dwi Pusparani, Trimurni Abidin, Wennie Fransisca, Ismet Danial Nasution, Ariyani. A Comprehensive Endodontic Treatment for Tooth Supported Overdenture in Compromised Geriatric Patients: A Case Report. Dipublikasikan pada seminar SINI IV Medan 2019.

(19)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN JUDUL HALAMAN PERNYATAAN

DAFTAR ISTILAH………... i

ABSTRAK………. ii

ABSTRACT………... iii

KATA PENGANTAR………... iv

RIWAYAT HIDUP……… viii

DAFTAR ISI ………. x

DAFTAR TABEL ………. xv

DAFTAR GAMBAR ………. xvi

DAFTAR LAMPIRAN ………. xix

BAB 1 PENDAHULUAN ……….. 1

1.1 Latar Belakang ……….. 1

1.2 Rumusan Masalah ………. 8

1.3 Pertanyaan Penelitian………. 9

1.4 Tujuan Penelitian ……….. 9

1.4.1 Tujuan Umum ……….. 9

1.4.2 Tujuan Khusus ……….. 10

1.5 Manfaat Penelitian ………. 10

1.5.1 Manfaat Teoritis ……… 10

1.5.2 Manfaat Klinis.. ……… 11

1.5.3 Manfaat Riset…..……… 11

(20)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ………. 12

2.1 Pengaruh Perawatan Endodontik Terhadap Restorasi Akhir. 14 2.1.1 Efek Struktur Gigi yang Hilang..……… 14

2.1.2 Efek Bahan Irigasi Pada dentin……….. 16

2.2 Resin Komposit……… 18

2.2.1 Komponen Resin Komposit………. 19

2.2.1.1 Matriks Organik………... 19

2.2.1.2 Filler……… 19

2.2.1.3 Coupling Agent……… 20

2.2.1.4 Inisiator dan Akselerator………. 21

2.2.1.5 Pigment dan komponen Lain……….. 22

2.2.2 Jenis Resin Komposit……….. 25

2.2.3 Polimerisasi Resin Komposit……….. 26

2.3 Sistem Adhesif……… 26

2.3.1 Total Etch Sistem……….. 27

2.3.2 Total Etch Two Step……… 28

2.3.3 Adhesi Enamel dengan Resin Komposit………… 29

2.3.4 Adhesi Dentin dengan Resin Komposit Pasca Endodontik………. 30

2.4 Stress Decreasing Resin (SDR)………. 31

2.4.1 Komposisi Stress Decreasing Resin (SDR)……... 32

2.4.2 Kelebihan Stress Dcreasing Resin (SDR)……….. 33

2.4.3 Ketebalan SDR sebagai Intermediate Layer……. 35

2.5 Fiber Reinforced Composites (FRC)……… 36

2.5.1 Carbon Fiber/ Graphite Fiber……….. 36

2.5.2 Ultrahigh Molecular Weight (UHMW) Polyethylene Fiber……… 37

(21)

2.5.3 Glass Fiber……… 37

2.6 Sifat Fisik Resin Komposit yang Mempengaruhi Ketahanan Fraktur………. 39

2.6.1 Kontraksi Polimerisasi……….. 39

2.6.2 Koefisien Ekspansi Termal……… 39

2.6.3 Modulus Elastisitas……… 40

2.6.4 Degree of conversion……… 40

2.7 Ketahanan Fraktur (Fraktur Resistance)……….. 41

2.7.1 Sifat mekanik dan fisik gigi………. 42

2.7.2 Desain Kavitas………. 43

2.8 Kekuatan Gigitan………. 46

2.9 Uji Ketahanan Fraktur………. 47

2.10 Kerangka Teori……… 49

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN …… 50

3.1 Kerangka Konsep ……… 50

3.2 Hipotesis Penelitian ………. 51

BAB 4 METODE PENELITIAN ………. 52 4.1 Jenis dan Desain Penelitian ………. 52

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ……….. 52

4.2.1 Lokasi Penelitian ……… 52

4.2.2 Waktu Penelitian ……… 52

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ……….. 52

4.3.1 Populasi Penelitian ………. 52

4.3.2 Sampel Penelitian ……… 53

4.3.3 Besar Sampel ……….. 53

4.4 Variabel dan Definisi Operasional ………. 58

(22)

4.4.1 Variabel Penelitian ………. 58 4.4.1.1 Variabel Bebas ………. 58 4.4.1.2 Variabel Terikat ……… 58 4.4.1.3 Variabel Terkendali ………. 59 4.4.1.4 Variabel Tidak Terkendali ……… 60 4.4.2 Identifikasi Variabel Penelitian ……….. 61 4.4.3 Definisi Operasional ……… 62 4.5 Alat dan Bahan Penelitian ……….. 66 4.5.1 Alat Penelitian ………. 66 4.6.2 Bahan Penelitian ………. 67 4.6 Prosedur Penelitian ……….. 68 4.6.1 Persiapan sampel..……….. 68 4.6.2 Pemodelan Perawatan Saluran Akar……….. 69 4.6.3 Preparasi Kavitas klas II MOD Cusp Coverage… 69 4.6.4 Restorasi Sampel ……...…………... 69

4.6.5 Thermocycling……… 70

4.6.6 Tanam sampel dalam cetakan akrilik………. 70 4.6.7 Proses Uji Ketahanan Fraktur…..………... 71 4.6.8 Proses Uji Daya Absorbsi Material……… 72 4.6.9 Proses Uji Kekerasan Material (Vickers)……… 72 4.6.10 Proses Uji Differential Scanning Calorymetri

Material……… 73 4.7 Pengelolaan dan Analisa Data ……… 73 4.8 Alur Penelitian... 74

BAB 5 HASIL PENELITIAN……… 75 5.1 Uji Absorbsi Residu Material………... 76 5.2 Uji Kekerasan Material………. 78 5.3 Uji DSC Material……….. 79 5.4 Uji Kekuatan Fraktur gigi……….. 81

(23)

BAB 6 PEMBAHASAN……….. 83 6.1 Uji Absorbsi Residu Material SDR dan EverX posterior….. 84 6.2 Uji Kekerasan Material SDR, EverX posterior dan Ribbon... 86 6.3 Uji DSC Material……… 86 6.4 Uji Kekuatan Fraktur gigi………... 87

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN………. 91 7.1 Kesimpulan……….. 91 7.2 Saran……… 92

DAFTAR PUSTAKA ……….. 93

LAMPIRAN

(24)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gigi yang telah dirawat endodontik lebih rentan terhadap fraktur dibandingkan gigi dengan keadaan pulpa yang sehat dikarenakan kehilangan struktur gigi yang banyak dan dehidrasi dentin (Perdigao, 2016). Penyebab kehilangan struktur gigi karena adanya karies yang luas, terbuangnya jaringan gigi sewaktu pembukaan akses, pelebaran saluran akar (Mancebo et al 2010). Dehidrasi dentin menimbulkan perubahan pada ikatan kolagen dentin sehingga gigi non vital menjadi lebih brittle (Segun et al 2008).Gigi yang telah dirawat endodontik mengalami penurunan kelembaban sebesar 9% dibandingkan gigi dengan keadaan pulpa vital. Penurunan kadar air setelah perawatan endodontik mengakibatkan pengerutan jaringan kolagen dentin yang mendukung terjadinya pembentukan crack dan berujung pada fraktur gigi ketika diberi tekanan (Segun et al 2008). Keberhasilan restorasi pada gigi yang telah dirawat endodontik dipengaruhi beberapa faktor yaitu banyaknya struktur gigi yang tersisa, bahan material restorasi yang digunakan, teknik yang digunakan dan interaksi antar gigi dengan material serta keadaan rongga mulut (Segun et al 2008).

(25)

Banyaknya stuktur jaringan gigi yang tersisa tergantung pada besar ukuran kavitas dan merupakan salah satu faktor penentu ketahanan fraktur pada gigi. Semakin besar ukuran kavitas gigi maka semakin sedikit jaringan gigi yang ada sehingga ketahanan fraktur akan semakin menurun dan sebaliknya semakin kecil ukuran kavitas maka semakin banyak jaringan gigi yang ada sehingga ketahanan fraktur akan meningkat. Tang et al menemukan bahwa kavitas MOD lebih cenderung fraktur dibandingkan dengan kavitas MO/DO. Reeh at al melaporkan bahwa prosedur endodontik mengurangi kekakuan relatif pada tonjol gigi hanya mencapai 5%, sedangkan pada kavitas klas I oklusal mencapai 20%

dan kavitas MOD mencapai 63%.

Teknik dan material yang digunakan untuk merestorasi gigi paska endodontik menjadi salah satu faktor penentu terjadinya fraktur (Garlapati et al, 2017). Berbagai teknik dan material konvensional dilakukan untuk merestorasi gigi yang telah dirawat endodontik diantaranya yaitu menggunakan pasak dan inti, mahkota penuh atau onlay, restorasi mahkota indirek dengan atau tanpa cusp coverage (Ozsevik et al, 2016).Gigi yang telah dirawat endodontik pada awalnya lebih banyak direstorasi dengan menggunakan pasak dan restorasi indirek berbahan basis cast alloy karena dianggap memiliki kekuatan lebih baik (Garlapati et al, 2017).

Berkembangnya restorasi sistem adhesif, prinsip minimal intervensi diperkenalkan dalam upaya mempertahankan struktur gigi. Restorasi sistem adhesif dipercaya memiliki kemampuan lebih baik untuk mendistribusikan tekanan fungsional melalui permukaan bonding pada gigi sehingga struktur gigi yang tersisa dapat dipertahankan (Moosavi et al, 2012). Pernyataan ini didukung oleh penelitian Manocci et al menyarankan untuk menggunakan restorasi resin komposit pada gigi yang telah dirawat endodontik dalam

(26)

upaya mempertahankan struktur gigi, Plotino et al dalam penelitiannya tidak menemukan adanya perbedaan ketahanan fraktur pada restorasi direk maupun indirek resin komposit.

Modifikasi dalam teknik pada restorasi resin komposit untuk meningkatkan ketahanan fraktur diantaranya yaitu dengan cusp coverage, hal ini didukung oleh penelitian Mincik et al yang menemukan bahwa ketahanan fraktur tertinggi terdapat pada restorasi direk resin komposit dengan cusp coverage dibandingkan restorasi tanpa cusp coverage pada restorasi dengan bulk fill, amalgam dan glass ionomer.

Meminimalkan kehilangan struktur gigi dengan prinsip minimal intervensi, beberapa keunggulan restorasi resin komposit yaitu memiliki estetis yang baik, memberikan reinforcement secara intracoronal dan efisiensi waktu dibanding restorasi indirek karena tidak memerlukan proses pengerjaan laboratorium (Moosavi et al, 2012).

Terdapat juga beberapa kelemahan resin komposit yaitu tidak memiliki compressive strength sebaik bahan alloy, mengalami pengerutan selama polimerisasi sehingga membentuk celah mikro yang berakibat pada karies sekunder maupun memberi peluang besar terjadinya microcrack yang berujung pada terjadinya fraktur dan proses pengaplikasian yang tidak efisien bagi operator. Oleh karena itu, peneliti terus berusaha meminimalisir kekurangan yang ada dengan menambahkan maupun mengubah komposisi bahan resin komposit (Pradeep et al, 2016).

Pada restorasi dengan kavitas yang luas, pengerutan yang terjadi saat polimerisasi mengakibatkan bertumpunya beban yang tinggi pada gigi dibanding dengan bahan restorasi sehingga resiko fraktur pada gigi meningkat (Moosavi et al, 2012). Teknik penempatan resin komposit secara inkremental merupakan salah satu cara untuk meminimalisasi pengerutan akibat polimerisasi (Hedge et al, 2017).Penempatan secara

(27)

inkremental setiap 2 mm sangat tidak efisien karena memakan waktu yang lama dan meningkatkan risiko kontaminasi antar lapisan. Oleh karena itu dikembangkanlah bahan baru yaitu bulk fill dimana teknik peletakan secara bulk pada ketebalan 4 mm dengan one step curing (Hedge, Taha, 2017).Resin komposit dapat ditempatkan secara bulk karena terdapat peningkatan translusensi pada bahan sehingga sinar dapat menembus lebih dalam.

Resin komposit jenis bulk fill mengeliminasi kemungkinan kontaminasi antar lapisan, menghemat waktu dan tenaga operator dan meminimalisir pengerutan akibat polimerisasi (Hedge, Taha, 2017). Untuk mengatasi masalah fraktur dikembangkan suatu teknik restorasi dengan menggunakan intermediate layer dengan Stress Decreasing Resin (SDR) suatu bahan restorasi resin komposit yang berperan sebagai pengganti dentin yang bertujuan untuk mengurangi volume pengerutan dengan memodifikasi pre-polymerized 4- trimethylhexane, monomer urethane dimethacrylate (UDMA) dan proporsi filler sebesar 68% (Buczko at al, 2018). SDR memiliki stress polimerisasi yang lebih rendah 3 – 4 kali lipat ketika diaplikasikan pada ketebalan 4 mm (Buczko at al, 2018).

Buczko et al (2018) melakukan studi observasional pada SDR dan menemukan bahwa SDR efektif dan cocok sebagai bahan restorasi pada kavitas klas I dan II dengan pengamatan satu tahun. Kumar et al (2016) meneliti ketahanan dari berbagai bahan resin komposit dan menemukan rata – rata ketahanan fraktur dari SDR lebih tinggi dari pada dual – cure composite (ParaCore). Almuhaiza et al (2018) meneliti tentang defleksi kuspal dan ketahanan fraktur dari SDR dan menemukan bahwa SDR dengan ketebalan 4 mm menunjukkan hasil yang baik sebagai liner dibawah restorasi resin komposit nano-hybrid.

Hormati dan Fuller (Cit Oz et al 2018) mendemonstrasikan bahwa dengan meningkatnya ketebalan basis akan mengurangi ketahanan fraktur dari suatu restorasi. Penelitian ini

(28)

didukung oleh Oz et al (2018) yang menemukan bahwa kelompok yang tidak menggunakan basis memiliki ketahanan fraktur yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang menggunakan basis dengan GIC ataupun SDR.Natasha et al (2017) meneliti tentang pengaruh ketebalan SDR sebagai intermediate layer terhadap celah mikro pada dinding gingiva dan menemukan bahwa SDR dapat mengurangi terjadinya celah mikro namun ketebalan SDR tidak mempengaruhi terbentuknya celah mikro tersebut.

Bahan lain Tetric N Ceram bulk fill termasuk sebagai klasifikasi hight viscosity bulk fill yang diberi penambahan filler dan perubahan fotoinisitor. Penambahan prepolymerized filler berfungsi sebagai shrinkage stress reliever sehingga penyusutan saat polimerisasi menjadi minimal (Benetti et al, 2015). Perubahan fotoinisiator pada Tetric N Ceram bulk fill menjadi Ivocerin yang diketahui lebih reaktif dibandingkan champorquinon atau lucirin sehingga mempengaruhi depth of cure resin composit. Benetti et al (2015) menunjukkan bahwa depth of cure lebih besar dan pengerutan saat polimerisasi lebih kecil dari pada hight viscosity bulk fill (Tetric Evo Ceram Bulk Fill ) dibandingkan dengan resin komposit konvensional.

Bahan penguat fiber seperti polyethylene fiber atau glass fiber banyak digunakan pada restorasi resin komposit karena memiliki peran sebagai stress reliever dan dapat menambah ketahanan fraktur terhadap gigi dengan cara meningkatkan ketahanan terhadap microcrack, menurunkan proses pengerutan dan creep (Sarabi et al, 2015).Fiber dapat meningkatkan sifat mekanis resin komposit dan mengurangi tekanan eksternal sehingga memperkecil resiko fraktur karena fiber dapat menyalurkan tekanan ke jaringan gigi sekitarnya (Sarabi et al, 2015). Fiber reinforced composite memiliki flexure strength dan fatique strength yang tinggi, modulus elastisitas yang mendekati dentin, sifat estetis yang

(29)

baik, tidak mengalami korosi, biokompatibel serta dapat mendistribusikan tekanan sehingga mencegah fraktur (Sarabi et al, 2015). Sengun et al (2008) melakukan penelitian mengenai pengaruh teknik restorasi dengan penambahan ribbond terhadap ketahanan fraktur dan diperoleh hasil bahwa ketahanan fraktur meningkat pada restorasi dengan penambahan ribbon dengan restorasi resin komposit konvensional.Didukung juga dengan penelitian Miao et al (2016) mengenai pengaruh restorasi dengan penambahan polyethylene fiber terhadap ketahanan fraktur, dan diperoleh ketahanan fraktur tertinggi terdapat pada kelompok restorasi dengan pemberian polyethylene fiber (ribbond).Short fiber reinforced composite ( EverX Posterior, GC) yaitu resin komposit bulk fill yang telah diberi penambahan komposisi short glass fiber fillers sebagai kombinasi dari barium glass dan silanated E-glass fiber dimana direkomendasikan untuk digunakan pada area dengan tekanan tinggi.

Garoushi et al (2012) menunjukkan bahwa short glass fiber fillers dapat menghentikan crack propagation dan memiliki ketahan fraktur yang tinggi.Eapen et al (2017) melakukan penelitian mengenai perbandingan ketahanan fraktur pada gigi yang direstorasi dengan fiber reinforced composite dan resin komposit konvensional, setelah dievaluasi short fiber reinforced composite memiliki ketahanan fraktur yang paling baik dibandingkan resin komposit lainnya dan memiliki ketahanan fraktur hampir setara dengan gigi sehat.

Dari uraian diatas terlihat banyak modifikasi yang dilakukan pada resin komposit untuk meningkatkan kemampuan resin komposit sebagai bahan restorasi direk pada gigi posterior terhadap ketahanan fraktur, tetapi belum ada penelitian yang melihat pengaruh short fiber reinforced pada restorasi direk klas II MOD cusp coverage resin komposit

(30)

setelah pemberian dinamik load sesuai fungsi mastikasi pada gigi yang telah dilakukan perawatan endodontik terhadap ketahanan fraktur.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian dalam latar belakang di atas, dapat diajukan beberapa masalah yang dapat dirangkum :

1. Restorasi gigi posterior setelah perawatan endodontik memberikan tantangan bagi dokter gigi dalam mempertahankan dan melindungi struktur gigi yang ada, serta mengembalikan estetika, bentuk, dan fungsi secara memuaskan.

2. Pengaruh short fiber reinforced pada restorasi direk resin komposit klas II MOD cusp coverage karena memiliki peran sebagai stress reliever dan dapat menambah ketahanan fraktur.

3. Pengaruh SDR sebagai shockbreaker pada restorasi direk resin komposit klas II MOD cusp coverage karena berperan sebagai pengganti dentin dengan ketebalan 2- 4 mm dapat menambah ketahanan fraktur.

4. Pengaruh modifikasi penambahan ribbon (polyethylene fiber) dengan resin komposit konvensional mampu menambah ketahanan fraktur saat menerima beban kunyah.

5. Kavitas yang luas dengan kondisi gigi setelah dilakukan perawatan endodontik ditambah pengerutan yang terjadi saat polimerisasi mampu meningkatkan resiko gigi mengalami fraktur.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Dari permasalahan yang diajukan di atas, timbul pertanyaan penelitian :

(31)

1. Ada pengaruh penambahan short fiber reinforced pada gigi pasca endodontik dengan restorasi direk klas II MOD cusp coverage dengan kedalaman pengaplikasian hingga kamar pulpa terhadap ketahanan fraktur.

2. Ada pengaruh modifikasi SDR + resin komposit konvensional pada pada gigi paska endodontik dengan restorasi direk klas II MOD cusp coverage dengan kedalaman pengaplikasian hingga kamar pulpa terhadap ketahanan fraktur.

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui apakah pengaruh short fiber reinforced sebagai bahan restorasi tambahan yang dapat membantu meningkatkan ketahanan fraktur terhadap beban mastikasi pada gigi yang telah dilakukan perawatan endodontik dengan kondisi kavitas klas II MOD.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pengaruh short fiber reinforced pada restorasi resin komposit klas II MOD cusp coverage setelah pemberian dinamik load sesuai fungsi mastikasi terhadap ketahanan fraktur setelah perawatan endodontik

2. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh SDR sebagai shockbreaker pada restorasi direk resin komposit klas II MOD cusp coverage setelah pemberian dinamik load sesuai fungsi mastikasi terhadap ketahanan fraktur setelah perawatan endodontik

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

(32)

1.5.1 Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah :

Sebagai bahan pertimbangan bagi dokter gigi dalam melakukan restorasi direk dengan bahan modifikasi resin komposit (fiber reinforced) pada gigi yang telah dilakukan endodontik terutama untuk gigi-gigi posterior dengan kerusakan koronal yang luas klas II MOD dan ketinggian oklusal yang minimal.

1.5.2 Manfaat klinis dari penilitian ini adalah :

Memberikan manfaat dalam aplikasi klinis terutama aplikasi fiber reinforced pada restorasi direk resin komposit klas II MOD cusp coverage untuk meminimalkan terjadinya fraktur pada gigi yang telah dirawat endodontik dan sebagai landasan bagi dokter gigi dalam pertimbangan pemberian bahan tambahan fiber reinforced pada restorasi direk resin komposit klas II MOD cusp coverage yang dapat meningkatkan kekuatan pada gigi yang telah dirawat endodontik sehingga diperoleh restorasi yang bertahan lama.

1.5.3 Manfaat Riset dari penelitian ini adalah :

Sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh fiber reinforced pada restorasi direk resin komposit klas II MOD cusp coverage setelah pemberian dinamik load sesuai fungsi mastikasi terhadap ketahanan fraktur pada gigi yang telah dirawat endodontik dan sebagai dasar dalam meningkatkan pengetahuan di bidang kedokteran gigi mengenai pengaruh fiber reinforced dan SDR sebagai shockbraker pada restorasi direk resin komposit klas II MOD cusp coverage setelah pemberian dinamik load sesuai fungsi mastikasi terhadap ketahanan fraktur pada gigi yang telah dirawat endodontik sehingga gigi dapat dipertahankan selama mungkin di dalam rongga mulut.

(33)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Keberhasilan gigi yang telah dirawat endodontik tidak hanya dipengaruhi oleh perawatan saluran akar yang baik tetapi juga pemilihan restorasi akhir yang tepat. Restorasi akhir pada gigi yang telah dirawat endodontik memiliki tingkat presentasi yang baik 91,4 % yang digunakan untuk menjaga struktur gigi yang tersisa terhadap fraktur, mencegah infeksi saluran akar berulang dan menggantikan struktur gigi yang hilang. Berdasarkan banyak jaringan struktur gigi yang hilang maka material dan teknik restorasi sangat berpengaruh pada keberhasilan restorasi gigi yang telah dirawat endodontik. Gigi yang telah dirawat endodontik harus dilakukan restorasi indirek dengan menggunakan pasak dan mahkota penuh. Namun, dengan berkembangnya ilmu dan pengetahuan dalam bidang sistem adhesif dan material fiber sebagai penguat restorasi memberikan alternatif pemilihan perawatan pada gigi yang telah dirawat endodontik. Berdasarkan prinsip minimal intervensi dalam upaya mempertahankan jaringan gigi yang sehat untuk meningkatkan ketahanan terhadap fraktur dapat dicapai dengan melakukan restorasi direk dengan menggunakan resin komposit (Perdiago, 2016).

Restorasi direk resin komposit diterima baik oleh praktisi karena selain memiliki estetis yang baik dan mampu memberikan pelayanan single visit, restorasi direk resin komposit juga dipercaya memiliki kemampuan lebih baik dalam mendistribusikan tekanan fungsional melalui

(34)

permukaan bonding pada gigi sehingga struktur yang tersisa dapat dipertahankan (Moosavi et al, 2012). Sarabi et al (2015) menguji ketahanan fraktur terhadap gigi premolar dengan restorasi indirek resin komposit, restorasi indirek ceramic dan restorasi direk resin komposit. Pada penelitian tersebut diperoleh hasil ketahanan fraktur tertinggi pada restorasi direk resin komposit dengan perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan restorasi indirek lainnya.

Penyebab fraktur pada gigi pasca endodontik bersifat multifaktorial yang dapat diklasifikasikan sebagai penyebab iatrogenik dan non-iatrogenik. Mekanisme ketahanan fraktur pada gigi pasca endodontik dipengaruhi oleh (1) pertimbangan biomaterial subtrat dentin, (2) pertimbangan biomekanik gigi yang utuh dan gigi yang direstorasi dengan menggunakan pasak inti. Faktor resiko yang mempengaruhi kecenderungan predileksi fraktur pada gigi pasca endodontik dapat disebabkan oleh 5 ( lima ) faktor yaitu (Kishen et al, 2006) :

1. Faktor kimia: efek bahan irigasi endodontik dan bahan medikamen pada dentin, 2. Faktor mikroba: efek interaksi bakteri terhadap dentin,

3. Faktor dentin: efek kehilangan struktur gigi,

4. Faktor restorasi: efek pasak dan inti restorasi akhir dan 5. Faktor usia: efek perubahan usia pada dentin.

(35)

Gambar 1. Garis besar penyebab fraktur pada gigi pasca endodontik (Kishen et al, 2006)

2.1 Pengaruh Perawatan Endodontik Terhadap Restorasi Akhir

2.1.1 Efek Struktur Gigi yang Hilang

Gigi pasca endodontik mengalami kehilangan vitalitas pulpa yang disertai dengan sedikit perubahan kadar air pada strukturnya. Menurut prinsip-prinsip biomekanik, kekuatan struktural gigi bergantung pada integritas bentuk anatomi gigi, jumlah jaringan keras yang tersisa, dan kekuatan intrinsiknya. Integritas gigi dapat secara drastis diubah oleh karies, preparasi akses kavitas, pembesaran saluran akar dan preparasi kemo mekanik dan adanya dentin pericervical.

Koronal gigi yang tersisa dan persyaratan fungsional gigi sangat penting dalam menentukan modalitas perawatan. Gigi dengan sisa struktur koronal yang minimal memiliki resiko yang lebih tinggi yaitu: fraktur akar, kebocoran koronal-apikal, karies berulang .Oleh karena itu jumlah dan

(36)

kualitas substrat gigi yang tersisa jauh lebih penting untuk prognosis gigi pasca endodontik dalam jangka panjang daripada sifat bahan restoratif (Cohen, 2016).

Fraktur gigi dianggap sebagai salah satu masalah utama dalam bidang kedokteran gigi, dan merupakan penyebab umum ketiga kehilangan gigi setelah karies gigi dan penyakit periodontal.

Banyak penelitian in vivo mengamati perawatan endodontik sebagai faktor etiologi utama untuk terjadinya fraktur. Umumnya, gigi yang mengalami perawatan endodontik mengalami kehilangan jaringan koronal dan radicular akibat keadaan patologis sebelumnya, perawatan endodontik, dan / atau prosedur restoratif. Meskipun hilangnya struktur gigi merupakan faktor penting yang dapat mengakibatkan berkurangnya ketahanan fraktur pada perawatan endodontik, alasan ini tidak sepenuhnya menjelaskan mengapa gigi pasca endodontik dengan kehilangan struktur gigi yang minimal menjadi rentan terhadap fraktur atau bahkan akhirnya menyebabkan gigi harus dilakukan tindakan ekstraksi (Hussein et al, 2018). Ketahanan fraktur dan kekuatan gigi yang direstorasi berhubungan langsung dengan dentin yang tersisa (Perdigao, 2016). Kekuatan fraktur bergantung pada beberapa faktor, termasuk modulus elastisitas jaringan gigi dan material, sifat agen luting, ketebalan restorasi dan desain preparasi (Ertuk et al, 2018).

Secara historis, peningkatan kerentanan fraktur pada gigi pasca endodontik telah dikaitkan dengan adanya peningkatan kerapuhan dentin karena kehilangan kelembaban. Hipotesis ini pertama kali dikemukakan oleh G.V. Black, dan kemudian diberi didukung oleh Helfer et al., yang melaporkan bahwa kadar air dari dentin gigi pasca endodontik sudah berkurang sekitar 9 % dibandingkan gigi dengan pulpa vital. Sehingga penting untuk mempertahankan sebagian besar dentin untuk mempertahankan integritas struktural gigi pasca endodontik.

2.1.2 Efek Bahan Irigasi Endodontik Pada Dentin

(37)

Sodium hipoklorit (NaOCl) dan ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA) merupakan bahan irigasi yang sering digunakan ketika melakukan perawatan saluran akar. Kombinasi penggunaan keduanya juga sering dilakukan karena memberikan efek yang baik dimana dapat melarutkan bahan organik maupun inorganik pada dentin. NaOCl digunakan untuk melarutkan fase organik pada saluran akar. Konsentrasi yang sering digunakan antara 0,5%-5,25% dengan tujuan untuk melarutkan jaringan pulpa dan mematikan bakteri. EDTA merupakan bahan irigasi endodontik yang digunakan untuk menghilangkan fase inorganik yaitu smear layer yang terbentuk setelah preparasi saluran akar. Konsentrasi yang sering digunakan 15%-17%. Beberapa keuntungan menghilangkan smear layer yaitu mendapatkan perlekatan yang baik saat obturasi, menghilangkan bakteri, toksin dan sisa jaringan pulpa yang mungkin masih tertinggal pada smear layer (Kishen et al, 2006).

Substansi kemis yang digunakan saat preparasi saluran akar dapat mempengaruhi struktur kolagen yang mengakibatkan perubahan sifat mekanis pada dentin seperti flexural strength, modulus elastisitas, microhardness. Perubahan pada sifat mekanis tersebut dipengaruhi oleh perubahan fase inorganik dan organik pada dentin, selain itu juga dipengaruhi oleh volume, durasi, temperatur dan laju alir bahan irigasi. Pada penelitian Calt dan Serper menemukan irigasi EDTA selama satu menit efektif untuk menghilangkan smear layer, sedangkan irigasi EDTA selama 10 menit menimbulkan efek erosi yang berlebihan pada peritubular dan intertubular dentin.

Grigoratos menemukan bahwa laruran NaOCl dapat mengurangi modulus elastisitas dan flexural strength saluran akar dentin. Saleh dan Ettman menemukan bahwa bahan irigasi endodontik 3%

H2O2, 2,5% NaOCl, dan 17% EDTA dapat menurunkan microhardness saluran akar dentin, dimana EDTA memiliki pengaruh terbesar dibandingkan kedua bahan lainnya. Pada penelitian lainnya, kombinasi penggunaan EDTA 17% dengan durasi lebih dari satu menit bersamaan dengan NaOCl

(38)

2,5% dapat mengakibatkan efek erosif pada permukaan dentin karena terjadinya demineralisasi yang berlebihan yang mengakibatkan penurunan kemampuan ikatan adhesif. Dari penelitian yang ada menunjukkan bahwa penggunaan bahan irigasi endodontik akan mempengaruhi ketahanan fraktur pada gigi (Kishen et al, 2006).

2.2 Resin Komposit

Resin komposit merupakan pengembangan dari resin akrilik karena resin akrilik memiliki filler yang tidak berkaitan dengan resin matriks sehingga menimbulkan kelemahan seperti mudah aus seiring dengan pemakaian dan penyusutan yang besar akibat penyinaran dan mengakibatkan terbentuknya leakage sekitar margin restorasi. Resin komposit dikembangkan pertama kali oleh Dr. Ray L. Bowen pada tahun 1962. Inovasi utama Bowen yaitu bisphenol A glycidyl methacrylate (bis-GMA), dimethylmetracrylate dan organik silane yang bertindak sebagai coupling agent untuk membentuk ikatan antara filler dengan matriks resin. Bahan pengisi berguna sebagai penambah kekuatan dan kekerasan, sedangkan monomer dimethyl metracylate akan mengurangi absorbsi air sehingga resin komposit lebih stabil dalam mulut (Sakaguchi, Powers, 2012).

Resin komposit terbentuk dengan komposisi utama matriks polimer organik, partikel pengisi anorganik (filler), bahan perantara (coupling agent) yang berperan sebagai pengikat filler dengan matriks dan sistem inisiator-akselerator yang berperan sebagai pemberi warna pada material dan untuk mengubah resin yang lunak menjadi keras (Sakaguchi, Powers, 2012).

(39)

2.2.1 Komponen Resin Komposit

2.2.1.1 Matriks Organik

Matriks resin terdiri oligomers. Oligomers yang paling sering digunakan sebagai matriks resin adalah bisphenol A glycidyl methacrylate (bis-GMA) dan urethane dimethacrylate (UDMA).

Oligomer terutama bis-GMA memiliki viskositas yang tinggi sehingga untuk mengurangi viskositas agar partikel filler dapat diperbanyak maka ditambahkan monomer pengencer triethylene glycol dimethacrylate (TEGDMA) atau bis-EMA6 (Sakaguchi, Powers, 2012).

Gambar 2. Struktur kimia matriks resin komposit(Sakaguchi, Powers, 2012).

2.2.1.2 Filler

Partikel filler dapat diklasifikasikan berdasarkan ukuran filler yaitu makrofilled, mikrofilled dan hybrid yang merupakan kombinasi makrofilled dan mikrofilled. Filler yang paling

(40)

sering digunakan yaitu modified glass. Kandungan filler dapat dimodifikasi ion tertentu untuk mengubah sifat fisis seperti kandungan ion barium, boron, zirconium dan yttrium yang memberikan efek radiopak pada hasil radiografi. Banyak kandungan filler meningkatkan kekuatan resin, ketahanan terhadap aus, dan mengurangi shrinkage yang terjadi saat polimerisasi. Ukuran filler juga mempengaruhi kekasaran permukaan restorasi dimana semakin besar ukuran filler semakin kasar permukaan restorasi karena mudahnya partikel terlepas dari resin matriks akibat penggunaan fungsional atau abrasi oleh makanan dan penyikatan gigi (Sakaguchi, Powers, 2012).

2.2.1.3 Coupling Agent

Coupling agent adalah bahan pengikat antara filler dengan resin matriks. Coupling agent bereaksi pada permukaan filler inorganik dan matriks organik sehingga keduanya berikatan adhesi satu dengan lainnya dengan tujuan meminimalisir kehilangan partikel filler selama penggunaan.

Coupling agent juga dapat mencegah penetrasi air antara monomer resin dan partikel filler (Sakaguchi, Powers, 2012).

Coupling agent yang paling sering digunakan yaitu silane 3- methacryloxypropyltrimethoxysilane (MPTS) dimana gugus hidroksil pada bahan penggabung akan berkondensasi dengan permukaan parikel filler melalui ikatan kovalen sedangkan gugus metakrilat akan bereaksi dengan monomer resin (Sakaguchi, Powers, 2012).

(41)

Gambar 3. Struktur kimia silane coupling agent

3- methacryloxypropyltrimethoxysilane (MPTS)(Sakaguchi, Powers, 2012).

2.2.1.4 Inisiator dan Akselerator

Pengerasan resin komposit dapat dipicu menggunakan aktivitas sinar, aktivitas kimia, maupun keduanya (dual-cured). Aktivitas sinar dilakukan dengan cahaya biru yang memiliki panjang gelombang 470 nm. Proses yang terjadi dimana cahaya biru diserap oleh foto activator seperti champorquinon yang telah ditambahkan pada proses pembuatan resin komposit dengan kadar bervariasi antara 0,2% - 1%. Aktivasi kimia terjadi pada suhu ruangan dengan bereaksinya amin organik ( pasta katalis ) dengan peroksida organik ( pasta universal ) untuk menghasilkan radikal bebas yang akan menyerang ikatan karbon ganda sehingga terjadilah polimerisasi. Aktivasi dual-cured menggunakan sistem dua pasta yang mengandung inisiator dan akselerator sehingga dapat bereaksi secara sinar maupun secara kimia (Sakaguchi, Powers, 2012).

2.2.1.5 Pigment dan Komponen Lain

Bahan pewarna anorganik ditambahkan dalam kadar yang berbeda untuk memberikan pewarnaan tertentu sehingga menyerupai warna gigi. Warna yang tersedia bervariasi dari warna putih, kuning hingga abu-abu. Bahan yang biasa digunakan yaitu metal oksida. Ultraviolet absorber (UV) juga ditambahkan untuk meminimalisir terjadinya diskolorasi pada gigi sebagai akibat dari oksidasi (Sakaguchi, Powers, 2012).

2.2.2 Jenis Resin Komposit

(42)

2.2.2.1 Berdasarkan Teknik Peletakkan

a. Resin Komposit Konvensional

Resin komposit konvensional yaitu resin komposit yang memiliki kemampuan menyerap sinar polimerisasi maksimal hingga kedalaman 2 mm sehingga dibutuhkan teknik peletakkan inkremental untuk memaksimalkan pengerasan resin secara menyeluruh (Hedge, Taha, 2017).

b. Resin Komposit Bulk Fill

Resin komposit bulk fill yaitu resin komposit yang memiliki kemampuan menyerap sinar polimerisasi hingga kedalaman 4 mm karena terdapat peningkatan translusensi pada bahan sehingga digunakan teknik peletakan secara bulk. Resin komposit jenis bulk fill mengeliminasi kekuarangn teknik peletakkan inkremental yaitu kemungkinan kontaminasi interlayer, menghemat waktu dan tenaga operator, dan meminimalisasi polymerization shrinkage (Sakaguchi, Powers, 2012).

1. Menggunakan tipe filler yang berbeda

Komposisi filler mempengaruhi sifat fisis dan mekanis suatu bahan. Pengerutan selama polimerisasi merupakan salah satu kelemahan resin komposit sehingga dalam perkembangannya peneliti memberikan filler khusus (isofiller) pada resin komposit bulk fill yang berfungsi meminimalkan shrinkage stress ( shrinkage stress reliever ) dan sebagian fungsinya dijalankan oleh silane sehingga dapat mengurangi penyusutan selama polimerisasi. Dalam proses mekanisme yang terjadi yaitu apabila modulus elastisitas rendah ( 10 GPa ) maka isofiller berperan sebagai pegas dengan perenggangan sedikit selama polimerisasi diantara filler silika yang memiliki modulus elastisitas yang lebih tinggi ( 71 GPa ) berfungsi untuk meredam gaya yang dihasilkan

(43)

selama pengerutan polimerisasi sehingga menghasilkan tekanan yang rendah (Sakaguchi, Powers, 2012).

2. Menggunakan fotoinisiator yang berbeda

Foto inisiator memepengaruhi kemampuan untuk menyerap sinar selama proses polimerisasi yang berakibat pada kedalaman polimerisasi suatu bahan. Molekul inisiator hanya mampu menyerap foton pada spectral range tertentu, maka dirancang fotoinisiator baru gabungan dari camphorquinone dan acyl phosphine oxide yaitu ivocerin. Ivocerin dapat menyerap sinar biru secara maksimal dalam rentang panjang gelombang 370 nm – 460 nm. Ivocerin bersifat lebih reaktif terhadap sinar dibandingkan camphorquinone dengan rentang panjang gelombang 420 nm – 500 nm dan acyl phosphine oxide atau lucirin dengan rentang panjang gelombang 300 nm – 420 nm, sehingga polimerisasi bulk fill berlangsung lebih cepat dengan kedalaman penyinaran yang lebih besar. Salah satu merk resin komposit bulk fill yang menggunakan fotoinisiator Ivocerin yaitu Tetric N Ceram yang diproduksi Ivoclar – Vivadent (Ivoclar, 2014).

Gambar 4. Grafik representasi rentang penyerapatan foton oleh acyl phosphine oxide (Lucirin TPO), Ivocerin, dan Champorquinone (CC / Amin ) (Ivoclar, 2014).

2.2.2.2 Bersadarkan Viskositas a. Resin Komposit Microfilled

(44)

Resin komposit microfilled memiliki kandungan filler 32% - 50% dengan ukuran silika filler 0,04 µm. Resin komposit jenis ini sering digunakan pada restorasi yang memerlukan estetis tinggi seperti restorasi klas III dan klas IV (Sakaguchi, Powers, 2012).

b. Resin Komposit Flowable

Resin komposit flowable memiliki kandungan filler 42% - 53% dengan ukuran partikel pengisi 0,7 - 3 µm. Resin komposit flowable memiliki viskositas yang rendah sehingga dapat beradaptasi baik dengan dinding kavitas dan mampu mengalir sampai ke daerah mikroskopik.

Selain itu, dikarenakan daya alir yang tinggi resin komposit flowable sering diginakan oleh dokter gigi sebagai bahan restorasi pit dan fissure sealent. Resin komposit jenis ini biasa digunakan pada restorasi yang tidak mendapat tekanan tinggi seperti restorasi klas V dan pada gigi anak – anak (Sakaguchi, Powers, 2012).

c. Resin Komposit Packable

Resin komposit packable memiliki kandungan filler mencapai 70%. Resin komposit memiliki viskositas tinggi karena filler lebih banyak dibandingkan resin sehingga shrinkage saat polimerisasi minimal. Resin komposit jenis ini biasa digunakan pada restorasi yang mendapat tekanan tinggi seperti restorasi klas I dan klas II (Sakaguchi, Powers, 2012).

2.2.3 Polimerisasi Resin Komposit

Polimerisasi adalah reaksi kimia yang terjadi ketika suatu molekul resin yang disebut sebagai monomer bergabung membentuk suatu rantai panjang yang disebut sebagai polimer.

Polimerisasi pada resin komposit dapat dipicu dengan aktivitas sinar, aktivitas kimia maupun kombinasi keduanya ( dual-cured ). Pada proses polimerisasi baik secara kimia maupun sinar dapat terjadi dikarenakan adanya molekul inisiasi yang memebentuk suatu radikal bebas. Radikal bebas

(45)

dapat memecah rantai karbon ganda yang terdapat pada monomer dimthecrylate untuk membentuk suatu ikatan dan radikal bebas lainnya. Proses tersebut terjadi terus menerus sampai seluruh monomer berikatan sehingga volume resin menurun terjadilah polymerization shrinkage (Sakaguchi, Powers, 2012).

2.3 Sistem Adhesif

Sistem adhesif adalah proses menyatunya 2 jenis substrat (adherend) yang berbeda untuk membentuk suatu adhesive joint agar terbentuk ikatan yang lebih kuat antara resin komposit terhadap enamel atau dentin (Sakaguchi, Powers, 2012). Sistem bonding dikembangkan agar bahan restorasi resin komposit dapat digunakan dalam jangka waktu yang cukup lama (Frank, 2013). Kegagalan terhadap adhesive joint dapat terjadi pada tiga lokasi yaitu kegagalan kohesif dalam substrat, kegagalan kohesif terhadap adhesif, dan kegagalan perlekatan antara substrat dengan bahan adhesif (Chandki at al 2011).

Gambar 5. Definisi terminology pada sistem adhesif (Hatrick et al, 2011).

(46)

Pada penelitian ini, yang digunakan adalah sistem adhesive total-etch yang memerlukan pencucian pada permukaan dentin yang dietsa, sehingga diharapkan dapat menghilangkan smear layer.

2.3.1 Total Etch Sistem

Sistem adhesif total etch merupakan perkembangan bonding agent generasi 5. Penggunaan bonding agent generasi ke-5 ini terdiri dari komponen larutan etsa dan bonding agent, baru dilanjutkan dengan penggunaan bahan adhesif semen resin. Setelah preparasi saluran akar, pada gigi akan terbentuk smear layer, bertindak sebagai diffusion barrier yang dapat mengurangi permeabilitas dentin. Smear layer ini perlu dihilangkan agar resin dapat berikatan dengan substrat dentin yang terletak di bawahnya secara mikromekanik. Aplikasi larutan etsa pada dentin dapat menghilangkan sebagian atau seluruh smear layer dan mendemineralisasi jaringan dentin. Dalam percobaan in vitro, penghilangan smear layer menggunakan larutan etsa dapat meningkatkan ikatan resin dengan dentin secara signifikan (Garg, 2015).

Simplified adhesive dari sistem total etsa dinyatakan mampu melarutkan smear layer lebih optimal dibandingkan self etch. Prosedur aplikasi simplified adhesive dari total etsa terdiri atas dua tahapan. Tahapan pertama menggunakan asam phosphoric dengan konsentrasi antara 35% hingga 50% untuk melarutkan smear layers, membuka tubulus dentin dan memaparkan serat kolagen dentin.Tahapan kedua adalah aplikasi primer dan bonding terhadap dentin saluran akar. Primer mengandung monomer hidrofilik untuk menjaga wettability dan membantu cairan yang terperangkap di dalam substrat untuk diganti dengan monomer resin. Sementara bonding mengandung monomer hidrofobik yang membantu perlekatan dengan bahan restorasi berbasis resin atau semen resin (Garg, 2015).

2.3.2 Total etch two step

(47)

Sistem ini bahan primer dan bonding digabung menjadi satu sehingga hanya ada dua tahap aplikasi yaitu ething dan self priming resin (Garg, 2015).

Gambar 6. Mekanisme sistem adhesif two-step one-bottle total-etch (Garg, 2015).

2.3.3 Adhesi Enamel dengan Resin Komposit

Perkembangan bonding terhadap email dimulai pada tahun 1955 oleh Buonocore yang menggunakan etsa asam untuk mengetsa email sehingga terbentuk retensi antara email dengan resin self-curing unfilled. Email memiliki jaringan mineral yang tersusun atas hidroksiapatit (96%), air dan kolagen. Ikatan antara email dan resin komposit didapat dengan retensi mikromekanik setelah dilakukan pengetsaan untuk melarutkan kristal hidroksiapatit pada bagian terluar email (Sakaguchi, Powers, 2012).

Pengetsaan email biasanya dilakukan dengan menggunakan asam fosforik 35% – 50%

selama 15 detik yang akan menghilangkan smear layer, melarutkan lapisan email sehingga terbentuk mikroporus dan kekasaran pada permukaan luar prisma email. Dimana resin dapat melekat dengan membentuk retentive tag atau juga dikenal sebagai resin tag. Resin tag terdiri dari dua jenis yaitu macrotag dan microtag yang berperan penting dalam retensi mikromekanik pada email. Permukan yang telah dietsa diaplikasikan dengan resin hidrofobik yang akan berpenetrasi

(48)

membentuk resin tag dan menghasilkan kekuatan bonding melalui mekanisme interlocking (Sakaguchi, Powers, 2012).

2.3.4 Adhesi Dentin dengan Resin Komposit Pasca Endodontik

Dentin pada gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar terdapat perbedaan substansi dibanding dengan dentin gigi dengan pulpa yang masih vital. Hal ini dikarenakan dentin pada gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar lebih rapuh karena kehilangan kandungan air dan cross-linking kolagennya. Beberapa penelitian juga melaporkan bahwa kehilangan integritas struktur gigi pasca perawatan endodontik lebih berhubungan sebagai dampak dari preparasi akses dibanding dari dampak perubahan-perubahan substansi dentin, dan hal itu yang menyebabkan angka fraktur pada gigi yang telah dilakukan pengisian saluran akar lebih tinggi jika dibandingkan dengan gigi vital. Preparasi menghasilkan peningkatan defleksi cusp selama berfungsi, meningkatkan kemungkinan fraktur cusp dan celah mikro pada margin restorasi sehingga dibutuhkan restorasi yang dapat meningkatkan integritas struktur gigi yang diharapkan dapat meningkatkan prognosis gigi yang telah dirawat endodontik dan tahan terhadap tekanan pengunyahan yang besar (Sakaguchi, Powers, 2012).

Pada perawatan endodontik, prosedur preparasi saluran akar menyebabkan terbentuknya smear layers pada permukaan tubulus dentin. Smear layers ini menghambat infiltrasi bahan bonding ke dalam tubulus dentin untuk membentuk resin tags dan hybrid layers. Akibatnya ikatan mikromekanis dengan dentin tidak terbentuk (Sakaguchi, Powers, 2012). Sehingga total etch menjadi pilihan pada gigi yang telah dirawat endodontik.

2.4 Stress Decreasing Resin ( SDR )

(49)

SDR merupakan suatu jenis resin komposit flowable bulk-fill yang mengandung fluoride, bersifat radiopak dan dipolimerisasi dengan mengggunakan aktivasi sinar. SDR disebut juga sebagai Smart Dentin Replacement dikarenakan oleh sifatnya yang mirip dengan dentin dalam hal modulus elastisitas. SDR dirancang untuk digunakan sebagai basis atau intermediet layer pada restorasi klas I dan II. SDR dapat diaplikasikan dengan ketebalan 4 mm dan dilapisi dengan resin komposit konvensional setebal 2 mm untuk mengganti struktur email yang keras. Sifat SDR yang flowable membuat SDR dapat beradaptasi dengan baik terhadap dinding kavitas (Buczko et al, 2018).

SDR menghasilkan polymerization shrinkage yang lebih kecil. Hal ini dikarenakan oleh adanya modifikasi pada pre-polymerized 4-trimethylhexane, monomer urethane dimethacrylate (UDMA) dan komposisi filler sebesar 68% berat per volume. Monomer urethane dimethacrylate (UDMA) menurunkan polymerization shrinkage dan tekanan yang dihasilkannya. SDR juga merupakan kombinasi yang unik dari struktur molekukler yang besar dengan sebuah modulator polimerisasi yang terdapat pada monomer SDR. Modulator polimerisasi ini akan mengatur laju polimerisasi menjadi lambat dan tekanan akibat shrinkage dapat dibatasi. Tekanan akibat polymerization shrinkage pada SDR lebih rendah 3 – 4 kali saat diaplikasikan dengan ketebalan 4 mm (Buczko et al, 2018).

(50)

Gambar 7. Struktur kimia dari UDMA dan modulator polimerisasi pada SDR (Denstply, 2011).

Gambar 8. Gun dan kompul untuk aplikasi SDR (Denstply, 2011).

2.4.1 Komposisi SDR

Komposisi SDR mengandung urethane dimethacrylate dan sebuah modulator polimerisasi yang berperan untuk mengurangi terjadinya polimaryzation shrinkage. Dan tekanan yang dihasilkannya (Denstply, 2011).SDR juga mengandung formulasi kompleks antara komponen konvensional dan komponen terbaru. Bahan ini mempunyai kadar filler sebanyak 68% berat dan 44% volume yang menguntungkan dalam mengurangi volume shrinkage dan meningkatkan kekuatan SDR. SDR memiliki sistem fotoinisiator dan pewarna (Denstply, 2011).

Tabel 2.4 Komposisi SDR dan fungsinya (Denstply, 2011).

Komposisi Fungsi

(51)

SDR urethane dimethacrylate

Mengurangi shrinkage dan mengurasi stress pada struktur resin

Resin dimethacrylate Struktur resin

Disfungsional diluent Membentuk ikatan silang pada resin komposit

Barium dan Strontium alumino-fluoro- silicate-glasses (68% berat dan 45%

volume)

Struktur partikel kaca dan fluoride

Sistem fotoinisiator Visible light curing

Pewarna Universal shade

2.4.2 Kelebihan SDR

Penelitian terbaru dari bahan restorasi menyebutkan bahwa efek SDR sebagai intermediate layer di bawah resin komposit konvensional memberikan hasil yang baik (Denstply, 2011).SDR berbeda dengan resin komposit lainnya dikarenakan SDR menggunakan teknologi Stress Decreasing Resin sehingga dapat mengurangi shrinkage sebesar 20% dan tekanan akibat polimerisasi sebesar 80% dibaningkan resin komposit konvensional. Volume shrinkage yang dihasilkan berkisar 2,5% - 3,5% dari keseluruhan volume (Denstply, 2011).Volume shrinkage dan tekanan akibat polimerisasi dari SDR lebih rendah dibandingkan dengan resin komposit flowable lainnya (Denstply, 2011).

(52)

Gambar 9. Perbandingan volume shrinkage SDR dengan resin flowable lainnya (Denstply, 2011).

Gambar 10. Perbandingan bedarnya tekanan akibat polimerisasi SDR dengan resin flowable lainnya (Denstply, 2011)

2.4.3 Ketebalan SDR sebagai Intermediate Layer

(53)

SDR dapat diaplikasikan secara bulk dan dapat di-curing dengan ketebalan 4 – 5 mm. SDR dipercaya mampu menurunkan polymerization shrinkage dalam aplikasinya sebagai intermediate layer. SDR juga mampu menurunkan microleakage pada dinding gingival ketika digunakan sebagai restorasi klas II namun ketebalannya tidak memberikan pengaruh. Ketebalan aplikasi SDR mempengaruhi degree of convension dari monomer yang akan berpengaruh terhadap tekanan akibat polimerisasi dan ketahanan fraktur. Ketebalan SDR sebesar 4 mm memiliki degree of convension yang tinggi sehingga shrinkage yang dihasilkan juga meningkat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa peningkatan ketebalan suatu bahan intermediate layer dan basis akan menurunkan ketahanan fraktur dari suatu restorasi. Hal ini dikarenakan peningkatan ketebalan resin komposit akan meningkatkan volumenya sehingga tekanan akibat polimerisasi yang dihasilkan semakin tinggi (Denstply, 2011).

2.5 Fiber Reinforced Composites (FRC)

FRC terdiri dari bahan penguat fiber yang dicampur dalam matriks polimer. Pada fiber reinforced composites, kendungan fiber memberikan kekuatan dan kekakuan bahan, sedangkan matriks polimer menjadi penggabung antar fiber sehingga terbentuk fase yang berkesinambungan.

Fase antar fiber berperan sebagai penyebar tekanan antar satu fiber ke fiber lainnya. Fiber memiliki efek penguat apabila memiliki modulus flexural yang lebih baik dibandingkan dengan matriks polimer yang mengikatnya. Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian, terdapat beberapa tipe fiber yang baik digunakan sebagai bahan penguat pada dental polimer yaitu diantaranya glass fiber, carbon/graphite fiber dan polyethylene fiber (Garlapati et al, 2017).

2.5.1 Carbon Fiber/Graphite Fiber

Gambar

Gambar 1. Garis besar penyebab fraktur pada gigi pasca endodontik (Kishen et al, 2006)
Gambar 2. Struktur kimia matriks resin komposit(Sakaguchi, Powers, 2012).
Foto  inisiator  memepengaruhi  kemampuan  untuk  menyerap  sinar  selama  proses  polimerisasi  yang  berakibat  pada  kedalaman  polimerisasi  suatu  bahan
Gambar 5. Definisi terminology pada sistem adhesif (Hatrick et al, 2011).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini, pengukuran celah mikro pada restorasi Klas V resin komposit dengan aplikasi Stress Decreasing Resin (SDR) sebagai intermediate layer memiliki

Perawatan yang akan dilakukan adalah perawatan saluran akar satu kali kunjungan dan restorasi akhir dengan resin komposit direk karena jaringan keras gigi yang ada

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh Stress Decreasing Resin (SDR) dan resin flowable sebagai intermediate layer pada restorasi Klas V resin komposit

Morfologi Permukaan Bahan Restorasi Resin Komposit Mikrohibrid dan Nanohibrid Sebelum dan Setelah Direndam Di Dalam Saliva Buatan Selama 2, 4, 6, dan 8 jam Dengan SEM-EDX.... 4.1

Perawatan saluran akar pada sisa akar gigi dengan restorasi akhir resin komposit direk yang diperkuat pasak dapat menjadi satu alternatif metode perawatan untuk

Perawatan saluran akar pada sisa akar gigi dengan restorasi akhir resin komposit direk yang diperkuat pasak dapat menjadi satu alternatif metode perawatan untuk

Tabel 5.1 Hasil uji-t antara kebocoran mikro pada restorasi resin komposit mikrofiler dengan resin-modiffied glas ionomer cement pada kavitas klas V

Celah pada gigi yang terjadi karena adanya gigi rudimenter dapat dikoreksi dengan restorasi estetik direk menggunakan resin komposit, dilakukan dengan menutup celah