• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PROFIL KROMATOGRAM OSTEOKALSIN DALAM SERUM TIKUS BETINA (Rattus novergicus) SETELAH PEMBERIAN SARI KEDELAI YANG DIFORTIFIKASI KALSIUM DARI CANGKANG TELUR AYAM RAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS PROFIL KROMATOGRAM OSTEOKALSIN DALAM SERUM TIKUS BETINA (Rattus novergicus) SETELAH PEMBERIAN SARI KEDELAI YANG DIFORTIFIKASI KALSIUM DARI CANGKANG TELUR AYAM RAS"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

DIFORTIFIKASI KALSIUM DARI CANGKANG TELUR AYAM RAS

NUR ARIANY N111 09 304

PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2013

(2)

DALAM SERUM TIKUS BETINA (Rattus novergicus) SETELAH PEMBERIAN SARI KEDELAI YANG

DIFORTIFIKASI KALSIUM DARI CANGKANG TELUR AYAM RAS

SKRIPSI

untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar sarjana

NUR ARIANY N111 09 304

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2013

(3)

SETELAH PEMBERIAN SARI KEDELAI YANG DIFORTIFIKASI KALSIUM DARI CANGKANG

Prof. Dr. Hj. Asnah Marzuki, M.Si., Apt.

Pembimbing Pertama,

Yusnita Rifai, M.Pharm., Ph.D., Apt.

NIP. 19751117 200012 2 001

iii

SETELAH PEMBERIAN SARI KEDELAI YANG DIFORTIFIKASI KALSIUM DARI CANGKANG

TELUR AYAM RAS

NUR ARIANY N111 09 304

Disetujui oleh : Pembimbing Utama,

Prof. Dr. Hj. Asnah Marzuki, M.Si., Apt.

NIP. 19491018 198003 2 001

Pembimbing Pertama, Pembimbing Kedua,

Yusnita Rifai, M.Pharm., Ph.D., Apt. Drs. Kus Haryono, MS., Apt.

19751117 200012 2 001 NIP. 19501126 197903 1 002

Pada tanggal, Agustus

DIFORTIFIKASI KALSIUM DARI CANGKANG

Pembimbing Kedua,

Drs. Kus Haryono, MS., Apt.

19501126 197903 1 002

Agustus 2013

(4)

ANALISIS PROFIL KROMATOGRAM OSTEOKALSIN DALAM SERUM TIKUS BETINA

SETELAH PEMBERIAN SARI KEDELAI YANG DIFORTIFIKASI KALSIUM DARI CANGKANG

Dipertahankan

Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin

Panitia Penguji Skripsi :

1. Ketua : Dr. Hj. Sartini

2. Sekretaris : Drs. H. Syaharuddin Kasim, 3. Ex. Officio : Prof

4. Ex. Officio : Yusnita Rifai

5. Ex. Officio : Drs. Kus Haryono, M.S., Apt.

6. Anggota : Nurhasni Hasan, S.Si., M.Si., Apt.

iv

PENGESAHAN

ANALISIS PROFIL KROMATOGRAM OSTEOKALSIN DALAM SERUM TIKUS BETINA (Rattus novergicus)

SETELAH PEMBERIAN SARI KEDELAI YANG DIFORTIFIKASI KALSIUM DARI CANGKANG

TELUR AYAM RAS Oleh : NUR ARIANY

N111 09 304

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin

Pada tanggal : 24 Juli 2013

Skripsi :

Dr. Hj. Sartini, M.Si., Apt

Drs. H. Syaharuddin Kasim, M.Si., Apt.

Prof. Dr. Hj. Asnah Marzuki, M.Si., Apt.

Yusnita Rifai, M.Pharm., Ph.D., Apt Drs. Kus Haryono, M.S., Apt.

Nurhasni Hasan, S.Si., M.Si., Apt.

Mengetahui :

Dekan Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin

Prof. Dr. Elly Wahyudin, DEA, Apt.

NIP. 19560114 198601 2 001 ANALISIS PROFIL KROMATOGRAM OSTEOKALSIN

novergicus) SETELAH PEMBERIAN SARI KEDELAI YANG

DIFORTIFIKASI KALSIUM DARI CANGKANG

adapan Panitia Penguji Skripsi

...

...

...

...

...

...

Farmasi Hasanuddin

Wahyudin, DEA, Apt.

NIP. 19560114 198601 2 001

(5)

v

sendiri, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti bahwa pernyataan saya ini tidak benar, maka skripsi dan gelar yang diperoleh, batal demi hukum.

Makassar, Juli 2013 Penyusun,

Nur Ariany

(6)

vi

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah swt. atas berkat dan rahmatNya, penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin.

Banyak kendala yang penulis hadapi dalam penyusunan skripsi ini, namun berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat melewati kendala-kendala tersebut. Oleh karena itu, penulis menghaturkan banyak terima kasih dan penghargaan yang setinggi- tingginya kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Hj. Asnah Marzuki, M.Si., Apt. sebagai pembimbing utama, Ibu Yusnita Rifai, M.Pharm., Ph.D., Apt. sebagai pembimbing pertama dan Bapak Drs. Kus Haryono, M.S., Apt. sebagai pembimbing kedua yang telah memberikan arahan, nasehat, dan solusi dengan penuh kesabaran dan keramahan serta dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi.

2. Dekan, Wakil Dekan, serta staf dosen Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin atas bantuan serta motivasi-motivasi yang diberikan.

3. Pembimbing Akademik penulis, Bapak Subehan, M.Pharm.,Ph.D., Apt.

yang telah memberi nasehat dan bimbingan selama menjalani proses studi.

4. Teman-teman farmasi angkatan 2009 (Ginkgo ’09), terima kasih untuk beberapa tahun yang sangat mengesankan.

(7)

vii

Rizky Cahya H. terima kasih atas segala bantuan, kesenangan, waktu, dan menjadi tempat berkeluh kesah bagi penulis selama ini.

6. Laboran dan kru Laboratorium Biofarmasi, Biofarmaka dan Kimia Farmasi, terkhusus kepada Kanda Ismail, S.Si., Apt., Kanda Muhammad Nur Amir, S.Si., Apt., Kanda Lukman, S.Si., Apt. dan Ibu St. Syamsiah, A.Md. terima kasih telah memberi bantuan atas segala kesulitan yang dihadapi penulis mulai dari awal hingga akhir penelitian.

7. Teman-teman seperjuangan dalam penelitian, Andi Rezkiani Beta dan Nurhidayah, terima kasih atas semangat dan kerja samanya.

8. Teman-teman yang rela meluangkan waktu dan tenaganya untuk membantu penulis dalam penelitian, Hendra, Muh. Rizky H.. Nurhadri Azmi, Amal Rezka Putra, Marhamah Idil, Jabal, Azwar, Putri W. dan Nur Irjawati.

9. Keluarga penulis, kedua orang tua penulis Andi Sanrang Atjo dan Hasnur, saudara-saudara penulis Nur Ekawati, Muh. Ihsan, dan Muh.

Afry Wijaya, terima kasih yang sangat spesial untuk motivasi, pengertian, dan kasih sayang yang tak ternilai harganya.

10. Pihak yang tidak sempat disebut namanya. Semoga Allah swt.

membalas semua kebaikan kalian selama ini.

(8)

viii

kesempurnaan, karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi terciptanya suatu karya yang lebih bermutu. Akhirnya, semoga karya kecil ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan ke depannya.

Makassar, Juli 2013

Penulis

(9)

ix

dalam serum tikus betina (Rattus norvegicus) yang diberi sari kedelai yang difortifikasi kalsium dari cangkang telur ayam ras secara kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan profil kromatogram osteokalsin dalam serum tikus betina (Rattus norvegicus) pada beberapa kelompok perlakuan. Penelitian ini dilakukan selama 2 bulan menggunakan 4 kelompok hewan coba tikus betina (Rattus norvegicus) yang diberi perlakuan berbeda, yaitu kelompok pemberian sari kedelai (NOV-1), kelompok pemberian kalsium dari limbah cangkang telur ayam ras (NOV-2), kelompok pemberian sari kedelai yang difortifikasi kalsium dari cangkang telur ayam ras (NOV-3), dan kelompok kontrol normal yang diberi air suling (NOV-4). Osteokalsin dalam 0,1 ml serum kemudian diekstraksi dengan NH4HCO3 menggunakan alat Supelclean LC-SAX Supelco dan dianalisis menggunakan alat KCKT Shimadzu LC-20AD. Perubahan luas area kromatogram osteokalsin selama 2 bulan pada kelompok pemberian sari kedelai (NOV-1), kelompok pemberian kalsium dari limbah cangkang telur ayam ras (NOV-2), kelompok pemberian sari kedelai yang difortifikasi kalsium dari cangkang telur ayam ras (NOV-3) dan kelompok kontrol normal yang diberi air suling (NOV-4) secara berturut-turut ∆x02=3.709.213, ∆x02=2.935.489,

∆x02=5.518.221 dan ∆x02=2.436.912.

(10)

x

The research analysis of osteocalcin’s chromatogram profile in female rats (Rattus norvegicus) serum which were given soymilk fortified calcium from the chicken egg shell using high performance liquid chromatography (HPLC) has been done. This research aimed to determine different of osteocalcin’s chromatogram profile on some of treatment grups. This research was conducted for 2 months using 4 groups of female rats (Rattus norvegicus) which were given different treatments; namely the provision of soymilk (NOV-1), calcium from egg shells (NOV-2), soymilk fortified calcium from chicken egg shell (NOV-3), and distilled water (NOV-4). Osteocalcin in 0,1 ml of serum were extracted by NH4HCO3 using Supelclean LC-SAX Supelco and analyzed by HPLC Shimadzu LC-20AD. The change of osteocalcin’s area during 2 months on soymilk grup (NOV-1), calcium from egg shells grup (NOV-2), soymilk fortified calcium from chicken egg shell grup (NOV-3), and distilled water (NOV-4) grup were ∆x02=3.709.213, ∆x02=2.935.489, ∆x02=5.518.221 and

∆x02=2.436.912 respectively.

(11)

xi

HALAMAN PERSETUJUAN... ... iii

HALAMAN PENGESAHAN... .. iv

HALAMAN PERNYATAAN... .... v

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

ABSTRAK ... xi

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

DAFTAR ISTILAH ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 4

II.1 Struktur Makroskopik Tulang... . 4

II.2 Komposisi Tulang……….………...………… 6

II.3 RemodelingTulang...….……….……… 8

II.4 Biomarker BoneTurnover…..………..……… 12

II.4.1 Osteokalsin…..……….………...……… 12

II.4.2 Biomarker BoneTurnover Lainnya….………. 13

II.5 Kedelai dan Fitoestrogen..….………...……… 18

(12)

xii

II.6 Kalsium dan Cangkang Telur…….….………... 19

II.7 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)..………... 23

BAB III METODOLOGI PENELITIAN……….. 30

III.1 Alat dan Bahan... 30

III.2 Metode Kerja………... 30

III.2.1. Kalsinasi Limbah Cangkang Telur ……… 30

III.2.2 Penyiapan Serbuk Sari Kedelai ………. 31

III.2.3 Penyiapan Larutan Sampel... 31

III.2.3.1 Penyiapan Larutan Kalsium ... 31

III.2.3.2 Penyiapan Sari Kedelai... 31

III.2.3.3 Penyiapan Sari Kedelai yang Difortifikasi Kalsium.... 31

III.2.4 Pemilihan dan Penyiapan Hewan Uji……….. 32

III.2.5 Perlakuan Terhadap Hewan Uji... 32

III.2.6 Analisis Serum…...……… 33

III.2.6.1 Penyiapan Serum……… 33

III.2.6.2 Pembuatan Metanol 5%... 33

III.2.6.3 Pembuatan Larutan Amonium Hidrogen Karbonat… 33 III.2.6.4 Proses Ekstraksi Sampel……… 33

III.2.6.5 Analisis Menggunakan KCKT……… 34

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……….. 35

IV.1 Hasil Penelitian………... 35

IV.2 Pembahasan……… 36

(13)

xiii

BAB V PENUTUP……… 42

V.1 Kesimpulan………. 42

V.2 Saran………... 42

DAFTAR PUSTAKA………. 43

LAMPIRAN………. 46

(14)

xiv

Tabel halaman

1. Konsumsi Harian Kalsium yang Disarankan……….... 20

2. Data Luas Area Osteokalsin….……….. 35

3. Profil Kromatogram Serum tanpa Preparasi………..………. 49

4. Profil Kromatogram Amonium Hidrogen Karbonat……..………... 50

5. Profil Kromatogram Serum dengan Preparasi Menggunakan Amonium Hidrogen Karbonat………..……….... 51

6. Profil Kromatogram Serum NOV-1 Awal Perlakuan………..…... 52

7. Profil Kromatogram Serum NOV-1 Bulan Pertama………... 53

8. Profil Kromatogram Serum NOV-1 Bulan Kedua……… 54

9. Profil Kromatogram Serum NOV-2 Awal Perlakuan……… 55

10. Profil Kromatogram Serum NOV-2 Bulan Pertama………... 56

11. Profil Kromatogram Serum NOV-2 Bulan Kedua……….. 57

12. Profil Kromatogram Serum NOV-3 Awal Perlakuan………. 58

13. Profil Kromatogram Serum NOV-3 Bulan Pertama……… 59

14. Profil Kromatogram Serum NOV-3 Bulan Kedua……….. 60

15. Profil Kromatogram Serum NOV-4 Awal Perlakuan……….. 61

16. Profil Kromatogram Serum NOV-4 Bulan Pertama……… 62

17. Profil Kromatogram Serum NOV-4 Bulan Kedua……….. 63

(15)

xv

1. Struktur Makroskopik Tulang……….… 5

2. Remodeling Tulang……….………. 11

3. Metabolisme Osteokalsin ………... 13

4. Biomarker Bone Turnover ……….…. 15

5. Struktur Kimia Beberapa Isoflavon dalam Kedelai…………... 19

6. Struktur Mikroskopik Cangkang Telur………... 22

7. Skema Aliran Sampel pada KCKT………... 27

8. Perbandingan Luas Area Serum Osteokalsin tiap Perlakuan terhadap Kontrol Normal..………..………… 38

9. Perbandingan Nilai Perubahan Luas Area Osteokalsin Menggunakan Kalsium,Sari Kedelai, dan Fortifikasi ... 40

10. Perbandingan Nilai Luas Area Osteokalsin Awal Bulan, Bulan Pertama dan Bulan Kedua pada Semua Kelompok Perlakuan….. 40

11. Profil Kromatogram Serum tanpa Preparasi………... 49

12. Profil Kromatogram Amonium Hidrogen Karbonat………... 50

13. Profil Kromatogram Serum dengan Preparasi Menggunakan Amonium Hidrogen Karbonat……….….... 51

14. Profil Kromatogram Serum NOV-1 Awal Perlakuan…………... 52

15. Profil Kromatogram Serum NOV-1 Bulan Pertama……….... 53

16. Profil Kromatogram Serum NOV-1 Bulan Kedua……….... 54

17. Profil Kromatogram Serum NOV-2 Awal Perlakuan………... 55

(16)

xvi

18. Profil Kromatogram Serum NOV-2 Bulan Pertama……….. 56

19. Profil Kromatogram Serum NOV-2 Bulan Kedua……….. 57

20. Profil Kromatogram Serum NOV-3 Awal Perlakuan………. 58

21.Profil Kromatogram Serum NOV-3 Bulan Pertama………... 59

22. Profil Kromatogram Serum NOV-3 Bulan Kedua……….. 60

23. Profil Kromatogram Serum NOV-4 Awal Perlakuan………. 61

24. Profil Kromatogram Serum NOV-4 Bulan Pertama………... 62

25. Profil Kromatogram Serum NOV-4 Bulan Kedua……….. 63

26. Kacang Kedelai………...………... 64

27. Sari Kedelai yang Diliofilisasi……… 64

28. Serbuk Sari Kedelai………... 64

29. Cangkang Telur……….. 65

30. Kalsium Oksida dari Cangkang Telur………. 65

31. Freezed Drier………..… 66

32. Seperangkat solid phase extraction (SPE) Supelclean LC-SAX Supelco………... 66

33. KCKT Shimadzu LC-20AD, penyaring KCKT………... 66

34. Pengabilan Darah secara Intrakardiak………... 67

35. Sampel Darah………..………... 67

36. Sampel Serum……….………... 67

(17)

xvii

1. Skema Pembuatan Sari Kedelai………... 46

2. Skema Kalsinasi dari Limbah cangkang Telur Ayam Ras…… 47

3. Skema Pengujian pada Hewan Coba dan Analisis Serum….. 48

4. Profil Kromatogram….………. 49

5. Gambar Kedelai…..……….. 64

6. Gambar Kalsium……….……….. 65

7. Gambar Alat-Alat Penelitian………... 66

8. Gambar Proses Penyiapan Serum………...………... 67

9. Konversi Dosis... 68

(18)

xviii Singkatan/istilah Arti

ALP Alkali phosphatase

CTX C-terminal telopeptide

DPD Deoksipyridolin

ERs Estrogen receptors

GAGs Glycosaminoglicans

Hematopoietik Substansi yang berperan dalam pembentukan sel-sel darah.

HRT Hormon replacement therapy

IGF Insulin growth factor

IL Interleukin

KCKT Kromatografi cair kinerja tinggi

kD Kilodalton

NTX N-mid telopeptide

PICP C-terminal propeptide

PINP N-terminal propeptide

PYD Pyridolin

TRACP5 Tartrate-resistant phosphatase acid 5

(19)

1

Kepadatan tulang ditentukan oleh besarnya kandungan mineral pada matriks tulang yang terutama tersusun oleh kalsium. Kepadatan dan tebal tulang menentukan kekuatan tulang. Selain itu, kepadatan tulang yang tinggi pada masa pramenopause dapat mempertahankan deposit kalsium tulang sehingga mengurangi kehilangan atau penurunan kalsium pada masa menopause (1,2).

Tebal dan massa tulang setiap saat mengalami perubahan penambahan dan pengurangan melalui proses remodeling. Proses pembentukan tulang terutama melibatkan osteoblas sebagai sel utama penghasil matriks tulang. Osteoblas juga mengatur konsentrasi ion kalsium pada matriks melalui pelepasan kalsium dari intraseluler (1).

Hilangnya estrogen karena menopause, dapat mempercepat hilangnya mineral pada tulang. Kehilangan tersebut dapat mencapai 3%

per tahun selama lima tahun dan 1% pada tahun-tahun berikutnya.

Estrogen sangat diperlukan dalam pembentukan osteoblas di jaringan mieloid sumsum merah pada individu dewasa, di samping faktor nutrisi, hormon paratiroid, vitamin D, sitokin, kortisol, dan aktivitas individu (2,3).

Kedelai merupakan salah satu kelompok fitoestrogen. Fitoestrogen merupakan kelompok senyawa nonsteroid yang telah terbukti dapat secara langsung berikatan dengan reseptor estrogen. Secara fungsional,

(20)

fitoestrogen dapat memberikan efek estrogenik maupun antiestrogenik.

Unsur utama yang berperan disini adalah kandungan isoflavonnya (4).

Isoflavon dalam kedelai mempunyai multi fungsi, salah satu diantaranya adalah memacu pertumbuhan tulang. Kedelai dengan kandungan isoflavonnya dapat meningkatkan pembentukan tulang karena isoflavon menstimulasi aktifitas osteoblas dan meningkatkan produksi hormon pertumbuhan dengan demikian maka pertumbuhan tulang juga akan terpacu (5).

Kelemahan utama dari pemanfaatan kedelai dalam adalah kandungan kalsiumnya yang kecil. Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh, yaitu sebanyak 1,5%-2% dari bobot badan orang dewasa. Sebanyak 99% dari jumlah tersebut terdapat pada jaringan keras, yaitu tulang dan gigi, selebihnya kalsium tersebar dalam tubuh (5).

Kadar kalsium dalam cangkang telur sebesar 15,36±0,30 g/100g pada kulit telur ayam ras, 14,51±0,18 g/100g pada kulit telur ayam bukan ras, 16,72±0,26 g/100g pada kulit telur itik. Limbah utama sebagai hasil dari konsumsi harian rumah tangga, penggunaan pada warung-warung kecil, digunakan sebagai bahan baku pembuatan makanan misalnya penggunaan di restoran, pabrik roti dan mie adalah cangkang telur ayam ras, sehingga dalam penelitian ini ditetapkan cangkang telur ayam ras yang dijadikan sumber kalsium (6).

(21)

Osteokalsin merupakan protein nonkolagen yang terdapat paling banyak dalam tulang dan diproduksi sel osteoblas. Osteokalsin berperan penting dalam proses mineralisasi dan proses homeostasis ion kalsium.

Maka pemeriksaan osteokalsin merupakan parameter yang baik untuk menentukan gangguan metabolisme tulang pada saat pembentukan tulang dan penggantian tulang. Pemeriksaan osteokalsin sering dipakai sebagai biomarker awal pada pengobatan obat pembentuk tulang dan untuk menilai efektivitas hasil pengobatan. Hasil pemeriksaan osteokalsin cukup akurat dan stabil dalam menilai proses pembentukan tulang (7).

Profil kromatogram osteokalsin dapat dideteksi menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Kromatografi merupakan teknik yang mana solut atau zat-zat terlarut terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solut-solut ini melewati suatu kolom kromatografi.

Pemisahan solut-solut ini diatur oleh distribusi solut dalam fase gerak dan fase diam (8).

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang timbul adalah adakah perbedaan profil kromatogram osteokalsin dalam serum tikus betina (Rattus novergicus) dalam beberapa kelompok perlakuan.

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui perubahan luas area kromatogram osteokalsin dalam serum tikus betina (Rattus novergicus) yang diberi pelakuan, yaitu pemberian sari kedelai, pemberian kalsium dari cangkang telur ayam ras, pemberian sari kedelai yang difortifikasi kalsium dari cangkang telur ayam ras dan pemberian aquades.

(22)

4

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Struktur Makroskopik Tulang

Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh.

Ruang di tengah tulang tertentu berisi hematopoetik yang membentuk berbagai sel darah. Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat (9).

Hampir semua tulang berongga di bagian tengahnya. Struktur demikian memaksimalkan kekuatan struktural tulang dengan bahan yang relatif kecil atau ringan. Kekuatan tambahan diperoleh dari susunan kolagen dan mineral dalam jaringan tulang. Jaringan tulang dapat berbentuk anyaman atau lamelar. Tulang yang berbentuk anyaman terlihat saat pertumbuhan cepat, seperti sewaktu perkembangan janin atau sesudah terjadinya patah tulang, selanjutnya keadaan ini akan diganti oleh tulang yang lebih dewasa yang berbentuk lamelar. Tulang lamelar tersusun dari lempengan-lempengan mineral yang sangat padat.

Pola susunan semacam ini melengkapi tulang dengan kekuatan yang besar (9).

(23)

Gambar 1. Struktur Makroskopis Tulang Warwick dan William 1973

Diafisis adalah bagian tengah tulang yang berbentuk silinder. Bagian ini tersusun dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan yang besar.

Metafisis adalah bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir batang.

Daerah ini terutama disusun oleh tulang trabekular atau tulang spongiosa yang mengandung sel-sel hematopoetik. Metafisis juga menopang sendi dan menyediakan daerah yang cukup luas untuk perlekatan tendon dan ligamen pada epifisis. Lempeng epifisis adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-anak dan bagian ini akan menghilang pada tulang dewasa. Bagian epifisis langsung berbatasan dengan sendi sehingga pertumbuhan memanjang tulang terhenti. Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut periosteum yang mengandung sel-sel yang dapat berproliferasi dan berperan dalam proses pertumbuhan transversal

(24)

tulang panjang. Kebanyakan tulang panjang mempunyai arteria nutrisi khusus. Lokasi dan keutuhan dari arteri-arteri inilah yang menentukan berhasil atau tidaknya proses penyembuhan suatu tulang patah (9).

II.2 Komposisi Tulang

Tulang pada hakekatnya terdiri atas tiga komposisi utama sebagai berikut (10):

1. Senyawa organik

Senyawa organik utama penyusun tulang adalah protein dan protein utama penyusun tulang adalah kolagen tipe I yang merupakan 90-95%

bahan organik dan sisanya adalah medium homogen yang disebut subtansi dasar.

2. Subtansi dasar tulang.

Subtansi dasar terdiri atas cairan ekstraseluler ditambah dengan proteoglikan, khususnya kondroitin sulfat dan asam hialuronat. Fungsi utama dari bahan tersebut belum diketahui, akan tetapi diduga membantu pengendapan garam kalsium. Sedangkan, bahan anorganik utama adalah garam kristal yang diendapkan di dalam matriks tulang terutama terdiri dari kalsium dan fosfat yang dikenal sebagai kristal hidroksiapatit.

Subtansi dasar juga mengandung protein non kolagen dan beberapa protein tersebut sangat spesifik pada tulang. Protein non kolagen tersebut antara lain: osteonektin, osteokalsin (bone GLA-protein), osteopeontin (bone sialoprotein I) dan bone sialoprotein II, growth factor (IGF-I dan II), transforming growth factor β (TGFβ), bone morphogenetic protein (BMP).

(25)

Protein non kolagen utama adalah osteokalsin, yang menyusun matriks tulang sebesar 1%.

3. Sel-sel tulang

Sel tulang terdiri atas empat tipe sel yaitu: Sel osteoprogenitor, osteoblas, osteosit dan osteoklas.

a. Sel osteoprogenitor

Sel ini berasal dari mesenkim yang merupakan jaringan.

penghubung yang masih bersifat embrional, oleh karena itu osteoprogenitor masih memiliki kemampuan untuk mitosis, dengan demikian sel ini berfungsi sebagai sumber sel baru dari osteoblas dan osteoklas.

b. Osteoblas

Osteoblas adalah sel pembentuk tulang yang berasal dari sel progenitor dan ditemukan di permukaan tulang. Sel ini bertanggung jawab pada pembentukan dan proses mineralisasi tulang. Osteoblas berasal dari sel mesenkim dan sel ini dapat juga berkembang menjadi kondrosit, adiposit, myoblas, dan fibroblas. Osteoblas mensintesis kolagen dan glycosaminoglycans (GAGs) dari matriks tulang dan berperan dalam proses mineralisasi tulang. Osteoblas yang matang akan mengekspresikan beberapa senyawa kimia yang bisa digunakan identifikasi aktivitas osteoblas dalam serum yang biasa diberi istilah biochemical bone marker yaitu: kolagen tipe I, alkali fosfatase, osteopontin dan osteokalsin.

(26)

c. Osteosit

Osteosit adalah osteoblas yang terbenam dalam matriks tulang yang berhubungan dengan sel osteosit lain dan juga osteoblas pada permukaan tulang melalui kanalikuli yang mengandung cairan ekstraseluler. Hubungan antara sitoplasma dengan kanalikuli melalui gap junction yang memungkinkan osteosit dapat memberikan respon oleh adanya signal mekanik dan biokimiawi. Osteosit diyakini memainkan peran dalam hal merespon stimulasi mekanik, sensor adanya strain dan inisiasi respon terhadap modeling dan remodeling melalui beberapa mesengger kimia yang meliputi glukosa 6 fosfat dehidrogenase, nitric oxide (NO), dan IGF.

d. Osteoklas

Osteoklas bentuknya besar, bersifat multinukleat berasal dari sel hematopoietik yang merupakan prekusor monosit/makrofag. Sel ini kaya dengan enzim lisosom yang meliputi tartrate-resistant acid phosphatase (TRAP). Osteoklas berperan pada proses resorpsi tulang dan selama proses resorpsi, ion hidrogen yang dibentuk dari karbonik anhidrase memasuki plasma membran untuk melarutkan matriks tulang, lebih lanjut enzim lisosom yaitu kolagenase dan katepsin K dikeluarkan untuk kemudian mencerna matriks tulang.

II.3 Remodeling Tulang

Modeling tulang mengarah ke proses pengubahan ukuran dan bentuk tulang. Pertumbuhan tersebut terjadi hingga akhir pubertas, akan

(27)

tetapi peningkatan kepadatan masih terjadi hingga dekade ke empat, sedang remodeling adalah proses regenerasi yang terjadi secara terus menerus dengan mengganti tulang yang lama (old bone) dengan tulang yang baru (new bone). Remodeling berlangsung antara 2-8 minggu dimana waktu terjadinya pembentukan tulang berlangsung lebih lama dibanding dengan terjadinya resorpsi tulang. Proses remodeling berlangsung sejak pertumbuhan tulang sampai akhir kehidupan (10).

Tujuan remodeling tulang belum diketahui secara pasti, tetapi aktivitas tersebut dapat berfungsi antara lain (10):

1. Mempertahankan kadar ion kalsium dan fosfat ekstraseluler.

2.Memperbaiki kekuatan skeleton sebagai respon terhadap beban mekanik.

3. Memperbaiki kerusakan (repair fatique demage) tulang.

4. Mencegah penuaan sel tulang.

Modeling dan remodeling akan mencapai dua hal dalam kehidupan seseorang yaitu: pemanjangan tulang (longitudinal bone growth) dan kepadatan tulang (bone massa). Proses remodeling meliputi dua aktivitas yaitu: proses pembongkaran tulang (bone resorption) yang diikuti oleh proses pembentukan tulang baru (bone formation), proses yang pertama dikenal sebagai aktivitas osteoklas, sedangkan yang kedua dikenal sebagai aktivitas osteoblas. Proses remodeling melibatkan dua sel utama yaitu osteoblas dan osteoklas dan kedua sel tersebut berasal dari sumsum tulang (bone marrow) (10).

(28)

Proses remodeling tulang merupakan suatu siklus yang meliputi tahapan yang komplek yaitu (10):

1. Tahap aktivasi

Tahap aktivasi adalah tahap interaksi antara prekusor osteoblas dan osteoklas, kemudian terjadi proses diferensiasi, migrasi, dan fusi multinucleated osteclast dan osteoklas yang terbentuk kemudian akan melekat pada permukaan matriks tulang dan akan dimulai tahap berikutnya yaitu tahap resorpsi. Sebelum migrasi ke matrik tulang osteoklas tersebut akan melewati sederetan sel pembatas osteoblas pada permukaan tulang untuk dapat mengeluarkan enzim proteolitik. Interaksi sel antara sel stroma dan sel hematopoietik menjadi faktor penentu perkembangan osteoklas. Perkembangan osteoklas dari prekusor hematopoietik tidak bisa diselesaikan jika tidak ada kehadiran sel stroma.

Oleh karena itu hormon sistemik dan lokal yang mempengaruhi perkembangan osteoklas disediakan oleh sel stroma.

2. Tahap resorpsi

Tahap resorpsi adalah tahap pada waktu osteoklas akan mensekresi ion hidrogen dan enzim lisosom terutama cathepsin K dan akan mendegradasi seluruh komponen matriks tulang termasuk kolagen.

Setelah terjadi resorpsi maka osteoklas akan membentuk lekukan atau cekungan tidak teratur yang biasa disebut lakuna howship pada tulang trabekular dan saluran haversian pada tulang kortikal.

(29)

3. Tahap reversal

Tahap reversal adalah tahap pada waktu permukaan tulang sementara tidak didapatkan adanya sel kecuali beberapa sel mononuklear yakni makrofag, kemudian akan terjadi degradasi kolagen lebih lanjut dan terjadi deposisi proteoglycan untuk membentuk coment line yang akan melepaskan faktor pertumbuhan untuk dimulainya tahap formasi.

4. Tahap formasi

Tahap formasi adalah tahap pada waktu terjadi proliferasi dan diferensiasi prekusor osteoblas yang dilanjutkan dengan pembentukan matrik tulang yang baru dan akan mengalami mineralisasi. Tahap formasi akan berakhir ketika defek (cekungan) yang dibentuk oleh osteoklas telah diisi.

Gambar 2. Remodeling Tulang Ivaska K. 2005 (11)

(30)

II.4 Biomarker Bone Turnover II.4.1 Ostekalsin

Osteokalsin merupakan protein matriks tulang yang diproduksi utamanya oleh sel osteoblas selama fase pembentukan tulang. Struktur osteokalsin ditandai oleh tiga Gla residu yang menyebabkan protein tersebut memiiliki afinitas yang tinggi terhadap hidroksiapatit tulang (11).

Osteokalsin juga dikenal sebagai protein Gla yang merupakan salah satu biomarker pembentukan tulang. Osteokalsin merupakan protein yang

terikat dengan vitamin D atau vitamin K dan diproduksi oleh sel osteoblas (12).

Osteokalsin disintesis dari 11kDa preproosteokalsin dari 98 residu.

Molekul ini terdiri atas tiga bagian, yaitu 23 residu peptida signal yang digunakan selama proses translasi, 26 residu propeptida yang menjadi target protein γ-karboksilasi dan 49 residu protein (12). Vitamin K1 atau phylloquinone merupakan kofaktor esensial untuk proses pasca translasi γ-karboksilasi osteokalsin. Saat karboksilasi, kelompok karboksil diadisi

agar menjadi residu glutamil yang spesifik (Glu) pada posisi 17, 21, dan 24 membentuk residu γ-karboksiglutamil (Gla). Modifikasi ini menyebabkan perubahan konformasional, menstabilkan bentuk α-helix protein dan menyebabkan afinitas yang lebih besar terhadap kalsium dan hidroksiapatit (12).

(31)

Gambar 3. Metabolise Osteokalsin

Gundberg dan Weinstein 1986 (13)

Osteokalsin disintesis oleh osteoblas dan distimulasi oleh 1,25(OH)2D. Gla hadir dalam osteokalsin sebagai hasil dari pasca translasi vitamin K terikat karboksil oleh residu glutamil. Ikatan ke ion kalsium menginduksi perubahan konformasional pada molekul yang mengaitkan osteokalsin ke hidroksiapatit, sehingga kebanyakan osteokalsin disintesis oleh osteoblas utama dalam tulang. Beberapa osteokalsin berada dalam sirkulasi dalam bentuk utuh ataupun sebagai fragmen (13).

II.4.2 Biomarker BoneTurnover Lainnya Propeptida Kolagen Tipe I

Di ujung C- dan N-Terminal merupakan molekul prokolagen tipe I yang terbentuk selama pembentukan ekstraseluler dan fibril kolagen.

Proses tersebut menghasilkan dua peptida, yakni C-Terminal propeptide

(32)

(PICP) dan N-Terminal propeptide (PINP) yang diproduksi berdasarkan perbandingan stoikiometri dengan biosintesis kolagen selama pembentukan tulang. PICP adalah suatu protein berbentuk bulat dengan suatu bobot molekul sekitar 100 kDa beredar sebagai molekul tunggal dan mempunyai waktu paruh 6-8 menit di dalam serum dan dibersihkan dari sirkulasi oleh sel annose yang berada dalam hati. PINP berbentuk bulat, sebagian seperti bentuk sekrup dengan bobot molekul 35 kDa. Protein ini dieliminasi dari peredaran oleh reseptor scavanger di hati. Kolagen tipe I merupakan komponen dari beberapa jaringan lunak dan propeptida yang berada dalam sirkulasi bisa saja bersumber dari jaringan lain selain tulang.

Namun, jaringan lain diasumsikan mengontribusikan sangat sedikit propeptida yang tersirkulasi dalam darah karena kecepatan pembongkaran kolagen di jaringan non skeletal secara signifikan lebih lambat daripada jaringan skeletal. Immunoassai telah dikembangkan untuk mengukur PICP dan PINP di dalam darah dan kedua-duanya merupakan penanda pembentukan tulang (11).

Alkali Fosfatase (ALP)

ALP merupakan enzim yang terletak di bagian terluar dari permukaan sel. Ada tiga jaringan spesifik yang dapat memproduksi ALP, yakni usus, plasenta, dan sel kuman. Adapun jaringan non spesifik yang dapat menghasilkan ALP adalah jaringan-jaringan hati dan tulang. ALP merupakan enzim yang terletak dibagian terluar dari permukaan sel. Pada orang dewasa, sebagian dari total ALP berasal dari hati dan sebagian

(33)

lainnya berasal dari tulang. Walaupun ALP hati dan tulang memiliki sekuen asam amino yang sama namun keduanya memiliki isoform yang berbeda. Pengukuran ALP spesifik tulang lebih akurat untuk menilai pembentukan tulang dibandingkan dengan pengukuran total ALP.

Pengukuran ALP spesifik tulang dilakukan dengan menggunakan kit yang memanfaatkan antibodi monoklonal (11).

Gambar 4. Biomarker Bone Turnover Ivaska K. 2005 (11)

Pyridolin (PYD) dan Deoksipyridolin (DPD)

PYD dan DPD merupakan molekul kolagen yang telah diistabilkan.

PYD dan DPD dilepaskan ke dalam sirkulasi selama resorpsi tulang, kemudian dikeluarkan bersama urin. Sejumlah PYD dan DPD dalam urin dan serum sebagian besar diperoleh dari tulang (10).

(34)

Collagen Cross-linked Telopeptides, NTX dan CTX.

Derivat peptida cross-link yang merupakan bagian dari kolagen dapat digunakan sebagia biomarker. Imunoassai yang dikembangkan untuk telopeptida N-terminal dari kolagen tipe I disebut NTX dan untuk telopeptida C-terminal disebut CTX yang diproduksi oleh sel osteoklas.

NTX dan CTX dapat dideteksi dalam serum maupun urin (11).

Tartrate-Resistant Phosphatase Acid (TRACP)

TRACP5 merupakan salah satu dari lima isoenzim yang dihasilkan oleh sel osteoklas yang memiliki keunikan dibandingkan dengan isoenzim yang lain, yakni mengandung asam sialik dan memiliki pH opptimum yang berbeda dari isoenzim lainnya. TRACP5 dapat dideteksi dalam serum sebagai penanda aktivitas sel osteoklas (11).

II.5 Kedelai dan Fitoestrogen Klasifikasi tanaman (14):

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonnae Ordo : Leguminales

Famili : Leguminoceae Marga :Glycine Spesies : Glycine max L. Merr

Kedelai mengandung protein, zat besi,kalsium, vitamin A, B, B1 , B2, yang lebih banyak dibandingkan dengan jenis kacang lainnya, juga

(35)

B12 yang berperan dalam pembentukan sel-sel darah merah. Kandungan lesitin pada kedelai, yang mengandung lemak tak jenuh linoleat, oleat dan arakhidonat yang berfungsi sebagai lipotropikum yaitu zat yang mencegah penumpukan lemak berlebihan dalam tubuh sedangkan kandungan serat kedelai yang sangat tinggi dapat membantu merangsang metabolisme dan dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Zat lain yang terkandung dalam kedelai adalah genistein, daidzein, dan glycitein yang termasuk isoflavon yaitu senyawa fitoestrogen yang dapat menghambat pertumbuhan sel kanker atau tumor (14).

Fitoestrogen merupakan suatu substrat dari tumbuhan yang memiliki aktivitas mirip estrogen. Fitoestrogen merupakan dekomposisi alami yang ditemukan pada tumbuhan yang memiliki banyak kesamaan dengan estradiol, bentuk alami estrogen yang paling poten. Penggunaan fitoestrogen memiliki efek keamanan yang lebih baik dibandingkan dengan estrogen sintesis atau obat-obat hormonal pengganti (hormonal replacement therapy/HRT) (16).

Ada tiga kandungan kimia utama tumbuhan kedelai yang memiliki sifat dan fungsi seperti estrogen di dalam tubuh, yaitu lignin (enterolakton dan enterodiol), isoflavon (genistein, daidzein, biochanin A, dan glycitein), dan coumestan. Dua zat utama fitoestrogen yang ditemukan pada makanan manusia adalah lignan (enterodiol dan enterolakton) dan isoflavon (daidzein, genistein, dan glycitein) (17).

(36)

Aktivitas estrogenik isoflavon terkait dengan struktur kimianya yang mirip dengan stilbestrol, yang biasa digunakan sebagai obat estrogenik.

Bahkan, isoflavon mempunyai aktivitas yang lebih tinggi dari stilbestrol.

Daidzein merupakan senyawa isoflavon yang aktivitas estrogeniknya lebih tinggi dibandingkan dengan senyawa isoflavon lainnya. Aktivitas estrogenik tersebut terkait dengan struktur isoflavon yang dapat ditransformasikan menjadi equol, dimana equol mempunyai struktur fenolik yang mirip dengan hormon estrogen (16).

Genistein adalah fitoestrogen yaitu bahan kimia yang mirip estrogen pada tumbuhan yang berfungsi sebagai prekursor pada metabolisme manusia. Fitoestrogen ini secara alami menjadi bahan kimia yang dapat berinteraksi dengan reseptor estrogen untuk melemahkan estrogen atau dengan kata lain sebagai antiestrogen. Fitoestrogen ini tersusun atas komponen-komponen besar senyawa non steroid yang mirip dengan estrogen (16).

Isoflavon merupakan bagian dari flavonoid yang banyak ditemukan di dalam kedelai. Kandungan utama isoflavon di kedelai adalah genistein dan daidzein walaupun sebenarnya ada banyak kandungan isoflavon lain seperti glycitein dan biochanin A. Kedelai mengandung lebih banyak genistein daripada daidzein walaupun rasio ini bervariasi dalam produk kedelai yang berbeda (14).

(37)

Gambar 5. Beberapa Struktur Isoflavon dalam Kedelai Darma dkk. 2008 (14)

Hormon estrogen berpengaruh pula terhadap metabolisme tulang, terutama proses kalsifikasi, maka adanya isoflavon yang bersifat estrogenik dapat berpengaruh terhadap berlangsungnya proses kalsifikasi. Dengan kata lain, isoflavon dapat mencegah proses osteoporosis pada tulang sehingga tulang tetap padat dan masif (16).

II.6 Kalsium dan Cangkang Telur

Mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh manusia adalah kalsium, yaitu sebanyak 1,5 sampai 2% dari berat badan orang dewasa atau sekitar satu kilogram (18).

Kalsium mempunyai fungsi dalam pembentukan tulang dan gigi, katalisator reaksi-reaksi biologik, dan kontraksi otot. Pada pembentukan tulang, kalsium di dalam tulang mempunyai dua fungsi yaitu sebagai bagian integral dari struktur tulang dan sebagai tempat menyimpan kalsium (18).

Glycetein, BM=286 Biochanin A, BM=284

Daidzein, BM=254 Genistein, BM=270

(38)

Kalsium dalam suatu bahan pangan tidak semua dapat dimanfaatkan untuk keperluan tubuh. Hal ini bergantung pada ketersediaan biologisnya (bioavailabilitas). Bioavailabilitas kalsium menunjukkan proporsi kalsium yang tersedia untuk digunakan dalam proses metabolis terhadap kalsium yang dikonsumsi. Semakin tingggi kebutuhan dan semakin rendah persediaan kalsium dalam tubuh akan menyebabkan absorpsi kalsium yang efisien (18).

Tabel 1. Konsumsi Kalsium Harian yang Disarankan (19)

KelompokPopulasi Umur Jumlah(mg/hari)

Bayi 0-6 bulan

7-12 bulan

400 600

Anak-anak

1-3 tahun 4-6 tahun 7-10 tahun 11-14 tahun 15-18 tahun

800 800 800 1200 1200

Dewasa

19-24 tahun 25-50 tahun

>50 tahun

1200 800 800

Ibu Hamil 1200

Ibu Menyusui 1200

Kalsium membutuhkan lingkungan yang asam agar dapat mempertahankan kalsium dalam bentuk ionik yang mudah diabsorpsi.

Absorpsi terutama terjadi pada bagian atas usus halus dan berkurang di bagian bawah usus halus yang berbatasan dengan usus besar. Dalam aliran darah, kalsium ditransportasikan dalam bentuk ion kalsium bebas atau terikat dengan protein,dimana konsentrasinya diregulasi secara ketat

(39)

oleh kontrol hormon. Ketika konsentrasi kalsium dalam darah rendah, kelenjar paratiroid akan melepaskan hormon paratiroid. Peran hormon paratiroid dalam peningkatan kalsium darah dilakukan melalui tiga jalur yaitu 1).menstimulasi perombakan kalsium dari tulang, 2). meningkatkan retensi kalsium di ginjal, dan 3). mengaktifkan vitamin D yang kemudian vitamin D dalam bentuk aktif (1,25(OH)2D3) akan merangsang peningkatan reabsorpsi kalsium di ginjal dan meningkatkan absorpsi kalsium di usus. Namun jika konsentrasi kalsium darah meningkat, kelenjar tiroid akan melepaskan kalsitonin yang kemudian akan mengembalikan konsentrasi kalsium ke dalam rentang jumlah normal dengan cara mengurangi perombakan kalsium dari tulang dan meningkatkan ekskresi kalsium di ginjal (18).

Kalsium yang merupakan mineral penting bagi tubuh dapat diperoleh dari berbagai sumber, salah satunya limbah cangkang telur ayam. Cangkang telur ayam mengandung 94% kalsium karbonat, 1%

kalium fosfat, 1% magnesium karbonat, dan 4% bahan organik sehingga memiliki potensi yang sangat baik sebagai sumber kalsium (20).

Secara makroskopik cangkang telur terdiri atas 4 lapisan utama, yaitu (6):

1. Lapisan Kutikula

Lapisan kutikula merupakan protein transparan yang melapisi permukaan cangkang telur.Lapisan ini melapisi pori-pori pada kulit telur,

(40)

tetapi sifatnya masih dapat dilalui gas sehingga keluarnyauap air dan gas

2 masih dapat terjadi.

2. Lapisan Busa

Lapisan ini merupakan lapisan terbesar dari kulit telur.Lapisan ini terdiri dari protein dan lapisan kapur yang terdiri dari lapisan kalsium karbonat, kalsium fosfat, magnesium karbonat dan magnesium fosfat.

Gambar 6. Struktur Makroskopik Cangkang Telur Saputra 2005 (20)

3. Lapisan Mamilari

Lapisan ini merupakan lapisan ketiga dari kulit telur yang terdiri dari lapisan yang membentuk kerucut dengan penampang bulat atau lonjong.Lapisan ini sangat tipis dan terdiri dari anyaman protein dan mineral.

4. Lapisan Membrana

Lapisan ini merupakan kulit telur yang terdalam.Terdiri dari dua lapisan selaput yang menyelubungi seluruh isi telur.Tebalnya lebih kurang 65 mikron.

Lapisan membrana Lapisan mamilari

Lapisan busa

Lapisan kutikula Lapisan membrana Lapisan mamilari

Lapisan kutikula Lapisan membrana Lapisan mamilari

Lapisan busa Lapisan membrana Lapisan mamilari

Lapisan kutikula Lapisan busa Lapisan membrana Lapisan mamilari Lapisan membrana Lapisan membrana Lapisan membrana Lapisan mamilari Lapisan membrana

Lapisan busa Lapisan mamilari Lapisan membrana

Lapisan busa Lapisan mamilari Lapisan membrana

Lapisan kutikula

Lapisan busa Lapisan mamilari Lapisan membrana

Lapisan busa Lapisan mamilari Lapisan membrana Lapisan mamilari Lapisan membrana Lapisan mamilari Lapisan membrana Lapisan mamilari Lapisan membrana Lapisan membrana Lapisan mamilari Lapisan membrana

Lapisan busa

Lapisan mamilari Lapisan membrana Lapisan membrana Lapisan membrana Lapisan membrana Lapisan mamilari

Lapisan membrana

(41)

Kalsium yang terkandung dalam cangkang telur dapat diekstraksi dengan terlebih dahulu mengeliminasi mineral-mineral lain melalui pemanasan tinggi, yaitu pada suhu 1000oC selama 5 jam.

II.7 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan teknik pemisahan untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam sampel.

Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa organik, maupun senyawa biologis; analisis ketidak murnian (impurities);

analisis senyawa-senyawa tidak mudah menguap (nonvolatil); penentuan molekul-molekul netral, ionik, maupun zwitter ion; isolasi dan pemurnian senyawa; pemisahan senyawa-senyawa dalam jumlah sekelumit (trace element), dalam jumlah banyak, dan dalam skala proses industri, KCKT merupakan metode yang tidak dekstruktif dan dapat digunakan untuk analisis kuantitatif dan kualitatif (8).

Cara Kerja KCKT

Kromatografi merupakan teknik yang mana solut atau zat-zat terlarut terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solut-solut ini melewati suatu kolom kromatografi. Pemisahan solut-solut ini diatur oleh distribusi solut dalam fase gerak dan fase diam (8).

Instrumentasi KCKT pada dasarnya terdiri atas delapan komponen, yaitu (8):

1. Wadah Fase Gerak

2. Sistem Penghantaran Fase Gerak

(42)

3. Alat untuk Memasukkan Sampel 4. Kolom

5. Detektor

6. Wadah Penampung Fase Buangan 7. Tabung Penghubung

8. Integrator atau Perekam

Wadah Fase Gerak pada KCKT

Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert).Wadah ini biasanya dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut.

Fase gerak sebelum digunakan harus dilakukan degassing (penghilangan gas) yang ada pada fase gerak, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama di pompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis. Pada saat membuat pelarut untuk fase gerak, maka sangat dianjurkan untuk menggunakan pelarut, buffer, dan reagen dengan kemurnian yang sangat tinggi, dan lebih terpilih jika pelarut-pelarut yang digunakan untuk KCKT berderajat KCKT (HPLC grade). Adanya pengotor dalam reagen dapat menyebabkan gangguan pada sistem kromatografi. Adanya partikel yang kecil dapat terkumpul dalam kolom atau dalam tabung yang sempit, sehingga dapat mengakibatkan suatu kekosongan kolom atau tabung tersebut.Karenanya, fase gerak sebelum digunakan harus disaring terlebih dahulu untuk menghindari partikel- partikel kecil ini (8).

(43)

Fase Gerak pada KCKT

Fase gerak atau eluen biasanya terdiri dari campuran pelarut yang dapat bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponen-komponen sampel. Untuk fase normal (fase diam lebih polar daripada fase gerak), kemampuan elusi meningkat dengan meningkatnya polaritas pelarut. Sementara untuk fase terbalik (fase diam kurang polar daripada fase gerak), kemampuan elusi menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut (8).

Elusi dapat dilakukan dengan cara isokratik (komposisi fase gerak tetap sama selama elusi) atau dengan cara bergradien (komposisi fase gerak berubah-ubah selama elusi). Elusi bergradien digunakan untuk meningkatkan resolusi campuran yang kompleks terutama jika sampel mempunyai kisaran polaritas yang luas (8).

Fase gerak yang paling sering digunakan untuk pemisahan dengan fase terbalik adalah campuran larutan buffer dengan metanol atau campuran air dengan asetonitril. Untuk pemisahan dengan fase normal, fase gerak yang sering digunakan adalah campuran pelarut-pelarut hidrokarbon dengan pelarut yang terklorisasi atau menggunakan pelarut- pelarut jenis alkohol. Pemisahan dengan fase normal ini kurang umum dibandingkan dengan fase terbalik (8).

(44)

Pompa pada KCKT

Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang inert. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat, teflon, atau batu nilam. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan aliran 3 ml/menit. Untuk tujuan preparatif, pompa yang digunakan harus mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan 20 ml/menit (8).

Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantaran fase gerak adalah untuk menjamin proses penghataran fase gerak berlangsung secara tepat, reprodusibel, konstan, dan bebas dari gangguan. Ada 2 jenis pompa dalam KCKT yaitu pompa dengan tekanan konstan, dan pompa dengan aliran konstan (8).

Penyuntikan Sampel pada KCKT

Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fase gerak yang mengalir di bawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik yang terbuat dari tembaga tahan karat dan katup teflon yang dilengkapi dengan keluk sampel (sample loop) internal atau eksternal (8).

(45)

Gambar 7. Skema Aliran Sampel dalam KCKT Ebook (21)

Kolom pada KCKT

Ada dua jenis kolom pada KCKT yaitu kolom konvensional dan kolom mikrobor. Kolom mikrobor memiliki 3 keuntungan yang utama dibandingkan kolom konvensional, yakni (8):

1. Konsumsi fase gerak kolom mikrobor hanya 80% atau lebih kecil dibandingkan kolom konvensional karena pada kolom mikrobor kecepatan aliran fase gerak lebih lambat (10/100 µl/menit).

2. Adanya aliran fase gerak yang lebih lambat membuat kolom mikrobor lebih ideal jika digabungkan dengan spektrometer massa.

3. Sensitivitas kolom mikrobor ditingkatkan karena solut lebih pekat, karenanya jenis kolom ini sangat bermanfaat jika jumlah sampel terbatas, misalnya sampel klinis.

Fase Diam pada KCKT

Kebanyakan fase diam pada KCKT berupa silika yang dimodifikasi secara kimiawi, silika yang tidak dimodifikasi, dan polimer-polimer stiren

(46)

dan divinil benzen. Permukaan silika bersifat polar dan sedikit asam karena adanya residu gugus silanol (Si-OH) (8).

Silika dapat dimodifikasi secara kimiawi dengan menggunakan reagen-reagen seperti klorosilan. Reagen-reagen ini akan bereaksi dengan gugus silanol dan menggantinya dengan gugus-gugus fungsional yang lain. Hasil reaksi yang diperoleh disebut dengan silika fase terikat yang stabil terhadap hidrolisis karena terbentuk ikatan-ikatan siloksan (Si- O-O-Si). Silika yang dimodifikasi ini mempunyai karakteristik kromatografik dan selektifitas yang berbeda jika dibandingkan dengan silika yang tidak dimodifikasi (8).

Detektor KCKT

Detektor pada KCKT dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu:

detektor universal (yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik, dan tidak bersifat selektif) seperti detektor indeks bias dan detektor yang spesifik dan selektif, seperti detector UV-Vis, detektor fluoresensi, dan elektrokimia (8).

Idealnya suatu detektor harus mempunyai karakteristik sebagai berikut (8):

1. Mempunyai respon terhadap solute yang cepat dan reprodusibel.

2. Mempunyai sensitifitas yang tinggi, yakni mampu mendeteksi solut pada kadar yang sangat kecil.

3. Stabil dalam pengoperasiannya.

(47)

4. Mempunyai sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran pita. Untuk kolom konvensional, selnya bervolume 8 µl atau lebih kecil, sementara kolom mikrobor selnya bervolume 1 µl atau lebih kecil lagi.

5. Signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi solut pada kisaran yang luas (kisaaran dinamis linier).

6. Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak.

Beberapa detektor yang sering digunakan dalam KCKT (8):

1. Detektor Spektrofotometri UV-Vis 2. Detektor photodiode-array (PDA) 3. Detektor Fluoresensi

4. Detektor Indeks Bias 5. Detektor Elektrokimia

Komputer, Integrator, atau Rekorder

Alat pengumpul data seperti komputer, integrator, atau rekorder dihubungkan dengan detektor. Alat ini akan mengukur sinyal elektronik yang dihasilkan oleh detektor lalu memplotkannya sebagai suatu kromatogram (8).

(48)

30

METODOLOGI PENELITIAN

II.1 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah alat pentanur, blender, pengayak no. 60 mesh, freeze drier, jarum oral, syringe 1 ml, sentrifuse, KCKT Shimadzu LC-20AD, penyaring KCKT, vial autosampler KCKT, kolom Shim-Pack ODS C18 250 x 4,6 mm, kolom solid phase extraction (SPE) Supelclean LC-SAX Supelco, vakum dan alat-alat gelas.

Bahan yang digunakan adalah kedelai, cangkang telur ayam ras, amonium hidrogen karbonat, metanol pro analisis, metanol pro HPLC, aquades, aquades pro HPLC, kertas saring Whatman 0,5 µm, aluminium foil, tabung evendorf.

Hewan coba yang digunakan adalah tikus betina umur 20 hari dengan bobot badan 100-120g.

II.2 Metode Kerja

II.2.1. Kalsinasi Limbah Cangkang Telur (17,22)

Kalsinasi dilakukan dengan menyiapkan 1 kg cangkang telur kemudian dicuci dengan air mengalir, dibersihkan dari kulit arinya, diangin-anginkan lalu diblender. Cangkang telur dipijarkan hingga menjadi abu dan dikalsinasi menggunakan tanur pada 10000C selama 6 jam diperoleh serbuk kalsium sebanyak 467,8 g. Serbuk kalsium yang

(49)

diperoleh kemudian diayak untuk memperoleh ukuran partikel yang seragam menggunakan pengayak no.60. Serbuk kalsium siap digunakan.

II.2.2 Penyiapan Serbuk Sari Kedelai (23)

Pembutan sari kedelai dilakukan dengan menyiapkan 1 kg kedelai kemudian direndam selama 12 jam, dikeluarkan kulit arinya, diblender dengan 1000 mL air panas, disaring dan ampas yang diperoleh diekstraksi kembali dengan 1000 mL air panas. Hasil saringan yang diperoleh diliofilisasi dengan freeze drier. Diperoleh sari kedelai kering sebanyak 380,95 g. Sari kedelai kering siap digunakan.

II.2.3 Penyiapan Larutan Sampel II.2.3.1 Penyiapan Larutan Kalsium

Larutan kalsium dengan dosis 72 mg/kg berat badan per hari dibuat dengan melarutkan sejumlah serbuk kalsium sesuai perhitungan dosis dalam air hingga volume 1ml.

II.2.3.2 Penyiapan Sari Kedelai

Sari kedelai dengan dosis 100 mg/kg berat badan per hari dibuat dengan melarutkan sejumlah sari kedelai kering sesuai perhitungan dosis dalam air hingga volume 1ml.

II.2.3.3 Penyiapan Sari Kedelai yang Difortifikasi Kalsium

Sari kedelai kering dicampur dengan serbuk kalsium dengan dosis masing-masing 100mg/kg berat badan per hari dan 72mg/kg berat badan per hari, kemudian dilarutkan dalam air hingga volume 1ml.

(50)

II.2.4 Pemilihan dan Penyiapan Hewan Uji (2)

Hewan uji yang digunakan adalah tikus betina (Rattus norvegicus) yang sehat dan aktivitas normal sebanyak 12 ekor, umur 20 hari dengan berat badan 100-120 g.

Tikus diberi pakan standar dan air minum ad libitum. Hewan coba ditempatkan di dalam kandang individu dan diadaptasikan terhadap pakan dan lingkungan selama sepuluh hari.

II.2.5 Perlakuan Terhadap Hewan Uji (1,2,5)

Tikus sebanyak 12 ekor yang memenuhi kriteria inklusi, diaklimatisasi di dalam laboratorium. Masing–masing dikandangkan secara individual, serta diberi pakan ternak dan air minum ad libitum selama sepuluh hari. Hewan coba dibagi menjadi 4 grup secara acak dengan 3 kali ulangan yaitu: kelompok pemberian sari kedelai dengan dosis 72mg/kg berat badan per hari (NOV-1), kelompok pemberian serbuk kalsium dari limbah cangkang telur dengan dosis 100mg/kg berat badan per hari(NOV-2), (kelompok pemberian sari kedelai (72mg/kg berat badan per hari) yang difortifikasi kalsium (100mg/kg berat badan per hari) dr limbah cangkang telur (NOV-3) dan kelompok kontrol negatif diberikan aquades (NOV-4). Perlakuan diberikan satu kali sehari yaitu pagi hari (jam 08.00) selama penelitian secara peroral. Perlakuan dilakukan selama 2 bulan.

(51)

II.2.6 Analisis Serum

II.2.6.1 Penyiapan Serum (24)

Sampel darah didiamkan kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 2000 rpm pada suhu ruang selama 10 menit, sampel serum yang telah diperoleh dikumpulkan dan disimpan pada suhu -20o(4).

II.2.6.2 Pembuatan Metanol 5%

Metanol 5% merupakan larutan yang digunakan untuk mencuci kolom SPE. Pembuatan larutan metanol 5% dilakukan dengan cara menuang 10 ml metanol pro analisis ke dalam labu tentu ukur 100 ml kemudian dicukupkan volumenya dengan aquades.

II.2.6.3 Pembuatan Larutan Amonium Hidrogen Karbonat 50 mM Larutan amonium hidrogen karbonat 50 mM merupakan larutan pengelusi kolom SPE. Pembuatan larutan amonium hidrogen karbonat 50 mM dengan cara menimbang 786 mg amonium hidrogen karbonat, kemudian dituang ke dalam labu tentu ukur 100 ml, dilarutkan dan dicukupkan volumenya dengan metanol pro analisis.

II.2.6.4 Proses Ekstraksi Sampel (13)

Sebanyak 0,1 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung evendorf, kemudian ditambahkan larutan amonium hidrogen karbonat 50 mM, disaring ke dalam SPE yang telah diaktifkan dengan metanol 5% dan dielusi dengan amonium hidrogen karbonat 50 mM sebanyak 5 ml,

(52)

kemudian dicuci dengan methanol 5% sebanyak 2 ml. Filtrat kemudian dikeringkan.

II.2.6.5 Analisis Menggunakan KCKT (13, 24, 25)

Filtrat yang dikeringkan dilarutkan dengan 2 ml metanol pro HPLC, disaring dan dimasukkkan ke dalam vial autosampler KCKT. Sebanyak 10 µl sampel dianalisis dengan KCKT Shimadzu LC-20 AD dengan kondisi

alat sebagai berikut:

Kolom : Shim-Pack ODS C18 250 x 4,6 mm Sistem : Fase Terbalik

Fase Gerak : Metanol : Air = 70 : 30 (v/v) Laju Alir : 0,5 ml/menit

Suhu Kolom : 40oC

Detektor : Photodiode array (PDA), UV 210 nm

(53)

35 IV.1 Hasil Penelitian

Tabel 2. Profil Kromatogram Osteokalsin

Kelompok Perlakuan

Profil Kromatogram Osteokalsin

Perubahan Luas Area

(∆x02) Frag-

men

Awal Bulan (0) Bulan ke-1 (1) Bulan ke-2 (2) Waktu

Retensi (RT)

Luas Area

(x)

Waktu Retensi

(RT)

Luas Area (x)

Waktu Retensi

(RT)

Luas Area (x)

Sari Kedelai (NOV-1)

I 12,30 19.967 12,41 6.120 12,38 2.457.744 2.437.777 II 17,47 74.060 17,63 47.949 17,57 988.290 914.230 III 18,88 9.931 19,00 7.045 18,97 367.137 357.206 Jumlah 103.958 Jumlah 61.114 Jumlah 3.813.171 3.709.213

Kalsium (NOV-2)

I 12,57 139.768 12,35 21.714 12,39 1.443.222 1.303.454 II 17,82 197.693 17,53 67.032 17,59 711.169 513.476 III 19,23 89.327 18,84 11.233 18,98 253.780 59.080 Jumlah 426.788 Jumlah 99.979 Jumlah 2.408.171 2.935.489

Fortifikasi (NOV-3)

I 12,31 - 12,37 135.904 12,40 3.956.722 3.956.722 II 17,44 - 17,56 266.882 17,60 1.152.777 1.152.777 III 18,83 - 18,99 75.556 18,99 408.722 408.722 Jumlah - Jumlah 478.342 Jumlah 5.518.221 5.518.221

Aquades (NOV-4)

I 12,31 - 12,33 18.237 12,37 1.348.545 1.348.545 II 17,44 - 17,51 75.794 17,54 793.450 793.450 III 18,83 - 18,86 12.612 18,92 294.917 294.917 Jumlah - Jumlah 106.643 Jumlah 2.436.912 2.436.912

(54)

IV.2 Pembahasan

Profil kromatogram osteokalsin dalam serum tikus betina (Rattus nivergicus) pada penelitian ini diperoleh secara kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). KCKT merupakan teknik pemisahan dan analisis senyawa tertentu dalam suatu sampel baik analisis kualitatif maupun kuantitatif (8).

Pada penelitian ini dibandingkan profil kromatogram osteokalsin tikus betina (Rattus novergicus) yang telah memperoleh perlakuan berbeda selama 2 bulan, di antaranya pemberian sari kedelai (NOV-1), pemberian kalsium dari limbah cangkang telur ayam ras (NOV-2), pemberian sari kedelai yang difortifikasi kalsium dari limbah cangkang telur ayam ras (NOV-3), dan pemberian aquades (NOV-4).

Osteokalsin yang diekstraksi dari serum dengan amonium hidrogen karbonat menghasilkan tiga fragmen yang diduga sebagai fragmen dari osteokalsin, ketiga fragmen ini teridentifikasi pada waktu retensi 12 menit 31 detik, 17 menit 44 detik dan 19 menit 23 detik.

Identifikasi fragmen-fragmen ini dilakukan dengan membandingkan profil kromatogram amonium hidrogen karbonat (Gambar 12), serum yang tidak dipreparasi dengan amonium hidrogen karbonat (Gambar 11), serta serum yang dipreparasi dengan amonium hidrogen karbonat (Gambar 13).

Setelah melakukan perbandingan diperoleh lima puncak yang diduga fragmen osteokalsin karena tidak terlihat pada profil kroatogram amonium hidrogen karbonat, yaitu pada waktu retensi 10 menit 27 detik, 12 menit 31 detik, 14 menit 18 detik , 17 menit 44 detik dan 19 menit 23 detik

(55)

(Gambar 13). Penelitian yang dilakukan oleh Niiranen et al. (2002) diidentifikasi tiga puncak yang sama dengan yang diperoleh pada penelitian ini, yakni puncak dengan waktu retensi 12 menit 31 detik, 17 menit 44 detik dan 19 menit 23 detik (24). Sehingga disimpulkan bahwa, ketiga senyawa ini yang merupakan fragmen osteokalsin.

Berdasarkan analisis, kelompok perlakuan hewan coba dengan pemberian sari kedelai yang difortifikasi kalsium dari limbah cangkang telur (NOV-3) menunjukkan perubahan nilai luas area yang paling besar (∆x02=5.518.221), kemudian secara berturut-turut kelompok perlakuan dengan pemberian sari kedelai (NOV-1) dengan nilai perubahan luas area (∆x02=3.709.213), kelompok pemberian kalsium (NOV-2) dengan nilai perubahan luas area (∆x02=2.935.489) dan kelompok kontrol normal (NOV- 4) dengan nilai perubahan luas area (∆x02=2.436.912).

Perbandingan kelompok perlakuan NOV-1, NOV-2, dan NOV-3 terhadap NOV-4 dilakukan untuk menilai efektivitas tiap kelompok perlakuan dalam meningkatkan kadar osteokalsin dalam serum yang dideskripsikan melalui data luas area. Osteokalsin sebagai biomarker pertumbuhan tulang akan meningkat kadarnya dalam serum jika faktor- faktor pertumbuhan tulang berada dalam jumlah yang cukup dalam tubuh.

Osteokalsin yang dihasilkan oleh osteoblas berfungsi dalam proses kalsifikasi, yakni mengendapkan kalsium ke dalam matriks tulang agar terbentuk tulang yang padat dan masif.

Referensi

Dokumen terkait

• Dari hasil perhitungan pada berbagai kondisi kemiringan mesin dengan variasi putaran mesin diperoleh bahwa unjuk kerja terbaik mesin diesel Mitsubishi 4DR5 sebagai

Artinya pemilik Toko Mas Onta sudah memberikan perhatian yang lebih fokus dalam bisnis toko masnya misalnya dengan memonitor dari suplier model perhiasan terbaru

 Pada masa a(al Kesultanan &elau &elaka, Riau menjadi tempat pusat a!ama islam1 Setelah itu perkemban!an a!ama Islam di Siak menjadikan ka(asan ini

Syukur Alhamdulillah kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan Laporan Akhir ini yang berjudul “Pengaruh

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana hasil pengujian kuat tekan dan kuat lentur beton berdasarkan proporsi campuran pada perkerasan kaku jalan tol

Gadjah Mada University Press. Hubungan Antara Kepuasan Kerja Dengan Disiplin Kerja Karyawan Operator Shawing Computer Bagian Produksi Pada PT Primarindo Asia Infrastruktur Tbk

Hasil: Hasil uji antimikroba dari beberapa variasi kombinasi ekstrak etanol cabe jawa, kemukus, lada hitam, sirih hijau, sirih merah terhadap Escherichia coli

Berdasarkan penjelasan tersebut, dirasa penggunaan komputer sebagai salah satu bentuk multimedia pembelajaran dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman konsep