• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI RENDAHNYA SELF CONTROL SISWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI RENDAHNYA SELF CONTROL SISWA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI RENDAHNYA SELF CONTROL SISWA FACTORS INFLUENCING LOW SELF-CONTROL AMONG STUDENTS

Oleh:

La Sawal1), Ordiman Lasaima2)

1)2)Universitas Halu Oleo Email: [email protected] Kata Kunci:

Kontrol Diri

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi rendahnya self control siswa SMP Negeri 1 Kontunaga. Jenis penelitian adalah penelitian kualitatif. Informan dalam penelitian ini adalah guru mata pelajaran, guru Bimbingan dan Konseling, orangtua siswa, dan siswa SMP Negeri 1 Kontunaga. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara. Teknik analisis data menggunakan metode analisis deskrptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang memengaruhi rendahnya kontrol diri siswa SMP Negeri 1 Kontunaga adalah faktor usia, faktor lingkungan keluarga dan faktor situasi.

Keywords:

Self-Control

ABSTRACT

This study aims to determine the factors that influence the low self-control among students at SMP Negeri 1 Kontunaga. This type of research is qualitative research. In this study, the informants were subject teachers, Guidance and Counseling teachers, students' parents, and students of SMP Negeri 1 Kontunaga. Data were collected through interviews and analyzed using a qualitative descriptive method. The results confirm that the factors that influence students' low self-control at SMP Negeri 1 Kontunaga are age, family environment, and situation factors.

(2)

Pendahuluan

Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa. Pada periode ini berbagai perubahan terjadi baik perubahan hormonal, fisik, psikologis, maupun sosial. Masa remaja merupakan periode penting dari rentang kehidupan, suatu periode transisional, masa usia bermasalah, masa perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, namun belum termasuk orang dewasa.

Remaja ada di antara anak dan orang dewasa, oleh karena itu remaja seringkali dikenal dengan fase mencari jati diri.

Siswa yang sedang tumbuh dan berkembang, memerlukan bimbingan untuk mencapai kematangan, karena dalam perkembangannya tidak selalu berlangsung mulus. Pertumbuhan dan perkembanganya dapat dipercepat dengan rangsangan-rangsangan dari lingkungan dalam batas-batas tertentu, perkembangan dapat dicapai karena adanya proses belajar dan proses belajar hanyalah mungkin berhasil bila ada kematangan (Asrori & Ali, 2015: 11). Siswa sebagai individu yang sedang tumbuh dan berkembang tentu mengalami berbagai masalah dalam proses perkembangannya seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, masalah tersebut tentunya berdampak pada fisik dan psikis.

Sehingga mengakibatkan pergeseran pola pikir dan persepsi yang akhirnya akan membentuk suatu perilaku tertentu. Jika pola pikir dan persepsinya baik tentu akan menghasilkan self control atau kontrol diri yang tinggi tetapi sebaliknya apabila pola pikir dan penyesuaian dirinya tidak baik maka akan mengakibatkan self control yang rendah.

Kontrol diri merupakan salah satu potensi yang dapat dikembangkan dan digunakan oleh individu dalam proses hidup, termasuk dalam menghadapi kondisi yang ada di lingkungan sekitar.

Kontrol diri merupakan salah satu kapasitas yang perlu dimiliki oleh individu karena perilaku akan lebih terarah secara positif. Menurut Wallstons (Adeonalia, 2002: 36) kontrol diri adalah keyakinan individu bahwa tindakannya akan memengaruhi perilakunya dan individu sendiri yang dapat mengontrol perilaku tersebut. Ketika berinteraksi dengan orang lain, seseorang akan berusaha menampilkan perilaku yang dianggap paling tepat bagi dirinya, yaitu perilaku yang menyelamatkan interaksi-interaksi dari akibat negatif yang disebabkan karena respon yang dilakukanya. Kontrol diri diperlukan guna membantu individu dalam mengatasi kemampuannya yang terbatas dan mengatasi berbagai hal yang merugikan yang mungkin terjadi yang berasal dari luar.

Calhoun dan Acocella (Yofita & Ahmad, 2019) mengemukakan dua alasan yang mengharuskan individu mengontrol diri secara kontinyu. Pertama, individu hidup bersama kelompok sehingga dalam memuaskan keinginannya individu harus mengontrol perilakunya agar tidak menggangu kenyamanan orang lain. Kedua, masyarakat mendorong individu untuk secara konstan menyusun standar yang lebih baik bagi dirinya. Ketika berusaha memenuhi tuntutan, dibuatkan pengontrolan agar dalam proses pencapaian standar tersebut, individu tidak melakukan hal-hal yang menyimpang. Dalam perubahan dunia yang makin komplek ini self control penting dimiliki oleh setiap orang, hal ini terutama karena berbagai perubahan budaya dan gaya hidup akibat globalisasi menuntut seseorang untuk bersikap dan menempatkan diri sesuai keberadaannya di tengah-tengah orang lain dengan ragam budaya yang ada.

Self control atau kontrol diri yang tinggi lebih mengarah kepada kemampuan bagaimana individu mengendalikan tingkah laku. Menurut Goldfried & Merbaum (Muhid, 2009) kontrol diri diartikan sebagai kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur, dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa ke arah konsekuensi positif. Kemampuan mengontrol diri berkaitan dengan cara seseorang mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dalam dirinya. Individu juga akan berusaha mematuhi segala nilai dan aturan yang berlaku pada dirinya agar perilaku yang ditimbulkan tidak merugikan dirinya dan juga orang lain. Individu yang dapat menyesuaikan diri dengan kondisi dan keadaan yang diharapkan oleh sekolah akan lebih mampu dalam mengontrol diri dan mematuhi segala aturan yang ada.

Berbeda halnya dengan individu yang memiliki kontrol diri yang rendah, individu akan cenderung menampilkan perilaku yang menyimpang dan mengabaikan nilai dan aturan yang berlaku pada dirinya. Penyimpangan yang dilakukan individu cenderung menghadirkan kerugian bagi dirinya dan juga orang lain baik secara fisik maupun psikologis. Rendahnya kontrol diri individu juga membuat proses belajarnya terganggu, sehingga ia tidak dapat mengoptimalkan kemampuan yang

(3)

dimiliki, selain itu individu sangat gemar membuat masalah yang menurutnya itu membuatnya senang. Hal ini sejalan dengan Averil (Adeonalia, 2002: 37) yang mengemukakan bahwa kemampuan mengontrol diri sangat penting peranannya sehingga apabila seseorang tidak terkontrol maka dapat terjadi perilaku yang menyimpang.

Informasi dari hasil wawancara pra penelitian yang telah dilaksanakan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Kontunaga terhadap guru BK, ditemukan masalah pada siswa yang berkaitan dengan rendahnya kontrol diri siswa dalam hal kedisiplinan mematuhi tata tertib sekolah.

Dari hasil wawancara guru BK juga diketahui bahwa masih banyak siswa yang memiliki kecenderungan menampilkan perilaku yang mengabaikan nilai dan aturan di sekolah. Sering dijumpai siswa yang melakukan pelanggaran terhadap tata tertib sekolah seperti terlambat masuk sekolah, membolos, merokok di belakang gedung sekolah, membuat gaduh pada saat proses belajar mengajar berlangsung, serta menentang perintah guru. Namun bukan hanya sekedar itu saja, perilaku siswa sudah menjerumus pada perilaku destruktif seperti perkelahian dan pengeroyokan yang terjadi di sekolah.

Peneliti juga mewawancarai seorang guru mata pelajaran di SMP Negeri 1 Kontunaga untuk memperkuat permasalahan yang dialami oleh siswa. Dari hasil wawancara tersebut diperoleh informasi ada beberapa siswa yang melakukan pelanggaran tata tertib seperti perkelahian sesama siswa, terlambat dan suka membolos, merokok di belakang gedung sekolah, dan menentang perintah guru. Hal ini menunjukkan rendahnya kontrol diri siswa yang sejalan dengan pendapat Widiana, dkk (wulandari, 2018) bahwa ketidakmampuan individu mengontrol diri dapat menyebabkan timbulnya perilaku negatif, salah satunya yaitu kenakalan remaja.

Berdasarkan wawancara tersebut, sangat jelas bahwa beberapa siswa SMP Negeri 1 Kontunaga memiliki self control yang rendah. Hanya saja wujud fakor-faktor rendahnya self control yang dihadapi siswa masih sulit diketahui dengan sebab yang pasti, karena selama ini belum pernah ditelaah secara mendalam dan secara ilmiah. Oleh karena itu, untuk mengetahui penyebab serta alasan kenapa siswa memiliki kontrol diri yang rendah maka penelitian ini dianggap penting dilakukan. Karena dengan mengetahui berbagai faktor mengenai alasan siswa memiliki kontrol diri yang rendah, maka nantinya akan dicarikan solusi terhadap pemecahan masalah ini, sehingga dengan begitu siswa akan lebih mampu menyesuaikan perilaku dengan aturan yang berlaku pada dirinya dan mencapai hasil belajar yang diharapkan.

Rendahnya self control yang dialami siswa SMP Negeri 1 Kontunaga ini harus segera ditangani agar tidak membawa dampak yang buruk bagi siswa terutama bagi masa depan siswa, seperti kurangnya rasa tanggung jawab, dan kepekaan sosial yang kurang pada siswa, serta mengganggu proses belajar yang pada akhirnya akan berpengaruh pada menurunnya prestasi belajar siswa. Upaya penanganan atau penyelesaian suatu masalah akan lebih tepat manakala diketahui faktor-faktor yang menyebabkan masalah tersebut. Sehingga perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang memengaruhi rendahnya self control siswa, sehingga adanya upaya pemberian bantuan untuk dapat benar-benar menyelesaikan masalah-masalah siswa tersebut secara optimal. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui serta memahami faktor-faktor apa saja yang memengaruhi rendahnya self control siswa SMP Negeri 1 Kontunaga.

Pengertian Self Control

Blackhart (Kusumawardhani, dkk, 2018) menyatakan kontrol diri adalah kemampuan untuk mengendalikan dan meregulasi impuls atau dorongan, emosi, keinginan, harapan, dan perilaku lain yang ada di dalam diri. Selanjutnya, Gunarsa (2010: 251) mengemukakan self control (kontrol diri) adalah suatu usaha individu untuk menahan keinginan-keinginan atau dorongan-dorongan sesaat yang bertentangan dengan tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma sosial. Menurut Goldfried &

Merbaum (Muhid, 2009) kontrol diri diartikan sebagai kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur, dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa ke arah konsekuensi positif.

Kemampuan mengontrol diri berkaitan dengan cara seseorang mengendalikan emosi serta dorongan- dorongan dalam dirinya. Berdasarkan berbagai pendapat tersebut, peneliti memahami bahwa self

(4)

control adalah kemampuan untuk menyusun, membimbing dan pengaturan proses-proses fisik dan psikologis yang mengarahkan pada bentuk perilaku dan keyakinan bahwa tindakannya akan membawa individu kearah konsekuensi positif.

Aspek-aspek Self Control

Menurut Tangney, dkk (2004) terdapat tiga aspek dalam kemampuan mengontrol diri, yaitu:

1. Breaking habits (melanggar kebiasaan)

Breaking habits atau melanggar kebiasaan merupakan sesuatu yang berkaitan dengan melakukan perilaku di luar dari kebiasaan yang sering dilakukannya.

2. Resisting temptation (menahan godaan)

Resisting templation atau menahan godaan merupakan sesuatu yang berkaitan dengan penilaian individu terhadap regulasi diri mereka dalam menahan godaan.

3. Self discipline (disiplin diri)

Self discipline atau disiplin diri yaitu mengacu pada kemampuan yang mencerminkan kemampuan diri agar diri individu lebih terkontrol. Hal ini berarti individu mampu memfokuskan diri pada saat melakukan tugas atau melakukan suatu kegiatan.

Perkembangan Self Control

Vasta, dkk (Ghufron & Risnawita, 2011: 26) mengungkapkan bahwa perilaku anak pertama kali dikendalikan oleh kekuatan eksternal. Secara perlahan-lahan kontrol eksternal tersebut diinternalisasikan menjadi kontrol internal. Pada akhir tahun pertama, bayi mengalami kemajuan dalam hal kontrol diri. Bayi mulai memenuhi perintah dari kedua orangtuanya untuk menghentikan perilakunya. Antara usia 18-24 bulan muncul self control pada anak dan akan melakukan segala hal yang dilakukan oleh orangtuanya (Ghufron & Risnawita,2011: 27). Self control atau kontrol diri akan muncul pada tahun ketiga, ketika anak sudah mulai menolak segala sesuatu ysng dilakukan untuknya dan menyatakan keinginannya untuk melakukan sendiri. Setelah tiga tahun kontrol diri menjadi lebih terperinci dari proses pengalaman. Anak mulai mengembangkan strategi untuk menekan godaan yang dialaminya setiap hari. Mereka harus belajar menolak gangguan sewaktu akan melakukan sesuatu yang dapat memperoleh hadiah besar atau lebih penting belakangan. Pada usia empat tahun kontrol diri menjadi sifat kepribadian dengan nilai prediksi jangka panjang. Menurut Mischel (Ghufron &

Risnawita, 2011: 28) anak usia empat tahun yang dapat menunda kepuasan, pada usia empat belas tahun akan lancar berbicara, lebih percaya diri, lebih mampu mengatasi frustasi, dan lebih mampu menahan godaan.

Pada remaja kemampuan mengontrol diri berkembang seiring dengan perkembangan emosi.

Remaja dikatakan sudah mencapai kematangan emosi bila pada akhir masa remajanya tidak meledak emosinya di hadapan orang lain. Akan tetapi menunggu saat dan tempat yang lebih tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan cara-cara yang lebih diterima. Berdasakan beberapa pendapat tersebut, peneliti memahami bahwa remaja mampu mempertimbangkan suatu kemungkinan untuk menyelesaikan suatu masalah dan mempertanggungjawabkannya. Ketika individu mulai memasuki masa dewasa, ia akan mampu menjadi individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat.

Faktor-faktor yang Memengaruhi Self Control

Sebagaimana faktor psikologi lainnya, self control dipengaruhi oleh beberapa faktor. Secara garis besar menurut Ghufran dan Risnawita (2011: 32) faktor-faktor yang memengaruhi kontrol diri ini terdiri dari faktor internal (dari diri individu) dan faktor eksternal (lingkungan individu).

1. Faktor internal

Faktor dari dalam diri seorang individu yang dapat memengaruhi kontrol diri adalah usia. Usia merupakan faktor paling utama dalam pembentukan kontrol diri individu. Bertambahnya usia pada dasarnya akan diikuti dengan bertambahnya kematangan dalam berfikir dan bertindak. Hal ini dikarenakan pengalaman hidup yang telah dilalui lebih banyak dan bervariasi, sehingga akan sangat membantu dalam memberikan reaksi terhadap situasi yang dihadapi.

(5)

2. Faktor eksternal

a. Lingkungan keluarga

Lingkungan keluarga terutama orangtua sangat menentukan bagaimana kemampuan mengontrol diri seseorang. Keluarga yang menerapkan disiplin demokratis cenderung diikuti tingginya kemampuan mengontrol dirinya. Oleh karena itu, bila orangtua menerapkan sikap disiplin kepada anaknya secara intens sejak dini, dan orangtua tetap konsisten terhadap semua konsekuensi yang dilakukan anak bila ia menyimpang dari yang sudah diterapkan, maka sikap kekonsistenan inilah yang akan diinternalisasikan anak, dan kemudian akan menjadi kontrol diri baginya.

b. Situasi

Situasi merupakan faktor yang paling berperan dalam proses kontrol diri. Setiap orang memunyai strategi yang berbeda pada situasi tertentu, di mana strategi tersebut memunyai karakteristik yang unik. Situasi yang dihadapi akan dipersepsi berbeda oleh setiap orang, bahkan terkadang situasi yang sama dapat dipersepsi yang berbeda pula sehingga akan memengaruhi cara memberikan reaksi terhadap situasi tersebut. Setiap situasi memunyai karakter tertentu yang dapat memengaruhi pola reaksi yang akan dilakukan seseorang.

Fungsi Self Control

Mesina dan mesina (Gunarsa, 2004: 75) menyatakan bahwa kontrol diri memiliki beberapa fungsi, yaitu:

1. Membatasi perhatian individu terhadap orang lain

Dengan adanya kontrol diri, individu akan memberikan perhatian pada kebutuhan pribadinya pula, tidak berfokus pada kebutuhan-kebutuhan, kepentingan atau keinginan orang lain di lingkunganya.

2. Membatasi keinginan individu untuk mengendalikan orang lain di lingkungannya

Individu akan membatasi keinginannya atas keinginan orang lain, memberikan kesempatan kepada orang lain untuk berada pada ruang aspirasi masing-masing, atau bahkan menerima aspirasi orang lain tersebut secara penuh.

3. Membatasi individu untuk bertingkah laku negatif

Individu yang memiliki kontrol diri yang tinggi akan terhindar dari perilaku negatif. Kontrol diri memiliki arti sebagai kemampuan individu menahan dorongan atau keinginan untuk bertingkah laku (negatif) yang tidak sesuai dengan norma sosial.

4. Membantu individu untuk memenuhi kebutuhan individu secara seimbang

Pemenuhan kebutuhan individu untuk menjadi motif bagi setiap individu dalam bertingkah laku.

Individu yang memiliki kontrol diri yang baik akan berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya dalam takaran yang sesuai dengan kebutuhan yang ingin dipenuhinya.

Dampak Kontrol Diri yang Rendah

Hirschi dan Gottfredson (Aroma & Suminar, 2012: 3) mengembangkan The General Theory Of Crimeatau yang lebih dikenal dengan Low Self Control Theory. Teori ini menjelaskan bahwa perilaku kriminal dapat dilihat melalui single dimention yakni kontrol diri (self control). Individu dengan kontrol diri yang rendah memiliki kecenderungan untuk menjadi impulsif, senang berperilaku beresiko, dan berpikiran sempit. Individu dengan kontrol diri yang rendah senang melakukan resiko dan melanggar aturan tanpa memikirkan efek jangka panjangnya.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Kontunaga yang beralamat di Desa Kontunaga, Kecamatan Kontunaga, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara. Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan dari tanggal 20 Januari sampai 25 Februari pada semester genap tahun ajaran 2019/ 2020. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif, penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh dari statistik dan bentuk-bentuk hitungan lainnya. Penelitian kualitatif dimaksudkan untuk menyelidiki dan menggali informasi secara spesifik serta

(6)

menyajikannya dalam bentuk data holistik-kontekstual dengan tujuan untuk menggambarkan secara mendalam dari hal kecil sampai hal yang besar yang berkaitan dengan penelitian (Sugiyono, 2015: 8).

Informan dalam penelitian ini adalah 2 orang siswa yang memiliki kontrol diri yang rendah, 1 orang Guru Bimbingan dan Konseling, 1 orang Guru Mata Pelajaran, dan 2 orangtua siswa SMP Negeri 1 Kontunaga tahun ajaran 2019/ 2020. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara. Wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi tentang faktor- faktor yang memengaruhi rendahnya self control siswa. Data yang diperoleh akan dianalisis dengan metode analisis deskriptif kualitatif. Langkah-langkah analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman (Sugiyono, 2016: 337) meliputi 3 tahap yaitu reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), menarik kesimpulan (verification).

Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil Penelitian

Faktor yang memengaruhi rendahnya self control siswa SMP Negeri 1 Kontunaga, yaitu sebagai berikut:

1. Faktor internal

Faktor internal yang memengaruhi kontrol diri adalah faktor usia. Usia merupakan salah satu faktor yang turut menentukan munculnya kontrol diri yang rendah dari siswa. Dengan bertambahnya usia siswa akan menambah kemampuan untuk menunjukkan apa yang ingin diekspresikan. Di usia mereka yang bukan anak-anak lagi menginginkan kebebasan untuk mengekspresikan diri dan ingin terlepas dari kontrol dan pengawasan guru dan orangtua sehingga kadangkala mereka berperilaku melebihi batas usianya yang sulit untuk dikontrol.

2. Faktor eksternal

a. Faktor lingkungan keluarga

Keluarga merupakan tempat sosialisasi pertama yang ditemui individu yang di mana memengaruhi kontrol diri anak. Keberadaan dan sikap orangtua juga memengaruhi bentuk kepribadian dan karakteristik pada anak secara keseluruhan. Kontrol diri yang rendah pada anak biasanya dipengaruhi karena kurangnya waktu luang orangtua bersama keluarga, kurangnya perhatian orangtua, kurang baiknya pola asuh yang diterapkan dalam keluarga, dan kasih sayang terhadap anak cenderung diabaikan sehingga ia akan mencari bentuk-bentuk pelampiasan yang kadang mengarah pada hal-hal melanggar aturan.

b. Faktor situasi

pada faktor situasi yang terdiri dari pengaruh situasi lingkungan yang ada di sekolah, masyarakat sekitar, dan lingkungan pergaulan teman sebaya dapat memengaruhi rendahnya kontrol diri siswa. Hal ini karena siswa berada pada lingkungan sekitar dan pergaulan teman sebaya yang negatif yang cenderung melanggar aturan yang berlaku seperti merokok, meminum-minuman keras, berteriak di jalan tengah malam, berkelahi, dan membolos. Siswa mengakui bahwa sering ikut-ikutan dan sangat mudah mengiyakan ajakan dari orang yang lebih dominan darinya tanpa mempertimbangkan konsekuensinya.

Pembahasan

Rendahnya kontrol diri siswa di SMP Negeri 1 Kontunaga terjadi karena dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor dari dalam diri siswa (internal) maupun faktor dari luar siswa (eksternal). Faktor dari dalam diri siswa adalah faktor usia, sedangkan faktor dari luar siswa meliputi, faktor lingkungan keluarga dan faktor situasi.

Faktor internal yang memengaruhi rendahnya kontrol diri siswa yang terjadi di SMP Negeri 1 Kontunaga yaitu faktor usia. Usia memengaruhi pembentukan sikap dan pola tingkah laku seseorang.

Semakin bertambahnya usia maka diharapkan seseorang bertambah pula kedewasaannya, lebih mampu mengendalikan emosinya, dan makin terkontrol dengan tepat segala tindakannya. Namun, terkadang kita jumpai pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh siswa, sikapnya yang melebihi batas kewajaran usianya yang berdampak pada kurang mampunya siswa mengontrol diri sehingga siswa kadangkala mengekspresikan kebebasan agar dapat menarik perhatian orang di sekitarnya

(7)

secara berlebihan. Siswa juga merasa bukan lagi seorang anak kecil yang setiap tindakanya harus diawasi dan dikontrol oleh guru dan orangtua sehingga hal tersebut memberikan peluang bagi siswa untuk berperilaku menyimpang dari aturan yang berlaku, seperti meminum-minuman keras dan merokok.

Kemudian faktor berikutnya yang memengaruhi rendahnya kontrol diri siswa yaitu faktor eksternal yang pertama faktor lingkungan keluarga, di mana orangtua lebih sibuk mengurus pekerjaannya, pola asuh yang kurang baik di dalam keluarga, minimnya perhatian dan kasih sayang yang diberikan orangtua terhadap anaknya menyebabkan tidak harmonisnya hubungan dalam keluarga sehingga anak-anak mencari kenyamanan dengan menghabiskan waktu luang bersama teman-temannya dan melampiaskan kekesalannya dengan berperilaku kurang baik dan melanggar aturan sebagai bentuk kekecewaannya terhadap kondisi keluarganya. Keluarga adalah lembaga pertama dan utama dalam melaksanakan proses sosialisasi pribadi anak. Keluarga memberikan pengaruh menentukan pada pembentukan watak dan kepribadian anak dan menjadi unit sosial terkecil yang memberikan fondasi primer bagi perkembangan anak. Baik buruknya struktur keluarga memberikan dampak baik atau buruknya perkembangan jiwa dan jasmani anak (Kartono, 2017: 120).

Faktor eksternal yang kedua yaitu faktor situasi. Situasi lingkungan sekitar dan pergaulan akan membentuk pola tingkah laku seorang siswa. Siswa yang berada di lingkungan dan teman pergaulannya yang kurang baik dan sering melanggar aturan, seperti pergaulan yang suka minum- minuman keras, merokok, dan membolos secara tidak langsung akan memengaruhi kepribadian seorang siswa. Hisyam (2018: 10) mengatakan bahwa ketika pergaulan dan lingkungannya baik, maka akan menerima konsep-konsep norma yang bersifat positif. Namun, apabila teman bergaulnya dan lingkungan masyarakatnya kurang baik, sering kali akan mengikuti konsep-konsep yang bersifat negatif. Akibatnya terjadi pola tingkah laku yang menyimpang pada diri seseorang.

Kesimpulan dan Saran Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi rendahnya self control siswa di SMP Negeri 1 Kontunaga yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal terdiri dari faktor usia. Faktor eksternal terdiri dari lingkungan keluarga dan situasi. Di usia SMP mereka menginginkan kebebasan untuk mengekspresikan segala hal tanpa ada kontrol dan pengawasan orangtua dan guru sehingga kadangkala perilakunya melebihi batas usianya.

Rendahnya kontrol diri siswa juga dipengaruhi oleh lingkungan keluarga seperti minimnya waktu luang orangtua bersama keluarga, pola asuh yang kurang baik dan kurangnya perhatian orangtua.

Selain itu, faktor situasi turut memengaruhi rendahnya kontrol diri siswa karena siswa berada pada lingkungan sekitar dan pergaulan teman sebaya yang negatif yang cenderung melanggar aturan yang berlaku.

Saran

Berdasarkan kesimpulan yang dikemukakan tersebut di atas, maka saran yang dapat peneliti kemukakan sehubungan dengan hasil penelitian ini antara lain:

1. Bagi kepala sekolah

Bagi kepala sekolah diharapkan ikut serta dalam mengontrol perkembangan siswa secara umum, memberikan ide dan masukan kepada guru BK agar berupaya membentuk siswa menjadi pribadi yang mampu mengontrol diri dari hal-hal yang merugikan dirinya dan juga orang lain dengan memfasilitasi siswa melalui layanan bimbingan dan konseling agar dapat mengembangkan kemampuan dan mengatasi masalah siswa.

2. Bagi guru BK

Diharapkan agar menjalin kolaborasi dengan guru mata pelajaran, kepala sekolah, orangtua siswa dalam mencegah, memberikan pemahaman, dan pengentasan masalah masalah bagi siswa yang memiliki kontrol diri yang rendah.

(8)

3. Bagi keluarga

Diharapkan agar selalu memberikan perhatian pada anak, selalu meluangkan waktu menjalin komunikasi, memberikan dukungan dan contoh yang baik bagi anak agar siswa mampu mengontrol diri dan tidak melakukan penyimpangan terhadap aturan yang berlaku pada dirinya.

4. Bagi siswa

Diharapkan agar tetap berusaha mengontrol diri untuk tidak melakukan penyimpangan dengan selalu mematuhi aturan yang berlaku pada dirinya, mengisi waktu kosong dengan kegiatan- kegiatan yang positif, belajar menjadi pribadi yang lebih bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga, bangsa dan negara agar dapat mengatasi hambatan yang muncul.

Daftar Pustaka

Adeonalia. (2002). Hubungan Kontrol Diri Dengan Kecanduan Internet. Skripsi. Universitas Katolik Soegijapranata.

Aroma dan Suminar. (2012). Hubungan Antara Tingkat Kontrol Diri Dengan Kecenderungan Perilaku Kenakalan Remaja. Jurnal Psikologi dan Perkembangan, Vol. 1, No. 2.

Asrori dan Ali. (2015). Psikologi Remaja. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Ghufron dan Risnawita. (2011). Teori-teori Psikologi. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Gunarsa. (2010). Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja. Jakarta: PT Gunung Mulia.

Hisyam, J, C. (2018). Perilaku Menyimpang Tinjauan Sosiologis. Jakarta: Bumi Aksara.

Kartono. (2017). Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Kusumawardhani, dkk. (2018). Art Therapy Untuk Meningkatkan Kontrol Diri Pada Anak Didik Lapas. Jurnal Muara Ilmu Sosial, Vol. 2, No. 1.

Muhid. (2009). Hubungan Antara Self Control Dan Self Efficacy Dengan Kecenderungan Perilaku Prokrastinasi Akademik Mahasiswa Fakultas Dakwah. Jurnal Ilmu Dakwah, Vol. 18, No. 6.

Sugiyono. (2015. Metode Pnelitian Kombinasi (Mix Methods). Bandung: Alfabeta.

_______. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: PT Alfabeta.

Tangney. (2004). High Self-Control Predict Good Adjusment, Less Pathology, Better Grades, and Interpersonal Success. Journal Of Personality, Vol. 72, No. 2, Hal. 271-282.

Yofita dan Ahmad. (2019). Hubungan Kontrol Diri Dengan Perilaku Menyontek Siswa. Jurnal Inovasi Pembelajaran, Vol. 3, No. 5.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini yaitu: mengetahui faktor-faktor determinan yang memengaruhi terbentuknya jiwa wirausaha siswa SMK dan mengetahui bagaimana masing-masing faktor yaitu

Tujuan dilakukan penelititan ini adalah untuk melihat faktor yang memengaruhi rendahnya kunjungan K4 di Puskesmas Kota Batu Kecamatan Na IX-X Kabupaten

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor yang memengaruhi rendahnya cakupan K4 di Puskesmas Aek Kota Batu Kecamatan Na IX-X Kabupaten Labuhanbatu Utara1. Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survei menggunakan explanatory research yang bertujuan menjelaskan Faktor yang Memengaruhi Rendahnya Cakupan K4 di Puskesmas Aek Kota

Tujuan dari penelitian ini yaitu: mengetahui faktor-faktor determinan yang memengaruhi terbentuknya jiwa wirausaha siswa SMK dan mengetahui bagaimana masing-masing

faktor yang memengaruhi di bidang lingkungan 41 5 Lampiran 5 Summary kata paling sering muncul hasil NVivo pada. faktor yang memengaruhi di bidang sosial

Faktor-faktor penyebab rendahnya prestasi belajar siswa kelas VIII SMP N 12 Padang Yang paling menonjol dialami oleh siswa pada faktor internal yaitu pada

Diperoleh hasil yaitu faktor yang mempengaruhi rendahnya motivasi belajar siswa diantaranya tempat belajar, fungsi fisik, kecerdasan, sarana dan prasarana, waktu,