PERBANDINGAN PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP ANTARA YANG MEMPEROLEH
PEMBELAJARAN MODEL M-APOS DAN MODEL PROBLEM BASED
LEARNING
(Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VII SMP Negeri 7 Bandung)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh:
SANTY SETIAWATI
1005136
DEPARTEMEN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
PERBANDINGAN PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP ANTARA YANG MEMPEROLEH
PEMBELAJARAN MODEL M-APOS DAN MODEL PROBLEM BASED
LEARNING
(Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VII SMP Negeri 7 Bandung)
Oleh
Santy Setiawati
Sebuah Skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
© Santy Setiawati 2014
Universitas Pendidikan Indonesia
Desember 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian,
SANTY SETIAWATI
PERBANDINGAN PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP ANTARA YANG MEMPEROLEH
PEMBELAJARAN MODEL M-APOS DAN MODEL PROBLEM BASED
LEARNING
disetujui dan disahkan oleh pembimbing:
Pembimbing I
Dr. Elah Nurlaelah, M.Si
NIP. 196411231991032002
Pembimbing II
Dr. Bambang Avip Priatna, M.Si
NIP.196412051990031001
Mengetahui,
Ketua Departemen Pendidikan Matematika
Santy Setiawati, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP antara yang memperoleh pembelajaran model m-apos dan model problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRAK
Santy Setiawati (1005136). Perbandingan Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP Antara yang Memperoleh Pembelajaran Model M-APOS dan Model Problem Based Learning.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Tujuan penelitian ini adalah: (1) untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa antara yang memperoleh pembelajaran dengan model M-APOS dan model Problem Based Learning; (2) mengetahui sikap siswa terhadap implementasi pembelajaran matematika melalui model pembelajaran M-APOS dan model pembelajaran Problem Based Learning. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen dengan desain penelitiannya adalah desain kelompok kontrol non-ekivalen. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII di salah satu sekolah menengah pertama di Bandung tahun ajaran 2014/2015 dan sampel pada penelitian ini adalah siswa dari dua kelas pada sekolah tersebut, yang mana satu kelas sebagai kelas M-APOS dan satu kelas lainnya sebagai kelas PBL. Kelas M-APOS memperoleh pembelajaran dengan model pembelajaran M-APOS dan kelas PBL memperoleh pembelajaran dengan model pembelajaran Problem Based Learning. Data penelitian ini diperoleh melalui tes kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, angket dan lembar observasi. Hasil penelitian ini adalah: (1) terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa antara yang memperoleh pembelajaran dengan model pembelajaran M-APOS dan model pembelajaran Problem Based Learning; (2) hampir seluruhnya siswa baik kelas M-APOS maupun kelas PBL memberikan sikap positif terhadap pembelajaran matematika melalui model pembelajaran M-APOS dan model pembelajaran Problem Based Learning.
Kata Kunci: Model Pembelajaran M-APOS, Model Pembelajaran Problem Based
Santy Setiawati, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP antara yang memperoleh pembelajaran model m-apos dan model problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRACT
Santy Setiawati (1005136). The Comparison of Junior High School Students’ Mathematical Problem Solving Improvement Between Students Acquiring M-APOS Learning Model and Problem Based Learning Model.
The background of this study is the lack of mathematical problem solving ability of students. The purpose of this study were: (1) finding out whether there was an improvement difference in mathematical problem solving ability of students who acquired learning with M-APOS learning model than students who acquired Problem Based Learning (PBL) model; (2) finding out students’ responses toward the implementation of learning mathematics through M-APOS learning model and Problem Based Learning model. The research method used in this study was a quasi-experimental research design with non-equivalent control group design. The population in this study were the seventh graders of a Junior High School in Bandung academic year 2014/2015 and the samples of this study were students from two classes at the school, in which one class was M-APOS class and the another class was PBL class. M-APOS class acquired learning with M-APOS learning model and PBL class acquired learning with Problem Based Learning model. The research data was obtained from students’ mathematical problem solving ability tests, questionnaire and observation sheet. The results of this study were: (1) there was improvement difference in mathematical problem solving ability of students who acquired learning with M-APOS learning model than students who acquired learning with Problem Based Learning model; (2) almost all of the students either M-APOS class or PBL class gave positive responses towards the use of M-APOS learning model and Problem Based Learning model.
Keywords: M-APOS Learning Model, Problem Based Learning Model,
Santy Setiawati, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP antara yang memperoleh pembelajaran model m-apos dan model problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN ... ………i
KATA PENGANTAR ... ii
UCAPAN TERIMAKASIH ... iii
ABSTRAK ……… ... iv
DAFTAR ISI ……… ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 5
E. Definisi Operasional ... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 8
A. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 8
B. Model Pembelajaran M-APOS ... 11
C. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) ... 14
D. Sikap Siswa dalam Pembelajaran Matematika ... 17
Santy Setiawati, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP antara yang memperoleh pembelajaran model m-apos dan model problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
F. Hipotesis Penelitian ... 19
BAB III METODE PENELITIAN... 20
A. Metode dan Desain Penelitian ... 20
B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 21
C. Variabel Penelitian ... 21
D. Instrumen Penelitian ... 21
1. Instrumen Pembelajaran ... 22
2. Instrumen Penelitian ... 23
E. Prosedur Penelitian... 30
F. Teknik Analisis Data ... 32
1. Analisis Data Kuantitatif ... 32
2. Analisis Data Kualitatif ... 39
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 41
A. Hasil Penelitian ... 42
1. Analisis Data Kuantitatif ... 42
2. Analisis Data Kualitatif ... 52
B. Pembahasan... 61
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 67
A. Kesimpulan ... 67
B. Saran ... 67
DAFTAR PUSTAKA ... 68
Santy Setiawati, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP antara yang memperoleh pembelajaran model m-apos dan model problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR RIWAYAT HIDUP……….….343
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Tahapan-tahapan Model Problem Based Learning ... 16
Tabel 3.1 Kriteria Skor Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa ... 24
Tabel 3.2 Kriteria Validitas Instrumen... 25
Tabel 3.3 Validitas Butir Soal ... 25
Tabel 3.4 Kriteria Reliabilitas ... 26
Tabel 3.5 Kriteria Daya Pembeda ... 27
Tabel 3.6 Daya Pembeda Tiap Butir Soal ... 28
Tabel 3.7 Kriteria Indeks Kesukaran ... 29
Tabel 3.8 Indeks Kesukaran Tiap Butir Soal ... 29
Tabel 3.9 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 29
Tabel 3.10 Klasifikasi Indeks Gain ... 36
Tabel 3.11 Interpretasi Persentase Angket ... 40
Tabel 4.1 Output Analisis Statistik Deskriptif Data Pretes ... 42
Tabel 4.2 Output Analisis Uji Normalitas Data Pretes ... 43
Tabel 4.3 Output Analisis Uji Homogenitas Varians Data Pretes ... 44
Tabel 4.4 Output Analisis Uji Rata-Rata Data Pretes ... 45
Tabel 4.5 Output Analisis Statistik Deskriptif Data Postes ... 45
Santy Setiawati, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP antara yang memperoleh pembelajaran model m-apos dan model problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Tabel 4.7 Output Analisis Uji Rata-Rata Data Postes ... 48
Tabel 4.8 Output Analisis Statistik Deskriptif Data Hasil Indeks Gain ... 48
Tabel 4.9 Output Analisis Uji Normalitas Data Hasil Indeks Gain ... 49
Tabel 4.10 Output Analisis Uji Rata-Rata Data Indeks Gain ... 51
Tabel 4.11 Komposisi Interpretasi Indeks Gain ... 51
Tabel 4.12 Sikap Siswa terhadap Implementasi Pembelajaran Model M-APOS pada Pembelajaran Matematika ... 53
Tabel 4.13 Sikap Siswa terhadap Matematika di Kelas M-APOS ... 54
Tabel 4.14 Sikap Siswa terhadap Implementasi Pembelajaran Model PBL pada Pembelajaran Matematika ... 56
Santy Setiawati, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP antara yang memperoleh pembelajaran model m-apos dan model problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Diagram Konstruksi Mental APOS ... 11
Gambar 2.2 Fase-Fase Siklus ADL dari Teori APOS... 13
Santy Setiawati, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP antara yang memperoleh pembelajaran model m-apos dan model problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran A Perangkat Pembelajaran
Lampiran A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas M-APOS 72
Lampiran A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas PBL ... 122
Lampiran A.3 Lembar Kerja Tugas (LKT) ... 176
Lampiran A.4 Lembar Kerja Diskusi (LKD) ... 184
Lampiran A.5 Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 192
Lampiran B Instrumen Penelitian Lampiran B.1 Kisi-Kisi Instrumen Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 212
Lampiran B.2 Instrumen Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan Kunci Jawaban………216
Lampiran B.3 Rubrik Penskoran Jawaban Instrumen Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ………...…... 221
Santy Setiawati, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP antara yang memperoleh pembelajaran model m-apos dan model problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Lampiran B.5 Angket Siswa ... 234
Lampiran B.6 Lembar Observasi Kelas M-APOS ... 236
Lampiran B.7 Lembar Observasi Kelas PBL ... 240
Lampiran C Data Hasil Penelitian Lampiran C.1 Skor Hasil Uji Instrumen ... 244
Lampiran C.2 Hasil Uji Realibilitas Butir Soal ... 245
Lampiran C.3 Hasil Uji Daya Pembeda Butir Soal dan Indeks Gain 246 Lampiran C.4 Hasil Uji Korelasi Tiap Butir Soal ... 247
Lampiran C.5 Data Skor Kelas M-APOS ... 248
Lampiran C.6 Data Skor Kelas PBL ... 249
Lampiran C.7 Olah Data Skor Pretes ... 250
Lampiran C.8 Olah Data Skor Postes ... 253
Lampiran C.9 Olah Data Skor Indeks Gain ... 256
Lampiran C.10 Data Hasil Angket Siswa Kelas M-APOS ... 259
Lampiran C.11 Data Hasil Angket Siswa Kelas PBL ... 263
Lampiran C.12 Rekapitulasi Lembar Observasi... 267
Lampiran D Contoh Jawaban Instrumen Tes dan Non-tes Lampiran D.1 Contoh Lembar Jawaban Uji Instrumen ... 275
Lampiran D.2 Contoh Lembar Jawaban Pretes ... 277
Lampiran D.3 Contoh Lembar Jawaban Postes ... 279
Lampiran D.4 Contoh Lembar Kerja Tugas (LKT) ... 281
Santy Setiawati, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP antara yang memperoleh pembelajaran model m-apos dan model problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Lampiran D.6 Contoh Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 300
Lampiran D.7 Contoh Hasil Angket Skala Sikap ... 321
Lampiran D.8 Contoh Hasil Lembar Observasi ... 323
Lampiran E Surat Penelitian dan Dokumentasi Lampiran E.1 Surat Izin Uji Instrumen dan Penelitian ... 335
Lampiran E.2 Surat Telah Melakukan Uji Instrumen ... 336
Lampiran E.3 Surat Telah Melakukan Penelitian ... 337
Lampiran E.4 Kartu Bimbingan ... 338
Lampiran E.5 Surat Tugas ... 340
1
Santy Setiawati, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP antara yang memperoleh pembelajaran model m-apos dan model problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Matematika sebagai ilmu dasar segala bidang ilmu pengetahuan adalah hal
yang sangat penting untuk diketahui. Matematika memiliki peranan penting dalam
ilmu pengetahuan sebagai salah satu disiplin ilmu sehingga mata pelajaran
matematika selalu ada di setiap jenjang pendidikan. James dan James (Suherman,
2003: 16) dalam kamus matematikanya mengatakan bahwa “matematika adalah ilmu
tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang
berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke
dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri”. Ruseffendi (Suherman, 2003:
16) mengemukakan bahwa “matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia
yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran”.
Lima standar kemampuan matematik yang harus dimiliki oleh siswa menurut
Nasional Counsil of Teachers of Mathematics (NCTM, 2000) adalah “kemampuan
pemecahan masalah (problem solving), kemampuan komunikasi (communication),
kemampuan koneksi (connection), kemampuan penalaran (reasoning), dan
kemampuan representasi (representation)”.
Dalam kurikulum yang berlaku di Indonesia saat ini yakni Kurikulum 2013,
pentingnya kemampuan pemecahan masalah terlihat pada kompetensi dasar yang
dimuat dalam Standar Isi pada Permendikbud Nomor 64 Tahun 2013. Kompetensi
dasar tersebut menyebutkan bahwa “siswa diharapkan dapat menunjukkan sikap
logis, kritis, analitis, cermat dan teliti, bertanggung jawab, responsif, dan tidak mudah
2
Santy Setiawati, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP antara yang memperoleh pembelajaran model m-apos dan model problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Berdasarkan uraian di atas menyebutkan bahwa pemecahan masalah salah
satu bagian yang penting dalam pembelajaran matematika. Turmudi (2008)
mengungkapkan bahwa “pemecahan masalah artinya proses melibatkan suatu tugas
yang metode pemecahannya belum diketahui terlebih dahulu. Untuk mengetahui
penyelesaiannya siswa hendaknya memetakan pengetahuan mereka, dan melalui
proses ini mereka sering mengembangkan pengetahuan baru tentang matematika”.
Hasil studi pendahuluan melalui tes kemampuan pemecahan masalah
matematis yang telah penulis lakukan terhadap beberapa siswa SMP Negeri 7
Bandung kelas VIII tahun ajaran 2014/2015 menunjukkan bahwa kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa masih tergolong rendah. Tes kemampuan
pemecahan masalah matematis yang dilakukan berupa soal dengan materi
perbandingan untuk mengetahui bagaimana kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa dengan indikator menyelesaikan masalah matematis terbuka dengan
konteks di dalam matematika. Dari tes ini diteliti apakah siswa dapat memodelkan
suatu masalah matematis, menggunakan strategi yang tepat dan menyelesaikan
permasalahan tersebut. Diperoleh hasil tes tersebut yaitu dari 31 siswa, hanya 4 orang
siswa yang menjawab soal tersebut dengan benar walaupun menggunakan strategi
yang kurang jelas. Ini menunjukkan masih rendahnya kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa.
Berdasarkan permasalahan tersebut, pembelajaran yang cocok adalah
pembelajaran yang sesuai dengan amanat Kurikulum 2013 yaitu adanya esensi
pendekatan ilmiah atau pendekatan saintifik dalam pembelajaran. Menurut
Permendikbud no. 81 A Tahun 2013 lampiran IV tentang Pedoman Umum
Pembelajaran (Kemendikbud, 2014: 36) dinyatakan bahwa “proses pembelajaran
terdiri atas lima pengalaman belajar pokok yaitu: (1) mengamati, (2) menanya, (3)
mengumpulkan informasi, (4) mengasosiasi, dan (5) mengkomunikasikan”. Salah
3
Santy Setiawati, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP antara yang memperoleh pembelajaran model m-apos dan model problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
adalah model pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Salah satu model
pembelajaran lain yang sesuai dengan pendekatan saintifik adalah model
pembelajaran M-APOS.
Model pembelajaran M-APOS adalah model pembelajaran berdasarkan teori
APOS yang dimodifikasi. Nurlaelah (2009) mengemukakan bahwa “pembelajaran
dengan menggunakan teori APOS menekankan pada perolehan pengetahuan melalui
aktivitas pendahuluan…”. Berdasarkan hal tersebut, pembelajaran dengan
menggunakan teori APOS aktivitas pendahuluannya adalah pembelajaran dengan
menggunakan program komputer di laboratorium komputer, berbeda dengan
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran M-APOS dimana aktivitas
pendahuluannya adalah dengan pemberian tugas. Model pembelajaran M-APOS
adalah “model pembelajaran yang memanfaatkan pemberian tugas yang disusun
dalam lembar kerja sebagai panduan aktivitas siswa dalam kerangka model
pembelajaran APOS” (Nurlaelah, 2009).
Implementasi pembelajaran model pembelajaran M-APOS sama halnya
dengan implementasi pembelajaran teori APOS, yaitu menggunakan siklus aktivitas,
diskusi kelas, dan latihan soal (ADL). Pada penerapan model pembelajaran M-APOS,
pada fase aktivitas, siswa diberi tugas sebelum suatu materi diajarkan. Pemberian
tugas tersebut bertujuan agar siswa dapat mengeksplorasi suatu materi dengan waktu
yang cukup. Selanjutnya pada fase diskusi kelas, siswa mengerjakan soal-soal melalui
diskusi kelompok berdasarkan konsep yang telah dikaji dalam tugas. Pada fase
latihan soal, siswa mengerjakan latihan soal untuk mengasah materi.
Barrow (Huda, 2014: 271) mendefinisikan pembelajaran Problem Based
Learning sebagai “pembelajaran yang diperoleh melalui proses menuju pemahaman
akan resolusi suatu masalah. Masalah tersebut dipertemukan pertama-tama dalam
4
Santy Setiawati, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP antara yang memperoleh pembelajaran model m-apos dan model problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dan kolaborasi”. Tahapan-tahapan pembelajaran model PBL (Kemendikbud, 2014:
59) yaitu: “(1) orientasi siswa kepada masalah, (2) mengorganisasikan siswa, (3) membimbing penyelidikan individu dan kelompok, (4) mengembangkan dan
menyajikan hasil karya, (5) menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan
masalah”.
Model pembelajaran M-APOS ini akan dibandingkan dengan model
pembelajaran PBL dengan alasan bahwa kedua model pembelajaran ini adalah model
pembelajaran dimana siswanya yang berperan aktif dalam pembelajaran dan model
pembelajaran tersebut memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun
pemahamannya sendiri sehingga siswa dapat menyelesaikan soal-soal pemecahan
masalah. Selain itu, pembelajaran model M-APOS dan model PBL dapat
meningkatkan minat dan motivasi belajar, sehingga pada akhirnya akan berdampak
positif pada prestasi belajar siswa dan tujuan-tujuan pembelajarannya akan tercapai.
Selain pembelajaran, sikap siswa terhadap matematika dan proses
pembelajaran matematika adalah hal yang penting untuk diperhatikan. Salah satu
elemen utama perbaikan Kurikulum 2013 dalam rekonstruksi kompetensi yakni
kompetensi sikap, dimana “kompetensi sikap mencakup sikap spiritual (KI-1) dan
sikap sosial (KI-2)” (Kemendikbud, 2014: 15). Sikap spiritual (KI-1) untuk mencapai
insan yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sikap sosial (KI-2)
untuk mencapai insan yang berakhlak mulia, sehat, mandiri, demokratis, dan
bertanggung jawab. Sikap siswa dan proses pembelajaran matematika memiliki
keterkaitan. Oleh karena itu, salah satu karakteristik Kurikulum 2013 adalah “adanya
keseimbangan antara sikap, keterampilan dan pengetahuan untuk membangun soft
skills dan hard skills siswa” seperti yang diungkapkan Marzano dan Bruner
(Kemendikbud, 2014: 16).
Sikap siswa terhadap pembelajaran matematika diharapkan memberikan kesan
5
Santy Setiawati, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP antara yang memperoleh pembelajaran model m-apos dan model problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ini sangat mempengaruhi terwujudnya pembelajaran matematika, termasuk di
dalamnya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis. Maka dari itu
perlu dilakukan kajian mengenai sikap siswa terhadap pembelajaran model M-APOS
dan model PBL.
Berdasarkan pemikiran tersebut, penulis tertarik untuk membandingkan kedua
model pembelajaran tersebut dan melakukan penelitian yang berjudul “Perbandingan
Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP Antara yang
Memperoleh Pembelajaran Model M-APOS dan Model Problem Based Learning”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, rumusan masalah dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa antara yang memperoleh pembelajaran dengan model
pembelajaran M-APOS dan model pembelajaran Problem Based Learning?
2. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika melalui model
pembelajaran M-APOS dan model pembelajaran Problem Based Learning?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, tujuan penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa antara yang memperoleh pembelajaran dengan model
pembelajaran M-APOS dan model pembelajaran Problem Based Learning.
2. Mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran matematika melalui model
6
Santy Setiawati, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP antara yang memperoleh pembelajaran model m-apos dan model problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui perbedaan
peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP antara yang
memperoleh pembelajaran model pembelajaran M-APOS dan model pembelajaran
PBL. Adapun rinci manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi Guru
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi guru dalam proses
pembelajaran khusunya untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa.
2. Bagi Siswa
Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematisnya sehingga dapat
lebih memahami dan memaknai pembelajaran matematika yang diperolehnya.
3. Bagi Peneliti
Mengetahui model, pendekatan dan teknik pembelajaran yang dapat
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, sebagai bahan
acuan ketika mengajar kelak.
4. Bagi Pembaca
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi pembaca yang ingin
meneliti lebih lanjut mengenai model M-APOS, model Problem Based Learning
dan pemecahan masalah matematis siswa.
E. Definisi Operasional
Berdasarkan judul penelitian, ada beberapa istilah yang perlu dijelaskan agar
tidak terjadi perbedaan persepsi antara peneliti dengan pembaca.
1. Model pembelajaran M-APOS adalah model pembelajaran berdasarkan teori
APOS yang di modifikasi. Kerangka pembelajaran model M-APOS sama dengan
7
Santy Setiawati, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP antara yang memperoleh pembelajaran model m-apos dan model problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Modifikasi terjadi pada fase aktivitas, dimana pembelajaran dengan teori APOS
fase aktivitasnya adalah menggunakan program komputer, selanjutnya pada
pembelajaran model M-APOS fase aktivitasnya memanfaatkan pemberian tugas.
Tugas yang disajikan berupa lembar kerja tugas (LKT) yang menuntun dan
membantu siswa dalam mengkaji konsep atau menyelesaikan persoalan
matematika.
2. Problem Based Learning (PBL) merupakan pembelajaran yang menyajikan
masalah sehari-hari pada awal pembelajarannya sehingga siswa belajar dan mahir
dalam memecahkan masalah. Tahapan-tahapan pembelajaran model PBL yaitu:
(1) orientasi siswa kepada masalah, (2) mengorganisasikan siswa, (3)
membimbing penyelidikan individu dan kelompok, (4) mengembangkan dan
menyajikan hasil karya, (5) menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan
masalah.
3. Kemampuan pemecahan masalah matematis adalah kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal (masalah matematis) non rutin, yaitu suatu soal yang harus
dikerjakan siswa namun siswa belum tahu bagaimana cara mengerjakan soal
tersebut. Indikator pemecahan masalah yang digunakan adalah: (1) menyelesaikan
masalah matematis tertutup dengan konteks di dalam matematika, (2)
menyelesaikan masalah matematis tertutup dengan konteks di luar matematika,
(3) menyelesaikan masalah matematis terbuka dengan konteks di dalam
matematika, (4) menyelesaikan masalah matematis terbuka dengan konteks di
luar matematika. Soal-soal dalam matematika secara garis besar dapat
diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu masalah matematis tertutup dan
masalah matematis terbuka. Masalah matematis tertutup adalah masalah dengan
satu cara dan satu jawaban. Masalah matematis terbuka adalah masalah dengan
satu jawaban banyak cara penyelesaian dan masalah dengan banyak cara
8
Santy Setiawati, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP antara yang memperoleh pembelajaran model m-apos dan model problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
matematika adalah konteks atau penyajiannya matematis secara bahasa.
Sedangkan yang dimaksud dengan konteks di luar matematika adalah konteks
atau penyajiannya menggunakan bahasa yang disesuaikan dengan kehidupan
sehari-hari dengan konsep matematika.
4. Sikap yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kecenderungan individu untuk
memberikan respon baik positif ataupun negatif dalam memandang matematika
dan pembelajaran matematika. Dalam penelitian ini sikap yang diukur yaitu: (1)
sikap siswa terhadap implementasi model pembelajaran M-APOS dan PBL pada
20
Santy Setiawati, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP antara yang memperoleh pembelajaran model m-apos dan model problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode dan Desain Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kuasi eksperimen.
“Dikarenakan subjek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi menerima keadaan subjek seadanya” (Ruseffendi, 2010: 52). Penelitian ini bertujuan untuk melihat
apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis
antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model pembelajaran M-APOS
dan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL).
Desain penelitian yang digunakan adalah desain kelompok kontrol
non-ekivalen, karena subjek tidak dikempokkan secara acak. Pada desain kelompok
kontrol non-ekivalen ini terdiri dari pretes, perlakuan yang berbeda dan postes. Dalam
penelitian ini diambil dua kelompok eksperimen, yaitu kelompok eksperimen 1 dan
kelompok eksperimen 2. Kelompok eksperimen 1 diberikan perlakuan pembelajaran
matematika dengan model pembelajaran M-APOS dan kelompok eksperimen 2
diberikan perlakuan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran PBL.
Sebelum diberikan perlakuan, kedua kelompok ini diberikan pretest untuk
mengetahui kemampuan awal siswa. Kemudian, setelah diberikan perlakuan kedua
kelompok diberikan posttest. Soal yang diberikan untuk pretest dan posttest adalah
sama. Adapun desain penelitiannya (Ruseffendi, 2010: 53) adalah sebagai berikut:
O X1 O
---
O X2 O
Keterangan:
21
Santy Setiawati, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP antara yang memperoleh pembelajaran model m-apos dan model problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
X2 : Perlakuan (Pembelajaran dengan model pembelajaran PBL),
O : Pretest dan posttest.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII di salah satu SMP
Negeri di Bandung, yaitu SMP Negeri 7 Bandung tahun ajaran 2014/2015 yang
terdiri dari 8 kelas. Pada penelitian ini diambil dua kelas yang merupakan sampel
penelitian untuk dijadikan kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2. Kelas VII-D
sebagai kelas eksperimen 1 memperoleh pembelajaran dengan model pembelajaran
M-APOS, sedangkan kelas VII-F sebagai kelas eksperimen 2 memperoleh
pembelajaran dengan model pembelajaran PBL. Pemilihan sampel dalam penelitian
ini dilakukan dengan teknik Sampling Purposive yaitu “menentukan sampel dengan
pertimbangan tertentu” (Sugiyono, 2014: 124).
C. Variabel Penelitian
Variabel yang termuat dalam penelitian ini ada dua, yaitu variabel bebas dan
variabel terikat. “Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang
menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat” (Sugiyono, 2014: 61).
“Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibar, karena adanya variabel bebas” (Sugiyono, 2014: 61). Perlakuan yang dilakukan
terhadap variabel bebas, hasilnya akan terlihat pada variabel terikatnya. Variabel
bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran matematika dengan menggunakan
model pembelajaran M-APOS dan model pembelajaran PBL. Variabel terikat dalam
penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah matematis.
D. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini, instrumen yang akan dikembangkan berupa instrumen
22
Santy Setiawati, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP antara yang memperoleh pembelajaran model m-apos dan model problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Kerja Siswa (LKS), Lembar Kerja Tugas (LKT) dan Lembar Kerja Diskusi (LKD)
serta instrumen penelitian yang terdiri dari instrumen tes dan non-tes.
1. Instrumen Pembelajaran
a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana kegiatan
pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. RPP dikembangkan dari
silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran peserta didik dalam upaya
mencapai Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD). Dalam penelitian ini,
RPP disesuaikan dengan langkah-langkah pembelajaran dengan model M-APOS dan
model PBL.
b. Lembar Kerja Siswa (LKS)
Prastowo mengemukakan bahwa “LKS merupakan suatu bahan ajar cetak berupa lembar-lembar kertas yang berisi materi, ringkasan, dan petunjuk-petunjuk
pelaksanaan tugas pembelajaran yang harus dikerjakan oleh siswa, yang mengacu
pada kompetensi dasar yang harus dicapai” (Maya, 2012: 35). Dalam penelitian ini,
LKS digunakan sebagai media pembelajaran di kelas model PBL. LKS disusun
menyesuaikan dengan langkah-langkah model pembelajaran PBL.
c. Lembar Kerja Tugas (LKT)
Lembar Kerja Tugas (LKT) digunakan sebagai media pembelajaran di kelas
model M-APOS pada fase aktivitas. LKT berfungsi untuk memandu siswa
mempelajari materi yang akan dipelajari pada pertemuan di kelas. LKT disusun agar
siswa mencari informasi mengenai suatu konsep dan mempelajari konsep yang akan
disajikan pada pertemuan di kelas.
23
Santy Setiawati, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP antara yang memperoleh pembelajaran model m-apos dan model problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Lembar Kerja Diskusi (LKD) digunakan sebagai media pembelajaran di kelas
model M-APOS. LKD digunakan sebagai panduan saat melaksanakan kegiatan pada
fase diskusi kelas. LKD berisi soal-soal yang mendorong pemahaman dan
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.
2. Instrumen Penelitian
Instrumen tes adalah suatu alat pengumpulan data untuk mengevaluasi
kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor siswa. Instrumen yang digunakan
dalam penelitian ini terdiri dari instrumen tes dan non-tes. Instrumen tes berupa tes
kemampuan pemecahan masalah matematis. Instrumen non-tes berupa angket dan
lembar observasi.
a. Instrumen Tes
Dalam penelitian ini akan dilaksanakan dua kali tes, yaitu pretest untuk
mengetahui kemampuan awal siswa dalam memahami konsep suatu materi
matematika yang dipelajarinya sebelum mendapatkan perlakuan dan posttest untuk
mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematis siswa setelah mendapatkan
perlakuan.
Instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes kemampuan
pemecahan masalah matematis dan jenis tes yang digunakan dalam penelitian ini
adalah tes tertulis dengan bentuk uraian. Tes uraian dipilih karena dengan tes uraian
akan terlihat sejauh mana siswa dapat mencapai setiap indikator kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa. Menurut Suherman (2003: 77) penyajian soal
tipe subjektif dalam bentuk uraian ini mempunyai beberapa kelebihan, yaitu:
24
Santy Setiawati, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP antara yang memperoleh pembelajaran model m-apos dan model problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
akan menimbulkan kreativitas dan aktivitas positif siswa, karena tes tersebut menuntut siswa agar berpikir secara sistematik, menyampaikan pendapat dan argumentasi, mengaitkan fakta-fakta yang relevan.
Adapun pemberian skor tes kemampuan pemecahan masalah matematis
berpedoman pada kriteria yang dikemukakan oleh Prabawanto (2013) yang telah
diadaptasi, sebagai berikut:
Tabel 3.1
Kriteria Skor Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa
Respon Siswa Skor
Tidak ada penyelesaian dan tidak menunjukkan pemahaman terhadap masalah
0
Jawaban salah atau tidak ada penyelesaian tetapi menunjukkan pemecahan masalah
2
Jawaban salah atau tidak selesai, sebagian proses penyelesaian benar
4
Jawaban benar alasan tidak relevan 6
Jawaban benar, alasan benar, tetapi kurang jelas 8
Jawaban Benar, alasan benar, dan jelas 10
Sebelum digunakan dalam penelitian, terlebih dahulu soal tes tersebut
diujicobakan pada siswa di luar sampel penelitian yang sudah mempelajari materi
yang akan diujikan. Dalam pembuatan instrumen perlu diperhatikan kualitasnya. Oleh
karena itu, untuk mendapatkan kualitas soal yang baik, harus diperhatikan beberapa
kriteria yang harus dipenuhi, diantaranya dilihat dari validitas butir soal, reliabilitas
instrumen tes, daya pembeda, dan indeks kesukaran. Data yang diperoleh dari hasil
uji coba kemudian akan diolah dengan menggunakan bantuan Software Anates V4.0.5
tipe uraian.
25
Santy Setiawati, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP antara yang memperoleh pembelajaran model m-apos dan model problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Suatu Alat Evaluasi disebut valid (sah) apabila alat tersebut mampu
mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi (Suherman, 2003: 102). Untuk
menentukan tingkat (kriteria) validitas instrumen ini, akan digunakan koefisien
korelasi. Koefisien korelasi yang akan dihitung ini menggunakan rumus korelasi
produk-moment dari Pearson (Suherman, 2003: 120), adapun rumusnya adalah
,
) : jumlah kuadrat skor tiap butir soal
(∑Y2
) : jumlah kuadrat skor total
Selanjutnya koefisien korelasi diinterpretasikan dengan menggunakan
klasifikasi koefisien korelasi (koefisien validitas) menurut Guilford (Suherman, 2003:
113). Adapun klasifikasi koefisen validitas tersebut adalah sebagai berikut:
26
Santy Setiawati, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP antara yang memperoleh pembelajaran model m-apos dan model problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Berdasarkan perhitungan dengan bantuan software Anates V4.0.5 tipe uraian
diperoleh hasil validitas yang disajikan pada tabel 3.3 di bawah ini.
Tabel 3.3
Menurut Sugiyono (2014: 179), “bila harga korelasi di bawah 0,30 maka butir
instrumen tersebut tidak valid”. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa jika rxy
lebih besar dari rtabel , maka instrumen butir soal tersebut adalah valid. Tabel 3.3
menunjukkan bahwa untuk soal nomor 1 dan 2 yaitu rxy nya lebih besar dari rtabel
sehingga soal nomor 1 dan 2 adalah valid, serta interpretasi validitas untuk butir soal
nomor 1 dan 2 adalah sedang. Untuk soal nomor 3 dan 4 yaitu rxy nya lebih besar dari
rtabel sehingga soal nomor 3 dan 4 adalah valid, serta interpretasi validitas untuk butir
soal tersebut adalah tinggi.
2) Reliabilitas Tes
Reliabilitas suatu alat ukur atau alat evaluasi “bertujuan sebagai suatu alat
yang memberikan hasil yang tetap sama (konsisten) meskipun dilakukan oleh orang
yang berbeda, waktu yang berbeda, dan tempat yang berbeda pula namun diberikan
pada subyek yang sama” (Suherman, 2003: 131). Untuk mengukur reliabilitas
instrumen tersebut, dapat digunakan nilai koefisien reliabilitas yang dihitung dengan
menggunakan rumus Crombach Alpha (Suherman, 2003: 154) sebagai berikut:
27
Santy Setiawati, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP antara yang memperoleh pembelajaran model m-apos dan model problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
n : banyak butiran soal,
: jumlah varians skor setiap banyak butiran soal,
: varians skor total.
Selanjutnya koefisien korelasi hasil perhitungan diinterpretasikan berdasarkan
klasifikasi Guilford(Suherman, 2003: 139) seperti pada tabel berikut:
Tabel 3.4
Berdasarkan perhitungan dengan bantuan software Anates V4.0.5 tipe uraian
diperoleh hasil perhitungan koefisien reliabilitas tes adalah 0,70, ini berarti instrumen
tes tersebut memiliki interpretasi yang tinggi.
3) Daya Pembeda
Daya pembeda (DP) dari sebuah butir soal menyatakan seberapa jauh
kemampuan butir soal tersebut mampu membedakan antara testi yang mengetahui
jaawabannya dengan benar dengan testi yang tidak dapat menjawab soal tersebut
(atau testi yang menjawab salah). Dengan kata lain, “daya pembeda sebuah butir soal
adalah kemampuan butir soal itu untuk membedakan antara testi (siswa) yang pandai
atau berkemampuan tinggi dengan siswa yang kurang pandai” (Suherman, 2003:
159). Rumus yang digunakan (Suherman dan Sukjaya, 1990) adalah:
28
Santy Setiawati, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP antara yang memperoleh pembelajaran model m-apos dan model problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
X
: Rerata butir soalSMI : Skor Maksimal Ideal
Selanjutnya hasil perhitungan daya pembeda diinterpretasikan dengan kriteria
sebagai berikut (Suherman, 2003:161):
Tabel 3.5 Kriteria Daya Pembeda
Berdasarkan perhitungan dengan bantuan software Anates V4.0.5 tipe uraian
diperoleh hasil daya pembeda untuk butir masing-masing skor. Hasil daya pembeda
masing-masing soal disajikan dalam tabel 3.6 dibawah ini:
Tabel 3.6
Daya Pembeda Tiap Butir Soal
No.
Soal Daya Pembeda Interpretasi
1. 0,50 Baik
mengidentifikasikan sebuah butir soal dikatakan mudah atau sukar untuk diujikan
kepada siswa. Butir-butir soal dikatakan baik, jika butir-butir soal tersebut tidak
terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Dengan kata lain derajat kesukarannya sedang
Daya pembeda (DP) Kriteria
Sangat jelek
Jelek
Cukup
Baik
29
Santy Setiawati, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP antara yang memperoleh pembelajaran model m-apos dan model problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
atau cukup. Tingkat kesukaran pada masing-masing butir soal dihitung menggunakan
rumus (Suherman dan Sukjaya, 1990) :
SMI
Hasil perhitungan tingkat kesukaran diinterpretasikan menggunakan kriteria
tingkat kesukaran butir soal (Suherman, 2003: 170) sebagai berikut:
Tabel 3.7
Kriteria Indeks Kesukaran
Indeks kesukaran (IK) Kriteria soal
IK = 0,00 Soal terlalu sukar
Soal sukar
Soal sedang
Soal mudah
Soal terlalu mudah
Berdasarkan perhitungan dengan bantuan software Anates V4.0.5 tipe uraian
diperoleh indeks kesukaran untuk butir masing-masing skor. Hasil indeks kesukaran
masing-masing soal disajikan dalam Tabel 3.8 berikut:
Tabel 3.8
Indeks Kesukaran Tiap Butir Soal
No. Soal Indeks Kesukaran Interpretasi
1. 0,72 Mudah
30
Santy Setiawati, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP antara yang memperoleh pembelajaran model m-apos dan model problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3. 0.37 Sedang
4. 0,48 Sedang
Adapun rekapitulasi hasil uji coba soal tes kemampuan pemecahan masalah
matematis disajikan pada tabel 3.9 berikut:
Tabel 3.9
Rekapitulasi Hasil Uji Coba Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
No.
Soal Validitas Daya Pembeda
Indeks
Berdasarkan hasil analisis instrumen tes dapat disimpulkan bahwa koefisien
reliabilitas tes memiliki derajat reliabilitas tinggi (r11 = 0,70). Untuk validitas soal,
ke-empat soal tersebut valid dengan interpretasi soal nomor 1 dan 2 adalah sedang,
serta soal nomor 3 dan 4 interpretasinya adalah tinggi. Daya pembeda untuk soal
nomor 1,2 dan 4 adalah baik serta untuk soal nomor 3 daya pembedanya adalah
cukup. Indeks kesukaran soal instrumen tersebut yaitu soal nomor 1 memiliki indeks
kesukaran mudah, dan soal nomor 2,3,4 memiliki indeks kesukaran sedang.
Selanjutnya, setiap butir soal pada instrumen tes tersebut akan digunakan dalam
penelitian.
b. Instrumen Non-Tes
Instrumen non-tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket dan
lembar observasi. “Angket adalah sekumpulan pernyataan atau pertanyaan yang harus
dilengkapi oleh responden dengan memilih jawaban atau menjawab pertanyaan
melalui jawaban yang sudah disediakan atau melengkapi kalimat dengan jalan
31
Santy Setiawati, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP antara yang memperoleh pembelajaran model m-apos dan model problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
menggunakan model skala likert. Penggunaan angket bertujuan untuk mengetahui
respons siswa terhadap proses pembelajaran yang dilakukan. “Skala likert meminta
responden untuk menjawab suatu pernyantaan dengan jawaban sangat setuju (SS),
setuju (S), tak memutuskan (N), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS)”
(Ruseffendi, 2010: 135).
Lembar observasi merupakan lembar aktivitas guru dan aktivitas siswa selama
proses pembelajaran berlangsung. Lembar observasi ini bertujuan untuk mengetahui
efektivitas penggunaan model M-APOS dan model PBL di dalam kelas. Selain itu,
lembar observasi ini juga digunakan sebagai bahan evaluasi bagi guru dengan melihat
apakah pembelajaran yang berlangsung telah sesuai dengan indikator dan
langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran yang digunakan, sehingga akan ada
perbaikan pada pembelajaran selanjutnya. Lembar observasi ini diisi oleh observer
selama proses pembelajaran berlangsung.
E. Prosedur Penelitian
Secara garis besar, prosedur penelitian ini dilakukan dengan tahap-tahap sebagai
berikut:
1. Tahap Persiapan
a. Melakukan studi pendahuluan
b. Mengidentifikasi masalah dan kajian pustaka
c. Membuat proposal penelitian
d. Menentukan materi ajar
e. Menyusun instrumen penelitian
f. Pengujian instrumen penelitian
g. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa
(LKS), Lembar Kerja Tugas (LKT), Lembar Kerja Diskusi (LKD) dan lembar
32
Santy Setiawati, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP antara yang memperoleh pembelajaran model m-apos dan model problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
h. Perizinan untuk penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Pemilihan sampel penelitian sebanyak dua kelas, yang disesuaikan dengan
materi penelitian dan waktu pelaksaan penelitian
b. Pelaksanaan pretest kemampuan pemecahan masalah matematis untuk kedua
kelas
c. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan mengimplementasikan model
pembelajaran M-APOS untuk kelas eksperimen 1 dan pembelajaran model
PBL untuk kelas eksperimen 2.
d. Pelaksanaan posttest untuk kedua kelas
3. Tahap Pengumpulan dan Analisis Data
a. Mengumpulkan hasil data kuantitatif (tes siswa berupa hasil pretest dan
posttest kemampuan pemecahan masalah matematis) dan kualitatif (angket
dan lembar observasi).
b. Mengolah dan menganalisis data kuantitatif berupa hasil pretest dan hasil
posttest.
c. Mengolah dan menganalisis data kualitatif berupa angket dan lembar
observasi.
4. Tahap Pembuatan Kesimpulan
Membuat kesimpulan dari data yang diperoleh, yaitu mengenai perbedaan
peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.
F. Teknik Analisis Data
Setelah data dikumpulkan, dilakukan pengolahan dan analisis data-data
tersebut. Pada analisis data ini, akan dianalisis kedua jenis data yaitu data kuantitatif
dan data kualitatif. Data kuantitatif diperoleh dari hasil pretes dan postes sedangkan
33
Santy Setiawati, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP antara yang memperoleh pembelajaran model m-apos dan model problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 1. Analisis Data Kuantitatif
Analisis data kuantitatif ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan
peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa setelah memperoleh
pembelajaran baik di kelas M-APOS maupun di kelas PBL. Analisis dilakukan
dengan menggunakan bantuan software SPSS (Statistical Product and Service
Solution) versi 20.0.
Berikut ini adalah penjelasan mengenai analisis data hasil tes tersebut:
a. Analisis Data Pretes
Sebelum melakukan pengujian terhadap data hasil pretes terlebih dahulu
dilakukan perhitungan terhadap deskripsi data yang meliputi rata-rata, simpangan
baku, nilai maksimum, dan nilai minimum. Hal ini dilakukan untuk memperoleh
gambaran mengenai data yang akan diuji.
1) Uji Normalitas Data Pretes
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data skor pretes sampel
berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Dalam hal ini pengujian
dilakukan dengan menggunakan software SPSS versi 20.0. Pengujian normalitas
dilakukan menggunakan uji statistik Saphiro-Wilk dengan perumusan hipotesis
sebagai berikut:
Hipotesis 1:
H0 : Data pretes kelas M-APOS berdistribusi normal.
H1 : Data pretes kelas M-APOS berdistribusi tidak normal.
Hipotesis 2:
H0 : Data pretes kelas PBL berdistribusi normal.
H1 : Data pretes kelas PBL berdistribusi tidak normal.
Kriteria pengujian dengan mengambil taraf signifikansi α = 0,05 adalah menerima H0 jika nilai sig. (p-value) lebih besar atau sama dengan α, dan menolak
34
Santy Setiawati, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP antara yang memperoleh pembelajaran model m-apos dan model problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Jika data skor pretes kedua kelas penelitian berdistribusi normal, uji statistik
selanjutnya yang dilakukan adalah uji homogenitas varians. Akan tetapi, jika data
skor pretes salah satu atau kedua kelas penelitian berdistribusi tidak normal, maka uji
homogenitas tidak perlu dilakukan melainkan dilakukan uji statistik non-parametrik,
yaitu uji Mann- Whitney U untuk uji perbedaan dua sampel independen.
2) Uji Homogenitas Varians Data Pretes
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah data skor pretes dari
kedua kelas penelitian variansinya homogen atau tidak homogen. Apabila data skor
pretes kedua kelas penelitian berdistribusi normal maka dilanjutkan uji homogenitas
varians menggunakan uji Levene’s test dengan perumusan hipotesis sebagai berikut:
H0 : Data pretes kelas M-APOS dan kelas PBL bervarians homogen.
H1 : Data pretes kelas M-APOS dan kelas PBL bervarians tidak homogen.
Kriteria pengujian dengan mengambil taraf signifikansi α = 0,05 adalah menerima H0 jika nilai sig. (p-value) lebih besar atau sama dengan α, dan menolak
H0 jika nilai sig. (p-value) lebih kecil α.
3) Uji Rata-Rata Data Pretes
Uji rata-rata data pretes dilakukan untuk mengetahui apakah data pretes dari
kedua kelas penelitian memiliki rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematis
yang tidak berbeda atau berbeda secara signifikan. Jika data skor pretes kedua kelas
penelitian berdistribusi normal dan bervarians homogen, maka pengujian dilakukan
menggunakan uji t. Sedangkan jika data skor pretes kedua kelas penelitian
berdistribusi normal dan bervarians tidak homogen, maka pengujian dilakukan
menggunakan uji t’. Namun jika data skor pretes salah satu atau kedua kelas
35
Santy Setiawati, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP antara yang memperoleh pembelajaran model m-apos dan model problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
nonparametrik yaitu menggunakan uji Mann Whitney. Perumusan hipotesis uji adalah
sebagai berikut:
H0 : Rata-rata data pretes kelas M-APOS tidak berbeda secara signifikan dengan
kelas PBL.
H1 : Rata-rata data pretes kelas M-APOS berbeda secara signifikan dengan kelas
PBL.
Kriteria pengujian dengan mengambil taraf signifikansi α = 0,05 adalah menerima H0 jika nilai sig. (p-value) lebih besar atau sama dengan α, dan menolak
H0 jika nilai sig. (p-value) lebih kecil α.
b. Analisis Data Postes
Sebelum melakukan pengujian terhadap data hasil postes terlebih dahulu
dilakukan perhitungan terhadap deskripsi data yang meliputi rata-rata, simpangan
baku, nilai maksimum, dan nilai minimum. Hal ini dilakukan untuk memperoleh
gambaran mengenai data yang akan diuji.
1) Uji Normalitas Data Postes
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data skor postes sampel
berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Dalam hal ini pengujian
dilakukan dengan menggunakan software SPSS versi 20.0. Pengujian normalitas
dilakukan menggunakan uji statistik Saphiro-Wilk dengan perumusan hipotesis
sebagai berikut:
Hipotesis 1:
H0 : Data postes kelas M-APOS berdistribusi normal.
H1 : Data postes kelas M-APOS berdistribusi tidak normal.
Hipotesis 2:
H0 : Data postes kelas PBL berdistribusi normal.
36
Santy Setiawati, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP antara yang memperoleh pembelajaran model m-apos dan model problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Kriteria pengujian dengan mengambil taraf signifikansi α = 0,05 adalah menerima H0 jika nilai sig. (p-value) lebih besar atau sama dengan α, dan menolak
H0 jika nilai sig. (p-value) lebih kecil α.
Jika data skor postes kedua kelas penelitian berdistribusi normal, uji statistik
selanjutnya yang dilakukan adalah uji homogenitas varians. Akan tetapi, jika data
skor postes salah satu atau kedua kelas penelitian berdistribusi tidak normal, maka uji
homogenitas tidak perlu dilakukan melainkan dilakukan uji statistik non-parametrik,
yaitu uji Mann- Whitney U untuk uji perbedaan dua sampel independen.
2) Uji Homogenitas Varians Data Postes
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah data skor postes dari
kedua kelas penelitian variansinya homogen atau tidak homogen. Apabila data skor
postes kedua kelas penelitian berdistribusi normal maka dilanjutkan uji homogenitas
varians menggunakan uji Levene’s test dengan perumusan hipotesis sebagai berikut:
H0 : Data postes kelas M-APOS dan kelas PBL bervarians homogen.
H1 : Data postes kelas M-APOS dan kelas PBL bervarians tidak homogen.
Kriteria pengujian dengan mengambil taraf signifikansi α = 0,05 adalah menerima H0 jika nilai sig. (p-value) lebih besar atau sama dengan α, dan menolak
H0 jika nilai sig. (p-value) lebih kecil α.
3) Uji Rata-Rata Data Postes
Uji rata-rata data postes dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat
perbedaan rata-rata data skor postes secara signifikan antara kedua kelas penelitian.
Jika data skor postes kedua kelas penelitian berdistribusi normal dan bervarians
homogen, maka pengujian dilakukan menggunakan uji t. Sedangkan jika data skor
postes kedua kelas penelitian berdistribusi normal dan bervarians tidak homogen,
37
Santy Setiawati, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP antara yang memperoleh pembelajaran model m-apos dan model problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
satu atau kedua kelas penelitian berdistribusi tidak normal, maka pengujian dilakukan
menggunakan uji nonparametrik yaitu menggunakan uji Mann Whitney. Perumusan
hipotesis uji adalah sebagai berikut:
H0 : Rata-rata data postes kelas M-APOS tidak berbeda secara signifikan dengan
kelas PBL.
H1 : Rata-rata data postes kelas M-APOS berbeda secara signifikan dengan kelas
PBL.
Kriteria pengujian dengan mengambil taraf signifikansi α = 0,05 adalah
menerima H0 jika nilai sig. (p-value) lebih besar atau sama dengan α, dan menolak
H0 jika nilai sig. (p-value) lebih kecil α.
c. Analisis Data Indeks Gain
Untuk mengetahui adanya perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan
masalah matematis, maka dilakukan analisis terhadap indeks gain. Adapun indeks
gain dihitung dengan rumus sebagai berikut (Hake, 2007):
–
Kriteria klasifikasi indeks gain disajikan dalam tabel berikut (Hake, 1999):
Tabel 3.10 Klasifikasi Indeks Gain
Indeks gain Kriteria
g > 0,70 Tinggi
0,30 < g ≤ 0,70 Sedang
g ≤ 0,30 Rendah
Sebelum melakukan pengujian terhadap data hasil indeks gain terlebih dahulu
dilakukan perhitungan terhadap deskripsi data yang meliputi rata-rata, simpangan
baku, nilai maksimum, dan nilai minimum. Hal ini dilakukan untuk memperoleh
38
Santy Setiawati, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP antara yang memperoleh pembelajaran model m-apos dan model problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
1) Uji Normalitas Data Indeks Gain
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data hasil indeks gain dari
dua kelas penelitian berdistribusi normal atau tidak. Dalam hal ini pengujian
dilakukan dengan menggunakan software SPSS versi 20.0. Pengujian normalitas
dilakukan menggunakan uji statistik Saphiro-Wilk dengan perumusan hipotesis
sebagai berikut:
Hipotesis 1:
H0 : Data indeks gain kelas M-APOS berdistribusi normal.
H1 : Data indeks gain kelas M-APOS berdistribusi tidak normal.
Hipotesis 2:
H0 : Data indeks gain kelas PBL berdistribusi normal.
H1 : Data indeks gain kelas PBL berdistribusi tidak normal.
Kriteria pengujian dengan mengambil taraf signifikansi α = 0,05 adalah menerima H0 jika nilai sig. (p-value) lebih besar atau sama dengan α, dan menolak
H0 jika nilai sig. (p-value) lebih kecil α.
Jika data indeks gain kedua kelas penelitian berdistribusi normal, uji statistik
selanjutnya yang dilakukan adalah uji homogenitas varians. Akan tetapi, jika data
indeks gain salah satu atau kedua kelas penelitian berdistribusi tidak normal, maka uji
homogenitas tidak perlu dilakukan melainkan dilakukan uji statistik non-parametrik,
yaitu uji Mann- Whitney U untuk uji perbedaan dua sampel independen.
2) Uji Homogenitas Varians Data Indeks Gain
Uji homogenitas varians digunakan untuk mengetahui apakah data hasil
39
Santy Setiawati, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP antara yang memperoleh pembelajaran model m-apos dan model problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
indeks gain kedua kelas penelitian berdistribusi normal maka dilanjutkan uji
homogenitas varians menggunakan uji Levene’s test dengan perumusan hipotesis
sebagai berikut:
H0 : Data indeks gain kelas M-APOS dan kelas PBL bervarian homogen.
H1 : Data indeks gain kelas M-APOS dan kelas PBL bervarian tidak homogen.
Kriteria pengujian dengan mengambil taraf signifikansi α = 0,05 adalah menerima H0 jika nilai sig. (p-value) lebih besar atau sama dengan α, dan menolak
H0 jika nilai sig. (p-value) lebih kecil α.
3) Uji Rata-Rata Data Indeks Gain
Uji perbedaan dua rata-rata digunakan untuk mengetahui apakah terdapat
perbedaan rata-rata data indeks gain secara signifikan antara kedua kelas penelitian.
Jika data indeks gain kedua kelas penelitian berdistribusi normal dan bervarians
homogen, maka pengujian dilakukan menggunakan uji t. Sedangkan jika data indeks
gain kedua kelas penelitian berdistribusi normal dan bervarians tidak homogen, maka
pengujian dilakukan menggunakan uji t’. Namun jika data indeks gain salah satu atau kedua kelas penelitian berdistribusi tidak normal, maka pengujian dilakukan
menggunakan uji nonparametrik yaitu menggunakan uji Mann Whitney untuk uji
perbedaan dua sampel independen. Perumusan hipotesis uji adalah sebagai berikut:
H0 : Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa antara yang memperoleh pembelajaran dengan model
pembelajaran M-APOS dan model pembelajaran Problem Based Learning.
H1 : Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis
siswa antara yang memperoleh pembelajaran dengan model pembelajaran
40
Santy Setiawati, 2014
Perbandingan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP antara yang memperoleh pembelajaran model m-apos dan model problem based learning
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Kriteria pengujian dengan mengambil taraf signifikansi α = 0,05 adalah
menerima H0 jika nilai sig. (p-value) lebih besar sama dengan α, dan menolak H0 jika
nilai sig. (p-value) lebih kecil α.
Langkah-langkah yang diperlukan untuk analisis data disajikan pada gambar
berikut ini:
Gambar 3.1 Bagan Analisis Data Kuantitatif
2. Analisis Data Kualitatif a. Angket Siswa
Data kualitatif ini diperoleh dari angket yang terdiri dari pertanyaan positif
dan pernyataan negatif. Pada penelitian ini, pilihan jawaban Netral (N) tidak
digunakan karena siswa yang ragu-ragu mengisi pilihan jawaban memiliki
kecenderungan yang besar untuk memilih jawaban Netral (N). Sikap atau respons
siswa terhadap implementasi pembelajaran model M-APOS dan model PBL disajikan
Data Sampel 1 Uji Normalitas
Uji Non-Parametrik Uji Homogenitas