• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKEMBANGAN POLITIK PARTAI MASYUMI PASCA PEMILU 1955.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERKEMBANGAN POLITIK PARTAI MASYUMI PASCA PEMILU 1955."

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

Aris Sumanto 11406244042

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL

(2)

i

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

Aris Sumanto 11406244042

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL

(3)
(4)
(5)

v

Kupersembahkan Karya Skripsi ini Kepada

“Ibuku Umiyatun”

“Bapakku Sri Sumanto”

Kubingkiskan Karya Skripsi ini Untuk Saudaraku dan Saudariku

(6)

vi

itu dan yang membencimu tidak percaya itu.

(Ali bin Abi Thalib)

Kalau hidup Sekedar hidup Babi di Hutan juga Hidup, Kalau bekerja sekedar bekarja Kera juga bekerja.

(Buya Hamka)

Lakukan langkah kecil untuk membangun impian besarmu

(7)

vii

NIM. 11406244042 ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Latar belakang berdirinya Partai Masyumi, (2) Gambaran perkembangan Partai Masyumi pada masa Demokrasi Parlementer 1950-1955, (3) Perkembangan Partai Masyumi pasca pemilu tahun 1955.

Penelitian ini menggunakan metode yang terdiri dari beberapa tahapan. Tahap pertama, adalah heuristik atau pengumpulan sumber, sumber terbagi menjadi dua yaitu sumber primer dan sekunder. Sumber primer buku karya A.G Pringgodigdo yang berjudul Undang-Undang No.7 tahun 1953 tentang pemilihan umum dan sumber sekunder buku karya Deliar Noer yang berjudul Partai Islam di Pentas Nasional. tahap kedua adalah verifikasi atau kritik sumber, tahap ketiga adalah interpretasi yaitu proses menafsirkan fakta-fakta sejarah dan tahap keempat adalah historiografi atau penulisan sejarah.

Hasil dari penelitian ini sebagai berikut, (1) Latar belakang berdirinya Partai Masyumi dimulai dari para tokoh-tokoh Islam yang memerlukan wadah partai untuk berpolitik serta mencakup seluruh aspirasi umat Islam di Indonesia. Suasana revolusi menurut para tokoh politik Islam sangat sesuai untuk mendirikan partai ditambah lagi adanya maklumat presiden tanggal 3 November 1945 untuk mendirikan partai. Pada tanggal 7-8 November 1945 berlangsung Kongres Umat Islam di Yogyakarta serta memutuskan untuk mendirikan Partai Masyumi. (2) Perkembangan politik partai Masyumi tahun 1945-1949 ditandai dengan eksistensi partai dalam pemerintahan meskipun muncul keretakan di tahun 1947 saat terbentuk kabinet Amir, ia berhasil mendirikan kembali PSII (Partai Syarikat Islam Indonesia) serta menyatakan diri keluar dari partai Masyumi. Pada tahun 1950-1955 Partai Masyumi mengalami jatuh bangun dalam kabinet pemerintah. Partai juga mengalami keretakan saat terbentuknya kabinet Wilopo tahun 1952 dengan keluarnya NU (Nahdahtul Ulama). (3) Pasca pemilu 1955, pada tanggal 21 Februari 1957 muncul konsepsi presiden Soekarno yang salah satunya ingin menyatukan empat pemenang hasil pemilihan umum 1955 yaitu PNI (Partai Nasional Indonesia), Masyumi, NU dan PKI (Partai Komunis Indonesia), namum Masyumi menolaknya. Akhirnya pada awal tahun 1958 tokoh partai Masyumi seperti Natsir dan Sjarifudin Prawiranegara kemudian memimpin Pemberontakan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). PRRI sendiri merupakan jawaban daerah atas tidak lancarnya kabinet yang terus menujukan jatuh bangun. Keterlibatan tokoh partai pada PRRI akhirnya mendorong lahirnya Keppres Nomor 200 tahun 1960 yang menyatakan partai Masyumi harus membubarkan diri. Akhirnya Partai membubarkan diri pada tanggal 13 September 1960.

(8)

viii

rahmat serta kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Perkembangan Politik Partai Masyumi Pasca Pemilu 1955”.

Penelitian skripsi ini bertujuan untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan bagi mahasiswa program S1 pada program studi Pendidikan Sejarah, Universitas Negeri Yogyakarta.

Selesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis dengan segala kerendahan hati dan penuh rasa hormat mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai, terutama kepada: 1. Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., MA selaku Rektor Universitas Negeri

Yogyakarta.

2. Prof. Dr. Ajat Sudrajat, Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta.

3. Dr. Dyah Kumalasari, M.Pd., Ketua Prodi Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah memberikan izin penelitian.

4. Zulkarnain, M.Pd selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan saran kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.

(9)

ix

7. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Sejarah yang telah memberikan bekal kepada penulis dalam penyusunan skripsi.

8. Kedua Orangtuaku serta saudara, saudariku yang telah memberi semangat, motivasi, doa kepada penulis dalam penyusunan skripsi.

9. Teman-teman dekatku, Aripin, Febrian yang telah sabar mengarahkan dan memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 10. Seluruh Keluarga Besar HNR 11 dan semua pihak yang tidak dapat penulis

sebutkan satu persatu yang telah membantu terlaksananya penelitian ini. Terima kasih kepada seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu karena telah membantu saya baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis butuhkan sebagai. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi peulis dan para pembaca. Terima kasih.

Yogyakarta, April 2016 Penulis

(10)

x

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN MOTTO ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR SINGKATAN ... xii

DAFTAR ISTILAH ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 11

E. Kajian Pustaka ... 12

F. Historiografi yang Relevan ... 16

G. Metode Penelitian ... 17

(11)

xi

A. Berdirinya Partai Masyumi ... 27

B. Tokoh Pendiri Partai Masyumi ... 31

C. Tujuan Pembentukan Partai Masyumi ... 34

D. Sistem Anggota Partai Masyumi ... 36

E. Program Politik Partai Masyumi ... 39

BAB III PERKEMBANGAN POLITIK PARTAI MASYUMI PADA MASA DEMOKRASI PARLEMENTER 1950-1955 ... 44

A. Masa Awal Kemerdekaan 1945-1949 ... 44

B. Perkembangan Politik Masyumi Masa Demokrasi Parlementer 1950-1955 ... 52

1. Kabinet Natsir ... 53

2. Kabinet Dr.Sukiman ... 55

3. Kabinet Wilopo ... 58

4. Kabinet Ali Sastroamidjojo I ... 61

5. Kabinet Burhanuddin Harahap ... 65

BAB IV PERKEMBANGAN POLITIK PARTAI MASYUMI PASCA PEMILU 1955 ... 69

A. Pergolakan Politik Partai Masyumi 1956-1958 ... 69

B. Pembubaran Partai Masyumi ... 78

BAB V KESIMPULAN ... 93

DAFTAR PUSTAKA ... 97

(12)

xiv

Eksistensi : Keberadaan.

Fraksi : Bagian kecil: pecahan: kelompok dalam DPR atau parlemen

yang memberikan arahan dan tujuan.

Formatur : Orang atau sekelompok orang yang menyusun/membuat

sesuatu.

Furu Iyah : Perkara-perkara kecil.

Ideologi : Kumpulan konsep bersistem yang dijadikan atas pendapat

(kejadian) yang memberikan arah dan tujuan untuk

kelangsungan hidup.

Imperialisme : Sistem politik yang bertujuan menjajah negeri lain untuk

mendapatkan kekuatan dan keuntungan yang lebih besar.

Kapitalisme : Sistem dan paham ekonomi yang modalnya bersumber pada

modal pribadi atau modal perusahaan swasta dengan ciri

persaingan dalam pasar bebas.

Koalisi : Kerjasama antara beberapa partai untuk memperoleh

kelebihan.

Kolonialisme : Paham tentang penguasaan oleh suatu negara atas daerah atau

(13)

xv

milik perseorangan dan menggantikannya dengan hak milik

bersama yang dikontrol oleh negara.

Konstituante : Panitia atau dewan pembentuk undang-undang dasar.

Konstitusi : Segala ketentuan dan aturan tentang ketatanegaraan.

Legislatif : Berhak dan berwenang membuat undang-undang: badan yang

membuat undang-undang.

Legitimasi : Pernyataan yang diakui keabsahannya: pengesahan

Majelis Syuro : Dewan Penasehat.

Maklumat Presiden : Pengumuman yang dikeluarkan presiden.

Mosi : Keputusan rapat atau pernyataan pribadi.

Muktamar : Konferensi/ kongres/ rapat/ tandingan/ pertemuan.

Nasionalisme : Paham untuk mencintai bangsa dan negara sendiri.

Parlemen : Lembaga yang terdiri atas wakil-wakil rakyat yang dipilih dan

bertanggung jawab atas perundang-undangan dan pengendalian

anggaran keuangan negara: dewan perwakilan rakyat.

Partai : Perkumpulan (segolongan orang) yang seasa, sehaluan dan

setujuan ( terutama di bidang politik).

Reshuffle : Pergantian

(14)

xvi

tidak perlu didasarkan pada ajaran agama.

Sosialis : Ajaran atau paham kenegaraan dan ekonomi yang berusaha

supaya harta, benda industry, dan perusahaan menjadi milik

(15)

xvii

Lampiran 1. Lambang Masyumi ... 101

Lampiran 2. Foto Mohammad Natsir ... 102

Lampiran 3. Foto tokoh Masyumi dan PRRI ... 103

Lampiran 4. M.Natsir dan anggota PRRI... 104

Lampiran 5. Sidang kabinet inti ... 105

(16)

xii

DPAS : Dewan Pertimbangan Agung Sementara DPR : Dewan Perwakilan Rakyat

DPRDGR : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong GASBIINDO : Gabungan Sarekat Buruh Indonesia

GPII : Gerakan Pemuda Islam Indonesia HMI : Himpunan Mahasiswa Islam

IPKI : Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia K.H : Kyai Haji

KSAD : Kepala Staff Angkatan Darat KEPPRES : Keputusan Presiden

KNIP : Komite Nasional Indonesia Pusat KMB : Konferensi Meja Bundar

KUII : Kongres Umat Islam Indonesia MASYUMI : Majelis Syuro Muslimin Indonesia MIAI : Madjelis Islam A’la Indonesia MSA : Mutual Security Act

(17)

xiii PKR : Partai Kedaulatan Rakyat PNI : Partai Nasional Indonesia PP : Penetapan Presiden

PPKI : Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia

PRRI : Pemberontakan Revolusioner Republik Indonesia PSI : Partai Sosialis Indonesia

PSII : Partai Sarekat Islam Indonesia RIS : Republik Indonesia Serikat RUU : Rancangan Undang-Undang SDI : Sarekat Dagang Islam

SDII : Sarekat Dagang Islam Indonesia SI : Sarekat Islam

TNI : Tentara Nasional Indonesia TT : Teritorial Tertinggi

UUD : Undang-Undang Dasar

UUDS : Undang-Undang Dasar Sementara

(18)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pada awal abad 20 nasionalisme Indonesia mencapai titik puncak, yaitu dengan diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia. Indonesia dan negara-negara Asia lain mengalami penjajahan dan secara serempak membangkitkan nasionalismenya sendiri-sendiri sehingga menciptakan negara merdeka. nasionalisme di Indonesia mulai muncul dan menumbuhkan pemikiran rasa ingin lepas dari penjajahan. Bangkitnya nasionalisme mengarah ke kesadaran politik. Sebelum kemerdekaan kesadaran politik muncul di abad 20 antara tahun 1910-1930 pemikiran untuk mencari dasar kemerdekaan bangsa.

Kemunculan partai maupun organisasi karena merasa senasib dan rasa ingin lepas dari penjajah sehingga muncul nasionalisme bangsa Indonesia. Kehidupan partai di Indonesia dimulai sejak pemerintahan kolonial Belanda. Hubungan yang terjadi antara penguasa kolonial beragama Kristen dan pribumi yang beragama Islam menjadi latar belakang hubungan Belanda-Indonesia, dalam hal ini keinginan untuk tetap menjajah mengakibatkan pemerintah kolonial tidak mampu memperlakukan agama pribumi sesuai dengan agama mereka. Latar belakang ini menjelaskan mengapa terjadi kebijaksanaan yang berhubungan dengan agama, meskipun dinyatakan bahwa pemerintah kolonial bersikap netral pada agama.1

1

(19)

Ketika pimpinan Islam semakin menyadari tentang keresahan, penderitaan rakyat akibat kondisi kolonial dan pentingnya pengaruh politik akhirnya mendorong para Kyai dan ulama untuk menghimpun kekuatan. Landasan ideologi Islam digunakan sebagai perjuangan politik untuk melawan kekuasaan kolonial, hal ini menjadikan Islam sebagai sarana untuk mengangkat harga diri berhadapan dengan kekuasaan kolonial.2 Meskipun demikian antara tahun 1910 sampai 1930 selain ideologi Islam timbul ideologi lain seperti komunis maupun nasionalisme. Islam kemudian tumbuh sebagai dasar pergerakan politik yang berkembang dengan terbentuknya satu wadah bernama MIAI (Majelis Syuro A’la Indonesia).

Pada tanggal 21 September 1937 di Surabaya KH Mas Mansyur, KH Abdulwahab Chasbullah dan KH Ahmad Dahlan berhasil mendirikan MIAI.3 MIAI berdiri atas dasar perlu dibentuknya wadah politik Islam di Indonesia, hal ini dirasakan perlu dan didukung oleh segenap organisasi islam di Indonesia. 4 Berdirinya MIAI menjadi kekuatan yang mengguncang pemerintah kolonial Belanda. MIAI memperlihatkan harapan besar bagi kaum muslimin Indonesia untuk bergerak mencari kemerdekaan. Kegiatan MIAI turut pula berperan aktif dalam masa pergerakan nasional.

2

Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam di Indonesia (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 34.

3

Abdul Karim, Islam dan Kemerdekaan Indonesia (Yogyakarta: Sumbangsih Press, 2005), hlm.50.

4

(20)

Kedatangan Jepang di Indonesia tahun 1942 mempengaruhi perkembangan MIAI, keputusan Jepang seringkali bertentangan dengan pemerintah Indonesia. Keputusan Jepang salah satunya adalah melarang kegiatan kepartaian. Keputusan ini tentu saja menimbulkan masalah baru bagi partai di Indonesia, tetapi tidak untuk MIAI. MIAI yang diperkenankan terus berdiri dengan cara menyesuaikan nya dengan keinginan perang Asia Timur Raya.5

MIAI pun dalam perkembangannya melakukan upaya untuk mengusir penjajah dari tanah nusantara. Karena itu, pada bulan oktober 1943 Jepang membubarkan MIAI. Alasannya pembubaran MIAI karena Jepang merasa bahwa mereka membahayakan kedudukan Jepang serta perkembangan mereka yang pesat. Apalagi pada waktu itu umat Islam sudah memiliki pasukan militer yaitu Hizbulloh, pemuda-pemuda yang dididik militer oleh mereka sendiri. 6

Pasca kemerdekaan 17 Agustus 1945, pada tanggal 7 November 1945, mengadakan kongres pemimpin umat Islam di gedung Madrasah Mu’alimin Yogyakarta tokoh-tokoh Islam bersepakat untuk mendirikan partai politik Islam yang pertama yang diberi nama Masyumi atau kepanjangan dari (Majelis Syuro Muslimin Indonesia).7 Tujuan didirikannya Partai Masyumi

5

Zulfikar Gazali dkk, Sejarah Politik Indonesia. (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional,1989), hlm.7.

6

(21)

yakni “terlaksana ajaran dan hukum islam di dalam kehidupan individu,

masyarakat dan negara Republik Indonesia menuju keridhaan Illahi, tujuan ini kemudian dijabarkan dalam Tafzir Azas Muhamadiyah yang kedudukannya sebagai penjelas dari ideologi Islam yang dianut partai Masyumi.8

Pasca pembentukan Masyumi 1945 selama kurun waktu 1949-1955, partai Masyumi ikut serta duduk dalam kabinet. Kabinet Amir Sjarifuddin berhasil menarik PSII (Partai Sarekat Islam Indonesia) untuk keluar dari Masyumi. Peristiwa ini terjadi tahun 1947 sehingga menimbulkan keretakan dalam kalangan Islam walaupun dampak dari keluarnya itu tidak begitu besar. Keluarnya PSII disebabkan karena kekecewaan sebagian politisinya di Masyumi yang tidak mendapatkan peran dan kedudukan kurang strategis seperti Wondoamiseno dan Arundji Kartawinata.9

Pada tahun 1950-1955 menjadi tahun dimana pergolakan jatuh bangun Masyumi dalam kabinet. Kabinet pertama diisi oleh Natsir (Masyumi) dan selanjutnya setelah kabinet runtuh diganti dengan Sukiman (Masyumi). Perdana menteri dari dua kabinet tersebut diisi oleh Masyumi sedangkan tujuan dari kabinet tersebut sama yaitu: Program Kabinet Natsir antara lain:10

7

Syaifullah, Gerak Politik Muhamadiyah dalam Masyumi, (Jakarta: Pustaka Utama Grafitti, 1997), hlm.141.

(22)

Menjalankan tindakan tindakan yang tegas sebagai negara hukum untuk menjamin kenyamanan dan ketentraman. Membuat dan merencanakan rencana kemakmuran nasional dalam jangka pendek untuk mempertinggi kehidupan sosial ekonomi rakyat. Mempercepat usaha penempatan bekas pejuang dalam lapangan pembangunan. Menyelesaikan persiapan pemilihan umum untuk membentuk Konstituante dan menyelenggarakan pemilihan umum dalam waktu yang singkat. Menjalankan politik luar negeri yang bebas aktif dan yang menuju perdamaian.

Pada tahun 1952 saat kabinet Sukiman berhenti dan digantikan oleh kabinet Wilopo. Muncul masalah baru dalam internal partai yaitu keluarnya NU dari tubuh partai Masyumi. Terpilihnya KH Fakih Usman (unsur Muhamadiyah dalam Masyumi) menjadi Menteri Agama dalam kabinet Wiloppo menyebabkan masalah yang besar hal ini dikarenakan, menteri Agama dalam kabinet sebelumnya selalu dipegang NU dengan KH Hasyim Wahab duduk sebagai menteri.11 NU ingin juga menunjukan bahwa kalangan ulama berpendidikan tradisional sebenarnya juga mampu menegelola suatu negara modern. maka dalam Mukhtamar NU di Palembang 1952, menyatakan diri keluar dari Masyumi.

Partai Masyumi yang sudah ditinggal PSII dan NU terus maju hingga pemilihan umum 1955. Perdana menteri Boerhanoedin Harahap (Masyumi) berhasil mengadakan pemilu di tahun 1955. Pemilihan umum tepatnya 25

11

(23)

September 1955 untuk memilih anggota DPR dan 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Konstituante. Pemilihan umum waktu itu sangat menarik karena setiap partai mempunyai pendukung fanatik masing-masing yang, mereka yang muslim akan ke Masyumi, NU (Nahdahtul Ulama).

Pemilu 1955 memperlihatkan posisi partai Masyumi yang jaringan pendukungnya luas menggambarkan bahwa partai ini merupakan partai bersifat nasionalis di dalam sistem tersebut. Partai Masyumi diisi pendukung berasal dari luar Jawa yang wilayah Islamnya kuat, seperti Sumatera sehingga mampu meenduduki posisi ke dua hasil pemilu.12 Hasil pemilu 4 partai besar yakni PNI, PKI, NU, dan Masyumi yang mengumpulkan suara 75% dari keseluruhan pemilih pada pemilihan umum tahun 1955 dan pemilihan daerah pada tahun 1957.13 Hasil ini membawa partai Masyumi menjadi bagian pilar pemerintahan selain PNI.

Pasca pemilu partai Masyumi merupakan awal dari babak akhir partai. Selama kurun waktu 1956 hingga 1958 terjadi masalah hingga membawa partai bubar. Posisi mulai bergeser pada saat PKI bangkit kembali dan mempengaruhi kebijakan Soekarno serta diakomodasi dalam pemerintah. Masyumi sebagai partai Islam menolak paham komunisme PKI. Pembentukan kabinet Ali-Roem-Idham setelah pemilu 1955, Soekarno menginginkan PKI dilibatkan dalam kabinet karena menduduki hasil ke empat hasil pemilu 1955. Keinginan tersebut tidak dipenuhi oleh Ali

12

Ichlasul Amal. Teori-Teori Mutakhir Partai Politik. (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 1988), hlm.134.

13

(24)

Sastroadmijoyo, Masyumi, NU menolak dan menentang keterlibatan PKI, karena PKI dipandang tidak mengakui keberadaan Tuhan yang Maha Esa. Pertentangan antara Soekarno dengan partai Masyumi semakin terbuka saat penolakan konsepsi Soekarno tentang demokrasi terpimpin untuk menggantikan demokrasi parlementer.

Akhir Oktober 1956 adanya keinginan Presiden untuk pembubaran partai politik. Hal ini mendapat reaksi dari pimpinan partai. Presiden Soekarno mengemukakan pikiran supaya pemimpin partai mengadakan pertemuan dan musyawarah serta mengambil keputusan untuk dibubarkannya partai-partai.14 Keputusan Presiden mendapat tanggapan dari Parkindo yang sebaiknya partai-partai pendukung pemerintah bersama mengundurkan diri dan membentuk kabinet baru dengan bantuan presiden dan wakil presiden.15 Hal ini menambah konsepsi presiden tentang pembubaran partai politik.

Gejolak kabinet serta adanya keputusan presiden akhirnya membawa Masyumi kepada pilihan untuk menarik diri dari kabinet. Sidang awal Januari 1957 pemimpin partai Masyumi telah menarik kelima menterinya dari kabinet yaitu Menteri Kehakiman Muljatno dan Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Pangeran Noor. Keputusan penarikan keanggotaan partai Masyumi disesali Dewan sidang yang kecewa atas pernyataan partai Masyumi. Penarikan juga dikemukakan pimpinan partai Masyumi, sejak kabinet terbentuk pada Maret 1956 yang menggap partai Masyumi sudah

14

Pedoman Rakyat, “Presiden AnjurkanDikuburkan Partai Partai”, 30

Oktober 1956.

15

(25)

turut serta membangun bangsa akan tetapi partai Masyumi harus konstan dalam tindakan yang tidak selamanya memberi keyakinan jalan yang dituju tidak ke arah menjaga keselamatan dan kesejahteraan bangsa dan negara.16

Penolakan juga dilakukan pada saat dibentuk kabinet karya yang tidak memperhatikan kekuatan parlemen, yaitu kabinet Djuanda yang diumumkan pada 8 April 1957 pasca mundurnya kabinet Ali Rhoem. Penolakan tersebut bertentangan dengan kebijakan Presiden Soekarno yang hendak menyatukan seluruh kekuatan bangsa.17 Partai lain yang semula menolak konsepsi Soekarno seperti NU, akhirnya mulai akomodatif dengan menerima dan mengirim wakil dalam Kabinet Juanda.

Posisi Partai Masyumi yang tidak masuk dalam kabinet serta munculnya PRRI (Pemberontakan Revolusioner Republik Indonesia) yang sebagian anggota Masyumi turut didalamnya akhirnya presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menyatakan kembali ke UUD 1945 dan pengambil-alihan oleh Presiden Soekarno seluruh kewenangan pemerintah dalam tangannya.18 Pada tanggal 5 Juli 1960 dengan perintah presiden nomor 13 tahun 1960 tentang pengakuan, pengawasan dan pembubaran partai politik Presiden Soekarno menjalankan kebijakan penyederhanaan partai partai politik sebagai pelaksanaan Penpres nomor 7 tahun 1959 tentang syarat syarat dan penyederhanaan partai. Pada 21 Juli

16

Pedoman Rakyat, “ Kesibukan Politik di Ibukota”, 11 Januari 1957.

17Muchamad Ali Safa’at

., loc.cit, hal. 164.

18

(26)

1960 soekarno memanggil pemimpin-pemimpin Masyumi dan PSI. Memberikan waktu untuk mencukupi syarat kepartaian hingga 30 Desember 1960.

Partai Masyumi menyatakan bahwa Penpres nomor 7 tahun 1959 bertentangan dengan UUD 1945 yang tidak mengenal bentuk hukum penetapan presiden. Jawaban pimpinan Masyumi dan PSI tidak memuaskan Soekarno, pada tanggal 17 Agustus 1960 dikeluarkan keputusan presiden nomor 200 tahun 1960 yang membubarkan Masyumi dan keputusan presiden nomor 201 tahun 1960 yang membubarkan PSI.19

Berdasarkan pemaparan diatas, peneliti merasa tertarik mengkaji lebih dalam dengan judul “Perkembangan Politik Partai Masyumi Pasca Pemilu

1955”. Adapun penulis mengangkat permasalah ke dalam karya tulis ilmiah,

yaitu masih kurangnya penulisan sejarah perkembangan Partai Masyumi khususnya periode 1955 hingga dibubarkan secara lebih mendalam.

Rentang waktu yang penulis teliti yaitu pada tahun berdirinya Partai Masyumi 1945 hingga partai membubarkan diri pada tahun 1960. Pada tahun 1945 hingga tahun 1960 merupakan titik pergolakan sistem pemerintahan dari UUD 1945 yang berganti menjadi UUDS 1950 hingga konsepsi Soekarno untuk kembali menganut sistem UUD 1945. Sistem ini tidak akan lepas dari partai-partai besar seperti Partai Masyumi, orientasi Partai Masyumi selain menjaga kedaulatan Republik Indonesia juga menjalankan politik Islam. Selama kurun waktu 15 tahun berdiri, Partai Masyumi selalu menjadi peranan

19

(27)

penting dalam pemerintahan, terlebih ketika memasuki masa UUDS 1950 Kabinet dipegang Natsir dan selanjutnya dipegang Sukiman, puncaknya pada pemilihan umum tahun 1955. Pemilu 1955 menjadi wujud kebesaran Partai Masyumi, dimana partai menempati posisi ke dua setelah PNI. Lima tahun kemudian yaitu tahun 1960, Partai Masyumi membubarkan, dengan alasan menolak komunis duduk di pemerintahan yang berujung pada keterlibatan beberapa tokoh Partai Masyumi dalam PRRI. Bubarnya partai Masyumi mengakhiri semua aktifitas politik partai Masyumi. Selain itu masa Demokrasi Parlementer tahun 1955 menjadi fanatik partai, Masyumi yang ingin menjalankan syariat dan hukum Islam pada kenyataannya menimbulkan masalah yang berdampak kompleks baik partai, politik, maupun sosial. B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana latar belakang lahirnya Partai Masyumi ?

2. Bagaimana Perkembangan Partai Masyumi pada masa Demokrasi Parlementer tahun 1950-1955 ?

3. Bagaimana Kondisi Partai Masyumi pasca Pemilihan Umum pada tahun 1955 ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu, tujuan umum dan tujuan khusus. Adapun tujuan-tujuan tersebut sebagai berikut.

1. Tujuan Umum

(28)

b. Menerapkan teori dan metodologi sejarah dalam mengkaji peristiwa.

c. Memberikan pemahaman bahwa perkembangan politik berperan dalam perkembangan Indonesia.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui Latar belakang berdirinya Partai Masyumi.

b. Mengetahui gambaran tentang Perkembangan Partai Masyumi pada masa Demokrasi Parlementer tahun 1950-1955.

c. Mengetahui perkembangan Partai Masyumi setelah pemilu tahun 1955 hingga dibubarkan.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu bagi pembaca dan penulis. Adapun manfaat-manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagi Pembaca

a. Memberikan gambaran latar belakang berdirinya Partai Masyumi. b. Mengerti perkembangan Partai Masyumi masa Demokrasi

Parlementer.

c. Mengetahui dan memperluas tentang keikutsertaan Partai Masyumi dalam membangun Bangsa dan Negara hingga dibubarkan pada 1960.

2.

Bagi Penulis

(29)

E. Kajian Pustaka

Kajian pustaka merupakan telaah atau teori yang menjadi landasan pemikiran. Hal ini dimaksudkan supaya peneliti dapat memperoleh data-data atau informasi yang lebih lengkap mengenai permasalahan yang akan dikaji. Adapun literature yang digunakan penulis sebagai bahan kajian pustaka sebagai berikut.

Buku yang pertama untuk menjawab rumusan masalah bab II mengenai motif dan tujuan Masyumi. Buku ini berjudul Modernisasi dan Fundamentalisme dalam Politik Islam karya Yuzril Ihza Mahendra. Buku ini

menjelasakan tentang perbandingan Partai Jama’at-i-Islami (Pakistan) dan

Partai Masyumi (Indonesia). Buku ini menjelaskan tentang tujuan pembentukan Masyumi. Partai ini bertujuan mengakkan kedaulutan negara Republik Indonesia dan agama Islam. Kedua melaksanakan cita-cita Islam dalam urusan kenegaraan. Penjelasan ini termuat dalam dua naskah resmi Masyumi, yaitu Pernyataan politik yang dikeluarkan pada 8 November 1945 dan program perjuangan Partai Masyumi yang diumumkan pada 17 Desember.

(30)

tokoh Islam mencerminkan partai Masyumi sebagai “partai tunggal Islam di Indonesia”. Tidaklah mengherankan jika tokoh-tokoh tersebut mengambil

peranan penting dalam tubuh partai Masyumi.

Buku yang kedua berjudul Perkembangan Partai Islam di Pentas Nasional 1945-1965 karya Deliar Noer. Buku ini digunakan untuk menjawab

rumusan masalah bab III dan sebagai penunjang menjawab rumusan masalah bab IV. Bab III penulis gunakan saat partai Masyumi dalam kabinet periode 1945-1955. Partai Masyumi menunjukan eksistensi partai Islam untuk duduk dalam kabinet. Selama kurun waktu 1950 hingga 1955 partai Masyumi jatuh bangun dalam kabinet. Kabinet masa UUDS 1950 (Undang-Undang Dasar Sementara) 1950, partai Masyumi memimpin menjadi perdana menteri dalam kurun waktu 2 kabinet (Kabinet Natsir dan Kabinet Sukiman). Pasca kebinet Sukiman, partai Masyumi mulai goyah dengan keluarnya NU dari Masyumi. Keluarnya NU di tahun 1952, kemudian memutuskan menjadi fraksi sendiri. Pemilu tahun 1955 kejutan mulai datang dengan hasil dimana NU mendapat kursi no 3 di bawah partai Masyumi serta tampilnya PKI yang mendapat kursi di no empat.

(31)

pemimpin-pemimpin partai Masyumi dan (PSI) menyerahkan setumpuk daftar pertanyaan yang harus dijawab oleh para pemimpin partai secara tertulis dalam satu minggu. Salah satu pertanyaannya menanyakan keterlibatan anggota partai dengan PRRI. Akhirnya pukulan terakhir dialami partai Islam yang gigih mempertahankan prinsipnya dengan jawaban mereka. Pada tanggal 17 Agustus 1960 akhirnya partai Masyumi mendapat surat yang menyatakan Masyumi harus bubar. Pada tanggal 13 September 1960 pimpinan pusat partai Masyumi menyatakan partainya bubar.

Buku yang ketiga berjudul Indonesia Dibawah Rezim Demokrasi Terpimpin buku karya Ichlasul Amal menjelaskan tentang partai politik yang

ternyata mengikuti garis-garis pengelompokan yang sudah ada, salah satunya PKI, NU, PNI, banyak memperhatikan dan di inspirasi oleh kepentingan dan pandangan hidup Jawa, sementara partai Masyumi berkembang di daerah Islamnya kuat, yakni Sunda di Jawa barat. Penggunaan buku ini penulis akan memfokuskan menggunakannya sebagai landasan menjawab rumusan masalah pertama dan sebagai pendukung menjawab rumusan masalah kedua.

Buku yang keempat berjudul Pembubaran Partai Politik. buku karya Muchamad Ali Safa’at yang menjelaskan pembubaran partai politik di

(32)

dan menjamin keamanan rakyat. Mulai saat itu partai politik mulai mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara.

Buku yang kelima sama dengan judul Pembubaran Partai Politik karya Dr. Muchamad Ali Safa’at menjelaskan pembubaran partai politik di Indonesia. menjelaskan bagaimana PKI bangkit kembali dan mempengaruhi kebijakan Soekarno serta diakomodasi dalam pemerintah. Di sisi lain, Masyumi sebagai partai Islam menolak paham komunisme Atheis PKI. Pada saat pembentukan kabinet Ali-Roem-Idham setelah pemilu 1955, Soekarno menginginkan PKI dilibatkan dalam kabinet karena menduduki hasil ke empat hasil pemilu 1955. Namun keinginan tersebut tidak dipenuhi oleh Ali Sastroadmijoyo Masyumi dan NU menolak dan menentang keterlibatan PKI, karena PKI dipandang tidak mengakui keberadaan Tuhan yang Maha Esa.

Pertentangan antara Soekarno dengan partai Masyumi semakin terbuka saat penolakan konsepsi Soekarno tentang demokrasi terpimpin untuk menggantikan demokrasi parlementer. Penolakan juga dilakukan pada saat dibentuk kabinet karya yang tidak memperhatikan kekuatan parlemen, yaitu kabinet Djuanda yang diumumkan pada 8 April 1957. Penolakan tersebut bertentangan dengan kebijakan Presiden Soekarno yang hendak menyatukan seluruh kekuatan bangsa.

(33)

Politik Masyumi termasuk bagian-bagian atau cabang-cabang atau ranting-rantingnya di seluruh wilayah negara Republik Indonesia. Demikian pula dengan Keppres Nomor 201 tahun 1960 yang menyatakan “Membubarkan

Partai Sosialis Indonesia, termasuk bagian-bagian atau cabang-cabang atau ranting-rantingnya di seluruh wilayah negara Republik Indonesia.

F. Historiografi Yang Relevan

Historiografi menjelaskan mengenai kajian-kajian historis dengan tema atau topik yang sama, yang pernah dilakukan sebelumnya. Dalam bagian ini juga dijelaskan apa yang membedakan dan kesamaan antara penelitian yang dilakukan dengan penelitian yang mendahuluinya.

Skripsi pertama karya Nur Efri Setyadi mahassiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta yang berjudul “Eksistensi

Partai Masyumi pada Pemilihan Umum 1955”. Persamaan dengan penulis yang kerjakan berupa latar belakang serta perjuangan partai masyumi dalam politik nasional selama kurun waktu 1945-1955. Partai Masyumi merupakan partai yang dibentuk oleh tokoh-tokoh Islam masa pergerakan. Partai Masyumi merupakan perwujudan dari kalangan Islam untuk mewujudkan cita-cita Islam dalam kehidupan bernegara.

(34)

dan hasil yang memuaskan diantara beberapa partai peserta pemilihan umum. Pasca pemilihan umum keterlibatan pemimpin partai Masyumi dalam PRRI, menjadi satu alasan mengapa partai ini dibubarkan.

Skripsi kedua karya Togap Nauli Napitupulu mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta yang berjudul “Soekarno dalam Demokrasi Terpimpin lahirnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan

pengaruhnya terhadap kondisi politik di Indonesia tahun 1959”. Persamaan dengan peneliti terletak pada Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dekrit Presiden Soekarno yang menyatakan kembali ke UUD 1945 dan pengambil-alihan oleh Presiden Soekarno seluruh kewenangan pemerintah dalam tangannya dan menggambarkan kondisi perpolitikan nasional. Wacana Soekarno tentang penyederhanaan partai diikuti pula dengan keputusan Partai Masyumi dibubarkan.

Perbedaan dengan skripsi yang penulis teliti yaitu, peneliti membahas runtutan perkembangan politik partai Masyumi hingga menjadi salah satu partai besar. Perkembangan pasca pemilu timbul konflik ketika Soekarno mempunyai gagasan menyatukan empat partai hasil pemilu dalam satu kabinet. Masyumi tidak menyetujui karena ada komunis di dalamnya. Kondisi yang memanas akhirnya melalui dekrit Presiden partai Masyumi dibubarkan.

G. Metodologi Penelitian dan PendeketanPenelitan

(35)

dengan menempuh proses historiografi.20 Metode sejarah adalah seperangkat cara dan petunjuk dalam melaksanakan penelitian sejarah. Metode sejarah membantu penelitian dalam merekonstruksi peristiwa sejarah. Menurut Louis Gottslack terdapat empat tahap dalam penelitian sejarah yaitu pengumpulan data (heuristic), kritik sumber (verifikasi), penafsiran (interpretasi), dan penulis sejarah (historiografi).

1. Heuristik

Menurut terminologinya heuristik (heuristic) berasal dari bahasa Yunani heuristiken yang berart imengumpulkan atau menemukan sumber. Heuristik

merupakan kegiatan mencari sumber-sumber untuk mendapatkan data-data, atau materi sejarahatauevidensisejarah.21Sumber merupakan bagian penting dalam penulisan sejarah karena sumber merupakan pembedaan atar fakta dan opini.

Sumber sejarah disebut juga data sejarah. Versi bahasa Inggris datum bentuk tunggal, data bentuk jamak. Sumber sejarah dalam bahasa Latin datum berarti pemberian. Pengumpulan Sumber merupakan proses yang dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan sumber-sumber sejarah. Sumber sejarah, menurutbahannya, dapat dibagi menjadi dua yaitu tertulis dan tidak tertulis atau dokumen dan artifact.22Dokumen dapat berupanaskah,

20

Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 2008), hlm. 39.

21

Helius Sjamsudin, Metodologi Sejarah (Yogyakarta: Ombak, 2007), hlm. 86.

22

(36)

piagam, babad, suratkabar, prasasti, dll. Sumber artefact misalnya kapak, gerabah, perhiasan, manik-manik, candi, patung.

Sumber yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini diperoleh dari berbagai perpustakaan antara lain yaitu PerpustakaanPusat UNY, Laboratorium Sejarah UNY, Jogja Library Center, Perpustakaan ST. Kolase Ignatius Yogyakarta. Sumber-sumber yang diperoleh kemudian dikategorikan berdasarkan waktu dan asalnya sebagai berikut.

a. Sumber Primer

Louis Gottschalk mendefinisikan sumber primer sebagai kesaksian seorang saksi dengan matakepala sendiri atau dengan panca indera atau juga dengan alat mekanis yang selanjutnya disebut saksi pandangan mata. 23Ada beberapa sumber primer yang menjadi acuan dalam penelitian ini.

A. G Pringgodigdo. Undang-Undang No. 7 tahun 1953 tantang Pemilihan Umum.

Mimbar Indonesia, No. 29. 1960. Mimbar Indonesia, No.31. 1960.

Pedoman Rakyat “ Presiden Anjurkan Dikuburkan Partai Partai, 30

Oktober 1956.

Pedoman Rakyat “ Parkindo setuju kabinet bubar”, 2 Januari 1957.

Pedoman Rakyat “ Kesibukan Politik di Ibukota, 11 Januari 1957.

23

(37)

b. Sumber Sekunder

Sumber sekunder merupakan kesaksian dari siapapun yang bukan merupakan saksi mata dan tidak mengalami peristiwa yang dikisahkanya.24 Sumber sekunder yang penulis gunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

Yusril Ihza Mahendra. 1999 Modernisasi dan Fundamentalisme dalam Politik Islam Jakarta Selatan:Paramidana.

Deliar Noer. 1987 Partai Islam di Pentas Nasional Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti,

Samsuri. 1967. Politik Anti Komunis. 2004 Yogyakarta:Safian Insani Press.

Syaifullah. Gerak politik Muhamadiyah dalam Masyumi 1997 Jakarta: Anem Kosong Anem.

2. Verifikasi

Verifikasi atau kritik sumber adalah upaya untuk mendapatkan otentisitas dan kredibilitas sumber.25 Kritik sumber ini sangat diperlukan dalam penulisan sejarah. Kritik sumber yang dilakukan peneliti harus seobyektif mungkin, agar diperoleh data dan sumber yang benar-benar sesuai dengan penelitiannya. Kredibilitas data hanya bisa diperoleh dengan melakukan kritik sumber.

24

Ibid. hlm. 43.

25

(38)

Kritik sumber terdiri dari dua bagian meliputi kritik ekstern dan kritik intern. Kritik ekstern biasanya digunakan para peneliti untuk melihat keaslian dari sumber yang didapat seperti kecacatan pada sebuah dokumen atau menguji otentisitas (keaslian) suatusumber. Sedangkan kritik intern dalam penulisan sejarah biasanya digunakan untuk melihat kebenaran dari sumber-sumber misalnya dokumen. Kritik internal dimaksudkan untuk menguji kredibilitasdan realibilitassuatu sumber.

Kritik sumber terhadap sumber yang peneliti peroleh dilakukan verifikasi baik secara fisik ataupun non fisik. Kritik sumber secara fisik dapat dilihat dari tinta dan tulisan yang menunjukkan bahwa sumber dapat digunakan sebagai sumber yang valid. Selanjutnya kritik sumber secara non fisik dapat dilihat dari muatan yang disajikan. Melalui muatan dapat dilihat tahun terbit, penulis, serta muatanisi yang disajikan menunjukkan bahwa sumber dapat digunakan sebagai sumber yang valid.

3. Interpretasi

Interpretasi berarti menafsirkan atau member makna kepada fakta-fakta (fact) atau bukti-bukti sejarah (evidences).26 Interpretasi diperlukan karena tidak semua sumber sejarah bisa menjelaskan secara utuh peristiwa sejarah. Diperlukan interpretasi dari peneliti untuk memunculkan fakta yang utuh dari suatu sumber sejarah. Untuk menemukan fakta sejarah maka dilakukan sebuah analisis dan untuk

26

(39)

menyatukan hasil interpretasi penulis terhadap data yang diperoleh dilakukan sintesis.

Ada dua macam interpretasi, yaitu analisis dan sintesis.Analisis berarti menguraikan. Dalam analisis, beberapa kemungkinan yang dikandung oleh suatu sumber sejarah dicoba untuk dilihat.Sintetis berarti menyatukan. Dalams intetis, beberapa data yang ada dikelompokkan menjadi satu dengan generalisasi konseptual.27

Peneliti menganggap Partai Masyumi memiliki peranan besar bagi perkembangan Indonesia dan juga membawa arah baru bagi agama islam di Indonesia.

4. Historiografi

Historiografi adalah penyajian hasil interpretasi fakta dalam bentuk tulisan. Dapat dikatakan historiografi sebagai puncak dari rangkaian kerja seorang sejarawan, dan dari tahapan inilah dapat diketahui “baik

buruknya” hasil kerja secara keseluruhan. Dukungan sumber-sumber

yang valid sertalengkap, akan membantu penelitian ini menjadi penulisan yang dapat dipertanggungjawabkan dan dapat dijadikan pula sebagai referensi penelitian-penelitian selanjutnya. Dalam penulisan sejarah, aspek kronologis sangat penting.28 Penyajian penulisan dalam bentuk tulisan mempunyai tiga bagian: (1) pengantar, (2) hasil penelitian, (3) simpulan.

27

Kuntowijoyo, op.cit., hlm. 102-103.

28

(40)

H. Pendekatan Penelitian

Proses rekonstruksi atau penggambaran peristiwa sejarah sangat tergantung pada pendekatan yang dilakukan dalam penelitian.29 Pendekatan dalam penulisan sejarah digunakan untuk mempermudah pengkajian. Penelitian sejarah tidak hanya mencakup satu pendekatan saja melainkan beberapa pendekatan. Hal ini disebabkan sebagai upaya pengkajian secara multidimensional. Penelitian ini menggunakan beberapa pendekatan anatar lain pendekatan politik dan sosial.

1. Pendekatan Politik

Politik merupakan semua kegiatan yang berhubungan dengan negara dan pemerintahan. Pendekatan politik didefinisikan oleh Miriam Budiardjo adalah sebagai macam kegiatan dalam suatu sistem politik menyangkut proses menetukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu.30

Pendapat lainnya yang mencoba mendiskripsikan persoalan tentang politik seperti Sartono Kartodirdjo. Menurutnya, pendekatan politik adalah pendekatan yang mengarah pada struktur kekuasaan, jenis kepemimpinan, hiererki sosial, pertentangan dan lain sebagainya.31

29

Hariyono, Mempelajari Sejarah secara Efektif. (Jakarta: Pustaka Jaya, 1995), hlm. 97-98.

30

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik. (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2008), hlm. 8.

31

Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah,.

(41)

Pendekatan politik digunakan untuk mengetahui kondisi politik Partai Masyumi dimana kondisi setelah pemilu 1955 Masyumi berkembang kemudian mulai hancur perlahan dengan adanya kebijakan baru Presiden Soekarno sehingga tahun 1960 diibubarkan Presiden. 2. Pendekatan Sosial

Sosial adalah ilmu yang mempelajari perilaku dan aktifitas sosial dalam kehidupan bersama, perkembangan metodologi sejarah menjadi dekat dengan ilmu sosial sebab dalam sejarah penggunaan konsep-konsep umum yang sering digunakan dalam ilmu sosial. Dengan catatan selama penggunaan itu untuk ilmu kepentingan analisis sehingga menambah kejelasan dalam eksplanasi serta interpretasi sejarah.

(42)

I. Sistematika Pembahasan

Guna memperoleh gambaran yang jelas dan menyeluruh mengenai penulisan ini, sedikit penjelasan terhadap garis besar penulisan “Perkembangan Politik Partai Masyumi Pasca Pemilu 1955”, yaitu :

BAB 1 PENDAHULUAN

Bab pertama menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka dan historiografi yang relevan, metode penelitian dan pendekatan penelitian serta sistematika pembahasan.

BAB II. Latar belakang berdirinya Partai Masyumi. a. Berdirinya Partai Masyumi

b. Tokoh Pendiri Partai Masyumi c. Tujuan Pembentukan Partai Masyumi d. Sistem Anggota Partai Masyumi e. Program Politik Partai Masyumi

BAB III Bagaimana perkembangan Politik Partai Masyumi pada Demokrasi Parlementer 1950-1955.

a. Masa Awal Kemerdekaan 1945-1949.

b. Perkembangan Politik Partai Masyumi Masa Demokrasi Parlementer 1950-1955.

(43)

4. Kabinet Ali Sastroamidjojo I 5. Kabinet Burhanuddin Harahap

BAB IV. Perkembangan Partai Masyumi pasca Pemilu 1955. a. Pergolakan Politik Partai Masyumi 1956-1958. b. Pembubaran Partai Masyumi 1960.

BAB V. Kesimpulan

(44)

27

Negara Indonesia merupakan negara dengan penduduk mayoritasnya seorang muslim. Tidaklah mengherankan kiranya jika Indonesia dikatakan sebagai ranah muslim diantara sekian banyak negara muslim di berbagai penjuru dunia. Ironisnya, di dalam percaturan ekonomi dan politik nasional, nasib umat Islam Indonesia berlawanan dengan jumlah penduduknya. Dalam konteks ini, tidak dipungkiri bahwa pemikiran dan gerakan politik Islam yang tumbuh dan berkembang di tanah airacapkali dipengaruhi oleh berbagai pemikiran dan gerakan politik di tingkat global. Kesadaran politik di masa kolonial membuktikan bahwa pemimpin muslim mengetahui apa yang dirakan rakayat.

Ketika tokoh-tokohIslam semakin menyadari tentang keresahan, penderitaan rakyat akibat kondisi kolonial dan pentingnya pengaruh politik akhirnya mendorong para Kyai dan ulama untuk menghimpun kekuatan.Landasan ideologi Islam digunakan sebagai perjuangan politik untuk melawan kekuasaan colonial.Ideologi Islam terwujud sebagai sarana untuk mengangkat harga diri berhadapan dengan kekuasaan kolonial.1Mayoritas penduduk Indonesia merupakan muslim hingga para

1

(45)

tokoh kemerdekaan sehingga secara tidak langsung pengaruh yang diharapkan dalam ideologi Islam mampu tersampaikan.

Menurut Ahmad Syafii Maarif, menyadari dirinya sebagai yang dianut dianut oleh mayoritas rakyat Indonesia, Islam melalui pemimpin-pemimpinnya dalam sejarah kontemporer Indonesia menyatakan bahwa negara (kekuasaan politik). Politik sangat diperlukan sebagai instrumen untuk menjamin dan melaksanakan ajaran-ajarannya dalam kehidupan.2 Kondisi ini menantang para aktivis dan pemimpin muslim untuk membenahi melalui perjuangan politik.

Pada tanggal 21 September 1937 K.H. Mas Mansyur, K.H. Abdulwahab Chasbullah dan K.H. Ahmad Dahlan berhasil mendirikan MIAI (Madjelis Islam A’la Indonesia), di Surabaya.3Ada dua alasan pokok mengapa MIAI didirikan. Pertama, usaha politik Islam pada waktu itu masih belum maksimal, sehingga kesadaran mengadakan badan persatuan dikalangan Islam supaya kedudukan Islam di Indonesia sepadan dengan besarnya umat Islam. Kedua adalah landasan untuk membimbing pemimpin-pemimpin umat dalam membentuk MIAI yang waktu itu dipandang cukup strategis untuk menggalang persatuan diantara partai dan organisasi Islam.4

2

Ahmad Syaffi Maarif. (1988). Islam di masa Demokrasi Liberal dan Demokrasi Terpimpin, Prisma, No. 5 Tahun XVII, hlm. 25.

3

Abdul Karim. Islam dan Kemerdekaan Indonesia, (Yogyakarta: Sumbangsih Press, 2005), hlm.50.

4

(46)

Terbentuknya MIAI menjadi kekuatan baru yang menggetarkan pemerintahan kolonial Belanda, pemerintah kolonial merasa usahanya sia-sia meskipun sudah melakukan pembuangan pemimpin nasional serta beberapa. Justru kaum muslim malah menjadi lebih gigih dalam menata perjuangan mereka. MIAI merupakan perwujudan kalangan elite tokoh politik Islam untuk menyalurkan kekuatan menghadapi kolonial. MIAI kemudian menjelma menjadi organasasi Islam tumbuh dari masa kolonial hingga ke masa pendudukan Jepang.

Kedatangan Jepang pada Maret 1942, mempunyai pengaruh besar untuk partai. Partai dilarang melaksanakan kegiatannya kecuali MIAI yang dibiarkan berdiri kemudian diganti dengan Masyumi. MIAI terus dibiarkan berdiri karena Jepang menganggap bahwa keuatan Indonesia merupakan kekuatan muslim, Jepang menggunakan MIAI sebagai sarana mempersatukan muslim di bawah Jepang. Kekuatan MIAI yang kuat akhirnya menyebabkan Jepang mengambil sikap untuk memobilisir muslim.

(47)

Pada 17 Agustus 1945 Soekarno memproklamirkan kemerdekaan Indonesia.Pasca kemerdekaan mulai tumbuh dan berkembang partai politik terutama dimulai saat pemerintah mengeluarkan Maklumat Pemerintah No. X tanggal 3 November 1945, pemerintah tentang anjuran mendirikan partai politik maka partai-partai politik pun lahir. Dalam pembentukan partai politik tampak jelas dari pengorganisiran yang terpengaruh ikatan agama, suku dan kedaerahan.Hadirnya partai politik yang pada mulanya merupakan partai yang berdiri sabagai partai lanjutan pada masa pergerakan nasional. Maklumat tersebut menegaskan pemerintah akan anjuran pendirian partai, partai tersebut antara lain Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) murni Indonesia (lihat lampiran 1 halaman 101).5

Partai Masyumi berdiri pada kongres tanggal 7-8 November 1945 sepenuhnya merupakan hasil karya pemimpin-pemimpin umat Islam dalam sebuah Muktamar Islam Indonesia bertempat digedung Madrasah Mu’allimin Muhamadiyah, Yogyakarta.6 Kongres tersebut juga mengikrarkan Masyumi adalah salah satu partai politik Islam di Indonesia dan partai Masyumi-lah yang akan memperjuangkan nasib umat Islam Indonesia. Partai Masyumi muncul sebagai partai yang mengakar di masyarakat Indonesia, karena di isi organisasi utama yaitu NU, Muhamadiyah, Perserikatan Umat Islam hingga berkembang dengan masuknya organisasi baru. Apabila dikaitkan dengan

5

Lambang Partai Masyumi berwujud Bulan Bintang.

6

(48)

tahun 1945 maka pembentukan partai Masyumi merupakan aspirasi umat Islam sebagai cerminan dan potensi yang kuat dan konkret.

Dipahami pula pembentukan partai Masyumi dipandang sebagai jawaban positif umat muslim. Jawaban atas respon Maklumat Presiden 3 November 1945dengan mendirikan partai Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) yang dianggap partai dengan berasaskan Islam waktu itu. Pasca kemerdekaan merupakan perwujudan dari pemikiran politik. PNI (Partai Nasionalis Indonesia) mewakili golongan Nasionalis, PKI (Partai Komunis Indonesia) mewakili komunis sedangkan partai Masyumi mewakili golongan agama Islam.Percaturan lebih nyata ketika pemilu 1955 dimana partai saling memperjuangkan ideologinya masing-masing.

Menurut M. Natsir Partai Masyumi adalah seluruh daripada cita-cita pandangan hidup dari ummat Muhammad yang telah ditanamkan benihnya di Indonesia semenjak berabad-abad.Masyumi adalah Hasrat dari umat Islam yang diwakili oleh para pemuka agama yang berasal dari seluruh Indonesia.Cita cita dan pandangan hidup ini telah turut mengakar di bangsa Indonesia.Perjuangan yang sudah dilakukan tokoh-tokoh Islam di masa lalu membuktikan agama Islam yang menginginkan sebuah kemenangan serta wujud kemenangan tanpa ada penindasan atas hak-hak mereka.7

B. Tokoh Pendiri Partai Masyumi

Masyumi didirikan oleh beberapa tokoh Islam, motif pembentukan Masyumi dari para tokoh partai politik dan gerakan keagamaan Islam yang

7

(49)

sudah berkembang sejak zaman pergerkan nasional. Tokoh tersebut seperti Agus Salim, Prof. Abdul Kahar Muzakhar, Dr. Soekiman Wirosandjojo, Ki Bagus Hadikusumo, Mohamad Mawardi, Abdul Wahid Hasim, Muhammad Natsir. Keputusan didirikannya Masyumi oleh tokoh tersebut bukan hanya sekedar keputusan biasa melainkan sebuah keputusan dari seluruh umat muslim melalui wakil-wakilnya. Hal ini jelas terbukti terlebih ketika para wakil yang duduk di posisi partai Masyumi merupakan para tokoh pemimpin muslim.8

Tokoh-tokoh tersebut mewakili kalangan dan merupakan para pemimpin umat seperti Agus Salim merupakan bekas tokoh SI, Dr. Sukiman mantan pemimpin SI, Abdul Kahar Muzzakir dan ki Bangun Hadikusumo adalah tokoh modernis Muhamadiyah. Motif tokoh-tokoh karena didorong oleh keinginan menyatukan politik Islam ke dalam satu wadah.9Suasana setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, adalah suasana yang sesuai untuk mendirikan partai.Zaman pergerakan partai dan organisasi Islam yang ada dihimpun untuk menghadapi permasalah sosial sehingga perlu satu wadah untuk mempersatukan mereka.

Keterwakilan berbagai tokoh Islam mencerminkan Masyumi sebagai “partai tunggal Islam di Indonesia” menurut Yusril Ihza Mahendra di dorong

oleh pandangan modernisme yang positif dan optimis dalam memandang pluralisme. Perbedaan pendapat antara sesama kelompok Islam, haruslah

8

Syaifulloh, op.cit, hlm. 142.

9

(50)

dilihat sebagai rahmat dari Tuhan, karena perbedaan itu “tidak bersifat

fundamental, tetapi hanya berhubungan dengan masalah-masalah furu iyah

(perkara-perkara kecil).10Tidaklah mengherankan jika tokoh-tokoh tersebut mengambil peranan penting dalam Masyumi. Perkara-perkara besar suasana politik dan sosial yang seharusnya disikapi menurut tokoh partai Masyumi adalah suasana revolusi Indonesia dan suasana persaingan berbagai golongan ideologi dalam masyarakat Indonesia.

Suasana setelah revolusi kemerdekaan 17 Agustus 1945 yang diproklamasikan Soekarno merupakan proses membentuk dan mempertahankan negara yang diusahakan dengan cara revolusi, memunculkan berbagai kelompok politik saling bersaing memperebutkan kekuasaan dan pengaruh.11 Ideologi berupa komunis nasionalis dan agama serta muncul ideologi baru sosialisme. Keberadaan persaingan ideologi mulai muncul diawal kemerdekaan ketika tokoh dari golongan islam, komunis dan sosialis terlibat perbedaan tentang PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada 21 Agustus 1945 yang menetapkan bahwa Indonesia merdeka hanya ada satu partai tunggal yang dinamakan PNI.

Percaturan politik yang panas mulai timbul persaingan serta tekanan dari luar yang saling menggelorakan ideologi masing-masing ada kala peropaganda ideologi sering berlangsung. Jawaban atas respon yang ditujukan kepada partai Masyumi adalah membentuk gagasan negara

10

Ibid, hlm. 65.

11

(51)

berdasarkan paham-paham Islam. Secara Eksplisit tidak ada sistematika pendidikan politik yang diterapkan partai, upaya pendidikan politik yang diperankan partai Masyumi tidak terlepas dari fungsi artikulasi kepentingan, seleksi kepemimpinan, dan komunikasi politik. Secara implisit upaya pendidikan politik partai Masyumi adalah usaha untuk mencapai tujuan yang dengan cara menginsyafkan dan memperluaskan pengetahuan serta kecakapan umat islam di Indonesia dalam perjuangan politik.12

Perjuangan politik partai Masyumi yang sangat kuat terjadi pasca pemilu 1955 yaitu: perjuangan ideologis menghadapi komunisme yang diperjuangkan PKI (Partai Komunis Indonesia). Propaganda PKI diyakini oleh Masyumi sebagai propaganda ideologi yang disebarkan melalui media cetak seperti buku Marxisme. Untuk mengantisipasi propaganda tersebut Masyumi mengeluarkan kebijakan para anggota. Kebijakan itu adalah buku-buku yang bertemakan sosialisme-religius atau lebih dikenal dengan buku-buku bacaan keluarga partai Masyumi.

C. Tujuan Pembentukan Partai Masyumi

Tujuan partai masa itu pada umumnya berhubungan dengan semangat kebangsaan dalam usaha membentuk dan mempertahankan satu negara bangsa yang bebas dari penjajahan.Semangat kebangsaan tahun 1945 muncul berbagai macam ideologi, tetapi mereka sadar disamping ada perbedaan, ada pula persamaan.Pandangan-pandangan dasar medernisme khususnya yang

12

(52)

menyangkut sikap bahwa ijtihad harus digalakan dalam menghadapi situasi yang berubah dan pandangan yang positif dalam memandang pluralisme.Tokoh-tokoh yang mengambil inisiatif pembentukan partai Masyumi, acap kali bersifat kolektif, pada umumnya telah menganut medernisme sejak sedia kala.13

Tokoh-tokoh yang mengambil inisiatif pembentukan partai Masyumi berinisiatif mendirikan kongres yang dihadiri golongan Islam di Indonesia. Berkat usaha dengan berbagai golongan Islam berhasil menyelenggrakan Kongeres Umat Islam Indonesia (KUII), kongres yang berlangsung di Yogyakarta selama dua hari yang dihadiri sekitar lima ratus utusan organisasi-organisasi sosil-ekonomi, Islam, tokoh tokoh alim ulama dan tokoh politik. Inisiatif ini diambil oleh keingian untuk menyatukan potensi kekuatan politikIslam ke dalam satu wadah perjuangan yang besar kuat dan berpengaruh. Tujuan Masyumi menurut Anggaran Dasar Masyumi yang disahkan oleh KUII pada tahun 1945, adalah14

1. Menegakkan kedaulatan negara Republik Indonesia dan agama Islam. 2. Melaksanakan Cita-cita Islam dalam urusan kenegaraan.

Tujuan partai Masyumi diuraikan dalam dua naskah resmi Masyumi, yaitu pernyataan politik yang dikeluarkan pada November 1945 dan Program perjuangan partai Masyumi yang diumumkan pada 17 Desember 1945. Masyumi percaya bahwa Islam menghendaki kesejahteraan masyarakat serta

13

Yusril Ihza Mahendra, loc.cit, hlm. 62.

14

(53)

penghidupan yang damai antara bangsa-bangsa di muka bumi ini.Pernyataan politik tahun 1945 menjelaskan bahwa partai Masyumi sebagai respon terhadap revolusi Indonesia yang bergolak yaitu tekad bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia. Tindakan Belanda dan kelompok-kelompok kriminal adalah tegas membahayakan kedaulatan Bangsa Indonesia

Imperialisme, apapun juga manifestasinya adalah suatu kezaliman yang melanggar melanggar perikamanusiaan.Secara nyata diharamkan oleh Islam. Program perjuangan yang diumumkan pada 17 Desember 1945 dikatakan bahwa perjuangan partai Masyumi adalah untuk melenyapkan kolonialisme dan imperialisme yang penuh kebuasan, kekejaman, dan kepalsuan. Tanah air harus dibebaskan dari perlakuan sewenang-wenang yang dilakukan oleh kolonialisme dan imperialisme.15

D. Sistem Anggota Partai Masyumi

Sejak awal pembentukannya partai Masyumi memiliki keinginan untuk menjadi partai yang didukung kalangan muslim di Indonesia. Dalam keanggotaan untuk menjadi partai Masyumi disesuaikan dengan tujuan partai. Dalam konteks negara, perjuangan anggota itu akan dicapai melalui pemilihan umum. Pemilihan umum menghendaki adanya anggota yang banyak dan dukungan luas dalam memilih. Untuk mencapai tujuan anggota Masyumi mempunyai sistem anggota dua macam yaitu:

(54)

1. Perseorangan: Anggota perseorangan minimum berumur 18 tahun atau sudah kawin, tidak dibenarkan merangkap anggota lain dan setiap anggota memiliki hak suara

2. Organisasi: mempunyai hak untuk memberi nasihat atau saran.

Ide dualisme keanggotaan didasari untuk memperbanyak anggota. Alasan lain, agar Masyumi dapat dilihat sebagai wakil umat tanpa ada merasa terwakili.16Dalam sejarah kepartaian umat Islam di Indonesia di masa kemerdekaan, keterkaitan seseorang dalam partai tersebut lebih sering ditentukan oleh kedudukan partai tersebut di tengah pergolakan politik.Bila kedudukan partai kuat partai itu menjadi pusat. Partai Masyumi merupakan perwujudan dari organisasi seperti NU dan Muhamadiyah umumnya anggota Muhamadiyah tergolong pada partai Masyumi sekurang-kurangnya merupakan pendukungnya.

Awalnya hanya empat organisasi yang masuk partai Masyumi: Muhamdiyah, NU, Perserikatan Umat Islam dan Persatuan Islam. Muhamdiyah termasuk pembaharu, NU tradisional, kedua organisasi yang lain bersifat tradisionalis dalam soal-soal agama, tetapi cenderung bersikap modern dalam soal dunia sehingga memudahkannya untuk bekerja sama dengan organisasi modernis. Persatuan Islam (Bandung) dan AL-Irsyad bergabung dengan Masyumi disusul dengan Jamiyatul Wasliyah, Al-Ittihadiyah serta PUSA (Persatuan Ulama Seluruh Aceh) menjadi anggota

16

(55)

Masyumi antara tahun 1948-1953. Suatu organisasi islam dapat menjadi anggota Masyumi bila disetujuai oleh lebih dari separuh anggota istimewa yang ada. Kecuali Ahmadiyah Lahore(aliran qadian) karena dianggap tidak Ahlus Sunnah wal Jamaah.17

Eksisitensi Masyumi dalam percaturan politik nasional memang sangat berpangaruh dengan hasil berbagai anggota yang duduk dalam kursi pemerintahan. Pada awalnya partai Masyumi yang sangat solid dan mampu menyatukan kekuatan organisasi Islam, namun ketika terjadi konflik dengan Soekarno tentang masalah pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesi (PRRI), sehingga anggota istimewa mulai melepaskan ikatan dengan Masyumi. Kebijaksanaan ini diambil untuk menjaga kelancaran kegiatan organisasi-organiasi yang bersangkutan dengan hambatan dalam geraknya. Permasalahan dengan presiden membawa partai Masyumi dibubarkan oleh presiden Soekarno tahun 1960.

Dalam masa revolusi dukungan Masyumi didapat dari Hizbullah yang beranggotakan 50.000 orang dan jumlah ini berlipat ganda dengan proklamasi kemerdekaan. Selain mempunyai 2 anggota utama partai Masyumi juga mendirikan anak organisasi. Anak organisasi adalah organisasi yang menghimpun anggota dengan latar belakang pekerjaan tertentu.Anak organasi di bawah Masyumi bernama Muslimat (wanita), Sarekat Dagang Islam Indonesia (SDII), Sarekat Tani Islam Indonesia (STII) yang semuanya

17

(56)

didirikan di masa Revolusi.18Anak organisasi sebagai pendesak untuk mencapai tujuan-tujuan Masyumi dan menjadi alat untuk menghadapi organisasi maupun anak organisasi partai lain.

Pendukung partai Masyumi sendiri cukuplah banyak dan hampir mencakup lingkup sosial maupun daerah.Organisasi pendukungnya yaitu Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), dan Pelajar Islam Indonesia (PII).Selain itu ada pula Mathla’ul Anwar

(bergerak di daerah Banten), Al Khairat (bergerak di pulau Sulawesi, Nahdahtul Watan (bergerak di daerah Lombok).19 Jumlah anggota pendukung partai menunjukan kecenderungan akan aliran agama, sosial maupun kelas pendidikan.

Organisasi yang dihimpun dengan latar belakang sosial mampu menujukan pengaruh besar dalam tatanan masyarakat.Pengaruh agama sangat luar biasa ketika dalam lingkup masyarakat kecil mampu dirangkul.Anggota yang saling berkontribusi mengembangkan ideologi mampu mengokohkan posisi partai. Sifat keanggotaan partai Masyumi yang mampu berkembang di beberapa kelas dalam masyarakat merupakan wujud untuk menyalurkan tujuan partai.

E. Program Politik Partai Masyumi 1. Politik

18

Ibid, hlm. 56.

19

(57)

Rumusan partai Masyumi menyebutkan bahwa partai itu menghendaki negara Indonesia menjadi suatu negara hukum yang berdasarkan ajaran-ajaran Islam.Istilah Negara Islam yang diinginkan partai Masyumi, bukan merupakan penamaan yang harus diadakan. Tetapi lebih pada bagaimana “ajaran Islam itu dapat menjiwai kehidupan berbangsa dan bernegara

meskipun bukan sebagai negara Islam”. Rumusan ini bisa disebut dengan apa

saja yang sesuai. Bahkan kalaupun harus dinamakan dengan Pancasila yang berasal dari bahasa Sansekerta diperbolehkan jika rakyat memang menghendaki itu. Partai Masyumi lebih memandang esensi dari pada penggunaan istilah.20

Negara hendaklah menjamin keselamatan jiwa dan benda tiap orang dan kebebasan beragama.Partai Masyumi lebih menyukai terbentuknya kabinet presindensiil dengan tanggung jawab kepala negara kepada dewan perwakilan rakyat. DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) sebaiknya terdiri dari dua badan: dewan berdasar pemilihan umum dengan perwakilan berimbang dan senat sebagai wakil daerah yang juga berdasar pemilihan umum. Hak-hak asasi manusi hendaknya dijamin dalam UUD (Undang-Undang Dasar).Hak-hak politik, sosial dan ekonomi, kaum wanita sederajat dengan kaum pria. 2. Pendidikan dan Kebudayaan

Menurut rumusan draf UUD Republik Indonesia yang diusulkan oleh Masyumi, sistem pendidikan nasional diarahkan untuk melahirkan manusia-manusia yang menguasai ilmu pengetahuan, keterampilan, keimanan kepada

20

(58)

Tuhan dan akhlak yang mulia. Rumusan sistem pendidikan ini tidak menyebutkan sistem Islam. Menurut tokoh-tokoh partai Masyumi rumusan-rumusan umum telah mencerminkan kehendak islam, meskipun tidak dinyatakan secara eksplisit. Partai Masyumi juga merencanakan pembentukan Universitas negeri di setiap provinsi.21

Sekolah swasta agama perlu diberi subsidi. Pengajaran rendah hendaknya juga menumbuhkan keterampilan anak, disamping pengetahuan. Pendidikan agama di sekolah pemerintah ditujukan untuk pembentukan watak dan kepribadian sehingga para pemuda menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab, berjiwa kemasyarakatan, berdisiplin, dan berkesusilaan. Pendidikan agama harus harus diajarkan menurut agama yang dianut oleh murid murid yang bersangkutan. Dalam bidang Kebudayaan, partai Masyumi menyebutkan bahwa pemerintah yang berkewajiban untuk memajukan kebudayaan dan kesenian sepanjang tidak bertentangan dengan asas-asas islam.22

3. Ekonomi

Partai Masyumi berpendapat bahwa pembangunan ekonomi memerlukan strategi pembangunan yang disusun menurut tahapan-tahapan tertentu sejalan dengan potensi-potensi yang dimiliki negara. Perekonomian hendaklah diatur menurut dasar ekonomi terpimpin.Perencanaan Produksi dan distribusi penting untuk kesejahteraan rakyat seluas-luasnya.Monopoli

21

Ibid., hlm. 264-265.

22

(59)

oleh perusahaan swasta dilarang dan konkurensi hendaknya bersifat membangun. Politik harga dan upah harus sesuai dengan keadaan perekonomian dalam negeri. Koperasi harus dibangun dengan bantuan pemerintah.23

Pemerintah juga harus harus membantu nelayan dan memberi perlindungan kepada para petani dengan memberantas pemerasan terhadap mereka, menghapuskan sistem tuan tanah menurut hukum dan membagi tanahnya kepada petani. Pemerintah hendaknya juga memberi kemudahan bagi golongan menengah Indonesia untuk berkembang dan memperkuat kedudukannya.Pembentukan undang undang bank perlu diawasi pemerintah.Sistem pajak yang berlangsung hendaknya disederhanakan, dan tidak melampaui kekuatan masyarakat.

4. Politik Luar Negeri

Partai Masyumi menentang penjajahan dan membantu tiap usaha untuk menghapuskannya. Politik luar negeri hendaklah bertujuan mempertahankan perdamaian dunia dan mencari persahabatan dengan semua bangsa “terutama

dengan bangsa yang berasaskan ketuhanan dan demokrasi”. Kedudukan PBB

(Persatuan Bangsa-Bangsa) hendaklah diperkuat.Negara-negara harus saling menghormati hak masing-masing dan menjunjung tinggi perjanjian-perjanjian antar bangsa. Bantuan luar negeri digunakan untuk mempercepat pembangunan negara, tanpa ikatan militer dan politik.24

23

Deliah Noer. op.cit., hlm. 141.

24

(60)

5. Irian Barat

Iran Barat yang belum masuk ke Indonesia masa kemerdekaan menjadi bagian penting politik Indonesia untuk memperjuangkannya.Irian Barat tetap merupakan tuntutan partai Masyumi selama belum masuk Indonesia. Ketika Sukiman dipercaya untuk memimpin pemerintahan tahun 1951 ia melanjutkan usaha untuk mendapatkan Irian Barat kembali dari pemerintahan Belanda.Langkah yang dilakukan Sukiman dengan mengirimkan delegasi ke Belanda dibawah pimpinan Supomo.Tetapi Supomo terpaksa kembali karena tanpa hasil dengan pemerintahan Belanda. Kabinet Selanjunya Ali I diharapkan lebih tegas dengan Belanda. Beliau berhasil menghimpun bangsa-bangsa Asia-Afrika pada suatu konperensi di Bandung. Tetapi kabinet ini gagal dalam merenggut Irian Barat dari Belanda. Sampai dengan Kabinet Ali II masalah Irian Barat masih menjadi perjuangan.25

25

Referensi

Dokumen terkait

[r]

KAP’s products to the Company.. Perseroan membayarkan kepada para pemegang saham PT Agro Pratama sebesar Rp. Dengan demikian, Perseroan mengendalikan PT Agro

Hal seperti itu dapat terjadi karena kebiasaan guru dalam menyajikan pembelajaran terlalu mengacu pada target pencapain kurikulum sehingga mengabaikan hal yang nampaknya sepele

Kedua, variabel desentralisasi fiskal memiliki pengaruh yang negatif terhadap tingkat kemiskinan, yang berarti jika variabel desentralisasi fiskal mengalami peningkatan

Hasil analisis tanggapan 10 mahasiswa tentang materi kualitas hand out hasil penelitian pewarisan obesitas dalam keluarga sebagai bahan ajar mata kuliah Genetika

Sebuah partikel bermuatan listrik yang bergerak dengan arah yang sejajar dengan arah medan magnet homogen akan memiliki lintasan yang

Dari Gambar 11 hasil pengujian shaking atau pencampuran dengan bahan gula pasir dengan komposisi 20 ml air dan 2 gram gula pasir didapat bahwa waktu tercepat pada level

Berikut ini manakah yang BUKAN merupakan tipe data real?. Apakah output dari program