• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas implementasi pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning untuk meningkatkan kecerdasan komunikasi interpersonal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas implementasi pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning untuk meningkatkan kecerdasan komunikasi interpersonal"

Copied!
183
0
0

Teks penuh

(1)

i

EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL DENGAN PENDEKATAN EXPERIENTIAL LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KECERDASAN KOMUNIKASI

INTERPERSONAL

(Studi Pre-Experiment pada Siswa Kelas VII B SMP Negeri 3 Purwantoro, Wonogiri Tahun Ajaran 2015/2016)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Disusun oleh: Soesanto Adisaputro

131114039

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

HALAMAN MOTTO

UNTUK MENCAPAI TUJUAN AKHIRMU, KAU HARUS BERSABAR (UCHIHA OBITO)

KAU GAGAL TETAPI MASIH BISA MAMPU BANGKIT KEMBALI, KARENA ITU MENURUTKU ARTI DARI KUAT YANG SEBENARNYA

(HINATA HYUUGA)

MASA DEPAN DIMULAI SAAT INI JUGA. BUKAN BESOK (ST. PAUS YOHANES PAULUS II)

BERDOALAH SEOLAH-OLAH SEMUANYA BERGANTUNG PADA ALLAH. BEKERJALAH SEOLAH-OLAH SEGALANYA BERGANTUNG

KEPADAMU (SANTO AGUSTINUS)

KESOMBONGAN ADALAH AWAL DARI SEGALA DOSA, SEDANGKAN KERENDAHAN HATI ADALAH DASAR DARI SEGALA KEBAIKAN

(5)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan anugerah kehidupan dan selalu senantiasa membimbing hamba-Nya.

Kedua orangtua yakni Nikodemus dan Adrianan Neng. Adik yakni

Adryanto Rico dan seluruh keluarga yang selalu mendukung dan membantu

(6)
(7)
(8)

viii ABSTRAK

EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI

PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL DENGAN PENDEKATAN EXPERIENTIAL LEARNING

UNTUK MENINGKATKAN KECERDASAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL

(Studi Pre-Experiment pada Siswa Kelas VII B SMP Negeri 3 Purwantoro Wonogiri Tahun Ajaran 2015/2016)

Soesanto Adisaputro Universitas Sanata Dharma

2017

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan 1) peningkatan kecerdasan komunikasi interpersonal pada siswa sebelum dan sesudah mendapat layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning, 2) peningkatan kecerdasan komunikasi interpersonal siswa setiap sesi pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning, 3) signifikansi peningkatan kecerdasan komunikasi interpersonal siswa setiap sesi pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning, 4) menganalisis efektivitas pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning untuk meningkatkan kecerdasan komunikasi interpersonal berdasarkan penilaian siswa.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan pra eksperimen One-Group Pretest-Posttest Design. Subjek penelitian ini berjumlah 21 siswa kelas VII B SMP Negeri 3 Purwantoro Wonogiri. Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini berupa tes dan 2 kuesioner yaitu kuesioner validitas efektivitas model menurut siswa dan self assessment scale. Tes yang dipakai adalah tes kecerdasan komunikasi interpersonal yang diberikan sebelum pelakuan (pretest) dan sesudah perlakuan (posttest) yang berjumlah 20 item pilihan ganda bergradasi.

Hasil penelitian menunjukkan: 1) secara umum gambaran peningkatan kecerdasan komunikasi interpersonal siswa sebelum dan sesudah mendapatkan layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning berada pada kategori cukup, 2) implementasi pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning untuk meningkatkan kecerdasan komunikasi interpersonal setiap sesi layanan bimbingan klasikal berada pada kategori cukup, 3) profil capaian nilai kecerdasan komunikasi interpersonal siswa dari sesi 1 ke sesi 2 layanan bimbingan klasikal mengalami peningkatan tapi tidak signifikan, 4) Model ini sangat efektif untuk meningkatkan kecerdasan komunikasi interpersonal menurut data penilaian siswa.

(9)

ix ABSTRACT

THE EFFECTIVENESS OF IMPLEMENTATION OF CHARACTER BUILDING EDUCATION WITH THE BASIS OF CLASSICAL GUIDANCE WITH THE EXPERIENTIAL LEARNING APPROACH TO IMPROVE INTERPERSONAL COMMUNICATION

QUOTIENT

(Pre-Experiment Study on VII B Graders of SMP (Junior High School) 3 Purwantoro Wonogiri, Batch 2015/2016)

Soesanto Adisaputro Sanata Dharma University

2017

This research was aimed at describing 1) the improvement of interpersonal communication quotient of students before and after receiving classical guidance service with experiential learning approach, 2) the improvement of students‟ interpersonal communication quotient for each session of character building education with the basis of classical guidance with the experiential learning approach, 3) the significance of improvement of students‟ interpersonal communication quotient for each session of character building education with the basis of classical guidance with the experiential learning approach, 4) the analysis effectiveness of character building education with the basis of classical guidance with the experiential learning approach to improve the interpersonal communication quotient based on students‟ score.

This research was a qualitative research with One-Group Pretest-Posttest Design pre-experiment approach. The subjects were 21 VII B Graders of SMP (Junior High School) 3 Purwantoro Wonogiri. The instruments used were a test and 2 questionnaires, namely questionnaire of model effectiveness validity according to students and self-assessment scale. The test used was interpersonal communication quotient test given before test (pre-test) and after test (post-test) with 20 graded multiple-choice items.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa berkat limpah rahmat dan

perlindungan-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan tugas akhir ini yang berjudul “Efektivitas Implementasu Pendidikan Karakter Berbasis Layanan Bimbingan Klasikal dengan Pendekatan Experiential Learning untuk Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi Interpersonal (Studi Pre-Experiment pada

Siswa Kelas VII B SMP Negeri 3 Purwantoro Wonogiri Tahun Ajaran 2015/2016)” dengan lancar dan selesai dengan baik. Selama proses penulisan tugas akhir ini, penulis menyadari bahwa ada banyak pihak yang berperan dalam

membimbing, mendampingi, mengingatkan, dan mendukung setiap proses yang

Penulis jalani. Oleh karena itu, Penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan.

2. Bapak Dr. Gendon Barus, M.Si selaku Kepala Program Studi Bimbingan

dan Konseling.

3. Bapak Juster Donal Sinaga, M.Pd selaku Wakil Program Studi Bimbingan

dan Konseling sekaligus sebagai Dosen Pembimbing Skripsi.

4. Segenap Bapak/Ibu Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling atas

Bimbingan serta pendampingan selama Penulis menempuh studi.

5. Stefanus Priyatmoko selaku Petugas Sekretariat yang memberikan

pelayanan dengan ramah dan penuh kesabaran pada Penulis selama

menempuh studi.

6. Bapak Nikodemus dan Ibu Adriana Neng selaku Orangtua yang telah

memberikan dukungan, doa, semangat, nasihat pada Penulis.

7. Saudara-saudara yang telah memberikan dukungan pada Penulis.

8. Teman-teman BK 2013 atas dukungan, pengalaman, serta kebersamaan,

keceriaan, kehormatan, yang sudah dibagikan pada Penulis.

9. Wibisana Febrian Putra, Gregorius Priyanto, Stepanus Gagas Wibowo,

Karinsa Widi Kurnia, Sifra Dita Novelina, Anna Sindu, Elining,

(11)
(12)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR GRAFIK ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I PEMBUKAAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Batasan Masalah... 6

D. Rumusan Masalah ... 6

(13)

xiii

F. Manfaat Penelitian ... 8

G. Definisi Istilah ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 11

A. Hakikat Pendidikan Karakter ... 11

1. Pengertian Karakter ... 11

2. Pengertian Pendidikan Karakter ... 12

3. Tujuan Pendidikan Karakter ... 13

4. Fungsi Pendidikan Karakter ... 14

5. Prinsip-prinsip Pendidikan Karakter ... 14

6. Nilai-nilai Pendidikan Karakter ... 16

B. Hakikat Kecerdasan Komunikasi Interpersonal ... 20

1. Pengertian Komunikasi Interpersonal ... 20

2. Proses Keterampilan Komunikasi Interpersonal ... 21

3. Peranan Komunikasi Antarapribadi dalam hidup ... 22

4. Aspek-aspek Keefektivitasan Komunikasi Interpersonal ... 24

C. Hakikat Layanan Bimbingan Klasikal ... 26

1. Pengertian Layanan Bimbingan Klasikal ... 26

2. Tujuan Layanan Bimbingan Klasikal ... 27

3. Manfaat Layanan Bimbingan Klasikal ... 28

4. Tahapan Layanan Bimbingan Klasikal ... 29

5. Prinsip-prinsip Layanan Bimbingan Klasikal ... 31

D. Hakikat Experiantial Learning ... 32

1. Pengertian Experiantial Learning ... 32

2. Karakteristik Experiantial Learning menurut Kolb ... 33

3. Metodologi Pembelajaran Experiantial Learning ... 34

4. Tujuan Experiantial Learning ... 39

5. Proses Experiantial Learning ... 39

6. Langkah-langkah dalam Pembelajaran Experiantial Learning... 43

(14)

xiv

E. Hakikat Remaja sebagai Peserta Didik ... 45

1. Pengertian Remaja ... 45

2. Tugas Perkembangan Remaja ... 46

F. Hasil Penelitian yang Relevan ... 47

G. Kerangka Berpikir ... 48

H. Hipotesis ... 52

BAB III METODE PENELITIAN... 53

A. Jenis Penelitian ... 53

B. Setting Penelitian ... 54

C. Subjek Penelitian ... 55

D. Teknik Penelitian ... 55

1. Tes Kecerdasan Komunikasi Interpersonal ... 55

2. Kuesioner Penilaian Diri Siswa ... 58

3. Kuesioner Validitas Efektivitas Model ... 59

E. Validitas dan Realibitas... 60

1. Validitas ... 60

2. Realibitas ... 63

F. Uji Normalitas ... 67

G. Teknik Pengumpulan Data ... 68

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 73

A. Hasil Penelitian ... 73

B. Pembahasan ... 84

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 96

A. Kesimpulan ... 96

B. Keterbatasan Penelitian ... 96

1. Insrumen Penelitian ... 97

(15)

xv

C. Saran ... 98

1. Bagi Kepala Sekolah ... 98

2. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling ... 98

3. Bagi Peneliti Lain ... 99

DAFTAR PUSTAKA ... 100

LAMPIRAN ... 102

(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Desain Penelitian ... 54

Tabel 3.2 Jadwal Penelitian ... 54

Tabel 3.3 Subjek Penelitian ... 55

Tabel 3.4 Kisi-kisi Tes Kecerdasan Komunikasi Interpersonal ... 57

Tabel 3.5 Gradasi Pernyataan Item Skala Likert ... 58

Tabel 3.6 Kisi-kisi Skala Penilaian Diri Siswa ... 59

Tabel 3.7 Norma Kategorisasi Reliability Statistic Guilford ... 65

Tabel 3.8 Hasil Uji Reliabilitas Tes Tingkat Komunikasi Interpersonal ... 65

Tabel 3.9 Hasil Uji Reliabilitas Skala Penilaian Diri Siswa ... 66

Tabel 3.10 Hasil Uji Reliabitas Item Tes Komunikasi Interpersonal ... 67

Tabel 3.11 Hasil Uji Normalitas Tes Tingkat Komunikasi Interpersonal ... 68

Tabel 3.12 Norma Kategorisasi ... 69

Tabel 3.13 Norma Kategorisasi Tingkat Komunikasi Interpersonal ... 70

Tabel 4.1 Kategorisasi Tingkat Kecerdasan Komunikasi Interpersonal Siswa Kelas VII B SMP Negeri 3 Purwantoro Wonogiri Tahun Ajaran 2015/2016 sebelum dan sesudah mendapatkan Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis Layanan Bimbingan Klasiskal dengan Pendekatan Experiential Learning ... 73

Tabel 4.2 Kategorisasi Tingkat Kecerdasan Komunikasi Interpersonal Siswa Kelas VII B SMP Negeri 3 Purwantoro Wonogiri Tahun Ajaran 2015/2016 Antar Sesi Pendidikan Karakter Berbasis Layanan Bimbingan Klasikal dengan Pendekatan Experiential Learning ... 77

(17)

xvii

(18)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tahapan Model Pembelajaran Experiential Learning ... 39 Gambar 2.2 Siklus Pembelajaran Experiential Learning

menurut Pfeifer & Jones ... 41

(19)

xix

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Tingkat Kecerdasan Komunikasi Interpersonal Siswa Kelas VII B SMP Negeri 3 Purwantoro Wonogiri Tahun Ajaran 2015/2016 Sebelum dan

Sesudah Mendapatkan Pendidikan Karakter Berbasis Layanan Bimbingan

Klasikal dengan Pendekatan Experiential Learning ... 74

Grafik 4.2 Tingkat Nilai Rata-rata Kecerdasan Komunikasi Interpersonal Siswa Kelas VII B SMP Negeri 3 Purwantoro Wonogiri Tahun Ajaran 2015/2016

Sebelum dan Sesudah Mendapatkan Pendidikan Karakter Berbasis Layanan

Bimbingan Klasikal dengan Pendekatan Experiential Learning ... 74

Grafik 4.3 Tingkat Kecerdasan Komunikasi Interpersonal Siswa Kelas VII B SMP Negeri 3 Purwantoro Wonogiri Tahun Ajaran 2015/2016 Antar Sesi

Layanan Pendidikan Karakter Berbasis Layanan Bimbingan Klasikal dengan

Pendekatan Experiential Learning ... 78

Grafik 4.4 Tingkat Nilai Rata-rata Kecerdasan Komunikasi Interpersonal Siswa Kelas VII B SMP Negeri 3 Purwantoro Wonogiri Tahun Ajaran 2015/2016 Antar

Sesi Layanan Pendidikan Karakter Berbasis Layanan Bimbingan Klasikal dengan

(20)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Self Assessment Scale ... 103

LAMPIRAN 2 Tabulasi Self Assessment ... 105

LAMPIRAN 3 Kuesioner Pretest-Posttest ... 107

LAMPIRAN 4 Tabulasi Pretest-Posttest ... 112

LAMPIRAN 5 Kuisioner Validasi Siswa ... 116

LAMPIRAN 6 Tabulasi Validasi Siswa ... 117

LAMPIRAN 7 Modul ... 119

LAMPIRAN 8 Tabulasi Uji Validitas ... 161

(21)

1 BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini dipaparkan latar belakang masalah, identifikasi masalah,

pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan

definisi istilah.

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan memiliki peran yang sangat penting untuk membangun

karakter bangsa. Oleh karena itu, Kementerian Pendidikan Nasional

menerapkan kembali pendidikan pembangunan karakter bangsa.

Pembangunan karakter bangsa sesungguhnya telah secara eksplisit

dipaparkan dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 3 yang

menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang

bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan

nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar

menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha

Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi

warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Dewasa ini, sudah banyak sekolah-sekolah yang menerapkan

pendidikan karakter namun masih ada sekolah di Indonesia yang belum

menerapkan pendidikan karakter. Pentingnya pendidikan karakter secara

komprehensif diberikan kepada peserta didik sedini mungkin, sebab

(22)

peserta didik harapannya mampu mewujudnyatakan tujuan pendidikan

nasional di Indonesia. Pendidikan karakter begitu penting diterapkan dalam

dunia pendidikan karena karakter menunjukkan siapa diri kita sebenarnya.

Karakter menentukan pikiran, perasaan, dan kehendak seseorang. Orang

berkarakter berarti memiliki integritas moral yang tinggi. Orang yang

mempunyai integritas adalah orang yang mampu mempunyai komitmen dan

menjalankan nilai-nilai yang diyakininya secara konsekuen dan konsisten.

Pendidikan karakter menjadi hal yang utama dan harus segera

diterapkan di sekolah-sekolah di Indonesia. Namun hal ini tidak menutup

kemungkinan bahwa masih ada sekolah yang belum menerapkan pendidikan

karakter. Seperti halnya Sekolah Menengah Pertama yang terletak di

Purwantoro, yaitu SMP Negeri 3 Purwantoro, Wonogiri, sekolah ini sama

sekali belum menerapkan pendidikan karakter yang terintegrasi dalam mata

pelajaran ataupun di sampaikan secara langsung. Kejadian ini bisa saja

membuat siswa-siswi SMP Negeri 3 Purwantoro, Wonogiri kurang

memahami mengenai nilai-nilai karakter.

Salah satu tujuan ataupun alasan orang untuk bersekolah ialah

menimba ilmu atau mendapatkan ilmu pengetahuan. Di sekolah banyak cara

yang dilakukan oleh Guru/Tenaga Pendidik dalam hal mendidik,

memberikan pengetahuan, dan lainnya. Salah satunya ialah dengan

pendekatan experiential learning, pendekatan ini biasanya dipakai ketika ingin belajar dalam sebuah kelompok dan berdinamika. Pendekatan

(23)

langsung kegiatan atau aktivitas yang diberikan sehingga peserta didik

memperoleh pengalaman dan mampu memahami serta memaknai apa yang

telah dialami. Pendekatan experiential learning merupakan pendekatan yang

bisa dikatakan sangat efektif dalam membantu peserta didik untuk

memahami materi pelajaran yang diberikan. Namun sayangnya, pendekatan

yang bisa dibilang efektif dalam membantu peserta didik untuk memahami

materi pelajaran yang diberikan ini, belum digunakan banyak guru di SMP

Negeri 3 Purwantoro, Wonogiri. Cenderung para guru di SMP Negeri 3

Purwantoro, Wonogiri mengunakan metode ceramah, latihan soal, dan

diskusi kelompok, belum menerapkan pendekatan experiential learning pada saat mengajar di kelas.

Menanggapi fenomena yang terjadi, peneliti bermaksud ingin

mengetahui kecerdasan komunikasi interpersonal siswa SMP Negeri 3

Purwantoro, Wonogiri terutama untuk kelas VII B, karena peneliti ingin

melihat apakah teori ini cocok dengan kondisi di Indonesia terutama di SMP

Negeri 3 Purwantoro Wonogiri yang berlatar belakangkan penduduknya,

adat, dan budayanya ialah budaya jawa karena orang jawa memiliki

kemapuan ataupun sudah terbiasa berkomunikasi dengan orang lain. Namun

apakah mereka terutama siswa SMP Negeri 3 Purwantoro Wonogiri yang

latar belakangnya sebagai orang jawa memiliki kecerdasan komunikasi

interpersonal walaupun para siswa sudah terbiasa untuk berkomunikasi

interpersonal. Kecerdasan komunikasi interpersonal bukanlah hanya

(24)

berkomunikasi dengan orang lain mereka juga harus cerdas dalam

berkomunikasi supaya komunikasi yang dilakukan bukan hanya satu arah

melainkan dua arah dan komunikasinya berjalan dengan baik. Sejauh ini,

belum ada penelitian mengenai pendidikan karakter berbasis layanan

bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning untuk meningkatkan kecerdasan komunikasi interpersonal di SMP Negeri 3

Purwantoro, Wonogiri. Oleh karena itu, peneliti ingin menawarkan sebuah

program tentang pelaksanaan pendidikan karakter berbasis bimbingan

klasikal dengan pendekatan experiential learning untuk meningkatkan kecerdasan komunikasi interpersonal. Bimbingan klasikal ini memuat topik-

yang terdiri dari 3 topik yang diambil berdasarkan aspek dari kecerdasan

komunikasi interpersonal dan akan diberikan untuk para siswa. Ketiga topik

tersebut yakni, komunikasi yang baik, aku berani bertanya, dan aku berani

berpendapat di depan umum.

Layanan Bimbingan Klasikal yang diberikan dalam penelitian ini

diharapkan mampu mengembangkan karakter siswa dan meningkatkan

kecerdasan komunikasi interpersonal siswa kelas VII B SMP Negeri 3

Purwantoro, Wonogiri, Pemberian layanan bimbingan klasikal melalui

pendekatan experiential learning yang artinya pendekatan ini mengutamakan pembelajaran melalui pengalaman sebagai upaya untuk

mengembangkan kebiasaan dalam diri siswa sehingga kebiasaan tersebut

(25)

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti bermaksud mengadakan

penelitian dengan judul “Efektivitas Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis Layanan Bimbingan Klasikal dengan Pendekatan Experiential Learning untuk Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi Interpersonal pada siswa kelas VII B SMP Negeri 3 Purwantoro, Wonogiri” dalam penelitian ini.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat diidentifikasi

beberapa masalah yaitu:

1. Masih ditemukannya sekolah yang belum menerapkan pendidikan

karakter.

2. Pendidikan karakter menjadi hal yang utama dan segera diterapkan di

sekolah-sekolah.

3. Pendekatan experiential learning belum digunakan guru di SMP Negeri 3 Purwantoro, Wonogiri.

4. SMP Negeri 3 Purwantoro, Wonogiri belum menerapkan pendidikan

karakter.

5. Kurangnya emahaman siswa-siswi SMP Negeri 3 Purwantoro,

Wonogiri mengenai pendidikan karakter.

6. Siswa-sisiwi SMP negeri 3 Purwantoro, Wonogiri kurang memahami

(26)

7. Siswa-siswi SMP Negeri 3 Purwantoro Wonogiri mungkin sudah

memiliki komunikasi interpersonal namun belum tentu memiliki

kecerdasan dalam komunikasi interpersonal.

8. Adanya perilaku kurang berani bertanya, kurang percaya diri jika

berpendapat, ejek-ejekan, berbicara kasar/kotor, dan sampai pada

kesalahpahaman antara siswa-siswi.

C. Pembatasan Masalah

Penelitian ini, fokus kajian diarahkan pada kecerdasan komunikasi

interpersonal di sekolah, khususnya siswa-siswi kelas VII B SMP Negeri 3

Purwantoro, Wonogiri. Maka peneliti fokus pada “Efektivitas Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis Layanan Bimbingan Klasikal dengan

Pendekatan Experiential Learning untuk Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi Interpersonal”.

D. Rumusan Masalah

Rumusan Masalah dalam penelitian ini, yaitu:

1. Seberapa tinggi peningkatan kecerdasan komunikasi interpersonal

siswa kelas VII B SMP Negeri 3 Purwantoro, Wonogiri Tahun Ajaran

2015/2016 sebelum dan sesudah diberikan pendidikan karakter

layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning?

2. Seberapa tinggi peningkatan kecerdasan komunikasi interpersonal

siswa kelas VII B SMP Negeri 3 Purwantoro, Wonogiri Tahun Ajaran

2015/2016 setiap sesi pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan

(27)

3. Apakah terdapat peningkatan signifikan kecerdasan komunikasi

interpersonal siswa kelas VII B SMP Negeri 3 Purwantoro, Wonogiri

Tahun Ajaran 2015/2016 sebelum dan sesudah mendapatkan

pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan

pendekatan experiential learning?

4. Bagaimana efektivitas pendidikan karakter berbasis layanan

bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning untuk meningkatkan kecerdasan komunikasi interpersonal berdasarkan

penilaian siswa?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini, yaitu:

1. Mengukur dan mendeskripsikan tingkat peningkatan kecerdasan

komunikasi interpersonal siswa kelas VII B SMP Negeri 3

Purwantoro, Wonogiri Tahun Ajaran 2015/2016 sebelum dan sesudah

mendapat pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal

dengan pendekatan experiential learning.

2. Mengukur dan mendeskripsikan tingkat peningkatan kecerdasan

komunikasi interpersonal siswa kelas VII SMP Negeri 3 Purwantoro,

Wonogiri Tahun Ajaran 2015/2016 setiap sesi pendidikan karakter

berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential

learning.

3. Mengukur signifikansi kecerdasan komunikasi interpersonal siswa

(28)

2015/2016 setiap sesi pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan

klasikal dengan pendekatan experiential learning.

4. Menganalisis efektivitas pendidikan karakter berbasis layanan

bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning untuk meningkatkan kecerdasan komunikasi interpersonal berdasarkan

penilaian siswa.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini terbagi menjadi 2 yaitu:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan berupa

pengetahuan, khususnya di bidang Bimbingan dan Konseling dalam

penerapannya untuk mengembangankan pendidikan karakter yang

bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan komunikasi interpersonal,

sehingga dapat dijadikan sebagai pedoman peneliti selanjutnya pada

kajian yang sama tetapi pada ruang lingkup yang lebih luas dan

mendalam.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini dapat dijadikan pedoman di SMP Negeri 3

Purwantoro, wonogiri dalam pelaksanaan pendidikan karakter yang

(29)

b. Bagi Siswa

Penelitian ini dapat mengembangkan kemampuan mereka terkait

dengan kecerdasan komunikasi interpersonal sehingga di kemudian

hari mereka kecerdasan komunikasi interpersonal yang mereka

miliki dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

c. Bagi Peneliti

Peneliti dapat mengetahui dan memahami efektivitas pendidikan

karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan

experiential learning untuk meningkatkan kecerdasan komunikasi interpersonal siswa kelas VII B SMP Negeri 3 Purwantoro

Wonogiri Tahun Ajaran 2015/2016

d. Bagi Peneliti Lain

Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan tolak ukur yang dapat

digunakan sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang hendak

mengembangkan pendidikan karakter untuk meningkatkan

kecerdasan komunikasi interpersonal secara lebih mendalam.

G. Definisi Istilah

Beberapa istilah terkait dengan judul penelitian ini didefinisikan sebagai

berikut:

1. Implementasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah

(30)

2. Karakter atau watak adalah sifat batin yang memengaruhi segenap

pikiran, perilaku, budi pekerti, dan tabiat yang dimiliki manusia atau

makhluk hidup lainnya.

3. Pendidikan karakter adalah merupakan bentuk kegiatan manusia yang

di dalamnya terdapat suatu tindakan yang mendidik diperuntukkan

bagi generasi selanjutnya. Tujuan pendidikan karakter adalah untuk

membentuk penyempurnaan diri individu secara terus-menerus dan

melatih kemampuan diri demi menuju kearah hidup yang lebih baik.

4. Bimbingan klasikal adalah suatu layanan bimbingan dan konseling

yang diberikan kepada peserta didik oleh guru bimbingan dan

konseling (Guru BK) kepada sejumlah peserta didiik dalam satuan

kelas yang dilaksanakan di dalam kelas.

5. Experiential learning adalah suatu model belajar mengajar yang mengaktifkan pembelajar untuk membangun pengetahuan dan

keterampilan melalui pengalamannya secara langsung dengan

menggunakan pengalaman sebagai katalisator untuk menolong

pembelajar mengembangkan kapasitas dan kemampuannya dalam

proses pembelajaran.

6. Komunikasi interpersonal adalah kemampuan untuk mengenali dan

merespon secara layak perasaan, sikap dan perilaku, motivasi serta

keinginan orang lain. Tersenyum dapat memberikan energi positif,

(31)

11 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Pada bab ini dipaparkan Hakekat pendidikan karakter, Hakekat kecerdasan

komunikasi interpersonal, Hakekat layanan bimbingan klasikal, Hakekat

pendekatan experiential learning, Hakekat remaja sebagai peserta didik, Kerangka

berpikir, dan Hipotesis. Masing-masing pokok pikiran tersebut dijelaskan sebagai

berikut.

A. Hakikat Pendidikan Karakter 1. Pengertian Karakter

Menurut Menurut Lickona (Wibowo, 2012:32), karakter

merupakan sifat alami seseorang dalam merespon situasi secara

bermoral. Sifat alami itu dimanifestasikan dalam tindakan nyata melalui

tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati orang

lain dan karakter mulia lainnya.

Menurut Suyadi (2013) mengatakan bahwa karakter merupakan

nilai-nilai universal perilaku manusia yang meliputi seluruh aktivitas

kehidupan, baik yang berhubungan dengan Tuhan, diri sendiri, sesama

manusia, maupun dengan lingkungan yang terwujud dalam pikiran,

sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma

agama, hukum, tata karma, budaya, dan adat istiadat.

Dari pendapat yang sudah dipaparkan di atas, maka dapat ditarik

(32)

meliputi seluruh aktivitas kehidupan, baik itu dengan sang pencipta,

sesamanya, dan lingkungan.

2. Pengertian Pendidikan Karakter

Menurut Suparno (2015: 29) pendidikan karakter berarti

pendidikan yang bertujuan untuk membantu agar siswa-siswa

mengalami, memperoleh, dan memiliki karakter kuat yang diinginkan.

Menurut Zubeadi (2011) pendidikan karakter diartikan sebagai

sebagai the deliberate us of all dimensions of school to foster optimal character development (usaha kita secara sengaja dari seluruh dimensi kehidupan sekolah untuk membantu perkembangan karakter dengan

optimal). Hal ini berarti bahwa untuk mendukung perkembangan karakter

peserta didik harus melibatkan seluruh komponen di sekolah baik dari

aspek isi kurikulum (the content of the curriculum), proses pembelajaran

(the procces instructions), kualitas hubungan (the quality of relationship), penanganan mata pelajaran (the handling of discipline), pelaksanaan aktivitas ko-kurikuler, serta etos seluruh lingkungan sekolah.

Menurut Cheasy (Zubeadi, 2011) mengartikan pendidikan karakter

sebagai upaya mendorong peserta didik tumbuh dan berkembang dengan

kompetensi berpikir dan berpegang teguh pada prinsip-prinsip moral

dalam hidupnya serta mempunyai keberanian melakukan yang „benar‟, meskipun dihadapkan pada berbagai tantangan. Untuk itu, penekanan

pendidikan karakter tidak terbatas pada transfer pengetahuan mengintai

(33)

menjadikan nilai-nilai tersebut tertanam dan menyatu totalitas

pikiran-pikiran.

Dari pendapat yang sudah dipaparkan di atas, maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa pendidikan karakter adalah proses atau upaya

mendorong peserta didik untuk mengalami, memperoleh, dan memiliki

karakter kuat yang diinginkan.

3. Tujuan Pendidikan Karakter

Menurut Ramli (Fathurrohman 2013: 15), tujuan pendidikan

karakter adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi pribadi yang

baik, warga masyarakat, dan warga Negara yang baik.

Pendidikan karakter pada tingkatan institusi mengarah pada

pembentukan karakter sekolah yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku,

tradisi, kebiasaan sehari-hari, dan symbol-simbol yang dipraktiskan oleh

semua warga sekolah dan masyarakat sekitar sekolah. Karakter sekolah

merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra tersebut di mata

masyarakat luar. Secara khusus tujuan pendidikan karakter adalah untuk:

a. Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji

dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi karakter bangsa

yang religius.

b. Mengembangkan potensi kelabu/nurani/afeksi peserta didik sebagai

manusia dan warga negara yang memiliki nilai-nilai karakter dan

(34)

c. Menamamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik

sebagai generasi penerus bangsa.

d. Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang

mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan.

e. Mengembangkan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar

yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan

rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity).

4. Fungsi Pendidikan Karakter

Menurut Fathurrohman (2013: 97), fungsi pendidikan karakter adalah:

a. Pengembangan: pengembangan potensi peserta didik untuk menjadi

perilaku yang baik bagi peserta didik yang telah memiliki sikap dan

perilaku yang mencerminkan karakter dan karakter bangsa.

b. Perbaikan: memperkuat kiprah Pendidikan Nasional untuk

bertanggung jawab dalam pengembangan potensi peserta didik yang

lebih bermartabat.

c. Penyaring: untuk menyaring karakter-karakter bangsa sendiri dan

karakter bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai karakter dan

karakter bangsa.

5. Prinsip-prinsip Pendidikan Karakter

Menurut Lickona, Schaps, dan Lewis, pendidikan karakter harus

didasarkan pada sebelas prinsip berikut:

(35)

b. Mengidentifikasi karakter secara komprehensif supaya mencakup

pemikiran, perasaan, dan perilaku.

c. Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif, dan efektif untuk

membangun karakter.

d. Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian.

e. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menunjukan perilaku

baik.

f. Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang

yang menghargai semua siswa, membangun karakter mereka dan

membantu mereka sukses.

g. Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri pada para siswa.

h. Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang

berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia pada nilai

dasar yang sama.

i. Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam

membangun inisiatif pendidikan karakter.

j. Mengfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam

usah membangun karakter.

k. Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru

(36)

6. Nilai-nilai Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter (akhlak mulia) merujuk kepada nilai-nilai

agama, nilai-nilai yang terkandung dalam UUD 1945, dan nilai-nilai

yang hidup, tumbuh dan berkembang dalam adat istiadat masyarakat

Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika. Pendidikan karakter berkaitan

dengan sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan Tuhan Yang

Maha Esa, diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan bangsa serta alam

sekitar (Fathurrohman, dkk, 2013).

Menurut Fathurrohman, dkk. (2013) mengungkapkan ada beberapa

batasan/deskripsi nilai-nilai pendidikan karakter antara lain:

a. Nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan (Religius)

Pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu

berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan dan/atau ajaran agamanya.

b. Nilai karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri

1) Jujur

Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai

orang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan

pekerjaan, baik terhadap diri dan pihak lain.

2) Bertanggung jawab

Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan

kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dia lakukan terhadap

diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan karakter),

(37)

3) Bergaya hidup sehat

Segala upaya untuk menerapkan kebiasaan yang baik dalam

menciptakan hidup yang sehat dan menghindarkan kebiasaan buruk

yang dapat mengganggu kesehatan.

4) Disiplin

Tindakan yang menunjukan perilaku tertib dan patuh pada berbagai

ketentuan dan peraturan.

5) Kerja keras

Perilaku yang menunjukan upaya sungguh-sungguh dalam

mengatasi berbagai hambatan guna menyelesaikan tugas

(belajar/pekerjaan) dengan sebaik-baiknya.

6) Percaya diri

Sikap yakin akan kemampuan diri sendiri terhadap pemenuhan

tercapainya setiap keinginan dan harapan.

7) Berjiwa wirausaha

Sikap serta perilaku yang mandiri dan pandai atau berbakat

mengenai produk baru, menentukan cara produksi, menyusun

operasi untuk pengadaan produk baru, memasarkannya, serta

(38)

8) Berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif

Berpikir dan melakukan sesuatu secara kenyataan atau logika

untuk menghasilkan cara atau hasil baru dan termutakhir dari apa

yang telah dimiliki.

9) Mandiri

Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain

dalam menyelesaikan tugas-tugas.

10)Ingin tahu

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih

mendalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat, dan

didengar.

11)Cinta ilmu

Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan,

kepedulian, serta penghargaan yang tinggi terhadap pengetahuan.

c. Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama

1) Sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain

Sikap tahu dan mengerti serta melaksanakan apa yang menjadi

milik/hak diri sendiri maupun orang lain serta tugas/kewajiban diri

sendiri serta orang lain.

2) Patuh pada aturan-aturan sosial

Sikap menurut dan taat terhadap aturan-aturan berkenaan dengan

masyarakat maupun kepentingan umum.

(39)

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan

sesuatu yang berguna bagi masyarakat, mengakui, dan

menghormati keberhasilan orang lain.

4) Santun

Sifat yang halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa maupun

tata perilakunya ke semua orang.

5) Demokratis

Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak serta

kewajiban dirinya maupun orang lain.

d. Nilai karakter dalam hubungannya dengan lingkungan

Sikap serta tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada

lingkungan alam di sekitarnya, mengembangkan upaya-upaya untuk

memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi, dan selalu ingin

memberi bantuan bagi orang lain, dan masyarakat yang membutuhkan.

e. Nilai kebangsaan

Cara berpikir, bertindak, serta wawasan yang menempatkan

kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri maupun

kelompoknya.

1) Nasionalis

Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan,

kepedulian, penghargaan yang tinggi terhadap bangsa, lingkungan

(40)

2) Menghargai keberagaman

Sikap memberikan respek/hormat terhadap berbagai macam hal

baik yang berbentuk fisik, sifat, adat, karakter, suku, dan agama.

B. Hakikat Kecerdasaan Komunikasi Interpersonal 1. Pengertian Komunikasi Interpersonal

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) komunikasi

adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang

atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami, hubungan,

kontak. Menurut Johnson (Sinurat 2011) komunikasi adalah setiap

bentuk tingkah laku seseorang baik verbal maupun nonverbal yang

ditanggapi oleh orang lain. Komunikasi mencakup pengertian yang lebih

luas dari sekedar wawancara. Setiap bentuk tingkah laku mengungkapkan

pesan tertentu, sehingga juga merupakan sebentuk komunikasi.

Kecerdasan komunikasi interpersonal menjadi salah satu bagian

dalam nilai-nilai karakter yang telah diungkapkan sebelumnya.

Kecerdsan komunikasi interpersonal menjadi bagian dalam nilai karakter

dalam hubungan dengan sesama. Hubungan dengan sesama dapat

dibangun dan dijaga dengan baik jika seseorang tersebut memiliki

kecerdasan komunikasi interpersonal. Jika seseorang memiliki

kecerdasan komunikasi interpersonal maka ia juga akan cerdas dalam

berkomunikasi, paham dengan apa yang orang lain inginkan, menghargai

apa yang orang sampaikan, dan memahami pikiran dan perasaan

(41)

Sedangkan komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara

orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya

menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun

nonverbal (Mulyana: 2005). Keterampilan interpersonal di definisikan

sebagai keterampilan untuk mengenali dan merespon secara layak

perasaan, sikap dan perilaku, motivasi serta keinginan orang lain.

Bagaimana diri kita mampu membangun hubungan yang harmonis

dengan memahami dan merespons manusia atau orang lain merupakan

bagian dari keterampilan interpersonal (Lestari, 2007).

2. Proses Keterampilan Interpersonal

Menurut Johnson, proses keterampilan interpersonal umumnya

terdiri dari 4 hal, diantaranya:

a. Saling mengenal dan mempercayai

Seseorang dapat saling mengenal jika mereka saling ada keterbukaan,

keterbukaan ini tergantung pada kesadaran diri dan penerimaan diri.

Reaksi orang lain positif maka kepercayaan akan timbil, tetapi jika

reaksi orang lain negatif maka kepercayaan hilang.

b. Saling berkomunikasi secara tepat dan jelas

Keterampilan berkomunikasi mulai dengan mengirimkan pesan

sehingga orang lain dapat mengerti dengan mudah. Hal ini termasuk

juga keterampilan mendengarkan yang memastikan seseorang

(42)

c. Saling menerima dan mendukung

Memberikan respons dan perhatian pada masalah orang lain serta

mengkonsumsikan penerimaan dan dukungan secara tepat adalah hal

yang penting dalam keterampilan berhubungan dengan orang lain.

d. Menyelesaikan konflik dan masalah dalam berhubungan dengan

orang lain secara konstruktif.

Konflik dapat timbul dalam interaksi anatar dua orang atau lebih.

Penyelesaian terhadap konflik tergantung pada aspek kesadaran

antara strategi yang digunakan untuk mengatasi konflik paradigma

terhadap konflik yang dapat membawa pada penyelesaian yang

konstruktif dan kemampuan merundingkan penyelesaian yang

kontruktif dan kemampuan merundingkan penyelesaian yang

membawa keuntungan bagi kedua belah pihak.

3. Peranan Komunikasi Antarpribadi dalam Hidup

Komunikasi antarpribadi sangat penting bagi kebahagian hidup

kita. Johnson (Sinurat, 2011) menunjukan beberapa peranan yang

disumbangkan oleh komunikasi antarpribadi dalam rangka menciptakan

kebahagiaan hidup manusia, sebagai berikut:

a. Komunikasi antarpribadi (Interpersonal) membantu perkembangan

intelektual dan sosial kita. Perkembangan kita sejak masa bayi sampai

masa dewasa mengikuti pola semakin meluasnya ketergantungan kita

pada orang lain. diawali dengan ketergantungan atau komunkasi yang

(43)

komunikasi itu menjadi semakin luas dengan bertambahnya usia kita.

Bersamaan proses situ, perkembangan intelektual dan sosial kita

sangat ditentukan oleh kualitas komunikasi kita dengan orang lain itu.

b. Identitas atau jati diri kita terbentuk dalam atau lewat komunikasi

dengan orang lain. selama berkomunikasi dengan orang lain, secara

sadar atau tidak sadar kita mengamati, memperhatikan, dan mencatat

dalam hati semua tanggapan yang diberikan oleh orang lain terhadap

diri kita. Kita menjadi tahu bagaimana pandangan orang lain itu

tentang diri kita.

c. Dalam rangka memahami realitas disekeliling kita serta menguji

kebenaran kesan-kesan dan pengertian yang kita miliki tentang dunia

di sekitar kita, kita perlu membandingkannya dengan kesan-kesan dan

pengertian orang lain tentang realitas yang sama. Tentu saja,

perbandingan sosial (social comparison) semacam itu hanya dapat kita

lakukan lewat komunikasi dengan orang lain.

d. Kesehatan mental kita sebagian besar juga ditentukan oleh kualitas

komunikasi atau hubungan kita dengan orang lain. Bila hubungan kita

dengan orang lain diliputi berbagai masalah, maka tentu kita akan

menderita, merasa sedih, cemas, frustasi. Bila kemudian kita menarik

diri dan menghindari orang lain, maka rasa sepi dan terasing yang

mungkin kita alami pun tentu akan menimbulkan penderitaan, bukan

hanya penderitaan emosional atau batin, bahkan mungkin juga

(44)

Agar merasa bahagia, kita membutuhkan konfirmasi dari orang

lain, yakni pengakuan berupa tanggapan dari orang lain yang

menunjukan bahwa diri kita normal, sehat, dan berharga. Lawan dari

konfirmasi adalah diiskonfirmasi, yakni penolakan dari orang lain berupa

tanggapan yang menunjukankan bahwa diri kita abnormal, tidak sehat

dan tidak berharga. Semunya itu hanya kita peroleh lewat komunikasi

antarpribadi (Interpersonal), komunikasi dengan orang lain.

4. Aspek-aspek dalam Efektivitas Komunikasi Interpersonal

De Vito mengungkapkan lima aspek-aspek yang perlu

dipertimbangkan untuk menciptakan efektivitas komunikasi

interpersonal:

a. Keterbukaan (Openness)

Keterbukaan di definisikan sebagai kemampuan untuk membuka atau

mengungkapankan unsur-unsur kepribadian diri sendiri melalui

komunikasi (Rubin & Martin, 1994). Menurut Devito (1996) kualitas

keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi

interpersonal. Pertama, komunikator yang efektif harus terbuka

kepada orang yang diajaknya berinteraksi. Kedua, kesediaan

komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang

datang sehingga komunikator memperlihatkan keterbukaan dengan

cara bereaksi secara spontan terhadap orang lain. ketika menyangkut

perasan dan pikiran, yaitu mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang

(45)

tanggung jawab atasnya. Misalnya, dengan menggunakan kata „saya‟ dalam mengungkapkan perasaan atau pikiran.

b. Empati (Emphaty)

Menurut Rubin & Martin mengenai empati, yaitu empati merupakan

proses identifikasi untuk merasa seperti yang lain dengan menjadikan

orang lain sebagai acuan dan bukan berdasarkan referensi pengalaman

pribadi. Langkah pertama dalamm mencapai empati adalah menahan

godaan untuk mengevaluasi, menafsirkan, dan mengkritik. Bukan

karena reaksi ini salah melainkan semata-mata karena reaksi seperti

ini seringkali mnghambat pemahaman. Fokus dari komunikasi adalah

pemahaman.

c. Sikap mendukung (Supportiveness)

Sikap mendukung dapat terbentuk dari tiga hal, yaitu:

1) Deskriptif, dimana individu mempersepsikan sesuatu komunikasi

sebagai permintaan dakan informasi atau uraian mengenai suatu

kejadian tertentu dan tidak bernada menilai atau evaluasi.

2) Spontanitas, dapat membantu menciptakan suasana mendukung.

Orang yang terus terang dan terbuka dalam mengutarakan

pikirannya biasanya bereaksi dengan cara yang sama.

3) Provisionalisme, bersikap fleksibel dan berpikiran terbuka,

bersedia mendengar pandangan yang berlawanan dan bersedia

mengubah posisi jika keadaan mengharuskan agar dapat

(46)

karena apabila bersikap berlawanan, yaitu bersikap yakin dan tak

tergoyahkan serta berpikiran tertutup, maka lawan bicara biasanya

juga akan bersikap defensif.

d. Sikap Positif (Positiveness). Komunikasi antarpribadi terbina jika

orang memiliki sikap positif terhadap diri mereka sendiri. Selain

itu, perasaan positif untuk situasi komunikasi sangat penting untuk

interaksi yang efektif. Akan menjadi tidak menyenangkan bila

berkomunikasi dengan orang yang tidak menikmati interaksi, atau

tidak bereaksi secara menyenangkan terhadap suasana interaksi.

e. Kesetaraan (Equality), seseorang mungkin lebih pandai, lebih kaya,

lebih tampan daripada yang lain. tidak ada dua orang yang

benar-benar setara dalam segala hal. Terlepas dari ketidaksetaraan ini,

komunikasi antarpribadi akan lebih efektif bila suasananya setara.

Artinya, masing-masing pihak harus mengakui bahwa mereka

mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan.

C. Hakikat Layanan Bimbingan Klasikal 1. Pengertian Layanan Bimbingan Klasikal

Menurut Winkel dan Hastuti (2004) menjelaskan bimbingan

klasikal merupakan istilah yang khusus digunakan di institusi pendidikan

sekolah dan menunjuk pada sejumlah siswa yang dikumpulkan bersama

untuk kegiatan bimbingan. Pengertian lain menyebutkan bahwa

bimbingan klasikal adalah bimbingan yang berorientasi pada kelompok

(47)

kelas). Bimbingan klasikal dirancang menuntut konselor untuk

melakukan kontak langsung dengan peserta didik di kelas. Pada dasarnya

bimbingan klasikal merupakan bentuk dan sarana pelayanan bimbingan

yang diberikan konselor di dalam kelas dengan menyediakan materi yang

telah disiapkan sebelumnya untuk menunjang perkembangan optimal

masing-masing siswa, yang diharapkan dapat mengambil manfaat dari

pengalaman pendidikan bagi dirinya sendiri (Winkel dan Hastuti, 2004).

Menurut Makrifah & Wiryo Nuryono (2014) bimbingan klasikal

merupakan suatu layanan bimbingan dan konseling yang diberikan

kepada peserta didik oleh guru bimbingan dan konseling atau konselor

kepada sejumlah peserta didik dalam satuan kelas yang dilaksanakan di

dalam kelas.

Dari pendapat yang sudah dipaparkan di atas, maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa layanan bimbingan klasikal ialah suatu layanan yang

sudah dirancang dengan tema dan topik tertentu yang dirancang oleh

guru bimbingan dan konseling (Guru BK) dan diberikan kepada peserta

didik dalam satuan kelas yang dilaksanakan di dalam kelas.

2. Tujuan Layanan Bimbingan Klasikal

Menurut Makhrifah & Nuryono (2014: 2) strategi layanan

bimbingan klasikal sebagai salah satu strategi dalam pelayanan

bimbingan dan konseling memiliki tujuan untuk meluncurkan

aktivitas-aktivitas pelayan yang mengembangkan potensi siswa atau mencapai

(48)

Tujuan layanan bimbingan ialah supaya sesama manusia mengatur

kehidupan sendiri, menjamin perkembangan dirinya sendiri seoptimal

mungkin, memikul tanggung jawab sepenuhnya atas arah hidupnya

sendiri, menggunakan kebebasannya sebagai manusia secara dewasa

dengann berpedoman pada cita-cita yang mewujudkan semua potensi

yang baik padanya, dan menyelesaikan semua tugas yang dihadapi dalam

kehidupan ini secara memuasakan (Winkel, 2004: 31). Layanan

bimbingan mempunyai tujuan supaya orang yang dilayani menjadi

mampu mengatur kehidupannya sendiri, memiliki pandangannya sendiri

dan tidak sekedar membebek pendapat orang lain, mengambil sikap

sendiri, dan berani menanggung sendiri akibat dan konsekuansi dari

tindakan-tindakannya. Tujuan bantuan itu diberikan yaitu supaya orang

perorangan atau kelompok orang yang dilayani menjadi mampu

menghadapi semua tugas perkembangan hidupnya secara sadar dan

bebas, mewujudkan kesadaran dan kebebasan itu dalam membuat

pilihan-pilihan secara bijaksanan, serta mengambil beraneka tindakan

penyesuaian diri secara memadai (Winkel, 2004:32).

3. Manfaat Bimbingan Klasikal

Manfaat bimbingan klasikal menurut Depdiknas, bimbingan dan konseling (2004) sebagai berikut:

a. Siswa semakin memahami dirinya sendiri seperti bakat, minat, sifat,

sikap, kemampuan, kebiasaan, perasaan, tingkah laku, dan lain

(49)

b. Siswa semakin bersikap baik dan berhasil dalam proses

bersosialisasi terhadap orang lain atau lingkungannya.

c. Siswa semakin tertarik, termotivasi dan berminat untuk belajar lebih

giat sehingga hasil belajarnya menjadi lebih baik.

d. Siswa semakin mampu menyelesaikan masalahnya dan mengambil

keputusan sendiri dalam hidupnya, serta mampu merencanakan

kegiatan-kegiatan yang berguna untuk perkembangan hidupnya.

e. Siswa semakin mampu mengembangkan nilai dan sikap secara

menyeluruh, serta perasaan sesuai dengan penerimaan diri.

f. Siswa semakin mampu menerima dan mempersiapkan diri dalam

menghadapi masa depannya.

4. Tahapan Layanan Bimbingan Klasikal

Tahapan layanan dalam bimbingan menurut Panduan Operasional

Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling Sekolah Menengah Pertama

(SMP) Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Guru

dan Tenaga Kependidikan (2016) dijelaskan sebagai berikut:

a. Pra bimbingan

1) Menyusul RPL bimbingan kelompok.

2) Pembentukan kelompok (forming)

b. Pelaksanaan

1) Pembukaan

(50)

b) Menjelaskan tujuan dan manfaat bimbingan kelompok secara

singkat.

c) Menjelaskan peran masing-masing anggota dan

pembimbingan pada proses bimbingan kelompok yang akan

dilaksanakan.

d) Menjelaskan aturan kelompok dan mendorong anggota untuk

berperan penuh dalam kegiatan kelompok.

e) Memotivasi anggota untuk mengungkapkan diri secara

terbuka.

f) Memotivasi anggota untuk mengungkapkan harapannya dan

membantu merumuskan tujuan bersama.

2) Transisi

a) Melakukan kegiatan selingan berupa permainan kelompok.

b) Mereview tujuan dan kesepakan bersama.

c) Memotivasi anggota untuk terlibat aktif mengambil manfaat

dalam tahap ini.

d) Mengingatkan anggota bahwa kegiatan akan segara

memasuki tahap inti.

3) Inti

a) Mendorong tiap anggota untuk mengungkapkan tiap topik

yang perlu dibahas.

b) Menetapkan topik yang akan diintervensi sesuai dengan

(51)

c) Mendorong setiap anggota kelompok untuk terlibat aktif

saling membantu.

d) Melakukan kegiatan selingan yang bersifat menyenangkan

mungkin perlu diadakan.

e) Mereview hasil yang dicapai dan menetapkan pertemuan

selanjutnya.

4) Penutup

a) Mengungkapkan kesan dan keberhasilan yang dicapai setiap

kelompok.

b) Merangkum proses dan hasil yang dicapai.

c) Mengungkapkan kegiatan lanjutan yang penting bagi anggota

kelompok.

d) Menyatakan bahwa kegiatan akan segera berakhir.

e) Menyampaikan pesan dan harapan.

c. Pasca Bimbingan

1) Mengevaluasi perubahan yang dicapai.

2) Menetapkan tindak lanjut yang kegiatan dibutuhkan.

3) Menyusun laporan bimbingan kelompok.

5. Prinsip-prinsip Layanan Bimbingan Klasikal

Menurut Makhrifah, dkk (2014) berdasarkan model ASCA

(American School Counselor Association), bimbingan klasikal merupakan bentuk kegiatan yang termasuk ke dalam komponen layanan

(52)

developmental, sistematik, terstruktur, dan disusun untuk meningkatkan

kompotensi belajar, pribadi, sosial dan karier. Layanan dasar (guidance

curriculum) merupakan layanan yang terstruktur untuk semua peserta didik (guidance for all), tanpa mengenal perbedaan gender, ras atau

agama mulai taman kanak-kanak sampai tingkat SLTA disajikan melalui

kegiatan kelas untuk memenuhi kebutuhan dalam bidang belajar, pribadi,

sosial dan karier peserta didik.

Dari pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa layanan

bimbingan klasikal adalah layanan yang disusun dan dirancang

sedemikian rupa untuk meningkatkan kompotensi belajar, pribadi, sosial

dan karier peserta didik.

D. Hakikat Experiential Learning 1. Pengertian Experiential Learning

Experiential learning merupakan suatu proses belajar yang lebih mengaktifkan pembelajaran dengan membangun pengetahuan serta

ketrampilan juga nilai dan sikap melalui pengalaman secara langsung

(Nasution, 2005).

Experiential learning menekankan pada sebuah model pembelajaran yang holistik dalam proses belajar. Pengalaman memiliki

peranan yang sangat penting dala proses belajarnya atau dengan kata lain

pengetahun tercipta karena adanya transformasi dari pengalaman

(experience). Pengetahuan merupakan hasil perpaduan antara memahami

(53)

Berdasarkan papar di atas dapat disimpulkan bahwa experiential learning merupakan metode belajar yang melibatkan pengalaman langsung dalam proses belajar. Pengalaman langsung yang dialami oleh

seseorang ketika proses belajar menciptakan dan membentuk

pemahaman, pengetahuan, dan ketrampilan baru bagi seseorang.

2. Karakteristik Experiential Learning menurut Kolb

Terdapat lima karakteristik experiential learning menurut Kolb (2013) yaitu:

a. Pembelajaran terbaik itu dipahami sebagai proses bukan hanya

terbatas pada pengetahuan, belajar tidak berakhir pada hasil.

b. Belajar adalah pengalaman membentuk kembali pengetahuan.

pembelajaran difasilitasi oleh proses yang mampu membuat si

pembelajar membangun gambaran mengenai keyakinan-keyakinan

dan ide-ide terhadap satuan topik. Sehingga dapat dijelaskan, diujikan,

dan diintegrasikan dengan ide-ide yang baru.

c. Belajar membutuhkan resolusi dari konflik antara cara dialektikal

yang bertentangan dengan adaptasi dunia. Konflik, perbedaan, dan

ketidaksetujuan adalah yang menuntut proses belajar. Pergerakan ke

belakang dan empat cara berlawanan antara refleksi, tindakan,

perasaan, dan pikiran.

d. Belajar adalah proses menyeluruh dari adaptasi. Belajar bukan hanya

(54)

keseluruhan fungsi individu; berpikir; merasakan; penerimanan; dan

bertindak.

e. Hasil belajar berasal dari sinergi transaksi antara manusia dengan

lingkungan. Piaget; pembelajaran terjadi melalui keseimbangan proses

dialektikal asimilasi pengalaman baru ke dalam konsep yang sudah

ada dan mengakomodasi konsep yang sudah ada pada pengalaman

baru.

3. Metodologi Pembelajaran Experiential Learning

Ada delapan metode khas pembelajaran experiential learning menurut Key Tyler Abella (Supraktiknya, 2011). Metode akan

dipaparkan pada bagian berikut ini:

a. Metode latihan gugus tugas

Inti dari latihan ini adalah bahwa dalam kelompok-kelompok terdiri

dari 3-8 orang, peserta diminta mengerjakan tugas tertentu dan

kemudian mempersentasikan hasilnya kepada seluruh kelas. Metode

ini bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta untuk

mengerjakan materi pembelajaran dalam kelompok yang cukup kecil

agar masing-masing peserta bisa melibatkan diri dan berkontribusi

secara aktif dalam kerja kelompok.

b. Metode diskusi kasus

Metode diskusi kasus memanfaatkan studi kasus, yang deskripsi

tentang suatu situasi yang disajikan entah secara tertulis, lewat

(55)

dipelajari oleh pelajari oleh peserta kemudian mendiskusikannya

dengan panduan pertanyaan-pertanyaan yang disiapkan oleh

fasilitator. Sebaiknya diskusi difokuskan pada isu-isu yang terdapat di

dalam situasi yang dideskripsikan: tindakan apa yang perlu dilakukan

atau pelajaran-pelajaran apa yang bisa dipetik, serta cara mengatasi

atau mencegah agar situasi sejenis tidak terjadi di masa mendatang.

Tujuan latihan ini adalah melatih peserta agar mampu

merumuskan sendiri pelajaran-pelajaran yang didapat dari situasi itu,

tidak sekedar menerimanya dari fasilitator. Peserta dilatih menerapkan

proses berpikir yang diperlukan untuk menganalisi sebuah situasi

nyata serta mengidentifikasikan berbagai alternatif tindakan. Metode

ini tidak bertujuan mengajarkan solusi yang benar untuk menghadapai

situasi problematika tertentu, melainkan melatih peserta menganalisis

dan menemukan solusi atas suatu situasi bermasalah.

c. Simulasi dan Games

Game atau permainan adalah aktivitas bermain yang diformalkan, lazimnya tidak terkait langsung dengan situasi kehidupan

nyata peserta diharapkan mencapai tujuan tertentu dalam batas-batas

yang ditetapkan lewat serangkain aturan main. Aturan main ini

menentukan jenis aktivitas yang harus dilakukan dan kapan permainan

harus diakhiri.

Simulasi merepersentasikan situasi kehidupan nyata tertentu,

(56)

itu ditampilkan sedemikian rupa sehingga bisa dimanipulasikan atau

dikendalikan oleh peserta mengikuti kerangka waktu yang ditentukan.

d. Latihan bermain pesan (role-play)

Dalam latihan bermain peran, peserta mensimulasikan sebuah

situasi interaktif nyata atau hipotesis. Misal, memainkan pesan siswa

yang mendapat perlakuan kasar dari teman kelasnya (bullying) atau

memainkan pesan seseorang menjalani proses pengadilan dimuka

hakim pengadilan akhir sesudah ajal. Simulasi ini lazimnya diikuti

diskusi dan analisis, untuk mengetahui bagaimana interaksi itu

dirasakan atau dihayati, apa yang terjadi, dan mengapa demikian.

Peserta bisa memperoleh umpan balik tentang tingkah lakunya selama

bermain peran.

Permainan peran bertujuan memberikan kesempatan kepada

peserta untuk menghayati sebuah interaksi, dengan menggunakan cara

yang sudah biasa dilakukannya dengan cara baru. Bila cara baru

dilakukan dalam metode ini, maka metode ini memberikan

kesempatan pada peserta didik untuk mempraktekkan cara baru itu

dan memberinya umpan balik terhadap tingkah lakunya dalam

interaksi itu.

e. Diskusi kelompok

Dalam diskusi kelompok peserta dberikan kesempatan untuk

secara bebas bertukar gagasan atau pendapat, bisa dalam kelas besar

(57)

besar. Aturan main dalam diskusi kelompok disampaikan kepada

peserta. Fasilitator bertanggung jawab untuk membuat hidup diskusi,

menyatukan berbagai gagasan dan pendapat yang muncul, hingga

membantu membuat kesimpulan.

Diskusi kelompok bertujuan memberikan kesempatan kepada

peserta untuk saling mengungkapkan dan saling bertukar gagasan

tentang pokok persoalan yangs edang dibahas. Metode ini bisa

dipakasi sebagai “pemanasan” sebelum mulai aktivitas tertentu, sebagai penutup kegiatan, atau sebagai kegiatan mandiri.

f. Latihan individu

Dalam latihan individu setiap peserta diminta bekerta

sendiri-sendiri, lazimnya berupa tugas mentransfer atau menerapkan isi atau

hasil pelajaran dari program kegiatan yang baru diikutinya ke dalam

situasi kehidupan masing-masing.

Tujuan latihan individu adalam memberi kesempatan kepada

peserta untuk menerapkan hasil-hasil pelajaran (learning points) yang

diperoleh dari program pendidikan psikologis yang baru dijalani ke

dalam situasi kehidupan masing-masing untuk menguji

pemahamannya atau memeriksa sejauh mana hasil pembelajaran itu

bisa diterapkan dalam situasi kehidupannya.

g. Presentasi/Lekturet

Presentasi/Lekturet (ceramah pendek) adalah bentuk komunikasi

(58)

arah dari pihak penyaji atau penceramah kepada peserta. Peserta bisa

menyajikan pertanyaan namun dibatasi. Seringkali, alat-alat visual

digunakan untuk mendukung presentasi.

Presentasi bertujuan untuk menyampaikan infromasi, lazimnya

berupa pengetahuan, pandangan, atau pendekatan baru yang penting,

kepada peserta dalam situasi dimana interaksi atau diskusi dipanadang

kurang sesuai.

h. Modeling perilaku

Dalam modeling perilaku peserta diberi contoh cara bertingkah laku dalam menghadapi situasi tertentu, langkah demi langkah.

Contoh langkah-langkah tersebut bisa didemontrasikan dengan

menggunakan rekaman video. Kemudian peserta diminta berlatih

menerapkan langkah-langkah yang diajarkan. Sesudah itu sebagi

umpan balik kepada peserta ditunjukan dalam hal apa saja mereka

masih perlu meningkatkan diri.

Modeling perilaku bertujuan mengajarkan kepada peserta cara spesifik tertentu dalam menghadapi sebuah situasi serta memberikan

kesempatan untuk melatih bentuk-bentuk tingkah laku baru, sehingga

mereka percaya diri mampu menghadapi situasi serupa dalam

(59)

4. Tujuan Experiential Learning

Tujuan model pembelajan experiential learning adalah untuk mempengaruhi siswa dengan tiga cara, yaitu mengubah struktur kognitif

siswa, mengubah sikap siswa dan memperluas ketrampilan yang telah

ada pada siswa. Pengalaman mengubah pandangan baru bagi siswa serta

memunculkan kognisi atau ide-ide baru yang dikaitkan dengan

pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Hal tersebut memberi

wadah bagi siswa untuk mengembangkan ketrampilan yang dimiliki.

Ketiga elemen tersebut saling berhubungan dan mempengaruhi secara

keseluruhan, tidak terpisah-pisah, karena apabila salah satu elemen tidak

ada maka elemen yang lainnya tidak akan efektif. Ketiga hal ini

kemudian menjadi fokus pendekatan experiential learning (Baharuddin dan Wahyuni, 2010).

5. Proses Experiential Learning

Kolb (2015) menjelaskan empat tahapan model pembelajaran,

siklus model experiential learning disajikan dalam gambar 2.1

(60)

David Kolb (1984) mengatakan bahwa model experiential learning merupakan sebuah proses yang melingkar yang terdiri dari empat fase. Fase pertama Concrete Experience, siswa melibatkan diri sepenuhnya dalam pengalaman baru dan menggunakan pengalaman yang

sudah dilaluinya atau pengalaman yang disediakan untuk pembelajaran

yang lebih lanjut. Fase kedua Reflective Observation, siswa mengobservasikan dan merefleksikan atau memikirkan pengalamannya

dari berbagai segi dan mendiskusikan pengalaman yang telah dilaluinya.

Fase ketiga Abstract Conceptualisation, proses menemukan tren yang umum dan kebenaran dalam pengalaman yang telah dilalui peserta atau

membentuk reaksi pada pengalama yang baru menjadi sebuah

kesimpulan atau konsep yang baru. Fase keempat Active Ecperimentation, siswa menggunakan konsep tersebut untuk memecahkan masalah dan mempraktikannya dalam kehidupan

sehari-hari.

Sejalan dengan empat tahapan experiential learning dari Kolb, tahapan dan siklus pembelajaran experiential learning menurut Pfeifer &

Gambar

Tabel 4.5 Hasil Penilaian Siswa Terhadap Efektivitas Layanan ...................... 83
Gambar 2.2 Siklus Pembelajaran Experiential Learning
Grafik 4.2  Tingkat Nilai Rata-rata Kecerdasan Komunikasi Interpersonal Siswa
Gambar 2.1 Tahapan Model Pembelajaran Experiential Learning (Sumber:
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Pada Tabel 3.1 adalah perancangan storyboard untuk aplikasi media pembelajaran pengenalan tokoh wayang kulit dalam perangkat mobile berbasis Android, yang sesuai

bidang yang terdapat dalam perusahaan sesuai dengan keahliannya. Manusia yang bekerja dalam suatu perusahaan merupakan suatu unsur dalam MSDM. Focus dalam MSDM adalah

Dalam penelitian ini dibahas antara lain : Kapankah suatu tindakan deportasi dapat dilakukan menurut hokum nasional dan internasional, apakah maksud dan tujuan kehadiran WNA

yang terdiri dari terminal udara, konduktor pentanahan, dan sistem terminasi bumi,. sistem

3.3 Langkah-langkah Percobaan.. Dalam praktikum ini terdapat prosedur untuk memperoleh hasil yang akurat, berikut ini merupakan langkah-langkah dalam melakukan praktikum: 1.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : Konsentrasi NaOH dan lama pemanasan yang terbaik adalah 0,2 % dengan lama pemanasan 90 menit yang memeberikan daya cerna

[r]