• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kemampuan problem posing siswa Kelas X SMA El Shadai Magelang tahun pelajaran 2014/2015 pada pokok bahasan persamaan dan fungsi kuadrat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kemampuan problem posing siswa Kelas X SMA El Shadai Magelang tahun pelajaran 2014/2015 pada pokok bahasan persamaan dan fungsi kuadrat."

Copied!
334
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Cicilia Viranti. 2016. KEMAMPUAN PROBLEM POSING SISWA KELAS X SMA EL SHADAI MAGELANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 PADA POKOK BAHASAN PERSAMAAN DAN FUNGSI KUADRAT. Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.

Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi dan mendeskripsikan kemampuan siswa dalam membuat soal (problem posing) pada pokok bahasan Persamaan dan Fungsi Kuadrat berdasarkan taksonomi Bloom edisi Revisi, dan mengidentifikasi jenis pengetahuan yang dituntut dari soal-soal yang dibuat siswa berdasarkan dimensi pengetahuan. Problem posing merupakan aktivitas pembelajaran yang melibatkan pembentukan masalah dan mereformulasikan masalah yang diberikan. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar soal, lembar kerja siswa dan wawancara.

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian deskriptif kualitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah 5 orang siswa kelas X SMA El Shadai Magelang tahun ajaran 2014/2015. Siswa-siswa tersebut diberi inisial SW1, SW2, SW3, SW4 dan SW5. Kelima siswa tersebut tergabung dalam kelas persiapan olimpiade Matematika. Subjek-subjek ini tidak diberikan latihan problem posing terlebih dahulu. Mereka hanya mendapatkan pengalaman mengajukan pertanyaan pada saat pembelajaran di kelas saja. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan lembar kerja pengajuan soal dan wawancara terhadap 5 siswa. Siswa juga dituntut untuk membuat penyelesaian dari soal yang mereka buat. Instrumen diujicobakan kepada 5 siswa di sekolah lain yang berdasarkan pencermatan peneliti, mereka memiliki kemampuan dalam bidang matematika yang setara atau tidak jauh beda dengan siswa yang menjadi subjek penelitian. Wawancara dilakukan setelah siswa mengerjakan soal rangsangan dan mengajukan soal-soal untuk semua tipe problem posing.

Dari analisis data penelitian diperoleh hasil bahwa:

(2)

posing dari ketiga siswa tersebut tidak dapat ditentukan. Pada post-solution posing SW1 berada pada level memahami (C2), SW2 pada level menerapkan (C3), SW3 pada level mencipta (C6), SW4 dan SW5 pada level mengevaluasi (C5).

2. Dari 11 soal yang dibuat oleh 5 siswa tersebut, 8 diantaranya tidak dapat ditentukan jenis pengetahuan yang dituntut karena soal-soal tersebut berupa pernyataan atau soal-soal matematika yang tidak dapat diselesaikan. Soal-soal tersebut sebagian besar disebabkan karena kalimat yang tidak jelas dan unsur-unsur penting yang tidak dicantumkan. Tiga soal yang lain yaitu soal dengan kode SW3.1, SW5.1 dan SW3.3 menuntut pengetahuan faktual, konseptual dan prosedural. Tidak ada satu soal yang menuntut pengetahuan metakognitif.

(3)

ABSTRACT

Cicilia Viranti. 2016. Problem Posing Ability of Class X of El Shadai Magelang Senior High School in The Academic Year 2014/2015 on The Topic of Quadratic Equation and Quadratic Function. Undergraduate Thesis. Mathematics Education Study Program, Department of Mathematics and Science Education, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University. Yogyakarta.

The aims of the study were to identify and describe the abilities of students in posing problems on the topic of Quadratic Equation and Quadratic Function based on Bloom’s taxonomy (revised edition) and also to identify the types of knowledge involved in the student generated-problems based on knowledge

dimensions of Bloom’s taxonomy (revised edition) . Problem posing refers to both the generation of new problems and the re-formulation of the given problems. The instruments used in this study were problem sheets, student worksheets and interviews.

This was a descriptive qualitative research study. Subjects in this study were 5 students in grade 10 of SMA El Shadai Magelang of the academic year 2014/2015. The students (given initials as SW1, SW2, SW3, SW4 and SW5) were enrolled in the advanced mathematical courses in order to prepare them to compete in the Mathematics olympiad. The subjects were novice problem posers as they were not given any training in problem posing skills.Apart from their classroom experience in asking questions, they were not given any specific training. The methods used in this study were using problem posing worksheets and interviewing the subjects. Students also solved their own problems. The instruments were empirically tested using five students whose intellegence levels were equal or not far from the students that were as subjects. The interviews were done after the subjects had finished doing their tasks in generating the new problems for all types of problem posing.

From the analysis of the research data, it can be concluded that:

(4)

level of understand (C2), SW2 was at the level of apply (C3), SW3 was at the level of create (C6), SW4 and SW5 were at the level of evaluate (C5).

2. Eight of 11 generated-problems cannot be analyzed for the types of the knowledge demands due to the fact that the generated-problems were statements or unsolvable mathematical problems. It was observed that the high number of unsolvable problems was due to the unclear wording in the problem and important assumptions were not stated. Only 3 problems with codes SW3.1, SW5.1 and SW3.3 required factual, conceptual, and procedural knowledge. None of the generated-problems required metacognitive knowledge.

(5)

KEMAMPUAN PROBLEM POSING SISWA KELAS X SMA EL SHADAI MAGELANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 PADA POKOK BAHASAN

PERSAMAAN DAN FUNGSI KUADRAT

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

Cicilia Viranti

NIM : 091414052

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(6)

i

KEMAMPUAN PROBLEM POSING SISWA KELAS X SMA EL SHADAI MAGELANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 PADA POKOK BAHASAN

PERSAMAAN DAN FUNGSI KUADRAT

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

Cicilia Viranti

NIM : 091414052

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(7)
(8)
(9)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur karya sederhana ini

ku persembahkan untuk Bapa Yang Maha Baik, keluargaku yang kusayangi

dan seseorang yang kukasihi,

(10)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka sebagai layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 7 Juni 2016

Penulis,

(11)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Cicilia Viranti

Nomor Mahasiswa : 091414052

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

KEMAMPUAN PROBLEM POSING SISWA KELAS X SMA EL SHADAI MAGELANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 PADA POKOK BAHASAN

PERSAMAAN DAN FUNGSI KUADRAT

Dengan demikian saya memberikan kepada Universitas Sanata Dharma hak untuk

menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk

pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di

internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari

saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama

saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada Tanggal: 7 Juni 2016

Yang menyatakan

(12)

vii ABSTRAK

Cicilia Viranti. 2016. KEMAMPUAN PROBLEM POSING SISWA KELAS X SMA EL SHADAI MAGELANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 PADA POKOK BAHASAN PERSAMAAN DAN FUNGSI KUADRAT. Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.

Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi dan mendeskripsikan kemampuan siswa dalam membuat soal (problem posing) pada pokok bahasan Persamaan dan Fungsi Kuadrat berdasarkan taksonomi Bloom edisi Revisi, dan mengidentifikasi jenis pengetahuan yang dituntut dari soal-soal yang dibuat siswa berdasarkan dimensi pengetahuan. Problem posing merupakan aktivitas pembelajaran yang melibatkan pembentukan masalah dan mereformulasikan masalah yang diberikan. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar soal, lembar kerja siswa dan wawancara.

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian deskriptif kualitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah 5 orang siswa kelas X SMA El Shadai Magelang tahun ajaran 2014/2015. Siswa-siswa tersebut diberi inisial SW1, SW2, SW3, SW4 dan SW5. Kelima siswa tersebut tergabung dalam kelas persiapan olimpiade Matematika. Subjek-subjek ini tidak diberikan latihan problem posing terlebih dahulu. Mereka hanya mendapatkan pengalaman mengajukan pertanyaan pada saat pembelajaran di kelas saja. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan lembar kerja pengajuan soal dan wawancara terhadap 5 siswa. Siswa juga dituntut untuk membuat penyelesaian dari soal yang mereka buat. Instrumen diujicobakan kepada 5 siswa di sekolah lain yang berdasarkan pencermatan peneliti, mereka memiliki kemampuan dalam bidang matematika yang setara atau tidak jauh beda dengan siswa yang menjadi subjek penelitian. Wawancara dilakukan setelah siswa mengerjakan soal rangsangan dan mengajukan soal-soal untuk semua tipe problem posing.

Dari analisis data penelitian diperoleh hasil bahwa:

(13)

viii

posing dari ketiga siswa tersebut tidak dapat ditentukan. Pada post-solution posing SW1 berada pada level memahami (C2), SW2 pada level menerapkan (C3), SW3 pada level mencipta (C6), SW4 dan SW5 pada level mengevaluasi (C5).

2. Dari 11 soal yang dibuat oleh 5 siswa tersebut, 8 diantaranya tidak dapat ditentukan jenis pengetahuan yang dituntut karena soal-soal tersebut berupa pernyataan atau soal-soal matematika yang tidak dapat diselesaikan. Soal-soal tersebut sebagian besar disebabkan karena kalimat yang tidak jelas dan unsur-unsur penting yang tidak dicantumkan. Tiga soal yang lain yaitu soal dengan kode SW3.1, SW5.1 dan SW3.3 menuntut pengetahuan faktual, konseptual dan prosedural. Tidak ada satu soal yang menuntut pengetahuan metakognitif.

(14)

ix ABSTRACT

Cicilia Viranti. 2016. Problem Posing Ability of Class X of El Shadai Magelang Senior High School in The Academic Year 2014/2015 on The Topic of Quadratic Equation and Quadratic Function. Undergraduate Thesis. Mathematics Education Study Program, Department of Mathematics and Science Education, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University. Yogyakarta.

The aims of the study were to identify and describe the abilities of students in posing problems on the topic of Quadratic Equation and Quadratic Function based on Bloom’s taxonomy (revised edition) and also to identify the types of knowledge involved in the student generated-problems based on knowledge dimensions of Bloom’s taxonomy (revised edition) . Problem posing refers to both the generation of new problems and the re-formulation of the given problems. The instruments used in this study were problem sheets, student worksheets and interviews.

This was a descriptive qualitative research study. Subjects in this study were 5 students in grade 10 of SMA El Shadai Magelang of the academic year 2014/2015. The students (given initials as SW1, SW2, SW3, SW4 and SW5) were enrolled in the advanced mathematical courses in order to prepare them to compete in the Mathematics olympiad. The subjects were novice problem posers as they were not given any training in problem posing skills.Apart from their classroom experience in asking questions, they were not given any specific training. The methods used in this study were using problem posing worksheets and interviewing the subjects. Students also solved their own problems. The instruments were empirically tested using five students whose intellegence levels were equal or not far from the students that were as subjects. The interviews were done after the subjects had finished doing their tasks in generating the new problems for all types of problem posing.

From the analysis of the research data, it can be concluded that:

(15)

x

level of understand (C2), SW2 was at the level of apply (C3), SW3 was at the level of create (C6), SW4 and SW5 were at the level of evaluate (C5).

2. Eight of 11 generated-problems cannot be analyzed for the types of the knowledge demands due to the fact that the generated-problems were statements or unsolvable mathematical problems. It was observed that the high number of unsolvable problems was due to the unclear wording in the problem and important assumptions were not stated. Only 3 problems with codes SW3.1, SW5.1 and SW3.3 required factual, conceptual, and procedural knowledge. None of the generated-problems required metacognitive knowledge.

(16)

xi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur terhadap cinta kasih Tuhan atas karunia dan berkah yang

telah diberikan sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi dengan lancar.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Pendidikan Matematika Universitas Sanata Dharma.

Di dalam penyusunan skripsi ini banyak kendala yang dihadapi peneliti,

namun semua itu mampu diselesaikan penulis dengan baik karena ada dukungan

dan motivasi yang diberikan kepada penulis dari berbagai pihak. Ucapan

terimakasih oleh penulis disampaikan kepada :

1. Bapak Rohandi, Ph.D., selaku dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan;

2. Bapak Dr. Marcelinus Andy Rudhito, S.Pd., selaku Ketua Jurusan

Pendidikan Matematika dan IPA;

3. Bapak Dr. Hongki Julie, M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Matematika;

4. Bapak Prof. Dr. St. Suwarsono, selaku dosen pembimbing skripsi yang

telah mambimbing penulis dengan penuh kesabaran dan bersedia

meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam

menyusun skripsi;

5. Segenap dosen dan karyawan JPMIPA Universitas Sanata Dharma yang

telah membantu dan mendukung penulis selama belajar di Universitas

(17)

xii

6. Ibu Dwiana Retno W, S. Pd. Terima kasih atas kesempatan dan waktu

yang diberikan;

7. Siswa kelas X SMA El Shadai Magelang tahun pelajaran 2014/2015;

8. Orangtuaku serta kakak-kakakku atas dukungan, doa, semangat, dan cinta

kasih;

9. John Prskalo, Nathaniel Tuohy, Yohanes Prian Budi, Christina Eli

Indriyani, Retha Monica, Cilvia Oktavelani, Risko Wicaksono, Thomas

Iskandar Kurniawan, Mbak Fitri, Andrias Pradah, Allexander Gumawang

dan Elizabet Ananda Putri atas bantuan dan waktu yang diluangkan.

10.Teman-teman Pendidikan Matematika angkatan 2009, terima kasih untuk

kebersamaannya selama ini;

11.Semua pihak yang telah mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi

ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena

itu, penulis menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun dan

mengembangkan. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan

pembaca, khususnya bagi para calon guru matematika.

Yogyakarta, 7 Juni 2016

Penulis

(18)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... xi

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR BAGAN... xviii

DAFTAR GAMBAR ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Rumusan Masalah ... 5

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Batasan Masalah ... 6

F. Batasan Istilah ... 6

G. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II ... 8

A. Pembelajaran Matematika ... 8

1. Belajar ... 8

2. Pembelajaran ... 9

(19)

xiv

4. Pembelajaran Matematika ... 11

B. Problem Posing ... 13

1. Pre-solution Posing ... 16

2. Within-solution Posing ... 17

3. Post-solution Posing ... 18

C. Taksonomi Pendidikan ... 24

1. Taksonomi Bloom Ranah Kognitif ... 25

2. Taksonomi Bloom Edisi Revisi ... 26

3. Dimensi Pengetahuan Taksonomi Revisi ... 32

D. Persamaan dan Fungsi Kuadrat ... 37

1. Persamaan Kuadrat ... 37

2. Fungsi Kuadrat ... 44

E. Kerangka Berpikir ... 51

BAB III ... 52

A. Jenis Penelitian ... 52

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 52

C. Subjek dan Objek Penelitian ... 53

D. Bentuk Data ... 53

E. Instrumen Penelitian ... 54

F. Teknik Pengumpulan Data ... 58

G. Validasi Instrumen ... 58

H. Metode Analisis Data ... 59

BAB IV ... 62

A. Pelaksanaan Penelitian ... 62

B. Hasil Observasi ... 62

C. Penyajian Data ... 63

D. Analisis Data ... 82

(20)

xv

BAB V ... 140

A. Tingkat Kemampuan Problem Posing Siswa Berdasarkan Taksonomi Bloom Edisi Revisi ... 140

B. Jenis Soal Siswa Berdasarkan Dimensi Pengetahuan ... 160

BAB VI ... 166

A. Kesimpulan ... 166

B. Saran ... 168

DAFTAR PUSTAKA ... 170

(21)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Perbandingan Teknik-teknik Inovasi pada Storytelling dan

Pengajuan Soal Matematika menurut Ban Har (2009) ... 18

Tabel 2.2. Dimensi Proses Kognitif ... 30

Tabel 2.3. Grafik Fungsi Kuadrat Berdasarkan Nilai a dan D ... 45

Tabel 2.4. Grafik Fungsi Kuadrat Berdasarkan Nilai a dan c ... 46

Tabel 4.1. Deskripsi Pengajuan Soal Siswa Lembar Kerja 1 ... 63

Tabel 4.2. Deskripsi Jawaban Siswa dari Lembar Kerja 2 ... 66

Tabel 4.3. Deskripsi Pengajuan Soal Siswa Lembar Kerja 2 ... 70

Tabel 4.4. Deskripsi Jawaban Siswa dari Lembar Kerja 3 ... 70

Tabel 4.5. Deskripsi Pengajuan Soal Siswa Lembar Kerja 3 ... 76

Tabel 4.6. Topik-topik Data Pengajuan Soal Tipe Pre-solution Posing... 107

Tabel 4.7. Topik-topik Data Pengajuan Soal Tipe Within-solution Posing110 Tabel 4.8. Topik-topik Data Pengajuan Soal Tipe Post-solution Posing . 112 Tabel 4.9. Topik-topik Data Jenis Soal ... 118

Tabel 4.10.Indikator Kemampuan Problem Posing Siswa Tipe Pre-solution Posing ... 126

Tabel 4.11.Indikator Kemampuan Problem Posing Siswa Tipe Within-solution Posing ... 128

Tabel 4.12.Indikator Kemampuan Problem Posing Siswa Tipe Post-solution Posing ... 129

Tabel 4.13.Hasil Analisis Tingkat Kemampuan Problem Posing Siswa Tipe Pre-Solution Posing ... 131

Tabel 4.14.Hasil Analisis Tingkat Kemampuan Problem Posing Siswa Tipe Within-Solution Posing ... 133

Tabel 4.15.Hasil Analisis Tingkat Kemampuan Problem Posing Siswa Tipe Post-Solution Posing... 135

Tabel 4.16.Indikator Jenis Soal berdasarkan Dimensi Pengetahuan ... 137

Tabel 4.17.Hasil Analisis Jenis Soal ... 138

(22)

xvii

Tabel 5.2. Pembahasan SW1 Tipe Within-Solution Posing ... 143

Tabel 5.3. Pembahasan SW1 Tipe Post-Solution Posing ... 144

Tabel 5.4. Pembahasan SW2 Tipe Pre-Solution Posing... 145

Tabel 5.5. Pembahasan SW2 Tipe Within-Solution Posing ... 147

Tabel 5.6. Pembahasan SW2 Tipe Post-Solution Posing ... 148

Tabel 5.7. Pembahasan SW3 Tipe Pre-Solution Posing... 149

Tabel 5.8. Pembahasan SW3 Tipe Within-Solution Posing ... 150

Tabel 5.9. Pembahasan SW3 Tipe Post-Solution Posing ... 150

Tabel 5.10. Pembahasan SW4 Tipe Pre-Solution Posing... 151

Tabel 5.11. Pembahasan SW4 Tipe Within-Solution Posing ... 153

Tabel 5.12. Pembahasan SW4 Tipe Post-Solution Posing ... 153

Tabel 5.13. Pembahasan SW5 Tipe Pre-Solution Posing... 155

Tabel 5.14. Pembahasan SW5 Tipe Within-Solution Posing ... 156

(23)

xviii

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1. Perubahan dari Kerangka Pikir Asli ke Revisi ... 26

Bagan 4.1. Kategorisasi Data Pre-solution Posing ... 122

Bagan 4.2. Kategorisasi Data Within-solution Posing ... 123

Bagan 4.3. Kategorisasi Data Post-solution Posing... 124

(24)

xix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Tabel Dimensi Taksonomi Bloom ... 25

Gambar 4.1. Soal Buatan SW1 pada Lembar Kerja 1... 85

Gambar 4.2. Soal Buatan SW1 pada Lembar Kerja 3... 87

Gambar 4.3. Jawaban Soal SW4 pada Lembar Kerja 1 ... 97

Gambar 4.4. Jawaban SW4 untuk soal pada Lembar Kerja 2 ... 99

Gambar 4.5. Soal Revisi SW4 pada Tipe Post-Solution Posing ... 102

(25)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A : Surat Ijin Penelitian ... 175

Surat Keterangan Selesai Penelitian ... 176

Silabus Tahun Ajaran 2014/2015 ... 177

Foto-foto Penelitian... 184

Lampiran B : Lembar Kerja 1 ... 188

Lembar Kerja 2 ... 189

Kunci Jawaban Lembar Kerja 2 ... 191

Lembar Kerja 3 ... 193

Kunci Jawaban Lembar Kerja 3 ... 195

Lampiran C : Transkrip Wawancara ... 200

Lampiran D : Deskripsi Jawaban Siswa ... 223

Topik-topik Data ... 240

Revisi Soal–soal Siswa dan Penyelesaiannya ... 251

Lampiran E : Lembar Jawab dan Pengajuan Soal Siswa ... 261

(26)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat bergantung pada

sumber daya manusia (SDM). Pengembangan SDM dilakukan untuk

membentuk manusia yang berkualitas, memiliki pengetahuan dan

ketrampilan dalam bidang teknologi yang salah satunya didapat melalui

pendidikan.

Matematika sangat diperlukan untuk mempelajari ilmu-ilmu

pengetahuan termasuk teknologi komputer yang telah menjadi bagian

penting dalam kehidupan manusia. Itulah sebabnya mengapa matematika

sebagai salah satu ilmu dasar, baik aspek terapannya maupun aspek

penalarannya berperan penting dalam memberikan sumbangan signifikan

terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sekaligus

pembangunan sumber daya manusia untuk meningkatkan kualitas

kehidupan masyarakat, mulai dari hal-hal sederhana hingga masalah yang

kompleks dan abstrak seperti penerapan analisis numerik.

Jika para siswa tidak dibekali dengan kemampuan berpikir kreatif,

maka mereka tidak akan mampu mengolah, menilai dan mengambil

informasi yang dibutuhkannya untuk menghadapi tantangan

perkembangan teknologi tersebut. Hal ini sesuai dengan tujuan umum

(27)

dalam Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) Matematika, yaitu

untuk:

1. Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan

di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang melalui

latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis,

cermat, jujur, efektif, dan efisien.

2. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola

pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari

berbagai ilmu pengetahuan.

Selama ini pembelajaran matematika dilaksanakan secara

konvensional yaitu guru ditempatkan sebagai pelaku utama pembelajaran

dan siswa diam mendengar dan mencatat materi yang diberikan guru.

Padahal siswa dituntut untuk mengembangkan kemampuannya,

menemukan, menyelidiki, serta mengungkapkan segala hasil olahan atau

pengetahuan yang diterimanya selama pembelajaran.

Banyak sekali metode yang telah ditemukan oleh para ahli dan para

peneliti yang terbukti meningkatkan kualitas pembelajaran matematika.

Rendahnya pengetahuan dan kemampuan sejumlah guru dalam menguasai

metode serta kurangnya kesadaran dan keberanian untuk mencoba

metode-metode pembelajaran baru menjadi salah satu kendala tidak terwujudnya

pembelajaran yang mumpuni bagi peserta didik. Dikarenakan hal tersebut,

seringkali terjadi siswa dapat mengerjakan soal matematika tetapi mereka

(28)

Kemampuan berpikir kreatif dapat dikembangkan melalui

aktivitas-aktivitas kreatif dalam pembelajaran matematika. Salah satunya

menggunakan pendekatan problem posing supaya siswa melakukan proses

yang disebut belajar bermakna yaitu menggunakan pengetahuannya untuk

menyelesaikan masalah dan memahami konsep-konsep baru. Siswa

diharapkan dapat mentransfer pengetahuannya pada masalah-masalah baru

dan situasi-situasi belajar yang baru pula, dan memperhatikan informasi

yang relevan serta memahaminya. Belajar bermakna menghadirkan

pengetahuan dan proses-proses kognitif yang dibutuhkan siswa untuk

menyelesaikan masalah. Penyelesaian masalah terjadi ketika siswa

menggagas cara untuk mencapai tujuan yang belum pernah dicapai, yakni

mengerti bagaimana cara mengubah keadaan menjadi keadaan yang

diinginkan (Duncker, 1945; Mayer, 1992). Dalam penyelesaian masalah

ini terdapat dua komponen pokok, yakni gambaran masalah (siswa

menggambarkan masalahnya dalam mentalnya) dan solusi (siswa

membuat rencana penyelesaian masalah dan melaksanakannya) (Mayer,

1992).

Berdasarkan pengalaman kegiatan PPL (Program Pengalaman

Lapangan) yang peneliti dapatkan di SMA BOPKRI II Yogyakarta, guru

Matematika kelas XII menerapkan pendekatan problem posing disela-sela

metode konvensional/ceramah pada pembelajaran integral. Metode

problem posing adalah suatu model pembelajaran yang mewajibkan para

(29)

secara mandiri. Dari hasil pengamatan peneliti, pendekatan problem

posing terlihat dapat memotivasi siswa dalam belajar matematika

sekaligus membantu siswa lebih cepat memahami konsep integral.

Menurut Edward A. Silver, problem posing merupakan ciri khas dari

kegiatan kreatif atau kemampuan matematis yang istimewa. Dari sinilah

peneliti memilih SMA El Shadai Magelang untuk diteliti karena sekolah

ini mengadakan kelas khusus persiapan olimpiade Matematika yang pada

tahun pelajaran 2014/2015 terdiri dari 2 siswa kelas XI dan 5 siswa kelas

X. Siswa-siswa yang tergabung di dalam kelompok olimpiade ini dipilih

oleh guru berdasarkan prestasi mereka di bidang Matematika dan memiliki

minat pada Matematika. Siswa-siswa yang tergabung di kelas olimpiade

dianggap memiliki kemampuan matematis yang baik.

Pokok bahasan Persamaan dan Fungsi Kuadrat dipilih karena terdapat

berbagai macam persoalan dalam kehidupan sehari-hari yang dapat

diselesaikan dengan menggunakan persamaan dan fungsi kuadrat. Seperti

permasalahan pada bidang ekonomi yaitu menghitung laba maksimum

atau menghitung banyaknya barang yang akan diproduksi untuk

mendapatkan laba yang diinginkan.

Masalah tersebut harus diterjemahkan ke dalam model matematika

terlebih dahulu. Kemudian persamaan tersebut diselesaikan dan hasilnya

perlu disesuaikan dengan tuntutan dari permasalahan tersebut.

Dari uraian tersebut maka peneliti mencoba menerapkan metode

(30)

persamaan kuadrat. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengadakan

penelitian dengan judul KEMAMPUAN PROBLEM POSING SISWA KELAS X SMA EL SHADAI MAGELANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 PADA POKOK BAHASAN PERSAMAAN DAN FUNGSI KUADRAT”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukan, maka dapat

diidentifikasi permasalahan sebagai berikut:

Masih ada siswa SMA yang kesulitan dalam mengerjakan soal pada materi

persamaan dan fungsi kuadrat, dan ada siswa SMA yang dapat

mengerjakan soal hanya dari menghafal rumus dan menghafal soal tanpa

memahami konsep dari materi. Padahal penguasaan konsep materi sangat

penting karena dapat dimanfaatkan penerapannya dalam kehidupan

sehari-hari.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah tingkat kemampuan kognitif siswa berdasarkan

problem posing yang dihasilkan siswa pada pokok bahasan Persamaan

dan Fungsi Kuadrat?

2. Pengetahuan apa sajakah yang dituntut dalam soal-soal yang diajukan

(31)

D. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin

dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Mengetahui tingkat kemampuan problem posing siswa pada pokok

bahasan Persamaan dan Fungsi Kuadrat.

2. Mengetahui jenis pengetahuan yang dituntut pada soal yang diajukan

siswa berdasarkan dimensi pengetahuan.

E. Batasan Masalah

Berdasarkan beberapa masalah yang telah diidentifikasi, maka

penelitian ini dibatasi pada pendekatan pembelajaran problem posing pada

siswa-siswa olimpiade kelas X SMA El Shadai Magelang tahun pelajaran

2014/2015.

F. Batasan Istilah

1. Kemampuan (Ability)

Kemampuan adalah kecakapan atau potensi seorang individu untuk

menguasai keahlian dalam melakukan suatu pekerjaan.

2. Problem Posing

Problem posing terdiri dari dua kata yaitu “problem” yang berarti

masalah dan “pose” yang berarti mengajukan. Jadi problem posing

(32)

3. Fungsi dan Persamaan Kuadrat

1. Persamaan Kuadrat

Persamaan kuadrat didefinisikan sebagai kalimat terbuka yang

menyatakan hubungan sama dengan (=) dan pangkat tertinggi dari

variabelnya adalah dua. Bentuk umum persamaan kuadrat dalam

adalah dengan dan dan . 2. Fungsi Kuadrat

Fungsi kuadrat adalah suatu fungsi yang dapat dinyatakan dalam

bentuk .

G. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberi manfaat antara lain sebagai berikut :

1. Bagi Siswa

Siswa dapat lebih memahami pokok bahasan Persamaan dan Fungsi

Kuadrat dengan mengkonstruksi pengetahuan yang didapatnya melalui

pengajuan soal.

2. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan peneliti tentang model-model pembelajaran

sehingga dapat digunakan sebagai bekal peneliti untuk mengajar

dikemudian hari.

3. Bagi Universitas Sanata Dharma

Hasil dari penelitian ini dapat memberikan sumbangan untuk

(33)

8 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pembelajaran Matematika 1. Belajar

Menurut Oemar Hamalik (2010: 45), belajar mengandung

pengertian terjadinya perubahan dari persepsi dan perilaku, termasuk

juga perbaikan perilaku. Gagne (1984, Ratna Wilis Dahar, 2011: 2)

menyatakan bahwa belajar sebagai suatu proses di mana suatu

organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Menurut

Suyono dan Hariyanto (2011: 9) belajar dapat didefinisikan sebagai

suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan,

meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap dan

mengokohkan kepribadian. Menurut Sardiman (2007: 20) belajar

merupakan rangkaian kegiatan jiwa raga, psiko-fisik untuk menuju ke

perkembangan pribadi manusia seutuhnya yang berarti menyangkut

unsur cipta, rasa dan karsa, ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian belajar adalah suatu

proses perubahan persepsi dan tingkah laku menuju perkembangan

pribadi manusia seutuhnya pada aspek kognitif, afektif dan

(34)

2. Pembelajaran

Belajar tidak dapat dipisahkan dari pembelajaran karena

merupakan bagian dari pembelajaran. Menurut Gagne dan Biggs

(Tengku Zahara Djaafar, 2001: 2) pembelajaran adalah rangkaian

peristiwa atau kejadian yang mempengaruhi siswa sedemikian rupa

sehingga proses belajarnya dapat berlangsung dengan mudah.

Mohammad Uzer Usman (2006: 4) menyatakan bahwa pembelajaran

merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian interaksi guru

dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam

situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

pasal 1 ayat 20 dinyatakan bahwa pembelajaran adalah proses

interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu

lingkungan belajar.

Dapat disimpulkan bahwa pengertian pembelajaran adalah usaha

dari guru untuk membuat peserta didik belajar, yaitu terjadinya

perubahan tingkah laku pada diri peserta didik yang belajar,

dimana perubahan itu terjadi dengan didapatkannya kemampuan

baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama dan karena adanya

(35)

3. Matematika

Sujono (1988: 4) menguraikan pemahaman matematika sebagai

berikut:

1. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan yang eksak dan

terorganisasi secara sistematik.

2. Matematika adalah bagian pengetahuan manusia tentang bilangan

dan kalkulasi.

3. Matematika membantu orang dalam menginterpretasikan secara

tepat berbagai ide dan kesimpulan.

4. Matematika adalah ilmu pengetahuan tentang penalaran yang logik

dan masalah-masalah yang berhubungan dengan bilangan.

5. Matematika berkenaan dengan fakta-fakta kuantitatif dan

masalah-masalah tentang ruang dan bentuk.

6. Matematika adalah ilmu pengetahuan tentang kuantitas dan ruang.

Menurut Johnson dan Myklebust (1967: 244 dalam Mulyono

Abdurrahman, 2003: 252), matematika adalah bahasa simbolis yang

fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan

kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk

memudahkan berpikir. Lerner (1988: 430 dalam Mulyono

Abdurrahman, 2003: 252) mengemukakan bahwa matematika di

samping sebagai bahasa simbolis juga merupakan bahasa universal

yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat, dan

(36)

Hamzah B. Uno (2011: 129-130) matematika adalah sebagai suatu

bidang ilmu yang merupakan alat pikir, berkomunikasi, alat untuk

memecahkan berbagai persoalan praktis, yang unsur-unsurnya logika

dan intuisi, analisis dan kontruksi, generalitas dan individualitas, serta

mempunyai cabang-cabang antara lain aritmetika, aljabar, geometri

dan analisis.

4. Pembelajaran Matematika

Matematika yang dipelajari oleh peserta didik selama ini adalah

matematika sekolah. Matematika sekolah adalah matematika yang

diajarkan ditingkat pendidikan dasar dan pendidikan menengah

(Erman Suherman, dkk, 2003: 55).

Dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 (Depdiknas, 2006:

388), matapelajaran matematika pada satuan pendidikan SMA/MA

meliputi aspek-aspek sebagai berikut :

1. Logika

2. Aljabar

3. Geometri

4. Trigonometri

5. Kalkulus

(37)

Jadi pembelajaran matematika di SMA adalah proses interaksi

antara peserta didik dengan guru agar dapat belajar mengenai bilangan,

aljabar, geometri, trigonometri, kalkulus, serta statistika dan peluang

dengan baik.

Tujuan pembelajaran matematika menurut Permendiknas No. 22

Tahun 2006 (Depdiknas, 2006: 388) adalah agar peserta didik

memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan

antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara

luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan

manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun

bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami

masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model

dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau

media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam

kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat

dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri

(38)

Berdasarkan tujuan tersebut dapat dilihat bahwa dalam

pembelajaran matematika, peserta didik tidak hanya menghafal fakta

dan teori, tetapi lebih diarahkan pada pemahaman konsep matematika

atas dasar pemikiran yang logis, rasional dan sistematis. Guru sebagai

pendidik hendaknya dapat menyajikan pembelajaran yang efektif dan

efisien, sesuai dengan kurikulum dan pola pikir peserta didik untuk

membantu peserta didik mengetahui aturan-aturan yang relevan yang

didasarkan pada konsep-konsep yang diperoleh dalam pembelajaran

untuk memecahkan masalah.

B. Problem Posing

Brown dan Walter (1990) menyatakan bahwa pada tahun 1989 untuk

pertama kalinya istilah problem posing diakui secara resmi oleh National

Council of Teachers of Mathematics (NCTM) sebagai bagian dari national

program for re-direction of mathematics education (reformasi pendidikan

matematika). Model pembelajaran problem posing adalah suatu model

pembelajaran yang mewajibkan para peserta didik untuk mengajukan soal

sendiri melalui belajar soal (berlatih soal) secara mandiri. Problem posing

dapat dikatakan sebagai bagian yang penting dalam disiplin matematika.

Sesuai dengan pendapat Silver, et al (1996: 293) yang mengemukakan

bahwa ”Problem posing is central important in the discipline of

mathematics and in the nature of mathematical thinking”. Ia juga

(39)

problems and the re-formulation of the given problem”. Problem posing

merupakan aktivitas pembelajaran yang melibatkan pembentukan masalah

dan mereformulasikan masalah yang diberikan. Souto-Manning (2010: 37)

menyimpulkan bahwa problem posing merupakan aktivitas “pose problem

as they try to understand the situation”. Siswa mengajukan pertanyaan

dari situasi yang telah ia pahami.

Even the most routine of mathematical activities can be constructed

into a worthwhile mathematical experience when posed in such a way as

to engage students in mathematical inquiry (Butts, 1980; Schoenfeld,

1989).

Dalam problem posing, siswa dilibatkan dalam menanyakan asal-usul

ide-ide dari sebuah masalah, atau dalam mempertimbangkan apa yang

mungkin timbul ketika soal tersebut dimodifikasi atau dikembangkan

(English, 1997).

Problem posing adalah suatu bentuk pendekatan dalam pembelajaran

matematika yang menekankan pada perumusan soal, yang dapat

mengembangkan kemampuan berpikir matematis atau menggunakan pola

pikir matematis. Pendekatan problem posing tradisional dimulai dengan

guru memberikan masalah (pose a problem) kemudian siswa

menyelesaikan masalah tersebut, dan kemudian siswa diminta untuk

membuat soal sendiri. Pendekatan pembelajaran problem posing memiliki

karakter pembelajaran konstruktivisme dimana kegiatan pengajuan

(40)

untuk mengkonstruksi pengetahuan sesuai dengan perkembangan dan

kemampuan berpikirnya. Proses ini dilakukan siswa dengan cara

mengkaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya untuk merumuskan

pertanyaan-pertanyaan (respon). Pertanyaan atau respon yang muncul

sebagai hasil interpretasi pengalaman yang disusun dalam pikirannya.

Pengertian problem posing tidak terbatas pada pembentukan soal yang

baru, tetapi dapat berarti mereformulasi soal-soal yang diberikan. Terdapat

beberapa cara pembentukan soal baru dari soal yang diberikan, misalnya

dengan mengubah atau menambah data atau informasi pada soal itu,

misalnya mengubah bilangan, operasi, objek, syarat, atau konteksnya. Hal

itu sesuai dengan pengertian problem posing yang dikemukakan Silver

(1996). Ia mendefinisikan problem posing sebagai pembuatan soal baru

oleh siswa berdasarkan soal yang telah diselesaikan.

Brown dan Walter (1990) menjelaskan bahwa perumusan soal dalam

pembelajaran matematika memiliki dua tahapan kegiatan kognitif, yaitu:

a. Accepting (menerima)

Tahap menerima adalah suatu kegiatan siswa menerima dan

memahami situasi-situasi yang diberikan guru atau situasi-situasi yang

sudah ditentukan.

b. Challenging (menantang)

Tahap menantang adalah suatu kegiatan siswa dimana siswa merasa

tertantang dalam rangka perumusan soal dari situasi-situasi yang

(41)

Moses (dalam Brown dan Walter, 1993: 187) menyatakan bahwa “... in a problem posing environment, there is no one right answer. Students

were willing to take risks, to pose what they considered to be interesting

variations of the problem...“ yang berarti dalam lingkungan problem posing tidak ada satu jawaban yang benar, siswa bersedia mengambil

resiko, untuk membuat/memunculkan apa yang mereka anggap menjadi

variasi yang menarik dari masalah. Berdasarkan pernyataan ini, problem

posing mengajak siswa untuk berani mengambil resiko tanpa

mempedulikan apakah jawabannya benar atau tidak terlebih dahulu yang

terpenting adalah berusaha memposisikan diri sebagai orang yang mampu

menyesaikan masalah dengan membuat pertanyaan-pertanyaan terlebih

dahulu.

Silver (Silver dan Cai 1996: 523) pengajuan soal dapat diaplikasikan

dalam 3 bentuk aktivitas kognitif matematika yang berbeda yakni (1)

Pre-solution posing, (2) within-Pre-solution posing, dan (3) post-Pre-solution posing.

1. Pre Solution Posing

Pre-solution posing yaitu pembuatan soal berdasarkan situasi

yang diadakan atau informasi yang diberikan. Proses

memformulasikan kembali masalah matematika dengan kata-kata

sendiri berdasarkan situasi yang diberikan. Siswa hanya diberikan

situasi tertentu sebagai stimulus dalam merumuskan soal/masalah.

Berkaitan dengan situasi yang dipergunakan dalam kegiatan

(42)

Brown (1993: 302) menyatakan bahwa soal dapat dibangun melalui

beberapa bentuk, antara lain gambar, benda manipulatif, permainan,

teorema/konsep, alat peraga, soal, dan solusi dari soal. Sedangkan

English (1998) membedakan dua macam situasi atau konteks, yaitu

konteks formal bisa dalam bentuk simbol (kalimat matematika) atau

dalam kalimat verbal, dan konteks informal berupa permainan dalam

gambar atau kalimat tanpa tujuan khusus. Siswa diminta untuk

mengajukan soal dengan mengkaitkan informasi itu dengan

pengetahuan yang sudah dimilikinya. Dengan demikian, masalah

matematika yang diajukan oleh siswa mengacu pada situasi yang telah

disiapkan oleh guru dan murni sebagai hasil pemikiran yang dilatar

belakangi oleh situasi yang diberikan.

2. Within-solution Posing

Within-solution posing, yaitu pembuatan atau formulasi soal

menjadi sub-sub pertanyaan baru. Dapat pula diartikan sebagai

perumusan masalah matematika sederhana atau perumusan ulang

masalah yang telah diberikan dengan beberapa cara dalam rangka

menyelesaikan masalah yang rumit. Dengan demikian, pembuatan soal

akan mendukung penyelesaian soal semula. Untuk membuat soal baru

dari soal yang sudah ada, siswa harus mengenali struktur matematis

dari soal-soal tersebut, dan menempatkannya pada ciri kontekstual

(43)

harus mengkonstruksi model atau representasi dari ide-ide matematis

dan bagaimana mereka menghubungkannya.

3. Post-solution Posing

Strategi ini juga disebut sebagai strategi “find a more

challenging problem”. Siswa memodifikasi atau merevisi tujuan atau kondisi soal yang telah diselesaikan untuk menghasilkan soal-soal baru

yang lebih menantang. Pembuatan soal demikian merujuk pada

strategi “what-if-not …?” atau ”what happen if …”.

Beberapa teknik yang dapat digunakan untuk membuat soal

dengan strategi itu adalah sebagai berikut,

a. Mengubah informasi atau data pada soal semula.

b. Menambah informasi atau data pada soal semula.

c. Mengubah nilai data yang diberikan, tetapi tetap mempertahankan

kondisi atau situasi soal semula.

d. Mengubah situasi atau kondisi soal semula, tetapi tetap

mempertahankan data atau informasi yang ada pada soal semula.

Table 2.1. Perbandingan Teknik-teknik Inovasi pada Storytelling dan Pengajuan Soal Matematika Menurut Ban Har (2009)

Inovasi dalam cerita Inovasi dalam pengajuan soal

Ciri/keistimewaan soal

Substitution

menceritakan cerita yang sama dengan sedikit perubahan seperti nama, objek, tempat.

Replacement

mengajukan soal yang sama tapi mengganti jumlah

(amounts/quantities), gambar, bentuk, unit, dll.

Soal digunakan untuk

(44)

Inovasi dalam cerita Inovasi dalam

Addition– mengajukan soal yang sama tetapi memberikan batasan

Alteration– membuat perubahan yang around atau reversing the problem

Menurut problem posing tipe post-solution, siswa harus dapat

memecahkan dan menyelesaikan soal-soal rangsangan dengan baik

sebelum dapat melakukan pengajuan soal.

Cara memecahkan masalah terdapat beberapa langkah. Para ahli

menjelaskan langkah-langkah dalam memecahkan masalah. Salah satunya

(45)

masalah, yaitu (1) memahami masalah, (2) menyusun rencana pemecahan,

(3) melaksanakan rencana pemecahan, dan (4) memeriksa kembali.

Berikut merupakan penjelasan dari langkah-langkah tersebut:

1. Memahami masalah (understanding problem)

Dalam langkah ini siswa dapat menentukan apa yang diketahui dalam

soal tersebut dan menentukan apa yang ditanyakan.

2. Menyusun rencana pemecahan (devising a plan)

Dalam langkah ini siswa harus menyusun rencana pemecahan, yaitu

dengan cara melihat dari kondisi soal kemudian mempersiapkan

strategi yang akan digunakan untuk menyelesaikan masalah.

3. Melaksanakan rencana pemecahan (carrying out the plan)

Dalam langkah ini siswa melaksanakan rencana pemecahan masalah

yang merupakan tindak lanjut dari langkah kedua. Disini siswa

menjalankan strategi yang telah disiapkan untuk menyelesaikan

masalah.

4. Memeriksa kembali (looking back)

Dalam langkah ini dilaksanakan untuk melihat bahwa untuk setiap

langkah dalam menyelesaikan masalah adalah sudah benar.

Dalam proses pemecahan masalah, terdapat beberapa indikator untuk

mengetahui kemampuan dalam memecahkan masalah. Menurut NCTM

(1989: 209) indikator kemampuan memecahkan masalah adalah sebagai

(46)

1. Mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, yang ditanyakan, dan

kecukupan unsur yang diperlukan.

2. Merumuskan masalah secara matematik atau menyusun model

matematik.

3. Menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah (sejenis

dan masalah baru) dalam atau di luar matematika.

4. Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal

5. Menggunakan matematika secara bermakna.

Silver dan Cai (1996: 526) mengemukakan bahwa respon siswa

terhadap stimulus yang diberikan oleh guru bisa dikategorikan menjadi 3

kemungkinan, yaitu:

1. Pertanyaan Matematika (Soal Matematika)

Respon siswa dalam bentuk pertanyaan (soal) matematika yang

diajukan mengandung masalah matematik yang berkaitan dengan

situasi yang diberikan.Pertanyaan (soal) matematika ini, selanjutnya

diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu pertanyaan matematika

yang dapat diselesaikan dan pertanyaan matematika yang tidak dapat

diselesaikan. Pertanyaan (soal) matematika yang dapat diselesaikan

adalah pertanyaan (soal) yang memuat informasi yang cukup dari

situasi yang ada untuk diselesaikan, atau jika pertanyaan tersebut

memiliki tujuan yang tidak sesuai dengan informasi yang ada.

(47)

juga dibedakan atas dua hal, yaitu pertanyaan yang memuat informasi

baru dan pertanyaan yang tidak memuat informasi baru.

2. Pertanyaan Non-Matematika (Bukan Soal Matematika)

Pertanyaan yang diajukan tidak mengandung masalah matematik atau

tidak mempunyai kaitan dengan informasi yang terkandung dalam

situasi yang diberikan.

3. Pernyataan

Pernyataan adalah kalimat yang bersifat ungkapan atau berita yang

tidak memuat pertanyaan, tetapi sekedar ungkapan yang bernilai benar

atau salah juga tidak mengandung masalah matematik maupun

persoalan non-matematik.

Persoalan-persoalan yang diajukan para siswa akan bervariasi

berdasarkan level matematis dan seberapa luas pengetahuan matematika

mereka dan berapa banyak pengetahuan mereka tentang matematika.

Untuk menilai tugas problem posing yang dibuat oleh siswa menurut

Silver & Cai (2005 :131) terdapat tiga kriteria, yaitu :

a. Kuantitas

Kriteria ini menilai banyaknya masalah atau soal yang dihasilkan oleh

siswa.

b. Keaslian Soal (Orisinalitas)

Keaslian soal berkaitan dengan ide perumusan soal.

c. Kompleksitas Soal

(48)

1) Soal Matematika

Soal matematika adalah soal yang memuat masalah matematika.

Soal matematika diklasifikasikan dalam dua kategori, yaitu :

a) Soal matematika yang dapat diselesaikan

Soal matematika yang dapat diselesaikan adalah soal yang

memuat informasi yang cukup dari situasi yang telah ada untuk

diselesaikan, atau juga soal tersebut memiliki tujuan yang tidak

sesuai dengan informasi yang ada. Kategori ini juga dibedakan

atas dua hal, yaitu soal yang memuat informasi baru dan soal

yang tidak memuat informasi baru

b) Soal matematika yang tidak dapat diselesaikan.

Soal Matematika yang tidak dapat diselesaikan adalah soal

yang tidak memiliki kecukupan unsur-unsur yang diketahui.

2) Soal bukan Soal Matematika

Soal bukan soal matematika adalah soal yang tidak mengenai

masalah matematika atau tidak mempunyai kaitan dengan

informasi yang diberikan.

3) Pernyataan

Pernyataan adalah kalimat bersifat ungkapan yang tidak memuat

(49)

Adapun keunggulan-keunggulan pendekatan problem posing yaitu:

1. Komunikasi terjadi dua arah, baik antara siswa dengan guru maupun

antara siswa dengan siswa;

2. Guru berperan sebagai fasilitator, motivator serta moderator;

3. Siswa mendapatkan konsep dari kegiatan belajar mandirinya, karena

mendapatkan informasi baru yang belum diketahuinya;

4. Siswa mengungkapkan pendapatnya, menganalisis soal, merumuskan

soal, kemudian menyelesaikan soal-soal yang diajukannya sendiri;

5. Siswa melihat merencanakan, kemudian mengajukan masalah (soal)

sesuai dengan kemampuannya masing-masing.

C. Taksonomi Pendidikan

Taksonomi ialah klasifikasi atau pengelompokan benda menurut

ciri-ciri tertentu. Taksonomi dalam bidang pendidikan, digunakan untuk

klasifikasi tujuan instruksional; ada yang menamakannya tujuan

pembelajaran, tujuan penampilan, atau sasaran belajar, yang digolongkan

dalam tiga klasifikasi umum atau ranah (domain), yaitu: (1) ranah kognitif,

berkaitan dengan tujuan belajar yang berorientasi pada kemampuan

berpikir; (2) ranah afektif berhubungan dengan perasaan, emosi, sistem

nilai, dan sikap hati; dan (3) ranah psikomotor (berorientasi pada

(50)

1. Taksonomi Bloom pada Ranah Kognitif

Taksonomi Bloom ranah kognitif merupakan salah satu kerangka

dasar untuk pengkategorian tujuan-tujuan pendidikan, penyusunan tes,

dan kurikulum di seluruh dunia (Chung, 1994; Lewy dan Bathory,

1994; Postlethwaite, 1994). Taksonomi Bloom mengklasifikasikan

perilaku menjadi enam kategori, dari yang sederhana (mengetahui)

sampai dengan yang lebih kompleks (mengevaluasi). Ranah kognitif

terdiri atas (berturut-turut dari yang paling sederhana sampai yang

paling kompleks).

Taksonomi Bloom ranah kognitif berturut-turut dari yang paling

sederhana sampai yang paling kompleks diilustrasikan seperti pada

gambar.

(51)

2. Taksonomi Bloom Edisi Revisi

Perubahan dari kerangka pikir asli ke revisinya diilustrasikan

seperti pada bagan berikut ini,

Bagan 2.1. Perubahan dari Kerangka Pikir Asli ke Revisi (Anderson dan Krathwohl, 2001: 268)

Pengertian Dimensi Kognitif menurut Anderson dan Krathwohl

(2001:66-88) yakni:

(a) Mengingat

Mengenal dan mengingat pengetahuan yang relevan dari ingatan

jangka panjang (menjelaskan jawaban faktual, menguji ingatan,

pengenalan). Kategori mengingat terdiri dari proses kognitif

recognizing (mengenal kembali) dan recalling (mengingat).

Recognizing adalah memperoleh kembali pengetahuan yang

Kata Benda

Dimensi Pengetahuan

Dimensi Proses Kognitif Pengetahuan

Aplikasi

Evaluasi Sintesis Analisis

Pemahaman Mengingat Memahami Mengaplikasikan

Menganalisis Mengevaluasi

Mencipta Dimensi tersendiri

(52)

relevan dari memori jangka panjang kemudian

membandingkannya dengan informasi yang tersaji. Dalam

recognizing, siswa mencari potongan informasi dalam memori

jangka panjang yang identik atau hampir sama dengan informasi

yang baru disampaikan. Ketika menemui informasi baru, siswa

menentukan mana informasi yang berkaitan dengan pengetahuan

yang sebelumnya diperoleh kemudian mencari yang cocok.

Recalling adalah memperoleh kembali pengetahuan yang sesuai

dari memori jangka panjang ketika merespon suatu masalah atau

diberikan suatu perintah. Perintah dapat berupa sebuah

pertanyaan. Dalam recalling, siswa mencari sebagian informasi

dalam memori jangka panjang, kemudian membawanya untuk

mengerjakan memori dimana informasi ini dapat diproses.

(b) Memahami

Memahami adalah kemampuan merumuskan makna dari pesan

pembelajaran dan mampu mengkomunikasikannya dalam bentuk

lisan, tulisan maupun grafik. Siswa mengerti ketika mereka

mampu menentukan hubungan antara pengetahuan yang baru

diperoleh dengan pengetahuan mereka yang lalu.

(c) Menerapkan

Menggunakan prosedur melalui eksekusi atau implementasi

(Memahami kapan menerapkan, mengapa menerapkan, dan

(53)

agak berbeda atau berlainan). Eksekusi lebih cenderung kepada

kemampuan menyelesaikan masalah secara skill dan algoritma

daripada kemampuan teknik dan metode. Implementasi

berhubungan dengan teknik dan metode daripada skill dan

algoritma.

(d) Menganalisis

Membagi materi dalam beberapa bagian, menentukan hubungan

antara bagian atau secara keseluruhan dengan melakukan

penurunan, pengelolaan, dan pengenalan atribut. Analisis

menekankan pada kemampuan merinci sesuatu unsur pokok

menjadi bagian-bagian dan melihat hubungan antar bagian

tersebut. Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisis

informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan

informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola

atau hubungannya dan mampu mengenali serta membedakan

faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yang rumit.

(e) Menilai atau Mengevaluasi

Membuat keputusan berdasarkan kriteria dan standar melalui pengecekan dan kritik (memecahkan ke dalam bagian, bentuk dan

pola). Evaluasi mencakup kemampuan untuk membentuk suatu

pendapat mengenai sesuatu atau beberapa hal, bersama dengan

pertanggungjawaban pendapat itu yang berdasar kriteria tertentu.

(54)

terhadap sesuatu. Kategori menilai terdiri dari checking

(mengecek) dan critiquing (mengkritik). Cheking adalah

kemampuan untuk mengetes konsistensi internal atau kesalahan

pada operasi atau hasil dan mendeteksi keefektifan prosedur yang

digunakan. Critiquing adalah kemampuan memutuskan hasil atau

operasi berdasarkan kriteria dan standar tertentu serta mendeteksi

apakah hasil yang diperoleh berdasarkan suatu prosedur

menyelesaikan suatu masalah mendekati jawaban yang benar.

(f) Menciptakan

Mengembangkan ide, produk, atau metode baru dengan cara

menggabungkan unsur-unsur untuk membentuk fungsi secara

keseluruhan dan menata kembali unsur-unsur menjadi pola atau

struktur baru melalui perencanaan, pengembangan, dan produksi

(Menggabungkan unsur-unsur ke dalam bentuk atau pola yang

sebelumnya kurang jelas). Siswa dikatakan mampu mencipta jika

dapat membuat produk baru dengan merombak beberapa elemen

atau bagian ke dalam bentuk atau stuktur yang belum pernah

diterangkan oleh guru sebelumnya. Proses mencipta dapat

dipecah menjadi tiga fase yaitu: masalah diberikan, dimana siswa

mencoba untuk memahami soal, dan mengeluarkan solusi yang

mungkin; perencanaaan penyelesaian, di mana siswa memeriksa

kemungkinan dan memikirkan rancangan yang dilaksanakan; dan

(55)

rencana. Karena itu, proses kreatif dapat diartikan sebagai awalan

yang memiliki fase yang berbeda di mana akan muncul

kemungkinan penyelesaian yang bermacam-macam sebagaimana

yang dilakukan siswa yang mencoba untuk memahami soal

(generating). Langkah ini dilanjutkan dengan langkah yang

mengerucut, dimana siswa memikirkan metode penyelesaian dan

menggunakannya dalam rancangan kegiatan (planning). Terakhir,

rencana dilaksanakan dengan cara siswa menyusun penyelesaian

(producing).

Tabel 2.2. Dimensi Proses Kognitif (Anderson dan Krathwohl, 2001)

Kategori dan Proses

Kognitif Definisi dan Contoh

1. MENGINGATMengambil pengetahuan dari memori jangka panjang 1.1 Mengenali

1.2 Mengingat Kembali

Menempatkan pengetahuan dalam memori jangka panjang yang sesuai dengan pengetahuan tersebut (Misalnya mengenali bentuk persamaan kuadrat atau mengenali gambar fungsi kuadrat).

Mengambil pengetahuan yang relevan dari memori jangka panjang (Misal mengingat kembali rumusjumlah akar-akar persamaan kuadrat)

2. MEMAHAMIMengkonstruksi makna dari materi pembelajaran, termasuk apa yang diucapkan, ditulis, dan digambar oleh guru 2.1 Menafsirkan

2.2 Mencontohkan

2.3 Mengklasifikasikan

2.4 Merangkum

Mengubah satu bentuk gambaran menjadi bentuk lain (Misalnya, membuat model matematika dari suatu masalah)

Menemukan contoh atau ilustrasi tentang konsep atau prisnsip (Misalnya, memberi contoh tentang masalah-masalah yang melibatkan persamaan dan fungsi kuadrat)

Menemukan sesuatu dalam satu kategori

(Misalnya, mengklasifikasikan kelainan-kelainan mental yang telah diteliti atau dijelaskan)

(56)

Kategori dan Proses

Kognitif Definisi dan Contoh

2.5 Menyimpulkan

yang diketahui dan yang ditanyakan dari soal cerita persamaan dan fungsi kuadrat).

Membuat kesimpulan yang logis dari informasi yang diterima (Misalnya menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal dalam soal cerita persamaan dan fungsi kuadrat).

Menentukan hubungan antara dua ide, dua objek dan semacamnya (Misalnya membandingkan penggunaan persamaan kuadrat dalam matematika dan fisika)

Membuat model sebab-akibat dalam sebuah sistem (Misalnya, menjelaskan sebab-sebab terjadinya peristiwa penting pada abad ke-18 di Indonesia)

3. MENGAPLIKASIKANMenerapkan atau menggunakan suatu prosedur dalam keadaan tertentu

3.1 Mengeksekusi (Melaksanakan)

3.2 Mengimplementasikan

Menerapkan suatu prosedur pada tugas yang familier (Misalnya memfaktorkan suatu persamaan kuadrat untuk menemukan akar-akarnya atau membuat sketsa grafik dari persamaan kuadrat ).

Menerapkan suatu prosedur pada tugas yang tidak familier (Misalnya , menggunaan diskriminan pada konteks yang tepat). 4. MENGANALISISMemecah-mecah materi menjadi bagian-bagian

penyusunnya dan menentukan hubungan-hubungan antarbagian itu dan hubungan antara bagian-bagian tersebut dan keseluruhan struktur atau tujuan.

4.1 Membedakan

4.2 Mengorganisasi

4.3 Mengatribusikan

Membedakan bagian materi pelajaran yang relevan dari yang tidak relevan, bagian yang penting dari yang tidak penting (Membedakan grafik fungsi kuadrat dan grafik bukan fungsi kuadrat).

Menentukan bagaimana elemen-elemen bekerja atau berfungsi dalam sebuah struktur (Misalnya, menentukan unsur-unsur yang diperlukan dalam menggambar grafik fungsi kuadrat)

Menentukan sudut pandang, bias, nilai, atau maksud dibalik materi pelajaran (Misalnya, menunjukkan sudut pandang penulis suatu esai sesuai dengan pandangan politik si penulis) 5. MENGEVALUASIMengambil keputusan berdasarkan kriteria dan/atau

standar

(57)

Kategori dan Proses

Kognitif Definisi dan Contoh

5.2 Mengkritik

yang sedang dipraktikkan (Misalnya, memeriksa kebenaran sebuah pernyataan yang berkaitan dengan persamaan dan fungsi kuadrat).

Menemukan inkosistensi suatu produk dan kriteria eksternal ; menentukan apakah suatu produk memiliki konsistensi eksternal; menemukan ketepatan suatu prosedur untuk menyelesaikan masalah (Misalnya, menentukan suatu metode terbaik dari metode-metode untuk menyelesaikan suatu persamaan kuadrat) 6. MENCIPTAMemadukan bagian-bagian untuk membentuk sesuatu yang

baru dan koheren atau untuk membuat suatu produk yang orisinal. 6.1 Merumuskan

6.2 Merencanakan

6.3 Memproduksi

Membuat hipotesis-hipotesis berdasarkan kriteria (Misalnya, membuat hipotesis tentang sebab-sebab terjadinya suatu fenomenon).

Merencanakan prosedur untuk menyelesaikan suatu tugas (Misalnya, merencanakan proposal penelitian tentang topik sejarah tertentu).

Menciptakan suatu produk untuk suatu tujuan tertentu (Misalnya, membuat penyelesaian masalah dalam kehidupan sehari-hari dengan memanfaatkan materi persamaan dan fungsi kuadrat).

3. Dimensi Pengetahuan Taksonomi Edisi Revisi

Dimensi pengetahuan (Tabel 2.2) merupakan dimensi tersendiri

dalam taksonomi Bloom edisi revisi. Dalam dimensi ini akan dipaparkan

empat jenis kategori pengetahuan. Tiga jenis pertama dalam taksonomi

revisi ini mencakup semua jenis pengetahuan yang terdapat dalam

taksonomi Bloom, namun mengganti sebagian nama jenisnya dan

mengubah sebagian subjenisnya ke dalam kategori-kategori yang lebih

umum. Sementara kategori keempat, yaitu pengetahuan metakognitif dan

(58)

a. Pengetahuan Faktual

Pengetahuan faktual meliputi elemen-elemen dasar yang

digunakan oleh para pakar dalam menjelaskan, memahami, dan

secara sistematis menata disiplin ilmu mereka. Pengetahuan faktual

berisikan elemen-elemen dasar yang harus diketahui siswa jika

mereka akan mempelajari suatu disiplin ilmu atau menyelesaikan

masalah dalam disiplin ilmu tersebut. Pengetahuan faktual terbagi

menjadi dua subjenis yaitu:

(1) pengetahuan tentang terminologi (contohnya pengetahuan

mengenai definisi dan bentuk umum persamaan kuadrat dan

fungsi kuadrat, simbol-simbol pokok dan istilah yang

digunakan dalam materi persamaan dan fungsi kuadrat,

mengenali grafik fungsi kuadrat).

(2) pengetahuan tentang detail-detail dan elemen-elemen yang

spesifik. Fakta-fakta yang spesifik adalah fakta-fakta yang

dapat disendirikan sebagai elemen-elemen yang terpisah dan

berdiri sendiri (Pengetahuan tentang unsur-unsur persamaan

kuadrat).

b. Pengetahuan Konseptual

Pengetahuan konseptual mencakup pengetahuan tentang

kategori, klasifikasi, dan hubungan antara dua atau lebih kategori

pengetahuan yang lebih kompleks dan tertata. Pengetahuan

(59)

mempresentasikan pengetahuan manusia tentang bagaimana suatu

materi kajian ditata dan distrukturkan, bagaimana bagian-bagian

informasi saling berkaitan secara sistematis, dan bagaimana

bagian-bagian ini berfungsi bersama. Pengetahuan konseptual

terdiri dari tiga subjenis yaitu:

(1) pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori (meliputi kategori,

kelas, pembagian, dan penyusunan spesifik yang digunakan

dalam pokok bahasan yang berbeda);

(2) pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi (Pengetahuan

tentang perbedaan persamaan kuadrat dan fungsi kuadrat).

Prinsip dan generalisasi cenderung mendominasi suatu disiplin

ilmu akademis dan digunakan untuk mempelajari fenomena

atau memecahkan masalah -masalah dalam disiplin ilmu. Salah

satu tanda dari seorang ahli pokok bahasan adalah kemampuan

untuk mengenali pola-pola yang bermakna (contohnya

generalisasi) dan menghidupkan pengetahuan pola-pola yang

relevan ini dengan sedikit usaha kognitif; dan

(3) pengetahuan tentang teori, model, dan struktur.

Klasifikasi dan kategori merupakan landasan bagi prinsip dan

generalisasi. Prinsip dan generalisasi menjadi dasar bagi teori,

Gambar

gambar atau kalimat tanpa tujuan khusus. Siswa diminta untuk
Table 2.1. Perbandingan Teknik-teknik Inovasi pada Storytelling
gambar.
Tabel 2.2. Dimensi Proses Kognitif (Anderson dan Krathwohl,
+7

Referensi

Dokumen terkait

Makanan Khas Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara,3.

Menimbang, bahwa barang bukti yang tersebut diatas berdasarkan dari fakta-fakta hukum yang terungkap dipersidangan Majelis Hakim berpendapat, bahwa telah terbukti

Tujuan dari program tersebut adalah : (1) mendiseminasikan landasan hukum/peraturan (Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Permendiknas dan Panduan yang diterbitkan

1) Dinas yang membidangi Perkebunan Provinsi membuat juklak dengan mengacu pedoman teknis dari Pusat, yang mengatur teknis pelaksanaan pengadaan dan penyaluran bantuan

Hasil yang diperoleh dari sistem informasi geografis ini adalah telah mampu memberikan kemudahan bagi pengguna informasi dalam mencari lokasi suatu gereja yang dapat

Para responden tersebut diambil datanya dengan menggunakan kuesioner untuk meneliti mengenai pengaruh brand association yang terdiri dari Product Attributes Ahmad Dhani,

Tanggal : Pebruari 2013 PA/KPA Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi Lainnya (K/L/D/I) Kabupaten Jombang.

[r]