ABSTRAK
Cicilia Viranti. 2016. KEMAMPUAN PROBLEM POSING SISWA KELAS X SMA EL SHADAI MAGELANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 PADA POKOK BAHASAN PERSAMAAN DAN FUNGSI KUADRAT. Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.
Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi dan mendeskripsikan kemampuan siswa dalam membuat soal (problem posing) pada pokok bahasan Persamaan dan Fungsi Kuadrat berdasarkan taksonomi Bloom edisi Revisi, dan mengidentifikasi jenis pengetahuan yang dituntut dari soal-soal yang dibuat siswa berdasarkan dimensi pengetahuan. Problem posing merupakan aktivitas pembelajaran yang melibatkan pembentukan masalah dan mereformulasikan masalah yang diberikan. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar soal, lembar kerja siswa dan wawancara.
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian deskriptif kualitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah 5 orang siswa kelas X SMA El Shadai Magelang tahun ajaran 2014/2015. Siswa-siswa tersebut diberi inisial SW1, SW2, SW3, SW4 dan SW5. Kelima siswa tersebut tergabung dalam kelas persiapan olimpiade Matematika. Subjek-subjek ini tidak diberikan latihan problem posing terlebih dahulu. Mereka hanya mendapatkan pengalaman mengajukan pertanyaan pada saat pembelajaran di kelas saja. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan lembar kerja pengajuan soal dan wawancara terhadap 5 siswa. Siswa juga dituntut untuk membuat penyelesaian dari soal yang mereka buat. Instrumen diujicobakan kepada 5 siswa di sekolah lain yang berdasarkan pencermatan peneliti, mereka memiliki kemampuan dalam bidang matematika yang setara atau tidak jauh beda dengan siswa yang menjadi subjek penelitian. Wawancara dilakukan setelah siswa mengerjakan soal rangsangan dan mengajukan soal-soal untuk semua tipe problem posing.
Dari analisis data penelitian diperoleh hasil bahwa:
posing dari ketiga siswa tersebut tidak dapat ditentukan. Pada post-solution posing SW1 berada pada level memahami (C2), SW2 pada level menerapkan (C3), SW3 pada level mencipta (C6), SW4 dan SW5 pada level mengevaluasi (C5).
2. Dari 11 soal yang dibuat oleh 5 siswa tersebut, 8 diantaranya tidak dapat ditentukan jenis pengetahuan yang dituntut karena soal-soal tersebut berupa pernyataan atau soal-soal matematika yang tidak dapat diselesaikan. Soal-soal tersebut sebagian besar disebabkan karena kalimat yang tidak jelas dan unsur-unsur penting yang tidak dicantumkan. Tiga soal yang lain yaitu soal dengan kode SW3.1, SW5.1 dan SW3.3 menuntut pengetahuan faktual, konseptual dan prosedural. Tidak ada satu soal yang menuntut pengetahuan metakognitif.
ABSTRACT
Cicilia Viranti. 2016. Problem Posing Ability of Class X of El Shadai Magelang Senior High School in The Academic Year 2014/2015 on The Topic of Quadratic Equation and Quadratic Function. Undergraduate Thesis. Mathematics Education Study Program, Department of Mathematics and Science Education, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University. Yogyakarta.
The aims of the study were to identify and describe the abilities of students in posing problems on the topic of Quadratic Equation and Quadratic Function based on Bloom’s taxonomy (revised edition) and also to identify the types of knowledge involved in the student generated-problems based on knowledge
dimensions of Bloom’s taxonomy (revised edition) . Problem posing refers to both the generation of new problems and the re-formulation of the given problems. The instruments used in this study were problem sheets, student worksheets and interviews.
This was a descriptive qualitative research study. Subjects in this study were 5 students in grade 10 of SMA El Shadai Magelang of the academic year 2014/2015. The students (given initials as SW1, SW2, SW3, SW4 and SW5) were enrolled in the advanced mathematical courses in order to prepare them to compete in the Mathematics olympiad. The subjects were novice problem posers as they were not given any training in problem posing skills.Apart from their classroom experience in asking questions, they were not given any specific training. The methods used in this study were using problem posing worksheets and interviewing the subjects. Students also solved their own problems. The instruments were empirically tested using five students whose intellegence levels were equal or not far from the students that were as subjects. The interviews were done after the subjects had finished doing their tasks in generating the new problems for all types of problem posing.
From the analysis of the research data, it can be concluded that:
level of understand (C2), SW2 was at the level of apply (C3), SW3 was at the level of create (C6), SW4 and SW5 were at the level of evaluate (C5).
2. Eight of 11 generated-problems cannot be analyzed for the types of the knowledge demands due to the fact that the generated-problems were statements or unsolvable mathematical problems. It was observed that the high number of unsolvable problems was due to the unclear wording in the problem and important assumptions were not stated. Only 3 problems with codes SW3.1, SW5.1 and SW3.3 required factual, conceptual, and procedural knowledge. None of the generated-problems required metacognitive knowledge.
KEMAMPUAN PROBLEM POSING SISWA KELAS X SMA EL SHADAI MAGELANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 PADA POKOK BAHASAN
PERSAMAAN DAN FUNGSI KUADRAT
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh:
Cicilia Viranti
NIM : 091414052
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
i
KEMAMPUAN PROBLEM POSING SISWA KELAS X SMA EL SHADAI MAGELANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 PADA POKOK BAHASAN
PERSAMAAN DAN FUNGSI KUADRAT
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh:
Cicilia Viranti
NIM : 091414052
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Dengan penuh rasa syukur karya sederhana ini
ku persembahkan untuk Bapa Yang Maha Baik, keluargaku yang kusayangi
dan seseorang yang kukasihi,
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka sebagai layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 7 Juni 2016
Penulis,
vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Cicilia Viranti
Nomor Mahasiswa : 091414052
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
KEMAMPUAN PROBLEM POSING SISWA KELAS X SMA EL SHADAI MAGELANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 PADA POKOK BAHASAN
PERSAMAAN DAN FUNGSI KUADRAT
Dengan demikian saya memberikan kepada Universitas Sanata Dharma hak untuk
menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk
pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di
internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari
saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada Tanggal: 7 Juni 2016
Yang menyatakan
vii ABSTRAK
Cicilia Viranti. 2016. KEMAMPUAN PROBLEM POSING SISWA KELAS X SMA EL SHADAI MAGELANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 PADA POKOK BAHASAN PERSAMAAN DAN FUNGSI KUADRAT. Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.
Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi dan mendeskripsikan kemampuan siswa dalam membuat soal (problem posing) pada pokok bahasan Persamaan dan Fungsi Kuadrat berdasarkan taksonomi Bloom edisi Revisi, dan mengidentifikasi jenis pengetahuan yang dituntut dari soal-soal yang dibuat siswa berdasarkan dimensi pengetahuan. Problem posing merupakan aktivitas pembelajaran yang melibatkan pembentukan masalah dan mereformulasikan masalah yang diberikan. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar soal, lembar kerja siswa dan wawancara.
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian deskriptif kualitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah 5 orang siswa kelas X SMA El Shadai Magelang tahun ajaran 2014/2015. Siswa-siswa tersebut diberi inisial SW1, SW2, SW3, SW4 dan SW5. Kelima siswa tersebut tergabung dalam kelas persiapan olimpiade Matematika. Subjek-subjek ini tidak diberikan latihan problem posing terlebih dahulu. Mereka hanya mendapatkan pengalaman mengajukan pertanyaan pada saat pembelajaran di kelas saja. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan lembar kerja pengajuan soal dan wawancara terhadap 5 siswa. Siswa juga dituntut untuk membuat penyelesaian dari soal yang mereka buat. Instrumen diujicobakan kepada 5 siswa di sekolah lain yang berdasarkan pencermatan peneliti, mereka memiliki kemampuan dalam bidang matematika yang setara atau tidak jauh beda dengan siswa yang menjadi subjek penelitian. Wawancara dilakukan setelah siswa mengerjakan soal rangsangan dan mengajukan soal-soal untuk semua tipe problem posing.
Dari analisis data penelitian diperoleh hasil bahwa:
viii
posing dari ketiga siswa tersebut tidak dapat ditentukan. Pada post-solution posing SW1 berada pada level memahami (C2), SW2 pada level menerapkan (C3), SW3 pada level mencipta (C6), SW4 dan SW5 pada level mengevaluasi (C5).
2. Dari 11 soal yang dibuat oleh 5 siswa tersebut, 8 diantaranya tidak dapat ditentukan jenis pengetahuan yang dituntut karena soal-soal tersebut berupa pernyataan atau soal-soal matematika yang tidak dapat diselesaikan. Soal-soal tersebut sebagian besar disebabkan karena kalimat yang tidak jelas dan unsur-unsur penting yang tidak dicantumkan. Tiga soal yang lain yaitu soal dengan kode SW3.1, SW5.1 dan SW3.3 menuntut pengetahuan faktual, konseptual dan prosedural. Tidak ada satu soal yang menuntut pengetahuan metakognitif.
ix ABSTRACT
Cicilia Viranti. 2016. Problem Posing Ability of Class X of El Shadai Magelang Senior High School in The Academic Year 2014/2015 on The Topic of Quadratic Equation and Quadratic Function. Undergraduate Thesis. Mathematics Education Study Program, Department of Mathematics and Science Education, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University. Yogyakarta.
The aims of the study were to identify and describe the abilities of students in posing problems on the topic of Quadratic Equation and Quadratic Function based on Bloom’s taxonomy (revised edition) and also to identify the types of knowledge involved in the student generated-problems based on knowledge dimensions of Bloom’s taxonomy (revised edition) . Problem posing refers to both the generation of new problems and the re-formulation of the given problems. The instruments used in this study were problem sheets, student worksheets and interviews.
This was a descriptive qualitative research study. Subjects in this study were 5 students in grade 10 of SMA El Shadai Magelang of the academic year 2014/2015. The students (given initials as SW1, SW2, SW3, SW4 and SW5) were enrolled in the advanced mathematical courses in order to prepare them to compete in the Mathematics olympiad. The subjects were novice problem posers as they were not given any training in problem posing skills.Apart from their classroom experience in asking questions, they were not given any specific training. The methods used in this study were using problem posing worksheets and interviewing the subjects. Students also solved their own problems. The instruments were empirically tested using five students whose intellegence levels were equal or not far from the students that were as subjects. The interviews were done after the subjects had finished doing their tasks in generating the new problems for all types of problem posing.
From the analysis of the research data, it can be concluded that:
x
level of understand (C2), SW2 was at the level of apply (C3), SW3 was at the level of create (C6), SW4 and SW5 were at the level of evaluate (C5).
2. Eight of 11 generated-problems cannot be analyzed for the types of the knowledge demands due to the fact that the generated-problems were statements or unsolvable mathematical problems. It was observed that the high number of unsolvable problems was due to the unclear wording in the problem and important assumptions were not stated. Only 3 problems with codes SW3.1, SW5.1 and SW3.3 required factual, conceptual, and procedural knowledge. None of the generated-problems required metacognitive knowledge.
xi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur terhadap cinta kasih Tuhan atas karunia dan berkah yang
telah diberikan sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi dengan lancar.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan Matematika Universitas Sanata Dharma.
Di dalam penyusunan skripsi ini banyak kendala yang dihadapi peneliti,
namun semua itu mampu diselesaikan penulis dengan baik karena ada dukungan
dan motivasi yang diberikan kepada penulis dari berbagai pihak. Ucapan
terimakasih oleh penulis disampaikan kepada :
1. Bapak Rohandi, Ph.D., selaku dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan;
2. Bapak Dr. Marcelinus Andy Rudhito, S.Pd., selaku Ketua Jurusan
Pendidikan Matematika dan IPA;
3. Bapak Dr. Hongki Julie, M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Matematika;
4. Bapak Prof. Dr. St. Suwarsono, selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah mambimbing penulis dengan penuh kesabaran dan bersedia
meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam
menyusun skripsi;
5. Segenap dosen dan karyawan JPMIPA Universitas Sanata Dharma yang
telah membantu dan mendukung penulis selama belajar di Universitas
xii
6. Ibu Dwiana Retno W, S. Pd. Terima kasih atas kesempatan dan waktu
yang diberikan;
7. Siswa kelas X SMA El Shadai Magelang tahun pelajaran 2014/2015;
8. Orangtuaku serta kakak-kakakku atas dukungan, doa, semangat, dan cinta
kasih;
9. John Prskalo, Nathaniel Tuohy, Yohanes Prian Budi, Christina Eli
Indriyani, Retha Monica, Cilvia Oktavelani, Risko Wicaksono, Thomas
Iskandar Kurniawan, Mbak Fitri, Andrias Pradah, Allexander Gumawang
dan Elizabet Ananda Putri atas bantuan dan waktu yang diluangkan.
10.Teman-teman Pendidikan Matematika angkatan 2009, terima kasih untuk
kebersamaannya selama ini;
11.Semua pihak yang telah mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penulis menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun dan
mengembangkan. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
pembaca, khususnya bagi para calon guru matematika.
Yogyakarta, 7 Juni 2016
Penulis
xiii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... xi
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR BAGAN... xviii
DAFTAR GAMBAR ... xix
DAFTAR LAMPIRAN ... xx
BAB I ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 5
C. Rumusan Masalah ... 5
D. Tujuan Penelitian ... 6
E. Batasan Masalah ... 6
F. Batasan Istilah ... 6
G. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II ... 8
A. Pembelajaran Matematika ... 8
1. Belajar ... 8
2. Pembelajaran ... 9
xiv
4. Pembelajaran Matematika ... 11
B. Problem Posing ... 13
1. Pre-solution Posing ... 16
2. Within-solution Posing ... 17
3. Post-solution Posing ... 18
C. Taksonomi Pendidikan ... 24
1. Taksonomi Bloom Ranah Kognitif ... 25
2. Taksonomi Bloom Edisi Revisi ... 26
3. Dimensi Pengetahuan Taksonomi Revisi ... 32
D. Persamaan dan Fungsi Kuadrat ... 37
1. Persamaan Kuadrat ... 37
2. Fungsi Kuadrat ... 44
E. Kerangka Berpikir ... 51
BAB III ... 52
A. Jenis Penelitian ... 52
B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 52
C. Subjek dan Objek Penelitian ... 53
D. Bentuk Data ... 53
E. Instrumen Penelitian ... 54
F. Teknik Pengumpulan Data ... 58
G. Validasi Instrumen ... 58
H. Metode Analisis Data ... 59
BAB IV ... 62
A. Pelaksanaan Penelitian ... 62
B. Hasil Observasi ... 62
C. Penyajian Data ... 63
D. Analisis Data ... 82
xv
BAB V ... 140
A. Tingkat Kemampuan Problem Posing Siswa Berdasarkan Taksonomi Bloom Edisi Revisi ... 140
B. Jenis Soal Siswa Berdasarkan Dimensi Pengetahuan ... 160
BAB VI ... 166
A. Kesimpulan ... 166
B. Saran ... 168
DAFTAR PUSTAKA ... 170
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Perbandingan Teknik-teknik Inovasi pada Storytelling dan
Pengajuan Soal Matematika menurut Ban Har (2009) ... 18
Tabel 2.2. Dimensi Proses Kognitif ... 30
Tabel 2.3. Grafik Fungsi Kuadrat Berdasarkan Nilai a dan D ... 45
Tabel 2.4. Grafik Fungsi Kuadrat Berdasarkan Nilai a dan c ... 46
Tabel 4.1. Deskripsi Pengajuan Soal Siswa Lembar Kerja 1 ... 63
Tabel 4.2. Deskripsi Jawaban Siswa dari Lembar Kerja 2 ... 66
Tabel 4.3. Deskripsi Pengajuan Soal Siswa Lembar Kerja 2 ... 70
Tabel 4.4. Deskripsi Jawaban Siswa dari Lembar Kerja 3 ... 70
Tabel 4.5. Deskripsi Pengajuan Soal Siswa Lembar Kerja 3 ... 76
Tabel 4.6. Topik-topik Data Pengajuan Soal Tipe Pre-solution Posing... 107
Tabel 4.7. Topik-topik Data Pengajuan Soal Tipe Within-solution Posing110 Tabel 4.8. Topik-topik Data Pengajuan Soal Tipe Post-solution Posing . 112 Tabel 4.9. Topik-topik Data Jenis Soal ... 118
Tabel 4.10.Indikator Kemampuan Problem Posing Siswa Tipe Pre-solution Posing ... 126
Tabel 4.11.Indikator Kemampuan Problem Posing Siswa Tipe Within-solution Posing ... 128
Tabel 4.12.Indikator Kemampuan Problem Posing Siswa Tipe Post-solution Posing ... 129
Tabel 4.13.Hasil Analisis Tingkat Kemampuan Problem Posing Siswa Tipe Pre-Solution Posing ... 131
Tabel 4.14.Hasil Analisis Tingkat Kemampuan Problem Posing Siswa Tipe Within-Solution Posing ... 133
Tabel 4.15.Hasil Analisis Tingkat Kemampuan Problem Posing Siswa Tipe Post-Solution Posing... 135
Tabel 4.16.Indikator Jenis Soal berdasarkan Dimensi Pengetahuan ... 137
Tabel 4.17.Hasil Analisis Jenis Soal ... 138
xvii
Tabel 5.2. Pembahasan SW1 Tipe Within-Solution Posing ... 143
Tabel 5.3. Pembahasan SW1 Tipe Post-Solution Posing ... 144
Tabel 5.4. Pembahasan SW2 Tipe Pre-Solution Posing... 145
Tabel 5.5. Pembahasan SW2 Tipe Within-Solution Posing ... 147
Tabel 5.6. Pembahasan SW2 Tipe Post-Solution Posing ... 148
Tabel 5.7. Pembahasan SW3 Tipe Pre-Solution Posing... 149
Tabel 5.8. Pembahasan SW3 Tipe Within-Solution Posing ... 150
Tabel 5.9. Pembahasan SW3 Tipe Post-Solution Posing ... 150
Tabel 5.10. Pembahasan SW4 Tipe Pre-Solution Posing... 151
Tabel 5.11. Pembahasan SW4 Tipe Within-Solution Posing ... 153
Tabel 5.12. Pembahasan SW4 Tipe Post-Solution Posing ... 153
Tabel 5.13. Pembahasan SW5 Tipe Pre-Solution Posing... 155
Tabel 5.14. Pembahasan SW5 Tipe Within-Solution Posing ... 156
xviii
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1. Perubahan dari Kerangka Pikir Asli ke Revisi ... 26
Bagan 4.1. Kategorisasi Data Pre-solution Posing ... 122
Bagan 4.2. Kategorisasi Data Within-solution Posing ... 123
Bagan 4.3. Kategorisasi Data Post-solution Posing... 124
xix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Tabel Dimensi Taksonomi Bloom ... 25
Gambar 4.1. Soal Buatan SW1 pada Lembar Kerja 1... 85
Gambar 4.2. Soal Buatan SW1 pada Lembar Kerja 3... 87
Gambar 4.3. Jawaban Soal SW4 pada Lembar Kerja 1 ... 97
Gambar 4.4. Jawaban SW4 untuk soal pada Lembar Kerja 2 ... 99
Gambar 4.5. Soal Revisi SW4 pada Tipe Post-Solution Posing ... 102
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A : Surat Ijin Penelitian ... 175
Surat Keterangan Selesai Penelitian ... 176
Silabus Tahun Ajaran 2014/2015 ... 177
Foto-foto Penelitian... 184
Lampiran B : Lembar Kerja 1 ... 188
Lembar Kerja 2 ... 189
Kunci Jawaban Lembar Kerja 2 ... 191
Lembar Kerja 3 ... 193
Kunci Jawaban Lembar Kerja 3 ... 195
Lampiran C : Transkrip Wawancara ... 200
Lampiran D : Deskripsi Jawaban Siswa ... 223
Topik-topik Data ... 240
Revisi Soal–soal Siswa dan Penyelesaiannya ... 251
Lampiran E : Lembar Jawab dan Pengajuan Soal Siswa ... 261
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat bergantung pada
sumber daya manusia (SDM). Pengembangan SDM dilakukan untuk
membentuk manusia yang berkualitas, memiliki pengetahuan dan
ketrampilan dalam bidang teknologi yang salah satunya didapat melalui
pendidikan.
Matematika sangat diperlukan untuk mempelajari ilmu-ilmu
pengetahuan termasuk teknologi komputer yang telah menjadi bagian
penting dalam kehidupan manusia. Itulah sebabnya mengapa matematika
sebagai salah satu ilmu dasar, baik aspek terapannya maupun aspek
penalarannya berperan penting dalam memberikan sumbangan signifikan
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sekaligus
pembangunan sumber daya manusia untuk meningkatkan kualitas
kehidupan masyarakat, mulai dari hal-hal sederhana hingga masalah yang
kompleks dan abstrak seperti penerapan analisis numerik.
Jika para siswa tidak dibekali dengan kemampuan berpikir kreatif,
maka mereka tidak akan mampu mengolah, menilai dan mengambil
informasi yang dibutuhkannya untuk menghadapi tantangan
perkembangan teknologi tersebut. Hal ini sesuai dengan tujuan umum
dalam Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) Matematika, yaitu
untuk:
1. Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan
di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang melalui
latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis,
cermat, jujur, efektif, dan efisien.
2. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola
pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari
berbagai ilmu pengetahuan.
Selama ini pembelajaran matematika dilaksanakan secara
konvensional yaitu guru ditempatkan sebagai pelaku utama pembelajaran
dan siswa diam mendengar dan mencatat materi yang diberikan guru.
Padahal siswa dituntut untuk mengembangkan kemampuannya,
menemukan, menyelidiki, serta mengungkapkan segala hasil olahan atau
pengetahuan yang diterimanya selama pembelajaran.
Banyak sekali metode yang telah ditemukan oleh para ahli dan para
peneliti yang terbukti meningkatkan kualitas pembelajaran matematika.
Rendahnya pengetahuan dan kemampuan sejumlah guru dalam menguasai
metode serta kurangnya kesadaran dan keberanian untuk mencoba
metode-metode pembelajaran baru menjadi salah satu kendala tidak terwujudnya
pembelajaran yang mumpuni bagi peserta didik. Dikarenakan hal tersebut,
seringkali terjadi siswa dapat mengerjakan soal matematika tetapi mereka
Kemampuan berpikir kreatif dapat dikembangkan melalui
aktivitas-aktivitas kreatif dalam pembelajaran matematika. Salah satunya
menggunakan pendekatan problem posing supaya siswa melakukan proses
yang disebut belajar bermakna yaitu menggunakan pengetahuannya untuk
menyelesaikan masalah dan memahami konsep-konsep baru. Siswa
diharapkan dapat mentransfer pengetahuannya pada masalah-masalah baru
dan situasi-situasi belajar yang baru pula, dan memperhatikan informasi
yang relevan serta memahaminya. Belajar bermakna menghadirkan
pengetahuan dan proses-proses kognitif yang dibutuhkan siswa untuk
menyelesaikan masalah. Penyelesaian masalah terjadi ketika siswa
menggagas cara untuk mencapai tujuan yang belum pernah dicapai, yakni
mengerti bagaimana cara mengubah keadaan menjadi keadaan yang
diinginkan (Duncker, 1945; Mayer, 1992). Dalam penyelesaian masalah
ini terdapat dua komponen pokok, yakni gambaran masalah (siswa
menggambarkan masalahnya dalam mentalnya) dan solusi (siswa
membuat rencana penyelesaian masalah dan melaksanakannya) (Mayer,
1992).
Berdasarkan pengalaman kegiatan PPL (Program Pengalaman
Lapangan) yang peneliti dapatkan di SMA BOPKRI II Yogyakarta, guru
Matematika kelas XII menerapkan pendekatan problem posing disela-sela
metode konvensional/ceramah pada pembelajaran integral. Metode
problem posing adalah suatu model pembelajaran yang mewajibkan para
secara mandiri. Dari hasil pengamatan peneliti, pendekatan problem
posing terlihat dapat memotivasi siswa dalam belajar matematika
sekaligus membantu siswa lebih cepat memahami konsep integral.
Menurut Edward A. Silver, problem posing merupakan ciri khas dari
kegiatan kreatif atau kemampuan matematis yang istimewa. Dari sinilah
peneliti memilih SMA El Shadai Magelang untuk diteliti karena sekolah
ini mengadakan kelas khusus persiapan olimpiade Matematika yang pada
tahun pelajaran 2014/2015 terdiri dari 2 siswa kelas XI dan 5 siswa kelas
X. Siswa-siswa yang tergabung di dalam kelompok olimpiade ini dipilih
oleh guru berdasarkan prestasi mereka di bidang Matematika dan memiliki
minat pada Matematika. Siswa-siswa yang tergabung di kelas olimpiade
dianggap memiliki kemampuan matematis yang baik.
Pokok bahasan Persamaan dan Fungsi Kuadrat dipilih karena terdapat
berbagai macam persoalan dalam kehidupan sehari-hari yang dapat
diselesaikan dengan menggunakan persamaan dan fungsi kuadrat. Seperti
permasalahan pada bidang ekonomi yaitu menghitung laba maksimum
atau menghitung banyaknya barang yang akan diproduksi untuk
mendapatkan laba yang diinginkan.
Masalah tersebut harus diterjemahkan ke dalam model matematika
terlebih dahulu. Kemudian persamaan tersebut diselesaikan dan hasilnya
perlu disesuaikan dengan tuntutan dari permasalahan tersebut.
Dari uraian tersebut maka peneliti mencoba menerapkan metode
persamaan kuadrat. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengadakan
penelitian dengan judul “KEMAMPUAN PROBLEM POSING SISWA KELAS X SMA EL SHADAI MAGELANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 PADA POKOK BAHASAN PERSAMAAN DAN FUNGSI KUADRAT”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukan, maka dapat
diidentifikasi permasalahan sebagai berikut:
Masih ada siswa SMA yang kesulitan dalam mengerjakan soal pada materi
persamaan dan fungsi kuadrat, dan ada siswa SMA yang dapat
mengerjakan soal hanya dari menghafal rumus dan menghafal soal tanpa
memahami konsep dari materi. Padahal penguasaan konsep materi sangat
penting karena dapat dimanfaatkan penerapannya dalam kehidupan
sehari-hari.
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah tingkat kemampuan kognitif siswa berdasarkan
problem posing yang dihasilkan siswa pada pokok bahasan Persamaan
dan Fungsi Kuadrat?
2. Pengetahuan apa sajakah yang dituntut dalam soal-soal yang diajukan
D. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Mengetahui tingkat kemampuan problem posing siswa pada pokok
bahasan Persamaan dan Fungsi Kuadrat.
2. Mengetahui jenis pengetahuan yang dituntut pada soal yang diajukan
siswa berdasarkan dimensi pengetahuan.
E. Batasan Masalah
Berdasarkan beberapa masalah yang telah diidentifikasi, maka
penelitian ini dibatasi pada pendekatan pembelajaran problem posing pada
siswa-siswa olimpiade kelas X SMA El Shadai Magelang tahun pelajaran
2014/2015.
F. Batasan Istilah
1. Kemampuan (Ability)
Kemampuan adalah kecakapan atau potensi seorang individu untuk
menguasai keahlian dalam melakukan suatu pekerjaan.
2. Problem Posing
Problem posing terdiri dari dua kata yaitu “problem” yang berarti
masalah dan “pose” yang berarti mengajukan. Jadi problem posing
3. Fungsi dan Persamaan Kuadrat
1. Persamaan Kuadrat
Persamaan kuadrat didefinisikan sebagai kalimat terbuka yang
menyatakan hubungan sama dengan (=) dan pangkat tertinggi dari
variabelnya adalah dua. Bentuk umum persamaan kuadrat dalam
adalah dengan dan dan . 2. Fungsi Kuadrat
Fungsi kuadrat adalah suatu fungsi yang dapat dinyatakan dalam
bentuk .
G. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberi manfaat antara lain sebagai berikut :
1. Bagi Siswa
Siswa dapat lebih memahami pokok bahasan Persamaan dan Fungsi
Kuadrat dengan mengkonstruksi pengetahuan yang didapatnya melalui
pengajuan soal.
2. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan peneliti tentang model-model pembelajaran
sehingga dapat digunakan sebagai bekal peneliti untuk mengajar
dikemudian hari.
3. Bagi Universitas Sanata Dharma
Hasil dari penelitian ini dapat memberikan sumbangan untuk
8 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pembelajaran Matematika 1. Belajar
Menurut Oemar Hamalik (2010: 45), belajar mengandung
pengertian terjadinya perubahan dari persepsi dan perilaku, termasuk
juga perbaikan perilaku. Gagne (1984, Ratna Wilis Dahar, 2011: 2)
menyatakan bahwa belajar sebagai suatu proses di mana suatu
organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Menurut
Suyono dan Hariyanto (2011: 9) belajar dapat didefinisikan sebagai
suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan,
meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap dan
mengokohkan kepribadian. Menurut Sardiman (2007: 20) belajar
merupakan rangkaian kegiatan jiwa raga, psiko-fisik untuk menuju ke
perkembangan pribadi manusia seutuhnya yang berarti menyangkut
unsur cipta, rasa dan karsa, ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian belajar adalah suatu
proses perubahan persepsi dan tingkah laku menuju perkembangan
pribadi manusia seutuhnya pada aspek kognitif, afektif dan
2. Pembelajaran
Belajar tidak dapat dipisahkan dari pembelajaran karena
merupakan bagian dari pembelajaran. Menurut Gagne dan Biggs
(Tengku Zahara Djaafar, 2001: 2) pembelajaran adalah rangkaian
peristiwa atau kejadian yang mempengaruhi siswa sedemikian rupa
sehingga proses belajarnya dapat berlangsung dengan mudah.
Mohammad Uzer Usman (2006: 4) menyatakan bahwa pembelajaran
merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian interaksi guru
dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam
situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
pasal 1 ayat 20 dinyatakan bahwa pembelajaran adalah proses
interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar.
Dapat disimpulkan bahwa pengertian pembelajaran adalah usaha
dari guru untuk membuat peserta didik belajar, yaitu terjadinya
perubahan tingkah laku pada diri peserta didik yang belajar,
dimana perubahan itu terjadi dengan didapatkannya kemampuan
baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama dan karena adanya
3. Matematika
Sujono (1988: 4) menguraikan pemahaman matematika sebagai
berikut:
1. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan yang eksak dan
terorganisasi secara sistematik.
2. Matematika adalah bagian pengetahuan manusia tentang bilangan
dan kalkulasi.
3. Matematika membantu orang dalam menginterpretasikan secara
tepat berbagai ide dan kesimpulan.
4. Matematika adalah ilmu pengetahuan tentang penalaran yang logik
dan masalah-masalah yang berhubungan dengan bilangan.
5. Matematika berkenaan dengan fakta-fakta kuantitatif dan
masalah-masalah tentang ruang dan bentuk.
6. Matematika adalah ilmu pengetahuan tentang kuantitas dan ruang.
Menurut Johnson dan Myklebust (1967: 244 dalam Mulyono
Abdurrahman, 2003: 252), matematika adalah bahasa simbolis yang
fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan
kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk
memudahkan berpikir. Lerner (1988: 430 dalam Mulyono
Abdurrahman, 2003: 252) mengemukakan bahwa matematika di
samping sebagai bahasa simbolis juga merupakan bahasa universal
yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat, dan
Hamzah B. Uno (2011: 129-130) matematika adalah sebagai suatu
bidang ilmu yang merupakan alat pikir, berkomunikasi, alat untuk
memecahkan berbagai persoalan praktis, yang unsur-unsurnya logika
dan intuisi, analisis dan kontruksi, generalitas dan individualitas, serta
mempunyai cabang-cabang antara lain aritmetika, aljabar, geometri
dan analisis.
4. Pembelajaran Matematika
Matematika yang dipelajari oleh peserta didik selama ini adalah
matematika sekolah. Matematika sekolah adalah matematika yang
diajarkan ditingkat pendidikan dasar dan pendidikan menengah
(Erman Suherman, dkk, 2003: 55).
Dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 (Depdiknas, 2006:
388), matapelajaran matematika pada satuan pendidikan SMA/MA
meliputi aspek-aspek sebagai berikut :
1. Logika
2. Aljabar
3. Geometri
4. Trigonometri
5. Kalkulus
Jadi pembelajaran matematika di SMA adalah proses interaksi
antara peserta didik dengan guru agar dapat belajar mengenai bilangan,
aljabar, geometri, trigonometri, kalkulus, serta statistika dan peluang
dengan baik.
Tujuan pembelajaran matematika menurut Permendiknas No. 22
Tahun 2006 (Depdiknas, 2006: 388) adalah agar peserta didik
memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan
antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara
luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan
manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun
bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model
dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau
media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam
kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat
dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri
Berdasarkan tujuan tersebut dapat dilihat bahwa dalam
pembelajaran matematika, peserta didik tidak hanya menghafal fakta
dan teori, tetapi lebih diarahkan pada pemahaman konsep matematika
atas dasar pemikiran yang logis, rasional dan sistematis. Guru sebagai
pendidik hendaknya dapat menyajikan pembelajaran yang efektif dan
efisien, sesuai dengan kurikulum dan pola pikir peserta didik untuk
membantu peserta didik mengetahui aturan-aturan yang relevan yang
didasarkan pada konsep-konsep yang diperoleh dalam pembelajaran
untuk memecahkan masalah.
B. Problem Posing
Brown dan Walter (1990) menyatakan bahwa pada tahun 1989 untuk
pertama kalinya istilah problem posing diakui secara resmi oleh National
Council of Teachers of Mathematics (NCTM) sebagai bagian dari national
program for re-direction of mathematics education (reformasi pendidikan
matematika). Model pembelajaran problem posing adalah suatu model
pembelajaran yang mewajibkan para peserta didik untuk mengajukan soal
sendiri melalui belajar soal (berlatih soal) secara mandiri. Problem posing
dapat dikatakan sebagai bagian yang penting dalam disiplin matematika.
Sesuai dengan pendapat Silver, et al (1996: 293) yang mengemukakan
bahwa ”Problem posing is central important in the discipline of
mathematics and in the nature of mathematical thinking”. Ia juga
problems and the re-formulation of the given problem”. Problem posing
merupakan aktivitas pembelajaran yang melibatkan pembentukan masalah
dan mereformulasikan masalah yang diberikan. Souto-Manning (2010: 37)
menyimpulkan bahwa problem posing merupakan aktivitas “pose problem
as they try to understand the situation”. Siswa mengajukan pertanyaan
dari situasi yang telah ia pahami.
Even the most routine of mathematical activities can be constructed
into a worthwhile mathematical experience when posed in such a way as
to engage students in mathematical inquiry (Butts, 1980; Schoenfeld,
1989).
Dalam problem posing, siswa dilibatkan dalam menanyakan asal-usul
ide-ide dari sebuah masalah, atau dalam mempertimbangkan apa yang
mungkin timbul ketika soal tersebut dimodifikasi atau dikembangkan
(English, 1997).
Problem posing adalah suatu bentuk pendekatan dalam pembelajaran
matematika yang menekankan pada perumusan soal, yang dapat
mengembangkan kemampuan berpikir matematis atau menggunakan pola
pikir matematis. Pendekatan problem posing tradisional dimulai dengan
guru memberikan masalah (pose a problem) kemudian siswa
menyelesaikan masalah tersebut, dan kemudian siswa diminta untuk
membuat soal sendiri. Pendekatan pembelajaran problem posing memiliki
karakter pembelajaran konstruktivisme dimana kegiatan pengajuan
untuk mengkonstruksi pengetahuan sesuai dengan perkembangan dan
kemampuan berpikirnya. Proses ini dilakukan siswa dengan cara
mengkaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya untuk merumuskan
pertanyaan-pertanyaan (respon). Pertanyaan atau respon yang muncul
sebagai hasil interpretasi pengalaman yang disusun dalam pikirannya.
Pengertian problem posing tidak terbatas pada pembentukan soal yang
baru, tetapi dapat berarti mereformulasi soal-soal yang diberikan. Terdapat
beberapa cara pembentukan soal baru dari soal yang diberikan, misalnya
dengan mengubah atau menambah data atau informasi pada soal itu,
misalnya mengubah bilangan, operasi, objek, syarat, atau konteksnya. Hal
itu sesuai dengan pengertian problem posing yang dikemukakan Silver
(1996). Ia mendefinisikan problem posing sebagai pembuatan soal baru
oleh siswa berdasarkan soal yang telah diselesaikan.
Brown dan Walter (1990) menjelaskan bahwa perumusan soal dalam
pembelajaran matematika memiliki dua tahapan kegiatan kognitif, yaitu:
a. Accepting (menerima)
Tahap menerima adalah suatu kegiatan siswa menerima dan
memahami situasi-situasi yang diberikan guru atau situasi-situasi yang
sudah ditentukan.
b. Challenging (menantang)
Tahap menantang adalah suatu kegiatan siswa dimana siswa merasa
tertantang dalam rangka perumusan soal dari situasi-situasi yang
Moses (dalam Brown dan Walter, 1993: 187) menyatakan bahwa “... in a problem posing environment, there is no one right answer. Students
were willing to take risks, to pose what they considered to be interesting
variations of the problem...“ yang berarti dalam lingkungan problem posing tidak ada satu jawaban yang benar, siswa bersedia mengambil
resiko, untuk membuat/memunculkan apa yang mereka anggap menjadi
variasi yang menarik dari masalah. Berdasarkan pernyataan ini, problem
posing mengajak siswa untuk berani mengambil resiko tanpa
mempedulikan apakah jawabannya benar atau tidak terlebih dahulu yang
terpenting adalah berusaha memposisikan diri sebagai orang yang mampu
menyesaikan masalah dengan membuat pertanyaan-pertanyaan terlebih
dahulu.
Silver (Silver dan Cai 1996: 523) pengajuan soal dapat diaplikasikan
dalam 3 bentuk aktivitas kognitif matematika yang berbeda yakni (1)
Pre-solution posing, (2) within-Pre-solution posing, dan (3) post-Pre-solution posing.
1. Pre Solution Posing
Pre-solution posing yaitu pembuatan soal berdasarkan situasi
yang diadakan atau informasi yang diberikan. Proses
memformulasikan kembali masalah matematika dengan kata-kata
sendiri berdasarkan situasi yang diberikan. Siswa hanya diberikan
situasi tertentu sebagai stimulus dalam merumuskan soal/masalah.
Berkaitan dengan situasi yang dipergunakan dalam kegiatan
Brown (1993: 302) menyatakan bahwa soal dapat dibangun melalui
beberapa bentuk, antara lain gambar, benda manipulatif, permainan,
teorema/konsep, alat peraga, soal, dan solusi dari soal. Sedangkan
English (1998) membedakan dua macam situasi atau konteks, yaitu
konteks formal bisa dalam bentuk simbol (kalimat matematika) atau
dalam kalimat verbal, dan konteks informal berupa permainan dalam
gambar atau kalimat tanpa tujuan khusus. Siswa diminta untuk
mengajukan soal dengan mengkaitkan informasi itu dengan
pengetahuan yang sudah dimilikinya. Dengan demikian, masalah
matematika yang diajukan oleh siswa mengacu pada situasi yang telah
disiapkan oleh guru dan murni sebagai hasil pemikiran yang dilatar
belakangi oleh situasi yang diberikan.
2. Within-solution Posing
Within-solution posing, yaitu pembuatan atau formulasi soal
menjadi sub-sub pertanyaan baru. Dapat pula diartikan sebagai
perumusan masalah matematika sederhana atau perumusan ulang
masalah yang telah diberikan dengan beberapa cara dalam rangka
menyelesaikan masalah yang rumit. Dengan demikian, pembuatan soal
akan mendukung penyelesaian soal semula. Untuk membuat soal baru
dari soal yang sudah ada, siswa harus mengenali struktur matematis
dari soal-soal tersebut, dan menempatkannya pada ciri kontekstual
harus mengkonstruksi model atau representasi dari ide-ide matematis
dan bagaimana mereka menghubungkannya.
3. Post-solution Posing
Strategi ini juga disebut sebagai strategi “find a more
challenging problem”. Siswa memodifikasi atau merevisi tujuan atau kondisi soal yang telah diselesaikan untuk menghasilkan soal-soal baru
yang lebih menantang. Pembuatan soal demikian merujuk pada
strategi “what-if-not …?” atau ”what happen if …”.
Beberapa teknik yang dapat digunakan untuk membuat soal
dengan strategi itu adalah sebagai berikut,
a. Mengubah informasi atau data pada soal semula.
b. Menambah informasi atau data pada soal semula.
c. Mengubah nilai data yang diberikan, tetapi tetap mempertahankan
kondisi atau situasi soal semula.
d. Mengubah situasi atau kondisi soal semula, tetapi tetap
mempertahankan data atau informasi yang ada pada soal semula.
Table 2.1. Perbandingan Teknik-teknik Inovasi pada Storytelling dan Pengajuan Soal Matematika Menurut Ban Har (2009)
Inovasi dalam cerita Inovasi dalam pengajuan soal
Ciri/keistimewaan soal
Substitution–
menceritakan cerita yang sama dengan sedikit perubahan seperti nama, objek, tempat.
Replacement–
mengajukan soal yang sama tapi mengganti jumlah
(amounts/quantities), gambar, bentuk, unit, dll.
Soal digunakan untuk
Inovasi dalam cerita Inovasi dalam
Addition– mengajukan soal yang sama tetapi memberikan batasan
Alteration– membuat perubahan yang around atau reversing the problem–
Menurut problem posing tipe post-solution, siswa harus dapat
memecahkan dan menyelesaikan soal-soal rangsangan dengan baik
sebelum dapat melakukan pengajuan soal.
Cara memecahkan masalah terdapat beberapa langkah. Para ahli
menjelaskan langkah-langkah dalam memecahkan masalah. Salah satunya
masalah, yaitu (1) memahami masalah, (2) menyusun rencana pemecahan,
(3) melaksanakan rencana pemecahan, dan (4) memeriksa kembali.
Berikut merupakan penjelasan dari langkah-langkah tersebut:
1. Memahami masalah (understanding problem)
Dalam langkah ini siswa dapat menentukan apa yang diketahui dalam
soal tersebut dan menentukan apa yang ditanyakan.
2. Menyusun rencana pemecahan (devising a plan)
Dalam langkah ini siswa harus menyusun rencana pemecahan, yaitu
dengan cara melihat dari kondisi soal kemudian mempersiapkan
strategi yang akan digunakan untuk menyelesaikan masalah.
3. Melaksanakan rencana pemecahan (carrying out the plan)
Dalam langkah ini siswa melaksanakan rencana pemecahan masalah
yang merupakan tindak lanjut dari langkah kedua. Disini siswa
menjalankan strategi yang telah disiapkan untuk menyelesaikan
masalah.
4. Memeriksa kembali (looking back)
Dalam langkah ini dilaksanakan untuk melihat bahwa untuk setiap
langkah dalam menyelesaikan masalah adalah sudah benar.
Dalam proses pemecahan masalah, terdapat beberapa indikator untuk
mengetahui kemampuan dalam memecahkan masalah. Menurut NCTM
(1989: 209) indikator kemampuan memecahkan masalah adalah sebagai
1. Mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, yang ditanyakan, dan
kecukupan unsur yang diperlukan.
2. Merumuskan masalah secara matematik atau menyusun model
matematik.
3. Menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah (sejenis
dan masalah baru) dalam atau di luar matematika.
4. Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal
5. Menggunakan matematika secara bermakna.
Silver dan Cai (1996: 526) mengemukakan bahwa respon siswa
terhadap stimulus yang diberikan oleh guru bisa dikategorikan menjadi 3
kemungkinan, yaitu:
1. Pertanyaan Matematika (Soal Matematika)
Respon siswa dalam bentuk pertanyaan (soal) matematika yang
diajukan mengandung masalah matematik yang berkaitan dengan
situasi yang diberikan.Pertanyaan (soal) matematika ini, selanjutnya
diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu pertanyaan matematika
yang dapat diselesaikan dan pertanyaan matematika yang tidak dapat
diselesaikan. Pertanyaan (soal) matematika yang dapat diselesaikan
adalah pertanyaan (soal) yang memuat informasi yang cukup dari
situasi yang ada untuk diselesaikan, atau jika pertanyaan tersebut
memiliki tujuan yang tidak sesuai dengan informasi yang ada.
juga dibedakan atas dua hal, yaitu pertanyaan yang memuat informasi
baru dan pertanyaan yang tidak memuat informasi baru.
2. Pertanyaan Non-Matematika (Bukan Soal Matematika)
Pertanyaan yang diajukan tidak mengandung masalah matematik atau
tidak mempunyai kaitan dengan informasi yang terkandung dalam
situasi yang diberikan.
3. Pernyataan
Pernyataan adalah kalimat yang bersifat ungkapan atau berita yang
tidak memuat pertanyaan, tetapi sekedar ungkapan yang bernilai benar
atau salah juga tidak mengandung masalah matematik maupun
persoalan non-matematik.
Persoalan-persoalan yang diajukan para siswa akan bervariasi
berdasarkan level matematis dan seberapa luas pengetahuan matematika
mereka dan berapa banyak pengetahuan mereka tentang matematika.
Untuk menilai tugas problem posing yang dibuat oleh siswa menurut
Silver & Cai (2005 :131) terdapat tiga kriteria, yaitu :
a. Kuantitas
Kriteria ini menilai banyaknya masalah atau soal yang dihasilkan oleh
siswa.
b. Keaslian Soal (Orisinalitas)
Keaslian soal berkaitan dengan ide perumusan soal.
c. Kompleksitas Soal
1) Soal Matematika
Soal matematika adalah soal yang memuat masalah matematika.
Soal matematika diklasifikasikan dalam dua kategori, yaitu :
a) Soal matematika yang dapat diselesaikan
Soal matematika yang dapat diselesaikan adalah soal yang
memuat informasi yang cukup dari situasi yang telah ada untuk
diselesaikan, atau juga soal tersebut memiliki tujuan yang tidak
sesuai dengan informasi yang ada. Kategori ini juga dibedakan
atas dua hal, yaitu soal yang memuat informasi baru dan soal
yang tidak memuat informasi baru
b) Soal matematika yang tidak dapat diselesaikan.
Soal Matematika yang tidak dapat diselesaikan adalah soal
yang tidak memiliki kecukupan unsur-unsur yang diketahui.
2) Soal bukan Soal Matematika
Soal bukan soal matematika adalah soal yang tidak mengenai
masalah matematika atau tidak mempunyai kaitan dengan
informasi yang diberikan.
3) Pernyataan
Pernyataan adalah kalimat bersifat ungkapan yang tidak memuat
Adapun keunggulan-keunggulan pendekatan problem posing yaitu:
1. Komunikasi terjadi dua arah, baik antara siswa dengan guru maupun
antara siswa dengan siswa;
2. Guru berperan sebagai fasilitator, motivator serta moderator;
3. Siswa mendapatkan konsep dari kegiatan belajar mandirinya, karena
mendapatkan informasi baru yang belum diketahuinya;
4. Siswa mengungkapkan pendapatnya, menganalisis soal, merumuskan
soal, kemudian menyelesaikan soal-soal yang diajukannya sendiri;
5. Siswa melihat merencanakan, kemudian mengajukan masalah (soal)
sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
C. Taksonomi Pendidikan
Taksonomi ialah klasifikasi atau pengelompokan benda menurut
ciri-ciri tertentu. Taksonomi dalam bidang pendidikan, digunakan untuk
klasifikasi tujuan instruksional; ada yang menamakannya tujuan
pembelajaran, tujuan penampilan, atau sasaran belajar, yang digolongkan
dalam tiga klasifikasi umum atau ranah (domain), yaitu: (1) ranah kognitif,
berkaitan dengan tujuan belajar yang berorientasi pada kemampuan
berpikir; (2) ranah afektif berhubungan dengan perasaan, emosi, sistem
nilai, dan sikap hati; dan (3) ranah psikomotor (berorientasi pada
1. Taksonomi Bloom pada Ranah Kognitif
Taksonomi Bloom ranah kognitif merupakan salah satu kerangka
dasar untuk pengkategorian tujuan-tujuan pendidikan, penyusunan tes,
dan kurikulum di seluruh dunia (Chung, 1994; Lewy dan Bathory,
1994; Postlethwaite, 1994). Taksonomi Bloom mengklasifikasikan
perilaku menjadi enam kategori, dari yang sederhana (mengetahui)
sampai dengan yang lebih kompleks (mengevaluasi). Ranah kognitif
terdiri atas (berturut-turut dari yang paling sederhana sampai yang
paling kompleks).
Taksonomi Bloom ranah kognitif berturut-turut dari yang paling
sederhana sampai yang paling kompleks diilustrasikan seperti pada
gambar.
2. Taksonomi Bloom Edisi Revisi
Perubahan dari kerangka pikir asli ke revisinya diilustrasikan
seperti pada bagan berikut ini,
Bagan 2.1. Perubahan dari Kerangka Pikir Asli ke Revisi (Anderson dan Krathwohl, 2001: 268)
Pengertian Dimensi Kognitif menurut Anderson dan Krathwohl
(2001:66-88) yakni:
(a) Mengingat
Mengenal dan mengingat pengetahuan yang relevan dari ingatan
jangka panjang (menjelaskan jawaban faktual, menguji ingatan,
pengenalan). Kategori mengingat terdiri dari proses kognitif
recognizing (mengenal kembali) dan recalling (mengingat).
Recognizing adalah memperoleh kembali pengetahuan yang
Kata Benda
Dimensi Pengetahuan
Dimensi Proses Kognitif Pengetahuan
Aplikasi
Evaluasi Sintesis Analisis
Pemahaman Mengingat Memahami Mengaplikasikan
Menganalisis Mengevaluasi
Mencipta Dimensi tersendiri
relevan dari memori jangka panjang kemudian
membandingkannya dengan informasi yang tersaji. Dalam
recognizing, siswa mencari potongan informasi dalam memori
jangka panjang yang identik atau hampir sama dengan informasi
yang baru disampaikan. Ketika menemui informasi baru, siswa
menentukan mana informasi yang berkaitan dengan pengetahuan
yang sebelumnya diperoleh kemudian mencari yang cocok.
Recalling adalah memperoleh kembali pengetahuan yang sesuai
dari memori jangka panjang ketika merespon suatu masalah atau
diberikan suatu perintah. Perintah dapat berupa sebuah
pertanyaan. Dalam recalling, siswa mencari sebagian informasi
dalam memori jangka panjang, kemudian membawanya untuk
mengerjakan memori dimana informasi ini dapat diproses.
(b) Memahami
Memahami adalah kemampuan merumuskan makna dari pesan
pembelajaran dan mampu mengkomunikasikannya dalam bentuk
lisan, tulisan maupun grafik. Siswa mengerti ketika mereka
mampu menentukan hubungan antara pengetahuan yang baru
diperoleh dengan pengetahuan mereka yang lalu.
(c) Menerapkan
Menggunakan prosedur melalui eksekusi atau implementasi
(Memahami kapan menerapkan, mengapa menerapkan, dan
agak berbeda atau berlainan). Eksekusi lebih cenderung kepada
kemampuan menyelesaikan masalah secara skill dan algoritma
daripada kemampuan teknik dan metode. Implementasi
berhubungan dengan teknik dan metode daripada skill dan
algoritma.
(d) Menganalisis
Membagi materi dalam beberapa bagian, menentukan hubungan
antara bagian atau secara keseluruhan dengan melakukan
penurunan, pengelolaan, dan pengenalan atribut. Analisis
menekankan pada kemampuan merinci sesuatu unsur pokok
menjadi bagian-bagian dan melihat hubungan antar bagian
tersebut. Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisis
informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan
informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola
atau hubungannya dan mampu mengenali serta membedakan
faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yang rumit.
(e) Menilai atau Mengevaluasi
Membuat keputusan berdasarkan kriteria dan standar melalui pengecekan dan kritik (memecahkan ke dalam bagian, bentuk dan
pola). Evaluasi mencakup kemampuan untuk membentuk suatu
pendapat mengenai sesuatu atau beberapa hal, bersama dengan
pertanggungjawaban pendapat itu yang berdasar kriteria tertentu.
terhadap sesuatu. Kategori menilai terdiri dari checking
(mengecek) dan critiquing (mengkritik). Cheking adalah
kemampuan untuk mengetes konsistensi internal atau kesalahan
pada operasi atau hasil dan mendeteksi keefektifan prosedur yang
digunakan. Critiquing adalah kemampuan memutuskan hasil atau
operasi berdasarkan kriteria dan standar tertentu serta mendeteksi
apakah hasil yang diperoleh berdasarkan suatu prosedur
menyelesaikan suatu masalah mendekati jawaban yang benar.
(f) Menciptakan
Mengembangkan ide, produk, atau metode baru dengan cara
menggabungkan unsur-unsur untuk membentuk fungsi secara
keseluruhan dan menata kembali unsur-unsur menjadi pola atau
struktur baru melalui perencanaan, pengembangan, dan produksi
(Menggabungkan unsur-unsur ke dalam bentuk atau pola yang
sebelumnya kurang jelas). Siswa dikatakan mampu mencipta jika
dapat membuat produk baru dengan merombak beberapa elemen
atau bagian ke dalam bentuk atau stuktur yang belum pernah
diterangkan oleh guru sebelumnya. Proses mencipta dapat
dipecah menjadi tiga fase yaitu: masalah diberikan, dimana siswa
mencoba untuk memahami soal, dan mengeluarkan solusi yang
mungkin; perencanaaan penyelesaian, di mana siswa memeriksa
kemungkinan dan memikirkan rancangan yang dilaksanakan; dan
rencana. Karena itu, proses kreatif dapat diartikan sebagai awalan
yang memiliki fase yang berbeda di mana akan muncul
kemungkinan penyelesaian yang bermacam-macam sebagaimana
yang dilakukan siswa yang mencoba untuk memahami soal
(generating). Langkah ini dilanjutkan dengan langkah yang
mengerucut, dimana siswa memikirkan metode penyelesaian dan
menggunakannya dalam rancangan kegiatan (planning). Terakhir,
rencana dilaksanakan dengan cara siswa menyusun penyelesaian
(producing).
Tabel 2.2. Dimensi Proses Kognitif (Anderson dan Krathwohl, 2001)
Kategori dan Proses
Kognitif Definisi dan Contoh
1. MENGINGATMengambil pengetahuan dari memori jangka panjang 1.1 Mengenali
1.2 Mengingat Kembali
Menempatkan pengetahuan dalam memori jangka panjang yang sesuai dengan pengetahuan tersebut (Misalnya mengenali bentuk persamaan kuadrat atau mengenali gambar fungsi kuadrat).
Mengambil pengetahuan yang relevan dari memori jangka panjang (Misal mengingat kembali rumusjumlah akar-akar persamaan kuadrat)
2. MEMAHAMIMengkonstruksi makna dari materi pembelajaran, termasuk apa yang diucapkan, ditulis, dan digambar oleh guru 2.1 Menafsirkan
2.2 Mencontohkan
2.3 Mengklasifikasikan
2.4 Merangkum
Mengubah satu bentuk gambaran menjadi bentuk lain (Misalnya, membuat model matematika dari suatu masalah)
Menemukan contoh atau ilustrasi tentang konsep atau prisnsip (Misalnya, memberi contoh tentang masalah-masalah yang melibatkan persamaan dan fungsi kuadrat)
Menemukan sesuatu dalam satu kategori
(Misalnya, mengklasifikasikan kelainan-kelainan mental yang telah diteliti atau dijelaskan)
Kategori dan Proses
Kognitif Definisi dan Contoh
2.5 Menyimpulkan
yang diketahui dan yang ditanyakan dari soal cerita persamaan dan fungsi kuadrat).
Membuat kesimpulan yang logis dari informasi yang diterima (Misalnya menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal dalam soal cerita persamaan dan fungsi kuadrat).
Menentukan hubungan antara dua ide, dua objek dan semacamnya (Misalnya membandingkan penggunaan persamaan kuadrat dalam matematika dan fisika)
Membuat model sebab-akibat dalam sebuah sistem (Misalnya, menjelaskan sebab-sebab terjadinya peristiwa penting pada abad ke-18 di Indonesia)
3. MENGAPLIKASIKANMenerapkan atau menggunakan suatu prosedur dalam keadaan tertentu
3.1 Mengeksekusi (Melaksanakan)
3.2 Mengimplementasikan
Menerapkan suatu prosedur pada tugas yang familier (Misalnya memfaktorkan suatu persamaan kuadrat untuk menemukan akar-akarnya atau membuat sketsa grafik dari persamaan kuadrat ).
Menerapkan suatu prosedur pada tugas yang tidak familier (Misalnya , menggunaan diskriminan pada konteks yang tepat). 4. MENGANALISISMemecah-mecah materi menjadi bagian-bagian
penyusunnya dan menentukan hubungan-hubungan antarbagian itu dan hubungan antara bagian-bagian tersebut dan keseluruhan struktur atau tujuan.
4.1 Membedakan
4.2 Mengorganisasi
4.3 Mengatribusikan
Membedakan bagian materi pelajaran yang relevan dari yang tidak relevan, bagian yang penting dari yang tidak penting (Membedakan grafik fungsi kuadrat dan grafik bukan fungsi kuadrat).
Menentukan bagaimana elemen-elemen bekerja atau berfungsi dalam sebuah struktur (Misalnya, menentukan unsur-unsur yang diperlukan dalam menggambar grafik fungsi kuadrat)
Menentukan sudut pandang, bias, nilai, atau maksud dibalik materi pelajaran (Misalnya, menunjukkan sudut pandang penulis suatu esai sesuai dengan pandangan politik si penulis) 5. MENGEVALUASIMengambil keputusan berdasarkan kriteria dan/atau
standar
Kategori dan Proses
Kognitif Definisi dan Contoh
5.2 Mengkritik
yang sedang dipraktikkan (Misalnya, memeriksa kebenaran sebuah pernyataan yang berkaitan dengan persamaan dan fungsi kuadrat).
Menemukan inkosistensi suatu produk dan kriteria eksternal ; menentukan apakah suatu produk memiliki konsistensi eksternal; menemukan ketepatan suatu prosedur untuk menyelesaikan masalah (Misalnya, menentukan suatu metode terbaik dari metode-metode untuk menyelesaikan suatu persamaan kuadrat) 6. MENCIPTAMemadukan bagian-bagian untuk membentuk sesuatu yang
baru dan koheren atau untuk membuat suatu produk yang orisinal. 6.1 Merumuskan
6.2 Merencanakan
6.3 Memproduksi
Membuat hipotesis-hipotesis berdasarkan kriteria (Misalnya, membuat hipotesis tentang sebab-sebab terjadinya suatu fenomenon).
Merencanakan prosedur untuk menyelesaikan suatu tugas (Misalnya, merencanakan proposal penelitian tentang topik sejarah tertentu).
Menciptakan suatu produk untuk suatu tujuan tertentu (Misalnya, membuat penyelesaian masalah dalam kehidupan sehari-hari dengan memanfaatkan materi persamaan dan fungsi kuadrat).
3. Dimensi Pengetahuan Taksonomi Edisi Revisi
Dimensi pengetahuan (Tabel 2.2) merupakan dimensi tersendiri
dalam taksonomi Bloom edisi revisi. Dalam dimensi ini akan dipaparkan
empat jenis kategori pengetahuan. Tiga jenis pertama dalam taksonomi
revisi ini mencakup semua jenis pengetahuan yang terdapat dalam
taksonomi Bloom, namun mengganti sebagian nama jenisnya dan
mengubah sebagian subjenisnya ke dalam kategori-kategori yang lebih
umum. Sementara kategori keempat, yaitu pengetahuan metakognitif dan
a. Pengetahuan Faktual
Pengetahuan faktual meliputi elemen-elemen dasar yang
digunakan oleh para pakar dalam menjelaskan, memahami, dan
secara sistematis menata disiplin ilmu mereka. Pengetahuan faktual
berisikan elemen-elemen dasar yang harus diketahui siswa jika
mereka akan mempelajari suatu disiplin ilmu atau menyelesaikan
masalah dalam disiplin ilmu tersebut. Pengetahuan faktual terbagi
menjadi dua subjenis yaitu:
(1) pengetahuan tentang terminologi (contohnya pengetahuan
mengenai definisi dan bentuk umum persamaan kuadrat dan
fungsi kuadrat, simbol-simbol pokok dan istilah yang
digunakan dalam materi persamaan dan fungsi kuadrat,
mengenali grafik fungsi kuadrat).
(2) pengetahuan tentang detail-detail dan elemen-elemen yang
spesifik. Fakta-fakta yang spesifik adalah fakta-fakta yang
dapat disendirikan sebagai elemen-elemen yang terpisah dan
berdiri sendiri (Pengetahuan tentang unsur-unsur persamaan
kuadrat).
b. Pengetahuan Konseptual
Pengetahuan konseptual mencakup pengetahuan tentang
kategori, klasifikasi, dan hubungan antara dua atau lebih kategori
pengetahuan yang lebih kompleks dan tertata. Pengetahuan
mempresentasikan pengetahuan manusia tentang bagaimana suatu
materi kajian ditata dan distrukturkan, bagaimana bagian-bagian
informasi saling berkaitan secara sistematis, dan bagaimana
bagian-bagian ini berfungsi bersama. Pengetahuan konseptual
terdiri dari tiga subjenis yaitu:
(1) pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori (meliputi kategori,
kelas, pembagian, dan penyusunan spesifik yang digunakan
dalam pokok bahasan yang berbeda);
(2) pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi (Pengetahuan
tentang perbedaan persamaan kuadrat dan fungsi kuadrat).
Prinsip dan generalisasi cenderung mendominasi suatu disiplin
ilmu akademis dan digunakan untuk mempelajari fenomena
atau memecahkan masalah -masalah dalam disiplin ilmu. Salah
satu tanda dari seorang ahli pokok bahasan adalah kemampuan
untuk mengenali pola-pola yang bermakna (contohnya
generalisasi) dan menghidupkan pengetahuan pola-pola yang
relevan ini dengan sedikit usaha kognitif; dan
(3) pengetahuan tentang teori, model, dan struktur.
Klasifikasi dan kategori merupakan landasan bagi prinsip dan
generalisasi. Prinsip dan generalisasi menjadi dasar bagi teori,