commit to user
i
PERAN KANTOR BANK INDONESIA SOLO DALAM MENGENDALIKAN INFLASI DI SOLO RAYA
Tugas Akhir
Diajukan untuk Memenuhi Tugas-tugas dan Memenuhi Persyaratan
guna Mencapai Gelar Ahli Madya pada Program Studi DIII
Keuangan Perbankan Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh :
MEIRAWATI KUSUMANDARI
F3608095
PROGRAM DIPLOMA III FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
ii
ABSTRAKSI
PERAN KANTOR BANK INDONESIA SOLO DALAM PENGENDALIAN INFLASI DI SOLO RAYA
MEIRAWATI KUSUMANDARI F3608095
Tujuan penuliasan Tugas Akhir ini adalah untuk memperoleh gambaran lebih mendalam dan pemahaman mengenai keuanagan perbankan dimana banyak faktor ekonomi yang mempengaruhi taraf ekonomi suatu daerah sehingga Kantor Bank Indonesia selaku bank sentral mengontrol peredaran keuangan suatu daerah.Inflasi adalah salah satu faktor utama yang mempengaruhi perekonomian suatu daerah oleh karena itu Kantor Bank Indonesia selaku Bank Sentral daerah harus mejaga kesetabilan harga pasar suatu daerah.
Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus yaitu mengambil satu obyek tertentu untuk di analisa secara mendalam dengan memfokuskan pada satu masalah. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara lang sung dengan pihak Bank Indonesia, sedangkan data sekunder diper oleh dari buku, internet ataupun sumber bacaan yang lain.
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa proses atau mekanisme Kantor Bank Indonesia Solo berperan serta dengan instansi daerah , membentuk Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Kota Surakarta guna melaksanakan ,pemantauan harga dan pemetaan masalah inflasi di Kota Surakarta, pengendalian harga di Kota Surakarta, Melakukan penelitian dan evaluasi sumber potensi tekanan inflasi di Kota Surakarta, dan Melakukan langkah-langkah preventif dan kuratif dalam pengendalian inflasi daerah.
Saran yang dapat di ajuakan terkait dengan perilaku yang cenderung untuk menaikkan harga setiap tahunnya dari para pelaku dalam nilai komoditas yang mencerminkan perilaku ekspektasi inflasi dari para pelaku ekonomi sacara umum untuk merubah perilaku tersebut diperlukan program khusus yang secara sistematis dan kontinyu dilakukan. Program tersebut dapat berupa himbauan yang terus menerus disampaikan kepada masyaraat dan perilaku ekonomi untuk menghilangkan perilaku ekspektasi inflasi.
commit to user
commit to user
commit to user
v
MOTTO
Sesungguhnya sesuatu kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah
selesai dari sesuatu “dari suatu masalah”, kerjakanlah dengan sungguh-sungguh
“urusan” yang lain dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.
“Q.S Al-Insyirah : 16-8”
Mengetahui kekurangan diri sendiri adalah tangga untuk mencapai
cita-cita,berusahalah denga sekuat tenaga guna mengisi kekurangan adalah keberanian
yang luar biasa.
“ prof.Dr. Hamka”
Rasa pahit kehidupan yang telah lalu akan memudahkan kehidupan yang akan
datang, maka bersyukurlah dengan apa yang telah engkau dapatkan.
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
Penulis mempersembahkan tugas akhir ini
kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan karunia
Nya dan kekuatan Nya.
2. Ayah, Ibu, dan Adik yang sangat berarti
didunia dan selalu memberi semangat untuk
lebih maju.
3. Seseorang yang selalu menemaniku dalam
suka maupun duka.
4. Almamaterku.
5. Teman-temanku yang telah menyemangatiku
mendampingiku di setiap letih, sedih, dan
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum, wr, wb
Puja dan puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya untuk menuntun dan menyertai penulis
dalam menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir di Kantor Bank Indonesia Solo ini
dengan baik. Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi
persyaratan guna memperoleh derajat Ahli Madya Keuangan dan Perbankan,
Fakultas Ekonomi, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dalam pembuatan Tugas Akhir ini, penulis telah banyak menerima
masukan dan bantuan dari berbagai pihak. Sehingga dengan segala kerendahan
hati, penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga dapat
terselesaikannya Tugas Akhir ini.
Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.
2. Kresno Saroso Pribadi, selaku Ketua Jurusan D3 keuangan dan perbankan,
fakultas ekonomi UNS, serta selaku dosen pembimbing Kegiatan Magang
Mahasiswa yang telah banyak memberikan pengarahan dan petunjuk dalam
menyelesaikan laporan ini.
3. Bapak Doni P.Juwana, selaku Pemimpin Kantor Bank Indonesia Solo yang
telah memberikan ijin penulis untuk mengadakan kegiatan magang
commit to user
viii
4. Ibu Sri Harini, selaku pembimbing Kegiatan Magang Mahasiswa di Kantor
Bank Indonesia Solo.
5. Bapak Yon dan Ibu Veronika selaku karyawan Bagian Ekonomi Moneter di
Kantor Bank Indonesia Solo.
6. Segenap pegawai di KBI Solo yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.
7. Bapak, Ibu, Adik dan seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan
secara materiil, moril dan spirituil.
8. Sahabat dan teman - teman yang telah membantu dan mendukung
penyelesaian Tugas Akhir ini.
Penulis berusaha untuk menyelesaikan Laporan Kegiatan Magang
Mahasiswi ini dengan sebaik mungkin, tetapi penulis menyadari bahwa penulisan
ini masih sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu segala saran dan kritik yang
membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan penulisan berikutnya.
Kiranya Allah SWT senantiasa mencurahkan kebaikan Nya kepada kita. Amin.
Surakarta, Mei 2011
commit to user
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
ABSTRAKSI ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Metode Penelitian ... 6
BAB II. LANDASAN TEORI A.Pengertian Bank ... 8
B.Fungsi dan Jenis Bank ... 11
C. Perekonomian Indonesia ... 15
D. Inflasi. ... 19
commit to user
x
BAB III. DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.Profil Bank Indonesia ... 39
1. Sejarah Umum Bank Indonesia... 39
2. Profil kantor Bank Indonesia Solo... 44
B.Pembahasan ... 71
1. Langkah yang dijalankan Kantor Bank Indonesia Solo dalam menjalankan inflasi di Solo Raya………... 71
2. Peran Kantor Bank Indonesia Solo dalam mengendalikan inflasi di Solo Raya ... 76
3. Komoditas yang mempengaruhi inflasi di Solo Raya ... 92
BAB IV. PENUTUP A.Kesimpulan ………... 112
B.Saran………. 114
DAFTAR PUSTAKA
commit to user
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Pendekatan harga………... 30
Gambar 3.1Distribusi Pegawai KBI Solo Per Seksi ... 46
Gambar 3.2 Distribusi Tenaga Honorer/Outsource KBI Solo ... 47
Gambar 3.3Logo Bank Indonesia ... 53
Gambar 3.4Struktur Organisasi KBI Solo ... 53
Gambar 3.5 Rantai Pasok Beras ... 96
Gambar 3.6 Rantai Pasok Daging Ayam Ras ... 101
commit to user
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Sinkronisasi Tugas TPID ... 77
Tabel 3.2 Komoditi beras ... 95
Tabel 3.3 Distribusi rata-rata harga dan margin harga beras ... 99
Tabel 3.4 Peta rantai nilai komoditas daging ayam ras ... 101
Tabel 3.5 Distribusi rata-rata harga dan hargamargin harga daging ayam ras .... 106
Tabel 3.6 Peta rantai nilai komoditas Nilai komoditas cabe merah ... 107
commit to user
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Inflasi merupakan suatu isu yang tak pernah basi dalam sejarah panjang
ekonomi dunia, dia selalu menjadi buah bibir. Berbagai studi dan riset
dilakukan untuk mengungkap apa sebenarnya di balik fenomena ekonomi
yang satu ini, dan bagaimana pula cara menanggulanginya. Berbagai teori
telah berkembang, namun sepertinya fenomena ini masih menjadi misteri yang
sulit dipecahkan, pasalnya hingga saat ini belum ada teori yang benar-benar
komprehensif untuk menduga penyebab dari inflasi ini, dan juga belum ada
yang mampu untuk merumuskan formula yang benar-benar jitu untuk
menanggulanginya. Inflasi menjadi pembahasan yang krusial karena
mempunyai dampak yang amat luas dalam perekonomian makro. Inflasi
mempunyai tangan-tangan gurita yang mampu menyebarkan ‘tinta’
pengaruhnya kepada perekonomian secara makro. Bahkan Hera Susanti, M.
Ikhsan dan Widyanti (2000) menyatakan bahwa inflasi yang tinggi akan dapat
menyebabkan memburuknya distribusi pendapatan yang artinya juga
menambah angka kemiskinan, mengurangi tabungan domestik yang
merupakan sumber investasi negara berkembang, menyebabkan defisit neraca
perdagangan, menggelembungkan besaran utang luar negeri serta
menimbulkan ketidakstabilan politik. Mengingat begitu krusialnya
commit to user
pembahasan mengenai inflasi ini, maka tidak heran kalau Bank Indonesia (BI)
menetapkannya sebagai tujuan dalam pelaksanaan kebijakan moneternya.
Untuk kasus Indonesia, berdasarkan hasil studi penyebab inflasi yang
dilakukan oleh beberapa orang ekonom Indonesia, ada dua penyebab utama
inflasi, yaitu imported inflation dan defisit APBN (Hera S., M. Ikhsan dan
Widyanti, 2000: 53-54). Selanjutnya, diterangkan bahwa berdasarkan hasil
penelitian LPEM tahun 1995, terungkap bahwa imported inflation merupakan
faktor utama penyebab inflasi di Indonesia dari sisi penawaran, yaitu sekitar
51% dari variasi inflasi. Depresiasi nilai tukar juga akan menyebabkan
kenaikan harga secara langsung (pass-through) walaupun memerlukan lag
waktu 1-2 kuartal. Harga pangan merupakan variabel dominan kedua
penyumbang inflasi dari sisi penawaran. Sedangkan output gap merupakan
variabel yang ketiga. Sedangkan dari sisi permintaan, penyebab inflasi
berkaitan dengan anggaran, ekspansi kredit program dan distribusi kredit.
Bank Indonesia, sebagai pemegang otoritas moneter tertinggi di Indonesia
mempunyai tugas yang tidak mudah, yaitu menjaga stabilitas ekonomi.
Setidaknya ada dua aspek yang perlu diperhatikan dalam konsep stabilitas
ekonomi ini yaitu mengenai inflasi dan stabilitas nilai tukar rupiah. Suatu
perekonomian dapat dikatakan stabil apabila kedua indikator ini dapat
dikendalikan dalam range yang moderat. Dan bila hal itu tercapai maka hal
itu merupakan kesuksesan dari sebuah lembaga pemegang otoritas moneter
tertinggi. Kestabilan ini sangat penting artinya bagi pembangunan ekonomi di
commit to user
apabila kestabilan ekonomi tidak bisa diraih. Kita memang tidak bisa ‘secara
tidak bertanggungjawab’ melimpahkan semua masalah stabilisasi ekonomi ini
kepada bank sentral, namun setidaknya dengan berbagai power
dankewenangan yang dimilikinya, Bank Indonesia seyogyanya mampu
berbuat banya untuk menjalankan fungsi stabilisasi yang amat krusial bagi
pembangunan ini.
Inflasi merupakan salah satu persoalan klasik yang dihadapi oleh
setiap perekonomian. Berbagai kajian telah banyak dilakukan untuk mencari
penyebabnya, implikasinya, asal usulnya, ketetapan model penjelas, dan
berbagai kebijakan pengendalian. Namun sampai saat ini fenomena inflasi
masih perhatian untuk dikaji, mengingat banyaknya cakupan dan dinamisnya
perekonomian sehingga hasil kajian mengenai inflasi tidak berlaku umum.
Dengan adanya perbedaan waktu dan geografis, suatu kajian relevan pada
kondisi tertentu, dapat menjadi tidak relevan dalam kondisi lainnya. Dalam
konteks demikian, kajian mengenai inflasi sangat relevan untuk terus menerus
dikaji agar dapat ditemukan solusi yang tepat untuk mengatasinya.
Inflasi adalah kenaikan tingkat harga barang dan jasa secara umum
yang dihitung dalam presentase. Pada saat terjadi inflasi daya beli uang
menurun. Deflasi merupakan kebalikan dari inflasi. Deflasi berarti penurunan
harga barang dan jasa secara umum. Hal ini dapat menyebabkan kelesuan
dalam dunia ekonomi. Sedangkan Indeks Harga Konsumen (IHK) adalah
indeks yang memberikan informasi mengenai perkembangan rata-rata
commit to user
dikonsumsi oleh rumah tangga dalam suatu kurun waktu tertentu. Perubahan
IHK dari waktu ke waktu menggambarkan tingkat kenaikan (inflasi) atau
tingkat penurunan (deflasi) harga barang atau jasa kebutuhan rumah tangga
sehari-hari. Pada bulan Februari tahu 2005 nilai tukar rupiah bergerak relatif
stabil dengan tingkat volalitas yang rendah. Rata-rata selama bulan Februari
nilai tukar rupiah mencapai Rp. 9.252 per dollar US$ atau mengalami
depresiasi 0,55% dibandingkan bulan sebelumnya. Hal yang menyebabkan
terjadinya kenaikan harga kesehatan di bulan februari yaitu pada bulan
Januari terjadi kenaikan BBM yang berdampak pada kenaikan harga
kesehatan pada bulan Februari yaitu naiknya harga listrik, transportasi dan
upah kerja yang berpengaruh dalam menghasilkan produk obat-obatan.
Tetapi dengan kenaikan BBM pemerintah telah mengupayakan kebijakan
stabilisasi harga pangan terpadu. Kebijakan tersebut antara lain dilakukan
melalui peningkatan subsidi bahan pangan dan operasi pasar, serta penurunan
tarif impor beberapa komoditi bahan pangan. Tidak hanya kesehatan
mengalami kenaikan tetapi bahan makanan juga mengalami kenaikan yang
drastis dari bulan 2004 hingga bulan 2008. Hal ini disebabkan karena jumlah
penduduk yang semakin meningkat dibandingkan makanan yang tersedia.
Berdasarkan uraian singkat diatas, maka perlu dilakukan suatu peramalan
mengenai indeks harga konsumen di waktu yang akan datang. Peramalan ini
berdasarkan pada bulan-bulan dimana inflasi menjadi tinggi yang dipengaruhi
karena adanya perubahan harga konsumen yang saling berkaitan dengan
commit to user
IHK dengan menggunakan grafik untuk mengetahui IHK yang mengalami
kenaikan tertinggi dan menggunakan Time Series untuk mendapatkan model
terbaik dan meramalkan indeks harga konsumen.
Berpangkal dari latar belakang yang telah diuraikan di atas maka
penulis tertarik untuk meneliti masalah peran Bank Indonesia dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia untuk itu penulis
mengambil judul:
“PERAN KANTOR BANK INDONESIA SOLO DALAM
MENGENDALIKAN INFLASI DI SOLO RAYA”
B. Perumusan Masalah
Pertanyaan penelitian yang diangkat dalam tulisan ini adalah:
1. Langkah apakah yang dijalankan oleh Kantor Bank Indonesia Solo dalam
mengendalikan inflasi di Solo Raya?
2. Bagaimanakah peran Kantor Bank Indonesia Solo dalam mengendalikan
laju inflasi di Solo Raya?
3. Komoditas apa saja yang mempengaruhi inflasi di Solo Raya?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui langkah Kantor Bank Indonesia Solo dalam
mengendalikan inflasi di Solo Raya.
2. Untuk mengetahui peran Kantor Bank Indonesia Solo dalam
commit to user
3. Untuk mengetahui komoditas apa saja yang mempengaruhi inflasi di Solo
Raya.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Untuk membandingkan teori yang telah dipelajari dengan praktik yang
dilakukan oleh Bank Sentral serta menambah wawasan berfikir tentang
seluk beluk dunia perbankan.
2. Bagi Pihak Bank
Diharapkan melalui hasil penelitian yang dicapai dapat dijadikan sebagai
bahan pertimbangan terhadap kebijakan perusahaan yang telah ada dan
dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi kebijakan yang akan
disusun oleh perusahaan pada periode selanjutnya.
3. Bagi Pihak Lain
Sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya dan mengembangkan hasil
commit to user
E. Metode Penelitian
1. Metode Observasi
Metode observasi ini dilakukan dengan cara mengamati sistem kerja dan
mengamati komunikasi antara pegawai Bank Indonesia.
2. Metode Wawancara
Metode wawancara ini dilakukan dengan cara tanya jawab kepada pegawai
Bank Indonesia sesuai dengan tugas masing-masing. Adapun pihak-pihak
yang di wawancarai adalah pegawai.Bank Indonesia.
3. Metode Kepustakaan
Yaitu dengan mempelajari buku-buku yang berhubungan dengan pengertian
commit to user
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Bank
Keberadaan bank dalam perekonomian modern sudah menjadi
kebutuhan yang sulit dihindari,karena bank sudah menyentuh kebutuhan setiap
orang dan seluruh lapisan masyarakat.Bank menjalankan fungsi intermediasi
yaitu dengan menyimpan dana masyarakat dan menyalurkan kembali dalam
bentuk kredit,selain itu bank juga memberikan jasa dan pelayanan
lain,misalnya dalam lalu lintas pembayaran dan jasa keuangan lainnya.
Menurut Undang-Undang No 10 tahun 1998 tentang perbankan,dalam
pasal 1) disebutkan bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana
dari masyarakat dalam bentuk pembiayaan,dan menyalurkan pada masyarakat
dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak.Sedangkan dalam pasal
2) disebutkan bahwa bank umum adalah bank yang dapat memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran.
Dari definisi tersebut dapar disimpulkan dari tiga fungsi utama bank
dalam pembangunan ekonomi (Kuncoro,2002,68-69 ) :
1. Bank sebagai lembaga yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk
simpanan.
2. Bank sebagai lembaga kredit yang menyalurkan dana ke masyarakat dalam
bentuk kredit.
commit to user
3. Bank sebagai lembaga yang melancarkan transaksi perdagangan dan
peredaran uang.
Bank dan lembaga keuangan bukan bank mempunyai peranan penting
dalam sistem keuangan,peranan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pengalihan asset (assets transmition )
Lembaga keuangan Bank (LKB ) dan Lembaga Keuangan Bukan Bank
(LKBB ) memberikan pinjaman kepada pihak yang membutuhkan dana
dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati.Sumber dana pinjaman
tersebut diperoleh dari pemilik dana yaitu unit surplus yang jangka
waktunya dapat diatur sesuai keinginan pemilik dana.Dalam hal ini LKB
dan LKBB telah bertindak sebagai pengalih asset dari unit surplus
(lender) kepada unit deficit ( borrowers ).Dalam kasus lain pengalihan
asset juga terjadi jika lembaga-lembaga keuangan menerbitkan sekuritas
sekunder
( giro,deposito berjangka,dana pensiun dan sebagainya ) yang kemudian
dibeli oleh unit surplus dan selanjutnya dipertukarkan dengan sekuritas
primer (saham,obligasi,promes,commercial paper dan sebagainya ) yang
diterbitkan oleh unit defisit.
b. Transaksi ( transaction )
LKB dan LKBB memberikan berbagai kemudahan kepada peleku
ekonomi untuk melakukan transaksi barang dan jasa.Produk-produk yang
dikeluarkan (giro, tabungan,deposito saham dan sebagainya ) merupakan
commit to user
c. Likuiditas ( Liquidity )
Unit surplus dapat menempatkan dana yang dimilikinya dalam bentuk
produk-produk berupa giro,tabungan,deposito dan
sebagainya.Produk-produk tersebut mempunyai likuiditas yang berbeda-beda.Untuk
kepentingan likuiditas pemilik dana,mereka dapat menempatkan dananya
sesuai dengan kepentingannya.
d. Efisiensi (Efficiency )
Peranan LKB dan LKBB adalah mempertemukan pemilik dan pengguna
modal.Lembaga keuangan memperlancar dan mempertemukan
pihak-pihak yang saling membutuhkan.Adanya informasi yang tidak simetris
antara peminjam dan investor menimbulkan masalah insentif.
Secara lebih spesifik fungsi bank dapat disebut sebagai agent of trust,
dimana dasar utama kegiatan bank adlah kepercayaan dari masyarakat,
tanpa adanya kepercayaan maka bank akan segera mati.Bank adalah
sebuah unit usaha yang mempunyai kekhususan karena dalam
menjalankan kegiatan usahanya sangat tergantung pada sumber dana dari
masyarakat sehingga kelangsungan kehidupan sangat tergantung dari
masyarakat.Apabila kemrosotan tersebut tidak hanya terhadap satu bank
tetapi meluas terhadapsistem perbankan,maka akan terjadi krisis
perbankan.Mengingat perbankan Indonesia masih mendominasi sektor
keuangan, maka krisis perbankan berarti krisis keuangan secara
keseluruhan.Agent of development yang mengandung arti bahwa kegiatan
commit to user
akan digunakan untuk kegiatan perekonomian sehingga dengan adanya
bank maka berbagai kegiatan produktif masyarakat akan bisa terlaksana.
Dan agent of services, yaitu LKB dan LKBB memberikan penawaran
jasa-jasa kepada masyarakat yang dapat berupa penjaminan, jasa-jasa penyelesaian
tagihan dan jasa-jasa yang lain.
B. Fungsi dan Jenis Bank
Bank merupakan lembaga keuangan yang memberikan jasa keuangan
kepada masyarakat secara lengkap. Bank memiliki fungsi sebagai berikut :
1. Bank sebagai penghimpun dana
Pada fungsi ini, bank mengumpulkan dana dari masyarakat hingga
mencapai suatu jumlah yang cukup berarti. Bentuk pengumpulan dana dari
masyarakat oleh bank beraneka ragam, di antaranya adalah simpanan giro,
giro berbunga, tabungan, deposito, maupun pinjaman antar bank.
2. Bank sebagai pemberi kredit
Dengan pemberian kredit, bank memberikan sumbangan yang penting
terhadap perputaran roda ekonomi bangsa. Kredit perbankan membantu
tersedianya dana untuk membiayai kegiatan produksi nasional.
3. Bank menunjang mekanisme pembayaran
Dengan menyediakan jasa pembayaran giral yaitu pembayaran dengan
cek, giro, transfer uang, dan kartu kredit bank telah membantu kelancaran
commit to user
Dari pendapat di atas, dapat dikemukakan bahwa inti dari fungsi bank
adalah bank sebagai lembaga intermediasi yaitu lembaga perantara yang
menyalurkan dana yang disimpan oleh nasabah untuk disalurkan dalam bentuk
kredit, serta bank sebagai lembaga keuangan yang dapat menunjang
mekanisme pembayaran. Bank menunjang mekanisme pembangunan dengan
menyediakan jasa pembayaran giral yaitu pembayaran dengan cek, giro,
transfer uang dan kartu kredit.
Berdasarkan fungsi-fungsi bank di atas, kiranya penulis perlu untuk
menjelaskan jenis-jenis dari bank itu sendiri. Jenis bank bermacam-macam
tergantung pada cara penggolongannya yaitu berdasarkan hal-hal sebagai
berikut :
1. Jenis bank berdasarkan undang-undang
Berdasarkan pasal 5 UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan,
terdapat dua jenis bank, yaitu :
a. Bank Umum.
Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
b. Bank Perkreditan Rakyat
Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan
usahanya secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang
dalam kegiatan usahanya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas
commit to user
2. Jenis bank berdasarkan kepemilikannyaa. Bank milik negara (Badan Usaha Milik Negara atau BUMN)
Merupakan bank yang akte pendirian dan modal bank ini sepenuhnya
dimiliki oleh Pemerintah Indonesia, sehingga seluruh keuntungan bank
ini dimiliki oleh pemerintah.
b. Bank milik pemerintah (Badan Usaha Milik Daerah atau BUMD)
Bank umum yang secara mayoritas sahamnya dimiliki oleh
Pemerintah.
c. Bank milik swasta nasional
Bank yang berbadan hukum Indonesia, yang sebagian atau seluruh
modalnya dimiliki oleh warga negara Indonesia dan atau berbadan
hukum Indonesia.
d. Bank milik asing (cabang atau perwakilan)
Merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri, baik milik swasta
asing maupun pemerintah asing.
3. Jenis bank berdasarkan penekanan kegiatannya
a. Bank retail
Bank yang mengkhususkan usahanya pada produk jasa bank yang
ditaklarkan, baik kepada perseorangan maupun badan usaha berskala
kecil.
b. Bank korporasi
Pelayanan perbankan kepada perusahaan besar dan unit usaha bukan
commit to user
c. Bank komersialAdalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional
dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang tujuannya mencari
keuntungan.
d. Bank pedesaan
Bank yang mengarah ke pengkreditan rakyat.
e. Bank pembangunan
Bank biasanya mengarah ke pembangunan pemerintah daerah.
f. Dan lain-lain.
4. Jenis bank berdasarkan prinsip atau instrumen yang digunakan
a. Bank konvensional
Bank konvensional adalah bank yang beroperasinya mengambil
keuntungan dari spread antar bunga pinjaman dengan bunga simpanan
dan mendasarkan segala aktivitasnya mengambil keuntungan dari
bunga.
b. Bank berdasarkan prinsip syariah
Pada dasarnya Bank umum syariah sama dengan bank umum
akan tetapi segala aktivitasnya didasarkan pada prinsip-prinsip syariah
islam dimana adanya pelarangan pengambilan bunga yang dalam
syariah islam termasuk salah satu jenis riba yang dilarang dalam
commit to user
Dari pendapat di atas, maka dapat di ambil kesimpulan bahwa bank
dapat digolongkan berdasarkan undang-undang, kepemilikannya, penekanan
kegiatannya dan berdasarkan pembayaran bunga atau pembagian hasil usaha.
C. Perekonomian Indonesia
Sejak krisis keuangan Asia di akhir tahun 1990-an, yang memiliki
selama lebih dari 30 tahun pemerintahan orde baru.Presiden Soeharto,
ekonomi Indonesia tumbuh dari GDP per kapita $70 menjadi lebih dari
$1.000 pada 1996. Melalui kebijakan moneter dan keuangan yang ketat,
inflasi ditahan sekitar 5%-10%, rupiah stabil dan dapat diterka, dan
pemerintah menerapkan sistem anggaran berimbang. Banyak dari anggaran
pembangunan dibiayai melalui bantuan asing
Pada pertengahan 1980-an pemerintah mulai menghilangkan
hambatan kepada aktivitas ekonomi. Langkah ini ditujukan utamanya pada
sektor eksternal dan finansial dan dirancang untuk meningkatkan lapangan
kerja dan pertumbuhan di bidang ekspor non-minyak. GDP nyata tahunan
tumbuh rata-rata mendekati 7% dari 1987-1997 dan banyak analisis mengakui
Indonesia sebagai ekonomi industri dan pasar utama yang berkembang.
Tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dari 1987-1997 menutupi
beberapa kelemahan struktural dalam ekonomi Indonesia. Sistem legal sangat
lemah, dan tidak ada cara efektif untuk menjalankan kontrak, mengumpulkan
hutang, atau menuntut atas kebangkrutan. Aktivitas bank sangat sederhana,
commit to user
pelanggaran peraturan, termasuk batas peminjaman. Hambatan non-tarif,
penyewaan oleh perusahaan milik negara, subsidi domestik, hambatan ke
perdagangan domestik, dan hambatan ekspor seluruhnya menciptakan
gangguan ekonomi.
Krisis finansial Asia Tenggara yang melanda Indonesia pada akhir
1997 dengan cepat berubah menjadi sebuah krisis ekonomi dan politik.
Respon pertama Indonesia terhadap masalah ini adalah menaikkan tingkat
suku bunga domestik untuk mengendalikan naiknya inflasi dan melemahnya
nilai tukar rupiah, dan memperketat kebijakan fiskalnya. Pada Oktober 1997,
Indonesia dan International Monetary Fund (IMF) mencapai kesepakatan
tentang program reformasi ekonomi yang diarahkan pada penstabilan
ekonomi makro dan penghapusan beberapa kebijakan ekonomi yang dinilai
merusak, antara lain Program Permobilan Nasional dan monopoli, yang
melibatkan anggota keluarga Presiden Soeharto. Rupiah masih belum stabil
dalam jangka waktu yang cukup lama, hingga pada akhirnya Presiden Suharto
terpaksa mengundurkan diri pada Mei 1998. Di bulan Agustus 1998,
Indonesia dan IMF menyetujui program pinjaman dana di bawah Presiden B.J
Habibie. Presiden Gus Dur yang terpilih sebagai presiden pada Oktober 1999
kemudian memperpanjang program tersebut.
Andil atas jatuhnya rezim Suharto pada bulan Mei 1998, keuangan
publik Indonesia telah mengalami transformasi besar. Krisis keuangan
tersebut menyebabkan kontraksi ekonomi yang sangat besar dan penurunan
commit to user
subsidi meningkat secara drastis, sementara belanja pembangunan dikurangi
secara tajam.
Saat ini, satu dekade kemudian, Indonesia telah keluar dari krisis dan
berada dalam situasi dimana sekali lagi negara ini mempunyai sumber daya
keuangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pembangunan. Perubahan
ini terjadi karena kebijakan makroekonomi yang berhati-hati, dan yang paling
penting defisit anggaran yang sangat rendah. Juga cara pemerintah
membelanjakan dana telah mengalami transformasi melalui "perubahan
besar" desentralisasi tahun 2001 yang menyebabkan lebih dari sepertiga dari
keseluruhan anggaran belanja pemerintah beralih ke pemerintah daerah pada
tahun 2006. Hal lain yang sama pentingnya, pada tahun 2005, harga minyak
internasional yang terus meningkat menyebabkan subsidi minyak domestik
Indonesia tidak bisa dikontrol, mengancam stabilitas makroekonomi yang
telah susah payah dicapai. Walaupun terdapat risiko politik bahwa kenaikan
harga minyak yang tinggi akan mendorong tingkat inflasi menjadi lebih besar,
pemerintah mengambil keputusan yang berani untuk memotong subsidi
minyak.
Keputusan tersebut memberikan US$10 miliar tambahan untuk
pengeluaran bagi program pembangunan. Sementara itu, pada tahun 2006
tambahan US$5 miliar telah tersedia berkat kombinasi dari peningkatan
pendapatan yang didorong oleh pertumbuhan ekonomi yang stabil secara
keseluruhan dan penurunan pembayaran utang, sisa dari krisis ekonomi. Ini
commit to user
dibelanjakan pada program pembangunan. Negara ini belum mengalami
'ruang fiskal' yang demikian besar sejak peningkatan pendapatan yang
dialami ketika terjadi lonjakan minyak pada pertengahan tahun 1970an. Akan
tetapi, perbedaan yang utama adalah peningkatan pendapatan yang besar dari
minyak tahun 1970-an semata-mata hanya merupakan keberuntungan
keuangan yang tak terduga. Sebaliknya, ruang fiskal saat ini tercapai sebagai
hasil langsung dari keputusan kebijakan pemerintah yang hati-hati dan tepat.
Walaupun demikian, sementara Indonesia telah mendapatkan
kemajuan yang luar biasa dalam menyediakan sumber keuangan dalam
memenuhi kebutuhan pembangunan, dan situasi ini dipersiapkan untuk terus
berlanjut dalam beberapa tahun mendatang, subsidi tetap merupakan beban
besar pada anggaran pemerintah. Walaupun terdapat pengurangan subsidi
pada tahun 2005, total subsidi masih sekitar US$ 10 miliar ari belanja
pemerintah tahun 2006 atau sebesar 15% dari anggaran total.
Berkat keputusan pemerintahan Habibie (Mei 1998 - Agustus 2001)
untuk mendesentralissikan wewenang pada pemerintah daerah pada tahun
2001 bagian besar dari belanja pemerintah yang meningkat disalurkan melalui
pemerintah daerah, pemerintah propinsi dan kabupaten di Indonesia sekarang
membelanjakan 37% dari total dana publik yang mencerminkan tingkat
desentralisasi fiskal yang bahkan lebih tinggi daripad rata-rata OECD.
Dengan tingkat desentralisasi di Indonesia saat ini dan ruang fiskal
yang kini tersedia, pemerintah Indonesia mempunyai kesempatan unik untuk
hati-commit to user
hati, hal tersebut memungkinkan daerah-daerah tertinggal di bagian timur
Indonesia untuk mengejar daerah-daerah lain di Indonesia yang lebih maju
dalam hal indikator sosial. Hal ini juga memungkinkan masyarakat Indonesia
untuk fokus ke generasi berikutnya dalam melakukan perubahan, seperti
meningkatkan kualitas layanan publik dan penyediaan infrastruktur seperti
yang ditargetkan. Karena itu, alokasi dana publik yang tepat dan pengelolaan
yang hati-hati dari dana tersebut pada saat mereka dialokasikan telah menjadi
isu utama untuk belanja publik di Indonesia kedepannya.
Sebagai contoh, sementara anggaran pendidikan telah mencapai
17.2% dari total belanja publik mendapatkan alokasi tertinggi dibandingkan
sektor lain mengambil sekitar 3.9% dari PDB pada tahun 2006, dibandingkan
dengan hanya 2,0% dari PDB pada tahun 2001 sebaliknya total belnja
kesehatan publik masih dibawah 1.0% dari PDB. Sementara itu, investasi
infrastruktur publik masih belum sepenuhnya pulih dari titik terendah pasca
krisis dan masih pada tingkat 3.4% dari PDB.Satu bidang lain yang menjadi
perhatian saat ini adalah tingkat pengeluaran untuk administrasi yang luar
biasa tinggi. Mencapai sekitar 15% pada tahun 2006, menunjukkan suatu
penghamburan yang signifikan atas sumber daya publik.
D. Inflasi
Inflasi merupakan suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum
dan terus menerus atau kontinyu berkaitan dengan mekanisme pasar yang
commit to user
meningkat atau adanya ketidaklancaran distribusi barang. Pengendalian dan
pencapaian laju inflasi yang rendah menjadi salah satu faktor penting dalam
mendukung pelaksanaan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
Pada dasarya, inflasi didefinisikan sebagai gejala kenaikan harga secara
umum. Hera, M. Ikhsan dan Widyanti (2000) mendefinisikan inflasi sebagai
“kenaikan harga umum secara terus-menerus dan persisten dari suatu
perekonomian.” sedangkan Mankiw (2006) menyatakan ”Economist use the
term inflation to describe a situation in which the economy’s overall price
level is rising” Sedangkan untuk mengukur tingkat inflasi suatu negara, bisa
digunakan tiga indikator (Ikhsan dan Widyanti,2000), yaitu:
1. Perubahan Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Indeks Biaya Hidup (IBH)
2. Perubahan Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB)
3. Perubahan Deflator GDP/GDY.
Masing-masing indikator punya kelebihan dan kekurangan, namun yang
utama adalah kita bagaimana menggunakan jenis indikator sesuai dengan
kebutuhan dan tujuan pengukuran. Di Indonesia, indikator yang sering
digunakan untuk mengukur inflasi ini adalah IHK. Inflasi adalah
kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus menerus.
Akan tetapi bila kenaikan harga hanya dari satu atau dua barang saja tidak
disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas atau menyebabkan
kenaikan sebagian besar dari harga barang-barang lain. Kenaikan harga-harga
barang itu tidaklah harus dengan persentase yang sama. Inflasi merupakan
commit to user
seluruh kelompok barang dan jasa. Bahkan mungkin dapat terjadi kenaikan
tersebut tidak bersamaan. Yang penting kenaikan harga umum barang secara
terus menerus selama suatu periode tertentu. Kenaikan harga barang yang
terjadi hanya sekali saja, meskipun dalam persentase yang cukup besar,
bukanlah merupakan inflasi. Atau dapat dikatakan, kenaikan harga barang
yang hanya sementara dan sporadis tidak dapat dikatakan akan menyebabkan
inflasi.
Dari kutipan di atas diketahui bahwa inflasi adalah keadaan dimana terjadi
kelebihan permintaan Excess Demand terhadap barang-barang dalam
perekonomian secara keseluruhan. Inflasi sebagai suatu kenaikan harga yang
terus menerus dari barang dan jasa secara umum (bukan satu macam barang
saja dan sesaat). Menurut definisi ini, kenaikan harga yang sporadis bukan
dikatakan sebagai Inflasi. Inflasi dapat digolongkan menurut sifatnya,
menurut sebabnya, parah dan tidaknya inflasi tersebut dan menurut asal
terjadinya. Menurut sifatnya Inflasi digolongkan dalam tiga kategori yaitu
inflasi merayap, inflasi menengah dan inflasi tinggi. Inflasi merayap adalah
kenaikan harga terjadi secara lambat, dengan persentase yang kecil dan dalam
jangka waktu yang relatif lama (di bawah 10% per tahun). Inflasi menengah
adalah kenaikan harga yang cukup besar dan kadang-kadang berjalan dalam
waktu yang relatif pendek serta mempunyai sifat akselerasi. Inflasi tinggi
adalah kenaikan harga yang besar bisa sampai 5 atau 6 kali.
Masyarakat tidak lagi berkeinginan menyimpan uang. Nilai uang merosot
commit to user
cepat, sehingga harga naik secara akselerasi.Menurut sebabnya inflasi
digolongkan dalam dua kategori yaitu demand pull inflation dan cost push
inflation. Demand pull inflation adalah inflasi yang bermula dari adanya
kenaikan permintaan total (agregat demand). Sedangkan produksi telah
berada pada keadaan kesempatan kerja penuh atau hampir mendekati
kesempatan kerja penuh. Apabila kesempatan kerja penuh full employment
telah tercapai, penambahan permintaan selanjutnya hanyalah akan menaikkan
harga saja (sering disebut dengan inflasi murni). Apabila kenaikan
permintaan ini menyebabkan keseimbangan GNP berada di atas/melebihi
GNP pada kesempatan kerja penuh maka akan terdapat adanya inflationary
gap. Inflationary gap inilah yang akan menyebabkan inflasi. Cost push
inflation, inflasi ini ditandai dengan kenaikan harga serta turunnya produksi.
Jadi inflasi yang dibarengi dengan resesi. Keadaan ini timbul dimulai dengan
adanya penurunan dalam penawaran total (agregat supply) sebagai akibat
kenaikan biaya produksi. Kenaikan produksi akan menaikkan harga dan
turunnya produksi. Serikat buruh yang menuntut kenaikan upah, manajer
dalam pasar monopolistis yang dapat menentukan harga (yang lebih tinggi),
atau kenaikan harga bahan baku, misalnya krisis minyak adalah faktor yang
dapat menaikkan biaya produksi, atau terjadi penawaran total aggregate
supply sebagai akibat kenaikan biaya produksi. Jika proses ini berlangsung
terus maka timbul cost push inflation.Berdasarkan parah tidaknya inflasi
commit to user
(dibawah 10% setahun), inflasi sedang (antara 10%-30% setahun), inflasi
berat (antara 30%-100% setahun) dan hiperinflasi (diatas 100% setahun).
Inflasi yang tidak terkendali menyebabkan keadaan perekonomian
menjadi kacau dan lesu karena pelaku-pelaku ekonomi menjadi tidak
semangat bekerja dan menabung karena nilai mata uang menjadi semakin
menurun. Lebih jauh, menipisnya jumlah dana pihak ketiga atau masyarakat
dalam perekonomian akan menyebabkan kelangkaan likuiditas sehingga suku
bunga naik dan investasi menjadi terbatas yang pada akhirnya dunia usaha
tidak akan meningkatkan produksinya. Selain itu, bagi golongan masyarakat
yang menerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan
swasta serta kaum buruh akan kewalahan menanggung dan mengimbangi
kenaikan harga atau dengan kata lain daya belinya menurun sehingga
kesejahteraan mereka menjadi semakin berkurang. Dampak negatif lain dari
inflasi yang tidak terkendali diantaranya adalah mendorong penanaman
modal yang bersifat spekulatif, menyebabkan defisit neraca pembayaran dan
menimbulkan ketidakstabilan ekonomi.
Untuk itu, perlu dicapai tingkat inflasi yang rendah dengan harga yang
stabil dalam rangka memberikan ekspetasi yang positif bagi pelaku-pelaku
ekonomi serta menciptakan iklim ekonomi yang kondusif bagi dunia usaha
agar kesejahteraan masyarakat yang lebih tinggi dapat diwujudkan. Inflasi
yang tinggi dan tidak stabil pada umumnya berasal dari fluktuasi harga
komoditas-komoditas yang masuk kategori volatile foods dan administered
commit to user
diantaranya adalah beras, cabe dan hasil-hasil pertanian lainnya, sementara
administered price merupakan komoditas yang harganya ditentukan oleh
pemerintah, tarmasul di dalamnya adalah Bahan Bakar Minyak (BBM) dan
listrik. Harga volatile foods dapat sangat berfluktuasi karena ketergantungan
pasokannya yang sangat tinggi terhadap keadaan cuaca, musim, gangguan
hama dan distribusi. Sementara itu, harga administered price seperti BBM
dan listrik banyak ditentukan oleh pemerintah sehingga kenaikan harga
barang-barang tersebut cenderung bersifat sesaat.
E. Kebijakan Moneter
1. Konsep Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter yang dilakukan oleh Bank Indoensia dalam
mewujudkan stabilitas ekonomi makro terdiri dari kerangka strategis dan
kerangka operasional. Kerangka strategis umumnya terkait dengan
pencapaian tujuan akhir kebijakan moneter (stabilitas harga, pertumbuhan
ekonomi, dan perluasan kesempatan kerja) serta strategi untuk mencapainya
exchange Rate targeting, monetary targeting, Inflation targeting, implicit but
not explicit anchor (Warjiyo dan Solikin, 2004). Kerangka operasional
kebijakan moneter terdiri dari instrumen, operasional, dan
sasaran-antara yang digunakan untuk mencapai sasaran akhir. Sasaran-sasaran-antara
diperlukan karena adanya time lag antara pelaksanaan kebijakan moneter
dengan hasil pencapaian sasaran akhir, sehingga untuk meninjau keefektifan
commit to user
segera. Untuk mencapai sasaran antara ini, diperlukan adanya sasaran
operasional agar proses transmisi dapat berjalan sesuai rencana. Kriteria dari
sasaran-operasional ini adalah memiliki kestabilan hubungan dengan sasaran
antara, dapat dikendalikan oleh bank sentral, dan informasi tersedia lebih
awal dari pada sasaran-antara. Sedangkan instrumen moneter merupakan
instrumen yang dimiliki bank sentral yang dapat mempengaruhi sasaran
operasional yang telah ditetapkan.
Sejak tahun 2000, Bank Indonesia menerapkan pola kebijakan moneter
yang diformulasikan dalam rangka mencapai sasaran tingkat inflasi yang
ditargetkan. Landasan hukum kebijakan Bank Indonesia ini adalah UU no 23
tahun 2004 tentang Bank Indonesia. Dalam undang-undang tersebut
diungkapkan bahwa sasaran laju inflasi merupakan sasaran akhir kebijakan
moneter Indonesia. Pola kebijakan ini dikenal juga dengan nama Inflation
Targeting Framework.
2. Inflation Targeting Framework (ITF)
Inflation Targeting Framework (ITF) merupakan suatu kerangka kerja
kebijakan moneter yang mempunyai ciri-ciri utama adanya pernyataan resmi
dari bank sentral dan dikuatkan dengan undang-undang bahwa tujuan akhir
dari kebijakan moneter adalah mencapai dan menjaga tingkat inflasi yang
rendah, dan mengumumkan target inflasi kepada publik. Perlunya mencapai
dan menjaga tingkat inflasi yang rendah dan stabil didasarkan oleh dua hal
commit to user
oleh masyarakat akibat terjadinya laju inflasi yang tinggi, serta adanya temuan
empiris yang menunjukkan bahwa dalam jangka menengah-panjang,
kebijakan moneter hanya akan berpengaruh terhadap inflasi, bukan pada
pertumbuhan ekonomi, walaupun belum terdapat kesepakatan tentang
pengaruh kebijakan moneter dalam jangka pendek terhadap pertumbuhan
ekonomi dalam jangka pendek. Inflation Targeting Framework merupakan
sebuah kerangka kebijakan moneter yang ditandai dengan pengumuman
kepada publik mengenai target inflasi yang hendak dicapai dalam beberapa
periode ke depan. Secara eksplisit dinyatakan bahwa inflasi yang rendah dan
stabil merupakan tujuan utama dari kebijakan moneter. Sesuai definisi di atas,
sejak berlakunya UU No. 23/1999 Indonesia sebenarnya dapat dikategorikan
sebagai "Inflation Targeting Lite Countries". Alasan pemilihan Inflation
Targeting Framework sebagai berikut :
a. Pemilihan kerangka kerja kebijakan moneter Inflation Targeting
didasarkan atas beberapa prtimbangan sebagai berikut :
1) Memenuhi prinsip-prinsip kebijakan moneter yang sehat sound.
2) Sesuai dengan amanat UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3/2004.
3) Hasil riset menunjukkan semakin sulit pengendalian besaran moneter.
4) Pengalaman empiris negara lain menunjukkan bahwa negara yang
menerapkan Inflation Targeting Framework berhasil menurunkan
commit to user
5) Dapat meningkatkan kredibilitas BI sebagai pengendali inflasi melalui
komitmen pencapaian target.
b.Penerapan Inflation Targeting Framework bukan berarti bahwa bank
sentral hanya menaruh perhatian pada inflasi saja, dan tidak lagi
memperhatikan pertumbuhan ekonomi maupunkebijakan dan
perkembangan ekonomi secara keseluruhan. Inflation Targeting
Framework bukanlah suatu kaidah yang kaku rule tetapi sebagai
kerangka kerja menyeluruh framework untuk perumusan dan pelaksanaan
kebijakan moneter. Fokus ke inflasi tidak berarti membawa
perekonomian kepada kondisi yang sama sekali tanpa inflasi zero
inflation.
c.Inflasi rendah dan stabil dalam jangka panjang, justru akan mendukung
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan suistanable growth.
Penyebabnya, karena tingkat inflasi berkorelasi positif dengan
fluktuasinya. Manakala inflasi tinggi, fluktuasinya juga meningkat,
sehingga masyarakat merasa tidak pasti dengan laju inflasi yang akan
terjadi di masa mendatang. Akibatnya, suku bunga jangka panjang akan
meningkat karena tingginya premi risiko akibat inflasi. Perencanaan
usaha menjadi lebih sulit, dan minat investasi pun menurun.
Ketidakpastian inflasi ini cenderung membuat investor lebih memilih
investasi asset keuangan jangka pendek ketimbang investasi riil jangka
commit to user
bahwa kebijakan yang anti inflasi sebenarnya adalah justru kebijakan
yang pro pertumbuhan.
Enam elemen mendasar dalam langkah-langkah penguatan kerangka kerja
kebijakan moneter yang baru mulai Juli 2005 agar konsisten dengan
penerapan Inflation Targeting Framework (ITF):
a. Penggunaan suku bunga disebut BI Rate sebagai reference Rate dalam
pengendalian moneter, sebagai pengganti sasaran operasional uang
primer.
b. Penguatan proses perumusan kebijakan moneter dengan strategi
antisipatif forward looking strategi dalam mengarahkan respon
kebijakan moneter saat ini untuk pencapaian sasaran inflasi ke depan.
c. Strategi komunikasi yang lebih transparan untuk memperkuat sinyal
kebijakan moneter kepada pasar dan upaya pembentukan ekspektasi
inflasi.
d. Penguatan koordinasi kebijakan dengan pemerintah untuk
meminimalkan tekanan inflasi dari kenaikan administered prices dan
volatile foods maupun untuk sinergi kebijakan ekonomi secara
keseluruhan.
e. Sejak Juli 2005, Bank Indonesia menggunakan Inflation Targeting
Framework (ITF) sebagai kerangka kebijakan Moneter.
f. Inflation Targeting Framework (ITF) merupakan kerangka kerja
commit to user
untuk mencapai sasaran inflasi beberapa tahun ke depan yang secara
eksplisit ditetapkan dan diumumkan.
Empat prinsip pokok rezim kebijakan moneter dengan Inflation Targeting
Framework (ITF) :
a. Memiliki sasaran utama yaitu sasaran inflasi yang dijadikan sebagai
prioritas pencapaian overriding objective dan acuan nominal anchor
kebijakan moneter.
b. Bersifat antisipatif preventive atau forward looking dengan
mengarahkan respon kebijakan moneter saat ini untuk pencapaian
sasaran inflasi ke depan.
c. Mendasarkan pada analisis, prakiraan, dan kaidah kebijakan tertentu
dalam menetapkan pertimbangan respon kebijakan moneter constrained
discretion.
d. Sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola yang sehat good governance,
yaitu berkejelasan tujuan, konsisten, transparan, dan berakuntabilitas.
Pendekatan Harga sejak tahun 2000, dengan diberlakukannya UU No. 23
Tahun 1999 BI telah menentukan dan mengumumkan sasaran inflasi sebagai
sasaran akhir kebijakan moneter. Dengan amandemen UU Bank Indonesia
No. 3 Tahun 2004, Pemerintah setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia
telah menetapkan dan mengumumkan sasaran inflasi IHK untuk tahun 2005,
2006, dan 2007. BI telah menempuh sejumlah langkah dalam memperkuat
commit to user
Pengembangan indikator, riset, pemodelan ekonomi untuk dasar analisis,
prakiraan, dan perumusan kebijakan. Rapat Dewan Gubernur (RDG) sebagai
proses perumusan kebijakan moneter. Pengembangan laporan dan strategi
komunikasi untuk transparansi dan akuntabilitas kebijakan moneter kepada
publik. Dalam hal ini BI menggunakan pendekatan harga untuk mencapai
[image:43.612.144.516.220.630.2]sasaran inflasi yang telah ditetapkan.
Gambar 2.1 Kerangka Kerja Pedekatan Harga
commit to user
Berdasarkan kerangka kerja pendekatan harga, instrumen-instrumen
kebijakan moneter seperti operasi pasar terbuka open market operation,
fasilitas diskonto discount facility, cadangan minimum reserve requirement,
intervensi nilai tukar foreign exchange intervension akan mempengaruhi
tingkat bunga Interes Rate sebagai target operasionalnya. Setelah target
operasional tercapai maka akan mempengaruhi kapasitas dan aktivitas
perekonomian yang pada akhirnya akan berdampak terhadap perubahan inflasi.
Sebelum Juli 2005, operasi moneter masih menggunakan uang primer base
money sebagai sasaran operasional. Cara ini dirasakan semakin tidak sejalan
dengan penerapan kebijakan moneter dengan Inflation Targetting Framework
(ITF), terutama karena:
a. Hubungan antara uang primer dengan inflasi dan pertumbuhan ekonomi
semakin tidak stabil dan mengalami hubungan terbalik.
b. Sinyal kebijakan moneter kepada pasar dan masyarakat kurang efektif,
c. Respon kebijakan moneter cenderung mengarah ke belakang backward
looking dan lebih sulit dilakukan.
d. Uang primer lebih sulit dikendalikan oleh bank sentral karena perilaku
permintaan uang kartal masyarakat di Indonesia.
e. Sejak 1999-sebelum Juli 2005,dalam literature, Indonesia dikategorikan
commit to user
Dengan melihat perbandingan pendekatan dalam pengendalian inflasi, bisa
disimpulkan bahwa pendekatan price based approach secara empiris lebih
efektif digunakan untuk mengendalikan inflasi dari pada metode metode
pendekatan kuantitas. Hal ini, menurut hemat penulis bisa dijadikan sebagai
pendukung empiris dari pemilihan pendekatan ini dalam kerangka kebijakan
moneter untuk pengendalian inflasi Inflation Targetting Framework. Namun,
yang perlu dijadikan pertimbangan adalah instrumen-instrumen kebijakan
moneter yang dipilih untuk mempengaruhi sasaran operasionalnya.
Tampaknya, BI patut mengembangkan instrumen-instrumen yang memberikan
pengaruh yang lebih efektif untuk keberhasilan transmisi efek yang diinginkan.
Sehingga akhirnya akan terbentuk sebuah kerangka kebijakan yang efektif
dalam rangka mencapai sasaran akhir pengendalian inflasi menuju stabilitas
moneter dalam perekonomian nasional.
3. Indikator dan Respon Kebijakan Moneter
Indikator kebijakan moneter dilakukan dengan berbagai pertimbangan
sebagai berikut :
a. Dalam merumuskan kebijakan moneter, Bank Indonesia akan selalu
melakukan analisis dan mempertimbangkan berbagai indikator
ekonomi, khususnya prakiraan inflasi, pertumbuhan ekonomi,
besaran-besaran moneter dan perkembangan sektor ekonomi dan keuangan
commit to user
b. Demikian pula, Bank Indonesia akan selalu dan terus memperhatikan
langkah-langkah kebijakan ekonomi yang ditempuh pemerintah.
Langkah-langkah koordinasi kebijakan yang selama ini telah
berlangsung baik akan terus diperkuat dan ditingkatkan.
c. Analisis dan prakiraan berbagai variabel ekonomi tersebut
dipertimbangkan untuk mengarahkan agar prakiraan inflasi ke depan
sejalan dengan kisaran sasaran inflasi yang telah ditetapkan.
Respon kebijakan moneter selalu berorientasi kepada kebijakan sebagai
dasar dan tujuan kebijakan moneter sebagai berikut :
a. Tujuan dan bentuk respon kebijakan moneter adalah sebagai berikut:
1) Respon stance kebijakan moneter ditetapkan untuk menjamin
agar pergerakan inflasi dan ekonomi ke depan tetap berada pada
jalur pencapaian sasaran inflasi yang telah ditetapkan
(konsistensi).
2) Respon kebijakan moneter dinyatakan dalam kenaikan,
penurunan, atau tidak berubahnya BI Rate.
3) Perubahan (kenaikan atau penurunan) BI Rate dilakukan secara
commit to user
b. Fungsi BI Rate sebagai sinyal kebijakan yaitu :
1) BI Rate adalah suku bunga instrument signaling Bank
Indonesia yang ditetapkan pada Rapat Dewan Gubernur (RDG)
triwulan untuk berlaku selama triwulan berjalan (satu triwulan),
kecuali ditetapkan berbeda oleh Rapat Dewan Gubernur (RDG)
bulanan dalam triwulan yang sama. Dengan demikian, rata-rata
tertimbang hasil lelang Sertifikat Bank Indonesia (SBI) pada
setiap kali lelang SBI tidak lagi diinterpretasikan oleh
stakeholders sebagai sinyal kebijakan moneter Bank Indonesia.
2) BI Rate diumumkan ke publik segera setelah ditetapkan dalam
Rapat Dewan Gubernur (RDG) sebagai sinyal stance kebijakan
moneter (yang lebih jelas dan tegas) dalam merespon prospek
pencapaian sasaran inflasi ke depan.
3) BI Rate digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan operasi
pengendalian moneter untuk mengarahkan agar rata-rata
tertimbang suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 1 bulan
hasil lelang OPT (suku bunga instrumen liquidityadjustment)
berada di sekitar BI Rate. Selanjutnya suku bunga SBI 1 bulan
diharapkan mempengaruhi suku bunga pasar uang (SBPU) dan
suku bunga jangka panjang.
c. Proses penetapan respon kebijakan moneter sebagai berikut :
1) Penetapan respon kebijakan moneter dilakukan dalam Rapat
commit to user
2) Respon kebijakan moneter ditetapkan untuk periode satu
triwulan ke depan.
3) Penetapan respon kebijakan moneter dilakukan dengan
memperhatikan efek tunda (lag) kebijakan moneter dalam
mempengaruhi inflasi.
4) Dalam kondisi yang luar biasa, penetapan respon kebijakan
moneter dapat dilakukan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG)
bulanan.
d. Dasar pertimbangan penetapan respon kebijakan
1) BI Rate merupakan respon bank sentral terhadap tekanan inflasi
ke depan agar tetap berada pada sasaran yang telah ditetapkan.
Perubahan BI Rate dilakukan terutama jika deviasi proyeksi
inflasi terhadap targetnya inflation gap dipandang telah bersifat
permanen dan konsisten dengan informasi dan indikator lainnya.
2) BI Rate ditetapkan oleh Dewan Gubernur secara diskresi dengan
mempertimbangkan:
a) Rekomendasi BI Rate yang dihasilkan oleh fungsi reaksi
kebijakan dalam model ekonomi untuk pencapaian
sasaran inflasi, dan
b) Berbagai informasi lainnya seperti leading indicators,
commit to user
opinion, assesmen faktor risiko dan ketidakpastian serta
hasil-hasil riset ekonomi dan kebijakan moneter.
e. Respon kebijakan moneter dinyatakan dalam perubahan BI Rate (SBI
tenor 1 bulan) secara konsisten dan bertahap dalam kelipatan 25 basis
points (bps). Dalam kondisi untuk menunjukkan intensi Bank Indonesia
yang lebih besar terhadap pencapaian sasaran inflasi, maka perubahan
BI Rate dapat dilakukan lebih dari 25 bps dalam kelipatan 25 bps.
4. Operasi Pengendalian Moneter
Operasional pengendalian moneter memiliki 3 prinsip dasar. Berbeda
dengan pelaksanaan selama ini yang menggunakan uang primer, sasaran
operasional pengendalian moneter adalah BI Rate. Dengan langkah ini, sinyal
kebijakan moneter diharapkan dapat lebih mudah dan lebih pasti dapat
ditangkap oleh pelaku pasar dan masyarakat, dan karenanya diharapkan pula
dapat meningkatkan efektivitas kebijakan moneter. Kemudian pengendalian
moneter dilakukan dengan menggunakan instrumen: (i) Operasi Pasar Terbuka
(OPT), (ii) Instrumen likuiditas otomatis (standing facilities), (iii) Intervensi di
pasar valas, (iv) Penetapan giro wajib minimum (GWM), dan (v) Himbauan
moral (moral suassion). Pengendalian moneter diarahkan pula agar
perkembangan suku bunga pasar uang (PUAB) berada pada koridor suku
bunga yang ditetapkan. Langkah ini dilakukan untuk meningkatkan efektivitas
pengendalian likuiditas sekaligus untuk memperkuat sinyal kebijakan moneter
commit to user
5. Mekanisme Transmisi Alur Tingkat Bunga dan Harga
Mekanisme transmisi kebijakan moneter dapat berpengaruh terhadap
aktivitas ekonomi dan bisnis melalui alur tingkat bunga atau interest rate
channel dan alur harga aktiva atau asset price channel. Mekanisme transmisi
alur tingkat bunga dari ekspansi moneter adalah peningkatan permintaan
agregat sebagai akibat peningkatan ekspektasi inflasi dan penurunan tingkat
bunga riil. Penurunan tingkat bunga riil akan meningkatkan investasi dan
menurunkan biaya modal dalam proses produksi sehingga output agregat naik.
Mekanisme transmisi alur harga aktiva dari ekspansi moneter adalah
peningkatan permintaan agregat sebagai akibat peningkatan ekspektasi inflasi,
nilai perusahaan dan kekayaan individu. Peningkatan ekspektasi inflasi akan
menurunkan tingkat bunga riil sehingga nilai tukar mata uang depresiasi,
ekspor neto naik dan kemudian meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Tingkat
bunga merupakan kunci mekanisme transmisi moneter dalam model IS, model
LM, model AD dan model AS. Peningkatan stok uang akan menurunkan
tingkat bunga riil dan biaya modal serta meningkatkan investasi bisnis.
Peningkatan investasi akan meningkatkan permintaan agregat. Penurunan
tingkat bunga riil juga akan meningkatkan pengeluaran untuk pembelian rumah
dan barang tahan lama. Oleh sebab itu penurunan tingkat bunga akibat ekspansi
moneter akan meningkatkan belanja atau konsumsi dan permintaan agregat.
Pada tingkat bunga nominal yangsangat rendah, ekspansi moneter akan
meningkatkan ekspektasi tingkat harga dan inflasi, akibatnya tingkat bunga riil
commit to user
memegang uang, kemudian menstimulasi pengeluaran bisnis dan konsumen.
Peningkatan pengeluaran bisnis dan konsumen pada akhirnya akan
commit to user
BAB III
PEMBAHASAN
A. Profil Bank Indonesia
1. Sejarah Umum Bank Indonesia
Pada awalnya, Bank Indonesia merupakan bank milik Belanda dengan
nama De Javasche Bank (10 0ktober 1827), kemudian dinasionalisasi dengan
UU No.11 tahun 1951. Dengan UU Pokok Bank Indonesia No.11tahun 1953
istilah De Javasche Bank diganti dengan nama Bank Indonesia yang fungsinya
sebagai Bank Sentral Indonesia.
Berdasarkan Penetapan Presiden No. 17 tahun 1965, Bank Indonesia
dilebur menjadi Sistem Bank Tunggal dengan nama Bank Negara Indonesia
Unit I, yang fungsinya sebagai bank sirkulasi dan menjalankan fungsi bank
komersial. Dalam rangka pengamanan keuangan negara, pengawasan, dan
penyehatan sistem perbankan Indonesia, maka ditetapkanlah UU Pokok
Perbankan No.14 tahun 1967 dan UU No.13 tahun 1968 tentang Bank Sentral.
Dengan ketentuan yang baru tersebut mengakibatkan BNI Unit I dipisahkan
kembali dari sistem Bank Tunggal dan muncul istilah Bank Sentral dengan
nama Bank Indonesia.
Dalam kaitan ini, sesuai dengan UU No.23 tahun 1999 tentang Bank
Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 tahun 2004, sasaran
laju inflasi sebagai sasaran akhir kebijakan moneter yang semula ditetapkan
oleh Bank Indonesia telah diubah menjadi ditetapkan oleh
commit to user
pemerintah setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia. Perubahan
ini dimaksudkan untuksemakin meningkatkan koordinasi antara kebijakan
moneter dengan kebijakan fiskal dan ekonomi lainnya yang ditempuh
pemerintah dalam sasaran ekonomi makro. Di samping itu, perubahan tersebut
dimaksudkan pula untuk komitmen dan dukungan pemerintah dalam
pencapaian sasaran inflasi oleh Bank Indonesia.
Agar pelaksanaan kebijakan moneter dapat secara efektif mencapai
sasaran inflasi yang telah ditetapkan, maka harus dihindari penciptaan uang
beredar yang dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar pertimbngan moneter.
Pengalaman di masa orde lama maupun selama masa krisis menunjukkan
bahwa penggunaan kebijakan moneter untuk membiayai pengeluaran
pemerintah telah berdampak buruk pada peningkatan laju inflasi dan kegiatan
ekonomi secara keseluruhan. Sejalan dengan itu, berdasarkan UU No.23 tahun
1999 ditetapkan bahwa Bank Indonesia dilarng membeikan pinjaman kepada
pemerintah untuk membiayai pengeluaran APBN baik secara langsung
maupun melalui pembelian SUN atau Surat Utang Negara. Sesuai dengan
amandemen UU No.3 tahun 2004, pengecualian diperkenankan kepada Bank
Indonesia untuk membeli SUN guna pendanaan fasilitas pembiayaan darurat
yang dilakukan pemerintah dalam rangka mengatasi kesulitan perbankan yang
berdampak sistemik pada seluruh sistem keuangan dan perekonomian.
a. Visi, Misi Dan Nilai-nilai Strategis
Menurut UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, tujuan
commit to user
Rumusan tersebut merupakan pedoman bagi Bank Indonesia dalam
menetapkan misi dan visinya. Penetapan misi dan visi tersebut
merupakan hal yang penting karena perumusan misi dan visi dapat
memperjelas tujuan organisasi, mempermudah perencanaan dan proses
pengambilan keputusan, serta mempermudah pengkoordinasian unit-unit
dalam organisasi. Adapun mengenai misi, visi, nilai-nilai, dan sasaran
strategis Bank Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut:
1)Visi Bank Indonesia
Visi Bank Indonesia adalah suatu pernyataan yang merupakan
komitmen untuk mencapai misi yang ditetapkan sesuai dengan
harapan pihak yang berkepentingan dengan Bank Indonesia. Visi
Bank Indonesia adalah menjadi lembaga bank sentral yang dapat
dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan
nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah
dan stabil. Dapat dipercaya dimaksudkan dengan pengakuan oleh
pihak yang berkepetingan mengenai produk atau kebijakan yang
dikeluarkan oleh Bank Indonesia dapat dipercaya dan menjadi acuan
bagi lembaga, institusi, atau pihak-pihak lain baik di dalam maupun di
luar negeri. Pernyataan visi cukup penting bagi Bank Indonesia,
karena dapat:
commit to user
b)Memotivasi anggota Dewan Gubernur dan pegawai Bank
Indonesia untuk melaksanakan tugas-tugas.
2) Misi Bank Indonesia
Yang dimaksud dengan misi Bank Indonesia seperti yang
dituangkan dalam Keputusan Gubernur No.4/22/KEP/GBI/
INTERN/002 tanggal 28 Juni 2002 adalah suatu tujuan, tugas, dan
wewenang Bank Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam UU
tentang Bank Indonesia. Dengan perkataan lain, misi Bank Indonesia
adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui
pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan kestabilan
sistem keuangan untuk pembangunan nasional jangka panjang yang
berkesinambungan.
Bagi Bank Indonesia, perumusan misi dimaksud diharapkan
dapat membantu organisasi dalam :
a) Menerapkan dan menjaga konsistensi, serta kejelasan tujuan
organisasi;
b) Memberikan referensi untuk perencanaan dan proses pengambilan
keputusan;
c) Memperoleh komitmen para anggota Dewan Gubernur dan seluruh
pegawai, melalui komunikasi yang jelas tentang tugas organisasi;
dan
d) Memperoleh dukungan dan pengertian dari pihak-pihak yang
commit to user
3) Nilai-Nilai Strategis Bank Indonesia
Nilai-nilai strategis Bank Indonesia adalah nilai-nilai yang
menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen, dan pegawai untuk
bertindak dan atau berperilaku. Nilai-nilai strategis Bank Indonesia
yang dinyatakan dengan istilah “KITA Kompak” :
a) Kompetensi (competency): kondisi pegawai yang mempunyai
pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan yang dibutuhkan
untuk menyelesaikan suatu pekerjaan sesuai dengan kualitas yang
telah ditetapkan.
b) Integritas (integrity): konsistensi dan kepatuhan terhadap
nilai-nilai moral atau peraturan lainnya, terutama nilai-nilai kejujuran dan
anti KKN, serta mengutamakan kepentingan organisasi.
c) Transparansi (transpararency): kejelasan, dan keterbukaan dalam
latar belakang dan hasil suatu tujuan, keputusan, ataupun langkah
kerja organisasi maupun individu pegawai.
d) Akuntabilitas (accountability): pertanggungjawaban yang jelas
dari masing-masing individu atas semua tindakan yang diambil
beserta konsekuensinya, terutama dalam hal penyelesaian tugas
dan pengambilan keputusan.
e) Kebersamaan (cohesiveness): rasa kesatuan atau kekompakan ada
di dalam organisasi dan kedekatan dengan sesama individu
commit to user
komunikasi dan kerja sama yang baik, yang pada akhirnya dapat
meningkatkan produktivitas.
Nilai-nilai strategis ini penting dan berguna untuk :
a) Menentukan kedalaman, ruang lingkup dan prioritas upaya
organisasi dalam mmencapai visi dan misinya,
b)Menentukan ekspektasi organisasi dan mengkomunikasikannya
kepada pihak-pihak yang berkepentingan,
c) Menentukan bagaimana organisasi akan menjalankan tugas dan
kegiatannya,
d)Menetapkan karakteristik sumber daya manusia yang mampu
bekerja secara efektif.
2. Profil Kantor Bank Indonesia Solo
a. Sejarah Singkat KBI Solo
Kantor Cabang Bank Indonesia Solo dibuka pada tanggal 25
November 1867 dengan nama “Agentschap Soerakarta” sebagai kantor
cabang ke enam dari DE JAVASCHE BANK.
Pada tanggal 10 November 1908 gedung KBI Solo dibangun dengan
peletakan batu pertama oleh Moej. A. Roufls dengan perancang oleh
Biro Arsitek dan Insinyur “Vermont Cuypers & Hulswit”. Gedung baru
ini mulai digunakan pada tanggal 1 Agustus 1910 dengan alamat Jl Jend.
commit to user
Indonesia Solo mulai di buka pada tanggal 15 Januari 1949 dengan
status kelas 3.
(Bank Indonesia Solo, 2006)
b. Visi, Misi dan Sasaran Strategis KBI Solo
1). Visi Kantor Bank Indonesia Solo
Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah
melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank
Indonesia yang diberikan.
2). Misi Kantor Bank Indonesia Solo
Mendukung pencapaian kebijakan Bank Indonesia di
bidang moneter, perbankan dan sistem pembayaran secara efisien
dan optimal serta memberikan saran kepada Pemda dan lembaga
terkait lainnya di daerah dalam rangka mendukung pembangunan
ekonomi daerah.
c. Sasaran Strategis
1). Terkendalinya inflasi daerah dan tersedianya informasi ekonomi
regional.
2). Terwujudnya industri perbankan yang sehat.
3). Terpeliharanya kehandalan sistem pembayaran dan pengedaran uang.
4). Mendukung upaya pengendalian inflasi.
5). Mendorong upaya penyehatan industri perbankan.
commit to user
7). Meningkatkan efektifitas dan efesiensi penggunaan anggaran.
8). Memperkuat dukungan organisasi dan kepemimpinan pegawai, serta
mengembangan kompetensi pegawai.
9). Memperbaiki pelaksanaan