• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DO TALK RECORD (DTR) TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA KELAS IV MI/SD MATA PELAJARAN IPA MATERI BUNYI SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DO TALK RECORD (DTR) TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA KELAS IV MI/SD MATA PELAJARAN IPA MATERI BUNYI SKRIPSI"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh :

UMI UMAYAH_11150183000083

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1441 H/ 2020 M

(2)

i

(3)

ii

(4)

iii

(5)

iv ABSTRAK

UMI UMAYAH (11150183000083), ―Pengaruh Model Pembelajaran Do Talk Record (DTR) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Kelas IV MI/SD Mata Pelajaran IPA Materi Bunyi‖. Skripsi Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI), Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2020.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Do Talk Record (DTR) terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa.

Penelitian ini dilaksanakan di SD AL-FATH Cirendeu. Penelitian ini menggunakan metode quasi eksperimen dan desain penelitian yang digunakan adalah Non-Equivalent Control Group Design. Penelitian ini menggunakan 48 siswa sebagai sampel. Pengambilan sampel menggunakan teknik Simple Random Sampling dengan pengumpulan data menggunakan test kemampuan pemecahan masalah siswa dengan bentuk essay (pretest dan posttest). Teknik analisis data yang digunakan adalah uji normalitas menggunakan Saphiro-Wilk, Uji Homogenitas dengan menggunakan One Way Anova dan Uji Hipotesis menggunakan Independent T-test. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan uji-t pada taraf nyata 5% diperoleh nilai signifikasi 0,001 yang bernilai kurang dari α = 0,05 dan berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa yang menggunakan model pembelajaran Do Talk Record (DTR) lebih tinggi dibandingkan siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Kooperatif. Kesimpulan pada penelitian ini adalah pembelajaran IPA materi bunyi dengan menggunakan model Do Talk Record (DTR) dapat berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa.

Kata kunci: Do Talk Record (DTR), Kemampuan Pemecahan Masalah, Bunyi.

(6)

v ABSTRACT

UMI UMAYAH (11150183000083), "The Effect of the Do Talk Record Learning Model (DTR) on the Problem Solving Ability of Students in Class IV Madrasah Ibtidaiyah / Elementary School Science Subjects Sound Material". Thesis Department of Madrasah Ibtidaiyah Teacher Education (PGMI), Faculty of Tarbiyah and Teacher Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, 2020.

The purpose of this research to know effect of the Do Talk Record (DTR) learning model on students' problem solving abilities. This research was conducted at the AL-FATH Elementary School Cirendeu. This research uses a quasi-experimental method with a Nonequivalent Control Group Design research design. This research used 48 students as sample. Sampling using simple random sampling technique with data collection using the students' problem solving ability test with essays (pretest and posttest). The data analysis technique used is the normality test using Saphiro-Wilk, Homogeneity Test using One Way Anova and proceed to test the hypothesis using the Independent T-test. Based on the results of testing using the t-test at 5% significance level obtained significance value of 0.001 which is less than α = 0.05 The results obtained in this research is problem solving ability of students whose learning uses the Do Talk Record (DTR) model is higher than students whose learning using the cooperative learning model. The conclusion of this research is the learning of sound material using the Do Talk Record (DTR) model can affect the students' problem solving ability.

Keywords: Do Talk Record (DTR), Problem Solving Ability, Sound.

(7)

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wata‟ala atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Do Talk Record (DTR) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Kelas IV MI/SD Mata Pelajaran IPA Materi Bunyi” sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Sollallohu „alaihi wasallam, yang telah membawa umatnya dari zaman kegelapan hingga zaman terang benderang seperti sekarang ini.

Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari bahwa kemampuan dan pengetahuan penulis masih sangat terbatas. Namun, berkat kerja keras, perjuangan, kesungguhan hati, do’a, dorongan serta masukan-masukan yang positif dari berbagai pihak sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Dr. Sururin, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Asep Ediana Latip, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Rohmat Widiyanto, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing 1 dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang selalu meluangkan banyak waktu untuk memberikan bimbingan, pengarahan, motivasi serta nasihat dalam penulisan skripsi ini.

4. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan selama prsoes perkuliahan, semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan mendapatkan keberkahan dari Allah dan bermanfaat.

(8)

vii

5. Staf Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan serta staf Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan kemudahan dalam pembuatan surat-surat dan sertifikat.

6. Kepala SD AL-FATH, Ibu Lisna Sawitri C.,S.Si yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk melakukan penelitian.

7. Seluruh dewan guru SD AL-FATH, Ibu Nia, selaku guru pamong yang telah banyak membantu penulis selama penelitian berlangsung.

8. Siswa/I kelas IV SD AL-FATH, khususnya IV N dan IV F, yang telah bersikap aktif selama penulis mengadakan penelitian.

9. Teristimewa untuk keluarga tercinta Ayahanda Wahyo dan Ibunda Khasanah yang selalu mendoakan, melimpahkan kasih sayang, dan memberikan dukungan moril dan materil pada penulis. Kakak Ahmad Fadil yang selalu memberikan dorongan kepada penulis untuk tetap semangat dalam meraih cita-cita.

10. Teman-teman seperjuangan Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Angkatan 2015 kelas A dan B yang selalu memberikan motivasi dan saling bertukar informasi dan pengalaman selama penulisan skripsi ini.

Ucapan terima kasih juga kepada semua pihak yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga mendapat imbalan yang sesuai dari Allah Subhanahu wata‟ala.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat dibutuhkan demi kesempurnaan penulis dimasa yang akan datang. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat menambah pengetahuan dan bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Jakarta, 04 Februari 2020 Penulis

Umi Umayah

(9)

viii DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR BAGAN ... xiv

DAFTAR DIAGRAM ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Kegunaan Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN TEORI ... 8

A. Deskripsi Teoritik ... 8

1. Deskripsi Pembelajaran IPA di MI/SD ... 8

2. Deskripsi Model Pembelajaran Do Talk Record ... 12

a. Pengertian Model Pembelajaran ... 12

b. Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Pembelajaran ... 14

c. Ciri - Ciri Model Pembelajaran ... 14

d. Model Pembelajaran Do Talk Record (DTR) Dalam Pembelajaran IPA ... 15

3. Deskripsi Teori Kemampuan Pemecahan Masalah ... 20

(10)

ix

a. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah ... 20

b. Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah ... 25

4. Materi Bunyi ... 27

a. Definisi Bunyi ... 27

b. Sifat-sifat Bunyi ... 28

c. Sumber-sumber Bunyi ... 28

d. Jenis-jenis Bunyi ... 29

e. Perambatan Bunyi ... 29

f. Pemantulan Bunyi ... 30

g. Amplitudo ... 31

h. Resonansi Bunyi ... 32

B. Hasil Penelitian Relevan ... 32

C. Kerangka Berpikir ... 34

D. Hipotesis Penelitian ... 37

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 38

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 38

B. Metode dan Desain Penelitian ... 38

C. Populasi dan Sampel ... 40

D. Teknik Pengumpulan Data ... 41

E. Instrumen Penelitian ... 43

1. Tes ... 43

2. Non-Tes ... 46

F. Kontrol Terhadap Validitas Internal ... 46

1. Uji Coba Instrumen Tes ... 46

a. Pengujian Validitas ... 47

b. Pengujian Tingkat Kesukaran Butir Soal ... 48

c. Pengujian Daya Pembeda... 50

d. Pengujian Reliabilitas ... 51

2. Uji Coba Instrumen Non Tes ... 53

G. Teknik Analisis Data ... 53

1. Uji Prasyarat Analisis ... 53

(11)

x

a. Uji Normalitas ... 53

b. Uji Homogenitas ... 54

2. Uji Hipotesis Penelitian ... 54

H. Hipotesis Statistik ... 55

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 56

A. Deskripsi Data ... 56

1. Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Kelas Eksperimen ... 57

2. Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Kelas Kontrol ... 59

3. Perbandingan Kemampuan pemecahan Masalah Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Tiap Indikator ... 61

4. Perbandingan Kemampuan pemecahan Masalah Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 64

B. Pengujian Prasyarat Analisis dan Pengujian Hipotesis ... 65

1. Uji Normalitas Posttest Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa ... 65

2. Uji Homogenitas Posttest Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa ... 66

3. Hasil Pengujian Hipotesis ... 66

C. Temuan Penelitian ... 68

D. Pembahasan Terhadap Temuan Penelitian ... 69

1. Proses Pembelajaran Kelas Eksperimen ... 70

2. Proses Pembelajaran Kelas Kontrol ... 73

3. Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol ... 74

E. Keterbatasan Penelitian ... 81

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ... 83

A. Kesimpulan ... 83

B. Implikasi ... 83

C. Saran ... 84

(12)

xi

DAFTAR PUSTAKA ... 85 LAMPIRAN - LAMPIRAN

(13)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Do Talk Record (DTR)... 17

Tabel 3.1 Desain Penelitian ... 41

Tabel 3.2 Teknik Pengumpulan Data ... 44

Tabel 3.3 Kisi - kisi Instrumen Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa ... 46

Tabel 3.4 Pedoman Penskoran Rubrik Tes Kemampuan Pemecahan Masalah IPA ... 47

Tabel 3.5 Hasil Perhitungan Uji Validitas Instrumen ... 50

Tabel 3.6 Hasil Perhitungan Uji Taraf Kesukaran ... 51

Tabel 3.7 Hasil Perhitungan Uji Daya Pembeda... 53

Tabel 3.8 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas, Taraf Kesukaran dan Daya Pembeda ... 54

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen ... 58

Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen ... 59

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Kontrol... 60

Tabel 4.4 Statistik Deskriptif Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Kontrol ... 62

Tabel 4.5 Perbandingan Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah ... 63

Tabel 4.6 Perbandingan Statistik Deskriptif Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 65

Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 66

Tabel 4.8 Hasil Uji Homogenitas Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 67

Tabel 4.9 Hasil Uji T-Test Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol 68

(14)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Contoh Hasil Kegiatan Siswa Pada Lembar Kerja Kelompok

LKK ... 72

Gambar 4.2 Contoh Kesimpulan Siswa Kelas Eksperimen ... 73

Gambar 4.3 Aktivitas Belajar siswa Kelas Eksperimen ... 73

Gambar 4.4 Aktivitas Belajar Siswa Kelas Kontrol ... 74

Gambar 4.5 Jawaban Kelas Eksperimen Pada Soal 3a ... 75

Gambar 4.6 Jawaban Kelas Kontrol Pada soal 3a ... 76

Gambar 4.7 Jawaban Kelas Eksperimen Pada Soal 1b ... 77

Gambar 4.8 Jawaban Kelas Kontrol Pada soal 1b ... 77

Gambar 4.9 Jawaban Kelas Eksperimen Pada soal 1c ... 78

Gambar 4.10 Jawaban Kelas Kontrol Pada Soal 1c ... 79

Gambar 4.11 Jawaban Kelas Eksperimen Pada soal 1d... 80

Gambar 4.12 Jawaban Kelas Kontrol Pada soal 1d ... 80

(15)

xiv

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Berpikir... 38

(16)

xv

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 4.1 Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen ... 59 Diagram 4.2 Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Kontrol ... 61 Diagram 4.3 Perbandingan Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah ... 64

(17)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pedoman wawancara

Lampiran 2 Lembar observasi kegiatan mengajar Lampiran 3 Lembar observasi kegiatan belajar siswa

Lampiran 4 Kisi - kisi instrumen tes kemampuan pemecahan masalah ...

Lampiran 5 Rencana pelaksanaan pembelajaran kelas eksperimen Lampiran 6 Rencana pelaksanaan pembelajaran kelas control Lampiran 7 Tes evaluasi pembelajaran

Lampiran 8 Lembar kerja kelompok kelas eksperimen Lampiran 9 Lembar kerja siswa kelas kontrol

Lampiran 10 Instrumen tes kemampuan pemecahan masalah sebelum uji validitas

Lampiran 11 Perhitungan korelasi skor butir dengan skor total Lampiran 12 Perhitungan uji Reabilitas

Lampiran 13 Perhitungan uji Taraf Kesukaran Lampiran 14 Perhitungan uji Daya Pembeda

Lampiran 15 Instrumen tes kemampuan pemecahan masalah setelah uji validitas

Lampiran 16 Kunci jawaban instrument tes kemampuan pemecahan masalah

Lampiran 17 Hasil pretest kemampuan pemecahan masalah siswa kelas eksperimen

Lampiran 18 Hasil pretest kemampuan pemecahan masalah siswa kelas kontrol

Lampiran 19 Hasil posttest kemampuan pemecahan masalah siswa kelas eksperimen

Lampiran 20 Hasil posttest kemampuan pemecahan masalah siswa kelas kontrol

Lampiran 21 Perhitungan Distribusi Frekuensi Kelas Eksperimen Lampiran 22 Perhitungan Distribusi Frekuensi Kelas Kontrol

(18)

xvii Lampiran 23 Perhitungan uji Normalitas data Lampiran 24 Perhitungan uji Homogenitas Lampiran 25 Perhitungan uji Hipotesis

Lampiran 26 Surat permohonan expert judgement

Lampiran 27 Lembar penilaian validitas expert judgement Lampiran 28 Uji Referensi

Lampiran 29 Surat Bimbingan Skripsi

Lampiran 30 Surat Permohonan Izin Penelitian

Lampiran 31 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian

(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagai upaya untuk menghadapi era globalisasi yang semakin canggih dan menjadikan Indonesia yang lebih maju diperlukan penguatan karakter SDM yang kuat. Salah satu aspek yang dapat dilakukan untuk mempersiapkan karakter SDM yang kuat adalah melalui pendidikan. Pendidikan sangat diperlukan oleh setiap manusia. Dimana dan kapanpun kita pasti membutuhkan pendidikan. Pendidikan sangat diutamakan dalam hukum Islam sebagaimana dalam Al-Qur’an Surat Al- Mujadalah ayat 11 yang berbunyi:

ِعَفْزَي ُللها َنيِذَلّا اوُنَماَء ْمُكنِم َنيِذَلّاَو اوُتوُأ َمْلِعْلّا ٍتاَجَرَد Artinya:―Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.‖(QS.Al- Mujadalah:11)

Ayat tersebut mengandung makna bahwa Allah akan meninggikan derajat ahli ilmu dengan derajat-derajat yang banyak dalam pahala dan derajat meraih keridhaan. Dari makna ayat tersebut, kita bisa menyimpulkan bahwa Agama Islam sangat memperhatikan pendidikan terutama untuk mencari ilmu pengetahuan karena dengan ilmu pengetahuan manusia bisa berkarya dan berprestasi. Oleh karena itu, pendidikan harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya agar mampu menjadikan manusia yang berkualitas dan mampu memajukan bangsa dan negara.

Dalam hal ini, negara berperan penting dalam memajukan pendidikan di Indonesia, yakni sesuai dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.

20 pasal 3 tahun 2003 yang menegaskan bahwa, ―Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

(20)

kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab‖.1

Pendidikan dapat dimaknai dalam pengertian dasar maupun sebagai suatu proses. Dalam pengertian dasar, pendidikan adalah proses menjadi, yakni menjadikan seseorang menjadi dirinya sendiri yang tumbuh sejalan dengan bakat, watak, kemampuan dan hati nuraninya secara utuh. Sedangkan sebagai suatu proses, dapat dimaknai sebagai semua tindakan yang mempunyai efek pada perubahan watak, kepribadian, pemikiran, dan perilaku.2

Sekolah merupakan salah satu lembaga formal yang menyelenggarakan pendidikan. Sekolah memiliki berbagai macam bidang studi untuk dipelajari oleh peserta didik. Salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah adalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). IPA merupakan bagian dari ilmu pengetahuan yang mempunyai peran yang sangat signifikan dalam proses pembentukan kualitas sumber daya manusia. Kualitas pendidikan IPA harus terus ditingkatkan guna pembentukan sumber daya manusia yang memiliki kualitas tinggi, yaitu manusia yang mampu berpikir kritis, logis, sistematis, kreatif, inovatif, dan berinisiatif dalam memecahkan masalah yang terjadi.

Menurut Usman Samatowa, ilmu pengetahuan alam merupakan terjemahan kata-kata dalam bahasa Inggris yaitu natural science, artinya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Berhubungan dengan alam atau bersangkut paut dengan alam, science artinya ilmu pengetahuan. Jadi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau science itu dapat disebut sebagai ilmu tentang alam. Ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini. IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia.3

Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar membuka kesempatan untuk memupuk rasa ingin tahu anak didik secara ilmiah. Hal ini akan membantu siswa

1 Depdikbud. UU No. 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional (Jakarta: Depdikbud, 2003), h. 37.

2 Dedy Mulyasana, Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing, (Bandung: PT Remaja Risdakarya, 2011), cet. 1, h. 2.

3 Usman Samatowa, Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar, (Jakarta: PT Indeks Permata Puri Media, 2011), cet. 2, h. 3.

(21)

mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan mencari jawaban berdasarkan bukti serta mengembangkan cara berpikir ilmiah. Kemampuan pemecahan masalah merupakan bagian fundamental dari pembelajaran sains sehingga hal tersebut tidak boleh terlepaskan dari pembelajaran IPA. Kemampuan pemecahan masalah siswa dibutuhkan agar siswa mampu berpikir sistematis, logis kritis serta terampil dalam memecahkan masalah kehidupan yang dihadapinya.

Sehingga siswa yang memiliki kemampuan pemecahan masalah akan mudah menghadapi kemajuan diberbagai bidang.

Namun kenyataanya kemampuan pemecahan masalah siswa di Indonesia masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari hasil survei PISA (OECD, 2015) menunjukkan pada tahun 2015 Indonesia menempati peringkat 62 dari 70 negara yang disurvei dengan nilai rata-rata kemampuan IPA yaitu 403 dari nilai standar rata-rata yang ditetapkan oleh PISA adalah 493.4 Salah satu indikator yang dinilai dari survey adalah kemampuan pemecahan masalah siswa dalam mata pelajaran IPA. Dari hasil survey tersebut menunjukkan bahwa keterampilan IPA siswa di Indonesia, terutama kemampuan pemecahan masalah IPA siswa masih rendah.

Fakta di lapangan juga menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa masih tergolong rendah, hal ini berdasarkan hasil observasi peneliti dengan melakukan wawancara kepada guru mata pelajaran IPA kelas IV SD AL-FATH serta peneliti memperoleh informasi bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa kelas IV belum seperti yang diharapkan. Sebagian besar siswa masih mengalami miskonsepsi terhadap konsep-konsep dan masih bingung dalam menghubungkan konsep-konsep tersebut dalam percobaan.

Untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, siswa perlu dikembangkan keterampilan untuk memahami masalah, merencanakan penyelesaian masalah, melaksanakan rencana penyelesaian, dan memeriksa kembali penyelesaian. Menurut Polya dalam Amir, ada empat langkah yang harus dilakukan dalam pemecahan masalah yaitu: 1) Memahami masalah, 2)

4 Result From PISA 2015. Artikel diakses pada 2 Desember 2019 dari https://www.oecd.org/pisa/PISA-2015-Indonesia.pdf

(22)

Merencanakan penyelesaian, 3) Melaksanakan rencana penyelesaian, dan 4) Memeriksa kembali penyelesaian.5

Selain wawancara, peneliti juga melaksanakan tes studi pendahuluan pada kelas IV SD AL-FATH. Berdasarkan hasil test pra penelitian berupa soal pemecahan masalah sebanyak 4 soal pada pokok bahasan bunyi didapatkan hasil bahwa masih banyak siswa yang mendapatkan nilai dibawah KKM. Rata-rata siswa masih belum terlalu paham bagaimana cara menyelesaikan masalah atau pertanyaan yang ada didalam soal tersebut. Dari 2 kelas yang terdiri dari kelas IV F dan IV N didapatkan rata-rata kelas IV F yaitu 33,13 dan kelas IV N yaitu 42,29.

Peneliti juga mendapatkan informasi bahwa model pembelajaran yang dilakukan guru dalam pembelajaran belum sesuai dengan kemampuan pemecahan masalah. Selain itu, soal latihan yang diberikan oleh guru biasanya hanya sebatas meniru dari contoh soal cerita sehingga siswa hanya menghafal konsep tanpa memahaminya. Ketika siswa diberikan soal pemecahan masalah, siswa masih mengalami kesulitan. Oleh karena itu dibutuhkan suatu model yang dapat melatih siswa dalam memahami masalah, melatih siswa dalam memecahkan masalah dengan pemberian soal-soal pemecahan masalah dan memperkuat daya ingat siswa melalui pengulangan atau penguatan. Salah satu model pembelajaran yang tepat untuk mengatasi hal tersebut adalah model pembelajaran Do Talk Record (DTR).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh I Made Mariawan menyatakan bahwa model pembelajaran PMDTR efektif untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah sains. Model pembelajaran Do Talk Record dilandasi oleh teori belajar konstruktivisme.6 Konstruktivisme merupakan suatu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah sebuah kontruksi atau bentukan diri kita sendiri. Dengan demikian dalam pembelajaran Do Talk Record guru tidak

5 Mohammad Faizal Amir, ―Peningkatan Kualitas Peserta Didik Melalui Implementasi Pembelajaran Abad 21,‖ Makalah disampaikan pada Prosiding Seminar Nasional Pendidikan, FKIP Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Sidoarjo, 24 Oktober 2015.

6 I Made Mariawan, ―Karakteristik Model Pembelajaran Pemecahan Masalah Do Talk Record Dalam Sains‖, Makalah disampaikan pada Prosiding Seminar Nasional Pendidikan, FMIPA UNDIKSHA III, Bali, 2013.

(23)

hanya menstransfer ilmu kepada siswa tetapi mengajak siswa untuk melakukan suatu kegiatan yang dapat membantunya dalam mengkonstruksikan pemahamannya.

Model pembelajaran Do Talk Record memiliki tiga tahapan, yaitu doing (melakukan), talking (berbicara/berdiskusi), dan recording (menulis). Pada tahap doing, siswa berinteraksi langsung dengan sumber belajar berupa LKK, alat peraga, ataupun media pembelajaran lainnya. Pada tahap kedua, yaitu tahap talking, siswa mengembangkan pengetahuan yang didapat pada tahap sebelumnya melalui diskusi kelompok atau diskusi kelas dan pada tahap terakhir, yaitu tahap recording, siswa membuat catatan singkat atau ringkasan kesimpulan yang didapat selama proses pembelajaran menggunakan gambar atau kata-kata.7

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Do Talk Record (DTR) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Kelas IV MI/SD Mata Pelajaran IPA Materi Bunyi”.

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan tersebut, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:

1. Siswa kurang terlatih untuk menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah IPA, karena soal yang diberikan guru tergolong soal rutin dan kurang bervariasi.

2. Kemampuan pemecahan masalah IPA siswa yang masih rendah yaitu terdapat 4 indikator kemampuan pemecahan masalah belum seperti yang diharapkan.

3. Model pembelajaran yang dilakukan guru dalam pembelajaran sejauh ini belum sesuai dengan kemampuan pemecahan masalah.

7Amalia Syafitri, ―Pengaruh Model Pembelajaran Do Talk Record Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa‖, Skripsi pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta:

2016. Tidak dipublikasikan.

(24)

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, agar penelitian ini lebih jelas dan terarah,

\;tidak terjadinya penyimpangan, serta dapat mencapai tujuan yang diharapkan, maka penelitian ini hanya akan membahas permasalahan:

1. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran Do Talk Record (DTR). Yaitu model pembelajaran yang terdiri dari tiga langkah yaitu Do, Talk dan Record.

2. Pada aspek kognitif dalam penelitian ini, dibatasi hanya pada kemampuan pemecahan masalah IPA yaitu memahami masalah, merencanakan penyelesaian masalah, melaksanakan rencana penyelesaian dan memeriksa kembali penyelesaian.

3. Materi yang menjadi pokok bahasan adalah materi bunyi.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan batasan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: ―Apakah terdapat pengaruh model pembelajaran Do Talk Record (DTR) terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa kelas IV MI/SD mata pelajaran IPA materi bunyi?‖.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat kita ketahui tujuan penelitian ini adalah: ―Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh model pembelajaran Do Talk Record (DTR) terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa kelas IV MI/SD mata pelajaran IPA materi bunyi‖.

F. Kegunaan Penelitian

Adapun harapan penulis yang didapatkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

(25)

1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran berupa ilmu pengetahuan serta masukan dan referensi bagi dunia pendidikan dan pengajaran.

2. Secara Praktis

Hasil penelitian diharapkan bisa memberikan sumbangan pemikiran bagi pemecahan masalah yang terkait dengan judul penelitian sehingga berdampak pada hasil belajar yang diinginkan.

a. Bagi siswa, hasil penelitian menggunakan model pembelajaran Do Talk Record (DTR) diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dalam mata pelajaran IPA agar tercipta suasana belajar yang menyenangkan.

b. Bagi guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu alternatif dalam pemilihan model pembelajaran sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.

c. Bagi pihak sekolah, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi atau sebagai acuan untuk meningkatkan mutu pendidikan.

d. Bagi peneliti, merupakan pengalaman yang dapat digunakan sebagai bekal untuk terjun langsung ke dunia pendidikan, selain itu, dapat menginspirasi peneliti lain sebagai referensi dalam penggunaan model untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa pada mata pelajaran IPA materi bunyi.

(26)

8

A. Deskripsi Teoritik

1. Deskripsi Pembelajaran IPA di MI/SD

Kata pembelajaran merupakan perpaduan dari dua aktivitas belajar dan mengajar. Belajar adalah suatu aktivitas yang dilakukan seseorang dengan sengaja dalam keadaan sadar untuk memperoleh suatu konsep, pemahaman, atau pengetahuan baru sehingga memungkinkan seseorang terjadinya perubahan perilaku yang relatif tetap baik dalam berpikir, merasa, maupun dalam bertindak.

Aktivitas belajar secara metodologis cenderung lebih dominan pada siswa, sementara mengajar secara instruksional dilakukan oleh guru. Jadi istilah pembelajaran adalah ringkasan dari kata belajar dan mengajar.

Istilah pembelajaran mulai populer semenjak lahirnya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003. Menurut undang-undang ini, pembelajaran diartikan sebagai proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Menurut pengertian ini, pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan, kemahiran, dan tabiat, serta pembentukan sikap dan keyakinan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Namun dalam implementasinya, sering kali kata pembelajaran ini diidentikkan dengan kata mengajar.1

Pembelajaran dapat diartikan sebagai proses kerja sama antara guru dan siswa dalam memanfaatkan segala potensi dan sumber yang ada baik potensi yang bersumber dari dalam diri manusia itu sendiri seperti minat, bakat, dan kemampuan dasar yang dimiliki termasuk gaya belajar maupun potensi yang ada

1Ahmad Susanto, Teori Belajar & Pembelajaran di Sekolah Dasar, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2013), cet. 1, h. 19.

(27)

di luar diri siswa seperti lingkungan, sarana dan sumber belajar sebagai upaya untuk mencapai tujuan belajar tertentu.2

Berdasarkan dari beberapa definisi tersebut dapat dipaparkan bahwa pembelajaran adalah suatu rangkaian kegiatan dimana tujuan harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan berupa proses interaksi peserta didik dengan pendidik dalam memanfaatkan segala potensi dari dalam diri seperti minat, bakat, dan kemampuan dasar yang dimiliki maupun potensi yang ada di luar diri siswa seperti lingkungan, sarana, dan sumber belajar sebagai upaya untuk mencapai tujuan belajar tertentu.

Berbagai pendapat muncul berkenaan dengan pengertian IPA yang dilandasi oleh pengetahuan dan pengalaman yang berbeda-beda. Ilmu pengetahuan alam merupakan terjemahan kata-kata dalam bahasa Inggris yaitu natural science, artinya ilmu pengetahuan alam (IPA). Berhubungan dengan alam atau bersangkut paut dengan alam, science artinya ilmu pengetahuan. Jadi ilmu pengetahuan alam (IPA) atau science itu pengertiannya dapat disebut sebagai ilmu tentang alam.

Ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini.3

Ilmu pengetahuan alam (IPA) atau sains dalam arti sempit sebagai disiplin ilmu dari physical sciences dan life sciences. Yang termasuk physical sciences adalah ilmu-ilmu astronomi, kimia, geologi, mineralogi, meteorologi, dan fisika;

sedangkan life sciences meliputi biologi (anatomi, fisiologi, zoologi, citologi dan seterusnya). IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia.4

IPA merupakan pengetahuan dari hasil kegiatan manusia yang diperoleh dengan menggunakan langkah-langkah ilmiah yang berupa metode ilmiah dan

2 Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), Cet. 6, h. 26.

3 Usman Samatowa, Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar, (Jakarta: PT Indeks Permata Puri Media, 2011), cet. 2, h. 3.

4Ibid.

(28)

didapat dari hasil eksperimen atau observasi yang bersifat umum sehingga akan terus di sempurnakan.5

Dari beberapa pendapat ahli mengenai pengertian IPA tersebut, dapat diambil pemahaman bahwa IPA secara bahasa berarti ilmu pengetahuan alam atau natural science. Sedangkan menurut istilah IPA diartikan sebagai ilmu yang membahas gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. Dengan demikian, pembelajaran IPA dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang meliputi proses interaksi peserta didik dengan pendidik dalam memanfaatkan segala potensi dari dalam diri seperti minat, bakat, dan kemampuan dasar yang dimiliki maupun potensi yang ada di luar diri siswa dengan melibatkan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan.

IPA sebagai disiplin ilmu dan penerapannya dalam masyarakat membuat pendidikan IPA menjadi penting. Dalam pembelajaran IPA, anak-anak perlu diberikan kesempatan untuk berlatih keterampilan-keterampilan proses IPA dan yang perlu di modifikasi sesuai dengan tahap perkembangan kognitifnya.

Tahap-tahapan perkembangan kognitif manusia menurut Piaget adalah sebagai berikut:

1) Tahap sensorimotorik (0-2 tahun)

Pada tahap ini, anak mengkontruksikan pemahaman mengenai dunia dengan mengkoordinasikan pengalaman sensoris (seperti melihat dan mendengar) dengan tindakan fisik atau motorik. Pemahaman anak mengenai dunia sangat tergantung pada ruang dan kesempatannya bereksplorasi memperkaya pengalaman sensorisnya. Dengan demikian, pengalaman sensoris masing-masing anak cenderung berbeda tergantung pada kesempatannya mengeksplorasi pengalaman sensorisnya itu.6

5 Nur Rohmah, ―Pengembangan Bahan Ajar Materi Pesawat Sederhana Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Siswa Kelas V SDN Kencong 04 Jember‖, Skripsi pada Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang: 2014. Tidak dipublikasikan.

6 Sudarwan Danim dan Khairil, Psikologi Pendidikan (Dalam Perspektif Baru), (Bandung:

ALFABETA, 2010), h. 78.

(29)

2) Tahap praoperasional (2-7 tahun)

Pada fase ini anak-anak mulai mempresentasikan dunia di sekitarnya melalui kata-kata, citra, dan gambar-gambar. Pada fase ini, gambar-gambar atau tokoh idola mereka merupakan stimulus yang sangat berarti dalam perkembangan kognitifnya.7

Periode ini sering disebut juga periode pemberian simbol yakni suatu benda diberi nama (simbol) karena anak masih tergantung pada kontak langsung dengan lingkungannya.

3) Tahap operasional konkret (7-11 tahun)

Pada saat ini anak dapat berpikir secara logis mengenai peristiwa-peristiwa yang konkrit dan mengklasifikasikan benda-benda ke dalam bentuk yang berbeda.8 Anak masih terbatas pada benda-benda konkrit yang dapat dilihat dan diraba oleh anak. Sedangkan benda-benda yang tidak tampak dalam kenyataan, sulit dipikirkan oleh anak.

4) Tahap operasional formal (11 tahun ke atas)

Periode ini merpakan operasi mental tingkat tinggi. Pada tahap ini, anak- anak sudah mampu berpikir lebih abstrak dan logis serta mampu memecahkan masalah melalui hipotesis dan alternatif yang ada.

Dengan mengacu pada teori tahapan perkembangan kognitif Piaget tersebut, maka dapat diketahui bahwa anak usia sekolah dasar berada pada tahapan operasional konkret (usia 7-11 tahun). Di mana pada rentang usia dini anak mulai menunjukkan perilaku belajar yang berkembang, yang ditandai dengan ciri-ciri; anak-anak mulai memandang dunia secara objektif, anak mulai berpikir secara operasional yaitu anak mampu memahami aspek-aspek kumulatif materi seperti volume, jumlah, berat, dll., anak mampu membentuk dan menggunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah, dan menggunakan hubungan sebab akibat, anak mampu memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang pendek, lebar, dll.

7 Ibid.

8 Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), Cet. 7, h. 47.

(30)

Mata pelajaran IPA di SD bertujuan agar siswa memiliki kemampuan berikut: a) memperoleh keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan ketentraman alam ciptaan Nya, b) mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari hari, c) mengembangkan rasa ingin tahu sikap positif dsn kesadaran tentang hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat, d) mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan, e) meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan dan f) memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan ketrampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP atau MTS.9 Salah satu materi pembelajaran IPA yang diajarkan di sekolah dasar yaitu materi tentang bunyi.

Materi ini diajarkan di kelas IV (empat) semester 1.

2. Deskripsi Model Pembelajaran Do Talk Record (DTR) a. Pengertian Model Pembelajaran

Model merupakan suatu konsepsi untuk mengajar suatu materi dalam mencapai tujuan tertentu. Dalam model mencakup strategi, pendekatan, metode maupun teknik.10

Strategi menurut Kemp adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Strategi menunjukkan pada sebuah perencanaan untuk mencapai sesuatu, sedangkan metode adalah cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan strategi. Dengan kata lain, strategi adalah a plan of operation achieving something; sedangkan metode adalah a way in achieving something.11

9 Nur Rohmah, ―Pengembangan Bahan Ajar Materi Pesawat Sederhana Berbasis Multimedia Interaktif Untuk Siswa Kelas V SDN Kencong 04 Jember‖, Skripsi pada Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang: 2014. Tidak dipublikasikan.

10 Lefudin, Belajar dan Pembelajaran, (Yogyakarta: Deepublish, 2017), Cet. 2, h. 172.

11 Rusman, Mode-Model Pembelajaran; Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta:

Rajawali Pers, 2011), h. 132.

(31)

Istilah model pembelajaran dibedakan dari istilah strategi pembelajaran, metode pembelajaran, atau prinsip pembelajaran. Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada suatu strategi, metode, atau prosedur. Menurut Depdiknas istilah model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi atau metode tertentu, yaitu: rasional teoritik yang logis yang disusun oleh penciptanya, tujuan pembelajaran yang akan dicapai, tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan secara berhasil, dan lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat dicapai.12

Model pembelajaran biasanya disusun berdasarkan berbagai prinsip atau teori pengetahuan. Joy dan Weil berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain.13

Dalam dunia pendidikan, menurut Smith Ragan model diartikan sebagai a plan, method, or series of activities designed to achieves a particular educational goal. Jadi dengan demikian model pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.14

Dari beberapa uraian pendapat tersebut, dapat dipahami bahwa model pembelajaran merupakan suatu rencana atau pola yang memiliki teori yang rasional, tujuan pembelajaran, tingkah laku mengajar serta lingkungan belajar yang digunakan untuk menyusun kurikulum agar tujuan pembelajaran dapat dicapai.

12 Lefudin, op. cit., h. 173.

13 Rusman, op. cit., h. 133.

14 Mohamad Syarif Sumantri, Strategi Pembelajaran; Teori dan Praktik di Tingkat Pendidikan Dasar, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), h. 40.

(32)

b. Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Pembelajaran

Sebelum menentukan model pembelajaran yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan guru dalam memilihnya, yaitu:1) Pertimbangan terhadap tujuan yang hendak dicapai, 2) Pertimbangan yang berhubungan dengan bahan atau materi pembelajaran, 3) Pertimbangan dari sudut peserta didik atau siswa, dan 4) Pertimbangan lainnya yang bersifat nonteknis.15

c. Ciri-ciri Model Pembelajaran

Model pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai berikut:16

1) Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu.

2) Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu, misalnya model berpikir induktif dirancang untuk mengembangkan proses berpikir indukif.

3) Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas, misalnya model Synectic dirancang untuk memperbaiki kreativitas dalam pelajaran mengarang.

4) Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan: a) urutan langkah-langkah pembelajaran (syntax), b) adanya prinsip- prinsip reaksi, c) sistem sosial, dan d) sistem pendukung.

Keempat bagian tersebut merupakan pedoman praktis bila guru akan melaksanakan suatu model pembelajaran.

5) Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran.

Dampak tersebut meliputi: a) Dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat diukur, b) Dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang.

6) Membuat persiapan mengajar (desain instruksional) dengan pedoman model pembelajaran yang dipilihnya.

15 Rusman, op. cit., h. 133.

16Ibid., hal. 136.

(33)

d. Model Pembelajaran Do Talk Record (DTR) dalam Pembelajaran IPA

Model pembelajaran Do Talk Record dilandasi oleh teori belajar konstruktivisme.17 Konstruktivis atau kontruktivisme merupakan suatu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah sebuah konstruksi atau bentukan diri kita sendiri. Dan menurut Piaget pembentukan atau konstruksi ini tak setiap kali diadakannya reorganisasi karena adanya suatu pemahaman baru18. Ciri-ciri dari konstruktivisme adalah: 1) Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, 2) Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar, 3) Murid aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah, 4) Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses konstruksi berjalan dengan lancar, 5) Struktur pembelajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan, selain itu yang yang paling penting adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa.19

Dengan demikian dalam pembelajaran Do Talk Record guru tidak hanya mentransfer ilmu kepada siswa tetapi mengajak siswa untuk melakukan suatu kegiatan yang dapat membantunya dalam mengkronstruksi pemahamannya. Model pembelajaran ini menuntut siswa untuk turut aktif dalam melakukan diskusi memecahkan suatu masalah yang disepakati oleh peserta didik dan guru serta melakukan berbagai kegiatan hingga memahami konsep atau ide sebelum mencatat ide-ide tersebut.

17 I Made Mariawan, ―Karakteristik Model Pembelajaran Pemecahan Masalah Do Talk Record Dalam Sains‖, Makalah disampaikan pada Prosiding Seminar Nasional Pendidikan, FMIPA UNDIKSHA III, Bali, 2013.

18 Moh Suardi, Belajar dan Pembelajaran, (Yogyakarta: Deepublish, 2015), Cet. 1, h. 166.

19Ibid., hal. 169.

(34)

Mason dan Johnston-Wilder mengungkapkan bahwa “The Do Talk Record framework was proposed as useful for remembering to get learners talking about their ideas before rushing into symbols and written record”. Artinya kerangka Do Talk Record dimaksudkan sebagai cara yang berguna sekali untuk mengingat ide-ide yang siswa bicarakan sebelum diterjemahkan ke dalam simbol-simbol maupun bahasa tertulis.20

1) Langkah-langkah Pembelajaran Do Talk Record (DTR)

Dalam model pembelajaran Do Talk Record, guru memandu peserta didik menguraikan rencana pemecahan masalah terhadap tahap-tahap kegiatan; guru memberi contoh mengenai penggunaan keterampilan dan strategi yang dibutuhkan supaya tugas-tugas tersebut dapat diselesaikan. Guru menciptakan suasana kelas yang fleksibel dan berorientasi pada upaya penyelidikan oleh peserta didik.

Adapun langkah-langkah dan prinsip reaksi model pembelajaran Do Talk Record menurut Made Mariawan sebagai berikut:21

Tabel 2.1

Langkah-langkah Pembelajaran Do Talk Record (DTR) Langkah

-langkah

Prinsip Reaksi

Siswa Guru

Do Eksplorasi konsep yang terkait dengan masalah

 Identifikasi,

meramalkan/menafsirkan/p

rediksi, dan

mendefinisikan konsep yang terkait dengan masalah

 Menghubungkan antar konsep yang terkait

 Menyiapkan sumber belajar yang dapat berupa buku teks, LKS,

masalah/fenomena yang mendukung kegiatan tersebut sesuai dengan konsep yang terkait dengan masalah.

20Amalia Syafitri, ―Pengaruh Model Pembelajaran Do Talk Record Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa‖, Skripsi pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta:

2016. Tidak dipublikasikan.

21 Mariawan, op. cit., h. 143.

(35)

dengan masalah,  Mengidentifikasi pola-pola

pemahaman siswa ke dalam kategori memahami konsep, miskonsepsi, dan tidak

memahami/tidak tahu konsep.

Merencanakan pemecahan masalah

 Identifikasi konsep- konsep yang diketahui dan yang ditanyakan

 Menyamakan besaran yang sesuai

 Visualisasi konsep ke dalam bentuk rumus yang sesuai

 Memberikan

teaching material konflik kognitif atau conceptual change yang dapat berupa contoh-contoh tandingan (counter examples), analogi, demostrasi, dan eksperimen.

 Menetapkan langkah-langkah pemecahan masalah

Melaksanakan rencana pemecahan masalah

 Menyelesaikan masalah dengan bantuan langkah-langkah atau cara yang telah mereka tetapkan sebelumnya.

 Pengecekan dan evaluasi langkah-langkah pemecahan.

 Menuliskan

langkah-langkah dan hasil pemecahan.

 Evaluasi

pemahaman konsep siswa

 Identifikasi

hambatan atau kesulitan siswa dalam memecahkan masalah.

 Memberikan

scaffolding berupa pertanyaan pengarah jika siswa masih mengalami

miskonsepsi dalam mengaplikasikan konsep dalam pemecahan masalah.

 Mengevaluasi langkah-langkah dan hasil pemecahan masalah siswa.

Talk Berbicara, mengungkapkan serta melaporkan hasil dari kegiatan langkah pertama (Do) melalui diskusi

 Memfasilitasi dan memantau jalannya diskusi di masing- masing kelompok.

(36)

kelompok dan diskusi kelas.

 Diskusi Kelompok;

mengemukakan

ide/gagasan/pengalaman, menjelaskan temuan/hasil, pertukaran

ide/gagasan/pengalaman,

dan kontribusi

ide/gagasan/pengalaman, mengemukakan strategi dan hasil pemecahan masalah.

 Diskusi Kelas;

presentasi hasil diskusi kelompok, pertukaran ide/gagasan/pengalaman dan hasil pemecahan masalah.

 Membantu siswa meluruskan

konsepsinya jika terjadi miskonsepsi.

 Mencegah terjadinya

miskonsepsi lebih lanjut dengan mempertahankan kelompok diskusi yang sifatnya heterogen.

 Memeriksa kembali di akhir diskusi, apakah konsep yang ditemukan daam diskusi siswa sudah benar atau perlu diperbaiki.

Record Merekam atau

mendokumentasikan hasil kegiatan dari langkah sebelumnya (Do dan Talk).

 Mencatat, mendata kembali, menyimpulkan,

dan menuliskan

pengalaman atau

perubahan konsepsi

mereka dengan

menggunakan kata-kata sendiri mendokumenkan strategi dan hasil pemecahan masalah.

 Mewujudkan hasil rekaman atau dokumentasi dalam buku catatan.

 Membimbing dan mengontrol siswa dalam

mendokumentasikan perubahan konsepsi dan strategi pemecahan masalah.

 Meminta siswa yang masih mengalami miskonsepsi atau tidak tahu konsep untuk bergabung dengan siswa yang sudah memahami konsep untuk melakukan diskusi kembali terkait dengan konsep yang dipelajari.

Berdasarkan tabel tersebut, dapat disimpulkan langkah-langkah pembelajaran menggunakan model pembelajaran Do Talk Record (DTR), sebagai berikut:

(37)

a) Do and Talk

- Memahami masalah, yaitu mengidentifikasikan atau menghubungkan suatu konsep yang terkait dengan masalah.

- Merancang atau merencanakan penyelesaian masalah, yaitu mengidentifikasi konsep yang diketahui dan ditanyakan, menyamakan besaran yang sesuai dan menggambarkan konsep tersebut ke dalam bentuk rumus yang sesuai.

- Melaksanakan rencana penyelesaian, yaitu menyelesaikan masalah dengan bantuan langkah-langkah atau cara yang telah mereka tetapkan sebelumnya serta menuliskan langkah-langkah dan hasil pemecahan.

b) Record

- Memeriksa kembali penyelesaian, yaitu langkah mengungkapkan serta melaporkan hasil dari kegiatan langkah pertama (Do) melalui diskusi kelompok dan diskusi kela. Selanjutnya yaitu mencatat atau menyimpulkan hasil dari langkah sebelumnya menggunakan kata-kata sendiri dalam bentuk catatan.

2) Kelebihan Model Pembelajaran Do Talk Record (DTR)

Diskusi tentang kegiatan yang telah dilakukan sebelumnya dapat membantu siswa dalam tahap record atau membuat catatan.

Karena melalui diskusi setiap siswa dapat mengutarakan ide/gagasan/pengalamannya yang dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah sehingga seluruh siswa dapat menentukan strategi pemecahan masalah yang tepat.

Kegiatan recording atau mencatat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan hasil ide/gagasan mereka dengan menggunakan bahasa mereka sendiri. Saat mencatat siswa akan mengingat kembali kegiatan yang telah dilakukan sebelumnya.

Selain menggunakan catatan, siswa juga dapat menggunakan gambar atau simbol untuk membantu menyampaikan ide-idenya.

(38)

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa dalam setiap langkah dalam model pembelajaran Do Talk Record dapat mendukung langkah selanjutnya. Melakukan suatu kegiatan dengan menggunakan benda nyata pada tahap doing dapat membantu siswa dalam mengungkapkan ide/gagasannya sehingga dapat membuat kegiatan diskusi (talking) menjadi lebih efektif, dan dari ide/gagasan yang diungkapkan tersebut dapat membantu siswa dalam membuat catatan penting (recording) dalam menyelesaikan suatu masalah.

3. Deskripsi Teori Kemampuan Pemecahan Masalah a. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah

Masalah adalah ketidaksesuaian antara tujuan atau harapan dengan kenyataan. Mengidentifikasi tingkat kemampuan pemecahan masalah siswa sangat penting. Hal ini karena kemampuan pemecahan masalah berhubungan dengan bagaimana siswa menghadapi masalah yang terjadi.

Menurut Hardin, As learning theories evolve, the understanding of the problem-solving processes also evolves. The prominent learning theories are conceptualized as behaviorism, cognitive psychology, and information-processing domains. Specifically, from behaviorists’ point of view, problem solving is a process which develops through positive and negative reinforcement mechanisms. On the other hand, cognitive psychologists view it as a process which includes introspection, observation, and the development of heuristics. Finally, the information-processing consideration of problem solving is based on general problem solving skills and artificial intelligence.22

Maksud dari pendapat Hardin adalah Ketika teori belajar berkembang, pemahaman tentang proses pemecahan masalah juga

22 Asiye Bahtiyar and Bilge Can, An Investigation of Problem-Solving Skills of Pre-service Science Teachers, Journal Edacational Research and Reviews, 11, 2016, pp. 2109.

(39)

berkembang. Teori-teori pembelajaran yang menonjol dikonseptualisasikan sebagai behaviorisme, psikologi kognitif, dan domain pemrosesan informasi. Secara khusus, dari sudut pandang behavioris, penyelesaian masalah adalah proses yang berkembang melalui mekanisme penguatan positif dan negatif. Di sisi lain, psikolog kognitif melihatnya sebagai proses yang meliputi introspeksi, pengamatan, dan pengembangan heuristik. Akhirnya, pertimbangan pemrosesan informasi penyelesaian masalah didasarkan pada keterampilan pemecahan masalah umum dan kecerdasan buatan

Selain pendapat tersebut, Ausubel mengatakan bahwa: ―That problem solving is a special case of meaningful learning involving a higher order thinking skill‖. 23Maksud dari pendapat Ausubel adalah bahwa penyelesaian masalah adalah kasus khusus pembelajaran yang bermakna yang melibatkan ketrampilan berpikir tingkat tinggi.

Sedangkan menurut Polya pemecahan masalah merupakan usaha untuk mencari jalan keluar dari suatu kesulitan untuk mencapai tujuan yang tidak segera dapat tercapai.24

Pemecahan masalah bukan merupakan topik tersendiri melainkan menyatu dalam proses pembelajaran. Terdapat beragam definisi pemecahan masalah. Menurut Nakin pemecahan masalah adalah proses yang melibatkan penggunaan langkah-langkah tertentu (heuristik) yang sering disebut sebagai model atau langkah-langkah pemecahan masalah, untuk menemukan solusi suatu masalah.

Heuristik merupakan pedoman atau langkah-langkah umum yang

23 Eyisi Daniel, The Usefulness of Qualitative and Quantitative Approaches and Methods in Researching Problem-Solving Ability in Science Education Curriculum, Journal of Education and Practice, 7, 2016,pp. 95.

24 Mohammad Faizal Amir, ―Peningkatan Kualitas Peserta Didik Melalui Implementasi Pembelajaran Abad 21,‖ Makalah disampaikan pada Prosiding Seminar Nasional Pendidikan, FKIP Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Sidoarjo, 24 Oktober 2015.

(40)

belum tentu menjamin kesuksesan individu dalam memecahkan masalah.25

Kemampuan pemecahan masalah memerlukan suatu ketrampilan dan kemampuan khusus yang dimiliki masing-masing siswa, yang mungkin akan berbeda antara siswa yang satu dengan yang lainnya.

Kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan siswa menggunakan informasi yang ada untuk menentukan apa yang harus dikerjakan dalam suatu keadaan tertentu sehingga dapat dikatakan bahwa kemampuan pemecahan mengacu pada upaya yang diperlukan siswa dalam menentukan solusi atau penyelesaian atas masalah yang dihadapi.

Suatu masalah belum dikatakan telah diselesaikan hanya karena telah diperolehnya solusi dari masalah itu. Suatu masalah baru benar- benar dikatakan telah diselesaikan jika individu telah memahami apa yang ia kerjakan dan mengetahui mengapa solusi yang telah diperoleh tersebut sesuai. Ketika solusi masalah telah diperoleh, proses pemecahan masalah dapat dilanjutkan dengan meminta siswa untuk membuat soal atau mengkrontuksi masalah baru berdasarkan soal yang telah diselesaikan. Selanjutnya siswa diminta untuk menyelesaikan masalah baru yang telah mereka buat.26

Senada dengan pendapat tersebut, Deti Rostika dan Herni Junita juga mengatakan bahwa kriteria siswa dapat dikatakan mampu menyelesaikan atau memecahkan suatu masalah, apabila ia dapat memahami masalah yang terjadi, mampu memilih cara atau strategi

25 Ali Mahmudi, ―Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif, Kemampuan Pemecahan Masalah dan Kebiasaan Berpikir Matematika Melalui Pembelajaran Dengan Strategi Mathematical Habits of Mind (MHM)‖, Disertasi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia:

2009. Tidak dipublikasikan.

26Ibid., hal. 14.

(41)

yang tepat dalam menyelesaikannya, serta dapat menerapkannya dalam penyelesaian masalah tersebut.27

Pentingnya kemampuan pemecahan masalah dalam berbagai bidang kehidupan menuntut berbagai pihak termasuk institusi pendidikan untuk mengembangkannya.28 Terkait pentingnya kemampuan pemecahan masalah, seharusnya dalam dunia pendidikan, kemampuan tersebut harus menyatu dengan proses pembelajaran sehingga siswa akan lebih terbiasa memecahkan masalahnya dalam kehidupan sehari-hari.

Tingkat pemecahan masalah menurut Dewey adalah sebagai berikut:29

1) Menghadapi masalah (confront problem), yaitu merasakan suatu kesulitan. Proses ini bisa meliputi menyadari hal yang belum diketahui pada ketidakjelasan suatu situasi,

2) Pendefinisian masalah (define problem), yaitu mengklarifikasi karakteristik-karakteristik situasi. Tahap ini meliputi kegiatan mengkhususkan apa yang diketahui dan yang tidak diketahui, menemukan tujuan-tujuan, dan mengidentifikasi kondisi-kondisi standar dan ekstrim,

3) Penemuan solusi (inventory several solution), yaitu mencari solusi.

Tahap ini bisa meliputi kegiatan memperhatikan pola-pola, mengidentifikasikan langkah-langkah dalam perencanaan, dan memilih atau menemukan algoritma,

4) Konsekuensi dugaan solusi. Seperti menggunakan algoritma yang ada, mengumpulkan data tambahan, melakukan analisis kebutuhan,

27 Deti Rostika dan Herni Junita, ―Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SD Dalam Pembelajaran Matematika Dengan Model Diskursus Multy Representation (DMR),‖ Jurnal Pendidikan Dasar, Vol. 9, 2017, h. 36.

28 Irma Lismayani, Parno dan Susriyati Mahanal, ―Efektivitas Problem Based Learning (PBL) Dalam Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMPN 17 Kendari‖, Makalah disampaikan dalam Prosiding TEP&PDs, Transformasi Pendidikan Abad 21, No.23, 2017, h. 738.

29 Misbah, ―Identifikasi Kemampuan Pemecahan Masalah Mahasiswa Pada Materi Dinamika Partikel‖, Jurnal Inovasi dan Pembelajaran Fisika, 2016, h. 2.

(42)

merumuskan kembali masalah, mencoba untuk situasi-situasi yang serupa, dan mendapatkan hasil (jawaban),

5) Menguji konsekuensi, yaitu menguji apakah definisi masalah cocok dengan situasinya. Tahap ini bisa meliputi kegiatan mengevaluasi apakah hipotesisnya sesuai, apakah data yang digunakan tepat, apakah analisis yang digunakan tepat, apakah analisis sesuai dengan tipe yang ada, apakah hasilnya masuk akal, dan apakah rencana yang digunakan dapat diaplikasikan di soal yang lain.

Sedangkan menurut Wimbey dan Lochhead menjelaskan mengenai karakteristik Problem solver (Pemecahan Masalah) yang baik yakni:30 1) Pemecah masalah yang baik memiliki kepercayaan yang kuat

bahwa permasalahan dapat diselesaikan melalui kehati-hatian dan analisis secara mendalam.

2) Pemecah masalah yang baik sangat peduli terhadap fakta-fakta secara menyeluruh dalam masalah.

3) Pemecah masalah yang baik mempelajari bahwa analisis masalah- masalah kompleks dan gagasan-gagasannya dilakukan dengan memecah ide-ide tersebut menjadi langkah-langkah kecil.

4) Pemecah masalah yang baik cenderung untuk mengerjakan masalah dari awal hingga akhir dengan langkah-langkah yang teliti 5) Pemecah masalah yang baik cenderung untuk lebih aktif saat

menghadapi masalah.

Dari beberapa uraian pendapat tersebut, dapat dipahami bahwa kemampuan pemecahan masalah adalah suatu ketrampilan yang memiliki tingkatan dan langkah-langkah harus dimiliki oleh setiap siswa sebagai upaya dalam menentukan solusi atau penyelesaian atas masalah yang dihadapi.

Pelatihan kemampuan analisis siswa dapat dicapai dengan menerapkan langkah-langkah pemecahan masalah yang dapat

30Ibid.

(43)

digunakan untuk mencari jalan keluar suatu permasalahan. Siswa dilibatkan dengan masalah penelitian yang nyata dengan menghadapkan siswa pada tahapan penelitian, membimbing siswa mengenali masalah konseptual atau metodologis dalam ranah penelitian, dan membimbing mereka dalam merencanakan cara menyelesaikan masalah. Sehingga siswa diharapkan dapat memahami kaitan antara fakta dan konsep dalam pembelajaran IPA serta mampu meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa melalui langkah- langkah penyelesaian masalah. Pengembangan pemahaman dan kemampuan memanfaatkan fakta menjadi sangat penting pada pembelajaran IPA, karena berguna dalam menghadapi masalah sehari- hari.

b. Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah

Kemampuan pemecahan masalah merupakan aspek berpikir tingkat tinggi yang memerlukan indikator untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah.

Menurut Polya dalam Amir ada empat langkah yang harus dilakukan dalam pemecahan masalah, yaitu:31

1) Memahami masalah

Meminta siswa untuk mengulangi pertanyaan dan siswa sebaiknya mampu menyatakan pertanyaan dengan fasih, menjelaskan bagian terpenting dari pertanyaan yang meliputi: apa yang ditanyakan?, apa sajakah data yang diketahui?, dan bagaimana syaratnya?

2) Merencanakan penyelesaian

Untuk menjawab masalah yang ditanyakan, siswa harus membuat rencana untuk menyelesaikan masalah, mengumpulkan informasi-informasi atau data-data yang ada dan menghubungkan

31 Mohammad Faizal Amir, ―Peningkatan Kualitas Peserta Didik Melalui Implementasi Pembelajaran Abad 21,‖ Makalah disampaikan pada Prosiding Seminar Nasional Pendidikan, FKIP Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Sidoarjo, 24 Oktober 2015.

(44)

dengan beberapa fakta yang berhubungan dan sudah pernah dipelajari sebelumnya

3) Melaksanakan rencana penyelesaian

Siswa menyelesaikan masalah sesuai dengan rencana penyelesaian, siswa harus yakin bahwa setiap langkah sudah benar.

4) Memeriksa kembali penyelesaian

Dengan memeriksa kembali hasil yang diperoleh dapat menguatkan pengetahuan mereka dan mengembangkan kemampuan mereka menyelesaikan masalah, siswa harus mempunyai alasan yang tepat dan yakin bahwa jawabannya benar, dan kesalahan akan sangat mungkin terjadi sehingga pemeriksaan kembali perlu dilakukan.

Menurut Peraturan Dirjen Dikdasmen No. 506/C/PP/2004, indikator kemampuan pemecahan masalah sebagai berikut:

1) Kemampuan menunjukkan pemahaman masalah

2) Kemampuan mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah

3) Kemampuan menyajikan masalah secara matematis dalam berbagai bentuk

4) Kemampuan memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat

5) Kemampuan mengembangkan strategi pemecahan masalah 6) Kemampuan membuat dan menafsirkan model matematis

dalam suatu masalah

7) Kemampuan menyelesaikan masalah yang tidak rutin.

Berdasarkan uraian tersebut, indikator kemampuan pemecahan masalah yang digunakan pada penelitian ini adalah : memahami masalah, merancang atau merencanakan model penyelesaian, melaksanakan rencana penyelesaian, serta memeriksa kembali penyelesaian.

Referensi

Dokumen terkait

Identitas social FN dalam pemilu kali ini adalah hasil pemilu, yang menyatakan bahwa FN merupakan partai l’extrême droite yang memiliki dukungan terbanyak dari kelompok

Onset yang paling cepat dari kelima cara pemberian secara berturut-turut yaitu oral dengan rata-rata membutuhkan waktu 1 menit dibandingkan intra muskular 2 menit, intra vena 5

Website ini mendiskusikan Sistem Operasi yang dikeluarkan Windows dan Linux, dimana di dalamnya terdapat tampilan menu utama, tampilan profil setiap Sistem Operasi dan tampilan

Kendaraan Bermotor (BBN-KB) Di Kantor Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) Medan Utara”.. Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini

Adapun peningkatan hasil pembelajaran IPS dengan menggunakan metode Role Playing dapat dilihat dari perolehan nilai siswa dalam menulis paragraf narasi yang

percakapannya sendiri dengan orang lain.Kemampuan untuk menyadari apa yang sedang dikatakannya dan kemampuan untuk menggunakan kesadaran itu untuk menentukan apa

Jika probabilitas ( P ) > 0,05 pada tingkat kepercayaan tertentu dan taraf nyata yang dipilih, maka dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha ditolak, ini

Umumnya ketiga status lahan menggunakan tenaga kerja luar keluarga, tetapi status lahan milik sendiri lebih banyak menggunakan biaya tenaga kerja luar keluarga dari pada status