5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Photovoltaic (PV)
Proses sinar matahari dapat diubah menjadi suatu energi listrik dinamakan photovoltaic (PV). Listrik dapat dibangkitkan jika cahaya matahari mencapai cell sehingga elektron akan terlepas dari atom silicon dan bergerak menghasilkan circuit listrik [1].
2.1.1 Photovoltaic (PV) Terhubung Secara Paralel
Saat photovoltaic (PV) terhubung secara paralel maka output dari arus lebih besar tetapi output tegangannya sama besar dengan photovoltaic (PV) tunggal.
Berikut merupakan persamaan dari hubungan paralel untuk jumlah arus dari tiap- tiap modul photovoltaic, yaitu [5] :
𝐼0 = 𝐼1 + 𝐼2+ 𝐼3+ 𝐼4 +… (2.1)
Cara memastikan keluaran photovoltaic tergantung berdasarkan detail atau spesifikasi photovoltaic yang digunakan. Susunan posisi hubung paralel dipakai untuk keluaran daya yang akan dihasilkan. Hal ini dikarenakan susunan hubung panel (seri/paralel) akan memengaruhi voltage output serta power output pada photovoltaic. Cara menentukan nilai dari hasil keluaran tegangan dapat menggunakan perhitungan (2.2) dan (2.3) [5] :
𝑉𝑑𝑐 = 𝑁𝑠𝑒𝑟𝑖 𝑥 𝑉 (2.2)
𝑃𝑜𝑢𝑡 = 𝑁𝑠𝑒𝑟𝑖 𝑥 𝑁𝑝𝑎𝑟𝑎𝑙𝑒𝑙 𝑥 𝑊 (2.3)
Keterangan :
𝑉𝑑𝑐 = Keluaran tegangan photovoltaic (V),
𝑁𝑠𝑒𝑟𝑖 = Jumlah dari panel photovoltaic yang tersusun hubung seri, 𝑉𝑚𝑝 = Tegangan pada Maximum Power Point (V),
𝑃𝑜𝑢𝑡 = Keluaran daya photovoltaic (W),
6 𝑁𝑝𝑎𝑟𝑎𝑙𝑒𝑙 = Jumlah dari panel photovoltaic yang tersusun hubung paralel,
𝑊 = Maximum power (W).
2.1.2 Photovoltaic (PV) Terhubung secara Seri
Berbeda dengan modul photovoltaic (PV) yang terhubung secara paralel, photovoltaic yang terhubung secara seri akan memiliki output tegangan yang besar tetapi output arusnya sama besar dengan photovoltaic (PV) tunggal. Terdapat persamaan dari hubungan seri untuk jumlah tegangan dari setiap modul photovoltaic sebagai berikut [5] :
𝑉0 = 𝑉1+ 𝑉2+ 𝑉3+ 𝑉4+… (2.4)
2.2 Filter Aktif
Terdapat 2 jenis filter aktif yang dibedakan menurut tipe hubungnya dengan sistem, yaitu paralel (shunt) dan seri (series). Penggunaan filter jenis shunt sangat umum digunakan, karena software tersebut tidak menggunakan dan membutuhkan transformator. Inverter, digunakan sebagai filter aktif untuk mengurangi harmonisa sistem dan kontroler, yang berfungsi untuk mengurangi sinyal error yang terjadi di sumber ataupun beban. Kedua komponen tersebut termasuk kedalam komponen yang ada pada filter aktif.
Berikut adalah skema kerja dari filter aktif pada Gambar 2.1:
Gambar 2.1 Skema Kerja Active Filter [5]
7 Sedangkan untuk mengetahui skema kerja dari filter aktif parallel ditunjukkan Gambar 2.2 :
Gambar 2.2 Skema Kerja Active Filter Hubung Paralel [4]
Cara kerja Active Filter Hubung Paralel yaitu dengan menginjeksi arus kompensasi yang sama dengan arus yang terdistorsi, jadi arus harmonisa ataupun harus yang terdistorsi bisa dihilangkan.
Dengan memakai persamaan 𝐼𝑆 = 𝐼𝐿− 𝐼𝑓 , maka dapat memperoleh arus sumber sinusoidal yang merupakan target filter dari filter aktif hubung paralel. Cara untuk menunjukkan bahwa arus beban non-linear didapatkan dari penjumlahan arus fundamental (𝐼𝐿𝑓) dan arus harmonisa (𝐼𝐿ℎ) dapat dilihat pada (2.5), yaitu:
𝐼𝐿 = 𝐼𝐿𝑓+ 𝐼𝐿ℎ (2.5)
Arus kompensasi yang diinjeksikan oleh filter aktif hubung parallel yaitu seperti persamaan (2.6):
𝐼𝑓 = 𝐼𝐿ℎ (2.6)
Sehingga arus pada sumber menjadi seperti persamaan (2.7) :
8 𝐼𝑆 = 𝐼𝐿− 𝐼𝑓 →(𝐼𝐿𝑓+ 𝐼𝐿ℎ) − 𝐼𝐿ℎ = 𝐼𝐿𝑓 (2.7)
2.3 Total Harmonic Distortion (THD)
Rasio antara nilai RMS dari komponen harmonisa dan nilai RMS dari nilai fundamental disebut Total Harmonic Distortion (THD), umumnya dalam bentuk persen (%) [7]. Value dari total harmonic distortion sendiri kisaran 5% hingga 20%
dari tegangan ataupun arus frekuensi fundamentalnya. Nilai total Harmonic Distortion (THD) tegangan dan arus dapat dilihat pada persamaan (2.8) [7]:
𝑇𝐻𝐷 = √∑ 𝑀ℎ
ℎ𝑚𝑎𝑥 2 ℎ>1
𝑀1 (2.8)
Keterangan :
THD = Total Harmonic Distortion
𝑀ℎ = Nilai RMS arus/tegangan harmonic pada jam ke-h 𝑀1 = Nilai RMS arus/tegangan frekuensi dasar
Data nilai total Harmonic Distortion (THD) tegangan pada sistem standar IEEE 59 – 1992 dapat dilihat pada tabel (2.1) dibawah ini [5]:
9 Tabel 2.1 Data Harmonisa Tegangan Pada Sistem Standar IEEE 59 – 1992
Voltage Bus
Individual Voltage Distortion (%)
Total Harmonic Distortion
(THD)
< 69 kV 3.0 5.0
69,01 kV
s/d 161 kV 1.5 2.5
>161,01 kV 1.0 1.0
Seluruh insturmen di sistem tenaga dibatasi sesuai dengan besarnya distorsi arus, dan 𝐼𝑆𝐶 sebagai arus maximal hubung singkat dari PCC (Point Common Couplingg). 𝐼𝐿 adalah load maximum current. Data nilai total Harmonic Distortion (THD) arus pada sistem standar IEEE 59 – 1992 dapat dilihat pada tabel (2.2) dibawah ini [5]:
Tabel 2.2 Data Harmonisa Arus pada Sistem Standar IEEE 59 – 1992 Maximum Harmonic Current Distortion in Percent of 𝑰𝑳
Individual Harmonic Order (ODD Harmonic) 𝑰𝑺𝑪/𝑰𝑳 < 11 11≤ h ≤
17
17≤ h ≤ 23
23 ≤ h ≤
35 35 ≤ h THD
(%)
< 20 4 2.0 1.5 6.0 0.3 5.0
20 – 50 7 3.5 2.5 1.0 0.5 8.0
50 – 100 10 4.5 4.0 1.5 0.7 12.0
100 – 100 12 5.7 5.0 2.0 1.0 15.0
>1000 15 7.5 6.0 2.5 14.0 20.0
2.3.1 Harmonisa
Cacat gelombang yang terjadi secara berkala dan teratur dan terjadi di gelombang voltage, current, atau power yang disebabkan oleh beban non-linear disebut Harmonisa [3]. Ilustrasi dari harmonisa dan pengaruhnya terhadap distorsi gelombang voltage atau current dapat dilihat pada Gambar 2.3:
10 Gambar 2.3 Gelombang Harmonisa [4]
Orde harmonisa menyatakan nilai kelipatan dan frekuensinya. Gelombang frekuensi dasar sebesar 50 Hz merupakan harmonisa pertama, sedangkan yang memiliki kelipatan 2x lebih besar dari 50 Hz adalah harmonisa kedua dengan frekuensi sebesar 100 Hz, dan seterusnya. Berdasarkan Gambar 2.3 bisa diketahui bahwa gelombang dasar (warna merah) dipengaruhi oleh gelombang warna hijau (harmonisa orde 3), gelombang yang kompleks (warna hitam) adalah hasil dari penjumlahan antara gelombang harmonisa terhadap gelombang dasar (warna merah) [4]. Beban yang muncul pada harmonisa dasar bervariasi sampai muncul orde tak terhingga, saat dilakukan penjumlahan dengan gelombang bentuk dasar gelombang kompleks (warna hitam) yang muncul akan mengalami distorsi menjadi tak sinusoidal.
Terdapat 4 sebab dasar yang mengakibatkan terjadinya harmonisa, yaitu : 1. Sumber arus dan tegangan non sinusoidal dan elemen rangkaian (resistor,
induktor, dan kapasitor) adalah linier (independent.
2. Sumber arus dan tegangan sinusoidal, sedangkan elemen rangkaian mengandung elemen non-linier.
3. Sumber arus dan tegangan non sinusoidal, sedangkan elemen-elemen rangkaian non-linier.
4. Sumber arus dan tegangan yang berupa sumber DC, sedangkan rangkaiannya mengandung elemen yang berubah secara periodik.
11 2.4 Beban Non-Linier
Salah satu penyebab terjadinya harmonisa adalah adanya beban non-linier yang mempunyai impedansi tidak kontinu pada setiap periode tegangan masukannya, maka arus yang dihasilkan berbanding terbalik dengan tegangan yang diberikan. Sebagai akibatnya beban non-linier tidak mematuhi hukum Ohm yang menyatakan arus berbanding lurus dengan tegangan [4]. Gelombang arus dan tegangan yang dihasilkan oleh beban non-linier tidak sama sehingga terjadi cacat gelombang (distorsi).
Berikut ini adalah beberapa contoh beban non-linier:
1. Peralatan dengan ferromagnetik : Transformator, balast magnetik, motor induksi,dll.
2. Peralatan yang menggunakan busur api : electric arc furnace, mesin las, induction furnace.
3. Konverter elektronik : penyearah (Rectifier), charger, balast elektronik.
2.5 PQ – Theory
PQ – Theory adalah ilmu yang digunakan untuk mencari nilai daya sesaat pada sistem 3 fasa. PQ – Theory berisi transfomasi aljabar koordinat abc current dan voltage menuju kordinat α-β [8]. Fungsi dari transformasi tadi adalah untuk mendapatkan nilai dari arus harmonisa yang akan di injeksi kedalam sistem. Cara untuk memperoleh arus injeksi yang masing-masing menggunakan algoritma dari persamaan (2.9) dan (2.10), serta persamaan (2.11) untuk memperoleh value dari active power dan reactive power yang melewati beban seperti ditunjukkan pada persamaan dibawah ini [5] :
[𝑉𝑉𝛼
𝛽] = √2
3[
1 −1
2 −1
2
0 √3
2 −√3
2
] . [ 𝑉𝑎 𝑉𝑏 𝑉𝑐
] (2.9)
12 [𝑖𝑖𝛼
𝛽] = √2
3[1 −1
2 −1
2
0 √3
2 −√3
2
] . [ 𝑖 𝑖𝑏 𝑖𝑐
] (2.10)
[𝑝 𝑞] = [
𝑣𝛼 𝑣𝛽
−𝑣𝛽 𝑣𝛼] (2.11)
Dengan low pass filter, nilai P dan Q yang terdapat nilai bolak-balik bisa dihilangkan. Arus 𝑖𝑐𝛼 maupun 𝑖𝑐𝛽 didapat dari nilai daya referensi memakai transformasi invers ke sistem 3 fasa. Berdasarkan hal tersebut persamaan (2.12) digunakan untuk mendapatkan arus kompensasi 𝑖∗𝑐𝑎, 𝑖∗𝑐𝑏, dan 𝑖∗𝑐𝑐, sedangkan untuk merubah menjadi 𝐼𝑟𝑒𝑓 menggunakan persamaan (2.13) yang masing-masing persamaan dijabarkan seperti dibawah ini [5] :
[𝑖∗𝑐𝛼 𝑖∗𝑐𝛽] =𝑣 1
𝛼2+𝑣𝛽2[𝑣𝛼 −𝑣𝛽
𝑣𝛽 𝑣𝛼 ] [𝑃~− 𝑃𝛼
𝑞 ] (2.12)
[ 𝑖∗𝑐𝑎 𝑖∗𝑐𝑏 𝑖∗𝑐𝑐
] = √2
3
[
1 0
−1
2
√3 2
−1
2 −√3
2] [𝑖∗𝑐𝛼
𝑖∗𝑐𝛽] (2.13)
2.6 Hysterisis Current Control
Teknik current control merupakan kontrol sistem dengan kontrol close loop, sinyal error e (t) digunakan untuk menetapkan pola switching saklar dan current load control. Perbedaan antara arus referensi (Iref) dan current load (𝐼𝐿𝑜𝑎𝑑) disebut e (t). Bisa dilihat pada Gambar 2.4 menunjukan bahwa switch aktif ataupun non- aktif menurut modulasi pola bertujuan menghasilkan tegangan berbentuk gelombang dan Gambar 2.5 digunakan output control arus. Hysteresis control terdapat hysteresis band (HB) upper dan lower yang digunakan untuk membatasi sinyal segitiga pada keadaan yang sudah ditentukan, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.3 dibawah ini:
13 Gambar 2.4 Model Hysteresis Current Control [5]
Gambar 2.5 Output Kontrol Arus
Tabel 2.3 Hysterisis Band Up-Down
Switch Hysterisis Band Lower Switch On (𝑖𝑟𝑒𝑓− 𝑖𝑓) < − 𝐻𝐵 Upper Switch On (𝑖𝑟𝑒𝑓− 𝑖𝑓) > 𝐻𝐵
2.7 Proportional-Integral-Derivative Controller (PID Controller)
Kontrol Proportional-Integrative-Derivative Controller (PID Controller) adalah kontroler yang aksi kontrolnya merupakan gabungan dari aksi proposional, aksi control integratif dan derifatif. Cara untuk mengetahui diagram blok dari kontroler Proportional-Integral-Derivative Controller (PID) dapat dilihat pada Gambar 2.6 :
14 Gambar 2.6 Diagram Blok Kontrol PID [9]
Berdasarkan Gambar 2.6 diatas menunjukan diagram blok PID yang biasa digunakan di industri. Aksi kontrol Proporsional (P), Integral (I), dan Derifatif (D) dapat dipakai bersama secara parallel atau terpisah dengan tidak memakai salah satu komponen P, I, atau D [9].
Berikut merupakan tiga kegunaan dari beberapa komponen PID, yaitu:
a. Proportional control :
Berfungsi sebagai gain output yang bertujuan respons mendekati nilai frekuensi serta sistem akan selalu dalam keadaan stabil.
b. Integrative control :
Berfungsi untuk mengurangi error dan sistem tetap berada di kondisi steady state.
c. Derivative control :
Berfungsi untuk mempercepat respons serta mengurngi osilasi dari gain dengan menambahkan nilai zero.
PID mempunyai 3 konstanta dan keseluruhannya tidak perlu dipakai untuk menyelesaikan detail yang diinginkan [5]. Seperti halnya Proportional-Integrative controller (PI controller) yang akan digunakan pada penelitian ini.
2.7.1 Proportional-Integral Controller (PI Controller)
PI Controller berfungsi untuk mengurangi nilai error pada kontroler P.
Fungsi alih pada Proportional-Integral Controller (PI Controller) masing-masing ditunjukkan pada persamaan (2.14) dan (2.15) :
𝐺𝐶(𝑆) = 𝐾𝑃+ 𝐾𝑖
𝑆 (2.14)
15 Atau
𝐺𝑐(𝑆) = 𝐾𝑝𝑆+𝐾𝑆 𝑖= 𝐾𝑝(𝑆+
𝐾𝑖 𝑠)
𝑆 (2.15)
Kontrol ini mempunyai pole dimana titik pusat dan zero pada Ki/Kp.
Proportional-Integral Controller (PI Controller) masuk kedalam kompensator fasa-tertinggal dan control menambah sudut negatife. Berdasarkan hal tersebut, Proportional-Integral Controller (PI Controller) difungsikan untuk memperbaiki respon steady state disuatu sistem [5].
2.8 Particle Swarm Optimization (PSO)
Algoritma PSO (1995) disebutkan oleh J. Kenedy dan R.C Eberhart yang berlandaskan dari kawanan hewan, seperti sekumpulan burung (flock), ikan (school of fish), dan hewan herbivor (herd) yang merupakan tiap objek hewan disederhanakan menjadi sebuah partikel. Partikel-pertikel tersebut mempunyai kecenderungan untuk bergerak bebas ke area pencarian yang lebih baik setelah melewati berbagai proses [4]. Kata partikel berarti sebuah individu, misalnya seekor burung dalam kawanan burung.
Adapun 5 langkah metode PSO sebagai berikut:
1. Pembangkitan. posisi awal sejumlah partikel (x) dengan kecepatan (v) awal.. secara random dengan rentang batas bawah 𝑥(𝐵) dan batas atas 𝑥(𝐴).
𝑥1(0)., 𝑥2(0), … , 𝑥𝑁(0). (2.16)
𝑣1(0), 𝑣2(0), … , 𝑣𝑁(0) (2.17)
2. Evaluasi fitness dari masing-masing individu. berdasarkan posisi.
(𝑥1(0)), 𝑓(𝑥2(0)), … , 𝑓(𝑥𝑁(0)) (2.18)
3. Menentukan individu dengan fitness terbaik, kemudian tetapkan sebagai Gbest. Sedangkan setiap individu, Pbest awal akan sama dengan posisi awal.
4. Update kecepatan. setiap individu.
𝑣𝑗 (𝑖) = 𝑣𝑗 (𝑖 − 1) + 𝑐1𝑟1[𝑃𝑏𝑒𝑠𝑡,𝑗 − 𝑥𝑗 (𝑖 − 1)] + 𝑐2𝑟2[𝐺𝑏𝑒𝑠𝑡,j − 𝑥𝑗 (𝑖 − 1)], 𝑗 = 1, 2, … , 𝑁 (2.19) 5. Update nilai. setiap individu.
16 𝑥𝑗 (𝑖) = 𝑥𝑗 (𝑖 − 1) + 𝑣𝑗 (𝑖), 𝑗 = 1, 2, … , 𝑁 (2.20)
Langkah selanjutnya adalah mengecek solusi yang sudah dihasilkan tadi merupakan konvergen. Koveregen merupakan semua individu telah menuju kesatu nilai yang sama. Langkah tersebut akan terus berulang untuk memperbarui. iterasi i = i + 1., apabila nilai belum konvergen dapat menggunakan cara. menghitung nilai. yang baru. pada Pbest j. dan Gbest. Proses ini. akan berhenti. apabila telah memenuhi. kriteria penghentian. yang. telah ditentukan.