• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSAMAAN DIFERENSIAL DASAR DAN APLIKASINYA UNTUK MAHASISWA TEKNIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERSAMAAN DIFERENSIAL DASAR DAN APLIKASINYA UNTUK MAHASISWA TEKNIK"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

PERSAMAAN DIFERENSIAL DASAR DAN APLIKASINYA UNTUK

MAHASISWA TEKNIK

Disusun oleh : R. Purnama , ST., MT.

Penerbit K-Media Yogyakarta, 2020

(3)

Copyright

©

2020 by Penerbit K-Media All rights reserved

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang No 19 Tahun 2002.

Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, baik secara elektris mau pun mekanis, termasuk memfotocopy, merekam atau dengan sistem penyimpanan lainnya, tanpa izin tertulis dari Penulis dan Penerbit.

Isi di luar tanggung jawab percetakan

Penerbit K-Media Anggota IKAPI No.106/DIY/2018 Banguntapan, Bantul, Yogyakarta.

e-mail: [email protected]

UNTUK MAHASISWA TEKNIK; Buku Ajar vi + 122 hlm.; 14 x 20 cm

ISBN: 978-602-451-655-0

Penulis : R. Purnama Tata Letak : Uki

Desain Sampul : Uki

Cetakan : Januari 2020

(4)

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan karunianya usaha untuk penyusunan sebuah Buku Ajar Persamaan Diferensial Dasar dan Aplikasinya Untuk Mahasiswa Teknik ini dapat terselesaikan dengan baik. Materi yang terdapat di dalam buku ajar ini sebahagian besar adalah merupakan catatan-catatan penulis selama mengampu mata kuliah Persamaan Diferensial di semester dua fakultas teknik program studi teknik komputer Universitas Wiralodra Indramayu. Sementara untuk aplikasinya, yang penulis ambil dan rangkum dari beberapa buku literatur adalah merupakan usaha penulis untuk memberikan gambaran tentang penerapan mata kuliah persamaan diferensial dalam bidang ilmu teknik dan rekayasa.

Ucapan terima kasih ingin penulis sampaikan kepada : 1. Bapak Hamdani Abdulgani, S.T.,M.Si selaku dekan

fakultas teknik Universitas Wiralodra Indramayu.

2. Rekan-rekan sesame dosen di lingkungan Universitas Wiralodra serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas semua bentuk support dan dukungannya sehingga penyusunan buku ajar ini terselesaikan dengan baik.

Akhirnya penulis pun menyadari bahwa buku ajar ini tentu masih banyak kekurangan. Oleh karenanya, kritik dan saran terhadap penyempurnaan buku ajar ini sangat diharapkan.

Semoga buku ajar ini dapat memberikan manfaat dan kemudahan

bagi mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Wiralodra

(5)

Indramayu, 30 Oktober 2019

Penulis,

R. Purnama

(6)

KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI ... v

BAB 1. KONSEP DASAR PERSAMAAN

DIFERENSIAL ... 1

BAB 2. SOLUSI DASAR PERSAMAAN

DIFERENSIAL ORDE SATU ... 9 BAB 3. PERSAMAAN DIFERENSIAL LINIER ... 23

BAB 4. PERSAMAAN DIFERENSIAL NON

LINIER ... 34

BAB 5. PERSAMAAN DIFERENSIAL

HOMOGEN ... 39 BAB 6. PERSAMAAN DIFERENSIAL EXACT ... 48 BAB 7. APLIKASI PERSAMAAN DIFERENSIAL

ORDE SATU ... 54

BAB 8 PERSAMAAN DIFERENSIAL ORDE

LEBIH DARI SATU ... 88 BAB 9. PERSAMAAN DIFERENSIAL ORDE

DUA... 94 BAB 10. OPERATOR D ... 100 BAB 11. APLIKASI PERSAMAAN DIFERENSIAL

ORDE DUA ... 106

DAFTAR PUSTAKA ... 110

LAMPIRAN ... 111

(7)
(8)

BAB 1. KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL 1.1. Pengertian Persamaan Diferensial

Persamaan differensial adalah sebuah persamaan yang melibatkan sebuah fungsi yang tidak dikenal (unknown) dan turunan dari suatu fungsi atau suatu persamaan yang memuat suku-suku dari fungsi tersebut dan atau turunannya. Bila fungsi tersebut bergantung hanya pada satu variabel bebas real maka disebut sebagai persamaan differensial biasa (PDB), misalnya :

= 2 + 3 (1.1)

+ 2 = 1 (1.2)

, , , , … . . = 0 (1.3)

+ + = 0 (1.4)

Sedangkan apabila fungsi tersebut terdiri lebih dari satu variabel bebas maka disebut persamaan differensial parsial (PDP), misalnya :

− 4 = 0 (1.5)

( , , , , , … . . ) = 0 (1.6)

+ + + 2 = 0 (1.7)

Berikut ini adalah beberapa contoh lain dari persamaan differensial biasa (PDB) dan persamaan differensial parsial (PDP) :

= (Persamaan Airy) (1.8)

+ = (Persamaan Bernoulli) (1.9)

+ + ( − 4) = 0 (Persamaan Bessel) (1.10)

(9)

− (1 − ) + = 0 (Persamaan Van Der Pol) (1.11)

+ = 0 (Persamaan Flux) (1.12)

= (Persamaan Gelombang) (1.13)

+ = 0 (Persamaan Laplace) (1.14)

Persamaan (1.8) sd (1.11) merupakan persamaan differensial biasa (PDB) dengan variabel bebas dan variabel tak bebas . Sedangkan persamaan (1.12) sd (1.14) merupakan persamaan diferensial parsial (PDP).

1.2. Notasi Turunan

Ada beberapa cara penulisan atau notasi untuk menyatakan sebuah turunan, yaitu :

1. Notasi Leibniz : , , … … . .

2. Notasi ′ : , , , ( ), ( )… … … ( )

3. Notasi ′ : ′( ), ′′( ), ′′′( ), ( )( ) ……… ( )( ) 4. Notasi :

Misalnya, notasi ′ adalah merepresentasikan apabila variabel bebasnya adalah , dan apabila variabel bebasnya adalah . Begitu pula, notasi ′′ adalah merepresentasikan apabila variabel bebasnya adalah , dan apabila variabel bebasnya adalah .

1.3. Orde dan Pangkat Persamaan Diferensial

Orde dari suatu persamaan diferensial adalah ditentukan oleh turunan tertinggi yang terdapat dalam persamaan diferensial tersebut, misalnya :

− = 0 adalah PD orde Satu.

(10)

− sin = 0 adalah PD orde dua.

− + = 0 adalah PD orde 3.

Dari contoh-contoh diatas sebelumnya, persamaan Bernouli mempunyai orde 1. Sedangkan persamaan Ary, Bessel dan Van Der Pol berorde 2.

Sementara itu pangkat tertinggi dari turunan tertinggi yang terdapat pada suatu persamaan diferensial tersebut disebut dengan pangkat atau derajat, misalnya :

− = adalah PD orde satu pangkat satu.

− 2 + + − 3 adalah PD orde 3 pangkat 2.

1.4. Solusi Umum dan Solusi Khusus Persamaan Diferensial

Solusi umum adalah penyelesaian dari suatu persamaan diferensial yang (masih) memuat konstanta parameter yang banyaknya sama dengan orde persamaan diferensial tersebut.

Sementara solusi khusus adalah suatu penyelesaian bila konstanta parameter tersebut telah dinyatakan dengan suatu harga atau nilai tertentu.

1.5. Pembentukan Persamaan Diferensial

Secara matematis, persamaan diferensial terjadi apabila ada konstanta sembarang dieliminasikan dari suatu fungsi tertentu yang diberikan.

Contoh :

Bentuklah persamaan diferensial dari fungsi-fungsi berikut ini : 1. = sin + cos

2. = +

3. = +

(11)

Penyelesaian :

1. = sin + cos , tentukan turunan pertama dan keduanya :

= cos − sin

= − sin − cos = − maka persamaan diferensialnya adalah,

+ = 0

2. = + , tentukan turunan pertamanya :

= + = + → = − → = ( − )

= 1 − = 1 − = 1 − ( − )

= 1 − −

=1 − +

=2 −

maka persamaan diferensialnya adalah,

= 2 −

3. = + , tentukan turunan pertama dan keduanya : = +

= 2 +

= 2 → =

= + → = −

= 1

(12)

= 2 + −

maka persamaan diferensialnya adalah,

= −

Dari contoh-contoh diatas terlihat bahwa persamaan diferensial orde ke-n adalah diturunkan dari fungsi yang mempunyai n-buah konstanta sembarang.

Soal Soal Latihan :

Bentuklah persamaan diferensial dari fungsi-fungsi berikut ini : 1. =

2. = +

3. = ( + )

4. =

5. = ( cos 3 + sin 3 )

1.6. Bentuk-Bentuk Diferensial Dan Standarnya

Bentuk standar untuk sebuah persamaan diferensial orde satu dalam fungsi ( ) yang tidak diketahui (unknown) adalah :

′ = ( , ) (1.15) dimana turunan ′ hanya muncul pada sisi kiri seperti dituliskan dalam bentuk persamaan diatas.

Sementara pada sisi kanan selalu dapat ditulis sebagai sebuah hasil bagi (quotient) dari dua fungsi ( , ) dan − ( , ). Sehingga bentuk standar persamaan diatas menjadi =

( , )/− ( , ) yang mana adalah ekivalen dengan bentuk differential,

( , ) + ( , ) = 0 (1.16)

(13)

Pertimbangkanlah sebuah persamaan diferensial dalam bentuk standar (1.15). Jika ( , ) dituliskan sebagai ( , ) = − ( ) + ( ) (yaitu, sebagai sebuah fungsi dikalikan , ditambah dengan fungsi yang lain), maka bentuk persamaan diferensial tersebut adalah linear.

Persamaan diferensial linear orde satu selalu dapat dinyatakan sebagai :

′ + ( ) = ( ) (1.17) Sementara sebuah persamaan diferensial Bernoulli adalah sebuah persamaan yang mempunyai bentuk sebagai berikut,

′ + ( ) = ( ) (1.18) dimana merupakan sebuah bilangan real. Akan tetapi apabila = 1 atau = 0, maka sebuah persamaan Bernoulli tersebut berubah menjadi sebuah persamaan diferensial linear.

Sementara itu, sebuah persamaan diferensial dalam bentuk standard (1.15) adalah dikatakan homogen apabila memenuhi :

, = ( , ) (1.19) dimana adalah konstanta dan n merupakan suatu bilangan.

Berikutnya pertimbangkanlah sebuah persamaan diferensial dalam bentuk (1.9). Apabila ( , ) = ( ) (sebuah fungsi yang hanya terdiri dari dan ( , ) = ( ) (sebuah fungsi yang hanya terdiri dari , maka persamaan diferensial tersebut dapat dipisahkan atau persamaan yang variabel-variabelnya dapat dipisahkan.

Dan sebuah persamaan diferensial dalam bentuk (1.16) adalah dikatakan exact apabila memenuhi :

( , )= ( , ) (1.20)

Berdasarkan sifat kelinearan (pangkat satu) dari variabel tak bebasnya, persamaan differensial dapat dibedakan menjadi persamaan differensial linear dan persamaan differensial tidak linear.

Bentuk umum dari persamaan linear orde n diberikan oleh :

(14)

( ) + ⋯ + ( ) + ⋯ + ( ) = ( ) dengan ( ) ≠ 0 dimana ( ), … , ( ) disebut koefisien persamaan diferensial

Apabila ( ) = 0, maka persamaan tersebut dinamakan persaaan differensial linear homogen.

Sedangkan apabila ( ) ≠ 0, maka persamaan tersebut dinamakan persamaan differensial linear tak homogen. Dari contoh-contoh terdahulu, persamaan Airy dan Bessel merupakan persamaan differensial linear homogen. Sementara apabila tidak dapat dinyatakan seperti bentuk diatas persamaan differensial linear homogen atau persamaan differensial linear tak homogen dikatakan persamaan differensial tidak linear. Dari contoh-contoh diatas, persamaan Bernoulli dan Van Der Pol adalah merupakan persamaan differensial tidak linear.

Beberapa cara untuk mendapatkan solusi dari sebuah persamaan diferensial akan dibahas pada bab-bab berikutnya. Untuk mempermudah dalam mempelajari cara mendapatkan solusi persamaan diferensial, pembahasan akan dimulai dengan pembahasan dari bentuk persamaan diferensial yang paling dasar yaitu persamaan diferensial orde satu. Sementara untuk persamaan diferensial orde lebih dari satu akan diperkenalkan pada bab-bab terakhir dari buku ajar ini.

(15)

Soal Soal Latihan

Klasifikasikan persamaan-persamaan diferensial berikut ini menurut orde, persamaan diferensial linear, persamaan diferensial tidak linear, persamaan diferensial homogen atau persamaan diferensial tidak homogen.

1. + = 1

2. + + + = 0

3. + + 3 = 1

4. =

5. + = sin

6. + sin( + ) = sin

7. + = 0

8. ( + ) + (3 − 1) = 0

9. ( + ) + 2 = 0

10. =

11. + + = 0

12. =

13. − = 0

(16)

BAB 2. SOLUSI DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL ORDE SATU Berikut ini adalah dua metode yang paling mendasar untuk mendapatkan sebuah solusi dari suatu persamaan diferensial orde satu. Sementara untuk solusi-solusi lainnya akan dijelaskan tersendiri pada pembahasan bab-bab berikutnya.

1. Penyelesaian dengan Metode Integrasi Langsung (direct integration) Bentuk umumnya adalah,

= ( ) (2.1)

dimana ( ) adalah merupakan sebuah fungsi dari atau sebuah fungsi yang hanya berisi variabel . Dan dari bentuk tersebut dapat dirubah menjadi :

= ( ) (2.2) Kemudian kita integralkan sisi atau ruas kanannya menjadi sebagai berikut,

= ∫ ( ) + dimana merupakan sebuah konstanta integrasi.

Maka solusi umum dari persamaan diferensial tersebut adalah adalah :

= ( ) + (2.3) Contoh

Tentukanlah solusi umum dari persamaan-persamaan diferensial berikut ini :

1. = 2 + 3 + 1

2. = 5 + 4

3. = sin cos

4. = 4

(17)

Penyelesaian :

1. = 2 + 3 + 1

Kita rubah terlebih dahulu bentuk persamaan diatas menjadi seperti berikut ini,

= (2 + 3 + 1) +

Kemudian langkah selanjutnya adalah dengan mengintegralkan sisi sebelah kanannya.

Sehingga solusi umumnya akan didapatkan sebagai berikut :

= ∫ (2 + 3 + 1) +

=2

3 +3

2 + +

2. = 5 + 4

Bagi kedua ruanya dengan sehingga didapatkan bentuk berikut,

= 5 + 4

langkah berikutnya pindahkan ke ruas kanan,

= 5 +4

kemudian kita integralkan ruas kanan dari persamaan tersebut sehingga menjadi,

= ∫ 5 +4

+

Maka solusi umumnya akan didapatkan sebagai berikut :

= + 4 ln + .

(18)

3. = sin cos :

= sin cos

= ∫ sin cos +

= ∫ sin sin +

=1

4 sin + 4. = 4 :

= 4

= 4

= 4

= ∫ 4 +

= −4 + Catatan :

Apabila kita diberitahukan sebuah harga untuk sebuah harga tertentu, maka nilai dari persamaan tersebut dapat dihitung dan kemudian hasilnya disebut sebagai solusi khusus.

Misalnya untuk soal no 4 diatas, diketahui bahwa solusi umumnya adalah,

= −4 +

Dan apabila diberikan bahwa nilai = 3 untuk = 0, maka didapatkan solusi khususnya adalah,

= −4 + 7.

(19)

2. Penyelesaian Dengan Metode Pemisahan Variabel (Separation of Variables)

Sebelumnya, jika persamaan diferensial yang berbentuk = ( ) dapat diselesaikan dengan metode integrasi langsung. Maka untuk persamaan diferensial yang berbentuk = ( , ), variabel-variabel yang muncul di ruas kanan mencegah dan menyulitkan kita untuk menyelesaikannya dengan metode integrasi langsung,

= ( ) ∙ ( ) atau = ( )( )

Oleh karenanya, bentuk umum persamaan,

( , ) + ( , ) = 0 dapat dijadikan dalam bentuk :

1. ( ) + ( ) = 0

∫ ( ) + ∫ ( ) = 0 (2.4) Dimana ( ) adalah suatu fungsi kontinu hanya dari dan ( ) adalah suatu fungsi hanya dari .

2. ( ) ∙ ( ) + ( ) ∙ ( ) = 0 dibagi dengan ( ) ∙ ( ) , menjadi,

( )

( ) + ( )

( ) = 0

dan solusi umumnya kemudian dapat dilakukan dengan metode integrasi langsung,

( )( ) + ∫ ( )( ) = (2.5)

( )( ) = − ∫ ( )( ) + (2.6)

(20)

Pertimbangkanlah, misalnya ada sebuah persamaan diferensial yang berbentuk seperti berikut ini,

( ) + ( ) = 0 (2.7)

dimana adalah sebuah fungsi kontinu yang hanya berisi variabel , dan adalah sebuah fungsi kontinu yang hanya berisi variabel . Semua suku-suku dapat dikumpulkan dan dikelompokkan dengan dan begitu pula semua suku-suku dikelompokkan dengan , dan sebuah solusi dari persamaan tersebut kemudian dapat diperoleh melalui proses integrasi.

Persamaan-persamaan semacam ini adalah dikatakan dapat dipisahkan (separable), dan metode penyelesaiannya disebut sebagai metode pemisahan variabel. Sebuah persamaan yang dapat dipisah seperti pada (2.5), dapat diselesaikan dengan cara mengintegralkan fungsi dan fungsi

.

Berikut ini adalah beberapa contoh persamaan-persamaan diferensial yang dapat dipisahkan : Persamaan Diferensial Awal Ditulis Kembali Dengan Variabel-Variabel Yang Terpisah

+ 4 = 0 4 = −

(cos ) = sin = tan

Contoh :

Carilah solusi umum dari persamaan-persamaan diferensial berikut ini :

1. ( + 4) =

2. ( + 2 ) + (3 + + 1) = 0

3. =

4. + = 0

5. + = 0

(21)

6. + = 0

7. ( − 1) − ( − 1) = 0

8. =

9. = (1 + )(1 + )

10. =

11. =

12. ∙ = cos

13. = −

Penyelesaian :

1. ( + 4) =

Bentuk diferensialnya adalah sebagai berikut,

( + 4) = ,

kemudian dipisahkan, dimana suku dikelompokkan dengan dan suku dikelompokkan dengan sehingga persamaannya menjadi,

= .

Langkalh selanjutnya adalah mengintegralkan kedua sisi persaman tersebut,

= + 4

ln = 1

2 ln ( + 4) +

(22)

= (√ )

= + 4

= ± + 4

Maka akan didapatkan solusi umumnya adalah sebagai berikut :

= + 4

2. ( + 2 ) + (3 + + 1) = 0

∫ ( + 2 ) + ∫ (3 + + 1) =

1

4 + + +1

2 + =

+ 4 + 4 + 2 + 4 = , (dimana = 4 )

3. =

=

=

− = 0

4− =

− − = atau :

− + = atau :

+ = , dimana = −3

(23)

4. + = 0

= −

= − + = 0

+ =

1 3 + 1

2 =

5. + = 0

+ =

1 2 + 1

2 =1

2 + = 6. + = 0 :

+ = 0

+ =

ln + ln = ln , atau = 7. ( − 1) − ( − 1) = 0

− 1−

− 1= 0

(24)

− 1−

− 1 = 1

2 ln ( − 1) −1

2 ln ( − 1) =1 2ln

− 1

− 1= 8. = :

( + 1) = 2

( + 1) = 2

( + 1) = 2

1

2 + = +

9. = (1 + )(1 + ) :

1 + = (1 + ) 1

1 + = (1 + )

ln (1 + ) = + 2+

10. = :

= + 1

+ 1

( + 1) = + 1

(25)

( + ) = +1

( + ) = +1

3 + 2 =

2 + ln + 11. = :

=

1 =1

ln = ln + ln = ln + ln

= 12. ∙ = cos :

sin

1 + = cos 1

1 + =cos sin 1

1 + = cos

sin ln (1 + ) = ln sin + ln (1 + ) = ln sin + ln

1 + = sin

(26)

13. = − :

= ( − )

= ( − 1)

1 = ( − 1)

ln =1

2 − +

(27)

Soal-Soal Latihan :

1. =

2. = 5

3. =

4. = 2 ( + 9)

5. = − 2 + 2

6. − = 0

7. =

8. =

9. ( − 3) = 4

10. + ( + 1) = 0

11. ( + 1) + ( − 1) = 0

12. (1 + ) =

13. (1 − ) + (1 − ) = 0 14. 2 (4 − ) + ( − 1)( + 2) = 0

15. (1 + 2 ) = 2 (1 + )

16. + ( + 1) = 0 17. + √1 − = 0

(28)

18. ( − ) + ( + ) = 0

19. =( )

20. =

21. =

22. + 2 = 2

23. ( + 1) + √ + 1 = 0

24. =

25. =

26. =

27. = +

28. cos = + 3

29. − =

30. = 9

31. = 7 + 9 +

32. =

33. =

34. − = 0

(29)

35. =

36. =

37. = 5

38. =

39. =

40. + = 0

41. + = 0

42. + = 0

43. =

44. 2 = 3

45. =

46. =

47. (1 − ) =

48. 2 ( + 1) − = 0

49. =

50. =

(30)

BAB 3. PERSAMAAN DIFERENSIAL LINIER

Dalam bab ini, kita akan mempelajari bagaimana cara untuk menyelesaikan suatu kelas persamaan diferensial orde satu yang sangat penting. Sebuah persamaan diferensial linear orde satu adalah sebuah persamaan diferensial yamg mempunyai bentuk umum sebagai berikut,

+ ( ) = ( ) (3.1)

dimana dan adalah fungsi-fungsi kontinu dari . Persamaan diferensial linear orde satu ini dikatakan sebagai bentuk standarnya. Untuk menyelesaikan sebuah persamaan diferensial linear, tulislah dalam bentuk standarnya untuk mengidentifikasi fungsi-fungsi ( ) dan ( ).

Kemudian integrasikan ( ) dan bentuklah pernyataan,

( ) = ∫ ( ) (3.2) yang merupakan sebuah faktor integrasi ( ) atau integrating factor. Dan solusi umum dari persamaan diferensial tersebut adalah :

= ( ) ∫ ( ) ( ) (3.3)

Faktor integrasi ini sangatlah penting dan membantu dalam menyelesaikan sebuah persamaan diferensial linear dengan bentuk ′ + ( ) = ( ).

Berikut ini adalah cara pemecahan persamaan diferensial linear orde satu,

+ ( ) = ( )

Dimana dan adalah fungsi-fungsi yang kontinu dari . Misal : = ∙ ; dimana = ( ) dan = ( ).

= + + ( ) = ( )

+ + ( ) = ( )

(31)

+ + ( ) = ( ) (3.4)

Pilih u sedemikian rupa sehingga,

+ ( ) = 0 … … ; = ( ) (3.5)

= − ( ) → = − ( )

∫ = − ∫ ( ) → ln = − ∫ ( ) +

Ambil = 0, maka = ∫ ( )

= ( ) → ∫ ( ) ∙ = ( )

∫ ( ) ∙ = ( )

= ( ) ∙ ∫ ( )

= ∫ ∫ ( ) ∙ ( ) + (3.6)

Maka : = ∙ → = ∫ ( ) ∙ [∫ ∫ ( ) ∙ + Maka solusi umumnya adalah,

= ( ) ∫ ( ) ( ) (3.7)

Contoh :

Selesaikanlah persamaan-persamaan diferensial linear dibawah ini :

1. + =

2. − =

3. + =

(32)

4. + 3 =

5. + =

6. + =

7. + 5 =

8. − =

9. + =

10. + = cos

Penyekesaian :

1. + = ,

Persamaan diferensial linear diatas adalah sudah dalam bentuk standarnya. Kemudian langkah selanjutnya adalah menentukan nila ( ) dan ( ),

( ) = 1 dan ( ) =

Untuk menentukan faktor integrasinya ( ), maka gunakan persamaan (3.2) diatas,

( ) = ∫ ( ) = = .

Dan untuk mendapatkan solusi umumnya adalah gunakan persamaan (3.7) :

= 1

( ) ( ) ( )

= 1

( )

(33)

= 1

2 +

=1

2 +

2. − = :

+ = → = − 1

, =

= ∙ { ∙ + }

= ∙ { ∙ + }

= 1

∙ + = ( + )

= +

atau :

+ ( ) = ( ) → ( ) = −1

, ( ) =

∫ ( ) = ∫( ( ) )∙ +

∫ ( ) faktor integrasi

= ∫ ,∙ +

3. + = :

( ) = , ( ) =

= =

(34)

∙ = = ∙1

+

= +

= +

4. + 3 = :

+ ( ) = ( )

+ 3 =

( ) = 3, ( ) =

= =

=∫ ∙ +

= ∫ ∙ +

=∫ 1 +

= +

5. + = :

( ) = , ( ) =

= =

∙ = +

= +

(35)

6. + = :

( ) =1

, ( ) =

= = =

∙ = =1

3 +

= 1

3 +

=1

3 +

7. + 5 = :

( ) = 5 , ( ) =

= =

∙ = =1

7 +

= 1

7 +

=1

7 +

8. − = :

( ) = 1 , ( ) =

= =

∙ = (− ) ∙ +

= − − +

=− − +

(36)

9. + = :

+1 =

( ) =1

, ( ) =

= ^ 10. + = cos :

( ) = , ( ) = cos

= =sin

2 +

= sin

2 +

sin =sin

2 +

(37)

Soal-Soal Latihan :

1. − 3 = 6

2. − 2 =

3. + =

4. + = sin

5. − 5 = 0

6. − = −

7. + = 4

8. + = 100

9. + =

10. + 3 =

11. + = sin

12. tan + = sec

13. − = 2

14. − 2 = cos 2

15. − 2 = 6

16. + =

(38)

17. ( + 1) + =

18. ln + = 1

19. ( + 1) + = ( + 1)

20. − 5 =

21. (1 − ) − = 1

22. + 4 = 10

23. + tan( ) = cos

24. = − 2

25. =

26. ( + 1) + 2 =

27. = cos − cos

28. =

29. + =

30. ( + 1) + = ( + 1)

31. − 3 = 6

32. − 2 =

33. + =

(39)

34. + = sin

35. − 5 = 0

36. + 5 = 0

37. − 0.01 = 0

38. + 3 = 0

39. − 3 = 0

40. + = 0

41. − = 0

42. − 7 = 14

43. + =

44. = cos

45. + =

46. + =

47. + =

48. − = 0

49. − 7 =

50. + =

(40)

51. + =

52. − =

53. − 7 =

54. − 7 = sin 2

55. ( + 2 ) − = 0 56. = ( − 3 )

57. ( − 2) + (3 − ) = 0

(41)

BAB 4. PERSAMAAN DIFERENSIAL NON LINIER Bentuk umum dari sebuah persamaan diferensial non linear adalah,

+ ( ) = ( ) (4.1)

Dan persamaan diatas disebut juga sebagai persamaan Bernoulli. Sementara cara penyelesaiannya adalah dengan merubah terlebih dahulu bentuk persamaan tersebut diatas menjadi bentuk persamaan diferensial linier.

Perhatikan kembali pada persamaan (4.1) diatas, lalu bagi kedua ruasnya dengan ,

+ ( ) = ( ) , atau :

+ ( ) = ( ) (4.2)

Dimisalkan = ,

= (1 − ) (4.3)

Kalikan kedua ruas persamaan (4.2) dengan (1 − ),

(1 − ) + (1 − ) ( ) = (1 − ) (4.4)

+ ∙ =

+ = (4.5)

Terlihat dari persamaan (4.5) diatas yang merupakan bentuk persamaan diferensial linier.

Penyelesaian dengan rumus :

= (1 − ) ( ) ∫ ∙ [ ∫ − 1 ∫ ∙ + ] (4.6) Contoh :

1. + = ( + 1)

(42)

2. + =

3. + =

Penyelesaian :

1. + = ( + 1)

=1

, = + 1 , = 3

= −2 ∙ + 1 +

= −2 ∙ ( + 1) +

= −2 [ 1 + 1

+ ]

= −2 [ ( 1 + ) + ]

= −2 +1

+

= −2 + 2 − 2 , = −2

= 2 + − 2

2. + =

dibagi dengan ,

1 + 1

=

dikalikan dengan -2,

−2 − 2

= −2

(43)

2 + 2

= 2

misal : = = → = −2

− 2 = −2

= −2 , = −2

= =

Ingat kembali untuk penyelesaian persamaan diferensial linier :

= ∫ ,∙ +

∙ = ∙ (−2 ) = −1

2 −1

4 +

+1

2 +

+1

2 +

= ∙

= +1

2 +

= +1 2 +

= +1

2 + 3. + = :

+ =

1 + 1

=

(44)

Missal : = → = → = −5

−5 − 5

= −5

−5

= −5

= −5

, = −5

= = =

∙ = −5 ∙ = −5 = − 5 ∙ 1

−2 +

=5

2 +

= 5

2 +

=5

2 + =

=5

2 +

(45)

Soal-Soal Latihan :

1. + = ( + )

2. + =

3. − = cos

4. 2 − 3 =

5. − 2 = ( + 1)

6. + =

7. + =

8. − + = 0

9. + = ln

10. − =

(46)

BAB 5. PERSAMAAN DIFERENSIAL HOMOGEN Suatu fungsi ( , ) dikatakan homogen apabila mempunyai sifat,

, = ( , ) (5.1) dimana adalah konstanta dan n merupakan suatu bilangan.

Berikut adalah beberapa contoh fungsi homogen :

1. ( , ) = + → , = +

= ( + ) = ( , ) orde dua

2. ( , ) = → , = ( )

=

= ( , ) orde nol

Persamaan dengan bentuk ( , ) + ( , ) = 0 disebut homogen apabila ( , ) dan ( , ) adalah fungsi-fungsi homogen dengan orde sama atau berderajat sama. Dalam pengertian pangkat dan pangkat yang terlibat dalam masing-masing suku mempunya derajat yang sama.

Juga untuk persamaa diferensial dengan bentuk : = ( , )

( , ) .

Persamaan tersebut digunakan apabila faktor " " dan " " tidak dapat dipisahkan.

( , ) + ( , ) = 0 (5.2) Gunakan substitusi : = ∙ → = ,

= +

(47)

= ∙ 1 +

= +

( , ) → ( , ) = ( )

( , ) → ( , ) = ( )

∙ ( ) + ( ) ( + ) = 0 Dibagi dengan suku ,

[ ( ) + ( )] + ( ) = 0 (5.3) Dibagi dengan [ ( ) + ( )] sehingga dapat dipisahkan,

+ ( )

( ) + ( ) = 0

∫ + ∫ ( )( ) ( ) = (5.4)

Sehingga persamaan diatas menjadi persamaan diferensial dengan variable yang terpisah.

Contoh :

Pecahkanlah persamaan-persamaan diferensial homogen berikut ini :

1. =

2. =

3. =

4. ( + ) + = 0

5. =

(48)

Penyelesaian :

1. = :

= + , (homogen derajat 1)

= → = ∙ → = +

− + = 0

( + ) − ( + ) = 0 ( , ) + ( , ) = 0 [ ( ) + ( )] + ( ) = 0

( − − ) + = 0

− + = 0

dibagi dengan ,

− + = 0

dibagi dengan ,

− + = 0

− 1

+ =

− ln + = → = ln + ; = ln ln = ln (ln )

= ln (ln )

(49)

= ln (ln )

= ln (ln )

2. = ,

= + +

+ + − = 0

= → = ∙ → = +

+ + − ( + ) = 0

+ + − − = 0

( (1 + ) − = 0

( ( 1 + ) − = 0

dibagi dengan ,

( 1 + − = 0

dibagi dengan √1 + ,

− 1

√1 + = 0

1 − 1

√1 + =

ln − ln ( + + 1 ) = → = ln

ln − ln ( + + 1 ) =

(50)

+ + 1 =

+ + 1 =

+ +

=

+1

+ =

+ + =

3. =

= ( + )

( + ) − = 0

= → = ∙ → = +

( + ) − ( + ) = 0

+ − − = 0

− = 0 dibagi dengan ,

− = 0 dibagi dengan ,

1 − = 0

1 − =

(51)

ln −1

2 = ln

ln − ln =1 2 ( )

ln = 2

= 2 ln

4. ( + ) + = 0 (homogen derajat 2, orde 1)

= → = ∙ → = +

( + ) + ( + ) = 0

( + 2 ) + = 0

( 1 + 2 ) + = 0 dibagi dengan (1 + 2 ),

1 + 1

1 + 2 = 0

1 + 1

1 + 2 =

ln + ln (1 + 2 ) = ln ; ( = ln )

( √1 + 2 =

( 1 + 2 =

5. =

(52)

(3 − ) − 3 = 0

= → = ∙ → = +

(3 − ) − 3 ( + ) = 0

− − 3 = 0

+ 3 = 0

dibagi ,

1 + 3 = 0

1 + 3 = 0

ln + =

Ln + = ln ; ( = ln )

ln + = ln

ln + ln = ln

ln + ln = ln

=

(53)

Soal-Soal Latihan :

1. =

2. =

3. = +

4. =

5. = −

6. = −

7. = 1 + − cos

8. =

9. (3 + ) + ( + 3 ) = 0

10. + − = 0

11. =

12. − =

13. (2 − ) = 2 + ; = 3, = 2

14. ( + ) + ( − ) = 0

15. ( + ) = 3

16. − 3 + (4 + 3 ) = 0

(54)

17. ( + 3 ) = + 3

18. =

19. 2 = +

20. =

21. cos = cos −

22. ( + ) = −

23. =

24. = +

(55)

BAB 6. PERSAMAAN DIFERENSIAL EXACT Bentuk umum dari sebuah persamaan difernsial exact adalah,

( , ) + ( , ) = 0 (6.1) Sebuah persamaan adalah dikatakan persamaan diferensial exact apabila ruas kiri adalah difrensial dari ( , ) = 0.

( , ) = + = 0 (6.2)

= ; =

= ; = (6.3)

Dan berlaku,

= (6.4)

Sementara solusi umum dari sebuah persamaan diferensial exact adalah :

( , ) = (6.5) Contoh :

Carilah solusi umum dari persamaan-persamaan diferensial exact berikut ini : 1. (6 − ) + (4 + 3 − 3 ) = 0

2. 2 + ( + 1) = 0

3. (2 + 2 + ) + (2 + ) = 0

4. ( + ) + + = 0

(56)

Penyelesaian :

1. (6 − ) + (4 + 3 − 3 ) = 0 :

(6 − ) + (3 + 4 − 3 ) = 0 cari turunan parsialnya untuk memeriksa,

( , ) = ( , )

= 6 − , = 3 + 4 − 3

= 6 − 3 , = 6 − 3 → =

integrasikan ( , ) terhadap untuk membentuk fungsi ( , ) dan tambahkan konstanta integrasi ( ),

( , ) = ( , ) + ( )

= (6 − ) + ( )

= 3 − + ( )

untuk mendapatkan ( ) ,

( , ) ≡ ( , ) ( , ) = 3 − + ( ) diturunkan terhadap ,

( , ) = 3 − 3 + ′ ( ) 3 − 3 + ′ ( ) = 3 + 4 − 3

′ ( ) = 4

(57)

( ) = 4 = 2 → ( ) = 2

Maka solusi umumnya adalah :

( , ) =

3 − + 2 =

3 + 2 − = 2. 2 + ( + 1) = 0,

= 2 ; = 2

( , ) = ( , ) + ( )

= 2 + ( )

= + ( )

( , ) ≡ ( , )

+ ′ ( ) = + 1 → ′ ( ) = 1 → ( ) = ( ) =

( ) = Solusi umumnya adalah :

( , ) =

+ =

( + 1) =

(58)

3. (2 + 2 + ) + (2 + ) = 0,

= 4 + 2 + ; = 4 + + ∙ 2

( , ) = ( , ) + ( )

= + −1

2 + ( )

( , ) = 2 + −1

2 + ′ ( ) = 2 +

′ ( ) =1

2 → ′ ( ) = 1

2 =1

2 Solusi umumnya adalah,

( , ) =

+ =

4. ( + ) + + = 0,

= ; =

( , ) = ( , ) + ( )

= ( + ) + ( )

=1

3 +1

2 + ( )

( , ) =1

2 + ′ ( ) =1

2 +

(59)

( ) =1 3 Solusi umumnya adalah,

( , ) =

1

3 +1

2 +1

3 =

(60)

Soal-Soal Latihan :

1. (2 + ) + ( − 2 ) = 0

2. (5 − ) + (10 − 4 + 5 ) = 0

3. (1 + 2 ) + = 0

4. 3 (1 + ) + [ (1 + ) + sin = 0

5. (2 cos − ) − sin = 0 6. ( + 6 ) + (2 + 2 ) = 0 7. (3 + 3 ) + (3 − 3 + 2 ) = 0 8. sin 2 − 3 cos = 0

9. (3 + sin 2 + (6 + sin 2 ) = 0

10. + 5 − 4 + 3 − + 10 = 0

11. ( + 3 ) + = 0

12. (6 + ) + (2 − 3 ) = 0 13. ( + 2 + 1) + (2 + ) = 0

14. =

15. + + 1 − − = 0

16. + ln + + + ln + sin = 0

17. + = 0

(61)

BAB 7. APLIKASI PERSAMAAN DIFERENSIAL ORDE SATU Problem Campuran (Larutan)

Masalah campuran atau larutan ini adalah masalah umum yang banyak terjadi dalam bidang kima. Pertimbangkanlah sebuah tangki yang pada awalnya menampung sebanyak galon larutan atau air garam (brine) yang berisi Ib garam. Dan suatu larutan lainnya, yang berisi Ib garam per galon, kemudian dituangkan kedalam tangki tersebut pada laju galon per menit.

Sementara itu secara simultan, larutan yang diaduk secara merata tersebut juga dialirkan keluar dari tangki tersebut pada laju galon per menit. Problemnya ssekaranga adalah bagaimana kita menentukan jumlah garam yang ada pada tangki tersebut pada suatu waktu tertentu ?

Misalkan menyatakan jumlah (dalam pounds) garam didalam tangki pada suatu waktu . Laju waktu perubahan dari , yaitu , sama dengan laju dimana garam memasuki tanki tersebut minus laju dimana garam meninggalkan tangki. Garam memasuki tangki pada laju Ib per menit. Untuk menentukan laju dimana garam meninggalkan tangki, pertama-tama kita harus menghitung volume dari larutan garam (brine) pada tangki pada suatu waktu , yang mana volume awalnya adalah plus volume larutan garam yang ditambahkan minus volume larutan garam yang dialirkan . Oleh karenanya, volume larutan garam pada suatu waktu adalah ,

+ −

Konsentrasi dari garam didalam tangki pada suatu waktu adalah /( + − ), yang mana diikuti bahwa garam meninggalkan tangki pada laju,

lb per menit

(62)

maka,

= −

+ −

atau

+ + ( − ) =

Contoh 1 :

Sebuah tangki pada awalnya menyimpan 100 galon larutan garam (brine) yang berisi 20 lb garam. Pada saat = 0, air murni dituangkan kedalam tangki tersebut dengan laju 5 galon per menit., sementara campuran yang diaduk dengan baik tersebut juga dialirkan dan dikeluarkan dari tangki tersebut dengan laju yang sama. Hitunglah jumlah garam yang ada dalam tangki tersebut pada saat .

Penyelesaian :

Disini, = 100, = 20, = 0 dan = = 5. Persamaan + ( ) = diatas menjadi,

+ 1 20 = 0 Solusi dari persamaan linear ini adalah,

=

Pada saat = 0, kita diberikan bahwa = = 20. Dengan mensubstitusikan nilai-nilai ini pada persamaan diatas, maka kita dapatkan bahwa = 20. Sehingga persamaan diatas dapat dituliskan kembali menjadi :

= 20

(63)

Catatan :

Ketika → ∞, → 0 seperti yang seharusnya, karena hanya ada air murni yang ditambahkan pada tangki tersebut.

Contoh 2 :

Sebuah tangki pada awalnya berisi 120 galon air asin, yang mengandung 75 pound garam yang terlarut dalam campuran. Air garam yang mengandung 1,2 pound garam per galon dimasukkan kedalam tangki tersebut dengan laju 2 galon per menit. Sementara air asin keluar dari tangki tersebut juga dengan laju yang sama. Jika campurannya dipertahankan seragam dengan adukan yang konstan. Tentukan jumlah garam yang ada dalam tangki setelah waktu 1 jam.

Penyelesaian :

Andaikan sebagai jumlah pound garam dalam tangki pada akhir menit. Dari aliran masuk air asin, tangki memperoleh 2,4 pound garam per menit; dan dari aliran keluar, tangki kehilangan

pound per menit. Jadi,

= 2,4 − 1 60

Pada saat = 0, = 75. Persamaan diatas dapat dituliskan menjadi,

+ 1 60 = 2,4

Yang merupakan bentuk persamaan diferensial linear yang sudah kita pelajari sebelumnya.

Persamaan tersebut memiliki faktor integrasi = , sehingga didapat,

= 2,4

Kita menyimpulkan bahwa

= 2,4 = (60)(2,4) +

(64)

Dengan mensubstitusi nilai = 75 pada saat = 0, maka akan didapatkan nilai = −69, sehingga,

= 144 − 69 = 144 − 69

Pada waktu 1 jam ( = 60), maka akan didapatkan jumlah garam sebanyak :

= 144 − 69 ≈ 118,62 pound

Perhatikan bahwa limit nilai untuk ketika → ∞ adalah 144. Hal ini bersesuaian dengan kenyataan bahwa tangki pada akhirnya akan mengambil corak air asin yang memasuki tangki.

120 galon air asin dengan konsentrasi 1,2 pound garam per gallon akan mengandung 144 pound garam.

Dalam masalah aliran seperti contoh diatas, kita menerapkan prinsip umum. Andaikan mengukur jumlah yang tersedia didalam tangki pada waktu . Jadi, laju perubahan terhadap waktu adalah laju masukan dikurangi laju keluaran, yaitu :

= laju masuk – laju keluar Contoh 3 :

Sebuah tangki berisi 50 galon dari sebuah larutan dengan komposisi 90% air dan 10% alkohol.

Larutan yang kedua berisi 50% air dan 50% alkohol ditambahkan pada tangki tersebut dengan laju 4 galon per menit. Ketika larutan yang kedua sedang ditambahkan, tangki tersebut juga sedang dialirkan dengan laju 5 galon per menit. Larutan didalam tangki tersebut diaduk secara konstan dan merata. Hitunglah berapa banyakkah alkohol didalam tangki tersebut setelah waktu 10 menit ?

(65)

Penyelesaian :

Dimisalkan adalah jumlah galon dari alkohol didalam tangki pada suatu waktu . Seperti telah diketahu bahwa = 5 pada saat = 0. Karena jumlah galon dari larutan didalam tangki pada suatu waktu adalah 50 − , dan tangki kehilangan 5 galon dari larutan per menit, itu boleh jadi akan mengalami kehilangan,

5 50 −

galon alkohol per menit. Lebih jauh lagi, karena tangki tersebut sedang mendapatkan 2 gaon alkohol per menit, laju perubahan dari alkohol didalam tangki adalah,

= 2 − 5

50 −

+ 5

50 − = 2

Untuk menyelesaikan persamaan diferensial ini, diketahui : ( ) = didapatkan hasilnya,

( ) = 5

50 − = −5 ln |50 − |

Karena < 50, kita dapat mendrop tanda nilai absolute dan menyimpulkan bahwa

∫ ( ) = ( )= 1

(50 − ) Maka solusi umumnya adalah

(50 − ) = 2

(50 − )

(50 − ) = 1 2(50 − ) +

=50 −

2 + (50 − )

(66)

Karena = 5 ketika = 0, maka kita akan dapatkan,

5 =50

2 + (50) → −20 50 = Yang artinya bahwa solusi khususnya adalah ,

=50 −

2 − 20 50 − 50

Jadi pada saat = 10, jumlah dari alkohol yang ada didalam tangki tersebut adalah :

= − 20 ≈ 13.45 galon

Yang merepresentasikan suatu larutan yang berisi 33.6% alkohol.

Contoh 4 :

Pada waktu = 0, sebuah tangki berisi lb garam yang terlarut dalam 100 galon air.

Anggaplah bahwa air berisi lb garam/galon sedang dituangkan kedalami tangki tersebut dengan laju galon per menit dan campuran yang diaduk dengan baik tersebut dialirkan keluar dari tangki dengan laju yang sama. Aturlah problem nilai awal yang menggambarkan proses aliran ini. Tentukan banyaknya garam ( ) didalam tangki tersebut pada suatu waktu , dan juga tentukan jumlah pembatas (limiting amount) yang ada setelah waktu yang sangat lama. Jika

= 3 dan = 2 , carilah waktu setelah mana tingkat garam tersebut berada (berkisar) dalam 2 % dar . Juga carilah laju aliran yang diperlukan jika nilai adalah agar tidak melebihi 45 menit.

(67)

Penyelesaian :

Kita menganggap bahwa garam tidak dibuat atau dirusak didalam tangki. Oleh karenanya, variasi-variasi dalam hal jumlah garam adalah karena murni aliran yang masuk atau keluar dari tangki. Lebih tepatnya lagi, laju perubahan dari garam didalam tangki, , adalah sebanding dengan laju dimana garam sedang mengalir masuk minus laju dimana dia keluar. Pernyataan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut,

= laju masuk – laju keluar.

Laju dimana garam memasuki tangki adalah konsentrasi lb/galon dikalikan dengan laju aliran galon per menit, atau lb per menit. Untuk mencari laju dimana garam meninggalkan tangki tersebut, kita perlu mengalikan konsentrasi garam di dalam tangki tersebut dengan laju aliran keluar gallon per menit. Karena laju dari aliran masuk dan aliran keluar adalah sama, volume dari air didalam tangki tetap konstan pada 100 galon, dan oleh karena campuran adalah diaduk dengan baik, konsentrasi diseluruh tangki adalah sama, yaitu ( ) lb per gallon. Oleh karenanya, laju dimana garam keluar dari tangki adalah ( ) lb per galon. Sehingga persamaan diferensial berkenaan dengan proses ini adalah,

=4− 100 Kondisi awal adalah,

(0) =

Setelah berfikir tentang problem tersebut secara fisik, kita boleh jadi mengantisipasi bahwa pada akhirnya bahwa campuran yang pada awalnya didalam tangki esensinya akan digantikan oleh campuran yang mengalir masuk, yang konsentrasinya adalah lb per galon. Konsekwensinya, kita mungkin berharap bahwa pada akhirnya jumlah garam didlam tangki akan sangat mendekati 25 lb. Kita juga dapat menemukan jumlah pembatas (limiting amount) = 25 dengan

(68)

menseting sama dengan nol. Pada pers (2) dan menyelesaikan hasil persamaan aljabar untuk .

Untuk menyelesaikan problem nilai awal (2), (3) secara analitik, catatan bahwa persamaan (2) adalah keduanya linear dan dapat dipisahkan. Dengan menuliskannya kembali didalam bentuk standar untuk sebuah persamaan linear, kita akan mendapatkan,

+100= 4 Sehingga faktor integrasinya adalah,

= Dan solusi umumnya adalah :

( ) = 25 +

Dimana adalah sebuah arbitrary constant. Untuk memenuhi kondisi awal (3), kita harus memilih = − 25. Oleh karenanya, solusi dari problem nilai awal (2), (3) adalah,

( ) = 25 + ( − 25) atau,

( ) = 25 1 − +

Dari persamaan (6) atau (7), kita dapat melihat bahwa ( ) → 25 (lb) karena → ∞, sehingga nilai pembatas adalah 25, dengan mengkonfirmasi intuisi fisik kita. Lebih jauh lagi, ( ) mendekati atau mencapai batas tersebut lebih cepat ketika meningkat. Dalam menginterpretasikan solusi (7), catatan bahwa suku yang kedua pada sisi sebelah kanan adalah bagian atau porsi dari garam original yang masih ada (remains) pada waktu , sementara suku yang pertama memberikan jumlah garam didalam tangki sebagai sebuah konsekwensi atas proses aliran.

(69)

Contoh 5 :

Pertimbangkanlah sebuah kolam yang pada awalnya berisi 10 juta gallon air murni. Air yang berisi bahan kimia yang tidak diinginkan mengalir masuk kedalam kolam tersebut dengan laju 5 juta gallon per tahun, dan pada saat yang sama campuran didalam kolam tersebut juga mengalir keluar dengan laju yang sama. Konsentrasi ( ) dari bahan kimia didalam air yang masuk bervariasi secara periodic dengan waktu sesuai dengan pernyataan atau persamaan ( ) = 2 + sin 2 gram per gallon. Konstruksikanlah sebuah model matematika dari proses aliran ini dan tentukanlah jumlah bahan kimia yang ada di kolam tersebut pada suatu waktu.

Penyelesaian :

Karena aliran air yang masuk dan keluar adalah sama, maka jumlah air didalam kolam tersebut tetap konstan sebesar 10 galon. Mari kita tunjukkan waktu dengan , diukur dalam tahun dan bahan kimia ( ), diukur dalam satuan gram. Maka sesuai dengan pernyatan sebelumnya, juga berlaku persamaan berikut,

= laju masuk – laju keluar

Dimana laju masuk dan laju keluar merujuk pada laju dimana bahan kimia yang mengalir masuk dan keluar dari kolam tersebut secara berturut-turut. Laju dimana bahan kimia mengalir masuk adalah,

Laju masuk = (5 × 10 ) galon/tahun (2 + sin 2 ) gram/gallon

Konsentrasi dari bahan kimia didalam kolam tersebut adalah ( ) gram/gallon, sehingga laju aliran keluarnya adalah,

Laju keluar = (5 × 10 ) galon/tahun ( ) gram/gallon = ( ) gram/tahun

Maka kita akan memperoleh sebuah persamaan diferensial sebagai berikut,

= (5 × 10 )(2 + sin 2 ) − ( ) 2

(70)

Dimana masing-masing suku diatas mempunyai satuan gram/tehaun.

Untuk membuat koefisien-koefisien lebih mudah diatur, adalah lebih menyenangkan untuk memperkenalkan sebuah variabel tak bebas yang baru yang didefinisikan oleh ( ) =

( )/10 atau ( ) = 10 ( ). Ini artinya bahwa ( ) adalah diukur dalam satuan juta gram atau megagrams (metric tons). Jika kita membuat substitusi ini didalam persamaan terakhir diatas, maka setiap suku berisi faktor 10 , yang dapat canceled. Jika kita juga mentranspose suku yang meliputi ( ) pada sisi kiri dari persamaan tersebut, maka akhirnya kita akan mendapatkan

+1

2 = 10 + 5 sin 2

Pada awalnya, tidak ada bahan kimia didalam kolam tersebut, sehinnga inisial kondisi atau kondisi awalnya adalah,

(0) = 0

Persamaan diatas ( + = 10 + 5 sin 2 ) adalah linear, dan meskipun sisi kanan adalah sebuah fungsi dari waktu, koefisien adalah sebuah konstanta. Sehingga faktor integrasi adalah

. Dengan mengalikan persamaan diatas dengan faktor ini dan mengintegrasikan hasil persamaannya, maka kita akan mendapatkan solusi umumnya sebagai berikut,

( ) = 20 −40

17cos 2 +10 17 sin 2 +

Kondisi awal memerlukan = − , sehingga solusi dari problem nilai awalnya adalah

( ) = 20 −40

17cos 2 +10

17 sin 2 − 300 17 Problem Benda Jatuh

Pertimbangkanlah sebuah benda dengan massa yang jatuh secara vertikal yang dipengaruhi oleh grafitasi dan tahanan udara yang adalah sebanding dengan kecepatan dari benda tersebut.

Anggaplah bahwa grafitasi dan masa keduanya adalah konstan dan, untuk memudahkan pilihlah arah ke bawah sebagai arah positip.

(71)

Yang perlu kita ketahui bahwa hukum kedua Newton tentang gerak (motion) bahwa gaya (net force) yang bekerja pada sebuah benda adalah sama dengan laju waktu perubahan dari momentum benda; atau, untuk masa yang konstan maka berlaku persamaan,

=

dimana adalah gaya (net force) yang bekerja pada benda dan adalah kecepatan dari benda tersebut, keduanya pada waktu .

Ada dua gaya (forces) yang bekerja (acting) pada benda, yaitu : gaya karena grafitasi yang diberikan oleh berat dari benda tersebut, dan besarnya adalah sama dengan . Dan gaya karena tahanan udara yang diberikan oleh − , dimana ≥ 0 adalah sebuah konstanta proporsionalitas. Tanda minus adalah diperlukan karena gaya ini adalah berlawanan dengan kecepatan; yaitu, dia berlaku dalam arah keatas (upward), atau negatip dengan arah seperti yang ditunjukkan pada gambar.

Gaya (net force) pada benda adalah oleh karenanya ,

= −

Dengan mensubstitusi hasil ini pada (8.3), maka kita akan mendapatkan,

− = ,

atau :

(72)

+ =

sebagai persamaan gerak untuk benda.

Jika tahanan udara dapat diabaikan (negligible) atau dianggap tidak ada, maka = 0 dan persamaan (8.4) disederhanakan menjadi :

=

Ketika > 0, kecepatan pembatas adalah didefinisakn sebagai :

=

Dalam kebanyakan problem benda jatuh, tahanan udara adalah diabaikan. Pada contoh berikut ini, faktor tersebut akan dilibatkan. Dalam contoh tersebut, tahanan udara pada benda yang jatuh tersebut dianggap proporsional atau sebanding dengan kecepatannya . Jika adalah percepatan karena grafitasi, gaya yang mengarah ke bawah pada sebuah benda yang jatuh dengan masa adalah diberikan oleh − − . Jika adalah percepatan dari benda, maka hukum Newton kedua tentang gerak adalah,

= =

yang menghasilkan persamaa diferensial berikut,

= − −

+ = −

Contoh 6 :

Sebuah benda dengan masa dijatuhkan dari sebuah helikopter. Tahanan udara adalah proporsional terhadap kecepatan dari benda tersebut. Tentukanlah kecepatan dari benda tersebut sebagai sebuah fungsi waktu .

(73)

Penyelesaian :

Kecepatan memenuhi persamaa,

+ = −

Misalkan = , maka kita dapat memisahkan variabel-variabelnya untuk mendapatkan ,

= −( + )

+ = − 1ln | + | = − +

ln | + | = − +

Karena benda tersebut jatuh, = 0 ketika = 0. Sehingga = dan

= − +

= − (1 − )

= 1 −

Catatan :

Persamaan 8.4, 8.5 dan 8.6 adalah valid hanya jika kondisi yang diberikan adalah memenuhi.

Persamaan-persamaan ini adalah tidak valid jika, misalnya, tahanan udara adalah tidak proporsional dengan velocity squared, atau jika arah keatas (upward direction) adalah diambil menjadi arah positip.

(74)

Problem Pertumbuhan dan Penurunan Eksponensial

Pada banyak aplikasi, laju perubahan dari sebuah variabel adalah proporsional atau sebanding dengan nilai dari . Apabila adalah sebuah fungsi dari waktu , maka proporsinya dapat dituliskan sebagai berikut,

=

Solusi umum dari persamaan diferensial model ini adalah diberikan dalam teorema berikut : Teorema

Jika adalah sebuah fungsi yang dapat diturunkan sehingga > 0 dan = untuk yang konstan, maka :

=

Dimana adalan nilai awal dari , dan adalah konstanta proporsionalitas. Pertumbuhan eksponensial akan terjadi apabila > 0, dan penurunan eksponensial akan terjadi apabila <

0.

Misalkan ( ) adalah menyatakan jumlah dari substansi (atau populasi) yang mengalami pertumbuhan ataupun penurunan. Jika kita menganggap bahwa , adalah laju waktu perubahan dari jumlah substansi ini, adalah proporsional dengan dengan jumlah substansi yang terjadi, maka

= , atau :

− = 0

dimana adalah konstanta proporsionalitas.

Contoh 7 :

Pada permulaan tahun 1998, jumlah penduduk dunia diperkirakan sebanyak 5,9 miliar.

Dikatakan bahwa pada tahun 2020, penduduk akan mencapai 7,9 miliar. Bagaimanakah orang

(75)

Penyelesaian :

Untuk menyelesaikan persoalan ini secara matematis, kita andaikan = ( ) adalah banyaknya penduduk pada saat dengan banyaknya tahun setelah tahun 1998. Sebenarnya ( ) berupa bilangan bulat dan grafiknya “ meloncat ” apabila ada seseorang lahir atau meninggal dunia.

Namun, untuk populasi besar, loncatan-loncatan ini demikian kecil relatif terhadap jumlah penduduk dan kita tidak akan terlalu salah jika menganggap bahwa berupa suatu fungsi terdiferensiasi yang baik.

Nampaknya beralasan untuk mengandaikan bahwa pertambahan populasi Δ (kelahiran – kematian) dalam jangka waktu pendek Δ sebanding dengan banyaknya penduduk pada awal jangka waktu itu dan sebanding dengan panjangnya jangka waktu itu sendiri. Jadi Δ = Δ , atau :

Δ

Δ =

Dalam bentuk limit, ini memberikan persamaan diferensial ,

=

Jika > 0, populasi bertambah; akan tetapi jika < 0, maka populasi berkurang. Untuk populasi dunia, sejarah menunjukkan bahwa sekitar 0,0132 (dengan anggapan diukur dalam tahun), walaupun beberapa statistikawan melaporkan angka yang berbeda. Kita ingin menyelesaikan persamaan diferensial = dengan syarat awal = apabila = 0.

Dengan memisahkan variabel dan mengintegrasikan, kita peroleh :

=

=

ln = +

(76)

Syarat = pada saat = 0 akan menghasilkan = ln , sehingga,

ln − ln = atau,

ln =

Perubahan ke bentuk eksponen menghasilkan

=

Sehingga :

=

Kaetika > 0, jenis pertumbuhan ini disebut pertumbuhan eksponensial, dan ketika < 0, disebut penurunan atau peluruhan eksponensial.

Kembali ke masalah populasi dunia, kita memilih untuk mengukur dalam tahun setelah 1 Januari 1998, dan dalam miliar orang. Jadi = 5.9 ; dan oleh karena = 0,0132,

= 5,9 ,

Dalam tahun 2020, pada waktu = 22, kita dapat meramalkan bahwa akan bernilai

= 5,9 , ( ) ≈ 7,9 miliar Contoh 8 :

Dengan anggapan diatas, setelah berapa lamakah penduduk dunia akan menjadi dua kali lipat ? Penyelesaian :

Pertanyaan tersebut sama dengan menanyakan “ Setelah berapa tahunkah, sesudah 1998, penduduk dunia mencapai 11,8 miliar ? “. Kita perlu menyelesaikan :

11,8 = 5,9 ,

(77)

2 = ,

Untuk , dengan mengambil logaritma kedua sisi menghasilkan ln 2 = 0,0132

= , ≈ 53 tahun

Jika populasi dunia akan dua kali lipat dalam 53 tahun pertama setelah tahun 1998, populasi tersebut akan dua kali lipat dalam sembarang periode 53 tahun; sehingga populasi akan berlipat empat dalam 106 tahun. Secara lebih umum, jika suatu besaran yang tumbuh secara eksponen berlipat dua sampai 2 dalam satu selang awal panjang , maka ia akan berlipat dua dalam sebarang selang yang panjangnya , karena

( + ) ( ) =

( )

= =2

= 2

Kita sebut bilangan sebagai waktu pengganda.

Contoh 9 :

Dalam sebuah eksperimen, pertumbuhan lalat meningkat berdasrkan hukum pertumbuhan eksponensial. Ada 100 lalat setelah hari kedua eksperimen dan 300 lalat setelah hari keempat.

Kira-kira berapa banyakkah lalat pada populasi awalnya ? Penyelesaian :

Misalkan = adalah jumlah dari lalat pada waktu , dimana adalah diukur dalam hari.

Catatan bahwa adalah kontinu, dimana jumlah lalat adalah diskrit. Karena = 100 pada saat

= 2 dan = 300 pada saat = 4, maka kita dapat menuliskan, 100 = dan 300 = Dari persamaan pertama, kita telah mengetahui bahwa,

= 100

(78)

Dengan mensubstitusi nilai ini pada persamaan kedua menghasilkan sebagai berikut, 300 = 100

300 = 100 3 = ln 3 = 2 1

2 ln 3 = 0,5493 ≈

Sehingga model pertumbuhannya adalah dapat dituliskan menjadi berikut ini,

= ,

Sementara untuk menyelesaikan , apply kembali kondisi = 100 pada saat = 2 dan diperoleh,

100 = , ( )

= 100 . ≈ 33

Sehingga populasi original (pada saat = 0) dianggap mendekati = = 33 lalat.

Contoh 10 :

Banyaknya bakteri dalam suatu kultur yang tumbuh secara cepat ditaksir sebesar 10.000 pada tengah hari dan sebesar 40.000 setelah dua jam. Berapakah banyak bakteri akan terdapat pada pukul 17.00 ?

(79)

Penyelesaian :

Kita menganggap bahwa persamaan diferensial = dapat diterapkan, sehingga = . Kita mempunyai dua syarat ( = 10.000 dan = 40.000 pada saat = 2), sehingga dapat kita simpulkan bahwa

40.000 = 10.000 ( ) atau

4 = ln 4 = 2 atau

+ = ln 4 = ln √4 = ln 2

Jadi,

= 10.000 ( ) dan pada = 5, ini memberikan,

= 10.000 , ( ) ≈ 320.000 Peluruhan Radioaktif

Tidak semuanya tumbuh; beberapa berkurang menurut waktu. Khususnya, zat-zat radioaktif mengalami peluruhan, dan berlangsung pada laju yang sebanding dengan banyaknya zat yang ada. Sehingga laju pertumbuhannya juga memenuhi persamaan diferensial,

=

Tetapi sekarang negative. Adalah tetap benar bahwa = merupakan penyelesaian terhadap persamaan ini.

(80)

Contoh 11 :

Karbon 14, salah satu dari tiga isotope karbon adalah zat radioaltif dan meluruh dengan laju yang sebanding dengan banyaknya zat yang ada. Waktu paruhnya (half life) adalah 5730 tahun;

artinya zat tersebut memerlukan waktu 5730 tahun untuk menyusut menjadi setengahnya.

Apabila pada saat awal ada 10 gram, berapakah sisanya setelah 2000 tahun ? Penyelesaian :

Waktu paruhnya sebesar 5730, memungkinkan kita untuk menentukan sebab mengimplikasikan bahwa

1

2= 1 ( )

atau, setelah mengambil logaritma,

− ln 2 = 5730

= − ln 2

5730 ≈ −0,000121 Jadi,

= 10 , Pada saat = 2000, ini memberikan

= 10 , ( ) ≈ 7,85 gram Contoh 12 :

10 gram isotope plutonium adalah dilepaskan didalam sebuah kecelakaan nuklir. Berapa lamakah akan berlangsung bagi 10 gram isotope tersebut akan meluruh menjadi 1 gram ?

Penyelesaian :

Misalkan merepresentasikan masa dari plutonium (dalam gram). Karena laju peluruhan (decay) adalah proporsional atau sebanding dengan , kita mengetahui bahwa,

=

(81)

dimana adalah waktu dalam tahun. Untuk menemukan nilai dari konstanta dan , tetapkan dan berikan kondisi awal. Dengan menggunakan fakta bahwa = 10 pada saat = 0, maka kita dapat menuliskan,

10 = → 10 =

Yang menyatakan bahwa = 10. Berikutnya, dengan menggunakan fakta bahwa waktu paruh dari plutonium adalah 24.100 tahun, kita akan mendapatkan = = 5 pada saat = 24.000.

Sehingga kita dapat menuliskan,

5 = 10 ( . ) 1

2= .

1 24.000 ln1

2= ≈ −0,000028761 Dan modelnya adalah,

= 10 , (model waktu paruh)

Untuk mencari waktu yang diperlukan bagi 10 gram plutonium untuk meluruh menjadi 1 gram, kita dapat menyelesaikan untuk pada persamaan,

1 = 10 , Sehingga solusinya adalah mendekati 80,059 tahun.

Dari contoh mengenai peluruhan diatas, perhatikan bahwa didalam sebuah masalah pertumbuhan atau peluruhan eksponensial, adalah mudah untuk menyelesaikan ketika kita diberikan sebuah nilai pada saat = 0. Model peluruhan pada contoh diatas juga dapat ditulis sebagai = 10 . . Model ini jauh lebih mudah untuk diturunkan, tetapi untuk beberapa aplikasi adalah tidak menarik digunakan.

(82)

Penurunan Penjualan Contoh 13 :

Empat bulan setelah penghentian iklannya, sebuah pabrik mendapati bahwa penjualannya mengalami penurunan dari 100.000 unit per bulan menjadi 80.000 unit per bulan. Penurunan penjualan tersebut mengikuti pola penurunan eksponensial. Akan seperti apakah kira-kira penjualan setelah 2 bulan berikutnya ?

Penyelesaian :

Gunakan model penurunan eksponensial = , dimana adalah diukur dalam bulan. Dari kondisi awal ( = 0), diketahui bahwa = 100.000. Lebih jauh lagi, karena = 80.000 ketika = 4, kita dapatkan,

80.000 = 100.000 0,8 = ln 0,8 = 4

≈ −0,0558

Jadi, setelah 2 bulan lebih ( = 6), kita dapat mengharapkan penjualan bulanan menjadi :

= 100.000 , ( ) ≈ 71, 500 unit Problem Rangkaian Listrik

Banyak persamaan dalam bidang rekayasa yang berkaitan dengan persamaan diffrerensial. Salah satu contoh aplikasi yang akan dibahas berikutnya dalam buku ajar ini adalah dalam rangkaian listrik RL, RC ataupun RLC. Misalkan terdapat suatu rangkaian seri RL dimana besarnya kuat arus (Ampere) dalam satuan waktu (t) yang melalui rangkaian tersebut dihitung dengan menggunakan rumus berikut,

(83)

Ι+ Ι = ( )

Bentuk rumus diatas merupakan bentuk persamaan differensial dengan t merupakan satu-satunya variabel bebas. Sedangkan besaran tahanan R (Ohm) dan induksi L (Henry) diberikan. Fungsi E(t) merupakan besaran gaya elektromagnetik/voltase (Volt).

Persamaan dasar yang mengatur (governing) jumlah arus I (ampere) didalam sebuah rangkaian RL yang sederhana (lihat gambar diatas) yang terdiri dari sebuah tahanan R (ohms), sebuah inducktor L (henries) dan sebuah gaya gerak listrik E adalah dapat diformulasikan sebagai berikut :

+ =

Sementara untuk suatu rangkaian RC yang terdiri dari sebuah tahanan , kapasitansi (farad) dan gaya gerak listrik E (lihat gambar diatas), persamaan tersebut mengatur (governing) jumlah muatan listrik (coulomb) pada kapasitor dapat diformulasikan sebagai berikut :

+ 1 =

Gambar

Grafik Fungsi Logaritma
Grafik Fungsi Eksponensial

Referensi

Dokumen terkait

Persamaan aliran panas dimensi dua (persamaan Laplace) merupakan persamaan diferensial parsial yang digunakan untuk menentukan solusi dari suatu persamaan.. Permasalahan yang

Dalam menyelesaikan persamaan persamaan diferensial parsial linear nonho- mogen orde satu dengan metode dekomposisi Adomian, solusi deret yang diperoleh mengandung noise terms ,

Persamaan diferensial biasa yaitu suatu persamaan diferensial yang memuat turunan satu atau lebih variabel tak bebas terhadap satu variabel bebas suatu fungsi.. Persamaan

Persamaan Diferensial Sturm-Liouville (PDSL) merupakan persamaan diferensial linear (PDL) orde dua dengan koefisien berupa fungsi bernilai real dan kontinu pada

Mahasiswa mampu menyelesaikan persamaan diferensial orde satu dengan metode pemisahan variabel, substitusi, faktor pengintegralan, dan persamaan Bernoulli.. Mahasiswa

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa metode Runge-Kutta Orde Lima dapat dignakan untuk menentukan solusi persamaan diferensial biasa dan memiliki tingkat

Menuliskan langkah-langkah awal pembuktian yaitu dimulai dari menuliskan persamaan diferensial dan dapat mengubahnya ke bentuk persamaan diferensial linier orde satu

Persamaan Diferensail Biasa Orde Tinggi Bentuk umum persamaan diferensial biasa orde tinggi : Misalkan dimana adalah solusi dari persamaan diferensial : Dengan nilai awal :