• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA"

Copied!
206
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROYEK OPERASI NASIONAL AGRARIA (PRONA) DALAM MEWUJUDKAN TERTIB

ADMINISTRASI PERTANAHAN DI KOTA BINJAI

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Oleh:

ANDRY SYAHPUTRA LUBIS NIM : 140903139

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2 0 2 0

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Tanah merupakan penunjang kesejahteraan dan kemakmuran diseluruh masyarakat Indonesia, karena tanah mempunyai peran yang besar baik dalam sektor industri maupun sektor pertanian. Badan Pertanahan Nasional (BPN) melaksanakan program Nasional Agraria untuk mendukung pelaksanaan pendaftaran tanah serta penerbitan sertifikat dalam rangka tertib administrasi bidang pertanahan. BPN membuat program PRONA. Kebijakan PRONA ini adalah kebijakan pokok pertanahan dan sekaligus mengarah kepada pembangunan dibidang pertanahan untuk sukses memecahkan masalah pertanahan.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Adapun lokasi penelitian ini dilakukan di Kantor Wilayah dan Kantor Pertanahan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Binjai Jl. Samanhudi No.14, Satria, Binjai Kota, Kota Binjai, Sumatera Utara 20714. Informan yang dipilih dalam penelitian ini adalah \ pegawai Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai dan masyarakat yang sudah menerima PRONA.

Hasil dari penelitian ini Dalam implementasi kebijakan PRONA di Kota Binjai adalah implementor telah memahami standard dan tujuan kebijakan PRONA, sehingga pada tahun 2018 lalu dengan target 1000 pensertifikatan tanah bagi kelas menengah ke bawah terealisasi sebanyak 920 sertifikat, sedangkan sisanya sebanyak 80 sertifikat terkendala dengan pemenuhan pembuktian kelengkapan dokumen, seperti sengketa kepemilikan. Dalam pelaksanaan kegiatan PRONA jumlah sumber daya manusia yang ada masih kurang khususnya untuk tenaga juru ukur dan tenaga pengumpul data yuridis (puldadis) mengatasi permasalahan ini kantor pertanahan Kota Binjai mendapatkan tambahan tenaga juru ukur dan tenaga puldadis yang diperbantukan dari Kantor Wilayah BPN Provinsi Sumatera Utara. Penyampaian program PRONA kepada masyarakat, pihak Kantor Pertanahan Kota Binjai tidak melakukan sosialisasi langsung kepada masyarakat hanya dengan memberitahukan kepada Lurah bahwa di Kelurahan tersebut akan dilaksanakan program PRONA. Dalam rangka mempercepat program pertanahan, maka dibentuk tim pengumpulan data yang bertugas untuk mengumpulkan data-data masyarakat tentang program PRONA di wilayah kerja masing-masing sesuai dengan yang telah ditentukan. Masyarakat yang memanfaatkan PRONA sangat terbantu terutama masyarakat berpenghasilan rendah. Ini dapat terlihat dari data-data yang telah ada di Kantor Pertanahan Kota Binjai. Disposisi atau sikap para pelaksana bahwa disposisi oleh implementor pada PRONA ini dapat dikatakan sudah cukup baik. Dapat dilihat bahwa implementor melakukan pengawasan dan pengontrolan terhadap program PRONA

Kata Kunci : Implementasi, Kebijakan, PRONA, Tertib Administrasi.

(6)

ABSTRACT

Land is a supporter of prosperity and prosperity throughout the Indonesian people, because land has a large role in both the industrial and agricultural sectors. The National Land Agency (BPN) implements a National Agrarian program to support the implementation of land registration and the issuance of certificates in the orderly administration of the land sector. BPN created the PRONA program. This PRONA policy is the main land policy and at the same time leads to development in the land sector to successfully solve the land problem.

The research method used in this study is a descriptive research method with a qualitative approach. The location of this study was conducted at the Regional Office and Land Office of the National Land Agency (BPN) of Binjai City Jl. Samanhudi No.14, Satria, Binjai Kota, Binjai City, North Sumatra 20714.

The informants selected in this study were the employees of the Binjai City National Land Agency and the people who had received PRONA.

The results of this research In the implementation of PRONA policy in Binjai City, the implementor has understood PRONA policy standards and objectives, so that in 2018 with a target of 1000 land certifications for the lower middle class was realized as many as 920 certificates, while the remaining 80 certificates were constrained with compliance with proof completeness of documents, such as ownership disputes. In carrying out PRONA activities, the number of human resources available is still lacking, especially for surveyors and juridical data collection staff (puldadis) to overcome this problem. The City of Binjai land office receives additional measurement and puldadis staff assisted from the North Sumatra BPN Regional Office. Submission of the PRONA program to the community, the City of Binjai Land Office does not conduct direct socialization to the community only by informing the Lurah that the PRONA program will be implemented. In order to expedite the land program, a data collection team was formed which was tasked with collecting community data about the PRONA program in their respective work areas as determined. The people who use PRONA are very helpful especially the low income people. This can be seen from the data that already exists at the Binjai City Land Office.

Disposition or the attitude of the implementers that the disposition by the implementor in PRONA can be said to be good enough. It can be seen that the implementor supervises and controls the PRONA program

Keywords: Implementation, Plicy, Prona, Oderly Admonistration

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT., Tuhan Yang Maha Esa yang selalu memberikan kenikmatan dan kebaikan kepada saya dan keluarga saya. Shalawat berangkaikan salam, dan bertangkaikan kerinduan kepada Rasulullah Muhammad SAW.

Skripsi yang berjudul “Implementasi Kebijakan Proyek Operasi Nasional Agraria Dalam Mewujudkan Tertib Administrasi Pertanahan Di Kota Binjai” ini penulis susun untuk memenuhi Persyaratan Kurikulum Sarjana Strata-1 (S1) pada Jurusan Ilmu Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya atas semua bantuan yang telah diberikan baik secara langsung maupun tidak langsung selama penyusunan tugas akhir ini hingga selesai. Secara khusus rasa terimakasih tersebut penulis sampaikan kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Sumatera Utara yaitu Bapak Dr Muryanto Armin, S.Sos, M.Si.

3. Bapak Husni Thamrin, S.Sos., M.SP., selaku Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Muhammad Arifin Nasution, S.Sos., M.SP., selaku Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

(8)

5. Bapak Dr. Tunggul Sihombing, M.A., selaku Ketua Program Studi Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Asima Yanty Sylvania Siahaan, M.A., Ph.D., selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

7. Ibu Dra. Februati Trimurni, M.A, Ph.D sekaligus selaku Dosen Pembimbing saya yang selalu sabar membimbing dan memberikan ilmu serta wejangan dan motivasi untuk tetap semangat dan terus berusaha.

8. Seluruh Dosen Jurusan Ilmu Administrasi Publik, Universitas Sumatera Utara atas ilmu dan motivasi yang diberikan, semoga menjadi amal kebaikan untuk semuanya.

9. Kedua orang tua penulis H. Sarmadan Lubis dan Ibu Hj. Rosnani Dalimunthe yang telah membesarkan dan mendidik, memberikan dukungan dan doa serta memberi banyak nasihat-nasihat kepada penulis sehingga penulis bersemangat untuk menyelesaikan tugas akhir ini. Kalian adalah harta dan cinta terbesar dalam hidup yang terus menjadi motivasi untuk melangkah dan berlari mengejar mimpi.

10. Terima kasih buat H. Aspan Nst, Asrul Alfiansyah Lubis, SH, Amanda Putri, NST, SE,Adik-adik administrasi Publik stambuk 2015,2016,2017 terutama Stevanie Siregar S.AP,. Terimakasih atas setiap doa dan dukungan dan sudah memberikan semangat dan mendukung dalam doa saat mengerjakan tugas akhir

(9)

Sebagai suatu karya ilmiah, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna baik dari segi materi maupun penyajiannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik maupun saran yang sifatnya membangun demi perbaikan skripsi ini. Penulis berharap, semoga tugas akhir ini dapat memberikan hal yang bermanfaat dan menambah wawasan bagi pembaca dan khususnya penulis.

Medan, April 2020

Penulis,

ANDRY SYAHPUTRA LUBIS NIM: 140903139

(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Kebijakan Publik ... 9

2.2. Implementasi Kebijakan ... 11

2.2.1. Model Implementasi Kebijakan... 14

2.2.1.1. Model Implementasi Donald Van Meter dan Carl Van Horn ... 14

2.2.1.2. Model Implementasi Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier ... 17

2.2.1.3. Model Implementasi Merilee S. Grindle... 18

2.3. Pelayanan Publik ... 21

2.4. Proyek Operasi Nasional ... 23

2.4.1. Tugas PRONA ... 24

2.4.2. Tujuan PRONA ... 25

2.4.3. PRONA dalam lingkup Kebijakan Publik ... 26

2.5. Tertib Administrasi Pertanahan ... 27

2.5.1. Tertib Administrasi ... 27

(11)

2.5.4. Manfaat Administrasi Pertanahan ... 37

2.6. Definisi Konsep ... 39

2.7. Hipotesis Kerja ... 40

BAB III METODE PENELITIAN ... 42

3.1. Bentuk Penelitian ... 42

3.2. Lokasi Penelitian ... 42

3.3. Informan Penelitian ... 43

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 45

3.5. Teknik Analisis Data ... 47

3.6. Validitas Data ... 49

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 52

4.1. Gambaran Umum Kota Binjai ... 52

4.1.1. Sejarah Singkat Kota Binjai ... 52

4.1.2. Kondisi Umum Kota Binjai ... 55

4.1.3. Visi dan Misi Kota Binjai ... 57

4.2. Gambaran Umum Kantor Pertanahan Kota Binjai ... 57

4.2.1. Sejarah Kantor Pertanahan Kota Binjai ... 58

4.2.2. Visi dan Misi Kantor Pertanahan Kota Binjai ... 59

4.2.3. Sumber Daya Manusia ... 61

4.2.4. Struktur Organisasi ... 64

4.2.5. Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi Kantor Pertanahan Kota Binjai ... 66

4.2.6. Tugas-tugas Kantor Pertanahan Kota Binjai ... 77

4.2.7. Produk-produk yang dihasilkan Kantor Pertanahan Kota Binjai ... 77

4.2.8. Pelayanan Survei, Pengukuran dan Pemetaan ... 78

4.3. Deskripsi Hasil Wawancara, Dokumentasi dan Observasi ... 81

4.3.1. Standar dan Tujuan Kebijakan ... 82

4.3.2. Sumber Daya Kebijakan ... 94

(12)

4.3.3. Komunikasi Organisasi ... 106

4.3.4. Karakteristik Organisasi Pelaksana ... 124

4.3.5. Kondisi Sosial, Ekonomi dan Politik ... 137

4.3.6. Disposisi atau Sikap Para Pelaksana ... 143

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 149

5.1. Kesimpulan ... 149

5.2. Saran ... 152

DAFTAR PUSTAKA. ... 154

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Matriks Informan Penelitian ... 37

Tabel 4.1 Kependudukan Kota Binjai ... 44

Tabel 4.2 Data Pegawai Berdasarkan Golongan ... 49

Tabel 4.3 Data Pegawai Berdasarkan Unit Kerja ... 49

Tabel 4.4 Data Pegawai Berdasarkan Pendidikan ... 50

Tabel 4.5 Tarif Pelayanan Survei, Pengukuran dan Pemetaan ... 58

Tabel 4.6 Data Pegawai Kantor Pertanahan Kota Binjai ... 73

Tabel 4.8 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Kota Binjai 2016-2019 ... 105

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Lambang dan Logo Kantor Pertanahan Kota Binjai ... 45

Gambar 4.2 Struktur Organisasi Kantor Pertanahan Kota Binjai ... 51

Gambar 4.3 Sertipikat Tanah ... 66

Gambar 4.4 Daftar Hadir dan Pelatihan atau Diklat Pegawai ... 72

Gambar 4.5 Undangan Rapat Internal Kantor Pertanahan Kota Binjai ... 81

Gambar 4.6 Rapat Internal Kantor BPN Kota Binjai ... 82

Gambar 4.7 Staf atau Pegawai Kantor BPN Kota Binjai ... 84

Gambar 4.8 Pengumpulan Ddata Yuridis Peserta PRONA ... 86

Gambar 4.9 Staf atau Pegawai Kantor BPN Kota Binjai Menyampaikan Program PRONA ke Masyarakat ... 92

Gambar 4.10 Tim Pengumpulan Data ... 95

Gambar 4.11 Staf atau Pegawai Kantor BPN Kota Binjai ... 96

Gambar 4.12 Pelayanan Terhadap Masyarakat Di Kantor BPN Kota Binjai ... 99

Gambar 4.13 Tata Cara Penyampaian Keluhan atau Pengaduan ... 100

Gambar 4.14 Sosialisasi Program PRONA ... 102

Gambar 4.15 Sosialisasi Program PRONA ... 108

Gambar 4.16 Rapat Laporan Kinerja Program PRONA ... 109

(15)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Tanah merupakan penunjang kesejahteraan dan kemakmuran diseluruh masyarakat Indonesia, karena tanah mempunyai peran yang besar baik dalam sektor industri maupun sektor pertanian. Karena hampir semua keperluan manusia berasal dari tanah, maka manusia berlomba-lomba untuk memiliki tanah. Hal-hal yang berkaitan dengan tanah dicantumkan dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam pasal 33 ayat 3 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dikatakan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat.

Berdasarkan ketentuan tersebut, pemerintah dalam setiap kebijakannya berkaitan dengan tanah mempunyai kewajiban untuk memberikan kemakmuran kepada masyarakat. Berdasarkan pada penerapan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Pasal 19 Tahun 1960, pemerintah mengadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia dalam rangka memberi jaminan kepastian hukum kepada pemegang hak-hak atas tanah. Oleh karena hal tersebut munculah Reforma Agraria untuk mempersempit ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah yang akan memberikan harapan baru untuk pemerataan dan perubahan sosial ekonomi masyarakat secara menyeluruh.

Reforma agraria merupakan salah satu program prioritas nasional yang memiliki tiga tujuan mulia yang ingin dicapai yaitu menata ulang struktur agraria

(16)

yang timpang menjadi berkeadilan, menyelesaikan konflik agraria, dan mensejahterakan rakyat setelah reforma agraria dijalankan. Reforma agraria secara fundamental memberikan program-program yang dapat menuntaskan masalah kemiskinan masyarakat desa, meningkatkan kesejahteraan dengan kemandirian pangan nasional, meningkatkan produktivitas tanah, memberikan pengakuan hak atas tanah yang dimiliki baik secara pribadi, negara, dan tanah milik umum yang pemanfaatannya untuk memenuhi kepentingan masyarakat.

Reforma agraria bentuknya ada tiga, yaitu legalisasi aset, redistribusi tanah dan perhutanan sosial dan salah satu programnya adalah Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA). PRONA dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 189 Tahun 1981. Pada ketentuan konsideran disebutkan bahwa PRONA ditujukan dalam rangka pelaksanaan catur tertib administrasi pertanahan, pemerintah melaksanakan sertifikasi tanah secara massal untuk memberikan jaminan kepastian hukum bagi penguasaan dan kepemilikan tanah sebagai tanda bukti hak yang kuat. Selain itu juga ditujukan untuk menyelesaikan sengketa tanah yang bersifat strategis yang gunanya membuat tentram pemilik tanah dari tuntutan pihak ketiga. Dengan demikian kebijakan PRONA ini memiliki tujuan yaitu memberikan pelayanan pendaftaran tanah pertama kali dengan proses yang sederhana, mudah, cepat dan murah dalam rangka percepatan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Indonesia.

Selain itu PRONA memiliki ketentuan yang diatur mengenai pendaftaran tanah dalam UUPA (UU No. 5 Tahun 1960 LN 1960 No. 1040). Pada tahun 2015

(17)

Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 2015. Dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 2015 dijelaskan mengenai ketentuan sertifikasi PRONA. Namun karena dalam pelaksanaanya masih ditemukan kendala maka pada akhirnya dilakukan penyesuaian terhadap peraturan ini.

Kebijakan PRONA memiliki ketentuan yang diatur mengenai pendaftaran tanah dalam UUPA (UU No. 5 Tahun 1960 LN 1960 No. 1040). Selain itu, pada tahun 2015 pemerintah kembali mengeluarkan peraturan mengenai PRONA yaitu dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 2015. Dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 2015 dijelaskan mengenai ketentuan sertifikasi PRONA.

Badan Pertanahan Nasional (BPN) melaksanakan program Nasional Agraria untuk mendukung pelaksanaan pendaftaran tanah serta penerbitan sertipikat dalam rangka tertib administrasi bidang pertanahan. BPN membuat program PRONA. PRONA adalah kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintah di bidang pertanahan pada umumnya dan di bidang pendaftaran tanah pada khususnya berupa pensertipikatan tanah yang dilaksanakan secara serentak (massal) dan penyelesaian sengketa-sengketa tanah yang bersifat strategis.

Kebijakan PRONA ini adalah kebijakan pokok pertanahan dan sekaligus mengarah kepada pembangunan dibidang pertanahan untuk sukses memecahkan masalah pertanahan. Berdasarkan TAP MPR No. IV/MPR/1978 ditentukan agar pembangunan di bidang pertanahan diarahkan untuk menata kembali penggunaan,

(18)

penguasaan, dan pemilikan tanah. Atas dasar TAP MPR No. IV Tahun 1978, Presiden mengeluarkan kebijakan bidang pertanahan yang dikenal dengan Catur Tertib Bidang Pertanahan sebagaimana dimuat dalam Keputusan Presiden No. 7 Tahun 1979, meliputi: Tertib Hukum Pertanahan, Tertib Administrasi Pertanahan, Tertib Penggunaan Tanah, Tertib Pemeliharaan Tanah dan Lingkungan Hidup (Samun, 2013:22).

Menurut Ismaya (2013:22) bahwa tertib administrasi pertanahan diarahkan pada program:

1. Mempercepat proses pelayanan yang menyangkut urusan pertanahan;

2. Menyediakan peta dan data penggunaan tanah, keadaan sosial ekonomi masyarakat sebagai bahan dalam penyusunan perencanaan penggunaan tanah bagi kegiatan-kegiatan pembangunan;

3. Penyusunan data dan daftar pemilik tanah, tanah-tanah kelebihan batas maksimum, tanah-tanah absente dan tanah-tanah negara;

4. Menyempurnakan daftar-daftar kegiatan baik di Kantor Agraria maupun di kantor PPAT;

5. Mengusahakan pengukuran tanah dalam rangka pensertipikatan hak atas tanah.

Badan Pertanahan Negara Kota Binjai melakukan kebijakan PRONA untuk mewujudkan catur tertib administrasi pertanahan. Pada tahun 2017 BPN Kota Binjai melaksanakan kebijakan PRONA berdasarkan ketentuan dalam

(19)

Indonesia Nomor 35 Tahun 2016 tentang Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap. Peraturan ini dibuat sebagai lanjutan dari Peraturan Menteri Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 tentang PRONA.

Dengan diberlakukannya asas desentralisasi, maka pemerintah daerah diberikan kebebasan untuk dapat mengatur kebutuhan masyarakatnya. Sama halnya seperti dalam Program Nasional Agraria yang telah dilimpahkan kepada pemerintah daerah oleh Kementerian Agraria melalui Kantor Pertanahan Kota Binjai PRONA diharapkan dapat diimplementasikan dengan lebih baik, dibantu oleh camat dan lurah setempat. Namun saat mengimplementasikan kebijakan akan selalu ada kendala seperti: luas wilayah Binjai yang berbatasan langsung dengan HGU PTPN II, bidang tanah di Kota Binjai sebagian yang sudah bersertipikat belum terdaftar dalam Aplikasi Komputerarisasi Kantor Pertanahan (masih berupa sertipikat lama) dan kurangnya pemahaman aparat desa atau kelurahan dalam memberikan informasi riwayat bidang tanah.

Berdasarkan data yang diperolah pada kantor Pertanahan Kota Binjai diketahui bahwa pada tahun 2015 jumlah tanah yang sudah bersertipikat sebanyak 845 dari target sebanyak 916 sertipikat, kemudian pada tahun 2016 sebanyak 949 dari target sebanyak 1049, dan tahun 2017 sebanyak 1511 dari target 1550. Hal ini terjadi karena masalah komunikasi organisasi dimana terbatasnya saluran komunikasi antara pemerintah daerah dengan masyarakat yang membutuhkan sertipikat PRONA. Akibatnya adalah terdapat sebagian

(20)

masyarakat yang sebenarnya membutuhkan sertipikat tanah namun tidak mengetahui sama sekali mengenai kebiajakan PRONA ini.

Pelaksanaan kebijakan PRONA di Kota Binjai juga masih dihadapkan dengan berbagai kendala. Seperti misalnya sosialisasi atau penyuluhan mengenai kebijakan PRONA yang belum dilakukan secara maksimal. Padahal sosialisasi atau penyuluhan ini sangat penting sehingga masyarakat atau pemohon benar- benar mengerti persyaratan mengenai PRONA. Kesalahan atau ketidaklengkapan informasi yang diterima oleh masyarakat atau pemohon menyebabkan berkas administrasi yang diserahkan pemohon tidak lengkap ketika mendaftarkan tanahnya.

Selain itu, kurangnya koordinasi yang baik antara aparat kelurahan dengan Panitia Ajudikasi dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang ada di lapangan atau kelurahan. Misalnya yang sering terjadi adalah masalah sengketa akibat ahli waris tidak berusaha menghubungi aparat kelurahan agar memiliki data yang akurat namun langsung berurusan dengan Panitia Ajudikasi di pusat. Hal ini terjadi karena Panitia Ajudikasi sendiri dikejar target yang tidak sedikit terbatas.

Dari uraian di atas peneliti tertarik untuk meneliti implementasi PRONA sebagai salah satu wujud kebijakan sertifikasi tanah dalam mengakomodasi kebutuhan masyarakat untuk mempermudah proses mendapatkan sertipikat hak milik atas tanah sebagai mewujudkan tertib administrasi. Penelitian ini berusaha untuk mengkaji upaya pemerintah Kota Binjai melalui Badan Pertanahan Nasional dalam mencapai target percepatan sertifikasi tanah dan implikasinya

(21)

ini adalah “Implementasi Kebijakan Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA) dalam Mewujudkan Tertib Administrasi Pertanahan di Kota Binjai”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana implementasi kebijakan Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA) dalam mewujudkan tertib administrasi pertanahan di Kota Binjai?

1.3 Tujuan Penelitian

Setiap penelitian yang diajukan mempunyai sasaran yang hendak dicapai atau apa yang menjadi tujuan penelitian. Suatu riset khusus dalam pengetahuan empiris pada umumnya bertujuan untuk menemukan dan mengembangkan kebenaran ilmu pengetahuan itu sendiri. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan implementasi Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA) dalam mewujudkan tertib administrasi pertanahan di Kota Binjai.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah:

1.4.1 Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan dan menambah khasanah keilmuan dalam bidang Administrasi Publik, terutama yang berkaitan dengan pelayanan publik

1.4.2 Secara akademik, penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan secara akademik dan menjadi referensi tambahan dalam kajian keilmuan, khusunya ilmu Administrasi Publik

(22)

1.4.3 Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu menyumbangkan beberapa masukan dan saran dalam hal memahami dan menjadi solusi terhadap permasalahan yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah saat ini.

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Publik

Istilah “publik” dalam rangkaian kata public policy mengandung tiga konotasi: pemerintah, masyarakat, dan umum. Ini dapat dilihat dalam dimensi subjek, objek, dan lingkungan dari kebijakan. Kebijakan publik menurut Dye (dalam Mulyadi 2016: 36) menyebabkan kebijakan sebagai pilihan pemerintahan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (Whatever goverment choose to do or not to do). Sementara Easton mendefinisikan kebijakan publik sebagai

“pengalokasian nilai-nilai kepada seluruh masyarakat secara keseluruhan”.

Definisi di atas menekankan bahwa kebijakan publik adalah mengenai perwujudan tindakan dan bukan merupakan pernyataan keinginan pemerintah atau pejabat publik semata. Di samping itu pilihan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu juga merupakan kebijakan publik karena mempunyai pengaruh (dampak) yang sama dengan pilihan pemerintah untuk melakukan sesuatu. Rose (dalam Hamdi, 2014: 36) mengartikan kebijakan lebih sebagai suatu rangkaian panjang dari kegiatan-kegiatan yang berkaitan dan akibatnya bagi mereka yang berkepentingan, daripada hanya sekedar suatu keputusan.

Berdasarkan pendapat di atas, maka kebijakan publik merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus-menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat hidup dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan secara luas.

(24)

Heglo (dalam Abidin 2002:21) menyebutkan kebijakan sebagai “a course of action intended to accomplish some end,” atau sebagai suatu tindakan yang bermaksud untuk mencapai tujuan tertentu. Berdasarkan pendapat di atas, maka kebijakan untuk melakukan sesuatu biasanya tertuang dalam ketentuan-ketentuan atau peraturan perundang-undangan yang dibuat pemerintah sehingga memiliki sifat yang mengikat dan memaksa.

Tujuan tertentu yang dimaksudkan di sini adalah dikehendaki untuk dicapai (the desiredends to be achieve). Bukan suatu tujuan yang sekedar diinginkan saja. Dalam kehidupan sehari-hari tujuan yang diinginkan saja bukan tujuan, tapi sekedar keinginan. Setiap orang boleh saja berkeinginan apa saja, tetapi dalam kehidupan bernegara tidak perlu diperhitungkan. Baru diperhitungkan kalau ada usaha untuk mencapainya. Proposal yang merupakan alat atau cara tertentu untuk mencapainya. Program atau cara tertentu yang telah mendapat persetujuan dan pengesahan untuk mencapai tujuan yang dimaksud.

Keputusan yakni tindakan tertentu yang diambil untuk mencapai tujuan, membuat dan menyesuaikan rencana, melaksanakan dan mengevaluasi program kemudian dampak yang timbul dari suatu program dalam masyarakat.

Kebijakan publik dalam dimensi subjek adalah kebijakan pemerintah, maka itu salah satu ciri kebijakan adalah “what goverment do or not do,”

Kebijakan dari pemerintahlah yang dapat dianggap kebijakan yang resmi dan dengan demikian mempunyai kewenangan yang dapat memaksa masyarakat untuk mematuhinya. Pengertian publik dalam dimensi lingkungan yang dikenakan

(25)

Pengertian umum dari istilah publik dalam kebijakan terdapat dalam strata kebijakan. Suatu kebijakan publik biasanya tidak bersifat spesifik dan sempit, tetapi luas dan berada pada strata strategi. Sebab itu, kebijakan publik berfungsi sebagai pedoman umum untuk kebijakan dan keputusan-keputusan khusus di bawahnya.

2.2 Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam proses kebijakan publik. Suatu program kebijakan harus dapat diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan (Winarno, 2002 :101).

Lazimnya, keputusan mengidentifikasikan masalah yang ingin di atasi, menyebutkan secara tegas tujuan/sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan/ mengatur proses implementasinya.

Proses implementasi kebijakan berlangsung setelah melalui sejumlah tahapan tertentu, biasanya diawali dengan tahapan pengesahan undang-undang, kemudian output kebijaksanaan dalam bentuk pelaksanaan keputusan oleh badan (instansi) pelaksanaan, kesediaan dilaksanakannya keputusan-keputusan tersebut oleh kelompok-kelompok sasaran, dampak nyata, baik yang dikehendaki atau yang tidak, dari output tersebut, dampak keputusan sebagai dipersepsikan oleh badan-badan yang mengambil keputusan, dan akhirnya perbaikan-perbaikan penting (atau upaya untuk melakukan perbaikan-perbaikan) terhadap undang- undang/peraturan yang bersangkutan. Implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula

(26)

berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. (Wahab, 2014:68)

Purwanto (2012:64) menjelaskan juga bahwa implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu/pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan . Implementasi merupakan tindakan oleh individu, pejabat, kelompok badan pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam suatu keputusan tertentu. Badan-badan tersebut melaksanakan pekerjaan-pekerjaan pemerintah yang membawa dampak pada warganegaranya.

Namun dalam praktiknya badan-badan pemerintah sering menghadapi pekerjaan- pekerjaan di bawah mandat dari undang-undang, sehingga membuat mereka menjadi tidak jelas untuk memutuskan apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan. Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa implementasi merupakan proses pelaksanaan suatu kebijakan dengan tujuan tertentu dan dilaksanakan oleh orang yang bertanggung jawab dalam suatu program atau kebijakan.

Safi’i (2017:144) mengatakan bahwa “mengkaji masalah implementasi kebijakan berarti berusaha memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah program dinyatakan diberlakukan atau dirumuskan, yakni peristiwa-peristiwa dan kegiatan-kegiatan yang terjadi setelah proses pengesahan kebijakan, baik yang menyangkut usaha-usaha mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan

(27)

Implementasi kebijakan pada hakekatnya tidak hanya terbatas pada tindakan-tindakan atau perilaku badan-badan administratif atau unit birokrasi yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan kepatuhan dari kelompok sasaran (target group). Namun demikian hal itu juga memperhatikan secara cermat berbagai jaringan kekuatan politik, ekonomi, dan sosial yang berpengaruh pada perilaku semua pihak yang terlibat, dan pada akhirnya membawa dampak yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan.

Wibawa (2015:116) menyebutkan bahwa “implementasi kebijakan merupakan pengejahwantahan keputusan mengenai kebijakan yang mendasar, biasanya tertuang dalam suatu undang-undang namun juga dapat berbentuk instruksi instruksi eksekutif yang penting atau keputusan perundangan. Idealnya keputusan-keputusan tersebut menjelaskan masalah-masalah yang hendak ditangani, menentukan tujuan yang hendak dicapai dan dalam berbagai cara

“menggambarkan struktur” proses implementasi tersebut. Tujuan implementasi kebijakan adalah untuk menetapkan arah agar tujuan kebijakan publik dapat direalisasikan sebagai hasil dari kegiatan pemerintah.”

Berdasarkan beberapa pemahaman tersebut maka terlihat dengan jelas bahwa implementasi kebijakan merupakan rangkaian aktivitas dalam rangka membawa kebijakan kepada masyarakat sehingga kebijakan tersebut membawa hasil sebagaimana yang diharapkan. Membicarakan masalah implementasi berarti melihat sejauh mana kebijakan berjalan setelah dirumuskan dan diberlakukan.

(28)

Fungsi implementasi ialah untuk membentuk suatu hubungan yang memungkinkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran kebijakan publik diwujudkan sebgai outcome atau hasil akhir kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah.

2.2.1 Model Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan dilakukan berdasarkan transformasi aksi dalam pelaksanaan kebijakan hal ini juga harus memperhatikan implementability agar proyek atau program dapat terlaksana dengan baik. Seperti yang dikemukaan oleh.

Grindle (dalam Agustino, 2008:94) dikatakan bahwa setelah kebijakan ditransformasikan menjadi aksi maupun proyek individual dan biaya telah disediakan, maka implementasi kebijakan dilakukan tetapi ini tidak berjalan mulus, tergantung pada implementability atau kemampuan implementasi dari program itu yang dapat dilihat pada isi dan konteks kebijakannya.

2.2.1.1 Model Implementasi Kebijakan Donald Van Meter dan Carl Van Horn

Van Meter dan Van Horn dalam teorinya ini berawal dari suatu asumsi bahwa proses implementasi akan berbeda-beda sesuai dengan sifat kebijakan yang dilaksanakan. Selanjutnya Van Meter dan Van Horn (dalam Winarno, 2012:155) menawarkan karakteristik dalam proses implementasi yakni, pertama proses kebijakan menyimpang dari kebijakan-kebijakan sebelumnya. Kedua, proses implementasi akan dipengaruhi oleh sejumlah perubahan organisasi yang

(29)

kontrol dan kepatuhan bertindak merupakan konsep penting dalam prosedur implementasi.

Sementara itu model implementasi kebijakan dari Van Meter dan Van Horn (dalam Subarsono, 2005:95) menetapkan beberapa variabel yang diyakini berkaitan dengan implementasi dan kinerja kebijakan. Beberapa variabel tersebut adalah sebagai berikut:

a. Standar dan tujuan kebijakan

Standar dan tujuan kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisisasikan. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multiinterpretasi dan mudah menimbulkan konflik diantara para agen implementasi.

b. Sumber daya kebijakan

Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya baik sumber daya manusia (human resources) maupun sumber daya non-manusia (non-human resources). Sumber daya dapat menunjuk kepada seberapa besar dukungan finansial dan sumber daya manusia untuk melaksanakan program atau kebijakan.

c. Komunikasi organisasi

Dalam banyak program, implementasi sebuah program baru perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lainnya. Untuk itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama antara instansi bagi keberhasilan suatu program dalam mencapai sasaran dan tujuan program.

d. Karateristik organisasi pelaksana

(30)

Yang dimaksud karateristik organisasi pelaksana adalah mencakup struktur birokrasi, norma-norma dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu akan dipengaruhi implementasi suatu program.

e. Kondisi sosial, politik dan ekonomi

Variabel ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan; sejauhmana kelompok- kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan;

karateristik partisipan, yakni mendukung atau menolak; bagaimana sifat opini publik yang yang ada di lingkungan; dan apakah elite politik mendukung implementasi kebijakan. Ini dapat juga menunjuk bahwa lingkungan dalam ranah implementasi dapat memengaruhi kesuksesan implementasi kebijakan itu sendiri.

f. Disposisi implementor

Disposisi implementor ini mencakup tiga hal yang penting yakni: respons implementor terhadap kebijakan, yang akan memengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan, kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan dan intensitas disposisi implementor, yakni preferensi niali yang dimiliki oleh implementor. Ini menunjuk bahwa sikap pelaksana menjadi variabel penting dalam proses implementasi kebijakan.

Menurut peneliti teori ini sangat tepat untuk digunakan sebagai teori pendukung penelitian ini mengenai implementasi kebijakan PRONA dalam

(31)

proses implementasi yang merupakan sebuah abstraksi atau penjelasan paham kebijakan yang pada dasarnya secara sengaja dilakukan untuk meraih kinerja implementasi kebijakan yang tinggi yang berlangsung dalam hubungan berbagai variabel.

2.2.1.2 Model Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier

Model implementasi kebijakan publik yang lain ditawarkan oleh Mazmanian dan Paul Sabatier. Mazmanian dan Sabatier (dalam Wahab, 2008:81) mengungkapkan bahwa peran penting dari analisis implementasi kebijakan negara ialah mengidentifikasi variabel-variabel yang mempengaruhi tercapainya tujuan- tujuan forma pada keseluruhan proses implementasi. Variabel-variabel yang dimaksudnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori besar, yaitu:

a. Mudah atau tidaknya masalah yang akan digarap, meliputi:

1) Kesukaran- kesukaran teknis

2) Keberagaman perilaku kelompok sasaran

3) Persentase kelompok sasaran dibanding jumlah penduduk 4) Ruang lingkup perubahan perilaku yang diinginkan

b. Kemampuan Kebijaksanaan Menstruktur Proses Implementasi, meliputi:

1) Kejelasan dan konsistensi tujuan 2) Digunakan teori kausal yang memadai 3) Ketepatan alokasi sumber dana

4) Keterdpaduan hierarki dalam dan diantara lembaga pelaksana 5) Aturan-aturan keputusan dari badan-badan pelaksana

(32)

6) Rekruitmen pejabat pelaksana 7) Akses formal pihak luar

c. Variabel-Variabel di luar undang-undang yang mempengaruhi implementasi : 1) Kondisi sosial-ekonomi dan teknologi

2) Dukungan publik

3) Sikap dan sumber-sumber yang dimiliki kelompok-kelompok 4) Dukungan dari pejabat atasan

5) Komitmen dan Kemampuan

6) Kepemimpinan pejabat-pejabat pelaksana

Berdasarkan definisi dan pendapat ahli di atas, maka dapat dikemukakan bahwa implementasi kebijakan merupakan pendirian pada perubahan, kontrol dan kepatuhan bertindak merupakan konsep penting dalam prosedur implementasi.

Mudah tidaknya masalah yang akan digarap merupakan peninjauan terhadap kesukaran, masalah yang dihadapi. Kemampuan kebijaksanaan menstruktur proses implementasi merupakan kelihaian dalam melihat seluruh potensi yang mempengaruhi kebijakan dan variabel-variabel di luar undang-undang yang mempengaruhi implementasi merupakan suatu yang bersifat eksternal dalam memiliki dampak terhadap suatu kebijakan.

2.2.1.3 Model Merilee S. Grindle

Model implementasi kebijakan selanjutnya dikemukakan oleh Grindle

(33)

bahwa setelah kebijakan ditransformasikan, barulah implementasi kebijakan hasilnya ditentukan oleh implementability. (Nugroho, 2008:445). Menurutnya keberhasilan implementasi kebijakan dapat dilihat dari dua hal yaitu:

1. Dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan kebijakan sesuai dengan yang ditentukan (design) dengan merujuk pada aksi kebijakannya.

2. Apakah tujuan kebijakan tercapai. Dimensi ini diukur dengan melihat dua faktor yaitu:

a. Dampak atau efeknya pada masyarakat secara individu dan kelompok b. Tingkat perubahan yang terjadi serta penerimaan kelompok sasaran dan

perubahan yang terjadi.

Menurut Grindle dalam Agustino (2006:1168) keberhasilan implementasi kebijakan juga sangat ditentukan oleh tingkat implementability kebijakan itu sendiri, yaitu terdiri dari Content of policy and Context of Policy.

1. Content of Policy

a. Kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi, berkaitan dengan berbagai kepentingan yang mempengaruhi suatu implementasi kebijakan, indikator ini berargumen bahwa suatu kebijakan dalam pelaksanaannya pasti melibatkan banyak kepentingan, dan sejauhmana kepentingan-kepentingan tersebut membawa pengaruh terhadap implementasinya.

b. Jenis manfaat yang bisa diperoleh. Pada poin Content of Policy berupaya untuk menunjukkan atau menjelaskan bahwa dalam suatu kebijakan harus

(34)

terdapat beberapa jenis manfaat yang menunjukkan dampak positif yang dihasilkan oleh pengimplementasian kebijakan yang hendak dilaksanakan.

c. Derajat perubahan yang ingin dicapai. Setiap kebijakan mempunyai target yang hendak dan ingin dicapai. Adapun yang ingin dijelaskan pada poin ini adalah bahwa seberapa besar perubahan yang hendak atau ingin dicapai melalui suatu implementasi kebijakan harus mempunyai skala yang jelas.

d. Letak pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan dalam suatu kebijakan mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan suatu kebijakan, maka pada bagian ini harus dijelaskan di mana letak pengambilan keputusan dari suatu kebijakan yang hendak diimplementasikan.

e. Pelaksana program. Dalam menjalankan suatu kebijakan atau program harus didukung dengan adanya pelaksana kebijakan yang kompeten dan kapabel demi keberhasilan suatu kebijakan. Hal ini harus terdata atau terpapar dengan baik pada bagian ini.

f. Sumber-sumber daya yang digunakan. Pelaksanaan suatu kebijakan juga harus didukung oleh sumber-sumber daya yang mendukung agar pelaksanaannya berjalan dengan baik.

2. Context of Policy

a. Kekuasaan, kepentingan-kepentingan dan program dari actor yang terlibat.

Dalam suatu kebijakan perlu diperhitungkan pula kekuatan atau kekuasaan, kepentingan-kepentingan serta program yang digunakan oleh

(35)

para aktor guna memperlancar jalannya pelaksanaan suatu implementasi kebijakan.

b. Karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa. Lingkungan dimana suatu kebijakan dilaksanakan juga berpengaruh terhadap keberhasilannya, maka pada bagian ini dijelaskan karakteristik dari lembaga yang akan turut mempengaruhi suatu kebijakan.

c. Tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana. Hal lain yang dirasa penting dalam proses pelaksanaan suatu kebijakan adalah kepatuhan dan respon dari para pelaksana. Maka yang hendak dijelaskan pada poin ini, sejauhmana kepatuhan dan respon dari pelaksana dalam menanggapi suatu kebijakan.

Pelaksanaan kebijakan yang ditentukan oleh isi atau konten dan lingkungan atau konteks yang diterapkan, maka akan dapat diketahui apakah para pelaksana kebijakan dalam membuat sebuah kebijakan sesuai dengan apa yang diharapkan, juga dapat diketahui apakah suatu kebijakan dipengaruhi oleh suatu lingkungan, sehingga tingkat perubahan diharapkan terjadi.

2.3 Pelayanan Publik

Pelayanan publik pada dasarnya menyangkut aspek kehidupan yang sangat luas. Dalam kehidupan bernegara,pemerintah memiliki fungsi memberikan pelayanan publik yang diperlukan oleh masyarakat, mulai dari pelayanan dalam bentuk pengaturan ataupun pelayanan-pelayanan lain dalam rangka memenuhi

(36)

kebutuhan masyarakat dalam bidang pendidikan, kesehatan dan lainnya, termasuk operasi nasional dalam rangka mewujudkan tertib administrasi pertahanan.

Pelayanan adalah cara melayani, membantu, menyiapkan dan mengurus , menyelesaikan keperluan, kebutuhan seseorang atau sekelompok orang artinya obyek yang dilayani adalah individu, pribadi dan kelompok organisasi. Moenir (2000:24) mengemukakan bahwa pelayanan itu adalah:

1. Adanya kemudahan dalam pengurusan kepentingan yakni pelayanan yang cepat dalam arti tanpa hambatan.

2. Memperoleh pelayanan secara wajar, yaitu pelayanan tanpa disertai kata-kata yang bernada meminta sesuatu kepada pihak yang dilayani dengan alasan apapun.

3. Memperoleh perlakuan yang sama dalam pelayanan, yaitu tanpa pilih kasih dimana aturan dan prosedur diterapkan sama.

4. Memperoleh perlakuan yang jujur dan terus terang. Ini menyangkut keterbukaan pihak yang melayani, seperti jika ada masalah yang dihadapi dalam pemberian pelayanan sebaiknya dikemukakan terus terang.

Hal ini berkaitan dengan yang dikemukakan oleh Moenir, mengenai pelayan publik adalah kemudahan dalam pengurusan masalah dan kepentingan tanpa ada hambatan, mendapatkan pelayanan yang wajar yang artinya tidak ada dimintai sesuatu atau apapun kepada pihak yang dilayani, pelayanan yang sama yaitu mendapatkan perlakuan yang sama dan tidak membedakan sesuai aturan

(37)

yang diterapkan, dan memperoleh keterbukaan dan kejujuran dalam memberikan pelayanan.

Pelayanan publik diberikan kepada untuk memenuhi hak masyarakat, baik itu merupakan layanan civil maupun layanan publik. Artinya kegiatan pelayan pada dasarnya menyangkut pemenuhan suatu hak, yang melekat pada setiap orang, baik secara pribadi maupun berkelompok (organisasi), dan dilakukan secara universal.

2.4 Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA)

Pendaftaran atas tanah yang sederhana mudah dan cepat melaui PRONA sebagai penerbitan sertipikat tanah atau tanda bukti hak atas tanah seperti apa yang dijelaskan oleh (Parlindungan 1980:38) bahwa PRONA adalah: “Semua kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintah di bidang pertanahan dengan suatu subsidi di bidang pendaftaran tanah pada khususnya, yang berupa pensertipikatan tanah secara massal dalam rangka membantu masyarakat golongan ekonomi lemah”.

Pendapat para ahli mengenai pengertian PRONA antara lain yaitu:

“PRONA adalah suatu kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintah dibidangpendaftaran tanah khususnya yang berupa pensertipikatan tanah secara masal dan penyelesaian sengketa-sengketa tanah yang sifatnya strategis.

(Perangin-angin,1994:36).

Menurut Sudjito, bahwa “PRONA atau Proyek Nasional Agraria adalah merupakan salah satu usaha pemerintah dengan suatu subsidi untuk melakukan pendaftaran tanah secara massal”(Sudjito,1987:11). Pensertipikatan tanah melalui PRONA ini memberikan banyak keuntungan dibanding dengan

(38)

pensertipikatan yang dilakukan atas keinginan sendiri. Keuntungan tersebut, antaralain, adanya subsidi dari pemerintah, sehingga pemohon sertipikat mendapatkan keringanan biaya dan cepatnya proses penerbitan sertipikat sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.

Berdasarkan pendapat parah ahli dapat disimpulkan bahwa PRONA adalah usaha pemerintah di bidang pendaftaran tanah khususnya pensertipikatan tanah secara massal dengan mudah sesuai aturan dan prosedur yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.

2.4.1 Tugas PRONA

Kegiatan PRONA pada prinsipnya merupakan kegiatan pendaftaran tanah pertama kali dalam rangka penerbitan sertipikat hak atas tanah yang diperuntukkan untuk Warga Negara Indonesia atau badan hukum/lembaga sosial dan keagamaan. Menurut Perangin-angin (1994:39) ruang lingkup PRONA sebagai berikut:

1. Penetapan lokasi 2. Penyuluhan

3. Pengumpulan data/alat bukti/alas hak 4. Pengukuran bidang tanah

5. Pengumuman, dalam hal bekas tanah milik adat 6. Pemeriksaan tanah

7. Penertiban Surat Keputusan Hak/pengesahan data fisik dan data yuridis

(39)

9. Penyerahan sertifikat

Tahapan-tahapan kegiatan tersebut di atas merupakan prosedur standart operasi pelaksanaan Kegiatan PRONA. Persyaratan dan prosedur pelayanan pendaftaran tanah untuk pertama kali melalui penegasan konversi/pengakuan hak, pemberian hak dan pendaftaran tanah wakaf yang dilaksanakan melalui Kegiatan PRONA berpedoman juga kepada Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan.

Tugas PRONA itu diharapkan dapat melaksanakan suatu program pensertipikatan secara masal untuk memberikan jaminan kepastian hukum bagi penguasaan dan kepemilikan hak atas tanah sebagai bukti yang kuat terutama dalam rangka meningkatkan maupun menunjang pelaksanaan landreform di Indonesia disamping melaksanakan pemeriksaan dan penelitian secara cermat terhadap kasus-kasus tanah sengketa yang sifatnya strategis agar tercapai penyelesaiannya secara tuntas. Dengan demikian, tugas PRONA tersebut ditingkat Provinsi hanya bersifat koordinatif dan pengawasan, sedangkan ditingkat kabupaten dan kota lebih bersifat operasional secara teknis dilapangan.

2.4.2 Tujuan PRONA

Tujuan PRONA secara umum adalah memberikan pelayanan pendaftaran pertama kali dengan proses yang sederhana, mudah, cepat dan murah dalam rangka percepatan pendaftaran tanah di seluruh indonesia dengan mengutamakan desa miskin atau tertinggal, daerah pertanian subur atau berkembang, daerah

(40)

penyangga kota, pinggiran kota atau daerah miskin kota, daerah pengembangan ekonomi rakyat. Menurut Perangin-angin (1994:43) tujuan pelaksanaan PRONA, yaitu:

1. Untuk menumbuhkan kesadaran hukum masyarakat dalam bidang pertanahan sebagai usaha untuk berpartisipasi dalam menciptakan stabilitas sosial politik serta pembangunannasional.

2. Untuk menyelesaikan sengketa tanah yang bersifat strategis agar dapat mengurangi kerawanan/kepekaan sebagai gangguan terhadap stabilitas sosial politik dikalangan masyarakat.

3. Ditujukan kepada golongan ekonomi lemah agar para pemilik dapat memperoleh jaminan kepastian hukum atas tanah yang mereka kuasai sehingga dapat merasa lebih aman dalam menggunakan tanahnya.

2.4.3 PRONA dalam Lingkup Kebijakan Publik

PRONA adalah pelayanan pendaftaran tanah yang sederhana, mudah, cepat dan murah untuk penerbitan sertipikat/tanda bukti hak atas tanah. PRONA adalah semua kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintah di bidang pertanahan dengan suatu subsidi di bidang pendaftaran tanah pada khususnya, yang berupa sertifikasi tanah secara massal dalam rangka membantu masyarakat golongan ekonomi lemah.

Pada dasarnya PRONA merupakan proyek penyertifikasian tanah secara massal yang memperoleh dukungan dana atau subsidi dari pemerintah melalui

(41)

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dibebankan kepada Badan Pertanahan Nasional.

Penyertifikatan tanah melalui PRONA ini memberikan banyak keuntungan dibanding dengan penyertifikatan yang dilakukan atas keinginan sendiri.

Keuntungan tersebut antara lain: adanya subsidi dari pemerintah, sehingga pemohon sertipikat mendapatkan keringanan biaya dan cepatnya proses penerbitan sertipikat sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.

Proses penerbitan sertipikat, melalui PRONA pada dasarnya sama dengan penerbitan sertipikat atas kehendak sendiri. Perbedaannya, jika permohonan sertipikat melalui PRONA, pemohon datang ke Kantor Kepala Desa yang mengkoordinir untuk menyerahkan data-data fisik tanahnya sehingga tidak harus datang ke Kantor Pertanahan. Pada sisi lain permohonan sertipikat atas kehendak sendiri, selain harus datang langsung ke Kantor Pertanahan, pemohon juga harus membayar biaya yang lebih mahal.

2.5 Tertib Administrasi Pertanahan 2.5.1 Tertib Administrasi

Menurut Kamus Bahasa Indonesia, definisi tertib adalah aturan, peraturan yang baik. Jika peraturan yang dibuat dapat ditaati semua instansi pemerintah termasuk aparatnya dengan baik pula maka, semua pekerjaan yang dijalankan akan berjalan lancar.

Menurut Handayaningrat (2002:2) bahwa administrasi secara sempit berasal dari kata Administratie (bahasa Belanda) yaitu meliputi kegiatan cata-mencatat, surat- menyurat, pembukuan ringan, ketik-mengetik, agenda dan sebagainya yang bersifat

(42)

teknis ketatausahaan (clerical work). Dari definisi tersebut dapat disimpulkan administrasi dalam arti sempit merupakan kegiatan ketatausahaan yang meliputi kegiatan cata-mencatat, surat-menyurat, pembukuan dan pengarsipan surat serta hal- hal lainnya yang dimaksudkan untuk menyediakan informasi serta mempermudah memperoleh informasi kembali jika dibutuhkan. Apabila tertib atau aturan tidak ditaati (dilanggar) maka, konsekuensinya adalah buruknya administrasi, cara yang bisa ditempuh dengan menetapkan sangsi yang berat bagi yang melanggar.

Tertib administrasi yang ingin penulis tuangkan dalam penelitian ini yaitu bagaimanakah proses secara administrasi kegiatan pembakuan nama rupabumi telah sesuai dengan standar kebijakan.

Definisi administrasi menurut Siagian (2001:63) adalah keseluruhan proses kerjasama antara dua orang atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya dengan memanfaatkan sarana dan prasarana tertentu secara berdaya guna dan berhasil guna. Peranan dalam administrasi sangatlah penting, karena administrasi bukan hanya merupakan suatu seni sekaligus proses. Sebagai seni, penerapan administrasi memerlukan kiat tertentu yang sifatnya sangat situasional dan kondisional. Administrasi selalu terikat pada kondisi situasi, waktu dan tempat.

Sebagai proses, dalam penyelenggaraan administrasi terkandung pemikiran yang sangat mendasar yaitu bahwa semakin lama proses administrasi itu berlangsung, harus diupayakan tercapainya tingkat dan mutu pekerjaan yang semakin meningkat.

(43)

Menurut Simon (1959:3), administrasi dapat dirumuskan sebagai kegiatan- kegiatan kelompok kerjasama untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Selanjutnya, menurut White (1955:1), administrasi adalah suatu proses yang umum ada pada setiap usaha kelompok-kelompok, baik pemerintahan maupun swasta, baik sipil maupun militer, baik dalam ukuran besar maupun kecil.

Menurut Atmosudirjo (1982: 30-40), administrasi merupakan suatu fenomena sosial, yaitu perwujudan tertentu di dalam masyarakat modern.

Eksistensi administrasi ini berkaitan dengan organisasi. Jadi, barang siapa hendak mengetahui adanya administrasi dalam masyarakat ia harus mencari terlebih dahulu suatu organisasi yang masih hidup, disitu terdapat administrasi.

Menurut Gie (1981:9), administrasi adalah segenap rangkaian kegiatan penataan terhadap pekerjaan pokok yang dilakukan oleh sekelompok orang dalam kerjasama mencapai tujuan tertentu. Menurut Hadari Nawawi, Administrasi adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan sebagai proses pengendalian usaha kerja sama sekelompok manusia untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan sebelumnya.

Menurut Fayol (dalam Priyono 2013: 145) administrasi merupakan bagian kegiatan dalam badan usaha. Badan usaha adalah yang melaksanakan ke arah suatu tujuan atau obyektif dengan usaha mendapatkan keuntungan yang optimum dari semua sumber-sumber yang tersedia. Untuk melaksanakan maksud tersebut fungsi utama, dimana administrasi hanyalah salah satu fungsi kegiatan. Menurut Fayol administrasi itu bukan privileges semata atau bukan pertanggungjawaban semata dari kepala atau anggota pimpinan sendiri, tetapi tersebar ke seluruh

(44)

organisasi, bahkan pekerja atau buruh ikut serta sesuai dengan tingkatannya dalam kegiatan administrasi. Seperti halnya pada skala hirarki dari atas ke bawah dalam organisasi.

Menurut Fayol (dalam Priyono 2013: 145) adapun ke 6 fungsi kegiatan yang dimaksud adalah:

1. Kegiatan teknis: produksi, pabrik, pengolahan (operations techniques);

2. Kegiatan commercial: jual beli, tukar menukar (operations commerciales);

3. Kegiatan financial: mencari dan menggunakan kapital (operations financiers);

4. Kegiatan keamanan: perlindungan harta kekayaan dan orang (operations de secuite);

5. Kegiatan accounting: inventaris, neraca, nilai harga, statistik (operations de comptabilite);

6. Kegiatan administrasi: perencanaan, organisasi, pembinaan, koordinasi, dan pengawasan (operations administratives).

Administrasi merupakan salah satu kegiatan yang menjadi perhatian Fayol. Menurut Fayol administrasi bukan hanya tanggungjawab pimpinan tetapi juga seluruh anggota organisasi termasuk pekerja di level bawah sesuai dengan tingkatannya dalam kegiatan administrasi. Adapun prinsip-prinsip administrasi yang dikemukakan menurut Fayol (2013: 54), ada 14 (empat belas) prinsip antara lain, yaitu :

(45)

1. Pembagian kerja (Division of work) yaitu sernakin mengkhusus manusia dalam pekerjaannya.

2. Otoritas dan tanggung jawab (authority and responsibility) diperoleh melalui perintah dan untuk dapat memberi perintah haruslah dengan wewenang formil. Walaupun demikian wewenang pribadi dapat mernaksa kepatuhan orang lain.

3. Disiplin (discipline), dalam arti kepatuhan anggota organisasi terhadap aturan dan kesempatan. Kepemimpinan yang baik berperan penting bagi kepatuhan ini dan juga kesepakatan yang adil seperti penghargaan terhadap prestasi serta penerapan sangsi hukum secara adil terhadap yang menyimpang.

4. Kesatuan komando (unity of commad), yang berarti setiap pegawai hanya menerima perintah kerja dari satu orang dan apabila perintah itu datangnya dari dua orang atasan atau lebih akan timbul pertentangan perintah dan kerancuan wewenang yang harus dipatuhi.

5. Kesatuan pengarahan (unity of direction), dalam arti sekelompok kegiatan yang mempunyai tujuan yang sarna yang harus dipimpin oleh seorang manajer dengan satu rencana kerja.

6. Menomorduakan kepentingan perorangan terhadap terhadap kepentingan umum (subordination of individual interest to general interes), yaitu kepentingan perorangan dikalahkan terhadap kepentingan organisasi sebagai satu keseluruhan.

(46)

7. Renumerasi personil (renumeration of personnel), dalam arti imbalan yang adil bagi pegawai dan pengusaha.

8. Sentralsiasi (centralisation), dalam arti bahwa tanggung jawab akhir terletak pada atasan dengan tetap memberi wewenang memutuskan kepada bawahan sesuai kebutuhan, sehingga kemungkinan adanya desentralisasi.

9. Rantai skalar (scalar chain), dalam arti adanya garis kewenangan yang tersusun dari tingkat atas sampai ke tingkat terendah seperti tergambar pada bagan organisasi.

10. Tata-tertib (order), dalam arti tertibtnya penempatan barang dan orang pada tempat dan waktu yang tepat.

11. Keadilan (equity), yaitu adanya sikap persaudaraan keadilan para manajer terhadap bawahannya.

12. Stabilitas masa jabatan (stability of penure of personal) dalam arti tidak banyak pergantian pegawai yang ke luar masuk organisasi.

13. Inisiatif (initiative), dengan memberi kebebasan kepada bawahan untuk berprakarsa dalam menyelesaikan pekerjaannya walaupun akan terjadi kesalahan-kesalahan.

14. Semangat korps (esprit de corps), dalam arti meningkatkan semangat berkelompok dan bersatu dengan lebih banyak menggunakan komunikasi langsung daripada komunikasi formal dan tertulis.

Penjelasan definisi tertib dan administrasi, penulis menggabungkan dua

(47)

bahwa tertib administrasi adalah tertata dan terlaksana dengan rapi, teratur, menurut aturan terhadap semua kegiatan tata usaha agar tidak terjadi tumpang tindih, sehingga dapat dipertanggungjawabkan serta penyelenggaraannya diwujudkan melalui fungsi-fungsi administrasi.

Jadi, tertib administrasi harus benar-benar dikuasai dan dipahami oleh aparatur di tingkat kota maupun provinsi. Mengingat dengan tercapainya tertib administrasi, maka pemerintahan kota mampu memberikan pertanggungjawaban atas semua kegiatan-kegiatan yang dikelola.

2.5.2 Tertib Administrasi Pertanahan

Administrasi pertanahan termasuk dalam bidang Administrasi Negara (Public Administration). Administrasi Negara adalah sebagai keseluruhan kegiatan yang dilakukan oleh seluruh aparatur Pemerintah dan suatu negara dalam usaha mencapai tujuan Negara. Sedangkan yang dimaksud dengan pertanahan disini adalah merupakan suatu kebijaksanaan yang digariskan oleh pemerintah dalam mengatur hubungan hukum antar tanah dengan orang sebagaimana yang ditetapkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan dijabarkan dalam Nomor 5 Tahun 1960 yang dikenal dengan UUPA sehingga menurut hemat kami administrasi pertanahan adalah suatu usaha dan kegiatan suatu organisasi dan manajemen yang berkaitan dengan penyelengaraan kebijaksaan pemerintah di bidang pertanahan dengan mengerahkan sumber daya untuk mencapai tujuan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku (Murad, 2013:2)

(48)

Tertib administrasi pertanahan adalah upaya memperlancar setiap usaha dari masyarakat yang menyangkut tanah terutama dengan pembangunan yang memerlukan sumber informasi bagi yang memerlukan tanah sebagai sumber daya, uang dan modal. Menciptakan suasana pelayanan di bidang pertanahan agar lancar, tertib, murah, cepat dan tidak berbelit-belit dengan berdasarkan pelayanan umum yang adil dan merata (dalam Murad, 2013:39).

Ismaya (2018: 18) menyebutkan Tertib Administrasi Bidang Pertanahan terdiri dari :

a. Tertib Hukum Pertanahan diarahkan pada program:

1) Meningkatkan tingkat kesadaran hukum masyarakat;

2) Melengkapi peraturan perundangan di bidang pertanahan;

3) Menjatuhkan sanksi tegas terhadap pelanggaran yang terjadi;

4) Meningkatkan pengawasan dan koordinasi dalam pelaksanaan hukum agraria.

b. Tertib Administrasi Data Pertanahan diarahkan pada program:

1) Mempercepat proses pelayanan yang menyangkut urusan pertanahan;

2) Menyediakan peta dan data penggunaan tanah, keadaan sosial ekonomi masyarakat sebagai bahan dalam penyusunan perencanaan penggunaan tanah bagi kegiatan-kegiatan pembangunan. Penyusunan data dan daftar pemilik tanah, tanahtanah kelebihan batas maksimum, tanah-tanah absente dan tanah-tanah Negara;

3) Penyusunan data dan daftar pemilik tanah, tanah-tanah kelebihan batas

(49)

4) Menyempurnakan daftar-daftar kegiatan baik di Kantor Agraria maupun di kantor PPAT;

5) Mengusahakan pengukuran tanah dalam rangka pensertipikatan hak atas tanah. Dengan adanya tertib administrasi pertanahan dimaksud bahwa data-data setiap bidang tanah tercatat dan diketahui dengan mudah, baik mengenai riwayat, kepemilikan, subjek haknya, keadaan fisik serta ketertiban prosedur dalam setiap urusan yang menyangkut tanah.

c. Tertib Penggunaan Tanah diarahkan pada usaha untuk:

1) Menumbuhkan pengertian mengenai arti pentingnya penggunaan tanah secara berencana dan sesuai dengan kemampuan tanah;

2) Menyusun rencana penggunaan tanah baik tingkat nasional maupun tingkat daerah;

3) Menyusun petunjuk-petunjuk teknis tentang peruntukan dan penggunaan tanah;

4) Melakukan survey sebagai bahan pembuatan peta penggunaan tanah, peta kemampuan dan peta daerah-daerah kritis.

d. Tertib Pemeliharaan Tanah Dan Lingkungan Hidup diarahkan pada usaha:

1) Menyadarkan masyarakat bahwa pemeliharaan tanah merupakan kewajiban setiap pemegang hak atas tanah. Kewajiban memelihara tanah tidak saja dibebankan kepada pemiliknya atau pemegang haknya yang bersangkutan, melainkan menjadi beban setiap orang, badan hukum, atau isntansi yang mempunyai suatu hubungan dengan tanah;

(50)

2) Memberikan fatwa tata guna tanah dalam setiap permohonan hak atas tanah dan perubahan penggunaan tanah;

3) Melakukan analisa dampak lingkungan (AMDAL) sebelum usaha industri/pabrik didirikan;

4) Melakukan pemantauan terhadap penggunaan tanah. Yang erat kaitannya dengan bidang tata guna tanah adalah terting penggunaan tanah dan tertib pemeliharaan tanah.

Dari penjelasan tersebut, adapun yang berkaitan dengan Tertib Administrasi Bidang Pertanahan yaitu: (a) Prosedur permohonan hak tanah sampai terbit sertipikat tanda bukti. (b) Penyelesaian tanah-tanah yang terkena ketentuan peraturan landreform. (c) Biaya-biaya mahal dan pungutan-pungutan tambahan. Dalam PP No. 24 Tahun 1997 mengenai tujuan Pendaftaran Tanah untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan sebagaimana dimaksud Pasal 3 huruf c, setiap bidang tanah dan satuan rumah susun termasuk peralihan, pembebanan, dan hapusnya hak atas bidang tanah dan hak milik atas satuan rumah susun wajib didaftarkan.

Berdasarkan Keputusan Menteri Agraria/ KBPN Nomor 5 Tahun1995 tentang Gerakan Nasional Tertib Pertanahan dicanangkanlah suatu gerakan nasional dengan nama Gerakan Nasional Pemasangan Tanda Batas Pemilikan Tanah, yaitu gerakan kesadaran masyarakat untuk mensukseskan Catur Tertib Pertaanahan. Pemasangan tanda batas pemilikan tanah dilakukan oleh pemilik

Gambar

Gambar 4.5  Sertipikat Tanah
Gambar 4.9  Tim Pengumpulan Data

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1, tujuan perkawinan adalah “Untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan

Menurut UU no 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM, Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orng termasuk aparat negara baik disengaja

Saran yang dapat penulis berikan bagi BMT Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang adalah agar lebih memperhatikan hal-hal yang dapat mempengaruhi semangat kerja

Hukum adat adalah sistem hukum yang dikenal dalam sistem kehidupan sosial di Indonesia dan di negara lain, sumbernya adalah peraturan2 hukum tidak tertulis yang tumbuh dan

Bahwa benar pada tanggal 14 September 2009 Terdakwa meninggalkan kesatuan tanpa ijin yang sah dari Komandan kesatuan atau atasan lain yang berwenang dan

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana bentuk pertunjukan Kesenian Dames Group Laras Budaya di Desa Bumisari Kecamatan Bojongsari Kabupaten Purbalingga, serta

Albuminuria and risk of cardiovascular events, death, and heart failure in diabetic and nondiabetic individuals.. Micro-albuminuria in the US population: third national

Pelajaran IPA jenjang Sekolah Dasar hendakanya dapat memberikan rasa keingintahuan siswa yang tinggi agar siswa mampu meningkatkan keterampilan bertanya membantu mereka