• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PASANGAN PENDERITA STROKE TERHADAP PENYAKIT STROKE DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN 2014 OLEH:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PASANGAN PENDERITA STROKE TERHADAP PENYAKIT STROKE DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN 2014 OLEH:"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

OLEH:

M. NAUFAL SATARI 110100344

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014

(2)

KARYA TULIS ILMIAH

Karya Tulis Ini dibuat sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

OLEH:

M. NAUFAL SATARI 110100344

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PASANGAN PENDERITA STROKE TERHADAP PENYAKIT STROKE DI RUMAH SAKIT

UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN 2014 NAMA : M. NAUFAL SATARI

NIM : 110100344

Pembimbing Penguji I

(Dr.dr. Aldy s. Rambe, SpS (K)) (dr. T. Ibnu Alferraly,SpPA (K))

Penguji II

(dr. Sufitni, SpPA, M.Kes)

Medan, Desember 2014 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp. PD-KGEH) NIP : 19540220 198011 1 001

ABSTRAK

(4)

Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global yang terjadi akut, berlangsung lebih dari 24 jam (kecuali ada intervensi bedah atau meninggal) berasal dari gangguan aliran darah otak. Stroke merupakan penyebab kematian ketiga tersering setelah penyakit jantung koroner dan kanker. Setelah serangan stroke, tonus otot yang normal menghilang. Tanpa pengobatan, penderita akan melakukan kompensasi gerakan dengan menggunakan bagian tubuhnya yang ti- dak lumpuh sehingga seumur hidupnya bagian tubuh yang lumpuh akan tetap lumpuh atau hanya bisa berjalan dengan kaki spastik dan tangan yang cacat. Cara untuk meminimalkan kecatatan setelah serangan stroke adalah dengan rehabilitasi.

Hal ini akan berdampak terhadap menurunnya tingkat produktifitas serta dapat mengakibatkan terganggunya sosial ekonomi keluarga. Adanya sekian banyak permasalahan mengenai pengetahuan, sikap, cara penanganan dan perawatan pa- sien penderita stroke itu sendiri juga memberi dampak terhadap perilaku dan sikap pasangan penderita stroke dalam menjaga dan merawat penderita stroke di Ru- mah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Dari hasil penelitian yang dila- kukan pada pasangan penderita stroke di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2014 maka diperoleh kesimpulan pengetahuan pasangan penderita stroke dapat dikategorikan kurang sebesar 19 orang (63,3%) dan baik sebesar 11 orang (36,7%)

Sikap pasangan penderita stroke tentang penyakit stroke adalah baik sebe- sar 23 orang (76,7%) dan kurang baik sebesar 7 orang (23,3%), perilaku pasangan penderita stroke tentang penyakit stroke adalah baik sebesar 17 orang (56,7%) dan hanya 13 orang yang memiliki perilaku kurang (43,3%).

ABSTRACT

(5)

Stroke is a brain disorder function that occurs focal or acute, lasting more than 24 hours (unless there is a surgical intervention or death) comes from the brain blood flow disorders. Stroke is the third most common cause of death after coronary heart disease and cancer. After a stroke, normal muscle tone disappears.

Without treatment, the patient will perform motion compensation using body parts that are not so disabled so that all his life paralyzed parts of the body would re- main paralyzed or could only walk with spastic leg and arm disabilities. The only way to minimize disability after a stroke is rehabilitation. This will impact on the declining level of productivity and can lead to disruption of socio-economic fami- lies. The existence of many problems regarding knowledge, attitudes, ways of handling and treatment of patients with stroke itself also impact on the behavior and attitude of a couple of stroke survivors in maintaining and caring for stroke patients at the General Hospital Haji Adam Malik Medan. From the results of re- search conducted in pair stroke patients in the department. H. Adam Malik in 2014 it could be concluded less knowledge partner stroke patients can be catego- rized than 19 people (63.3%) and good for 11 (36.7%)

Good attitude pair stroke on stroke patients is for 23 persons (76.7%) and bad attitude by 7 people (23.3%), good behavioral couples stroke on stroke pa- tients is for 17 persons (56.7%) and only 13 people who have less behavior (43.3%).

KATA PENGANTAR

(6)

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul " Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Pasangan Penderita Stroke Terhadap Penyakit Stroke di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik" karya Tulis Ilmiah ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan program Sarjana Kedokteran (SKed) di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, tidak lepas dari bantuan semua pihak, maka penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. dr.Aldy Rambe,SpS(K) selaku dosen pembimbing telah membimbing penulis selama penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

2. Seluruh pihak Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik yang sudah banyak membantu penulis dalam pengambilan data penelitian

3. Papa dr.Imsyah Satari,SpM dan Mama dr.Dharmayanti,MKes tercinta, yang membesarkan dan mendidik saya dengan penuh kasih sayang serta memberikan dorongan dan semangat selama menjalani pendidikan, saya sampaikan rasa syukur terima kasih yang tak terhingga juga adikku Nazhira Janani yang membantu dan memberikan dorongan baik dalam menjalani pendidikan ucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya 4. Sahabat dan teman-teman yang selalu memberikan dukungan dan

semangat

5. Semua pihak yang telah membantu, yang tak dapat penulis sebutkan saktu per satu pada Karya Tulis Ilmiah ini

Penulis menyadari karya tulis ini masih jauh dari sempurna. namun penulis berharap semoga dapat memberikan sumbangan dan manfaat sekecil apapun kepada dunia pengetahuan, khususnya ilmu kedokteran, masyrakat dan penulis lain. Oleh karena itu penulis menerima saran maupun kritik yang membangun

Medan, Juni 2014 Penulis

DAFTAR ISI

(7)

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1. Tujuan Umum ... 3

1.3.2. Tujuan Khusus ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Konsep Pengetahuan ... 5

2.1.1. Pengertian Pengetahuan ... 5

2.1.2. Tingfkat Pengetahuan di dalam Domain Kognitif ... 6

2.2. Sikap ... 7

2.3. Perilaku dan Tindakan ... 8

2.4. Penyakit Stroke... 9

2.4.1. Pengertian ... 9

2.4.2. Etiologi ... 12

2.4.3. Faktor Risiko ... 14

2.4.4. Patofisiologi Stroke ... 15

2.4.5. Klasifikasi Stroke ... 17

2.4.6. Diagnosis Stroke ... 18

2.4.7. Penatalaksanaan Stroke ... 21

2.4.8. Terapi Umum ... 25

2.4.9. Terapi Khusus ... 26

2.4.10. Pengobatan Konservatif ... 27

2.4.11. Pembedahan ... 27

BAB III KERANGKA PENELITIAN ... 28

3.1. Kerangka Konsep ... 28

3.2. Defenisi Operasional ... 28

BAB IV METODE PENELITIAN ... 30

4.1. Gambaran RSUP. H. Adam Malik Medan... 30

4.2. Karakteristik Pasangan Penderita Penyakit Stroke... 30

4.3. Gambaran Pengetahuan Pasangan Penderita Stroke tentang Penyakit Stroke... 30

4.4. Sikap Pasangan Penderita Stroke tentang Penyakit Stroke... 31

(8)

4.5. Perilaku Pasangan Penderita Stroke tentang Penyakit Stroke . 31

BAB V PEMBAHASAN ... 32

5.1. Karakteristik Pasangan Penderita Penyakit Stroke... 32

5.2. Gambaran Pengetahuan Pasangan Penderita Stroke tentang Penyakit Stroke... 33

5.3. Sikap Pasangan Penderita Stroke tentang Penyakit Stroke... 35

5.4. Perilaku Pasangan Penderita Stroke tentang Penyakit Stroke . 37 5.5. Perilaku Pasangan Penderita Stroke tentang Penyakit Stroke . 39 5.6. Karakteristik Pasangan Penderita Penyakit Stroke... 42

5.7. Gambaran Pengetahuan Pasangan Penderita Stroke tentang Penyakit Stroke... 43

5.8. Sikap Pasangan Penderita Stroke tentang Penyakit Stroke... 45

5.9. Perilaku Pasangan Penderita Stroke tentang Penyakit Stroke . 46 BAB VI KESIMPULAN ... 49

6.1. Kesimpulan ... 49

6.2. Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50

LAMPIRAN ... 52

DAFTAR TABEL

(9)

Nomor Judul Halaman Tabel 3.1. Definisi Operasional ... 28 Tabel 5.1. Distribusi Karakterikstik Pasangan Penderita Stroke

Berdasarkan Umur dan Tingkat Pendidikan Tahun 2014 ... 34 Tabel 5.2. Distribusi Pengetahuan Pasangan Penderita Stroke

tentang Penyakit Stroke di RSUP. H. Adam Malik

Medan tahun 2014 ... 35 Tabel 5.3. Distribusi Pasangan Penderita Stroke Berdasarkan

Kategori Pengetahuan ... 37 Tabel 5.4. Distribusi Sikap Pasangan Penderita Stroke tentang

Penyakit Stroke di RSUP. H . Adam Malik Medan

Tahun 2014 ... 38 Tabel 5.5. Distribusi Pasangan Penderita Stroke Berdasarkan

Kategori Sikap ... 39 Tabel 5.6. Distribusi Perilaku Pasangan Penderita Stroke tentang

Penyakit Stroke di RSUP H. Adam Malik Medan

Tahun 2014 ... 40 Tabel 5.7. Distribusi Pasangan Penderita Stroke Berdasarkan

Perilaku ... 41

DAFTAR GAMBAR

(10)

Nomor Judul Halaman Gambar 2.1. Kerangka Teori ... 27 Gambar 3.1. Kerangka Konsep... 28

DAFTAR LAMPIRAN

(11)

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup Lampiran 2 Kuesioner Penelitian Lampiran 3 Lembar Pernyataan Lampiran 4 Informed Consent Lampiran 5 Lembar Penilaian Etik Lampiran 6 Formulir Isian

Lampiran 7 Anggaran Biaya Penelitian

(12)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Stroke merupakan penyebab kematian ketiga tersering setelah penyakit jantung koroner dan kanker (American Heart Association, 2004, Bruno-Petrina, 2007, Prizon, 2009). Stroke juga merupakan penyebab kecacatan nomor satu di dunia (Pinzon, 2009). Menurut WHO, lima belas juta orang di seluruh dunia terse- rang stroke setiap tahun, lima juta meninggal dan lima juta lainnya menderita ke- cacatan (Disabled world, 2008).

Berdasarkan hasil penelitian Behavioral Risk Factor Surveillance System (BRFSS) di Amerika Serikat tahun 2005, prevalensi penduduk Amerika yang ter- serang stroke adalah 2,6 % atau sekitar 5.839.000 orang. Prevalensi stroke me- ningkat sebesar 0,8 % dan pada usia 65 tahun ke atas meningkat 8,1 % (Neyer, et al., 2007).

Data lain menyebutkan bahwa kematian stroke di Amerika Serikat mencapai lebih dari 160.000 per tahunnya. Sekitar 20 % kasus stroke meninggal pada bulan pertama dari 160.000 per tahunnya. Sekitar 20 % kasus stroke meinggal pada bulan pertama (Pinzon dll., 2009). Sebesar 70 % penderita pasca stroke memiliki ketidakmampuan (disability) permanen secara okupasional (Meifi dan Agus, 2005).

Di Indonesia, walaupun belum ada penelitian epidemiologi yang sempurna, dari Survei Kesehatan Rumah Tangga dilaporkan bahwa proporsi stroke di rumah sakit-rumah sakit di 27 provinsi di Indonesia antara tahun 1984- 1986 meningkat, yaitu 0,72 per seratus penderita pada tahun 1984, naik menjadi 0,89 per seratus penderita pada tahun 1985, dan 0,96 persen pada tahun 1986 (Lamsudin, 1997). Penelitian cross sectional pada bulan Oktober 1996 sampai Maret 1997 menunjukkan bahwa usia rata-rata kasus stroke di Indonesia adalah 58,8 + 13,3 tahun, kisaran usia 18-95 tahun, dimana wanita lebih banyak daripada pria (53,8 % vs 46,2 %) (Misbach, 1999).

(13)

Di kota Medan belum ada data mengenai prevalensi stroke. Namun, menurut rekam medis tahun 2004 RSU dr.Pirngadi Medan jumlah penderita stroke yang berobat jalan sebanyak 396 kasus (Jasda, 2005). Menurut rekam me- dis RSUP H.Adam Malik Medan, tahun 2008 terdapat 331 kasus, dimana 221 ka- sus stroke iskemia dan 110 kasus stroke hemoragik.

Menurut Price dan Wilson (2006), proporsi stroke iskemia lebih besar daripada stroke hemoragik, yaitu 80-85 % stroke iskemia dan 15-20 % stroke hemoragik. Selain itu, penderita stroke hemoragik umumnya menunjukkan gambaran klinis yang lebih berat daripada stroke iskemia.

Setelah serangan stroke, tonus otot yang normal menghilang. Tanpa pengobatan, penderita akan melakukan kompensasi gerakan dengan menggunakan bagian tubuhnya yang tidak lumpuh sehingga seumur hidupnya bagian tubuh yang lumpuh akan tetap lumpuh atau hanya bisa berjalan dengan kaki spastik dan tangan yang cacat. Cara untuk meminimalkan kecacatan setelah serangan stroke adalah dengan rehabilitasi (Johnstone, 1991).

Durasi rehabilitasi yang dibutuhkan penderita stroke bervariasi tergantung pada tipe stroke yang diderita. Rata-rata penderita dirawat inap di unit rehabilitasi stroke selama 16 hari, kemudian dilanjutkan dengan rawat jalan selama beberapa minggu. Walaupun sebagian besar perbaikan terjadi dalam rentang waktu diatas, otak akan terus belajar tentang kemampuan motorik seumur hidup (American Heart Association, 2006). Oleh karena itu, peneliti mengkhususkan penelitian ini pada pasangan penderita stroke.

Hal ini akan berdampak terhadap menurunnya tingkat produktifitas serta dapat mengakibatkan terganggunya sosial ekonomi keluarga. Selain karena besar- nya biaya pengobatan paska stroke , juga yang menderita stroke adalah tulang punggung keluarga yang biasanya kurang melakukan gaya hidup sehat, akibat ke- sibukan yang padat.

Adanya sekian banyak permasalahan mengenai pengetahuan, sikap, cara penanganan dan perawatan pasien penderita stroke itu sendiri juga memberi dam- pak terhadap perilaku dan sikap pasangan penderita stroke dalam menjaga dan merawat penderita stroke di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

1.2. Rumusan Masalah

(14)

Berdasarkan latar belakang, permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana tingkat pengetahuan pasangan penderita stroke terhadap penyakit stroke.

2. Bagaimana sikap pasangan penderita stroke terhadap penyakit stroke.

3. Bagaimana perilaku pasangan pendeita stroke terhadap penyakit stroke.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengetahuan, sikap dan perilaku pasangan penderita stroke terhadap penyakit stroke di RSUP Haji Adam Malik Medan.

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

1. Mendapatkan gambaran tentang pengetahuan pasangan penderita stroke terhadap penyakit stroke di RSUP Haji Adam Malik Medan.

2. Mendapatkan gambaran tentang sikap pasangan penderita stroke terhadap penyakit stroke di RSUP Haji Adam Malik Medan.

3. Mendapatkan gambaran tentang perilaku pasangan penderita stroke terhadap penyakit stroke di RSUP Haji Adam Malik Medan.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan peneliti mengenai pengetahuan, sikap dan perilaku pasangan penderita stroke terhadap penyakit stroke dan sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana kedokteran di FK USU.

2. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan untuk RSUP H.Adam Malik Medan untuk mengetahui tingkat pengetahuan pasangan-pasangan para penderita stroke sekaligus memahami bagaiman sikap dan perilaku pasangan penderita stroke.

(15)

3. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pengetahuan, sikap dan perilaku para pasangan penderita stroke terhadap penyakit stroke.

4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu dibidang kesehatan saraf mengenai pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap penyakit stroke.

(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Pengetahuan 2.1.1. Pengertian Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang tersebut melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia. Sebagian besar pen- getahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan kognitif adalah domain yang sangat penting untuk terbentuk- nya tindakan seseorang. Dari hasil pengalaman serta penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian yang dilakukan oleh Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum seseorang mengadaptasi perilaku yang baru didalam diri orang tersebut terjadi proses yang beruntun yaitu:

1. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti men- getahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

2. Interest (merasa tertarik) merasa tertarik terhadap stimulus atau objek ter- sebut disini sikap subjek sudah mulai timbul.

3. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya) hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

5. Adaption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengeta- huan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang, karena dari pengalaman dan penelitian yang di- dasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasa- ri oleh pengetahuan (Roger, 1974).

(17)

2.1.2. Tingkat Pengetahuan di dalam Domain Kognitif

Menurut Notoatmodjo dalam bukunya Ilmu Kesehatan Masyarakat (1997) pengetahuan yang dicakup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingka- tan, yaitu:

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari se- belumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall), terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan kemampuan untuk menggunakan materi yang telah di- pelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

4. Analisis (Analysis)

Analisa merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau sua- tu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struk- tur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemajuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut diatas (Notoatmodjo,1993).

(18)

2.2. Sikap (Attitude)

Menurut Notoatmodjo (2003) sikap merupakan reaksi atau respon seseo- rang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Beberapa batasan lain tentang sikap ini dapat dikutip sebagai berikut:

“An enduring system of positive or negative evaluations, emotional feelings, and pro or conection tendencies will resepect to social object” (Krech et al, 1982).

“An individual’s social attitude in an syndrome of respons consistency with regard to social objects” (Campbell, 1950).

“ A mental and neural state of rediness, organized through experlence, ex- certing derective or dynamic influence up on the individual’s respons to all ob- jects and situations with which it is related” (Allport, 1954).

“Attitude with situational and other dispositional variables guides and di- rect the obsert behavior of the individual” (Cardno, 1955).

Dari batasan-batasan diatas dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya bisa ditafsirkan terlebih dahulu dan peri- laku yang tertutup stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari adalah merupa- kan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.

Newcomb (Notoatmodjo, 2003) adalah seorang ahli psikologi social me- nyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi adalah merupakan “pre-disposisi” tindakan atau perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka tingkah laku yang dibuka lebih dapat dijelaskan lagi bahwa sikap meru- pakan reaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan ter- hadap suatu objek.

Dalam kegiatan lain Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempu- nyai 3 komponen pokok, yakni :

1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.

2. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek.

3. Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave)

(19)

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total at- titude) dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berfikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting.

Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkat, yakni:

1. Menerima (receiving)

Menerima, diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimu- lus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dili- hat dari kesediaan dan perhatian itu terhadap ceramah-ceramah.

2. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang menerima ide tersebut.

3. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung Jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan sega- la risiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.

2.3 Perilaku atau Tindakan

Menurut Notoatmodjo (2007) suatu sikap belum otomatis terwujudnya da- lam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya suatu sikap agar menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang me- mungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Disamping faktor fasilitas, juga diperlu- kan faktor pendukung (support) dari pihak lain. Tindakan mempunyai beberapa tingkatan, yaitu:

1. Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.

(20)

2. Respon terpimpin (guided response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua.

3. Mekanisme (mechanism)

Apabila seorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara oto- matis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah menca- pai praktek tingkat tiga.

4. Adaptasi (adaptation)

Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang den- gan baik. Artinya tindakan itu sudah di modifikasikannya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakannya tersebut. (Notoatmodjo, 2007).

2.4. Penyakit Stroke 2.4.1. Pengertian

Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global yang terjadi akut, berlangsung lebih dari 24 jam (kecuali ada intervensi bedah atau meninggal) berasal dari gangguan aliran darah otak (Lamsudin, 1997). Menurut WHO, Stroke adalah suatu disfungsi neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah, dan terjadi secara mendadak (dalam beberapa detik) atau setidak-tidaknya secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala-gejala dan tanda-tanda yang sesuai dengan daerah fokal otak yang terganggu (Ritarwan, 2002 dan Kwakkel, et al., 2004). Stroke mengacu kepada setiap gangguan neurologi mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui suplai arteri otak (Price dan Wilson, 2006)

Stroke (Cerebrovascular accident) merupakan gangguan neurologi yang disebabkan oleh adanya gangguan pada peredaran darah di otak (Black, 1997).

Stroke (Cerebrovascular accident) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer, 2002).

Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih

(21)

dari 24 jam, atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab selain daripada gangguan vascular.

Berdasarkan etiologinya, stroke dibedakan menjadi : 1. Stroke perdarahan atau strok hemoragik.

2. Strok iskemik atau stroke non hemoragik

Stroke non hemoragik atau yang disebut juga strok iskemik didefinisikan, secara patologis, sebagai kematian jaringan otak karena pasokan darah yang tidak adekuat.

2.4.1.1. Anatomi Fisiologi Otak

Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon (Satyanegara, 1998)

Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kallosum dan korteks serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobus parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.

Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.

Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medula oblongata, pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan

(22)

serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi aquadikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.

Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang.

Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi (Price, 1995)

2.4.1.2. Sirkulasi Darah Otak

Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi (Satyanegara, 1998)

Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri.

Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang- cabang sistem vertebrobasilaris ini memperdarahi medula oblongata, pons,

(23)

serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ vestibular (Sylvia A. Price, 1995).

Darah vena dialirkan dari otak melalui dua sistem : kelompok vena interna, yang mengumpulkan darah ke Vena galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang terletak di permukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah, ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya ke vena-vena jugularis, dicurahkan menuju ke jantung (Harsono, 2000).

2.4.2. Etiologi

Penyebab-penyebabnya antara lain:

1. Trombosis serebral

Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi se- hingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa menimbulkan oede- ma dan kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setelah trombosis.

Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan trombosis otak:

a. Aterosklerosis

Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.

Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut :

1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.

2) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis.

3) Merupakan tempat terbentuknya trombus, kemudian melepaskan kepingan trombus (embolus)

(24)

4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan.

b. Hiperkoagulasi pada polisitemia

Darah bertambah kental, peningkatan viskositas /hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.

2. Emboli

Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral.

Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli :

a. Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease (RHD) b. Myocard infark

c. Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.

d. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.

3. Hemoragi

Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak.

Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi : a. Aneurisma Berry, biasanya defek kongenital.

b. Aneurisma fusiformis dari aterosklerosis.

c. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.

d. Malformasi arteriovenous, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena.

(25)

e. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan peneba- lan dan degenerasi pembuluh darah.

4. Hipoksia Umum

a. Hipertensi yang parah.

b. Cardiac Pulmonary Arrest

c. Cardiac output turun akibat aritmia 5. Hipoksia setempat

a. Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid. Vaso- kontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

2.4.3. Faktor Risiko

Menurut Sjahrir (2003), faktor risiko timbulnya stroke dikelompokkan men- jadi dua, faktor risiko yang tidak dapat diubah dan faktor risiko yang dapat diubah.

2.4.3.1 Faktor Risiko yang Tidak Dapat Diubah 1. Umur

2. Jenis kelamin 3. Keturunan/ genetic

2.4.3.2 Faktor Risiko yang Dapat Diubah 2.4.3.2.1 Perilaku/Kebiasaan

1. Merokok

2. Makanan yang tidak sehat: lemak, garam berlebihan, asam urat, kolesterol, low fruit diet

3. Alkoholik

4. Obat-obatan: narkoba (kokain), antikoagulansia, antiplatelet, amfetamin, pil kontrasepsi

2.4.3.2.2 Faktor Risiko Fisiologis 1. Penyakit hipertensi

2. Penyakit jantung 3. Diabetes mellitus

(26)

4. Infeksi (arteritis, traumatik, AIDS, Lupus) 5. Gangguan ginjal

6. Obesitas

7. Polisitemia, viskositas darah meninggi dan penyakit perdarahan 8. Kelainan pembuluh darah, dll

Faktor risiko yang paling berpengaruh dari faktor-faktor diatas adalah hi- pertensi, merokok, diabetes mellitus, kelainan jantung dan kolesterol.

2.4.4. Patofisiologi Stroke

1. Trombosis (penyakit trombo - oklusif)

Trombosis merupakan penyebab stroke yang paling sering. Arterios- clerosis selebral dan perlambatan sirkulasi selebral adalah penyebab utama trombosis serebral, yang adalah penyebab umum dari stroke. Tanda-tanda trombosis selebral bervariasi. Sakit kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan kognitif atau ke- jang dan beberapa awitan umum lainnya. Secara umum trombosis serebral tidak terjadi secara tiba-tiba dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralisis be- rat pada beberapa jam atau hari (misbach,1999).

Trombosis terjadi biasanya ada kaitannya dengan kerusakan local dinding pembuluh darah akibat atrosklerosis. Proses aterosklerosis ditan- dai oleh plak berlemak pada pada lapisan intima arteria besar. Bagian in- tima arteria serebri menjadi tipis dan berserabut , sedangkan sel–sel otot- nya menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut. Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat–tempat yang melengkung. Trombi juga dikaitkan dengan tempat–tempat khusus tersebut. Pembuluh–pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam urutan yang makin jarang adalah sebagai berikut: arteria karotis interna, vertebralis bagian atas dan basilaris bawah. Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada permukaan

(27)

yang terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar (misbach,1999).

Trombosit akan melepaskan enzim, adenosin difosfat yang mengawali mekanisme koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli atau dapat tetap tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna. (misbach,1999).

2. Embolisme

Embolisme sereberi termasuk urutan kedua dari berbagai penyebab utama stroke. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan penderita trombosis. Kebanyakan emboli sereberi berasal dari suatu trombus dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi sebenarnya adalah perwujudan dari penyakit jantung (misbach,1999).

Meskipun lebih jarang terjadi, embolus juga mungkin berasal dari plak ateromatosa sinus karotikus atau arteria karotis interna. Setiap bagian otak dapat mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya embolus akan menyumbat bagian–bagian yang sempit tempat yang paling sering terserang embolus sereberi adalah arteria sereberi media, terutama bagian atas (misbach,1999).

3. Perdarahan serebri

Perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab utama kasus GPDO (Gangguan Pembuluh Darah Otak) dan merupakan sepersepuluh dari semua kasus penyakit ini. Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptura arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan /atau subaraknoid, sehingga jaringan yang terletakdi dekatnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteria di sekitar perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisper otak dan sirkulus wilisi. Bekuan darah yang semula lunak menyerupai selai merah akhirnya akan larut dan mengecil (misbach,1999).

Dipandang dari sudut histologis otak yang terletak di sekitar tempat bekuan dapat membengkak dan mengalami nekrosis. Karena kerja enzim–

enzim akan terjadi proses pencairan, sehingga terbentuk suatu rongga.

(28)

Sesudah beberapa bulan semua jaringan nekrotik akan terganti oleh astrosit dan kapiler–kapiler baru sehingga terbentuk jalinan di sekitar rongga tadi. Akhirnya rongga terisi oleh serabut–serabut astroglia yang mengalami proliferasi. Perdarahan subaraknoid sering dikaitkan dengan pecahnya suatu aneurisme. Kebanyakan aneurisme mengenai sirkulus Wilisi. Hipertensi atau gangguan perdarahan mempermudah kemungkinan ruptur. Sering terdapat lebih dari satu aneurisme (misbach,1999).

2.4.5. Klasifikasi Stroke

Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke. Semuanya berdasarkan atas gambaran klinis, patologi anatomi, sistem pembuluh darah, dan stadiumnya. Da- sar klasifikasi yang berbeda ini perlu, sebab setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, pencegahan dan prognosis yang berbeda, walaupun patogenesisnya serupa (Victor, 2001).

Berikut ini beberapa klasifikasi stroke menurut Misbach (1999) : 1. Berdasarkan Patologi Anatomi

a. Transient Ischemic Attack (TIA) b. Trombosis serebri

c. Embolia serebri

2. Berdasarkan Stadium/ Pertimbangan Waktu a. Transient Ischemic Attack (TIA)

Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan pere- daran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.

b. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)

Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari seminggu.

c. Progressing stroke atau stroke in evolution Gejala neurologik makin lama makin berat d. Completed stroke

Gejala klini sudah menetap 3. Berdasarkan Sistem Pembuluh Darah

a. Sistem karotis

(29)

b. Sistem vertebro-basilar

Berdasarkan etiologinya, stroke dibagi menjadi dua kelompok (Price dan Wilson, 2006) :

1) Stroke iskemia-infark (80-85%), terdiri dari oklusi trombotik dan oklusi embolik.

2) Perdarahan intrakranium (15-20%), terdiri dari perdarahan intrase- rebrum (parenkim), perdarahan subaraknoid, perdarahan subdura dan perdarahan epidura.

2.4.6. Diagnosis Stroke

Berikut ini adalah langkah-langkah mendiagnosis penderita stroke (Mis- bach, 1999) :

2.4.6.1. Anamnesis

Pada anamnesis akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak sebelha ba- dan, mulut mencong atau bicara pelo dan tidak dapat berkomunikasi dengan baik.

Keadaan ini muncul mendadak saat sedang bekerja atau sewaktu istirahat. Selain itu perlu ditanyakan faktor-faktor resiko yang menyertai stroke, misalnya penyakit kencing manis, darah tinggi dan penyakit jantung. Dicatat obat-obat yang sedang dipakai, riwayat keluarga dan penyakit lainnya. Pada kasus berat, yaitu penurunan kesadaran sampai koma, dicatat perkembangan kesadaran sejak serangan terjadi.

2.4.6.2. Pemeriksaan Fisik

Setelah penentuan keadaan kardiovaskular penderita serta fungsi vital se- perti tekanan darah, nadi, pernafasan, tentukan juga tingkat kesadaran penderita.

Jika penderita sadar tentukan berat kerusakan neurologis yang terjadi, tetapi sean- dainya kesadaran menurun tentukan skor dengan Skala Koma Glasgow. Sema- kin dalam penurunan kesadaran semakin buruk prognosis neurologis maupun kehidupan. Setelah itu lakukan pemeriksaan refleks-refleks batang otak, yaitu :

1. Reaksi pupil terhadap cahaya 2. Refleks kornea

3. Refleks okulo sefalik

(30)

4. Keadaaan (refleks) respirasi, pakah terdapat pernafasan cheyne stroke, hiperventilasi neurogen, apneustik dan ataksik.

Setelah itu tentukan kelumpuhan yang terjadi pada saraf-saraf otak dan anggota gerak.

2.4.6.3. Gejala Klinis

Manifestasi klinis stroke sangat tergantung kepada daerah otak yang ter- ganggu aliran darahnya dan fungsi otak yang menderita iskemi tersebut. Berda- sarkan vaskularisasi otak, maka gejala klinik stroke dapat dibagi atas 2 golongan besar, yaitu :

1. Stroke pada sistem karotis (stroke hemisferik)

2. Stroke pada sistem vertebrobasiler (stroke fossa posterior)

Timbulnya gejala stroke sangat mendadak dalam waktu beberapa menit sampai beberapa jam mulai dari serangan sampai mencapai maksimal.

1. Gejala Klinis Stroke Hemisferik

Seperti kita ketahui, daerah otak yang mendapat darah dari arteri karotis interna terutama lobus frontalis, parietalis, basal ganglia, dan lobus temporalis. Gejala-gejalanya timbul mendadak berupa hemiparesis, hemihipestesi, bicara pelo dan lain-lain.

Kesadaran biasanya kompos mentis kecuali pada stroke yang luas karena struktur anatomi yang menjadi substrat kesadaran (formasio reticula- ris) di garis tengah dan sebagian besar terletak dalam fossa posterior. Teka- nan darah biasanya tinggi karena hipertensi merupakan faktor resiko stroke pada lebih dari 70 % penderita. Fungsi vital lain umumnya baik. Gangguan saraf otak yang sering adalah paresis nervus fasialis (mulut mencong) dan nervus hipoglosus (bicara pelo disertai deviasi lidah bila dikeluarkan dari mulut). Bisa dijumpai gangguan lapangan pandang tergantung letak lesi da- lam jaras perjalanan visual, hemianopia kongruen atau tidak.

Hampir selalu terjadi kelumpuhan sebelah anggota badan (hemipa- resis). Jika ada perbedaan kelumpuhan yang nyata antara lengan dan tung- kai hampir dapat dipastikan bahwa kelainan aliran darah otak berasal dari

(31)

daerah kortikal, sedangkan jika kelumpuhan sama berat maka gangguan aliran darah terjadi di subkortikal atau daerah vertebro-basiler. Karena bangunan anatomik yang terpisah, gangguan motorik berat dapat disertai gangguan sensorik ringan atau sebaliknya (hemisensoris tubuh)

Pada fase akut refleks fisiologis pada sisi tubuh yang lumpuh akan meng- hilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali di- dahului dengan refleks patologis. Kelainan fungsi luhur berupa disfungsi parietal baik sisi dominan maupun nondominan. Kelainan yang sering tampak adalah disfasia campuran, agnosia, apraksia dan lain-lain.

2. Gejala Klinik Stroke Vertebrobasiler

Secara anatomik percabangan arteri basilaris digolongkan tiga bagian : a. Cabang-cabang panjang, misalnya arteri serebelar inferior posterior yang jika tersumbat akan memberikan gejala-gejala sindrom Wallen- berg, yaitu infark di daerah bagian dorsolateral tegmentum medula oblongata.

b. Cabang-cabang paramedian, menimbilkan sindrom Weber, hemiparesis alternans dari berbagai saraf kranial dari mesendepfalon ataupun pons.

c. Cabang-cabang tembus (perforating branches) memberi gejala-gejala sangat fokal seperti internuclear phtalmoplegie.

Cara mendiagnosis kelainan sistem vertebrobasiler adalah : a. Penurunan kesadaran yang cukup berat

b. Kombinasi berbagai saraf otak yang terganggu disertai vertigo, diplo- pia dan gangguan bulbar

c. Kombinasi beberapa gangguan saraf otak dan gangguan long-tract signs vertigo, parestesi keempat anggota gerak (ujung-ujung distal).

Jika ditemukan long tract signs kedua sisi hampir pasti stroke verte- bro-basiler.

d. Gangguan bulbar juga hampir pasti disebabkan stroke vertebro-basiler.

2.4.6.4. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan darah rutin

(32)

b. Pemeriksaan kimia darah lengkap

Gula darah sewaktu : pada stroke akut terjadi hiperglikemi reaktif (gu- la darah mencapai 250 mg kemudian berangsur-angsur turun kembali).

Diperiksa juga kadar kolesterol, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, dan profil lipid.

c. Pemeriksaan hemostasis

d. Pemeriksaan tambahan atas indikasi: protein S, protein C, homosistein.

2. Pemeriksaan Neurokardiologi

Pemeriksaan ini dilakukan pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) dan un- tuk mengarah kepada kemungkinan adanya potensial source of cardiac emboli dapat dilakukan pemeriksaan echocardiography.

3. Pemeriksaan Radiologi

a. CT scan segera memperlihatkan perdarahan intraserebral. sedangkan infark-iskemia baru terlihat setelah 72 jam serangan jika ukuran infark cukup besar dan hemisferik. CT scan merupakan standard baku emas penegakan diagnosis stroke.

b. Pemeriksaan foto toraks dapat memperlihatkan keadaan jantung apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan tanda hipertensi kronis dan adakah kelainan lain pada jantung. Selain itu juga dapat mengidentifikasikan kelainan paru-paru yang mempengaruhi proses manajemen dan memperburuk prognosis.

2.4.7. Penatalaksanaan Stroke

Penatalaksanaan stroke iskemia berbeda dengan stroke hemoragik.

Beberapa pengkajian harus dilakukan : 1. Pengkajian Primer

a. Airway

Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk

b. Breathing

Kelemahan menelan/batuk/melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan/atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi/aspirasi

(33)

c. Circulation

TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut

2. Pengkajian Sekunder a. Aktivitas dan istirahat

Data Subyektif:

1) kesulitan dalam beraktivitas; kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis

2) mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot) Data obyektif:

1) Perubahan tingkat kesadaran

2) Perubahan tonus otot (flaksid atau spastic), paraliysis (hemiplegia), kelemahan umum.

3) Gangguan penglihatan b. Sirkulasi

Data Subyektif:

1) Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung , endokarditis bacterial), polisitemia. Data obyektif

2) Hipertensi arterial

3) Disritmia, perubahan EKG 4) Pulsasi : kemungkinan bervariasi

5) Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal.

c. Integritas ego Data Subyektif:

1) Perasaan tidak berdaya, hilang harapan. Data obyektif

2) Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan, kegembiraan

3) kesulitan berekspresi diri d. Eliminasi

Data Subyektif:

1) Inkontinensia, anuria

(34)

2) distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh), tidak adanya suara usus (ileus paralitik)

e. Makan/minumData Subyektif:

1) Nafsu makan hilang

2) Nausea/vomitus menandakan adanya Peningkatan Tekanan Intra Kranial (PTIK)

3) Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia 4) Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah

Data obyektif:

1) Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum dan faring)

2) Obesitas (faktor resiko) f. Sensori neural Data Subyektif:

1) Pusing / syncope (sebelum cerebrovascular accident (CVA) / sementara selama transient ischemic attack (TIA))

2) Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid.

3) Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti lumpuh/mati

4) Penglihatan berkurang

5) Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan pada muka ipsilateral (sisi yang sama)

6) Gangguan rasa pengecapan dan penciuman Data obyektif:

7) Status mental; koma biasanya menandai stadium perdarahan, gangguan tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif

8) Ekstremitas: kelemahan/paraliysis (kontralateral pada semua jenis stroke, genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon dalam (kontralateral)

9) Wajah: paralisi /parese (ipsilateral)

(35)

10) Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/kesulitan berkata kata, reseptif/kesulitan berkata kata komprehensif, global/kombinasi dari keduanya.

11) Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli taktil

12) Apraksia: kehilangan kemampuan menggunakan motorik

13) Reaksi dan ukuran pupil: tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsilateral

g. Nyeri / kenyamanan Data Subyektif:

1) Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya Data obyektif:

1) Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot/fasial h. Respirasi

Data Subyektif:

1) Perokok (faktor resiko) i. Keamanan

Data obyektif:

1) Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan

2) Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit

3) Tidak mampu mengenali objek, warna, kata dan wajah yang pernah dikenali

4) Gangguan berespon terhadap panas dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh

5) Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang kesadaran diri

j. Interaksi sosial Data obyektif:

1) Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi (Doenges E, Marilynn,2000)

(36)

Berdasarkan dua penelitian besar yang dilakukan oleh International Stroke Trial dan Chinese Acute Stroke Trial, Aspirin efektif untuk menurunkan resiko serangan stroke berulang dan mortalitas pada stroke iskemi. Sedangkan penggu- naan heparin maupun antikoagulan lain dalam 12-24 jam setelah serangan gagal memberikan outcome yang lebih baik. Obat-obatan neuroprotektor dan hipotermi terbukti memiliki efek neuroprotektif pada hewan coba, tapi belum ada bukti efek- tivitasnya pada manusia (Smith, et al., 2007).

Selanjutnya penderita dirawat secara komprehensif di unit rehabilitasi stroke. Rehabilitasi mencakup fisikal terapi, okupasional terapi dan terapi bicara.

Di unit rehabilitasi penderita dan keluarga diberi pemahaman mengenai defisit neurologis yang diderita, mencegah komplikasi imobilitas (misalnya pneumonia, deep vein thrombosis dan emboli paru, dekubitus dan kontraktur otot) dan diberi instruksi-instruksi untuk mengatasi defisitnya (Smith, et al., 2007).

2.4.8. Terapi Umum

Untuk merawat keadaan akut perlu diperhatikan faktor–faktor kritis sebagai berikut :

1. Menstabilkan tanda – tanda vital

a. Memepertahankan saluran nafas (sering melakukan penghisapan yang dalam, O2, trakeotomi, pasang alat bantu pernafasan bila batang otak terkena)

b. Kendalikan tekanan darah sesuai dengan keadaan masing–masing individu; termasuk usaha untuk memperbaiki hipotensi maupun hipertensi.

2. Deteksi dan memperbaiki aritmia jantung

3. Merawat kandung kemih. Sedapat mungkin jangan memasang kateter tinggal; cara ini telah diganti dengan kateterisasi “keluar – masuk” setiap 4 sampai 6 jam.

4. Menempatkan posisi penderita dengan baik secepat mungkin :

a. Penderita harus dibalik setiap jam dan latihan gerakan pasif setiap 2 jam b. Dalam beberapa hari dianjurkan untuk dilakukan gerakan pasif penuh

sebanyak 50 kali per hari; tindakan ini perlu untuk mencegah tekanan

(37)

pada daerah tertentu dan untuk mencegah kontraktur (terutama pada bahu, siku dan mata kaki)

2.4.9. Terapi Khusus

Ditujukan untuk stroke pada therapeutic window dengan obat anti agregasi dan neuroprotektan. Obat anti agregasi: golongan pentoxifilin, tielopidin, low he- parin, tPA.

1. Pentoxifilin

Mempunyai cara kerja:

a. Sebagai anti agregasi → menghancurkan thrombus b. Meningkatkan deformalitas eritrosit

c. Memperbaiki sirkulasi intraselebral 2. Neuroprotektan

a. Piracetam: menstabilkan membrane sel neuron, ex: neotropil

Cara kerja dengan menaikkan cAMP ATP dan meningkatkan sintesis glikogen

b. Nimodipin: gol. Ca blocker yang merintangi masuknya Ca2+ ke dalam sel, ex.nimotup

Cara kerja dengan merintangi masuknya Ca2+ ke dalam sel dan memperbaiki perfusi jaringan otak

c. Citicholin: mencegah kerusakan sel otak, ex. Nicholin

Cara kerja dengan menurunkan free faty acid, menurunkan generasi radikal bebas dan biosintesa lesitin

d. Ekstrax gingkobiloba, ex ginkan

2.4.10. Pengobatan Konservatif

Pada percobaan vasodilator mampu meningkatkan aliran darah otak (ADO), tetapi belum terbukti demikian pada tubuh manusia. Dilator yang efektif untuk pembuluh di tempat lain ternyata sedikit sekali efeknya bahkan tidak ada efek sama sekali pada pembuluh darah serebral, terutama bila diberikan secara oral (asam nikotinat, tolazolin, papaverin dan sebagainya), berdasarkan uji klinis

(38)

ternyata pengobatan berikut ini masih berguna: histamin, aminofilin, asetazolamid, papaverin intraarteri.

2.4.11. Pembedahan

Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran darah otak. Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita beberapa penyulit seperti hipertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskular yang luas.

Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran pernafasan dan kontrol ventilasi yang baik dapat dipertahankan.

Kerangka Teori

Gambar 2.1. Kerangka Teori

Lawrence Green menjelaskan bahwa Pendidikan Kesehatan dilatar belakangi atau dipengaruhi oleh tiga faktor yakni faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), faktor-faktor yang mendukung (enabling factors) dan faktor-faktor yang memperkuat atau mendorong (reinforcing factors).

Faktor Predisposisi 1. Pengetahuan 2. Sikap 3. Perilaku Faktor Pendukung 1. Tugas kesehatan 2. Keterjangkauan sumber 3. Prioritas dan komitmen.

Faktor pendorong 1. Keluarga

2. Petugas Kesehatan 3. Masyarakat

Perilaku Pendidikan

kesehatan Kesehatan Kesejahteraan

Non Perilaku

Non Kesehatan

(39)

BAB III

KERANGKA KONSEP

3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan teori tersebut diatas maka peneliti mengadopsinya dalam membuat kerangka konsep penelitian sebagai berikut.

Gambar 3.1. Kerangka Konsep

3.2. Definisi Operasional

Tabel 3.1. Definisi Operasional No Variabel Definisi Ope-

rasional

Alat

Ukur Cara ukur Hasil Ukur Skala Ukur 1 Pengetahuan Aspek yang

diketahui dan mampu diingat oleh responden tentang upaya mencegah ke- kambuhan pe- nyakit stroke

Kuesioner Wawancara Baik, jika res- ponden dapat menjawab ≥ mean (kode 1).

Kurang, jika res- ponden tidak bisa mejawab <

mean (kode 0).

Ordinal

2 Sikap Segala pandan-

gan atau pen- dapat respon- den yang ber- kaitan dengan upaya mence- gah kekambu- han penyakit stroke

Kuesioner Wawancara Positif, jika res- ponden dapat menjawab ≥ mean (kode 1).

Negatif, jika res- ponden tidak bisa mejawab <

mean (kode 0).

Ordinal Pasangan penderita stroke

1. Suami 2. Istri 3. Keluarga

Penyakit stroke 1. Pengetahuan 2. Sikap 3. Perilaku

(40)

Tabel 3.1 (Lanjutan) No Variabel Definisi Ope-

rasional

Alat

Ukur Cara ukur Hasil Ukur Skala Ukur 3 Perilaku Upaya dalam

mencegah ke- kambuhan pe- nyakit Stroke

Kuesioner Wawancara Baik, jika res- ponden mela- kukan upaya dalam mence- gah kekambu- han penyakit stroke ≥ mean (kode 1).

Kurang, jika responden ti- dak melakukan upaya dalam mencegah ke- kambuhan pe- nyakit stroke <

mean (kode 0).

Ordinal

(41)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan metode “cross sectional study”

untuk mengetahui gambaran perilaku ibu terhadap anak dengan epilepsi.

4.2. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Haji Adam Malik.Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan mei sampai oktober tahun 2014.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah pasangan penderita stroke, berjumlah 30 orang.

4.3.2. Sampel Penelitian

Perkiraan besar sampel minimal diambil berdasarkan rumus dibawah ini (Notoatmodjo, 2005):

n

= N 1 + N (d

2

)

Dimana:

n = Jumlah sampel.

N = Besar populasi.

d = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan.

Teknik pengambilan sampel dilakukan secara Accidental Sampling yaitu, mengambil responden yang kebetulan ada dan tersedia.

Kriteria inklusi:

Orang yang memiliki pasangan penderita stroke Bersedia menjadi responden

(42)

4.4. Metode Pengumpulan Data 4.4.1. Data Primer

Data primer adalah data yang berasal dari sampel penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuesioner oleh responden yang akan dikumpul secara langsung oleh peneliti terhadap sampel penelitian.

4.4.2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang didapat dari pihak rumah sakit yang ber- hubungan dengan jumlah penderita epilepsi di Kota Madya Medan.

4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dari setiap responden akan dianalisis menggunakan program SPSS versi 15 dan kemudian didistribusikan secara deskriptif dengan menggunakan table distribusi frekuensi.

(43)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Gambaran RSUP H. Adam Malik Medan

Pada mula didirikan, Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik meru- pakan Rumah Sakit Umum Kelas A di Medan yang berdasarkan pada Keputu- san Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 335/Menkes/SK/VII/1990.

Namun, nama rumah sakit ini mengalami perubahan yang pada mulanya ber- nama Rumah Sakit Umum Kelas A

di Medan menjadi Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik. Perubahan nama rumah sakit ini berdasarkan pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik In- donesia Nomor: 775/MENKES/SK/IX/1992. Adapun alasan pergantian nama rumah sakit ini disebabkan karena perlunya pencantuman nama Pahlawan Na- sional Sebagai Nama Rumah Sakit Umum Pemerintah yang merupakan bagian penghargaan dan kebangganan rakyat Indonesia. Nama Haji Adam Malik perlu diabadikan pada rumah sakit umum pemerintah

sebagai penghargaan dan kebanggan terhadap Pahlawan Nasional, terlebih lagi Adam Malik merupakan ikon kebanggaan masyarakat Sumatera Utara yang mana namanya tidak hanya dikenal di Indonesia saja, tetapi juga di Interna- sional.

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan merupakan salah satu rumah sakit umum terbesar yang berada di kota Medan. RSUP H. Adam Malik termasuk rumah sakit Kelas A. Adapun syarat dari Rumah Sakit Umum Kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 5 (lima) spesialis penunjang medik, 12 (dua belas) spesialis lain, dan 13 (tiga belas) subspesialis dan RSUP H. Adam Malik memiliki semua dari persyaratan di atas.

RSUP H. Adam Malik ini beralamat di Jalan Bunga Lau no. 17, Medan, terletak di kelurahan Kemenangan, kecamatan Medan Tuntungan. Letak RSUP H.

Adam Malik ini agak berada di daerah pedalaman yaitu berjarak kurang lebih 1

(44)

Km dari jalan Djamin Ginting yang merupakan jalan raya menuju ke arah Brasta- gi.RSUP H. Adam Malik merupakan Rumah Sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No.335/Menkes/SK/VIII/1990. Di samping itu, RSUP H. Adam Malik adalah Rumah Sakit Rujukan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Pro- pinsi Sumatera Letak daerah yang di pedalaman ini sangat mendukung bagi para pasien karena suasana tenang di daerah tersebut akan semakin mempercepat pros- es penyembuhan dari pasien. Selain itu, RSUP H. Adam Malik yang berada jauh dari pusat kota Medan, masih memiliki udara yang sangat sejuk dan belum terpo- lusi oleh udara kendaraan bermotor. Di sekeliling area RSUP H. Adam Malik ter- dapat tempat-tempat seperti toko buah, warung ataupun rumah makan, apotik, to- ko yang menyediakan jasa foto kopi sehingga berguna bagi para pengunjung ru- mah sakit untuk menjenguk, para pegawai ataupun mahasiswa yang berada di ru- mah sakit.

RSUP H. Adam Malik juga ditetapkan sebagai Rumah Sakit Pendidikan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.502/Menkes/IX/1991 tanggal 6 September 1991 dan secara resmi pusat pendidikan Fakultas Kedokteran Univer- sitas Sumatera Utara dipindahkan ke RSUP H. Adam Malik pada tanggal 11 Ja- nuari 1993. Dengan ditetapkannya RSUP H. Adam Malik sebagai Rumah Sakit Pendidikan, maka Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dapat meng- gunakannya sebagai Pusat Pendidikan Klinik calon dokter dan Pendidikan Keah- lian calon dokter spesialis.

5.2. Karakteristik Pasangan Penderita Penyakit Stroke

Pasangan penderita stroke merupakan seseorang yang cukup memberi pe- ran penting dalam mendukung perawatan dan pengobatan penderita stroke. Dika- renakan penderita stroke rata-rata memiliki keterbatasan dalam gerak dan bicara, sehingga yang menjadi pasangan penderita kemungkinan memiliki pengetahuan dan kemampuan yang lebih besar untuk memenuhi kebutuhan dan permintaan penderita stroke dibandingkan dengan hanya mengandalkan perawatan dari pera- wat yang ada di rumah sakit.

Karakteristik umum pasangan penderita penyakit stroke dalam penelitian ini meliputi faktor umur dan tingkat pendidikan. Hal ini berperan dalam penen-

(45)

tuan siapa yang merawat pasien penderita stroke yang mana biasanya dilakukan oleh keluarga atau saudara si penderita. Dapat dilakukan oleh istri, suami, anak, keponakan bahkan orang tua dan saudara dekat atau saudara jauh. Sudah pasti dari keluarga tersebut memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda juga dan san- gat berperan dalam mendukung kesembuhan penderita stroke.

Di bawah ini merupakan gambaran karakteristik individu dari pasangan penderita penyakit stroke:

Tabel. 5.1. Distribusi Karakterikstik Pasangan Penderita Stroke Ber- dasarkan Umur dan Tingkat Pendidikan Tahun 2014

Karakteristik pasangan penderita stroke

Umur F % Tingkat pendidikan F %

20-29 tahun 1 3.3 Tamat SMP 1 3,3

30-39 tahun 3 10 Tamat SMA 15 50

40-49 tahun 8 26,7 D-III/S1 14 46,7

50-59 tahun 10 33,3 60-69 tahun 5 16,7

70-79 tahun 3 10

Total 30 100 Total 30 100

Rentang umur terbesar dari pasangan penderita penyakit stroke adalah be- rada pada interval umur 50-59 tahun , namun masih ada juga yang berperan seba- gai pasangan penderita penyakit stroke yang lansia yaitu 5 orang (16,7 %) berada pada usia 60-69 tahun dan 3 orang (10%) berada pasa usia 70-79 tahun.

Sedangkan berdasarkan tingkat pendidikan dari pasangan penderita pasan- gan yang masih dalam rentang baya ke lansia tersebut 50 % (15 orang) berasal dari tingkat pendidikan tamat SMA dan hanya 3,3% yang tamat SMP. Pasangan penderita penyakit stroke yang dianggap lebih baik atau berada pada tingkat pen- didikan D-III atau S-1 berjumlah 14 orang (46,7%).

5.3. Gambaran Pengetahuan Pasangan Penderita Stroke tentang Penyakit

(46)

Stroke

Stroke merupakan suatu keadaan disfungsi neurologis akut yang disebab- kan oleh gangguan peredaran darah dan terjadi secara mendadak (dalam beberapa detik) atau setidak-tidaknya secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala- gejala dan tanda-tanda yang sesuai dengan daerah fokal otak yang terganggu (Ri- tarwan, 2002 dam Kwakkel, et al, 2004). Pada umumnya penderita stroke menga- lami kelumpuhan baik sementara atau menahun dan mengharuskan pasien diawasi atau didampingi oleh suami, istri, keluarga ataupun saudara dari penderita stroke.

Sebagai pendamping atau dengan kata lain pasangan penderita stroke juga sebaik- nya mampu memahami bagaimana penanganan penderita stroke untuk mencapai kesembuhan yang maksimal.

Dari hasil penelitian yang dilakukan pada 30 sampel pasangan penderita stroke terdapat penyebaran pengetahuan tentang bagaimana penyakit stroke dan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.2. Distribusi Pengetahuan Pasangan Penderita Stroke tentang

No Pertanyaan

Jawaban Benar Salah

n % n %

1 Jika merasa pusing dan tengkuk terasa berat dalam jangka waktu yang lama sebaiknya memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan terdekat

30 0 0 0

2 Penderita stroke sebaiknya memeriksakan te- kanan darah secara teratur tiap bulan dan mengontrol pola makan

30 0 0 0

3 Kurang istirahat dan banyak beban fikiran

dapat menyebabkan tekanan darah meningkat 30 0 0 0 4 Penderita stroke boleh melakukan olahraga

ringa seperti jogging, bersepeda dan berenang 25 83.3 5 16.7 5 Konsumsi garam tidak perlu dihindari bagi

penderita stroke 13 43.3 17 56.7

6 Mengurangi makanan yang mengandung le- mak seperti gorengan dan makanan yang ber- santan perlu dilakukan oleh penderita stroke

24 80.0 6 20.0 Tabel 5.2 (Lanjutan)

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Teori
Gambar 3.1. Kerangka Konsep
Tabel 3.1 (Lanjutan)  No Variabel Definisi
Tabel 5.2. Distribusi  Pengetahuan  Pasangan  Penderita  Stroke  tentang
+4

Referensi

Dokumen terkait

To obtain well-distributed, stable and quantity controllable features, UR-SIFT algorithm is adopted in source image, meanwhile, SIFT with lower contrast threshold

Aset produktif dihapusbuku yg dipulihkan/berhasil ditagih Persentase kredit kepada Usaha Mikro Kecil (UMK) terhadap total kredit. Penyertaan

Riset Keperawatan/ Skripsi/ Karya Ilmiah Akhir Ners dapat ditulis di halaman terakhir

Himpunan Peraturan Gubernur Tahun 2015 1... Himpunan Peraturan Gubernur Tahun 2015

penulisan artikel, hanya sumber--sumber yang sumber yang digunakan yang dimuat dalam daftar pustaka?. digunakan yang dimuat dalam

perencanaan awal. Pada tahap ini pelaksanaan pembelajaran yang telah dilaksanakan berdasarkan langkah-langkah pembelajaran model kooperatif tipe jigsaw. 3)Tahap pengamatan

Ayo belajar (tepuk tangan 3 kali) Bila kau ingin cerdas.. Bila kau ingin pintar Ayo

Dalam penulisan ilmiah ini, aplikasi yang dibuat mempunyai beberapa kekurangan yaitu belum bisa mengirim gambar ke tempat pengetikan teks dalam program dan kotak dialog yang