• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. daya manusia pada bangsa ini tidak diimbangi dengan kualitasnya. Agar di

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. daya manusia pada bangsa ini tidak diimbangi dengan kualitasnya. Agar di"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

A. Latar Belakang Masalah

Melimpahnya sumber daya manusia di Indonesia menjadi salah satu keuntungan bagi bangsa ini. Tetapi, pada kenyataannya melimpahnya sumber daya manusia pada bangsa ini tidak diimbangi dengan kualitasnya. Agar di masyarakat tersedia sumber daya manusia yang handal, salah satunya diperlukan pendidikan yang berkualitas. Kualitas pendidikan tidak terlepas dari peran guru.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengartikan guru sebagai pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Guru menempati posisi strategis dan sekaligus menjadi ujung tombak utama dan pertama dalam menentukan kualitas atau keberhasilan pendidikan.

Perannya sebagai pendidik dan pengajar bukanlah pekerjaan mudah. Sepanjang

karirnya, guru menghadapi banyak situasi yang penuh konflik dan menimbulkan

stres. Beban kerja yang tinggi, ukuran kelas besar, tuntutan yang saling

bertentangan, kurangnya pengakuan, lingkungan fisik yang buruk, kurangnya

kontrol, dan kurangnya daya pengambilan keputusan mampu menimbulkan stress

bagi guru. Selain itu hal yang mampu menimbulkan stress bagi guru adalah

kondisi pengajaran yang melibatkan tuntutan emosional tinggi seperti kenakalan

(2)

siswa dan berurusan dengan siswa dari latar belakang yang kurang beruntung, kasar, atau lalai (Pretsch, dkk., 2012). Kondisi tersebut menyebabkan perhatian terhadap kesejahteraan (well-being) guru menjadi sorotan dari banyak kalangan.

Dari kelompok kerja yang sebanding, guru memiliki tingkat stres yang lebih besar. Anies Baswedan mengatakan bahwa sistem pendidikan Indonesia saat ini belum memberikan apresiasi khusus kepada guru. Apresiasi terhadap guru tidak selalu harus berbicara gaji, namun juga mengenai komponen pengembangan guru itu sendiri (Palupi, 2012). Oleh karena itu, kesejahteraan finansial dan psikologis dari profesi yang menghadapi tekanan yang cukup besar, yaitu guru, menjadi masalah yang sangat penting dan layak diperhatikan (Mabekoje, 2003).

Ryff (1989) merumuskan komponen pengembangan pribadi sebagai psychological well-being yang ditandai dengan keadaan dalam diri individu yang

dapat mengembangkan potensi diri secara berkelanjutan, menerima segala kelebihan dan kekurangan, memiliki tujuan hidup dan menemukan kebermaknaan hidup, membangun hubungan positif dengan orang lain, mampu mengatur lingkungan secara efektif sesuai dengan kebutuhannya, serta memiliki kemampuan dalam menentukan tindakan sendiri. Petegem, dkk (2005) menemukan adanya hubungan positif antara jumlah tahun pengalaman mengajar dan kesejahteraan. Guru yang berpengalaman merasa tingkat kesejahteraannya lebih tinggi daripada guru yang kurang pengalaman. Guru yang lebih bahagia, termotivasi membuat siswa merasa lebih bahagia, dan menjadi lebih percaya diri.

Selain itu juga dapat berkonsentrasi lebih baik pada pekerjaan mengajar dan dapat

(3)

membantu siswa yang membutuhkan perhatian khusus (Briner & Dewberry, 2007).

Menurut Vazi (2013), faktor yang mempengaruhi psychological well-being guru terdiri dari faktor lingkungan yang berkaitan dengan masalah peran dan faktor pribadi yang merupakan faktor paling penting. Faktor pribadi atau faktor yang berasal dari dalam diri individu digambarkan oleh Luthans, Youssef, &

Avolio (2007) sebagai psychological capital yang merupakan salah satu gambaran mengenai kekuatan dan kapasitas sumber daya yang ada dalam diri individu itu sendiri. Psychological capital ditandai dengan beberapa hal, yaitu efikasi diri, optimisme, dan harapan. Efikasi diri yaitu kepercayaan diri yang dimiliki individu untuk memilih dan mengerahkan upaya yang diperlukan agar berhasil pada tugas- tugas yang menantang. Optimisme yaitu atribusi positif yang dibuat individu tentang sukses sekarang dan di masa depan. Harapan yaitu kemampuan untuk tetap tekun menuju tujuan dan bila perlu, mengarahkan cara untuk mencapai tujuan dalam rangka meraih keberhasilan.

Keberadaan guru menjadi sorotan utama yang harus mendapat perhatian dengan harapan guru dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara optimal.

Dalam melaksanakan tugasnya, guru harus memiliki kepercayaan diri. Tanpa adanya kepercayaan diri, guru akan merasa tidak mampu dan mengalami kesulitan dalam menjelaskan kepada siswa mengenai materi pelajaran. Dengan demikian, para guru mampu menjadi agen pendidikan yang mampu mendapat perhatian dan memotivasi siswa sehingga dapat mempelajari materi yang diberikan dengan baik.

Kepercayaan diri individu untuk memilih dan mengerahkan upaya yang

(4)

diperlukan agar berhasil pada tugas-tugas yang menantang tersebut dirumuskan sebagai efikasi diri (Luthans, Youssef, dan Avolio, 2007). Hasil penelitian dari Sarumpaet dan Alsa (2014) menunjukkan bahwa efikasi diri memiliki kontribusi terhadap psychological well-being pada guru PNS sebesar 21,7%. Penelitian lain dari Mehdinezhad (2012) menunjukkan bahwa dengan efikasi diri yang dimiliki guru dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Guru yang memiliki kesejahteraan tinggi, juga memiliki keberhasilan yang tinggi. Lebih khusus, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Etemadi, dkk (2015) didapatkan hubungan yang signifikan antara efikasi diri dan psychological well-being guru laki-laki di Sekolah Dasar. Selanjutnya dijelaskan bahwa efikasi diri yang dimiliki oleh guru memiliki dampak penting bagi pendidikan.

Elemen lain yang menyusun psychological capital adalah optimisme.

Optimisme merupakan suatu cara individu dalam membuat atribusi positif tentang sukses sekarang dan di masa depan. Penelitian yang dilakukan oleh Conversano, dkk (2010) menunjukkan bahwa optimisme memiliki dampak terhadap kesejahteraan dan kualitas hidup. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Mittal &

Mathur (2011) bahwa optimisme dan kepuasan hidup dapat meningkatkan

kesejahteraan psikologis bagi professional. Oleh karena itu, guru harus merasa

yakin bahwa dirinya dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan sehingga

muncul semangat dan motivasi untuk mencapainya. Guru perlu memiliki

pandangan positif terhadap dirinya sendiri dan menggunakan pendekatan yang

positif untuk mengelola perilaku di kelas. Guru secara umum dapat mendorong

(5)

optimisme siswa dengan memberikan atribusi terkait dengan keberhasilan- keberhasilan atau kegagalan-kegagalan yang dialami siswa di kelas (Aulia, 2015).

Selain efikasi diri dan optimisme, Luthans, Youssef, & Avolio (2007) mengklasifikasikan harapan sebagai salah satu elemen yang menyusun psychological capital. Harapan didefinisikan sebagai tekun menuju tujuan dan,

bila perlu, mengarahkan cara untuk mencapai tujuan dalam rangka meraih keberhasilan. Untuk dapat mencapai tujuan yang diinginkan, diperlukan usaha- usaha yang dilakukan. Salah satu bentuk harapan yang diinginkan guru adalah memperoleh kesejahteraan baik subjektif maupun psikologis. Oleh karena itu, secara rutin guru ingin meningkatkan kualitasnya dengan mengikuti berbagai pelatihan, workshop, atau seminar-seminar pengembangan lainnya. Dengan adanya pelatihan, guru dapat meningkatkan kualitasnya dan secara tidak langsung dengan meningkatnya kualitas guru maka mutu sekolah menjadi lebih baik.

Apabila mutu sekolah baik, maka sekolah akan berkembang dan kesejahteraan akan meningkat. Hal ini seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Taylor (dalam Snyder, 2000) menunjukkan bahwa harapan mendukung peningkatan evaluasi diri positif dan penguasaan diri serta kesejahteraan fisik maupun psikologis. Ciarrochi, dkk (2007) memberi penguatan bahwa harapan sangat mempengaruhi kesejahteraan individu (well-being).

Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia

adalah rendahnya kualitas pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan,

khususnya pendidikan dasar (Fathurrohman & Suryana, 2012). Berdasarkan

permasalahan yang dipaparkan oleh Fathurrohman & Suryana (2012) tersebut

(6)

peneliti melakukan survey pra-penelitian dengan cara observasi dan wawancara di Sekolah Dasar Yayasan Sekolah X Surakarta, yang merupakan sekolah yang didirikan oleh pihak swasta dan berada di bawah naungan yayasan. Yayasan tersebut menaungi empat Sekolah Dasar yang tersebar di berbagai wilayah di Surakarta.

Wawancara dilakukan terhadap delapan guru dari berbagai Sekolah Dasar

di bawah naungan yayasan tersebut. Dari hasil wawancara sebagian besar guru

Sekolah Dasar di Yayasan Sekolah X Surakarta mengaku bahwa apresiasi yang

diberikan yayasan dirasa kurang. Apresiasi yang dimaksud adalah apresiasi dalam

bentuk pujian, dorongan, perhatian dari kepala sekolah maupun yayasan apabila

guru melakukan tugas dan tanggung jawabnya dengan sangat baik atau melakukan

hal diluar tugas dan tanggung jawab mereka. Berdasarkan hasil pra-penelitian

dapat diketahui bahwa yayasan kurang menunjukan kepedulian terhadap

pelaksanaan setiap kegiatan yang dilakukan guru, kurang memotivasi guru untuk

mencapai kinerja terbaiknya, dan kurang memberikan penghargaan dan

pengakuan kepada guru-guru yang berprestasi dalam melaksanakan kegiatan yang

menjadi tanggung jawab mereka di sekolah. Selain itu, apresiasi lain yang dirasa

kurang adalah apresiasi dalam hal finansial. Guru merasa bahwa apresiasi

finansial yang mereka peroleh tidak sebanding dengan pekerjaan atau tanggung

jawab yang mereka emban. Hal ini dipertegas oleh pengakuan dari salah satu guru

bahwa tanggung jawab yang diberikan yayasan dirasa terlalu besar, yaitu dengan

memberi tugas untuk mengajar di luar kontrak kerja yang telah disepakati, tetapi

perhatian dari yayasan terhadap guru, baik dalam hal pujian, ucapan terimakasih,

(7)

maupun peningkatan pendapatan yang diperoleh dirasa sangat minim/ kurang.

Mengenai apresiasi secara finansial, beberapa guru lain yang berhasil diwawancara oleh peneliti membandingkan apresiasi finansial yang diperoleh guru di yayasan lain yang dianggap setara memperoleh apresiasi yang lebih banyak. Kondisi tersebut menjadikan kepercayaan guru terhadap yayasan menjadi berkurang. Disisi lain, guru tidak memiliki daya untuk mengambil keputusan dan kesulitan mengatur lingkungannya.

Pengakuan dari beberapa guru di Sekolah Dasar A, B dan D yang berhasil diwawancara oleh peneliti yaitu bahwa siswa yang dianggap bandel atau hiperaktif di kelas cukup menimbulkan kesulitan dalam penanganannya. Selain itu, siswa yang susah belajar atau kurang motivasi dalam belajar cukup membuat guru kewalahan dan merasa putus asa dalam meyakinkan dan memengaruhi siswa dalam belajar. Guru merasa terbebani, sehingga mereka kurang bersemangat dalam melakukan tugas dan tanggungjawab mereka sebagai tenaga pendidik.

Efikasi diri pada guru diperlukan dan memiliki potensi untuk menumbuhkan

hubungan yang baik dengan siswa. Guru memiliki kewajiban untuk

mempengaruhi siswa dalam belajar. Keadaan ini menjelaskan pentingnya

keterampilan dalam meyakinkan siswa untuk belajar. Keyakinan bahwa guru

mampu melakukan serangkaian tugas akan mempermudah guru untuk tetap

berfokus pada tugas dan tanggung jawab mereka sebagai guru. Berdasarkan teori

mengenai efikasi diri yang telah dipaparkan, kondisi tersebut memungkinkan

adanya efikasi diri yang kurang pada guru.

(8)

Hasil temuan pra-penelitian yang diperoleh melalui wawancara yang dilakukan oleh peneliti adalah reaksi guru yang kurang memiliki ekspektasi yang baik terhadap masa depan dalam kehidupannya. Temuan tersebut dipertegas dengan adanya pengakuan dari salah satu guru di Sekolah Dasar D. Dari hasil wawancara, guru menyatakan bahwa selama lebih dari 30 tahun mengajar, peningkatan dalam bentuk finansial dan penghargaan serta pengakuan dari yayasan terhadap guru dengan kinerja optimal dirasa sangat kurang. Guru merasa kurang diperhatikan dan dicukupkan baik secara emosional maupun material.

Pemimpin sekolah dan yayasan kurang dalam memberi penghargaan yang layak terhadap guru, terlebih dengan masa pengabdian yang lama. Apa yang dialami dan dirasakan oleh salah satu guru di Sekolah Dasar D, juga dirasakan oleh beberapa guru lain yang diwawancara peneliti. Guru memiliki anggapan bahwa kesejahteraan guru Sekolah Dasar tidak akan pernah berubah.

Di yayasan sendiri meskipun secara khusus tidak memberikan wadah untuk mengembangkan potensi pribadi, namun untuk meningkatkan kinerja dalam hal KBM (kegiatan belajar-mengajar), yayasan memberikan sarana bagi semua guru karyawan untuk mengikuti workshop atau seminar yang diadakan setiap awal tahun ajaran baru dimana materi seminar disesuaikan dengan kebutuhan setiap tahunnya.

Di sisi lain, guru-guru yang tetap bertahan mengajar di Yayasan Sekolah X

Surakarta, bahkan sampai berpuluh-puluh tahun, dapat menunjukkan bahwa guru

memiliki harapan terhadap yayasan. Sekalipun sebagian besar guru merasa bahwa

yayasan kurang dalam memberikan perhatian dan penghargaan terhadap guru. Hal

(9)

ini didukung oleh wawancara yang dilakukan pada beberapa guru yang mewakili tiap Sekolah Dasar Yayasan Sekolah X Surakarta, dan diperoleh hasil bahwa guru menginginkan Yayasan Sekolah X Surakarta dapat meningkatkan atau setidaknya menyetarakan pendapatan finansial dengan yayasan lain yang setara. Selain itu, guru juga menginginkan adanya perhatian dari yayasan terhadap pelaksanaan setiap kegiatan yang dilakukan guru, adanya semangat memotivasi untuk mencapai kinerja terbaik guru, dan adanya penghargaan dan pengakuan kepada guru-guru yang berprestasi dalam melaksanakan kegiatan yang menjadi tanggung jawab mereka di sekolah.

Efikasi diri, optimisme, dan harapan dapat memprediksi psychological well-being guru. Ketiga hal tersebut merupakan faktor dari dalam diri yang dapat

mempengaruhi psychological well-being guru. Tingkat efikasi diri, optimisme, dan harapan berbeda-beda pada diri setiap orang. Oleh sebab itu, efikasi diri, optimisme, dan harapan individu dapat ditingkatkan dengan memperhatikan sumber-sumbernya. Dalam penelitian ini efikasi diri, optimisme, dan harapan diprediksi sebagai faktor yang mempengaruhi psychological well-being guru di Yayasan Sekolah X Surakarta, secara khusus para guru di Sekolah Dasar (SD).

Guru yang memiliki efikasi diri, optimisme, dan harapan yang tinggi akan

meyakini bahwa kemampuan, pengetahuan dan ketrampilan yang dimilikinya

akan dimanifestasikan dalam bentuk tindakan nyata untuk mengatasi kondisi tidak

menyenangkan yang mereka terima. Hal tersebut dapat dijelaskan karena efikasi

diri dapat mempengaruhi perasaan, pikiran dan tindakan nyata seseorang dalam

menghadapi tugas-tugas tertentu dan menentukan ketabahan seseorang ketika

(10)

menemui hambatan. Melalui keyakinan tersebut, guru akan dapat mengatasi tekanan yang terjadi dan menunjukkan tindakan-tindakan nyata untuk mengatasi permasalahan dalam pekerjaan dimana ia bekerja. Optimisme juga dikatakan dapat menimbulkan pengaruh besar terhadap motivasi, prestasi, dan kinerja guru dalam menghadapi dan mengatasi permasalahan yang ada dalam sekolah tempat guru bekerja. Sedangkan harapan dapat memotivasi guru untuk mencapai sesuatu hal yang diinginkan sekalipun kondisi yang dialami tidak baik.

Berdasarkan hasil pra-penelitian, peneliti ingin mengetahui keadaan psychological well-being guru Sekolah Dasar di Yayasan Sekolah X Surakarta

yang dihadapkan pada kondisi yang diprediksi dapat menghambat terpenuhinya psychological well-being mereka. Penelitian terhadap psychological well-being

guru merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan karena guru sebagai komponen penting dalam dunia pendidikan. Dengan mengetahui tingkat psychological well-being guru, maka dapat dilakukan usaha-usaha untuk

meningkatkan dan mempertahankan tingkat psychological well-being guru.

Adanya hubungan antara karakter yang ada di dalam diri guru dan kesejahteraan guru (Petegem, dkk., 2005), menunjukkan bahwa karakter yang ada di dalam diri mempengaruhi kesejahteraan guru itu sendiri. Penelitian yang dilakukan oleh Singh & Garg (2014), menunjukkan bahwa efikasi diri, optimisme, dan harapan memiliki peran yang lebih signifikan terhadap kesejahteraan guru.

Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang tersebut di atas, peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian mengenai psychological well-being kaitannya dengan

efikasi diri, optimisme, harapan, dan resiliensi pada guru. Dengan judul penelitian

(11)

“Hubungan antara Efikasi Diri, Optimisme, dan Harapan dengan Psychological Well-being pada Guru Sekolah Dasar di Yayasan Sekolah X Surakarta”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan paparan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini dilakukan atas dasar pertanyaan sebagai berikut:

1. “Apakah terdapat hubungan antara efikasi diri, optimisme, dan harapan dengan psychological well-being pada guru Sekolah Dasar di Yayasan Sekolah X Surakarta?”

2. “Apakah terdapat hubungan antara efikasi diri dengan psychological well- being pada guru Sekolah Dasar di Yayasan Sekolah X Surakarta?”

3. “Apakah terdapat hubungan antara optimisme dengan psychological well- being pada guru Sekolah Dasar di Yayasan Sekolah X Surakarta?”

4. “Apakah terdapat hubungan antara harapan dengan psychological well- being pada guru Sekolah Dasar di Yayasan Sekolah X Surakarta?”

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui hubungan antara efikasi diri, optimisme, dan harapan

dengan psychological well-being pada guru Sekolah Dasar di Yayasan

Sekolah X Surakarta.

(12)

b. Untuk mengetahui hubungan antara efikasi diri dengan psychological well- being pada guru Sekolah Dasar di Yayasan Sekolah X Surakarta.

c. Untuk mengetahui hubungan antara optimisme dengan psychological well- being pada guru Sekolah Dasar di Yayasan Sekolah X Surakarta.

d. Untuk mengetahui hubungan antara harapan dengan psychological well- being pada guru Sekolah Dasar di Yayasan Sekolah X Surakarta.

2. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan wacana dalam ilmu psikologi pada umumnya, khususnya di bidang Psikologi Pendidikan serta Psikologi Industri dan Organisasi.

Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menambah kasanah keilmuan tentang efikasi diri, optimisme, dan harapan dengan psychological well-being, serta dapat digunakan sebagai pedoman untuk

penelitian selanjutnya.

b. Manfaat praktis dari hasil penelitian ini diharapkan dapat:

1) Memberikan pengertian kepada para pekerja pada umumnya dan guru pada khususnya tentang pentingnya efikasi diri, optimisme, dan harapan di tempat kerja.

2) Memberikan masukan kepada Instansi Pendidikan terkait untuk

meningkatkan efikasi diri, optimisme, dan harapan guru sebagai salah

satu strategi dalam meningkatkan psychological well-being.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Sedangkan kelompok perlakuan ekstrak daun pegagan yang menunjukkan perubahan rata-rata derajat kerusakan hepar terendah adalah.. kelompok K6, yaitu kelompok yang

Penelitian ini dilatarbelakangi ketidakmampuan anak tunagrahita ringan kelas VIII dalam keterampilan membuat Nasi Goreng. Hal ini disebabkan kurangnya

Analisis varians varians dipergunakan untuk menguji perbedaan rata-rata hitung jika dipergunakan untuk menguji perbedaan rata-rata hitung jika kelompok sampel yang diuji lebih

 prinsip asuransi s#sial atau tabungan :ajib, dengan tujuan untuk menjamin agar peserta!. menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami $a$at t#tal

Proses ini akan menghasilkan hasil dari sebuah klasifikasi pada dokumen rekam medis untuk digunakan proses informasi ekstraksi teks kedalam database yang akan

Kedadalan dapat terjadi melalui perpecahan ikatan. Karena E yang cukup kuat Æ e- dapat lepas dari ikatan kovalennya. Pasangan hole dan e- yang baru timbul memperbesar arus balik

Input data, yaitu: data Sumber PLN, Trafo, Saluran, dan beban yang diperoleh dari sistem yang terkait dengan catu daya Kawasan GI PUSPIPTEK dalam hal ini menggunakan catu