• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Perkembangan Populasi Rhopalosiphum maidis

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kutu daun R. maidis mulai menyerang tanaman jagung dan membentuk koloni sejak tanaman berumur 2 minggu setelah tanam (MST). Namun, pada saat tanaman berumur 4 MST (Gambar 1) populasi R. maidis mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh curah hujan yang cukup tinggi pada minggu tersebut, sehingga kutu daun yang berada di permukaan daun ikut tersapu oleh air hujan dan mati. Pada saat tanaman berumur 5 MST populasi kutu daun mengalami peningkatan kembali. Populasi R. maidis mencapai puncaknya pada saat tanaman berumur 7 MST, yaitu saat tanaman memasuki fase generatif yang ditandai dengan munculnya bunga jantan dan bunga betina pada tajuk tanaman. Kerapatan populasi R. maidis saat 7 MST mencapai rata-rata sebesar 316,63 ekor kutu daun. Setelah mencapai puncak, populasi R. maidis mengalami penurunan kembali pada saat tanaman berumur 8 MST, yaitu mencapai rata-rata sebesar 190,77 ekor. Penurunan populasi kutu daun ini terjadi hingga tanaman mencapai umur 10 MST, yaitu saat ketersediaan makanan yang sesuai di pertanaman tidak mencukupi.

(2)

jagung

Kutu daun R. maidis makan dengan cara menusukkan stiletnya dan menghisap cairan tanaman di bagian tanaman yang lunak dan mengandung banyak sumber makanan, sehingga saat bagian tanaman yang lunak mulai mengering dan tidak cukup tersedia R. maidis dewasa akan berpindah ke pertanaman lainnya (Akhtar 2004). Hal ini merupakan salah satu penyebab menurunnya populasi kutu daun R. maidis pada tajuk tanaman jagung. Peristiwa ini juga terjadi pada penelitian yang dilakukan di Pakistan. Populasi kutu daun mulai muncul saat tanaman berumur 4 MST dan terus meningkat hingga mencapai puncak pada umur 11 MST. Selanjutnya populasi kutu daun semakin menurun hingga tanaman berumur 13 MST.

Populasi kutu daun di pertanaman jagung dipengaruhi oleh curah hujan, musuh alami, dan ketersediaan makanan yang sesuai. Ketika tanaman memasuki fase bibit, sumber makanan kutu daun tersedia dalam jumlah mencukupi sehingga dapat berkembang biak dengan baik. Setelah mencapai puncak populasinya kemudian menurun karena keterbatasan makanan dan sebagian imago kutu daun membentuk sayap dan terbang ke pertanaman lain yang menyediakan sumber makanan lebih sesuai dan jumlahnya mencukupi (Kalshoven 1981). Ambang ekonomi kutu daun umumnya diukur berdasarkan populasi saat tanaman memasuki fase generatif, yaitu mencapai 50 – 400 kutu daun/ tanaman (Gray 1997).

4.2 Komposisi Rhopalosiphum maidis pada Tajuk Tanaman

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa infestasi kutu daun R. maidis pada tanaman jagung mulai terjadi pada umur tanaman 2 MST. Pada saat itu, populasi nimfa lebih banyak ditemukan daripada populasi imago bersayap, yaitu 80% nimfa dan 20% imago bersayap (Tabel 1). Pada umur tanaman 3 MST kutu daun yang ditemukan terdiri dari nimfa, imago bersayap dan imago tidak bersayap. Imago tidak bersayap yang muncul diduga berasal dari nimfa yang ditemukan pada pengamatan sebelumnya. Nimfa-nimfa ini berasal dari keturunan imago bersayap yang menginfestasi tanaman pada umur 2 MST. Perkembangan nimfa sampai menjadi imago memerlukan waktu rata-rata 4 – 6 hari (Bayhan 2009).

(3)

Tabel 1. Komposisi nimfa, imago bersayap, dan imago tidak bersayap R. maidis selama pertumbuhan tanaman jagung

Umur tanaman (minggu setelah

tanam/MST)

Komposisi populasi R. maidis (%)

Nimfa Imago bersayap Imago tidak bersayap

2 80,00 20,00 0,00 3 77,29 16,33 6,37 4 92,16 0,00 7,84 5 89,25 3,99 6,76 6 54,67 2,84 42,49 7 46,39 0,62 52,99 8 83,57 1,45 14,98 9 84,62 1,59 13,79 10 82,62 0,26 17,12

Pengamatan pada umur tanaman 4 MST tidak menemukan imago bersayap sedangkan komposisi nimfa dan imago tidak bersayap cukup tinggi (Tabel 1), hal ini diduga terjadi karena imago bersayap hasil imigrasi telah mati. Beberapa imago bersayap R. maidis ditemukan mati dan terperangkap pada jaring laba-laba dalam keadaan mati. Komposisi nimfa mengalami penurunan terutama pada umur tanaman 6 dan 7 MST, masing-masing 54,67% dan 46,39%, sebaliknya imago tidak bersayap meningkat masing-masing mencapai 42,49% dan 52,99%. Pengamatan selanjutnya pada umur tanaman 8, 9 dan 10 MST menunjukkan komposisi nimfa meningkat kembali, diduga peningkatan ini terjadi karena adanya keturunan dari imago tidak bersayap yang banyak ditemukan pada pengamatan 6 dan 7 MST. Pada umur tanaman 9 MST, komposisi populasi imago bersayap tampak rendah bahkan semakin rendah pada 10 MST. Hal ini diduga karena imago bersayap melakukan migrasi ke pertanaman lain yang masih menyediakan sumber makanan yang sesuai. Penelitian Akhtar (2004) di Pakistan juga menunjukkan bahwa populasi nimfa lebih banyak mendominasi populasi kutu daun R. maidis sejak fase bibit hingga fase generatif.

(4)

4.3 Persebaran Rhopalosiphum maidis pada Tajuk Tanaman

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada fase bibit dan fase vegetatif semua kutu daun atau 100% populasi kutu daun ditemukan pada bagian daun. Koloni R. maidis banyak ditemukan pada permukaan daun bagian bawah (abaksial) yang merupakan daun tua. Menurut Gonzales et al (2001), rata-rata pertumbuhan populasi R. maidis pada daun muda lebih rendah dibandingkan pada daun tua. Hal ini disebabkan adanya faktor non-nutrisional pada daun muda. Senyawa hidroxamid acid merupakan salah satu senyawa metabolit primer yang banyak terdapat pada daun muda. Senyawa tersebut berdampak negatif terhadap perkembangan populasi R. maidis, sehingga populasinya pada daun tua akan lebih banyak dibandingkan dengan daun muda.

Persebaran populasi R. maidis pada fase generatif lebih luas, karena tanaman memiliki lebih banyak variasi bagian tanaman dibandingkan fase bibit dan fase vegetatif. Pada fase generatif, populasi R. maidis tersebar di bagian daun, pelepah, bunga jantan, dan bunga betina. Persentase populasi R. maidis saat tanaman berumur 7 – 8 MST paling banyak terdapat pada bagian bunga jantan (Tabel 2), yaitu masing-masing sebesar 41,18% dan 47,96%. Kutu daun R. maidis menghisap cairan yang berada pada malai bunga (tassel) dan membentuk koloni. Namun, setelah tanaman berumur 9 – 10 MST populasi R. maidis lebih banyak ditemukan pada bagian daun dan tongkol jagung. Pengamatan pada tongkol menemukan banyak R. maidis bersembunyi di dalam lapisan kelobot jagung.

(5)

Tabel 2. Persebaran R. maidis pada tanaman jagung menurut fase pertumbuhan tanaman Fase pertumbuhan Umur tanaman Persebaran R. maidis (%)

Daun Pelepah Bunga jantan Tongkol

Bibit 2 MST 100 - - - 3 MST 100 - - - Vegetatif 4 MST 100 0 - - 5 MST 100 0 - - 6 MST 100 0 - - Generatif 7 MST 38,17 5,16 41,18 15,49 8 MST 39,40 2,92 47,96 9,72 9 MST 47,83 1,73 13,46 36,98 10 MST 4,21 0,03 0,03 95,73 4.4 Hubungan antara R. maidis dan Musuh Alaminya

Berdasarkan hasil pengamatan, musuh alami mulai ditemukan pada umur tanaman 5 MST, yaitu pada saat populasi R. maidis mulai meningkat. Omkar dan Bind dalam Tobing dan Nasution (2007) menyatakan bahwa semakin tinggi populasi mangsanya, maka semakin tinggi pula populasi predator di pertanaman. Tingginya kelimpahan musuh alami di pertanaman jagung menyebabkan populasi R. maidis menurun. Hal ini ditunjukkan dengan menurunnya rata-rata populasi R. maidis sebesar 39,75% pada tanaman jagung umur 8 MST, yaitu dari 316,63 ekor kutu daun berkurang menjadi 190,77 ekor (Gambar 2). Populasi kutu daun terus mengalami penurunan hingga tanaman jagung berumur 10 MST. Sedangkan kelimpahan musuh alami masih terus meningkat hingga tanaman berumur 9 MST. Pada umur tanaman 10 MST populasi R. maidis mulai berkurang (Gambar 2), sehingga kelimpahan musuh alami juga mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan ketersediaan mangsa bagi predator berkurang, sehingga predator pergi ke tempat lain yang menyediakan sumber makanan dalam jumlah yang lebih banyak. Kumbang Coccinellidae lebih banyak ditemukan sebagai musuh alami kutu daun pada tajuk tanaman jagung dibandingkan Chrysopidae dan Syrphidae. Menurut Irshad (2001), kombinasi 2 jenis atau lebih predator dapat menambah rata-rata individu kutu daun yang dimangsa, dan berdasarkan hasil penelitian di

(6)

Pakistan, kombinasi Coccinellidae, Chrysopidae, dan Syrphidae merupakan upaya pengendalian terbaik terhadap hama kutu daun.

(7)

4.5 Komposisi Predator pada Tajuk Tanaman

Meningkatnya populasi nimfa, imago tidak bersayap, dan imago bersayap R. maidis menyebabkan meningkatnya populasi musuh alami di pertanaman jagung. Berdasarkan hasil pengamatan, musuh alami yang ditemukan pada tajuk tanaman yaitu Coccinellidae, Chrysopidae, dan Syrphidae (Gambar 3). Populasi Coccinellidae nampak lebih tinggi dibandingkan predator jenis lainnya. Menurut Michels dan Matis (2008), pengendalian secara biologi menggunakan Coccinellidae predator cukup berhasil dan dapat menekan populasi kutu daun.

Berdasarkan hasil identifikasi, spesies Menochilus sexmaculatus (F.). merupakan spesies terbanyak dari famili Coccinellidae yang ditemukan di lahan pengamatan. Imago M. sexmaculatus memiliki ciri-ciri elitra berwarna merah dengan bintik hitam yang mengapit baris zig-zag. Kumbang ini merupakan predator R. maidis di daerah Jawa dan Sumatra (Kalshoven 1981). Menurut Mari et al (2005) serta Solangi dan Lohar (2005), M. sexmaculatus yang lebih efisien dalam memangsa kutu daun adalah larva instar 3 dan 4 serta imago betina. Imago betina lebih efisien dalam memangsa dibandingkan dengan imago jantan, karena imago betina membutuhkan banyak protein untuk proses peletakan telurnya. Selain M. sexmaculatus, spesies lain yang ditemukan pada tanaman jagung adalah Coccinella septempunctata, Verania discolor dan V. lineata.

Larva Syrphidae merupakan salah satu predator R. maidis yang ditemukan pada tajuk tanaman jagung. Larva ditemukan sejak tanaman berumur 7 MST dan banyak ditemukan pada saat tanaman berumur 9 MST (Gambar 3). Berdasarkan hasil identifikasi, Syrphidae yang ditemukan di pertanaman jagung adalah Ischidion scutellaris (F.). Menurut Kalshoven (1981) I. scutellaris merupakan musuh alami dari beberapa jenis kutu daun, salah satu di antaranya adalah kutu daun pada jagung. Larva Syrphidae ditemukan di antara populasi kutu daun. Larva instar awal mula-mula berwarna transparan kemudian berwarna kehijauan pada saat mencapai instar akhir.

(8)

Musuh alami kutu daun lainnya yang ditemukan pada tajuk tanaman jagung adalah famili Chrysopidae. Telur Chrysopidae ditemukan sejak tanaman berumur 9 MST dan mengalami penurunan pada 10 MST. Selain telur, imago dan larva Chrysopidae juga ditemukan pada umur tanaman 9 MST (Gambar 3). Larva dan imago Chrysopidae merupakan predator kutu daun dan biasa digunakan sebagai agens pengendalian hayati hama kutu daun (El-Serafi et al 2000). Setelah diidentifikasi imago Chrysopidae yang ditemukan adalah Chrysopa flaveola Schn.

Gambar 3. Kelimpahan predator pada tajuk tanaman

(9)

Berdasarkan hasil pengamatan, Coccinellidae yang ditemukan di tajuk tanaman jagung adalah telur, larva, pupa, dan imago (Gambar 4). Imago Coccinellidae mulai ditemukan pada pertanaman jagung umur 5 MST dengan kerapatan populasi masih rendah, yaitu rata-rata 0.01 ekor per tanaman. Pada umur tanaman 7 MST populasi larva mulai meningkat, selanjutnya pada umur tanaman 8 MST populasi telur dan larva meningkat, sedangkan pupa dan imago masih rendah. Pada umur tanaman 9 MST populasi telur, larva, pupa dan imago Coccinellidae mencapai puncaknya. Selanjutnya pada umur tanaman 10 MST populasi Coccinellidae menurun, telur tidak ditemukan dan populasi imago tampak dominan. Stadium telur Coccinellidae berkisar antara 4 – 5 hari, sedangkan larva terdiri dari 4 instar dengan stadia berkisar 9 – 14 hari (Tobing dan Nasution 2007).

Gambar

Tabel 1.  Komposisi nimfa, imago bersayap, dan imago tidak bersayap R.
Tabel  2.    Persebaran  R.  maidis  pada  tanaman  jagung  menurut  fase  pertumbuhan tanaman  Fase  pertumbuhan  Umur  tanaman  Persebaran R
Gambar 2.  Hubungan populasi R. maidis dan kelimpahan musuh alaminya
Gambar 3.  Kelimpahan predator pada tajuk tanaman

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan jarak tanam (J) memberikan pengaruh terhadap variabel pengamatan tinggi tanaman umur 2 MST, warna daun umur 5 MST, warna daun umur 7

Umur tanaman 21 HST jumlah daun k waktu aplikasi 10 HST, dan terendah terdapat kontrol, kemudian pada umur tanaman 28, 35 HST dan saat panen urutan tertinggi

Semakin tua umur tanaman, laju kenaikkan populasi kutu kebul lebih menurun dan lebih rendah dibandingkan kejadian penyakit virus di pertanaman tersebut, walaupun

Gambut Rawa Pening mengalami penurunan kadar paling tinggi dengan persentase penurunan hampir mencapai 100 % pada semua jenis unsur hara, sedangkan komposisi kandungan unsur hara

Pengaruh suhu juga terlihat pada perkembangan, pembentukan daun, inisiasi organ produktif, pematangan buah dan umur tanaman (Bey 1991). Pengaruh suhu terhadap

Pada serangan awal, KAS umumnya terdapat pada permukaan bawah anak daun..Dengan meningkatnya serangan, kutu ini dapat ditemukan pada permukaan atas daun, tangkai daun,bagian

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kepinding tanah mulai ditemukan pada tanaman padi pada umur tanaman 3 minggu setelah tanam (MST) dengan kerapatan populasi 21 ekor per

Selain hidangan yang lengkap, upaya ibu didalam menarik perhatian anak agar mau makan dan tertarik makan makanan yang dihidangkan agar kebutuhan gizi terpenuhi