• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS PADA SOAL CERITA MATEMATIKA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGGUNAAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS PADA SOAL CERITA MATEMATIKA."

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENGGUNAAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS PADA

SOAL CERITA MATEMATIKA

Oleh

Fristina Nur Setyarti

1103657

Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) mengenai penggunaan model Problem Based Learning untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis pada soal cerita matematika. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu SDN di kota Bandung. Subjek penelitian ini adalah peserta didik kelas VB yang berjumlah 25 orang. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui proses pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik pada soal cerita matematika; (2) mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik dengan menggunakan model Problem Based Learning. Pelaksanaan penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan soal cerita matematika dengan hanya 13% peserta didik yang lulus KKM pada saat dilakukan pengambilan data awal. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dilakukan Penelitian Tindakan Kelas yang mengadaptasi dari model Kemmis dan Mc. Taggart dengan dua siklus. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan adanya peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik pada soal cerita matematika dengan menggunakan model Problem Based Learning. Pada siklus pertama sebanyak 96, 25% peserta didik sudah mampu mengidentifikasi kecukupan data untuk memecahkan masalah dan pada siklus kedua mengalami peningkatan menjadi 99, 66%. Kemampuan membuat model matematis dari soal meningkat dari 44, 90% menjadi 77, 33%. Selanjutnya, kemampuan memilih dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah meningkat dari 88, 80% menjadi 94, 34%. Kemampuan menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan serta memeriksa hasil jawaban meningkat dari 42, 75% menjadi 64, 33%. Selain dari peningkatan setiap indikator, nilai rata-rata kelas juga meningkat dari 67, 41 menjadi 84. Sementara untuk presentase ketuntasan belajar secara klasikal meningkat dari 72% menjadi 100%. Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa model problem based learning dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik pada soal cerita matematika.

(2)

ABSTRACT

USE OF PROBLEM BASED LEARNING MODEL (PBL) TO IMPROVED MATHEMATICAL SOLVING PROBLEMS ON THE MATHEMATICS STORIES

By

Fristina Nur Setyarti 1103657

This research is classroom action research (PTK) about the use of problem based learning model to improve mathematical problem-solving skills in math word problems. This study was conducted in one of elementary school in the Bandung city. The subjects were students VB classes who totaling 25 people. This study aims are to (1) determine the learning process by using problem based learning model to improve mathematical problem-solving ability of students in math story problems; (2) determine the increase in mathematical problem solving ability of students to use the model of Problem Based Learning. Implementation of this research was motivated by the low-ability learners in solving math story only 13% of students who graduated KKM at the time of initial data collection. Based on these problems, then the Class Action Research is adapted from the model Kemmis and Mc. Taggart with two cycles. Results of research conducted showed an increase in mathematical problem solving ability of students in math story problems using problem based learning model. In the first cycle were 96, 25% of learners have been able to identify the adequacy of the data to solve the problem and in the second cycle increased to 99, 66%. The ability to create a mathematical model of the problem has increased from 44, 90% to 77, 33%. Furthermore, the ability to select and implement a strategy to resolve the problem increased from 88, 80% to 94, 34%. The ability to explain or interpret the results as well as the problem of checking the results of the answers increased from 42, 75% to 64, 33%. Apart from the improvement of each indicator, the average value of the class also increased from 67, 41 to 84. As for the classical learning completeness percentage increased from 72% to 100%. From these results, it can be concluded that the model of problem-based learning can enhance problem solving abilities of students in math word problems.

(3)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ...ii

KATA PENGANTAR... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ...iv

DAFTAR ISI ...vi

DAFRTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ...ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Hasil Penelitian... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 7

A. Konsep Model Problem Based Learning (PBL) ... 7

B. Konsep Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 14

C. Konsep Soal Cerita Matematika Bangun Datar di Kelas 5 SD ... 20

D. Penelitian yang Relevan ... 24

E. Kerangka Berpikir ... 26

F. Definisi Operasional ... 27

BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN ... 29

A. Metode Penelitian ... 29

(4)

C. Lokasi Penelitian ... 31

D. Subjek Penelitian ... 31

E. Waktu Penelitian... 31

F. Instrumen Penelitian ... 32

G. Prosedur Penelitian ... 34

H. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data ... 38

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44

A. Deskripsi Awal ... 44

B. Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 46

C. Keterbatasan Penelitian ... 81

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 82

A. Kesimpulan ... 82

B. Rekomendasi ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 85

(5)

DAFTAR TABEL

2.1 Sintaks Problem Based Learning ... 11

2.2 Skala Penilaian Pemecahan Masalah ... 16

3.1 Pedoman Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah ... 39

3.2 Kriteria Kemampuan Peserta didik ... 41

3.3 Skala Ketuntasan Belajar ... 43

3.4 Kategori skor Gain Ternormalisasi ... 43

4.1Hasil Refleksi Siklus I ... 54

4.2 Nilai Kemampuan Pemecahan Masalah Peserta Didik Siklus 1 ... 65

4.3 Pengolahan Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siklus I ... 66

4.4 Nilai Kemampuan Pemecahan Masalah Peserta Didik Siklus II ... 71

4.5 Pengolahan Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siklus II ... 72

4.6 Nilai Kemampuan Pemecahan Masalah Peserta Didik Siklus I, Siklus II, dan Nilai Gain Ternormalisasi ... 77

(6)

DAFTAR GAMBAR

2.1 PBL Protocol ... 10

2.2 Persegi Panjang ... 23

2.3 Persegi ... 23

2.4 Kerangka Berpikir ... 27

3.1 Diagram alur penelitian PTK Kemmis dan M. Taggart ... 31

4.1 Presentase Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siklus I ... 67

4.2 Presentase Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siklus II ... 72

4.3 Peningkatan Kemampuan Mengidentifikasi Kecukupan Data Untuk Memecahkan Masalah ... 74

4.4Peningkatan Kemampuan Membuat Model Matematis dari Soal ... 75

4.5 Peningkatan Kemampuan Memilih dan Menerapkan Strategi untuk Menyelesaikan Masalah ... 76

4.6 Peningkatan Kemampuan Menjelaskan atau Menginterpretasikan Hasil Sesuai Permasalahan serta Memeriksa Hasil Jawaban ... 77

4.7 Peningkatan Nilai Rata-Rata, Skor Maksimum Dan Skor Minimum Peserta Didik Setiap Siklus ... 80

(7)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Instrumen Pembelajaran

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I

3. Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) Siklus I

4. Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) Siklus II

5. Kunci Jawaban LKPD Siklus I

6. Kunci Jawaban LKPD Siklus I

Lampiran B Instrumen Penelitian

1. Lembar Observasi Guru dan Peserta Didik

2. Lembar Evaluasi Penelitian Siklus I

3. Lembar Evaluasi Penelitian Siklus II

4. Pedoman Penskoran

5. Kunci Jawaban Lembar Evaluasi Siklus I

6. Kunci Jawaban Lembar Evaluasi Siklus II

Lampiran C Hasil Pelaksanaan Penelitian

1. Hasil Lembar Observasi Guru dan Peserta Didik Siklus I

2. Hasil Lembar Observasi Guru dan Peserta Didik Siklus II

3. Hasil Lembar Kerja Peserta Didik Siklus I

4. Hasil Lembar Kerja Peserta Didik Siklus II

5. Hasil Lembar Evaluasi Siklus I

6. Hasil Lembar Evaluasi Siklus II

Lampiran D Hasil Pengolahan Data Penelitian

1. Hasil Pengolahan Data Siklus I

(8)

Lampiran E Kelengkapan Administrasi

1. Surat Keterangan Pengangkatan Dosen Pembimbing

2. Surat Ijin Penelitian

3. Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Era globalisasi yang berkembang kian pesat menuntut generasi yang

memiliki kemampuan untuk memperoleh, mengelola, serta memanfaatkan

informasi untuk memecahkan permasalahan dalam berbagai bidang ilmu dan

situasi. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran pokok yang wajib dikuasai oleh peserta didik pada seluruh jenjang pendidikan sekolah. “Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern,

mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia” (KTSP, 2006, hlm. 416).

Hal ini sejalan dengan National Research Council pada tahun 1989 (dalam

Wahyuni, 2013, hlm. 2) yang menyatakan pentingnya matematika dengan pernyataan berikut: “Mathematic is the key to opportunity. Matematika adalah

kunci kearah peluang-peluang.” Matematika merupakan jalan menuju

keberhasilan dan membuka peluang dalam berkarir. Pendapat tersebut

mengatakan bahwa matematika turut berperan aktif dalam menunjang

keberhasilan seseorang.

Berdasarkan uraian tersebut, salah satu kemampuan yang harus dimiliki

oleh peserta didik setelah mempelajari mata pelajaran matematika adalah

kemampuan pemecahan masalah matematis. Hal ini juga selaras dengan National

Council of Teachers of Mathematics pada tahun 2000 (Amelia dalam Wahyuni,

2013, hlm. 2) menetapkan pemecahan masalah sebagai salah satu dari lima

standar proses matematika sekolah selain penalaran dan pembuktian (reasoning

and proof), komunikasi matematis (communicatiaon), keterkaitan dalam

matematika (connection) serta representasi (representation).

(10)

2

Fristina Nur Setyarti, 2015

didik untuk mengembangkan kemampuan memecahkan masalah. Untuk

meningkatkan kemampuan memecahkan masalah perlu dikembangkan

keterampilan memahami masalah, membuat model matematika, menyelesaikan

masalah, dan menafsirkan solusinya (KTSP 2006, hlm. 416).

Handiani (2011, hlm. 2), memberikan penjelasan mengenai kemampuan

pemecahan masalah matematis. Dia mengatakan bahwa

Kemampuan pemecahan masalah matematis pada peserta didik dapat diketahui melalui soal-soal yang berbentuk uraian, karena pada soal yang berbentuk uraian kita dapat melihat langkah-langkah yang dilakukan peserta didik dalam menyelesaikan suatu permaslahan, sehingga pemahaman peserta didik dalam pemecahan maslah dapat terukur.

Berdasarkan pengamatan peneliti, pada buku pegangan yang digunakan di

sekolah, dapat dilihat bahwa soal-soal yang berbentuk soal cerita banyak disajikan

pada hampir seluruh materi pokok. Namun pada kenyataannya, soal cerita pada

pelajaran matematika termasuk salah satu bahan yang tidak diminati dan sulit

dipahami peserta didik sehingga banyak peserta didik mendapat nilai yang kurang

dari standar minimal yang ditentukan oleh guru. Di sekolah yang diteliti, KKM

untuk mata pelajaran matematika adalah 67. Berdasarkan penilaian yang

dilakukan ketika UTS, secara keseluruhan hanya 13% peserta didik yang lulus

KKM, dan 87% di bawah KKM. Nilai rata-rata kelas yang diperoleh oleh kelas V

tersebut adalah 50, 18 dengan jumlah peserta didik adalah 31 orang.

Dalam soal yang disajikan ketika UTS pada bagian III, dari 5 soal uraian

yang disajikan, 4 soal merupakan soal cerita matematika. Dari penilaian yang

dilakukan, hanya 3 peserta didik yang mampu menyelesaikan soal tersebut dengan

sangat baik, 9 peserta didik hanya mampu menyelesaikan 1 soal cerita, dan

sisanya tidak dapat menjawab soal cerita sama sekali. Hal ini diperkuat dengan

proses wawancara yang dilakukan terhadap peserta didik. Peserta didik mengaku

tidak dapat menyelesaikan soal cerita yang diberikan karena tidak paham dengan

maksud cerita yang disajikan dan tidak adanya rumus untuk menyelesaikan soal

tersebut.

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan, ada 2 faktor penyebab

kurangnya kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada soal cerita,

yaitu faktor peserta didik dan faktor guru:

(11)

3

a. Anggapan peserta didik bahwa soal matematika didominasi oleh

kegiatan berhitung yang menggunakan banyak rumus, sehingga

peserta didik sudah enggan untuk mengerjakan soal matematika.

b. Kurangnya pemahaman peserta didik dalam menerjemahkan isi dari

soal cerita matematika.

c. Banyak peserta didik yang mengalami kesulitan dalam memahami arti

kalimat-kalimat dalam soal cerita, kurang mampu memisalkan apa

yang diketahui dan apa yang ditanyakan, kurang bisa menghubungkan

secara fungsional unsur-unsur yang diketahui untuk menyelesaikan

masalahnya, dan unsur mana yang harus dimisalkan dengan suatu

variabel.

2. Faktor guru, antara lain:

a. Proses pembelajaran yang masih menggunakan metode konvensional

yang berpusat pada guru.

b. Pada pembahasan mengenai soal cerita, guru langsung

menghubungkan dengan rumus yang sesuai dengan persoalan yang

dihadapi, sehingga siswa tidak memahami langkah-langkah

pemecahan masalah yang sistematis.

c. Setting pembelajaran tidak dikondisikan untuk menuntut siswa yang

aktif dalam memecahkan masalah matematika.

Berdasarkan hasil observasi tersebut, pada penelitian ini peneliti akan lebih fokus

untuk melakukan perbaikan atau perubahan pada pola pengajaran sehingga dapat

mendorong peserta didik untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah

matematis.

Salah satu model yang dapat membantu peserta didik untuk meningkatkan

kemampuan dalam menyelesaikan soal cerita adalah model Problem Based

Learning (PBL). Pada prinsipnya dalam model PBL peserta didik sendirilah yang

secara aktif mencari jawaban atas masalah-masalah yang diberikan guru. Dalam

hal ini guru lebih banyak sebagai mediator dan fasilitator untuk membantu

(12)

4

Fristina Nur Setyarti, 2015

(ill-structured)”. Beberapa penelitian sebelumnya menujukkan penggunaan bahwa

model pembelajaran ini dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik,

keterampilan berpikir maupun kemampuan memecahkan masalah matematika.

Walaupun model pembelajaran ini dilaporkan berhasil dalam membantu

peserta didik dalam peningkatan kemampuan berpikir dan kemampuan matematis

lainnya, namun masih jarang penelitian yang menunjukkan bahwa model

pembelajaran ini berhasil diterapkan pada peserta didik SD untuk meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah matematika dan mata pelajaran matematika,

terutama pada pokok bahasan soal cerita. Biasanya model pembelajaran ini

banyak dipakai pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau pada

peserta didik jenjang menengah keatas.

Berdasarkan kondisi diatas, penelitian ini bertujuan untuk meneliti tentang “Penggunaan Model Problem Based Learning (PBL) Untuk Meningkatkan

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Pada Soal Cerita Matematika”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka

rumusan masalah umum penelitian ini adalah “bagaimana penggunaan model

problem based learning (PBL) dapat meningkatkan kemampuan pemecahan

masalah matematis peserta didik SD pada soal cerita matematika?” kemudian, untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tersebut, maka secara khusus dibuat

beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana proses pembelajaran dengan menggunakan model PBL pada

mata pelajaran matematika SD kelas tinggi?

2. Bagaimana peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis pada

soal cerita matematika peserta didik SD kelas tinggi dengan menggunakan

model PBL?

C. Tujuan Penelitian

(13)

5

matematika”. Kemudian, tujuan khusus penelitian ini terdiri dari beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Mengetahui proses pembelajaran dengan menggunakan model PBL pada

mata pelajaran matematika SD kelas tinggi.

2. Mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis

pada soal cerita matematika peserta didik SD kelas tinggi dengan

menggunakan model PBL.

D. Manfaat Hasil Penelitian

1. Manfaat Teoritik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi ilmu baru dalam proses

belajar mengajar khususnya dalam meningkatkan kemampuan pemecahan

masalah matematika pada soal cerita menggunakan model Problem Based

Learning (PBL).

2. Manfaat Fraksis

a. Bagi Sekolah

Sebagai bahan masukan bagi sekolah (SD) untuk mengetahui dan

menyiapkan alat bantu/peraga dalam mata pelajaran matematika. Selain

itu, sebagai tolak ukur keberhasilan sekolah dalam meningkatkan mutu

dan kualitas pendidikan untuk masa sekarang dan masa yang akan

datang.

b. Bagi Guru

1) Tujuan pembelajaran matematika tentang pemecahan masalah

matematika pada soal cerita matematika dapat tercapai.

2) Guru dapat menemukan berbagai metode pembelajaran sebagai

upaya memperbaiki dan meningkatkan hasil belajar mengajar

untuk waktu sekarang dan waktu yang akan datang.

3) Memberikan informasi dan wawasan mengenai cara

membelajarkan pemecahan masalah matematika pada soal cerita

dengan menggunaan model Problem Based Learning (PBL) agar

(14)

6

Fristina Nur Setyarti, 2015

c. Bagi Peserta didik

1) Pengetahuan peserta didik tentang pemecahan masalah

matematika pada soal cerita pada pelajaran matematika

bertambah.

2) Siswa dapat memperoleh pengalaman belajar mengenai

pemecahan masalah matematika pada soal cerita menggunakan

model Problem Based Learning (PBL).

d. Bagi LPTK

Hasil penelitian ini diharapkan akan menambah bahan bacaan dan

kajian mahasiswa lain dalam upaya menambah wawasan ilmu

pengetahuan.

e. Bagi Peneliti

1) Dengan pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini peneliti

memiliki pengetahuan, keterampilan dan pengalaman tentang

Penelitian Tindakan Kelas.

2) Peneliti mampu mendeteksi permasalahan yang ada dalam proses

pembelajaran, sekaligus mencari alternative pemecahan masalah

yang tepat.

3) Peneliti mampu memperbaiki proses pembelajaran didalam kelas

dalam rangka meningkatkan kemampuan pemecahan masalah

matematika peserta didik.

4) Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai langkah awal untuk

(15)

BAB III

METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai metode penelitian yang digunakan

dalam penelitian ini. Metode yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas

(PTK) yang terdiri dari metode penelitian, desain penelitian, subjek, lokasi, prosedur,

instrument serta analisis dan interpretasi data yang akan digunakan pada penelitian

ini.

A. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode PTK (Penelitian Tindakan

Kelas). Penelitian tindakan kelas merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh guru

dalam pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik. Hal ini sejalan

dengan pengertian PTK yang dikemukakan oleh Arikunto (2009, hal: 2) :

Penelitian tindakan kelas bukan sekedar mengajar seperti biasanya, tetapi

harus mengandung satu pengertian, bahwa tindakan yang dilakukan

didasarkan atas upaya meningkatkan hasil, yaitu lebih baik dari sebelumnya.

Arikunto (2009, hal: 2-3) memberikan keterangan mengenai kata-kata yang

menyusun pengertian diatas, sebagai berikut:

1. Penelitian, menunjuk pada suatu kegiatan mencermati suatu objek dengan

menggunakan cara dan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data

atau informasi yang bermanfaat dalam meningkatkan mutu suatu hal yang

menarik minat dan penting bagi peneliti.

2. Tindakan, menunjuk pada suatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan

dengan tujuan tertentu. Dalam penelitian berbentuk rangkaian siklus kegiatan

untuk siswa.

3. Kelas, dalam hal ini tidak terikat pada pengertian ruang kelas, tetapi dalam

pengertian yang lebih spesifik. Seperti sudah lama dikenal dalam bidang

(16)

30

sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama, menerima pelajaran yang

sama dari guru yang sama pula.

Dengan menggabungkan batasan pengertian tiga kata inti, yaitu penelitian,

tindakan, dan kelas, maka Arikunto (2009, hal:3) menyimpulkan bahwa penelitian

tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah

tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara

bersamaan.

Menurut Hopkins dalam Wiriaatmadja (2010, hal:11) menjelaskan bahwa:

penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang mengkombinasikan prosedur penelitian dengan tindakan substantive, suatu tindakan yang dilakukan dalam disiplin inkuiri, atau suatu usaha seseorang untuk memahami apa yang sedang terjadi, sambil terlibat dalam sebuah proses perbaikan dan perubahan.

Sedangkan menurut Kemmis dalam Wiriaatmadja (2010, hal:12) menjelaskan

bahwa:

Penelitian tindakan adalah sebuah bentuk inkuiri reflektif yang dilakukan secara kemitraan mengenai situasi social tertentu (termasuk pendidikan) untuk meningkatkan rasionalitas dan keadilan diri a) kegiatan praktek social atau pendidikan mereka, b) pemahaman mereka mengenai kegiatan-kegiatan praktek pendidikan ini, dan c) situasi yang memungkinkan terlaksananya kegiatan praktek ini.

Berdasarka pengertian diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa penelitian

tindakan kelas adalah suatu upaya yang dilakukan oleh guru guna untuk melakukan

perbaikan baik dari hasil maupun kemampuan belajar peserta didik.

B. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain Kemmis dan

M.Taggart dengan system spiral refleksi diri yang dimulai dengan cara tindakan,

pengamatan, refleksi, perencanaan kembali. Secara mendetail Kammis dan Taggart

dalam Hopkins (Wiriaatmadja, 2010, hal:66) menjelaskan tahap-tahap penelitian

tindakan yang dilakukan. Tahap awal yaitu tahap perencanaan (plan), pada tahap ini

(17)

31

masalah peserta didik. Pada tindakan (act), mulai dilakukan perlakuan terhadap

peserta didik untuk mendorong mereka menyelesaikan masalah-maslah yang

disajikan. Pada kegiatan pengamatan (observe), kegiatan dan respon peserta didik

dicatat atau direkam untuk melihat apa saja yang dilakukan peserta didik selama

kegiatan berlangsung. Pengamat membuat catatan dalam buku atau lembar observasi.

Pada tahap refleksi (reflect) dilakukan kegiatan mempertimbangkan baik atau

buruknya ataupun berhasil belum berhasilnya tindakan. Tahapan ini dapat disebut

sebagai siklus. Tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan ke arah

peningkatan dan perbaikan proses pembelajaran. Siklus kegiatan ini dapat

digambarkan sebagai berikut (Action Research: Principles and practice, hlm. 41)

Gambar 3.1 Diagram alur penelitian PTK Kemmis dan M. Taggart

C. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di salah satu Sekolah Dasar di Kota Bandung yang

terletak di tengah daerah perumahan dengan 24 rombongan belajar dan jumlah

peserta didik lebih dari 800 peserta didik.

D. Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah peserta didik kelas V di salah satu sekolah dasar

di kota Bandung. Jumlah peserta didik 31 orang, dengan 16 laki-laki dan 15

(18)

32

E. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dimulai dari akhir Februari dengan observasi sekolah

sampai bulan Juni dengan Penulisan laporan penelitian.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini antara lain:

1. Instrumen Pembelajaran

Instrument pembelajaran merupakan instrument yang menunjang dalam

pelaksanaan pembelajaran selama melakukan penelitian. Instrument

pembelajaran ini terdiri dari:

a. RPP (siklus 1 dan siklus 2)

RPP merupakan pedoman dalam melaksanakan pembelajaran.

Didalam RPP terdapat segala hal yang menyangkut SK, KD, Indikator,

materi, media, model, langkah-langkah pembelajaran serta penilaian

pembelajaran yang akan dilaksanakan di setiap siklusnya. RPP merupakan

perangkat persiapan mengajar yang dapat digunakan untuk menentukan

keberhasilan suatu pembelajaran yang telah dirumuskan dengan sistematis.

Penyusunan RPP ini disesuaikan dengan indicator kemampuan pemecahan

masalah serta langkah-langkah model problem based learning. Peneliti

membuat RPP dengan SK dan KD sebagai berikut:

SK 6 : Memahami sifat-sifat bangun dan hubungan antar bangun

KD 6.5 : Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan bangun datar dan

bangun ruang sederhana.

b. LKS (Lembar Kerja Siswa)

LKS yang disajikan dalam pembelajaran ini disesuaikan dengan

indicator pemecahan masalah. LKS ini berisi permasalahan-permasalahan

tidak rutin yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. LKS yang

disediakan merupakan sumber permasalahan yang selajutnya dibahas dan

(19)

33

Permasalahan yang diberikan berhubungan dengan luas dan keliling

bangun persegi dan persegi panjang.

c. Bahan Ajar Luas dan Keliling Persegi dan Persegi Panjang.

Bahan ajar yang digunakan berasal dari rangkuman berbagai sumber

yang relevan. Bahan ajar ini dirangkum dan dibuat oleh peneliti sebagai

acuan dan sumber informasi dalam melaksanakan penelitian.

2. Instrumen Pengungkap Data

Instrument pengungkap data merupakan instrument yang digunakan

untuk mengungkap hasil penelitian yang telah dilakukan selama pembelajaran

dan setelah pembelajaran. Instrument pengungkap data terdiri dari:

a. Pengungkap Data Proses Pembelajaran

Instrument ini digunakan untuk menilai kegiatan yang dilakukan oleh

guru dan peserta didik selama pelaksanaan penelitian. Instrumen yang

digunakan terdiri dari:

1) Lembar Observasi guru dan peserta didik

Lembar observasi merupakan suatu lembar yang berisi

kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan oleh peneliti (guru) dan peserta didik

selama pembelajaran. Setiap observer memegang satu lembar observasi

dan memberikan penilaian kepada guru dan peserta didik dalam lembar

observasi ini terdapat kolom catatan observer yang dapat digunakan

untuk memberikan saran atau kritik tambahan bagi guru, yang

selanjutnya dapat digunakan pula sebagai bagian dari refleksi

pembelajaran. Untuk lembar observasi selanjutnya akan disertakan di

dalam lampiran.

2) Catan Lapangan

Catatan lapangan merupakan instrument yang dipakai oleh

peneliti untuk mencatat temuan-temuan atau kejadian selama proses

pembelajaran. Peneliti dapat mengamati pelaksanaan pembelajaran

(20)

34

catatan lapangan dan hasil catatannya akan dilampirkan pada bagian

lampiran.

b. Pengungkap Data Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah

Peserta Didik

1) Tes dalam bentuk soal cerita untuk melihat peningkatan kemampuan

pemecahan masalah peserta didik. Soal cerita yang disajikan

merupakan soal-soal cerita yang berkaitan dengan luas dan keliling

bangun datar.

G. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan

pemecahan masalah matematika pada soal cerita menggunakan model siklus belajar.

Menurut Arikunto (2009, hal:16) secara garis besar ada empat tahapan yang lazim

dilalui, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi.

Adapun alur penelitian ini dimulai dengan studi pendahuluan, hasilnya

dipertimbangkan untuk kemudian menyusun rencana tindakan, dilanjutkan dengan

pelaksanaan tindakan, observasi pelaksanaan tindakan, refleksi proses dan hasil

tindakan. Ini adalah sebagai siklus pertama belum menyelesaikan permasalahan,

maka dilanjutkan dengan siklus kedua, dimana rencana tindakannya berdasarkan hasil

refleksi dari siklus pertama. Demikian penelitian dilakukan siklus demi siklus sampai

permasalahan penelitian dapat dipecahkan.

Secara rinci prosedur penelitian yang akan dilakukan dijabarkan sebagai

berikut:

a. Tahap Pendahuluan (Pra Penelitian)

1) Permintaan izin dari Kepala Sekolah Sekolah Dasar.

2) Observasi dan wawancara

Kegiatan observasi dan wawancara dilakukan untuk mendapatkan

(21)

35

keseluruhan, terutama siswa kelas V yang akan dijadikan sebagai subyek

penelitian.

3) Identifikasi permasalahan

Kegiatan ini dimulai dari:

a) Melakukan kajian terhadap Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP) tahun 2006, buku sumber kelas V, pembelajaran

matematika, dan model-model pembelajaran matematika.

b) Menentukan metode atau pendekatan yang relevan dengan

karakteristik siswa, bahan ajar dan proses belajar mengajar yang

sedang berlangsung pada pembelajaran matematika.

c) Menentukan rencana pembelajaran (RPP) pada pembelajaran

matematika dengan model Problem Based Learning (PBL).

d) Menyusun atau menetapkan teknik pemantauan pada setiap tahap

penelitian.

b. Tahap Tindakan

Tahapan tindakan pada penelitian tindakan kelas akan diuraikan sebagai

berikut :

1) Siklus I

a) Perencanaan (Planning)

Sebelum melakukan kegiatan pelaksanaan, peneliti melakukan

persiapan perencanaan diantaranya sebagai berikut :

(1) Pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) mata

pelajaran Matematika dengan SK dan KD yang disesuaikan

dengan kemampuan pemecahan masalah matematis.

(2) Pembuatan media pembelajaran

(3) Membuat lembar observasi guru dan peserta didik

(4) Membuat alat evaluasi untuk peserta didik

b) Pelaksanaan (Acting)

Pelaksanaan penelitian dilakukan berdasarkan dengan rencana yang

(22)

36

kegiatan belajar mengajar yang disesuaikan dengan langkah-langkah

pembelajaran model problem based learning.

c) Pengamatan (Observation)

Pengamatan dilakukan pada saat pembelajaran berlangsung karena

untuk mengetahui

(1) Proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru dengan

menerapkan model problem based learning.

(2) Situasi belajar mengajar yang terjadi di dalam kelas.

(3) Perilaku peserta didik

(4) Sikap siswa saat berdiskusi, tanya jawab, dan sebagainya.

(5) Kemampuan siswa saat memecahkan masalah yang diberikan oleh

guru.

d) Refleksi (Reflecting)

Refleksi dilakukan setelah proses pembelajaran dilaksanakan.

Bahan refleksi didapat dari catatan-catatan observer dan guru. Kegiatan

refleksi ini bertujuan memperbaiki pelaksanaan penelitian pada siklus

selanjutnya.

3) Siklus II

Seperti halnya pada siklus pertama, siklus kedua ini juga terdiri dari

empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.

a) Perencanaan (Planning)

Sebelum melakukan kegiatan pelaksanaan, peneliti melakukan

persiapan perencanaan diantaranya sebagai berikut :

(1) Pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) mata

pelajaran Matematika dengan SK dan KD yang disesuaikan

dengan kemampuan pemecahan masalah matematis.

(2) Pembuatan media pembelajaran

(3) Membuat lembar observasi guru dan peserta didik

(4) Membuat alat evaluasi untuk peserta didik

(23)

37

Pelaksanaan penelitian dilakukan berdasarkan dengan rencana yang

telah dibuat sebelumnya. Pelaksanaan tindakan terdiri dari proses atau

kegiatan belajar mengajar yang disesuaikan dengan langkah-langkah

pembelajaran model problem based learning.

c) Pengamatan (Observation)

Pengamatan dilakukan pada saat pembelajaran berlangsung karena

untuk mengetahui

(1) Proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru dengan

menerapkan model problem based learning.

(2) Situasi belajar mengajar yang terjadi di dalam kelas.

(3) Perilaku peserta didik

(4) Sikap siswa saat berdiskusi, tanya jawab, dan sebagainya.

(5) Kemampuan siswa saat memecahkan masalah yang diberikan oleh

guru.

d) Refleksi (Reflecting)

Refleksi dilakukan setelah proses pembelajaran dilaksanakan.

Bahan refleksi didapat dari catatan-catatan observer dan guru. Data yang

diperoleh dianalisis berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Setelah

dianalisis kemudian data yang diperoleh dideskripsikan. Setelah diperoleh

data, jika data yang diperoleh dirasa cukup memenuhi kriteria yang telah

ditentukan, maka kemudian dibuat kesimpulan. Namun, apabila data yang

diperoleh belum memenuhi kriteria yang ditentukan, maka bahan refleksi

akan digunakan untuk perbaikan pada siklus selanjutnya.

c. Tahap Pasca Pelaksanaan Penelitian

Tahap pasca penelitian adalah langkah terakhir dalam penelitian ini.

Setelah semua subjek diberi perlakuan, baik itu pre test, treatment, maupun post

(24)

38

sebelum dan sesudah diberi perlakuan. Secara rinci, kegiatan pasca penelitian

yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut:

a. Peneliti mengolah dan menginterpretasikan data yang telah diperoleh

yang dapat digunakan sebagai kesimpulan hasil penelitian

b. Peneliti menyusun hasil penelitian yang diperoleh dalam bentuk laporan

penelitian tindakan kelas.

H. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data

1. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh menggunakan

instrument penelitian yang telah diberikan kepada subjek penelitian. Teknik

pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Tes

Tes digunakan untuk memperoleh data tentang hasil belajar siswa

dalam penggunaan model Problem Based Learning (PBL) untuk

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika pada soal

cerita.

b. Observasi

Observasi digunakan untuk memperoleh data tentang aktivitas guru

dan siswa dalam penggunaan model Problem Based Learning (PBL)

untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika pada

soal cerita.

2. Teknik Pengolahan Data

Setelah data dari lapangan terkumpul dengan menggunakan metode

pengumpulan data yang telah ditetapkan, maka peneliti akan mengolah dan

menganalisis data tersebut dengan menggunakan analisis dengan cara:

a. Analisis Kualitatif

Analisis deskriptif-kualitatif merupakan suatu teknik yang

(25)

39

terkumpul dengan memberikan perhatian dan merekam sebanyak

mungkin aspek situasi yang diteliti pada saat itu, sehingga memperoleh

gambaran secara umum dan menyeluruh tentang keadaan sebenarnya.

b. Analisis Kuantitatif

Pengolahan data secara kuantitatif dilakukan dengan bantuan

softwere Microsoft Excel untuk pengolahan data serta analisis hasil

pengolahan data. Sebelum memberikan tes kepada peserta didik,

sebelumnya peneliti menyiapkan pedoman penskoran hasil tes untuk

setiap indicator pemecahan masalah matematis. Pedoman penskoran

tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Pedoman Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah

Yang Didopsi Dari Primandari (2010, Hlm. 48)

Peserta didik mengidentifikasi apa yang

diketahui dari soal dengan lengkap

Peserta didik mengidentifikasi apa yang

diketahui dari soal namun kurang lengkap

Peserta didik tidak mengidentifikasi apa

yang diketahui dari soal

Peserta didik mengidentifikasi apa yang

ditanyakan dari soal dengan tepat

Peserta didik mengidentifikasi apa yang

ditanyakan dari soal namun kurang tepat

Peserta didik tidak mengidentifikasi apa

yang ditanyakan dari soal

Peserta didik membuat model matematika

yang sesuai

Peserta didik membuat model matematika

(26)

40

Peserta didik menyusun informasi baru

dengan tepat

Peserta didik menyusun informasi baru

namun kurang tepat

Peserta didik tidak menyusun informasi

baru

Peserta didik mensubtitusikan nilai yang

diketahui ke dalam model matematis yang

dibuat dengan tepat

Peserta didik mensubtitusikan nilai yang

diketahui ke dalam model matematis yang

dibuat namun tidak tepat

Peserta didik tidak mensubtitusikan nilai

yang diketahui ke dalam model matematis

Peserta didik menghitung penyelesaian

dengan tepat

Peserta didik menghitung penyelesaian

namun tidak tepat

Peserta didik tidak menghitung

penyelesaian

Peserta didik menafsirkan solusi yang

diperoleh dengan tepat

Peserta didik menafsirkan solusi yang

(27)

41

Peserta didik memeriksa kembali seluruh

jawaban yang telah dikerjakan

Peserta didik memeriksa kembali sebagian

jawaban yang telah dikerjakan

Peserta didik tidak memeriksa kembali

jawaban yang telah dikerjakan

Keterangan :

A. Kemampuan memahami masalah

B. Membuat model matematis dari soal (kemampuan merencanakan

pemecahan masalah)

C. Memilih dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah

D. Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan serta

memeriksa hasil jawaban

Data kuantitatif berasal dari tes yang dilakukan pada akhir siklus.

Perhitungan data kuantitatif dalam penelitian ini meliputi:

1) Menghitung nilai kemampuan pemecahan masalah matematis

individu. Menurut Prabawanto dalam Sulistiani (2014, hal:41)

untuk mengetahui kemampuan peserta didik dari setiap siklus

yang dilakukan dengan rumus:

Kemampuan = � �

�ℎ � � �

Untuk mengklasifikasi kualitas pemahaman peserta didik,

data hasil tes (skor) dikelompokkan dengan menggunakan skala lima.

Kategori kemampuan tersebut disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 3.2 Kriteria Kemampuan Peserta didik

Skor Total Peserta Didik Kategori kemampuan

(28)

42

90< A ≤100 A (Sangat Baik)

75< B ≤90 B (Baik)

55< C ≤75 C (Cukup)

40< D ≤55 D (Kurang)

0< E ≤40 E (Buruk)

2) Menghitung nilai rata-rata kelas dengan rumus menurut Nurlela

dalam Azizah (2014, hal:48):

X = ∑ �

∑�

Keterangan:

∑X = Jumlah semua nilai peserta didik

∑N = jumlah siswa X = nilai rata-rata kelas

3) Menghitung persentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal

Menurut Zainal dalam Sulistiani (2014, hal:39) dengan rumus:

TB = ∑� ≥ � %

Keterangan:

∑S ≥ 67 = jumlah siswa yang mendapat nilai lebih besar dari atau sama dengan 67 (KKM)

n = banyak siswa

100% = bilangan tetap

TB = ketuntasan belajar

Menurut Trianto dalam Azizah (2014, hal: 48) setiap peserta

didik dikatakan tuntas belajarnya jika proporsi jawaban benar peserta

(29)

43

pelajaran matematika di sekolah tempat penelitian berlangsung yaitu

67 dan ketuntasan secara klasikal adalah ≥ 85%.

Adapun skala indicator ketuntasan belajar seperti yang

dijelaskan oleh Zainal dalam Sulistiani (2014, hal:39) adalah sebagai

berikut:

Tabel 3.3 Skala Ketuntasan Belajar

Skala Keterangan

>80% Sangat Tinggi

60 – 79% Tinggi

40 – 59% Sedang

20 – 39% Rendah

< 20% Sangat Rendah

4) Menghitung Peningkatan Kemampuan Setiap Siklus

Menurut Prabawanto dalam Sulistiani (2014, hal: 40) untuk

menghitung nilai gain dapat menggunakan rumus sebagai berikut:

g

1= Si+1(skor tes siklus ke i+1) – Si (Skor tes siklus ke-i)

Nilai gain ini digunakan untuk mengetahui peningkatan

kemampuan pemecahan masalah matematis pada soal cerita

matematika dari setiap siklus yang dilakukan dapat diketahui dengan

gain rata-rata yang ternormalisasi dengan rumus sebagai berikut:

<

g

> = � − +1 − � −

S o a i − S o e i e−i

Perolehan skor gain ternormalisasi selanjutnya dikategorikan

ke dalam tiga kategori yaitu:

Tabel 3.4 Kategori skor Gain Ternormalisasi

Skor Gain Ternormalisasi Kategori

(<g>) > 0,7 Tinggi

(30)

44

(31)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang pelaksanaan

pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL) untuk

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik pada soal

cerita matematika dan hasil peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis

peserta didik pada soal cerita matematika dengan menggunakan model Problem

Based Learning (PBL) yang telah dilaksanakan di salah satu SDN di kota Bandung,

maka dapat diambil kesimpulan berikut ini:

1. Penerapan model Problem Based Learning (PBL) di kelas VB dapat

meningkatkan kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah matematis

selama mengikuti pelajaran matematika. Dalam menggunakan model Problem

Based Learning (PBL), guru telah melaksanakan langkah-langkah pembelajaran

sesuai dengan RPP yang telah dibuat dan disesuaikan dengan langkah-langkah

model PBL. Langkah model PBL yang telah dilaksanakan yaitu: (1)

Mengorientasikan peserta didik pada masalah; (2) Mengorganisasi peserta didik

untuk belajar; (3) Membimbing penyelidikan individu atau kelompok; (4)

mengembangkan dan menyajikan hasil karya; serta (5) Menganalisis dan

mengevaluasi proses pemecahan masalah. Begitu pula dengan aktivitas peserta

didik yang mengalami peningkatan pada setiap siklus. Peserta didik mengikuti

setiap langkah-langkah model PBL yang diterapkan dengan tertib dan sesuai

dengan perintah guru. Peserta didik terlihat aktif, antusias dan senang selama

proses pembelajaran sehingga peserta didik mudah untuk memahami dan bisa

menyelesaikan soal-soal cerita yang disajikan.

2. Hasil penilaian kemampuan pemecahan masalah matematis menunjukkan peserta

didik mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari peningkatan seluruh indicator

(32)

83

belajar secara klasikal juga mengalami peningkatan dari kategori tinggi menjadi

kategori sangat tinggi. Nilai rata-rata kelas juga mengalami peningkatan dari

kategori cukup meningkat menjadi kategori baik. Selain itu, jika dilihat dari

peningkatan hasil kemampuan pemecahan masalah dengan nilai gain, didapat

hasil peningkatan dengan kategori sedang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

kemampuan pemecahan masalah peserta didik pada soal cerita matematika

mengalami peningkatan dengan menggunakan model Problem Based Learning

(PBL).

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil analisis penerapan dan peningkatan kemampuan pemecahan

masalah matematis peserta didik pada Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini,

penerapan model Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan aktivitas guru

dan peserta didik serta kemampuan kemampuan pemecahan masalah matematis

semakin baik. Oleh karena itu agar proses pembelajaran menggunakan model

Problem Based Learning (PBL) dapat berjalan dengan baik sesuai dengan yang

diharapkan, maka dari itu peneliti mengajukan beberapa rekomendasi yang

berdasarkan temuan-temuan selama penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

1. Bagi Guru

Dalam menerapkan model Problem Based Learning (PBL) harus memperhatikan

beberapa hal, antara lain sebagai berikut:

a. Kegiatan pembelajaran berdasarkan kehidupan sehari-hari yang ada di

lingkungan peserta didik, hal ini bertujuan untuk memudahkan peserta didik

untuk mengembangkan pengetahuan dan pemahamannya.

b. Model Problem Based Learning (PBL), membutuhkan waktu yang lama

sehingga guru perlu untuk mengarahkan dan membimbing peserta didik

dalam memahami masalah-masalah kontekstual dan menyelesaikan masalah

tersebut.

c. Dalam model Problem Based Learning (PBL), lebih banyak menekankan

(33)

84

mengkondisikan kelas agar tidak ribut dan peserta didik tidak melakukan

hal-hak yang tidak relevan dengan pembelajaran.

d. Pada tahap pembuatan model matematis yang sesuai dan memeriksa hasil

jawaban, guru sebaiknya selalu mengingatkan peserta didik untuk

melaksanakan tahap tersebut, karena pada idikator tersebut masih kurang

dikuasai dan dilaksanakan oleh peserta didik.

2. Bagi Sekolah

Semoga hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu alternatif pengembangan

kurikulum sehingga model ini dapat diterapkan dalam pembelajaran.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

a. Penelitian dengan model Problem Based Learning (PBL) harus lebih

memperhatikan langkah-langkah pembelajarannya dan lebih memperhatikan

pengelolaan kelas serta penggunaan media yang lebih bervariatif

b. Model Problem Based Learning (PBL) dapat digunakan dalam penelitian

yang lainnya yang berbeda materi maupun mata pelajaran untuk

meningkatkan kemampuan peserta didik dengan subjek yang lebih luas dan

Gambar

Gambar 3.1 Diagram alur penelitian PTK Kemmis dan M. Taggart
Tabel 3.1 Pedoman Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah
Tabel 3.2 Kriteria Kemampuan Peserta didik
Tabel 3.3 Skala Ketuntasan Belajar

Referensi

Dokumen terkait

Konsentrasi nitrat di

Panel yang pertama digunakan untuk pengecekan Panel Karakteristik yang meliputi Luminance, Color Temperature dan White Variation dengan posisi view angle yang berbeda-beda

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh debt to equity ratio, current ratio dan total asset turnover terhadap pertumbuhan laba dengan ukuran perusahaan

Dari penelitian yang telah dilakukan didapatkan gambaran elektrokardiogram pasien PPOK meliputi gelombang P Pulmonal (14.6%), P mitral (9.8%), blokade irama (15.9%),

(C) Sebagian faktor produksi adalah faktor produksi tetap dan dimulai dari titik belok pada kurva produk marginal (D) Sejak proses produksi dimulai serta. adanya marginal

Dilihat Dari banyaknya pasien yang datang ke klinik gigi Dentaloka tersebut, maka klinik gigi membutuhkan suatu sistem informasi yang sistematis dan terotomatisasi,

The Internet represents the prime example of global connectivity and disem- bedding of social relations. The anonymity of online environments carries a liberatory potential as well

1. Bagaimana desain pendidikan karakter di MTs. Roudlotul Mubtadiin Balekambang Kec. Bagaimana pelaksanaan manajemen pendidikan karakter di MTs. Roudlotul Mubtadiin