• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Aditama (2006), bahwa fungsi manajemen pengelolaan obat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Aditama (2006), bahwa fungsi manajemen pengelolaan obat"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Manajemen Pengelolaan Obat

Menurut Aditama (2006), bahwa fungsi manajemen pengelolaan obat membentuk sebuah siklus pengelolaan (1) fungsi perencanaan dan proses penentuan kebutuhan, mencakup aktifitas menetapkan sasaran, pedoman dan pengukuran penyelenggaraan bidang logistik, (2) fungsi penganggaran, merupakan usaha untuk merumuskan perincian penentuan kebutuhan dalam suatu skala standar, (3) fungsi pengadaan, merupakan kegiatan memenuhi kebutuhan operasional sesuai fungsi perencanaan dan penentuan kepada instansi pelaksana, (4) fungsi penyimpanan dan penyaluran, diadakan melalui fungsi terdahulu untuk disalurkan kepada instansi pelaksana, (5) fungsi pemeliharaan, merupakan proses kegiatan untuk mempertahankan kondisi teknis, daya guna dan daya hasil barang inventaris, dan (6) fungsi penghapusan, berupa kegiatan dan usaha pembebasan barang dari pertanggungjawaban yang berlaku, serta (7) fungsi pengendalian, merupakan usaha untuk memonitor dan mengamankan keseluruhan pengelolaan logistik.

2.1.1. Persediaan

Persediaan menurut Quick (1997) dalam Maimun (2008) adalah stok barang untuk keperluan produksi, pelayanan, atau memenuhi permintaan pasien/masyarakat. Untuk menjaga ketersediaan obat kebutuhan pasien perlu dilakkan manajemen persediaan obat secara cermat dan penuh tanggung jawab. Selain itu persediaan obat menjadi sangat penting karena begitu besar jumlah yang diinvestasikan dalam

(2)

persediaan. Pengendalian persediaan yang tepat memiliki pengaruh yang kuat dan langsung terhadap perolehan kembali investasi.

Kekurangan persediaan obat akan mengakibatkan terlambatnya pelayanan pasien. Ketersediaan item yang tepat pada waktu yang tepat dan tempat yang tepat akan membantu tujuan organisasi dalam melayani pasien, produktivitas, keuntungan dan kembali modal. Ini bisa berlaku kepada pabrik, pedagang grosir, eceran, pelayanan kesehatan, dan organisasi pendidikan. Dengan kata lain persediaan merupakan aset perusahaan. Mengukur kinerja dan produktivitas berbeda untuk setiap perusahaan, tetapi semuanya membutuhkan manajemen persediaan yang adekuat.

Pada dasarnya persediaan akan mempermudah atau memperlancar jalannya operasi perusahaan atau rumah sakit. Mengingat besarnya investasi yang disediakan diperlukan kebijakan yang bervariasi dan cepat tanggap terhadap perencanaan dan gaya kepemimpinan dari top manajemen. Pengendalian manajemen persediaan dilakukan dengan cara mengelola proses rutin pengadaan perbekalan farmasi, termasuk di dalamnya adalah mengatur pengadaan, penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran barang sampai pada pemesanan kembali. Maka diperlukan inventory system, yaitu suatu cara untuk menentukan bagaimana dan kapan suatu pembelian dilakukan untuk mengisi persediaan, sehingga diperlukan pencatatan stok yang benar dan akurat, sebagai sumber informasi, sehingga dapat digunakan untuk menghitung kebutuhan akan barang tersebut dan untuk memperkirakan pengadaan barang berikutnya.

(3)

Menurut Sabarguna (200), persediaan dapat dibedakan atas:

1. Batch stock atau lot size inventory ytaitu persediaan yang diadakan karena kita membeli atau membuat bahan-bahan/barang-barang dalam jumlah yang lebih besar daripada jumlah yang dibutuhkan pada saat itu. Terjadinya persediaan karena pengadaan bahan/barang yang dilakukan lebih banyak dari yang dibutuhkan.

2. Fluctuation stock adalah persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat diramalkan. Jadi apabila terdapat fluktuasi permintaan yang sangat besar, maka persediaan ini dibutuhkan sangat besar pula untuk menjaga kemungkinan naik turunnya permintaan tersebut.

3. Anticipation stock yaitu persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang diramalkan, berdasarkan pola musiman yang terdapat dalam satu tahun dan untuk menghadapi penggunaan atau penjualan permintaan yang meningkat.

4. Raw materials stock (Persediaan Bahan Baku) yaitu persediaan dari barang-barang berwujud yang digunakan dalam proses produksi, barang-barang mana dapat diperoleh dari sumber alam ataupun dibeli dari pemasok atau perusahaan yang menghasilkan bahan baku bagi perusahaan yang menggunakannya.

5. Purchased parts/components stock (persediaan bagian produk) yaitu persediaan barang-barang yang terdiri dari bagian-bagian yang diterima dari

(4)

perusahaan lain, yang dapat secara langsung di assembling dengan bagian-bagian lain tanpa melalui proses produksi sebelumnya.

6. Supplies stock (persediaan bahan-bahan pembantu) yaitu persediaan barang-barang atau bahan-bahan yang diperlukan dalam proses produksi untuk membantu berhasilnya produksi.

7. Work in process/progress stock (persediaan barang setengah jadi/barang dalam proses) yaitu persediaan barang-barang yang keluar dari tiap-tiap bagian dalam satu pabrik atau bahan-bahan yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi lebih perlu diproses kembali untuk kemudian menjadi barang jadi.

Manajemen persediaan merupakan suatu cara mengendalikan persediaan agar dapat melakukan pemesanan yang tepat dengan biaya yang optimal. Oleh karena itu konsep mengelola sangat penting diterapkan oleh perusahaan agar tujuan efektifitas maupun efisiensi tercapai. Persediaan mempunyai beberapa fungsi penting yang menambah fleksibilitas dari operasi suatu perusahaan, antara lain:

a. memberikan stock agar dapat memenuhi permintaan yang diantisipasi akan terjadi.

b. menyeimbangkan produksi dengan distribusi.

c. memperoleh keuntungan dari potongankuantitas, karena membeli dalam jumlah banyak biasanya ada diskon.

d. menghindari kekurangan stok yang dapat terjadi karena cuaca, kekurangan pasokan, mutu, ketidaktepatan pengiriman.

(5)

e. menjaga kelangsungan operasi dengan cara persediaan dalam proses.

Pudjaningsih (1996) seperti yang dikutip oleh Patria Jati (2009) menyatakan bahwa manajemen persediaan merupakan serangkaian kegiatan kompleks dan merupakan suatu siklus yang saling terkait yang pada dasarnya terdiri atas 4 fungsi dasar yaitu seleksi dan perencanaan, pengadaan, distribusi serta penggunaan.

Quick (1997) dalam Patria Jati (2009) menyatakan dalam sistim manajemen obat, masing-masing fungsi utama terbangun berdasarkan fungsi sebelumnya dan menentukan fungsi selanjutnya. Seleksi seharusnya didasarkan pada pengalaman aktual terhadap kebutuhan untuk melakukan pelayanan kesehatan dan obat yang digunakan, perencanaan dan pengadaan memerlukan keputusan seleksi dan seterusnya. Siklus manajemen obat didukung oleh faktor-faktor pendukung manajemen (management support) yang meliputi organisasi, keuangan, atau finansial, sumber daya manusia (SDM), dan sistim informasi manajemen (SIM). Setiap tahap siklus manajemen obat yang baik harus didukung oleh keempat faktor tersebut sehingga pengelolaan dapat berlangsung secara efektif dan efisien.

Pada dasarnya manajemen obat di rumah sakit adalah bagaimana cara mengelola tahap-tahap dan kegiatan-kegiatan tersebut agar dapat berjalan dengan baik dan saling mengisi sehingga dapat dicapai tujuan pengelolaan obat yang efektif dan efisien agar obat yang diperlukan oleh dokter selalu tersedia setiap saat dibutuhkan, dalam jumlah yang cukup dan mutu terjamin untuk mendukung pelayanan yang bermutu.

(6)

Menurut Subagya (1994), dalam Maimun (2009) manajemen obat sebagai bagian dari manajemen Logistik merupakan suatu ilmu pengetahuan dan atau seni serta proses mengenai perencanaan dan penentuan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan pemeliharaan serta penghapusan material atau alat-alat. Bowersox (1995) dalam Zuliani (2009), manajemen logistik dapat didefinisikan sebagai suatu proses pengelolaan yang strategis terhadap pemindahan dan penyimpanan barang, suku cadang dan barang jadi dari para pemasok, diantara fasilitas-fasilitas perusahaan dan kepada para pelanggan.

Menurut Silalahi (1989) dalam Mulyardewi (2010), bahwa prinsip dasar manajemen obat adalah optimalisasi dana dalam rangka pengadaan obat keperluan lain rumah sakit. Setiap rumah sakit harus mempunyai stok obat dan bahan peninjang lainnya. Stok obat tidak bisa sampai di bawah titik aman (safety level).

2.1.2. Tujuan Manajemen Persediaan

Kementerian Kesehatan RI melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 tentangstandar pelayanan farmasi, menjelaskan bahwa manajemen persediaan farmasi bertujuan untuk : (a) mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efisien, (b) menerapkan farmako ekonomi dalam pelayanan, (c) meningkatkan kompetensi/kemampuan tenaga farmasi, (d) mewujudkan sistim informasi manajemen berdaya guna dan tepat guna, dan (e) melaksanakan pengendalian mutu pelayanan.

(7)

2.1.3. Pengendalian Persediaan

Menurut Aditama (2006) pengendalian persediaan bertujuan untuk menciptakan keseimbangan antara persediaan dan permintaan. Oleh karena itu hasil stock opname harus seimbang dengan permintaan yang didasarkan atas satu kesatuan waktu tertentu, misalnya satu bulan atau dua bulan, atau kurang dari satu tahun. Pengadaan barang yang dalam sehari-hari disebut juga pembelian, merupakan titik awal dari pengendalian persediaan. Jika titik awal ini sudah tidak tepat, maka pengendalian akan sulit dikontrol.

Dalam pengendalian persediaan terdapat dua jenis keseimbangan, yaitu keseimbangan total dan keseimbangan komposisi. Keseimbangan total adalah keseimbangan antara seluruh persediaan dan permintaan, dengan kata lain antara seluruh pembelian dengan seluruh penjualan dilakukan secara professional. Wentz (1994) dalam buku The AUPHA Manual of Health Service Management menyatakan bahwa pengendalian dilakukan pada setiap tahapan proses manajemen persediaan untuk memastikan persediaan (a) didapat dengan harga yang disetujui, (b) sesuai dengan standar kualitas dan performa, (c) diterima dalam jumlah yang ditentukan dan dalam kondisi yang baik, (d) ridak rusak, atau mengalami proses perusakan selama penyimpanan, (e) aman dari pencurian, dan (f) siap untuk digunakan.

(8)

2.2. Perencanaan Kebutuhan Obat 2.2.1. Perencanaan

Perencanaan adalah suatu proses untuk merumuskan masalah-masalah kesehatan yang berkembang di masyarakat, menentukan kebutuhan dan sumber daya yang tersedia, menetapkan tujuan program yang paling pokok, dan menyusun langkah-langkah praktis untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan tersebut. (Muninjaya, 2004)

Malayu (2006), perencanaan adalah pekerjaan mental untuk memilih sasaran, kebijakan, prosedur dan program yang diperlukan untuk mencapai apa yang diinginkan pada masa yang akan datang. Sedangkan rencana adalah sejumlah keputusan mengenai keinginan dan berisi pedoman pelaksanaan untuk mencapai tujuan yang diinginkan itu.

Perencanaan merupakan salah satu fungsi yang sangat penting dalam manajemen, karena dengan adanya perencanaan akan menentukan fungsi manajemen lainnya terutama pengambilan keputusan. Fungsi perencanaan merupakan landasan dasar dari fungsi menajemen secara keseluruhan. Tanpa adanya perencanaan, pelaksanaan kegiatan tidak akan berjalan dengan baik. Dengan demikian perencanaan merupakan suatu pedoman atau tuntunan terhadap proses kegiatan untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien (Muninjaya, 2004). Ada beberapa prinsip dalam suatu perencanaan antara lain:

a) Setiap perencanaan dan segala perubahannya harus ditujukan kepada pencapaian tujuan (principle of contribution to objective).

(9)

b) Suatu perencanaan efisien, jika perencanaan itu dalam pelaksanaannya dapat mencapai tujuan dengan biaya uang sekecil-kecilnya (principle of efficiency of planning)

c) Asas mengutamakan perencanaan (principle of primary of planning) Perencanaan merupakan keperluan utama para pemimpin dan fungsi manajemen lainya (organizing, staffing, directing dan controlling). Seorang tidak akan dapat melaksanakan fungsi manajemen lainnya tanpa mengetahui tujuan dan pedoman dalam menjalankan kebijaksanaan.

d) Asas kebijaksanaan pola kerja (principle of policy frame work). Kebijaksanaan dapat mewujudkan pola kerja, prosedur-prosedur kerja dan program kerja tersusun.

e) Asas waktu (principle of timing). Waktu perencanaan relatif singkat dan tepat. f) Asas keterikatan (the commitment principle). Perencanaan harus

memperhitungkan jangka waktu keterkaitan yang diperlukan untuk pelaksanaan pekerjaan.

g) Asas fleksibilitas (the principle of flexibilility). Perencanaan yang efektif memerlukan fleksibilitas, tetapi bukan berarti mengubah tujuan.

h) Asas alternatif (principle of alternative). Alternatif pada setiap rangkaian kerja dan perencanaan meliputi pemilihan rangkaian alternatif dalam pelaksanaan pekerjaan, sehingga tercapai tujuan yang telah ditetapkan.

(10)

2.2.2. Kebutuhan Obat

Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia (Kementerian Kesehatan RI, 2009b).

Perencanaan kebutuhan obat merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan. Dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi disesuaikan dengan anggaran persediaan. Pedoman Perencanaan antara lain (a) DOEN, formularium rumah sakit, standar terapi rumah sakit, (b) ketentuan setempat yang berlaku, (c) data catatan medik, (d) anggaran yang tersedia, (e) penetapan proritas, (f) siklus penyakit, (g) sisa persediaan, (h) data pemakaian periode lalu, dan (i) rencana pengembangan.

Sistem Kesehatan Nasional (SKN) tahun 2012 bahwa tujuan subsistem obat dan perbekalan kesehatan adalah tersedianya obat dan perbekalan kesehatan yang mencukupi, terdistribusi secara adil dan merata serta termanfaatkan secara berdaya guna dan berhasil guna, untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Unsur

(11)

utama subsistem obat dan perbekalan kesehatan terdiri dari perencanaan, pengadaan, pemanfaatan dan pengawasan, yakni :

1. Perencanaan obat dan perbekalan kesehatan adalah upaya penetapan jenis, jumlah dan mutu obat dan perbekalan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pembangunan kesehatan

2. Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan adalah upaya pemenuhan kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan sesuai dengan jenis, jumlah dan mutu yang telah direncanakan sesuai kebutuhan pembangunan kesehatan 3. Pemanfaatan obat dan perbekalan kesehatan adalah upaya pemerataan dan

peningkatan keterjangkauan obat dan perbekalan kesehatan.

4. Pengawasan obat dan perbekalan kesehatan adalah upaya menjamin ketersediaan, keterjangkauan, keamanan serta kemanfaatan obat dan perbekalan kesehatan

2.3. Langkah – Langkah Perencanaan Kebutuhan Obat

Perencanaan kebutuhan obat merupakan kegiatan utama sebelum melakukan proses pengadaan obat. Langkah-langkah yang diperlukan dalam kegiatan perencanaan kebutuhan obat antara lain :

2.3.1.Tahap Pemilihan Obat

Fungsi pemilihan/seleksi obat adalah untuk menentukan jenis obat yang benar-benar diperlukan sesuai dengan pola penyakit. Dasar-dasar seleksi kebutuhan obat meliput i :

(12)

a) Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medis dan statistik yang memberikan efek terapi jauh lebih baik dibandingkan dengan risiko efek samping yang ditimbulkan

b) Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin untuk menghindari duplikasi dan kesamaan jenis. Apabila jenis obat dengan indikasi sama dalam jumlah banyak, maka kita memilih berdasarkan “drug of choice” dari penyakit yang prevalensinya tinggi

c) Jika ada obat baru, harus ada bukti yang spesifik untuk terapi yang lebih baik. d) Menghindari penggunaan obat kombinasi, kecuali jika obat kombinasi

tersebut mempunyai efek yang lebih baik dibanding obat tunggal

Hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan obat adalah: (a) obat yang dipilih sesuai dengan standar mutu yang terjamin, (b) dosis obat sesuai dengan kebutuhan terapi, (c) obat mudah disimpan, (d) obat mudah didisitribusikan, (e) obat mudah didapatkan/diperoleh, (f) biaya pengadaan dapat terjangkau, (g) dampak administrasi mudah diatasi. Beberapa kriteria yang dipergunakan sebagai dasar acuan dalam pemilihan obat yakni :

a) obat merupakan kebutuhan untuk sebagian besar populasi penyakit; b) obat memiliki keamanan dan khasiat yang didukung dengan bukti ilmiah; c) obat mempunyai mutu yang terjamin baik ditinjau dari segi stabilitas maupun

bioavaibilitasnya (ketersediaan hayati);

(13)

e) bila pilihan lebih dari satu, dipilih yang paling baik, paling lengkap data ilmiahnya dan farmakokinetiknya paling menguntungkan;

f) mudah diperoleh dan harga terjangkau; g) obat sedapat mungkin sediaan tunggal. 2.3.2. Tahap Kompilasi Pemakaian Obat

Beberapa Informasi yang diperoleh dari kompilasi pemakaian obat adalah : a). jumlah pemakaian tiap jenis obat pada masing-masing unit pelayanan kesehatan, b) persentase (%) pemakaian tiap jenis obat terhadap total pemakaian setahun seluruh unit pelayanan kesehatan, c) pemakaian rata-rata untuk setiap jenis obat pada tingkat kabupaten/kota.

Manfaat informasi yang diperoleh dari kompilasi pemakaian obat diantaranya adalah sebagai sumber data dalam menghitung kebutuhan obat untuk pemakaian tahun mendatang dan menghitung stok/persediaan pengaman dalam rangka mendukung penyusunan rencana distribusi.

2.3.3. Tahap Perhitungan Kebutuhan Obat

Menentukan kebutuhan obat merupakan tantangan berat yang senantiasa dihadapi oleh apoteker dan tenaga farmasi yang bekerja di sarana pelayanan kesehatan. Baik kekosongan maupun kelebihan jenis obat tertentu dapat terjadi apabila perhitungan hanya berdasarkan teoritis. Dengan koordinasi dan proses perencanaan untuk pengadaan obat secara terpadu serta melalui beberapa tahapan seperti di atas, maka diharapkan obat yang direncanakan dapat tepat baik ditinjau dari

(14)

jenis, jumlah maupun waktu. Untuk menentukan kebutuhan obat dilakukan pendekatan perhitungan melalui metode konsumsi dan atau morbiditas.

1. Metode Konsumsi

Perhitungan dengan metode konsumsi adalah perhitungan berdasarkan atas analisa konsumsi obat pada tahun sebelumnya. Untuk menghitung jumlah obat yang dibutuhkan dengan metode konsumsi perlu diperhatikan beberapa faktor antara lain: (a) pengumpulan dan pengolahan data, (b) analisa data untuk informasi dan evaluasi, (c) perhitungan perkiraan kebutuhan obat, (d) penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana yang tersedia.

Analisa trend pemakaian obat 3 (tiga) tahun atau lebih sebelumnya perlu dilakukan guna memperoleh kebutuhan obat yang mendekati tepat. Untuk itu data yang perlu dipersiapkan untuk perhitungan metode konsumsi antara lain (a) daftar obat, (b) stok awal, (c) penerimaan obat, (d) pengeluaran obat,(e) sisa stok, (f) obat hilang/rusak, kedaluwarsa, (g) kekosongan obat, dan (h) pemaikaian rata-rata/pergerakan obat per tahun, (i) lead time (waktu tunggu), (j) stok pengaman, dan (k) perkembangan pola kunjungan

2. Metode Morbiditas atau Epidemiologi

Perhitungan kebutuhan obat dengan metode morbiditas adalah kebutuhan obat berdasarkan pola penyakit. Faktor yang perlu diperhatikan adalah perkembangan pola penyakit dan lead time. Langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam metode ini antara lain :

(15)

b. Menentukan jumlah penduduk yang akan dilayani.

c. Menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan frekuensi penyakit. d. Menghitung perkiraan kebutuhan obat.

Adapun data yang perlu dipersiapkan dalam perhitungan metode morbiditas adalah : a. Perkiraan jumlah populasi penduduk yang diklasifikasikan berdasarkan

jenis kelamin dan umur antara 0-4 tahun, 5-14 tahun, 15-44 tahun dan > 45 tahun

b. Menetapkan pola morbiditas penyakit berdasarkan kelompok umur.

c. Kejadian masing-masing penyakit per tahun untuk seluruh populasi pada kelompok umur yang ada

d. Menghitung perkiraan jenis dan jumlah obat untuk setiap diagnosa yang sesuai dengan pedoman pengobatan

e. Frekuensi kejadian masing-masing penyakit per tahun untuk seluruh populasi pada kelompok umur yang ada

f. Menghitung perkiraan jumlah obat tertentu dan jenis obat tertentu untuk setiap diagnosa yang dibandingkan dengan standar pengobatan

g. Untuk menghitung jenis, jumlah, dosis, frekuensi dan lama pemberian obat dapat dipergunakan pedoman pengobatan yang ada

h. Menghitung jumlah kebutuhan obat yang akan datang dengan memperhitungkan faktor perkembangan pola kunjungan, lead time dan stok pengaman

(16)

Instalasi Farmasi RS perlu mendata sepuluh besar penyakit dari unit terkait. Data ini bermanfaat untuk menentukan skala prioritas dalam menyesuaikan rencana pengadaan obat dengan dana yang tersedia.

2.3.4. Tahap Proyeksi Kebutuhan Obat

Beberapa kegiatan yang perlu dilakukan pada tahap ini antara lain :

a) Menetapkan rancangan stok akhir periode yang akan datang. Rancangan stok akhir diperkirakan sama dengan hasil perkalian antara waktu tunggu dengan estimasi pemakaian rata-rata per bulan ditambah stok penyangga.

b) Menghitung rancangan pengadaan obat periode tahun yang akan datang. Perencanaan pengadaan obat tahun yang akan datang dapat dirumuskan:

𝑎𝑎 = 𝑏𝑏 + 𝑐𝑐 + 𝑑𝑑 − 𝑒𝑒 − 𝑓𝑓 Keterangan :

a. Rancangan pengadaan obat tahun yang akan datang

b. Kebutuhan obat untuk sisa periode berjalan (sesuai dengan tahun anggaran yang bersangkutan)

c. Kebutuhan obat untuk tahun yang akan datang

d. Rancangan stok akhir tahun (lead time dan buffer stock)

e. Stok awal periode berjalan / stok per 31 Desember di Gudang Farmasi f. Rencana penerimaan obat pada periode berjalan (Januari - Desember)

c) Menghitung rancangan anggaran untuk total kebutuhan obat dengan cara sebagai berikut :

(17)

1) Melakukan analisis ABC – VEN (vital, esensial, non esensial)

2) Menyusun prioritas kebutuhan dan penyesuaian kebutuhan dengan anggaran yang tersedia

3) Menyusun prioritas kebutuhan dan penyesuaian kebutuhan berdasarkan 10 besar penyakit.

d) Pengalokasian kebutuhan obat per sumber anggaran dengan melakukan kegiatan (1) menetapkan kebutuhan anggaran untuk masing-masing obat per sumber anggaran, (2) menghitung persentase (%) belanja untuk masing-masing obat terhadap masing-masing-masing-masing sumber anggaran, (3) menghitung persentase (%) anggaran masing-masing obat terhadap total anggaran dari semua sumber.

Pada tahap proyeksi kebutuhan obat, jenis data yang diperlukan adalah lembar kerja perhitungan perencanaan pengadaan obat pada tahun anggaran yang akan datang untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan :

a. Jumlah kebutuhan pengadaan obat tahun yang akan datang b. Jumlah persediaan obat di Gudang Farmasi Kabapaten / Kota c. Jumlah obat yang akan diterima pada tahun anggaran berjalan

d. Rencana pengadan obat untuk tahun anggaran berikutnya berdasarkan sumber anggaran

e. Tingkat kecukupan setiap jenis obat.

Suciati dan Adisasmito (2006) dalam penelitiannya mengenai analisis Perencanaan Obat Berdasarkan ABC indeks kritis di Instalasi Farmasi, menyatakan

(18)

analisis data dalamanalisis ABC dan indeks kritis ABC dilakukan melalui langkah-langkah berikut ini ;

1) Menghitung nilai pakai

a) Menghitung total pemakaian obat

b) Data pemakaian obat dikelompokkan berdasarkan jumlah pemakaian. c) Diurutkan pemakaian terbesar sampai terkecil

d) Kelompok A dengan pemakaian 70% dari keseluruhan pemakaian obat. e) Kelompok B dengan pemakaian 20% dari seluruh pemakaian obat.

f) Kelompok C dengan pemakaian 10% dari seluruh pemakaian obat. 2) Menghitung nilai investasi

Dikelompokkan berdasarkan nilai investasi obat. Diurutkan dari nilai investasi terbesar sampai terkecil, yaitu

1. Kelompok A adalah inventory dengan jumlah sekitar 20% dari item tapi mempunyai nilai investasi sekitar 80% dari total nilai inventory.

2. Kelompok B adalah inventory dengan jumlah sekitar 30% dari item tapimempunyai nilai investasi sekitar 15% dari total nilai inventory.

3. Kelompok C adalah inventory dengan jumlah sekitar 50% dari item tapi mempunyai nilai investasi sekitar 5% dari total nilai inventory (Suciati, 2006).

Menurut Heizer and Reinder (1991) seperti yang dikutip oleh Zuliani (2009) hasil analisis ABC harus diikuti kebijaksanaan dalam manajemen persediaan antara lain :

(19)

a) Perencanaan kelompok A harus mendapat perhatian lebih besar dari pada item lain.

b) Kelompok A harus dilakukan kontrol fisik yang lebih ketat dibandingkan kelompok B dan C, pencatatan harus lebih akurat serta frekuensi pemeriksaan lebih sering.

c) Pemasok juga harus lebih memperhatikan kelompok A agar jangan terjadi keterlambatan pengiriman.

d) Cycle counting merupakan verifikasi melalui internal audit terhadap pencatatan yang ada, dilaksanakan lebih sering untuk kelompok A yaitu 1 bulan 1 kali untuk kelompok B tiap 4 bulan sedangkan kelompok C tiap 6 bulan.

3) Menentukan nilai kritis obat melalui upaya penyusunan kriteria nilai kritis obat, dan membagikan kusioner berupa daftar obat kepada dokter untuk mendapatkan nilai kritis obat dengan kriteria yang telah ditentukan. Dokter yang mengisi kuesioner tersebut adalah dokter yang berpengaruh terhadap peresepan obat.

Kriteria nilai kritis obat adalah :

a) Kelompok X atau kelompok obat vital adalah kelompok obat yang essensial atau vital untuk memperpanjang hidup, untuk mengatasi penyakit penyebab kematian ataupun untuk pelayanan pokok kesehatan. Kelompok ini tidak boleh terjadi kekosongan.

b) Kelompok Y atau kelompok obat essensial adalah obat yang bekerja kausal yaitu obat yang bekerja pada sumber penyebab penyakit, logistik farmasi yang

(20)

banyak digunakan dalam pengobatan penyakit terbanyak. Kekosongan obat kelompok ini dapat ditolerir kurang dari 48 jam.

c) Kelompok Z atau kelompok obat non essensial adalah obat penunjang agar tindakan atau pengobatan menjadi lebih baik, untuk kenyamanan atau mengatasi keluhan. Kekosongan obat kelompok ini data ditolerir lebih dari 48 jam.

4) Untuk menentukan nilai indeks kritis obat dapat digunakan rumus : NIK=Nilai Pakai+Nilai Investasi+(2x Nilai Kritis)

5) Obat kemudian akan dikelompokkan dalam kelompok ABC dengan kriteria : a) Kelompok A dengan NIK : 9,5 – 12;

b) Kelompok B dengan NIK : 6,5 – 9,4, dan c) Kelompok C dengan NIK : 4 – 6,4

Menurut Calhoun dan Campbell (1985) seperti yang dikutip oleh Zuliani (2009), dalam mengontrol persediaan diperlukan manajemen dan teknik kontrol yang berbeda untuk setiap kelompok. Biasanya kelompok A dikendalikan dengan model manajemen kontrol yang berbeda untuk setiap kelompok. Biasanya kelompok A dikendalikan dengan model manajemen kontrol seperti Economic Order Quantity (EOQ) dan Reorder Point (ROP) dengan menentukan kemungkinan dari perhitungan permintaan persediaan. Untuk kelompok B dapat digunakan model EOQ, tapi untuk ROP biasanya sudah diperkirakan. Sedangkan kelompok C dikendalikan dengan standarisasi persediaan dan mengacu pada EOQ dan ROP yang telah direncanakan pihak manajemen rumah sakit.

(21)

Perkiraan kebutuhan obat dalam suatu populasi harus ditetapkan dan ditelaah secara rutin agar penyediaan obat sesuai dengan kebutuhan. Ada tiga metode untuk memperkirakan kebutuhan obat dalam populasi : (Kristin, 2002)

1. Berdasarkan prevalensi penyakit dalam populasi (population based). Population based merupakan metode penghitungan kebutuhan obat berdasarkan prevalensi penyakit dalam masyarakat dan menggunakan pedoman pengobatan yang baku untuk memperkirakan jumlah obat yang diperlukan. Penghitungan dengan metode ini diperlukan data akurat mengenai data prevalensi penyakit yang sering diderita oleh masyarakat termasuk kelompok umur yang rentan terhadap masing-masing penyakit. Hal ini tentu diperlukan survai atau pengumpulan data rutin mengenai pola epidemiologi penyakit (morbiditas dan mortalitas) di daerah setempat. Population based merupakan metode ideal untuk menghitung kebutuhan obat secara riil. Untuk dapat menggunakan metode ini diperlukan ketersediaan dana yang cukup untuk mengatasi setiap morbiditas penyakit secara adekuat.

2. Berdasarkan jenis pelayanan kesehatan (service based). Service based merupakan metode penghitungan kebutuhan obat berdasarkan jenis pelayanan kesehatan yang tersedia serta jenis penyakit yang pada umumnya ditangani oleh masing-masing sarana pelayanan kesehatan. Berbeda dengan metode population based yang berdasarkan pola epidemiologi penyakit, service based lebih mendasarkan pada jumlah dan jenis pelayanan kesehatan yang ada. Secara teknis metode ini lebih tertuju pada kondisi penyakit tertentu yang

(22)

ditangani oleh unit pelayanan kesehatan yang ada, yang biasanya hanya menyediakan jenis pelayanan kesehatan tertentu saja. Metode ini kurang menggambarkan kebutuhan obat dalam populasi yang sebenarnya, karena pola penyakit masyarakat yang tidak berkunjung ke pusat pelayanan kesehatan tidak tergambarkan dengan baik.

3. Berdasarkan pemakaian obat tahun sebelumnya (consumption based) Consumption based merupakan penghitungan kebutuhan obat berdasarkan pada data pemakaian obat tahun sebelumnya. Perkiraan kebutuhan obat dengan metode ini pada umumnya bermanfaat bila data penggunaan obat dari tahun ke tahun tersedia secara lengkap dan konsumsi di unit pelayanan kesehatan bersifat konstan atau tidak fluktuatif.

2.4. Landasan Teori

Berdasarkan tujuan penelitian dan tinjauan pustaka, maka dapat dirumuskan beberapa landasan teori untuk penelitian perencanaan kebutuhan obat. Berdasarkan Pedoman Pengelolaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI (2008), serta Standar Pelayanan Farmasi (2004), menjelaskan bahwa Perencanaan kebutuhan obat merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggung jawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan.

(23)

Metode perencanaan kebutuhan obat dapat dilakukan dengan metode konsumsi, dan metode morbiditas atau epidemiologi. Metode konsumsi dilakukan dengan mengevaluasi penggunaan obat masa lalu sebagai dasar penentuan perkiraan kebutuhan, kemudian disesuaikan dengan rencana strategis dari rumah sakit maupun farmasi rumah sakit, sehingga hasil akhir adalah daftar kebutuhan obat. Metode morbiditas atau epidemiologi dilakukan dengan melihat berapa episode masalah kesehatan yang ada, standar terapi, tingkat kepatuhan terhadap standar terapi, sehingga diperoleh jumlah obat yang dibutuhkan. Metode ini cukup sulit dipakai sebagai pilihan karena faktor sistem informasi yang belum tertata dengan baik demikian juga karena adanya ketidakpatuhan terhadap standar terapi dan penentuan masalah kesehatan yang ada beserta penentuan jumlah episode. Sebenarnya metode lebih menjanjikan ketepatannya tetapi karena sulit dilaksanakan maka dipilih metode konsumsi dengan kombinasi metode ABC-VEN (Vital Esensial dan Non Esensial), karena dapat disesuaikan dengan anggaran yang ada.

Adapun siklus manajemen obat adalah terdiri perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan distribusi, seperti pada gambar siklus berikut ini:

Gambar 2.1. Siklus Manajemen Obat Perencanaan

Pengadaan

Penyimpanan Distribusi

(24)

Pedoman Perencanaan antara lain (a) DOEN, formularium rumah sakit, standar terapi rumah sakit, (b) ketentuan setempat yang berlaku, (c) data catatan medik, (d) anggaran yang tersedia, (e) penetapan proritas, (f) siklus penyakit, (g) sisa persediaan, (h) data pemakaian periode lalu, dan (i) rencana pengembangan.

2.5. Kerangka Teori

berdasarkan latar belakang, dan tujuan penelitian, maka kerangka teori dalam penelitian ini adalah seperti pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Kerangka Teori

Gambar 2.2. di atas menunjukkan bahwa perencanaan kebutuhan obat di UPT Propinsi Sumatera Utara didasarkan pada konsep sistem yang terdiri dari masukan, proses dan keluara, artinya perencanaan kebutuhan obat yang dilakukan didasarkan pada keadaan jenis dan kuantitas obat yang digunakan tahun sebelumnya, pemakaian obat pada tahun sebelumnya di setiap UPT, ketersediaan sumber daya manusia, anggaran dan fasilitas penyimpanan obat. Pada proses, adanya dapat diketahui proses Masukan

(1) Jenis&Kuantitas Obat (2) Pemakaian Obat (3) Sumber Daya Manusia

a. Kuantitas SDM b. Kualitas SDM (4) Anggaran a. Sumber Dana b. Jumlah Dana (5) Fasilitas Penyimpanan Obat Proses (1) Pemilihan/Seleksi Obat (2) Kompilasi Pemakaian Obat (3) Perhitungan Kebutuhan Obat

Metode ABC-VEN Keluaran Dokumen Perencanaan Kebutuhan ObatObat

(25)

pemilihan obat, kompilasi pemakaian obat dan perhitungan kebutuhan obat. Hal ini merupakan kegiatan inti dari perencanaan kebutuhan obat yang menghasilann dokumen rencana kebutuhan obat setiap UPT.

2.6. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan kerangka teori tersebut, maka kerangka konsep dalam penelitan seperti pada Gambar 2.3 berikut:

Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian Perencanaan Kebutuhan Obat

1. Identifikasi permasalahan a. Seleksi Obat

b. Kompilasi Pemakaian Obat 2. Penyusunan Kebutuhan Obat

a. Metode ABC-VEN

Dokumen Perencanaan Kebutuhan Obat UPT

Gambar

Gambar 2.1. Siklus Manajemen Obat Perencanaan
Gambar 2.2. Kerangka Teori

Referensi

Dokumen terkait

Kedua, berdasarkan temuan-temuan penelitian tentang penerapan teknik dan prosedur penerjemahan ini, dibahaslah temuan-temuan penelitian yang bertemali dengan

Bahwa dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana

Alasan penangkapan dalam penyidikan perkara pidana adalah untuk kepentingan penyelidikan atau penyidikan yang dilakukan oleh penyidik atau penyelidik atas perintah

1) Apabila bentuk dasarnya berupa nomina, prefiks {N-} menyatakan berbagai makna membuat atau menghasilkan apa yang tersebut pada bentuk dasar, berlaku atau menjadi seperti

Untuk biaya idak langsung,   maka dikalikan dengan suatu faktor rasio biaya tidak langsung terhadap biaya

Penulis tidak hanya melakukan wawancara dengan informan yang telah menonton serial animasi “Toshokan Sensō (Library War)” yang memang dijadikan subjek dalam

Saldo persediaan pada Laporan Barang Pembantu Pengguna Wilayah Semester I Tahun Anggaran 2018 sebesar Rp.103.296.073,- (Seratus tiga juta dua ratus sembilan puluh enam ribu

Selanjutnya akan muncul form daftar piutang, klik tombol baru untuk menambahkan data saldo awal hutang usaha kepada pemasok.. Selanjutnya klik rekam untuk