• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNIK PEMBESARAN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) SISTEM INTENSIF DI TAMBAK BUSMETIK BAPPL STP SERANG, BANTEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TEKNIK PEMBESARAN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) SISTEM INTENSIF DI TAMBAK BUSMETIK BAPPL STP SERANG, BANTEN"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

1 Sekolah Tinggi Perikanan| 2017

TEKNIK PEMBESARAN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) SISTEM INTENSIF DI TAMBAK BUSMETIK

BAPPL STP SERANG, BANTEN

Aditya Kamaruddin, Aldi Suryadi, Aprian Jumanti, Ayu Sundari, Danang Eko Utomo, Heni Hermawati, I Gede Rezza Mahendra, Ida Ayu Kade Wimala Niti,

Khaerul Fadli, Nanda Ardiansyah Lubis, Risyad Anwar, Weni Tri Agustin. Jurusan Teknologi Pengelolaan Sumberdaya Perairan, Program Studi Teknologi Akuakultur, Sekolah Tinggi Perikanan, Jakarta, Dibawah Bimbingan Dr. Moch.

Nurhudah, A.Pi., M.Sc dan Suharyadi S.St.Pi.,M.Si

I. PENDAHULUAN

Udang vaname (Litopenaeus vannamei) ini merupakan salah satu komoditas perikanan budidaya yang permintaannya terus meningkat dan berkembang pesat. Negara-negara di Amerika Tengah dan Selatan seperti Ekuador, Venezuela, Panama, Brazil, dan Meksiko sudah lama membudidayakan udang tersebut dengan nama Pacific white shrimp. Menurut Smith & Briggs (2003) dalam Heptarina dkk., (2010) produksi budidaya udang vaname mencapai 1,15 juta metrik ton pada tahun 2000.

Udang vaname masuk ke Indonesia sebagai varietas unggulan melalui Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 41/2001 tanggal 12 juli 2001 (Haliman & Adijaya, 2005 dalam Heptarina dkk., 2010). Tingginya permintaan didalam dan diluar negeri menjadikan Indonesia sebagai pengirim udang terbesar di dunia. Menurut Nuhman (2009) Indonesia mempunyai luas wilayah serta adanya sumber daya alam yang mendukung untuk dapat mengembangkan usaha budidaya udang.

Udang vaname yang memiliki keunggulan berupa lebih resisten terhadap serangan virus. Namun kenyataannya pada saat ini udang vaname juga sering terjadi kegagalan karena serangan virus. Oleh karena itu menurut Riani dkk., (2012) permasalahan tersebut sangat mempengaruhi hasil budidaya dan harus

(2)

2 Sekolah Tinggi Perikanan| 2017

dicari alternatif metode pemeliharaan untuk menghindari serangan virus pada usaha budidaya udang vaname.

Karena berbagai macam masalah yang timbul dalam budidaya udang vaname dikenalkanlah teknologi budidaya udang skala mini empang plastik atau yang dikenal dengan sebutan “BUSMETIK” merupakan teknologi terapan dalam kegiatan budidaya udang windu atau udang vaname dengan ukuran tambak kecil/mini yang dilapisi plastik. Teknologi ini dikenalkan oleh BAPPL-STP Serang, yang merupakan instansi pendidikan di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan.

II. METODE KERJA

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam praktek keahlian ini adalah melakukan pengamatan dan pengukuran secara langsung, serta mengikuti semua kegiatan di tambak BAPPL STP Serang. Data yang diamati meliputi persiapan wadah pemeliharaan, media pemeliharaan, penebaran benur, pengelolaan pakan, manajemen kesehatan udang, pengelolaan kualitas air, dan panen.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pembahasan pada proses budidaya udang vaname menggunakan sistem BUSMETIK antara lain pada tahap budidaya, yang meliputi :

A. Persiapan pemeliharaan

Uraian kegiatan ini mencakup pekerjaan konstruksi secara umum, persiapan dasar tambak dan persiapan air. Adapun rangkaian persiapan yang dilakukan meliputi di bawah ini :

1. Persiapan wadah pemeliharaan

Tambak yang digunakan adalah tambak BUSMETIK ( budidaya udang skala mini empang plastik) modul 2 yang berukuran 1000 m2 dan modul 1 yang berukuran 600 m2 yang berlapiskan plastik HDPE (High Density Polyethylene) dengan ketebalan 0,5 mm.

2. Pengeringan dan pembersihan wadah

Kegiatan ini diawali dengan pengeluaran air sisa panen menggunakan pompa 6 dan 4 inch. Air dibuang dan dialirkan ke outlet hingga berakhir di

(3)

3 Sekolah Tinggi Perikanan| 2017

kawasan mangrove. Alat yang digunakan dalam pengeringan dan pembersihan lahan meliputi pompa 6 inch, waring dan sapu untuk menyikat dinding petakan tambak, ember serta sekop untuk mengangkat dan mengeluarkan sisa lumpur dalam petakan tambak. Hal ini sesuai dengan pendapat Haliman dan Adijaya (2005), bahwa persiapan tambak baru dilakukan dengan membuang semua jenis kotoran yang membahayakan kelangsungan hidup udang, diantaranya lumpur hitam yang terbentuk dari sisa pakan dan bahan lain yang tidak terdekomposisi secara sempurna. 3. Perbaikan wadah budidaya

Perbaikan wadah budidaya dilakukan yang dilakukan berupa pengecekan plastik HDPE. Plastik harus dipastikan dalam keadaan baik dan layak digunakan. Kebocoran plastik HDPE dapat disebabkan oleh bambu saat pembersihan petakan tambak dari teritip. Untuk mengatasi plastik HDPE yang robek atau rusak maka dilakukan dengan cara penambalan dan welding (menggunakan blower panas). Sesuai dengan pendapat Rahayu dkk,. (2010) yang menyatakan bahwa, kebocoran pada tambak budidaya dikarenakan plastik robek atau berlubang akibat pembersihan organisme penempel dan pemindahan kincir yang tidak hati-hati, maka dari itu perlu dilakukan perbaikan dan penambalan plastik. 4. Pemasangan CPD (Crab Protecting Device) dan Sistem Biosecurity

Pemasangan CPD (Crab Protecting Device) di sekeliling kawasan budidaya merupakan salah satu langkah untuk menangkal hama dan patogen asing pembawa penyakit yang dapat masuk ke dalam kawasan budidaya. Alat yang diperlukan untuk pemasangan CPD (Crab Protecting Device) meliputi potongan bambu dengan panjang antara 45-60 cm, plastik HDPE, kabel tis untuk mengikat bambu dengan plastik HDPE.CPD (Crab Protecting Device) adalah salah satu penerapan biosecurityyang dilakukan di kawasan tambak BUSMETIK BAPPL STP Serang. Penerapan biosecurity dilaksanakan dengan baik. Hal ini sesuai pendapat Amri dan Kanna (2008) yang menyatakan bahwa penerapan manajemen kesehatan ikan yang pada tahapan pelaksanaan dikenal dengan biosekuritas menjadi alternatif baru dalam pengelolaan budidaya udang. Penerapan biosekuritas

(4)

4 Sekolah Tinggi Perikanan| 2017

yang terjaga dengan bantuan teknologi dapat mendukung budidaya dan kualitasnya. Budidaya udang sangat berhubungan dengan lingkungan disekitar yang secara keseluruhan tergantung dengan daya dukung lahan.

B. Persiapan media pemeliharaan

Pada tahap persiapan media pemeliharaan, kegiatan yang dilakukan antara lain sebagai berikut:

1. Pengisian air

Air laut yang akan digunakan terlebih dahulu disimpan dalam tandon dan kemudian disterilkan dengan pemberian klorin dengan dosis 30 ppm. Hal ini dilakukan untuk menjaga agar air yang nantinya masuk dalam kolam pemeliharaan steril dan bebas dari parasit yang dapat merugikan. Dari tandon utama, air dialirkan ke tandon 1 dan tandon 2. Pengisian air ke petakan pemeliharaan menggunakan pompa 6 inch. Bagian ujung paralon diberi saringan tiga lapis.Pengisian air dilakukan hingga air setinggi 100 cm. Hal ini sesuai dengan pendapat Rahayu dkk., (2010) yang menyatakan bahwa, air media pemeliharaan diambil dari tandon pengendapan. Proses pengisian air dapat dibantu dengan pompa dan pada ujung pipa pemasukan dipasang saringan dengan mesh size 1 mm untuk mencegah kotoran masuk ke dalam tambak.

2. Pemasangan kincir

Sebelum kincir dipasang maka perlu adanya pengecekan komponen kincir. Pengecekan ini bertujuan untuk mengetahui baik tidaknya kondisi kincir, pengecekan yang dilakukan meliputi pemeriksaan impeller (baling-baling), gearbox, motor listrik dan lain sebagainya. Setelah semuanya dalam kondisi baik atau layak pakai, maka dilakukan pemasangan tali pada floating boat dan dilakukan pengaturan kabel. Kemudian kincir diturunkan dan dipasang pada sudut yang berseberangan. Pemasangan kincir harus memperhatikan pola arus yang akan dihasilkan akibat putaran baling kincir tersebut. Pemasangan kincir dengan arah arus yang searah akan mengakibatkan kotoran udang akan mengumpul di tengah sehingga

(5)

5 Sekolah Tinggi Perikanan| 2017

mempermudah dalam penyiphonan. Pemasangan kincir dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1 . Pemasangan kincir

3. Sterilisasi air

Sterilisasi tambak menggunakan kaporit dengan kandungan klorin 60% dan bahan aditif 40%. Klorin diberikan dengan dosis 60 ppm. Untuk melarutkan klorin ke dalam air tambak mrenggunakan bantuan anco. Tujuannya adalah agar klorin mudah larut dalam air karena berbentuk bubuk (powder). Klorin disebar merata dan kincir tetap dinyalakan dengan tujuan pemerataan kandungan kaporit dalam air dan membantu mempercepat penetralan klorin dalam air. Kandungan klorin dalam air akan netral dalam waktu 3 hari, dibuktikan dengan melakukan pengujian dengan menggunkan chlorin tes kit. Hal ini sesuai dengan pendapat Farchan (2006), yang menyatakan bahwa menetralkan kaporit dilakukan aerasi dengan kincir air (paddle whell) selama 2 hari dan di uji langsung dengan test kit pada tambak pemeliharaan dengan kadar chlorin harus mencapai bening atau nol, untuk meyakinkan kandungan chlorine tersebut. Kegiatan pelarutan kaporit dalam tambak dapat dilihat pada gambar 2 .

(6)

6 Sekolah Tinggi Perikanan| 2017

Gambar 2. Pelarutan klorin dalam air tambak 4. Aplikasi probiotik awal

Pemberian probiotik dilakukan selama 3 hari berturut-turut. Dosis probiotik yang diberikan adalah 1 ppm untuk probiotik padat dan 10 ppm untuk probiotik cair. Pemberian probiotik bertujuan untuk menumbuhkan bakteri baik dan menekan bakteri jahat. Pemberian bakteri di awal pemeliharaan bertujuan untuk menyiapkan bakteri pengurai bahan-bahan organik sehingga ketika proses budidaya sudah berlangsung ketersediaan bakteri di tambak telah mencukupi. Hal ini sesuai dengan pendapat Rahayu (2010) bahwa Bacillus diberikan pada awal persiapan setelah air tambak netral dari clorine agar mendominasi mikroorganisme pada media pemeliharaan, dilanjutkan pemberiaan rutin secara berkala hingga akhir pemeliharaan untuk mempertahankan populasi Bacillus dalam air tambak.

C. Penebaran benur

Penebaran benur dilakukan setelah petakan tambak siap untuk pemeliharaan, ditandai dengan warna air tambak warna kehijauan oleh plankton.Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Tahe dan Makmur (2016)

(7)

7 Sekolah Tinggi Perikanan| 2017

menyatakan bahwa penebaran benur dilakukan setelah seminggu aplikasi probiotik dilakukan.

1. Pemilihan benur

Benur yang digunakan berasal dari PT. Syaqua Hatchery Unit Anyer. Benur tersebut telah dilengkapi dengan surat-surat kesehatan dan hasil laboratorium meliputi hasil uji PCR (WSSV, IHHNV, TSV, INV), dan data kualitas air benur. Farchan (2006) berpendapat bahwa benur yang ditebar harus sehat, aktif dan bebas pathogen atau SPF (Specific pathogen free). Untuk dapat memilih benur ada tiga tahapan yaitu: pengamatan morfologi, pengujian daya tahan, dan pengujian laboratorium.

2. Waktu penebaran dan aklimatisasi

Penebaran benur dilakukan pada pagi hari di Dengan ukuran post larva 9-11(PL 9-11).Kualitas benur baik secara visual, ukurannya pun hampir seragam, tidak cacat, gesit, bergerak aktif dan menyebar didalam wadahSebelum penebaran benur terlebih dahulu dilakukan kegiatan aklimatisasi yaitu kegiatan penyesuaian lingkungan baru dari lingkungan lama atau sebelumnya. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Haliman dan Adijaya (2005) bahwa aklimatisasi suhu dilakukan dengan cara meletakkan plastik pengemas yang berisi benur ke dalam petakan tambak. Tindakan tersebut dilakukan hingga suhu air dalam kemasan plastik mendekati atau sama dengan suhu air yang dipetakan, diperkuat lagi oleh pernyatan Budiardi dkk (2005) menyatakan bahwa penebaran benur,udang vannamei yang digunakan adalah PL-15 penebaran benih udang dilakukan 3 hari setelah pemberian saponin pada pagi hari yang diawali dengan aklimatisasi benih terhadap suhu dan salinitas air tambak. Proses aklimatisasi dapat dilihat pada gambar 3, 4, dan 5.

(8)

8 Sekolah Tinggi Perikanan| 2017

Gambar 3.Aklimatisasi suhu

Gambar 4.

(9)

9 Sekolah Tinggi Perikanan| 2017

Gambar 5. Pelepasan benur

D. Pengelolaan pakan

Pada umur pemeliharaan hari 1 – 45 pengelolaan pakan menggunakan sistem pakan blind feeding karena pada umur 1 - 45 biomassa udang belum dapat diketahui karena udang masih sangat kecil dan sensitif. Sehingga pemberian pakan secara perkiraan berdasarkan target produksi yang diaplikasikan di tambak BUSMETIK BAPPL STP Serang. Hal ini sesuai dengan pendapat Suharyadi, (2011) bahwa acuan pemberian pakan udang adalah memberikan pakan cukup sesuai kebutuhan nutrisi udang dan jumlah yang dibutuhkan sehingga teknik penentuan dosis pakan dalam praktek keahlian dibagi menjadi dua metode yaitu blind feeding dan demand feeding.

1. Jenis dan dosis pakan

Ukuran dan jenis pakan untuk udang disesuaikan dengan bukaan mulut. Hal ini bertujuan agar udang mampu dengan mudah mencerna pakan yang diberikan. Dalam praktek keahlian ini digunakan 3 jenis pakan yaitu powder, crumble dan pellet. Ketiga jenis pakan untuk pembesaran udang vaname dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Jenis Pakan

BENTUK KETERANGAN

Serbuk / powder Diberikan untuk benur yang baru ditebar sampai umur pemeliharaan 16 hari Crumble / butiran kecil Diberikan untuk benur/ juvenil pada

masa pemeliharaan 17-30 hari

Pellet halus Diberikan untuk udang pada masa pemeliharaan 28-59 hari

Pellet kecil Diberikan untuk udang pasa masa pemeliharaan 59-79 hari

Pellet besar Diberikan untuk udang pada masa pemeliharaan >79 hari

(10)

10 Sekolah Tinggi Perikanan| 2017

Setiap jenis pakan yang digunakan, memiliki kandungan nutrisi yang sama. Kandungan nutrisi pakan udang yang digunakan di BAPPL STP Serang dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Kandungan Nutrisi

NUTRISI KANDUNGAN (%) Protein Min 36 Serat Max 4,0 Lemak Min 5,0 Air Max 12,0 Abu Max 15,0

2. Cara pemberian pakan

Setiap pergantian jenis pakan, maka dilakukan pencampuran dari jenis pakan yang lama atau yang sudah diberikan dengan jenis pakan baru selama 3 hari secara berturut-turut, dengan tujuan agar udang terbiasa dengan jenis pakan yang baru. Frekuensi pemberian pakan disesuaikan dengan DOC (Day of Culture) yaitu umur pemeliharaan udang. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Kordi dan Ghufran (2009) bahwa frekuensi pemberian pakan dalam sehari bisa 1 kali, 2 kali, 3 kali atau lebih sering. Semua jenis pakan yang diberikan pada pukul 07.00 dan 21.00, terlebih`dahulu diberikan vitamin C dan dicampurkan dengan binder (perekat rekato). Pemberian vitamin C adalah sebanyak 1 g/kg pakan serta ditambah binder sebanyak 4 g/kg pakan.

Pemberian pakan diberikan secara merata dengan mengelilingi seluruh bagian tambak dengan keadaan kincir mati, agar semua udang mendapat bagian pakan yang sama sehingga pertumbuhannya seragam. Pemberian pakan secara merata dapat mengoptimalkan daya konsumsi pakan pada udang karena udang akan mudah dalam mencari makan. Menurut Farchan (2006) bahwa kincir dimatikan 10 menit sebelum pakan disebarkan bertujuan agar pakan yang telah ditebar tidak terbawa arus dan setelah 15 menit pemberian pakan, kincir dihidupkan kembali.

(11)

11 Sekolah Tinggi Perikanan| 2017

Penyimpanan pakan dilakukan di dalam satu gudang pakan yang terletak tidak jauh dari petakan tambak hal ini untuk mempermudah dalam pengambilan pakan. Pakan disusun rapi dengan tumpukan maksimal 6 sak karung pakan, pakan disusun sebaiknya diberi alas berupa kayu sehingga pakan tidak langsung bersentuhan dengan lantai dan tembok yang mengakibatkan pakan menjadi lembab dan mudah timbulnya jamur pada pakan.

Selain itu juga melakukan sistem FIFO (First In First Out) yaitu setiap pakan pertama masuk maka pakan pertama juga keluar, yang berarti pakan yang dimasukkan kedalam gudang pada saat pemesanan pertama harus di keluarkan terlebih dahulu dibanding dengan pakan yang di pesan setelah pemesanan pertama.

Hal ini sesuai dengan pendapat Farchan (2006) bahwa teknik penyimpanan pakan yaitu gudang harus kering, tidak banjir (lembab), tumpukan pakan tidak terlalu tinggi, dan tidak menyentuh lantai secara langsung, agar tidak lembab. Untuk itu perlu dilapisi balok kayu atau alas yang lain.

E. M a n a j e m e n k esehatan udang 1. Monitoring pertumbuhan

Monitoring pertumbuhan yang dilakukan adalah dengan metode sampling anco pada DOC (Day Of Culture) 30 dan setelah DOC ke 30 setiap 10 hari sekali dilakukan sampling dengan menggunakan jala untuk

3.91 5.56 7.32 9.19 11.11 13.08 15.05 17 1.32 2.02 2.64 4.5 5.75 6.86 8.21 8.77 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 30 40 50 60 70 80 90 100 b era t ra ta -ra ta u d an g (gr) DOC ke-

MODUL 2 PETAK A

(12)

12 Sekolah Tinggi Perikanan| 2017 m e n g e t a h

ui populasi dan biomassa udang yang ada ditambak. Hasil sampling untuk modul 1 petak A dan petak C karena DOC baru sampai DOC 30 dimana berat rata-rata udang (ABW) adalah untuk petak A 3,3 gr dan untuk petak C 3,7 gr dimana ABW tersebut masih dikatakan cukup baik karena udang dengan DOC 30 memiliki ABW sebesar 3,91 gr. ABW (Average Body Weight) pada modul 2 petak A dan C dapat dilihat pada grafik 1.

Grafik 1. Grafik pertumbuhan udang pada petak A modul 2

Grafik 2. Grafik pertumbuhan udang pada petak C modul 2

11.11 13.08 15.05 17 5.75 8.72 11.11 13.74 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 70 80 90 100 b era t ra ta -ra ta u d an g (g) DOC ke-

MODUL 2 PETAK C

(13)

13 Sekolah Tinggi Perikanan| 2017

Grafik diatas menunjukan ABW udang Modul 2 petak A dan petak C. Udang pada petak A modul 2 mengalami pertumbuhan jauh dibawah rata-rata pertumbuhan normal. Hal ini dikarenakan kepadatan penebaran yang terlalu tinggi dan kualitas air kurang mendukung. Pernyataan diatas sesuai dengan pendapat Tahe (2016) bahwa pertumbuhan udang vaname dipengaruhi padat tebar dan tingkat teknologi yang dipergunakan. Setelah udang memasuki DOC 61 udang tersebut dilakukan progres atau pengurangan jumlah udang dengan cara memindahkan ke petakan lain sebaigan atau beberapa bagian.

Grafik 3. Grafik pertumbuhan udang vaname di petak D modul 2

Grafik diatas menunjukan pertumbuhan udang di Modul 2 petak D, udang pada petakan ini mengalami pertumbuhan rata-rata yang cukup baik, namun sempat mengalami penurunan pertumbuhan pada DOC 48-58 yang dikarenakan kualitas air pada DOC tersebut sangat buruk karena di temukan endapan lumpur yang cukup banyak pada dasar petakan, setelah dilakukan penyiponan dan pergantian air secara rutin yaitu penyiponan 1 minggu sekali dan pergantian air 2

hari sekali sehingga terlihat pertumbuhan yang baik pada DOC 59-88

Menurut Yudiati dkk., (2010) bahwa kualitas air terutama kandungan bahan organik yang melebihi ambang batas merupakan salah satu faktor penyebab penurunan produksi udang, Avnimelech dan Ritvo (2003) dalam Nuhman (2009) menjelaskan bahwa hal penting dan umum dilakukan unuk perbaikan kondisi

2.53 4.45 6.08 6.6 7.98 9.17 10.9 14.14 3.61 5.21 6.96 8.81 10.72 12.61 14.65 18.53 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 28 38 48 58 68 78 88 100 b era t ra ta -ra ta u d an g (gr) hari ke-

Modul 2 PETAK D

(14)

14 Sekolah Tinggi Perikanan| 2017

dasar tambak adalah melalui perlakuan dengan mengangkatan lumpur yang terdapat pada dasar tambak.

2. Monitoring kesehatan

Monitoring kesehatan dilakukan yaitu mengamati udang melalui pengamatan di anco dan pengamatan disekitar pinggiran tambak pada saat pemberian pakan. Hasil pengamatan ditemukan udang yang memiliki karapas yang lembek dan juga tubuh udang berwarna putih pucat.

Selain itu pengamatan yang dilakukan adalah tingkat nafsu makan dengan mengamati sisa pakan dianco habis atau tidak. Jika tidak harus segera dianalisa agar dampaknya tidak semakin membesar. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa menurunnya nafsu makan pada udang diakibatkan oleh fluktuasi suhu dimana hal ini tentunya mempengaruhi kondisi air meliputi perubahan pH, salinitas dan DO kemudian menyebabkan udang stres dan mudah kehilangan nafsu makan. Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan dari Farchan (2006) yang mengatakan bahwa nafsu makan udang dipengaruhi oleh kualitas air, cuaca, kondisi dasar tambak, suhu, kualitas pakan, kondisi udang dan penyakit.

F. Pengelolaan air media

1. Aplikasi probiotik

Probiotik diberikan pada saat air sudah netral dari kandungan natrium hipoclorite yang diberikan pada petakan untuk sterilisasi media sebanyak 2 ppm selama 3 hari berturut-turut pagi dan sore hari, dan setelah benur masuk ketambak pemberian probiotik dikurangi sebanyak 1 ppm dan diberikan pada 2 hari sekali. Menurut Riani, dkk (2012), selain berpengaruh terhadap kualitas air aplikasi probiotik juga berpengaruh terhadap populasi bakteri vibrio. Beberapa probiotik yang telah terbukti menekan populasi bakteri vibrio adalah Bacillus spp, Bacillus subtilis BT23, Bacillus subtilis UTM 126.

2. Pengapuran

Kapur yang digunakan selama praktek adalah kapur tohor (CaO) dan kapur dolomite (CaMg(CO)3). Pemberian kapur diberikan pada saat-saat tertentu saja

seperti seperti padaa saat nilai pH menurun yang diakibatkan suhu pada perairan tambak tersebut menurun. Pengapuran juga dilakukan pada saat sebelum panen, untuk mengurangi jumlah udang yang moulting pada saat akan di panen, Seperti

(15)

15 Sekolah Tinggi Perikanan| 2017

yang dikatakan Amri dan Kanna (2008), manfaat pengapuran diantaranya meningkatkan ph tanah, mempercepat proses penguraian bahan organik, mengikat gas asam arang (CO2) yang dihasilkan oleh pembusukan bahan organik dan

pernafasan biota air, mematikan bakteri dan parasit, dan mengikat partikel-partikel.

3. Pergantian air

Pergantian air yang dilakukan sebanyak 10% dari volume total air tambak. Apabila air tidak diencerkan akan menyebabkan kematian massal plankton di dalam petakan dan kompetisi plankton dengan biota. Kompetisi tersebut berupa kompetisi oksigen dan kompetisi ruang, selain itu dengan pergantian air, zat-zat organik akan ikut terbawa yang akan mengurangi kerja dari probiotik. Hal ini sesuai dengan Farchan (2006) bahwa tujuan pergantian air adalah untuk memperbaiki kondisi air khususnya bahan organik yang terlalu pekat dan memperkecil gas-gas beracun.

4. Penyiponan

Penyiponan dilakukan setelah udang berumur 45 hari, karena pada saat umur 45 hari biasanya ditemukan endapan lumpur hitam dan berbau. Letak endapan lumpur tergantung pada letak posisi tambak yang menentukan arus air tambak yang mempengaruhi letak pengumpulan endapan. Alat siphon yang digunakan adalah pompa alkon 4 inch dan menggunakan selang spiral untuk menyedot kotoran kotoran yang terdapat di dasar tambak.

Hal ini seperti pendapat Haliman dan Adijaya (2005), bahwa salah satu cara untuk mencegah kadar amonia meningkat yaitu dengan cara pemberian probiotik yang mengandung bakteri yang dibutuhkan, dan jika amonia terlalu tinggi dilakukan penyiponan didalam dasar tambak. Penyiponan didalam tambak dilakukan 1-2 minggu sekali.

5. Pembuangan kotoran/bahan organik

Pembuangan kotoran dilakukan menggunakan seser berupa waring berwarna hijau dengan kerapatan halus yang telah dihubungkan dengan bambu untuk mempermudah pada saat pengambilan kotoran apabila terletak ditengah tambak. Hasil kotoran tersebut dibuang ke biofilter yang ditanami mangrove.

(16)

16 Sekolah Tinggi Perikanan| 2017

Hal ini sesuai dengan pernyataan Farchan (2006), yang mengatakan bahwa pada tambak dengan umur lebih dari 30 hari sudah mulai tampak banyak plankton yang mengendap dan mati. Kotoran ini apabila tidak segera diangkat akan mengendap dan mengalami perombakan (dekomposisi) yang menghasilkan gas beracun seperti H2S, NH3 sehingga cepat menurunkan kualitas air.

G. Pengamatan kualitas air

Pengamatan kualitas air dilakukan setiap hari untuk mengetahui perbedaan kualitas air yang terjadi dan pengaruhnya pada udang. Ada pun hasil beberapa parameter kualitas air yang diukur di petak pemeliharaan BAPPL STP Serang dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Parameter kualitas air yang diukur di petak pemeliharaan BAPPL STP Serang.

Dari hasil pengamatan tersebut dapat dikatakan kualitas air pada petak pemeliharaan udang vaname di tambak BAPPL STP Serang masih kurang baik sehingga menyebab pertumbuhan udang vaname tidak optimal.

NO. PARAMETER KUALITAS AIR KISARAN OPTIMUM HASIL PENGAMATAN 1 Suhu 28 – 31 oC 26-32 oC 2 Salinitas 15 – 25 ppt 12-17 ppt 3 Kecerahan 30 – 40 cm 28- 50 cm 4 Oksigen terlarut 4 -8 ppm 3,8-69 ppm 5 pH 7-8 6-8 6 Alkalinitas 100-120 mg/l 35,03-152,52 mg/l 7 Karbondioksida < 25 mg/l 7,9-87,12 mg/l 8 NH4- 1 mg/l - 9 NH3- < 0,1 mg/l - 10 Nitrit (NO2) < 0,1 mg/l - 11 Hidrogen sulfida (H2S) < 0,001 mg/l -

(17)

17 Sekolah Tinggi Perikanan| 2017

H. Panen dan pasca panen

1. Panen

Panen udang vanname di tambak BUSMETIK menggunakan jaring (trawl). Udang vaname di petak A dan petak C Modul 2 dipanen pada masa pemeliharaan 100 hari. Panen dilakukan pada pukul 07.00 WIB karena pada waktu tersebut suhu tidak terlalu tinggi sehingga tidak menyebabkan udang cepat mengalami stress dan pemanenan dilakukan dengan cepat. Adapun hasil panen Modul 2 petak A dapat dilihat pada tabel 4. dan petak C pada tabel 5 dibawah ini :

Tabel 4. Hasil Panen Petak A Modul 2

No Uraian Hasil Data Panen

1 Tanggal panen 28 Februari 2017

2 Jumlah panen 73.771 ekor

3 Size 116 ekor/kg 4 ABW 8,62 gr/ ekor 5 Komulatif pakan 1423,7 kg 6 Biomassa panen 635,96 kg 7 FCR 2,23 8 SR 70%

(18)

18 Sekolah Tinggi Perikanan| 2017

Tabel 5. Hasil Panen Petak C Modul 2

No Uraian Hasil Data Panen

1 Tanggal panen 28 Februari 2017

2 Jumlah panen 50.366 ekor

3 Size 62 ekor/kg 4 Abw 16,12 gr/ ekor 5 Komulatif pakan 2.130,8 kg 6 Biomassa panen 812,36 kg 7 FCR 2,6 8 SR 48% 2. Pasca panen

Setelah udang di tangkap dengan menggunakan jaring kemudian udang dikumpulkan lalu diangkat menggunakan basket putih dan dipindahkan ke tempat penampungan hasil panen yang telah berisi es sebanyak 3 balok dengan berat satu balok 30 kg, dengan suhu 40C. Udang yang yang ada dibak penampungan akan dilakukan penyortiran di meja sortir yang telah disediakan. Tujuan dilakukan penyortiran adalah untuk memisahkan udang yang masih dalam keadaan segar dan memisahkan udang berdasarkan ukurannya atau size. Setelah disortir dan dimasukkan ke dalam keranjang selanjutnya udang ditimbang menggunakan timbangan elektrik. Dengan masing-masing berat udang sama setiap penimbangan untuk memudahkan penjumlahan biomassa panen akhir.

I. Analisa usaha

1. Biaya Investasi

Biaya investasi yang dikeluarkan Tambak BUSMETIK BAPPL STP Serang adalah sebesar Rp.424.950.000, biaya tetap penyusutan adalah biaya tetap yang dikeluarkan setiap tahun terhadap nilai penyusutan. Biaya penyusutan yang dikeluarkan oleh Tambak BUSMETIK BAPPL STP Serang adalah Rp.45.129.000.

(19)

19 Sekolah Tinggi Perikanan| 2017 2. Biaya tetap

Biaya tetap yang dikeluarkan oleh. Tambak BUSMETIK BAPPL STP Serang adalah Rp. 27.898.848. Biaya tetap terdiri dari biaya upah tenaga kerja, biaya penyusutan dan listrik. Komponen biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan pada setiap bulan secara tetap dan tidak dipengaruhi oleh biaya produksi.

3. Biaya tidak tetap

Kegiatan pembesaran udang vanname di Tambak BUSMETIK BAPPL STP Serang antara lain adalah biaya untuk pembelian bahan kegiatan operasional seperti benur, kaporit, probiotik, pakan, probiotik dan kapur, biaya perbaikan fasilitas dan biaya panen yang dibutuhkan dalam satu siklus. Biaya tidak tetap yang dikeluarkan oleh Tambak BUSMETIK BAPPL STP Serang yaitu Rp. 45.593.600.

4. Biaya total

Biaya total adalah jumlah keseluruhan biaya yang dikeluarkan suatu unit usaha dalam satu siklus produksi. Total biaya meliputi biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya total yang di keluarkan oleh Tambak BUSMETIK BAPPL STP Serang adalah sebagai berikut:

Biaya total = biaya tetap + biaya tidak tetap = Rp. 27.898.848,- + Rp. 45.593.600,- = Rp. 73.492.448,-

5. Analisa rugi/laba

Pendapatan yang diperoleh Tambak BUSMETIK BAPPL STP Serang dari Modul 2 dengan harga 2 kriteria yaitu harga Rp. 35.000,- (size 116 pada petak 2A) dan harga Rp. 73.500,- (size 62 pada petak 2C) . Karena kedua petak tersebut adalah hasil progres maka untuk mengetahui pendapatan, hasil panen dari petak A dan petak C dijumlahkan sebagai berikut:

1. Petak 2 A

Hasil Panen = Total panen x harga udang per kg = 635,96 kg x Rp. 35.000,-

(20)

20 Sekolah Tinggi Perikanan| 2017 = Rp. 22.258.600.,- 2. Petak 2 C

Hasil Panen = Total panen x harga udang per kg = 812,36 kg x Rp. 73.500,-

= Rp. 59.708.460.,-

3. Pendapatan = Hasil panen petak 2A + Hasil panen petak 2C = Rp. 22.258.600.,- + Rp. 59.708.460.,-

= Rp. 81.967.060.,-

4. Keuntungan = Pendapatan - Biaya Total

= Rp. 81.967.060.,- - Rp. 73.492.448,- = Rp. 8.474.612.,-

Bedasarkan hasil penghitungan analisa laba/rugi di atas, maka dapat dinyatakan bahwa pada siklus ini Tambak BAPPL STP Serang Modul 2 petak A dan petak C mendapat keuntungan. Hal ini dikarenakan masih ada laba bersih sebesar Rp. 8.474.612.,- yang tersisa dari pendapatan total.

(21)

21 Sekolah Tinggi Perikanan| 2017

DAFTAR PUSTAKA

Adiwijaya, D. Supito dan I. Sumantri. 2008. Penerapan Teknologi Budidaya

Udang vaname L.vannamei Semi-Intensif Pada Loka Tambak Salinitas Tinggi. Media Budidaya Air Payau Perekayasaan.

Amri, K. dan I. Kanna. 2008. Budidaya Udang vanname. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Ari, D dan Wahyuni, 2011. Pembenihan Udang Vanname (Litopeaneus

Vannamei) Skala Rumah Tangga (Backyard). Akademi Perikanan

Sidoarjo. Lamongan. Jawa Timur.

Budiardi T; A. Muzaki dan N. B. P. Utomo. 2005. Produksi Udang Vaname

(Litopenaeus Vanamei) Di Tambak Biocrete Dengan Padat Penebaran Berbeda. Jurnal Akuakultur Indonesia. Bogor. http:// journal. ipb. ac. id/

Direktorat Jendral Perikanan Budidaya. 2011. Budidaya Udang Vaname

(Litopenaeus vanname) Intensif yang Berkelanjutan. Departemen

Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

Direktorat Pembudidayaan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2004.

Petunjuk Teknis Budidaya Udang Vanname (Litopenaus vanname).

Departemen Kelautan dan Perikanan. Jepara.

Farchan, M. 2006. Teknik Budidaya Udang vanname. BAPPL STP Press. Serang.

Gusrina. 2008. Budidaya Ikan Jilid 1 Untuk SMK. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Haliman, R. W. dan D. Adijaya. 2005. Udang Vanname. Penebar Swadaya. Jakarta.

Irianto, A. 2003. Probiotik Akuakultur. Gadjah Mada University. Press.Yogyakarta.

Kaligis, E. 2015. Growth Response Of White Shrimp (Littopenaeus vannamei)

Reared In Low Salinity Medium, Fed Different Protein and Calcium Levels. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. Vol 1 : 225-134

Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Penyuluhan Kelautan dan Perikanan. Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan, Jakarta.

Kordi K. dan M. Ghufran. 2009. Budidaya Perairan. PT Citra Aditya Bakti. Bandung.

Kordi, K dan A. Baso Tancung. 2007. Pengelolaan Kualitas Air Dalam

(22)

22 Sekolah Tinggi Perikanan| 2017

Lubzens, E (1987). Raising Rotifers For Use In Aquaculture. Hidrobiologia 147: 245-255.

Mc Graw, W.J., Scarpa, J. 2002. Marine Shrimp (Litopenaeus vannamei)

Culture In Freshwater: Determinan Minimum Ion Concentration. Glob.

Aquac. Advocate 5 (3), 36-38.

Mudjiman dan Suyanto. 1987. Budidaya Udang Windu. Penebar Swadaya. Jakarta.

Murdjiani, M. 2007. Penerapan Best Management Practices (BMP) pada

Budidaya Udang Windu (Penaeus monodon Fabricius) Intensif.

Nida. Sopiah, Adi. Mulyanto, Sindi. Sehabudin. 2013. Pengaruh Kelimpahan Sel

Mikroalgae Air Tawar (Chlorella Sp.) Terhadap Penambatan Karbondioksida) Jurnal Teknologi Lingkungan. Vol. 14. No.1 Januari

2013 Hal 1-6.

Nuhman. 2009. Pengaruh Prosentase Pemberian Pakan Terhadap Kelangsungan Hidup dan Laju Pertumbuhan Udang Vaname (Litopenaeus vannamei). Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Vol 1 :

193-197.

Patterson. 1990. Free-Living Freshwater Protozoa. University of Sidney. Australia.

Rahayu H, S. Pagi. S, Suharyadi, Arum. A. 2010. BUSMETIK. BAPPL STP Press. Serang.

Riani, H. Rostika, R. dan Lili, W. 2012. Efek Pengurangan Pakan Terhadap

Pertumbuhan Udang Vaname (Littopenaeus Vannamei) PL-21 yang Diberi Bioflok. Jurnal perikanan kelautan. Vol 3 : 207-211.

Saravan, S., B.S. Kamalan and J. S. S. Kumar. 2008. Moulting and Behaviour

changes in Freshwater Prawn. www.thefishsite.com/...moulting-and-behaviour-changes-in-freshwater-prawn.

Sofiati. S, Subyakto, dan D. Sutende. 2007. Budidaya Udang Vannamei

(Litopenaeus vannamei) Semi intensif Dengan Metode Sirkulasi Tertutup Untuk Menghindari Serangan Penyakit. Jurnal Ilmiah Perikanan dan

Kelautan Vol. 1. Situbondo.

Suharyadi. 2011. Budidaya Udang Vaname (Litopenaeus Vannamei). Penyuluh Kelautan dan Perikanan. Jakarta

Suwoyo, H.S, dan Mangampa, M. 2010. Aplikasi Probiotik dengan Konsentrasi

Berbeda pada Pemeliharaan Udang Vaname (Lithopenaeus vannamei).

Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau.

Tahe, S dan Makmur. 2016. Pengaruh Padat Penebaran Terhadap Produksi

Udang Vanname (Litopenaeus Vannamei) Superinteraksi Skala Kecil.

(23)

23 Sekolah Tinggi Perikanan| 2017

Tahe, S. dan Suharyanto. 2008. Teknologi Budidaya Udang vanname

(Litopenaeus vannamei) Dengan Waktu Awal Pemberian Pakan Berbeda Di Tambak. Seminar Nasional Kelautan IV. Surabaya.

Wyban, J.A. dan Sweeny, J.N. 1991. Intensif Shrimp Production Technology. The Oceanic Institute.Honolulu. Hawaii. USA.

Yudiati, E. Arifin, Z. dan Riniatsih, I. 2010. Pengaruh Aplikasi Probiotik

Terhadap Laju Sintasan dan Pertumbuhan Tokolan Udang Vaname (Littopenaeus vannamei), Populasi Bakteri Vibrio, Serta Kandungan Amoniak dan Bahan Organik Media Budidaya. Jurnal Ilmu kelautan.

Vol 13 : 133-158.

Zakaria, R. 2010. Manajemen Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus

vannamei) di Tambak Udang Binaan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pamekasan . Universitas Airlangga. Surabaya.

Gambar

Gambar  1 . Pemasangan kincir
Gambar  2. Pelarutan klorin dalam air tambak  4.  Aplikasi probiotik awal
Gambar 3.Aklimatisasi suhu
Gambar 5.  Pelepasan benur
+6

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis korelasi yang memiliki hubungan erat dan tingkat keseragamaan yang paling dekat antara kualitas air terhadap konversi pakan adalah

Perlu adanya upaya untuk meningkatkan pola intensifikasi pada usaha budidaya udang vannamei, dari sistem intensif menjadi superintensif yang ditunjang dengan

Dari penulisan tugas akhir ini dapat dilihat bahwa sistem kegiatan pengelolaan budidaya pembesaran pada udang vaname (Litopenaeus vannamei) di Tambak Intensif PT?.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis masih diberi kesehatan, kesempatan dan setitik ilmu

Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2017 sampai Januari 2018 di Tambak Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar di Desa Manakku, Kecamatan Labbakkang, Kabupaten

Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis korelasi yang memiliki hubungan erat dan tingkat keseragamaan yang paling dekat antara kualitas air terhadap konversi pakan

Hasil pengukuran kualitas air: a alkalinitas; b nitrit; dan c DO PEMBAHASAN Berdasarkan Gambar 1, diketahui bahwa petak 2D, 3A, dan 4C berada pada rentang suhu yang optimum untuk

Grafik feeding rate pada setiap kolam pemeliharaan 3.2 Kualitas Air Tambak Berdasarkan hasil pengecekan kualitas air didapatkan nilai kualitas air yang cukup stabil dengan nilai pH