• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data hasil SDKI rata-rata usia kawin pertama

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data hasil SDKI rata-rata usia kawin pertama"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pernikahan usia dini masih banyak dijumpai di negara berkembang termasuk Indonesia. Sampai saat ini, makin sering kita dengar fenomena pernikahan usia dini tidak hanya di kalangan masyarakat adat tetapi telah merambah pelajar sekolah yang semestinya fokus menuntut ilmu dan mengembangkan bakat.

Berdasarkan data hasil SDKI 2002-2003 rata-rata usia kawin pertama wanita adalah 17,8 tahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa usia perkawinan tersebut dapat menimbulkan berbagai resiko terhadap kesehatan reproduksi berupa: keguguran, kematian bayi, kematian ibu dan ketidakharmonisan keluarga akibat belum dewasanya cara berpikir dan belum matangnya psikologis remaja.

Akibat lebih lanjut adalah keluarga usia muda tidak mampu melaksanakan fungsi keluarganya, karena secara fisik-biologis, sosial-psikologis, ekonomi dan budaya atau agama masih mentah dan belum berkembang wawasan dan pola berpikirnya. Fungsi keluarga yang meliputi pengaturan seksual, reproduksi, sosialisasi, afeksi (emosional), penentu status, perlindungan dan fungsi ekonomi tidak mungkin dapat diperankan oleh sebuah keluarga yang masih rentan.

Persoalan lain akibat kawin muda adalah kependudukan, bahwa batas umur yang lebih rendah bagi seorang wanita untuk kawin, mengakibatkan laju kelahiran yang lebih tinggi jika dibadingkan dengan batas umur yang lebih tinggi. Demikian pula kenyataan di berbagai wilayah Jawa Barat seperti daerah Pantai Utara dan Priangan menunjukkan peningkatan kawin usia muda, yang

(2)

menimbulkan permasalahannya bersifat kompleks. Oleh karena itu perlu dikaji secara seksama tentang berbagai faktor yang merupakan akar masalahnya, agar diperoleh masukan untuk penentuan kebijakan.

Kawin usia muda merupakan masalah yang berkaitan dengan aspek reproduksi, kultur, struktur keluarga dan masyarakat serta relasi sosial pada masyarakat. Masalah reproduksi adalah pengetahuan yang merupakan bekal untuk calon pasangan kawin yang sebaiknya sudah tersosialisasi dengan baik, yang secara lanngsung akan mempengaruhi kawin usia muda. Tetapi ada persoalan penting lain yang menentukan sikap untuk kawin usia muda adalah kultur berupa norma masyarakat setempat yang secara normatif bersifat menekankan untuk sesegera mungkin menikah daripada menanggung beban moral akibat pergaulan pranikahnya. Struktur sosial masyarakat yang agraris atau pedesaan dengan kondisi sosial ekonomi yang lemah ada kecenderungan untuk melangsungkan kawin usia muda, hanya akibat ekonomi lemah. Demikian pula pola relasional yang lokalit, menyebabkan tidak tersebarnya nilai manfaat usia kawin sesuai dengan kesehatan reproduksi, psikologis dan sosial. Persepsi remaja sendiri terhadap kawin usia muda tidak lepas dari hasil pencerapan pegalaman dengan fakta sosial berupa nilai sosial budaya dan agama, yang mempengaruhi remaja dalam melakukan interpretasi dan seleksi yang muncul setelah ada respon.

Faktor yang mempengaruhi kawin usia muda yaitu faktor intern berupa kognisi dan penalaran serta persepsi individu remaja dan faktor eksternal berupa fakta sosial-budaya, agama serta realitas kehidupannya. Oleh karena itu persepsi remaja terhadap kawin muda berkaitan dengan fakta sosial sebagai representasi

(3)

mental yang akan mempengaruhi interpretasi, seleksi pengetahuan dan informasi serta faktor pelengkapnya. Kalau remaja memandang kawin muda tidak bermasalah, artinya lingkungan sosial budayanyapun tidak kondusif. Demikian pula pengetahuan atau wawasan remaja tentang makna keluarga dan fungsi keluarga sangat terbatas. Ada kemungkinan tingkat pendidikannyapun rendah dan kebijakan dari aparat yang terkait tidak tegas menegakan ketentuan tentang usia pernikahan yang sesuai dengan Undang-undang Perkawinan.

Dari sisi psikologis, memang wajar kalau banyak yang merasa khawatir. Bahwa pernikahan di usia muda akan menghambat studi atau rentan konflik yang berujung perceraian, karena kekurangsiapan mental dari kedua pasangan yang masih belum dewasa betul. Sebetulnya, kekhawatiran dan kecemasan timbulnya persoalan-persoalan psikis dan sosial bahwa pernikahan di usia remaja dan masih di bangku sekolah bukan sebuah penghalang untuk meraih prestasi yang lebih baik, bahwa usia bukan ukuran utama untuk menentukan kesiapan mental dan kedewasaan seseorang bahwa menikah bisa menjadi solusi alternatif untuk mengatasi kenakalan kaum remaja yang kian tak terkendali (Ahdim, 2002).

Remaja yang mempunyai pengetahuan yang kurang tentang masalah pernikahan dini dapat mendorong remaja untuk melakukan pernikahan dini dan dapat menimbulkan salah persepsi, kesalahan persepsi tersebut akan berakibat pada pola fikir dan perlakuan mereka terhadap masalah pernikahan dini.

Pernikahan dini merupakan pernikahan yang dilakukan pada usia kurang dari 20 tahun(BKKBN, 2010). Faktor yang mempengaruhi pernikahan dini salah satunya adalah persepsi individu tentang pernikahan. Di desa Siremeng

(4)

pernikahan di bawah usia 20 tahun masih sering terjadi, sekitar 12 dari 15 remaja tercatat telah melakukan pernikahan dini.

Data yang dikutip dari jurnal perempuan. Com menyebutkan bahwa jumlah perkawinan dini pada remaja wanita di Indonesia sebelum usia 18 tahun sebanyak 46,5%. Dari jumlah tersebut remaja wanita yang melakukan perkawinan sebelum usia 16 tahun sebanyak 21,5% (www.jurnalperempuan.com).

Untuk di wilayah Sumatera Utara, dari data Susenas menyebutkan bahwa jumlah perkawinan dibawah usia 17 tahun pada tahun 2013 untuk di Wilayah Sumatera Utara adalah 7,05%, meningkat menjadi 7,57%npada tahun 2014. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah perkawinan usia muda pada tahun 2014. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah perkawinan usia muda pada tahun 2014. Usia perkwinan muda pada wanita berpengaruh terhadap perkembangan penduduk, dimana wanita yang menikah pada usia muda memiliki kemungkinan besar untuk melahirkan. Selain itu perkawinan muda pada winita juga berpengaruh pada kondisi kesehatannya dimana rentan mengalami komplikasi pada persalinan, yang pada akhuirnya akan dapat mengakibatkan kematian bayi ibu dan bayi (BPS, 2004).

Hasil penelitian FETRI INAYAH (2012) tentang Hubungan antara Persepsi Remaja Putri tentang Pernikahan dengan Keinginan Menikah Dini di Desa Siremeng Kecamatan Pulosari Kabupaten Pemalang menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki keinginan menikah dini (80%) serta memiliki persepsi yang negatif tentang pernikahan (56,67%). Persepsi responden tentang

(5)

pernikahan dengan keinginan menikah dini secara statistik dinyatakan memiliki hubungan yang signifikan dimana p= 0,001 (p<0,05).

Perkawinan usia muda menjadi masalah bagi kesehatan, karena remaja putri dengan usia muda yaitu dibawah 20 tahun memiliki resiko terhadap kehamilan yang nantinya akan berdampak kepada pasangan wanita yaitu dapat meningkatkan angka kematian ibu dan bayi,

Kondisi ini tidak terlepas dari kurangnya pengetahuan remaja khususnya remaja puitri tentang akibat-akibat yang ditimbulkan dari perkawinan usia muda dan bagaimana persepsi mereka tentang perkawinan usia muda.

Berdasarkan survey awal yang dilakukan oleh peneliti di SMA N2 Bangko Pusak Kecamatan Bangko Pusako Kabupaten diperoleh bahwa terhadap 10 orang SMA N2 Bangko tersebut, menunjukkan bahwa sebagian besar remaja putri belum mengetahui dan mengerti tentang dampak pernikahan dini yaitu sebanyak 6 orang (60%) dan yang mengetahui dampak 4 orang (40%) serta memiliki persepsi yang berbeda-beda tentang pernikahan dini.

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik ingin meneliti dengan judul Persepsi Remaja tentang Pernikahan Usia Dini di SMA N2 Bangko Pusako Kecamatan Bangko Pusako Kabupaten Rohil.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana Persepsi Remaja tentang Pernikahan Usia Dini di SMA N2 Bangko Pusako Kecamatan Bangko Pusako Kabupaten Rohil.

(6)

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. TujuanUmum

Untuk melihat secara umum Persepsi Remaja tentang Pernikahan Usia Dini di SMA N2 Bangko Pusako Kecamatan Bangko Pusako Kabupaten Rohil. .

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui Persepsi Remaja tentang Pernikahan Usia Dini di SMA N2 Bangko Pusako Kecamatan Bangko Pusako Kabupaten Rohil.

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Bagi Responden

Untuk meningkatkan persepsi tentang pernikahan dini dan akan pentingnya resiko yang terjadi akibat pernikahan dini.

1.4.2. Bagi SMA N2 Bangko Pusako

Sebagai masukkan bagi SMA N2 Bangko Pusako khususnya kepada guru-guru agar meningkatkan persepsi siswi melalui penyampaian pesan-pesan dan hal yang penting tentang pernikahan dini

1.4.3. Bagi Akbid Audi Husada

Memberikan informasi terhadap hasil penelitian yang diperoleh sehingga dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat digunakan sebagai bahan penelitian selanjutnya.

(7)

1.4.4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya terutama yang berhubungan dengan persepsi tentang pernikahan dini.

(8)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Persepsi 2.2.1. Pengertian

Persepsi adalah proses internal yang memungkinkan kita memilih, mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita, dan proses tersebut mempengaruhi perilaku kita.

Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan, yaitu suatu stimulus yang diterima oleh individu melalui alat reseptor yaitu indera. Alat indera merupakan penghubung antara individu dengan dunia luarnya. Persepsi merupakan stimulus yang diindera oleh individu, diorganisasikan kemudian diinterpretasikan sehingga individu menyadari dan mengerti tentang apa yang diindera (Mulyana, 2000).

Dengan kata lain persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi kedalam otak manusia. Persepsi merupakan keadaan integritas dari individu terhadap stimulus yang diterimanya. Apa yang ada dalam diri individu, pikiran, perasaan, pengalaman-pengalaman individu akan ikut aktif berpengaruh dalam proses persepsi.

2.2.2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Persepsi

Menurut Mulyana (2000), faktor-faktor yang memengaruhi persepsi pada dasarnya dibagi menjadi :

(9)

1. Faktor Internal

Faktor internal yang mempengaruhi persepsi, yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri individu, yang mencakup beberapa hal antara lain :

a. Fisiologis

Informasi masuk melalui alat indera, selanjutnya informasi yang diperoleh ini akan mempengaruhi dan melengkapi usaha untuk memberikan arti terhadap lingkungan sekitarnya. Kapasitas indera untuk mempersepsi pada tiap orang berbeda-beda sehingga interpretasi terhadap lingkungan juga dapat berbeda.

b. Perhatian

Individu memerlukan sejumlah energi yang dikeluarkan untuk memperhatikan atau memfokuskan pada bentuk fisik dan fasilitas mental yang ada pada suatu obyek. Energi tiap orang berbeda-beda sehingga perhatian seseorang terhadap obyek juga berbeda dan hal ini akan mempengaruhi persepsi terhadap suatu obyek.

c. Minat

Persepsi terhadap suatu obyek bervariasi tergantung pada seberapa banyak energi atau perceptual vigilance yang digerakkan untuk mempersepsi. Perceptual vigilance merupakan kecenderungan seseorang untuk memperhatikan tipe tertentu dari stimulus atau dapat dikatakan sebagai minat.

(10)

d. Kebutuhan yang searah

Faktor ini dapat dilihat dari bagaimana kuatnya seseorang individu mencari obyek-obyek atau pesan yang dapat memberikan jawaban sesuai dengan dirinya.

e. Pengalaman dan ingatan

Pengalaman dapat dikatakan tergantung pada ingatan dalam arti sejauh mana seseorang dapat mengingat kejadian-kejadian lampau untuk mengetahui suatu rangsang dalam pengertian luas.

f. Suasana hati

Keadaan emosi mempengaruhi perilaku seseorang, mood ini menunjukkan bagaimana perasaan seseorang pada waktu yang dapat mempengaruhi bagaimana seseorang dalam menerima, bereaksi dan mengingat.

2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal yang mempengaruhi persepsi, merupakan karakteristik dari lingkungan dan obyek-obyek yang terlibat didalamnya. Elemen-elemen tersebut dapat mengubah sudut pandang seseorang terhadap dunia sekitarnya dan mempengaruhi bagaimana seseorang merasakannya atau menerimanya. Sementara itu faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi persepsi adalah : a. Ukuran dan penempatan dari obyek atau stimulus

Faktor ini menyatakan bahwa semakin besarnya hubungan suatu obyek, maka semakin mudah untuk dipahami. Bentuk ini akan mempengaruhi persepsi individu dan dengan melihat bentuk ukuran suatu obyek individu akan mudah untuk perhatian pada gilirannya membentuk persepsi.

(11)

b. Warna dari obyek-obyek

Obyek-obyek yang mempunyai cahaya lebih banyak, akan lebih mudah dipahami (to be perceived) dibandingkan dengan yang sedikit.

c. Keunikan dan kekontrasan stimulus

Stimulus luar yang penampilannya dengan latarbelakang dan sekelilingnya yang sama sekali di luar sangkaan individu yang lain akan banyak menarik perhatian.

d. Intensitas dan kekuatan dari stimulus

Stimulus dari luar akan memberi makna lebih bila lebih sering diperhatikan dibandingkan dengan yang hanya sekali dilihat. Kekuatan dari stimulus merupakan daya dari suatu obyek yang bisa mempengaruhi persepsi.

e. Motion atau gerakan

Individu akan banyak memberikan perhatian terhadap obyek yang memberikan gerakan dalam jangkauan pandangan dibandingkan obyek yang diam.

2.2. Pernikahan Dini

2.2.1. Pengertian Pernikahan

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pengertian pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

(12)

Batas usia yang diizinkan dalam suatu perkawinan menurut UU Pernikahan ini diatur dalam pasal 7 ayat (1) yaitu, jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun, dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun. Jika ada penyimpangan terhadap pasal 7 ayat (1) ini, dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun wanita (pasal 7 ayat 2).

Pernikahan dalam islam ialah suatu akad atau perjanjian mengikat antara seorang laki-laki dan perempuan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak dengan sukarela dan kerelaan kedua belah pihak merupakan suatu kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa kasih sayang dan ketentraman (sakinah) dengan cara-cara diridhoi Allah SWT. (Ihsan, 2008).

Pernikahan adalah hubungan (akad) antara laki-laki dan perempuan dengan maksud agar masing-masing dapat menikmati yang lain (istimtaa’) dan untuk membentuk keluarga yang sakinah dan membangun masyarakat yang bersih (Utsaimin, 2009).

2.2.2. Pernikahan Dini

Pernikahan dini yaitu merupakan intitusi agung untuk mengikat dua insan lawan jenis yang masih remaja dalam satu ikatan keluarga (Lutfiati, 2008).

Pernikahan dini adalah pernikahan di bawah usia yang seharusnya belum siap untuk melaksanakan pernikahan (Nukman, 2009).

2.2.3. Alasan Individu Untuk Memasuki Pernikahan

Sebelum individu mengambil keputusan untuk menikah, maka ada hal-hal yang perlu dipertimbangkan yaitu :

(13)

a. Aspek Usia

Batasan minimal umur menikah menurut Undang-Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 adalah laki-laki berusia 19 taliun sedangkan wanita berusia 16 tahun.

b. Aspek Ekonomi

Kesiapan ekonomi dalam perkawinan dikaitkan dengan kemampuannya dalam pengadaan sandang, pangan dan papan, pemeliharaan kesehatan dan pendidikan bagi seluruh anggota keluarga. Dalam aspek kesiapan ekonomi ini lebih ditekankan pada pihak pria, meskipun demikian hal ini juga berlaku pada pihak wanita.

c. Aspek Pendidikan

Pendidikan akan berpengaruh langsung terhadap kesempatan lapangan pekerjaan. Pekerjaan akan menentukan penghasilan keluarga. Selain itu pendidikan akan memperluas cakrawala berpikir, mempengaruhi kedewasaan cara berpikir dan akan mempengaruhi status sosial di masyarakat.

d. Aspek Psikologis

Kematangan psikologis merupakan kesiapan pribadi untuk melaksanakan peran-peran tertentu dan kesanggupannya untuk membentuk identitas dan kepribadian anggota keluarga kelak. Kematangan psikologis ditandai dengan adanya kematangan emosi dan pikiran. Seseorang telah mampu mengendalikan emosinya, berpikir dengan baik, dan dapat menempatkan persoalan sesuai dengan keadaan yang subjek inginkan. Faktor psikologis ini

(14)

antara lain seseorang dapat saling menerima, saling mengerti dan saling mempercayai dan saling menolong.

e. Aspek Agama

Sebaiknya menikah pada individu yang satu agama. Dalam agama Islam menikah sebaiknya disegerakan untuk menghindari individu dari perbuatan dosa/zina. Serta dengan menikah maka individu tersebut telah melaksanakan tuntutan Allah, tuntutan rasul dan menyempurnakan sebagian dari agamanya Menurut Brigham (1991) alasan individu untuk memasuki perkawinan adalah cinta, kesamaan, kecocokan, kehamilan di luar nikah, legitimasi atas hubungan seks yang dilakukan, pengesahan dan pengakuan atas hak-hak resmi anak, keamanan dan keuangan.

2.2.4. Faktor-Faktor Penyebab Pernikahan Dini

Ada dua faktor penyebab terjadinya pernikahan dini pada kalangan remaja, yaitu sebab dari anak dan dari luar anak.

1. Sebab dari Anak. a. Faktor Pendidikan.

1. Peran pendidikan anak-anak sangat mempunyai peran yang besar. Jika seorang anak putus sekolah pada usia wajib sekolah, kemudian mengisi waktu dengan bekerja. Saat ini anak tersebut sudah merasa cukup mandiri, sehingga merasa mampu untuk menghidupi diri sendiri.

2. Hal yang sama juga jika anak yang putus sekolah tersebut menganggur. Dalam kekosongan waktu tanpa pekerjaan membuat

(15)

mereka akhirnya melakukan hal-hal yang tidak produktif. Salah satunya adalah menjalin hubungan dengan lawan jenis, yang jika diluar kontrol membuat kehamilan di luar nikah.

b. Faktor telah melakukan hubungan biologis.

1. Ada beberapa kasus, diajukannya pernikahan karena anak-anak telah melakukan hubungan biologis layaknya suami istri. Dengan kondisi seperti ini, orang tua anak perempuan cenderung segera menikahkan anaknya, karena menurut orang tua anak gadis ini, bahwa karena sudah tidak perawan lagi, dan hal ini menjadi aib.

2. Tanpa mengenyampingkan perasaan dan kegalauan orang tua, hal ini sebuah solusi yang kemungkinan di kemudian hari akan menyesatkan anak-anak. Ibarat anak sudah melakukan suatu kesalahan yang besar, bukan memperbaiki kesalahan tersebut, tetapi orang tua justru membawa anak pada suatu kondisi yang rentan terhadap masalah. Karena sangat besar di kemudian hari perkawinan anak-anak tersebut akan dipenuhi konflik.

c. Hamil sebelum menikah

1. Jika kondisi anak perempuan itu telah dalam keadaan hamil, maka orang tua cenderung menikahkan anak-anak tersebut. Bahkan ada beberapa kasus, walau pada dasarnya orang tua anak gadis ini tidak setuju dengan calon menantunya, tapi karena kondisi kehamilan si gadis, maka dengan terpaksa orang tua menikahkan anak gadis tersebut.

(16)

2. Bahkan ada kasus, justru anak gadis tersebut pada dasarnya tidak mencintai calon suaminya, tapi karena terlanjur hamil, maka dengan sangat terpaksa mengajukan permohonan dispensasi kawin.

3. Ini semua tentu menjadi hal yang sangat dilematis. Baik bagi anak gadis, orang tua bahkan hakim yang menyidangkan. Karena dengan kondisi seperti ini, jelas-jelas perkawinan yang akan dilaksanakan bukan lagi sebagaimana perkawinan sebagaimana yang diamanatkan UU bahkan agama. Karena sudah terbayang di hadapan mata, kelak rona perkawinan anak gadis ini kelak. Perkawinan yang dilaksanakan berdasarkan rasa cinta saja kemungkinan di kemudian hari bisa goyah, apalagi jika perkawinan tersebut didasarkan keterpaksaan.

2. Sebab dari luar Anak

a. Faktor Pemahaman Agama.

1. Ada sebagian dari masyarakat kita yang memahami bahwa jika anak menjalin hubungan dengan lawan jenis, telah terjadi pelanggaran agama. Dan sebagai orang tua wajib melindungi dan mencegahnya dengan segera menikahkan anak-anak tersebut.

2. Ada satu kasus, dimana orang tua anak menyatakan bahwa jika anak menjalin hubungan dengan lawan jenis merupakan satu: “perzinahan”. Oleh karena itu sebagai orang tua harus mencegah hal tersebut dengan segera menikahkan. Saat mejelis hakim menanyakan anak wanita yang belum berusia 16 tahun tersebut, anak tersebut pada dasarnya tidak keberatan jika menunggu dampai usia 16 tahun yang tinggal beberapa

(17)

bulan lagi. Tapi orang tua yang tetap bersikukuh bahwa pernikahan harus segera dilaksanaka. Bahwa perbuatan anak yang saling suka sama suka dengan anak laki-laki adalah merupakan “zina”. Dan sebagai orang tua sangat takut dengan azab membiarkan anak tetap berzina

b. Faktor ekonomi.

Kita masih banyak menemui kasus-kasus dimana orang tua terlilit hutang yang sudah tidak mampu dibayarkan. Dan jika si orang tua yang terlilit hutang tadi mempunyai anak gadis, maka anak gadis tersebut akan diserahkan sebagai “alat pembayaran” kepada si piutang. Dan setelah anak tersebut dikawini, maka lunaslah hutang-hutang yang melilit orang tua si anak.

c. Faktor adat dan budaya.

Di beberapa belahan daerah di Indonesia, masih terdapat beberapa pemahaman tentang perjodohan. Dimana anak gadisnya sejak kecil telah dijodohkan orang tuanya. Dan akan segera dinikahkan sesaat setelah anak tersebut mengalami masa menstruasi. Padahal umumnya anak-anak perempuan mulai menstruasi di usia 12 tahun. Maka dapat dipastikan anak tersebut akan dinikahkan pada usia 12 tahun, jauh di bawah batas usia minimum sebuah pernikahan yang diamanatkan UU. (Ahmad, 2009) 2.2.5. Dampak Pernikahan Dini

Resiko pernikahan dini berkait erat dengan beberapa aspek, sebagai berikut :

(18)

1. Segi kesehatan

a. Dilihat dari segi kesehatan, pasangan usia muda dapat berpengaruh pada tingginya angka kematian ibu yang melahirkan, kematian bayi serta berpengaruh pada rendahnya derajat kesehatan ibu dan anak.

b. Menurut ilmu kesehatan, bahwa usia yang kecil resikonya dalam melahirkan adalah antara usia 20-35 tahun, artinya melahirkan pada usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun mengandung resiko tinggi. Ibu hamil usia 20 tahun ke bawah sering mengalami prematuritas (lahir sebelum waktunya) besar kemungkinan cacat bawaan, fisik maupun mental , kebutaan dan ketulian.

2. Segi fisik

Pasangan usia muda belum mampu dibebani suatu pekerjaan yang memerlukan keterampilan fisik, untuk mendatangkan penghasilan baginya, dan mencukupi kebutuhan keluarganya. Faktor ekonomi adalah salah satu faktor yang berperan dalam mewujudkan dalam kesejahteraan dan kebahagiaan rumah tangga. Generasi muda tidak boleh berspekulasi apa kata nanti, utamanya bagi pria, rasa ketergantungan kepada orang tua harus dihindari.

3. Segi mental/jiwa

Pasangan usia muda belum siap bertanggung jawab secara moral, pada setiap apa saja yang merupakan tanggung jawabnya. Mereka sering mengalami kegoncangan mental, karena masih memiliki sikap mental yang labil dan belum matang emosinya.

(19)

4. Segi pendidikan

Pendewasaan usia kawin ada kaitannya dengan usaha memperoleh tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan persiapan yang sempurna dalam mengarungi bahtera hidup.

5. Segi kependudukan

Perkawinan usia muda di tinjau dari segi kependudukan mempunyai tingkat fertilitas (kesuburan) yang tinggi, sehingga kurang mendukung pembangunan di bidang kesejahteraan.

6. Segi kelangsungan rumah tangga

Perkawinan usia muda adalah perkawinan yang masih rawan dan belum stabil, tingkat kemandiriannya masih rendah serta menyebabkan banyak terjadinya perceraian (Ihsan, 2008).

2.3. Kerangka Konsep

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Persepsi Remaja Tentang Pernikahan Dini

(20)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. JenisPenelitian

Jenis penelitian yang digunakan didalam penelitian ini adalah penelitian

survey yang bersifat deskriptif yaitu bertujuan untuk mengetahui persepsi remaja

tentang pernikahan usia dini di SMA N2 Bangko Pusako Kecamatan Bangko Pusako Kabupaten Rohil.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA N2 Bangko Pusako Kecamatan Bangko Pusako Kabupaten Rohil.

1.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2015

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswi putri kelas X di SMA N2 Bangko Pusako Kecamatan Bangko Pusako Kabupaten Rohil sebanyak 85 orang. 3.3.2. Sampel

Besar sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi dijadikan menjadi sampel (total sampling) yaitu 85 orang.

(21)

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Jenis Data

a. Data Primer

Data primer yang meliputi persepsi remaja putri. Data ini bersumber dari responden dengan cara wawancara langsung menggunakan kuesioner

Cara pengumpulan data adalah sebagai berikut : b. Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengambil data-data demografi dari dokumen atau catatan yang diperoleh dari SMA N2 Bangko Pusako Kecamatan Bangko Pusako Kabupaten Rohil.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional

1. Persepsi adalah pernyataan atau kesan remaja tentang pernikahan dini misalnya berbahaya, bagus atau tidak.

3.6. Aspek Pengukuran 1. Persepsi

Pengukuran variabel persepsi disusun 8 pertanyaan yang diajukan dengan jawaban ”ya (bobot nilai 1)” dan ”tidak (bobot nilai 0)”, dan dikategorikan menjadi 2, yaitu:

0. Baik, jika jawaban responden memiliki skor ≥ 76% dari total skor 7-8 1. Buruk, jika jawaban responden memiliki total skor < 76 % dari total skor

(22)

Tabel 3.1. Variabel, Cara dan Alat, Skala dan Hasil Ukur Variabel Cara dan Alat

Ukur

Skala Ukur Hasil Ukur 1. Persepsi Wawancara

(kuesioner)

Ordinal 0. Baik 1. Buruk

3.7. Analisis Data

Analisis data dilakukan secara univariat untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi persepsi responden.

(23)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

SMA N2 Bangko Pusako terletak di Kecamatan Bangko Pusako Kabupaten Rokan Hilir Propinsi Pekan Baru Riau. SMA N2 Bangko Pusako berdiri pada tahun 1993.

Saat ini SMA N2 Bangko Pusako adalah Akredisi A dan memiliki ruang laboratorium yang lengkap dan fasilitas yang memadai. Tanah sekolah sepenuhnya milik pemerintah. Luas areal seluruhnya 4.215 m2 dan luas bangunan 806 m2.

Visi dan Misi SMA N2 Bangko Pusako adalah sebagai berikut : a. Visi

Mencerdaskan kehidupan bangsa dengan mendidik para siswa untuk menghasilkan sumber daya manusia yang terampil serta menguasai ilmu pengetahuan menuju era globalisasi.

b. Misi

Mewuzudkan siswa yang menguasai ilmu pengetahuan dan berbudi luhur sesuai dengan iman dan taqwa selaku umat beragama ditengah tengah masyarakat.

(24)

4.2. Analisis Univariat

Analisis univariat yang diteliti dalam penelitian ini adalah persepsi remaja tentang pernikahan usia dini di SMA N2 Bangko Pusako Kecamatan Bangko Pusako Kabupaten Rohil.

4.2.1. Persepsi Remaja tentang Pernikahan Usia Dini

Untuk melihat persepsi remaja tentang pernikahan usia dini di SMA N2 Bangko Pusako Kecamatan Bangko Pusako Kabupaten Rohil disusun sebanyak 8 pertanyaan dan dapat dijabarkan pada Tabel 4.1

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Persepsi Remaja tentang Pernikahan Usia Dini Di SMA N2 Bangko Pusako Kecamatan Bangko Pusako Kabupaten Rohil No Persepsi Jawaban Total Ya Tidak n % n % n % 1 2 3 4 5 6 7 8

Merasa bahwa pernikahan dini merupakan kontrasepsi yang paling praktis.

Merasa bahwa pasangan usia muda dapat berpengaruh pada tingginya angka kematian ibu yang melahirkan.

Merasa bahwa pasangan usia muda dapat berpengaruh pada tingginya kematian bayi. Merasa bahwa pasangan usia muda dapat berpengaruh rendahnya derajat kesehatan ibu dan anak

Pernikahan di usia muda akan mengakibatkan resiko tinggi saat dalam melahirkan

Hamil usia 20 tahun ke bawah sering mengalami keguguran

Pasangan usia muda merasa sering mengalami kegoncangan mental, karena masih memiliki sikap mental yang labil dan belum matang emosinya.

Merasa bahwa perkawinan usia muda adalah perkawinan yang masih rawan dan belum stabil, tingkat kemandiriannya masih rendah serta menyebabkan banyak terjadinya perceraian 75 55 54 52 57 56 56 56 88,2 64,7 63,5 61,2 67,1 65,9 65,9 65,9 10 30 31 33 28 29 29 29 11,8 35,3 36,5 38,8 32,9 34,1 34,1 34,1 85 85 85 85 85 85 85 85 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa responden menjawab ya merasa bahwa pernikahan dini merupakan kontrasepsi yang paling praktis

(25)

sebanyak 75 orang (88,2%), merasa bahwa pasangan usia muda dapat berpengaruh pada tingginya angka kematian ibu yang melahirkan sebanyak 55 orang (64,7%), merasa bahwa pasangan usia muda dapat berpengaruh pada tingginya kematian bayi sebanyak 54 orang (63,5%), merasa bahwa pasangan usia muda dapat berpengaruh rendahnya derajat kesehatan ibu dan anak sebanyak 52 orang (61,2%), pernikahan di usia muda akan mengakibatkan resiko tinggi saat dalam melahirkan sebanyak 57 orang (67,1%), hamil usia 20 tahun ke bawah sering mengalami keguguran sebanyak 56 orang (65,9%), pasangan usia muda merasa sering mengalami kegoncangan mental, karena masih memiliki sikap mental yang labil dan belum matang emosinya sebanyak 56 orang (65,9%) dan merasa bahwa perkawinan usia muda adalah perkawinan yang masih rawan dan belum stabil, tingkat kemandiriannya masih rendah serta menyebabkan banyak terjadinya perceraian sebanyak 56 orang (65,9%).

Hasil pengukuran persepsi remaja tentang pernikahan usia dini kemudian dikategorikan seperti pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Kategori Persepsi Remaja tentang Pernikahan Usia Dini Di SMA N2 Bangko Pusako Kecamatan Bangko Pusako Kabupaten Rohil.

No Kategori Persepsi f %

1 Baik 31 36,5

2 Buruk 54 63,5

Jumlah 85 100,0

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa persepsi remaja tentang pernikahan usia dini lebih banyak dengan persepsi buruk sebanyak 54 orang (63,5%) dan persepsi baik sebanyak 31 orang (36,5%).

(26)

BAB V PEMBAHASAN

4.1. Persepsi Remaja tentang Pernikahan Usia Dini Di SMA N2 Bangko Pusako Kecamatan Bangko Pusako Kabupaten Rohil

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi remaja tentang pernikahan usia dini lebih banyak dengan persepsi buruk sebesar 63,5%. Keadaan ini menunjukkan persepsi remaja SMA N2 Bangko Pusako tergolong rendah karena pada umumnya berpersepsi buruk, untuk itu Kawin usia muda merupakan masalah yang berkaitan dengan aspek reproduksi, kultur, struktur keluarga dan masyarakat serta relasi sosial pada masyarakat. Tetapi ada persoalan penting lain yang menentukan sikap untuk kawin usia muda adalah kultur berupa norma masyarakat setempat yang secara normatif bersifat menekankan untuk sesegera mungkin menikah daripada menanggung beban moral akibat pergaulan pranikahnya. Persepsi remaja sendiri terhadap kawin usia muda tidak lepas dari hasil pencerapan pegalaman dengan fakta sosial berupa nilai sosial budaya dan agama, yang mempengaruhi remaja dalam melakukan interpretasi dan seleksi yang muncul setelah ada respon.

Hasil penelitian Fetri Inayah (2012) tentang Hubungan antara Persepsi Remaja Putri tentang Pernikahan dengan Keinginan Menikah Dini di Desa Siremeng Kecamatan Pulosari Kabupaten Pemalang menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki keinginan menikah dini (80%) serta memiliki persepsi yang negatif tentang pernikahan (56,67%). Persepsi responden tentang

(27)

pernikahan dengan keinginan menikah dini secara statistik dinyatakan memiliki hubungan yang signifikan dimana p= 0,001 (p<0,05).

Persepsi remaja terhadap kawin usia muda bervariasi dan lebih bersifat pragmatis artinya hanya mengikuti kepentingan kaum remaja sendiri. Hasil temuan lapangan menunjukkan bahwa secara umum remaja telah memilki persepsi diri yang positif tentang arti dan manfaat keluarga serta kesejahteraan keluarga. Para remaja yang belum menikah, baik laki-laki maupun perempuan sebenarnya telah mengenal, mengetahui, dan memahami bahwa keluarga itu adalah terhimpunnya dua jenis kelamin berdasarkan pernikahan, bermanfaat untuk regenerasi dan harus mencukupi kebutuhan fisik dan nonfisik. Remaja di pedesaan juga telah memiliki motivasi positif dalam melaksanakan mempersiapkan diri menuju perkawinan. Artinya harus siap mental, usia cukup dan dapat mencari nafkah.

Persepsi mereka, kawin usia muda itu tidak ada beban dan masalah, karena perkawinan adalah suatu yang alamiah yang pasti akan terjadi dalam siklus hidup manusia sebagaimana hal nya dengan kelahiran dan kematian. Semua kehidupan perkawinan harus dilalui dengan penuh kesabaran dan ketaatan kepada Sang Pencipta Semesta Alam (pasrah harus dilalui). Kawin usia muda menurut mereka tidak jadi masalah, yang penting sudah ada calon dan sudah saling mencintai. Jadi proses terjadinya kawin usia muda didukung oleh pola pergaulan atau relasi sosial yang longgar diantara remaja sampai pada terjadinya saling mencintai diantara mereka. Sebagian dari mereka mempunyai prinsip daripada tidak ada pekerjaan, lebih baik melangsungkan perkawinan, ada pula yang berpendapat bahwa

(28)

perkawinan berarti telah melepaskan diri dari beban tanggung jawab orang tua (secara ekonomi). Bahkan beberapa informan remaja perempuan mengatakan bangga apabila ada yang cepat melamar. Mengenai baik buruknya melakukan kawin muda, mereka hanya bisa memberikan jawaban, “bagaimana nasib saja “(kumaha breh -na).

(29)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Persepsi remaja tentang pernikahan usia dini lebih banyak dengan persepsi buruk sebesar 63,5%.

6.2. Saran

1. Kepada siswa hendaknya meningkatkan persepsi siswa tentang pernikahan usia dini pada remaja.

2. Kepada SMA N2 Bangko agar mengadakan sosialisasi pernikahan usia dini pada remaja

(30)

Lampiran 1

KUESIONER PENELITIAN

PERSEPSI REMAJA TENTANG PERNIKAHAN USIA DINI DI SMA N2 BANGKO PUSAKO KECAMATAN BANGKO PUSAKO

KABUPATEN ROHIL.

A. Indentitas Responden

1. Nama : ……….

2. Kelas : ……….

B. Persepsi

Berilah tanda (√) pada jawaban yang sesuai menurut saudara pada kolom disamping.

Ya (1) Tidak (0) Tidak tahu (0)

Pernyataan Ya Tidak

1. Merasa bahwa pernikahan dini merupakan kontrasepsi yang paling praktis.

2. Merasa bahwa pasangan usia muda dapat berpengaruh pada tingginya angka kematian ibu yang melahirkan. 3. Merasa bahwa pasangan usia muda dapat berpengaruh

pada tingginya kematian bayi.

4. Merasa bahwa pasangan usia muda dapat berpengaruh rendahnya derajat kesehatan ibu dan anak

5. Pernikahan di usia muda akan mengakibatkan resiko tinggi saat dalam melahirkan

6. Hamil usia 20 tahun ke bawah sering mengalami keguguran

7. Pasangan usia muda merasa sering mengalami kegoncangan mental, karena masih memiliki sikap mental yang labil dan belum matang emosinya.

8. Merasa bahwa perkawinan usia muda adalah perkawinan yang masih rawan dan belum stabil, tingkat kemandiriannya masih rendah serta menyebabkan banyak terjadinya perceraian

(31)

DAFTAR PUSTAKA

1. Alimul, Aziz. 2009. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Rineka Cipta.

2. Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.

3. Ahmad. (2009). Pernikahan Dini Masalah Kita Bersama. http://pa-bantul.net. Diakses 29 Maret 2010.

4. Alfiyah. (2010). Faktor-faktor Pernikahan Dini. http://alfiyah23.student.um.ac.id. Diakses 28 Maret 2010.

5. Budiarto, Eko (2003) Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta. EGC.

6. Effendy, N. (2004). Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta:EGC.

7. Ihsan. (2008). Tuntunan Praktis Rumah Tangga Bahagia. Surabaya. BP-4 Jatim.

8. Lutfiati. (2008). Pernikahan Dini Pada Kalangan Remaja (15-19 tahun). http://nyna0626.blogspot.com. Diakses 4 April 2010.

9. Lany. (2008). Mengatasi Masalah Pernikahan Dini. http://www.solutionexchange.or.id. Diakses 5 April 2010.

10. Lubis. (2008). Keputusan Menikah Dini. http://wargasos08yess.blogspot.com. Diakses 3 April 2010.

11. Mubarok. (2007). Promosi Kesehatan Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar Dalam Pendidikan. Yogyakarta. Graha Ilmu.

12. Notoatmodjo. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

13. Notoatmodjo. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

14. Nugroho. (2008). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta. EGC. 15. Nukman. (2009). Yang Dimaksud Pernikahan Dini.

http://www.ilhamuddin.co.cc. Akses 28 Maret 2010.

16. Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian. Jakarta : Salemba Medika.

17. Sugiyono. (2006). Statistik Untuk Penelitian. Alfabeta : Bandung.

18. Utsaimin. (2009). Dasar Hukum Hidup Berumah Tangga. Surabaya. Risalah Hati.

19. FETRI INAYAH (2012) tentang Hubungan antara Persepsi Remaja Putri tentang Pernikahan dengan Keinginan Menikah Dini di Desa Siremeng Kecamatan Pulosari Kabupaten Pemalang, Stikes Harapan Bangsa, Purwokerto.

(32)

Frequencies

pe1

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 0 10 11.8 11.8 11.8

1 75 88.2 88.2 100.0

Total 85 100.0 100.0

pe2

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 0 30 35.3 35.3 35.3

1 55 64.7 64.7 100.0

Total 85 100.0 100.0

pe3

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 0 31 36.5 36.5 36.5

1 54 63.5 63.5 100.0

Total 85 100.0 100.0

pe4

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 0 33 38.8 38.8 38.8

1 52 61.2 61.2 100.0

Total 85 100.0 100.0

pe5

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 0 28 32.9 32.9 32.9

1 57 67.1 67.1 100.0

Total 85 100.0 100.0

pe6

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 0 29 34.1 34.1 34.1

1 56 65.9 65.9 100.0

(33)

pe7

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 0 29 34.1 34.1 34.1

1 56 65.9 65.9 100.0

Total 85 100.0 100.0

p8

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 0 29 34.1 34.1 34.1

1 56 65.9 65.9 100.0

Total 85 100.0 100.0

Persepsi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Baik 31 36.5 36.5 36.5

Buruk 54 63.5 63.5 100.0

Gambar

Tabel  4.1.  Distribusi  Frekuensi  Persepsi  Remaja  tentang  Pernikahan  Usia  Dini  Di  SMA  N2  Bangko  Pusako  Kecamatan  Bangko  Pusako  Kabupaten Rohil  No  Persepsi  Jawaban  Total Ya Tidak  n  %  n  %  n  %  1  2  3  4  5  6  7  8

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa network planning adalah salah satu model yang digunakan dalam penyelenggaraan proyek yang produknya adalah informasi mengenai

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar,

Jika sebelumnya pola hubungan yang selama ini dibangun oleh perusahaan dengan petani sebelum mengimplementasikan P&amp;C RSPO adalah hanya hubungan produksi, dimana

АКТИВНОСТИ ЗА УНАПРЕЂЕЊЕ И РАЗВОЈ ТРЖИШТА ЕЛЕКТРОНСКИХ КОМУНИКАЦИЈА 4.1 Праћење и анализа тржишта електронских комуникација: • спровођење другог круга

Jadi, dengan adanya kegiatan maintenance ini, maka fasilitas maupun peralatan pabrik dapat digunakan untuk produksi sesuai dengan rencana dan tidak mengalami kerusakan

ojek online yang lain pengendaranya berjenis kelamin laki-laki berbeda dengan Ojesy yang Sahabat Pengendaranya berjenis kelamin perempuan, hal inilah yang membuat

Menjelaskan cara menyelesaikan soal cerita tentang penjumlahan atau pengurangan bilangan bulat Bersama siswa mendiskusikan cara penyelesaian soal cerita tentang penjumlahan

Bagi karyawan, penilaian tersebut berperan sebagai umpan balik tentang berbagai hal seperti kemampuan, kelebihan, kekurangan, dan potensi yang pada gilirannya