• Tidak ada hasil yang ditemukan

PANEL PETANI NASIONAL (Patanas): DINAMIKA INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN PADA AGROEKOSISTEM LAHAN SAWAH. Saptana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PANEL PETANI NASIONAL (Patanas): DINAMIKA INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN PADA AGROEKOSISTEM LAHAN SAWAH. Saptana"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

1 PANEL PETANI NASIONAL (Patanas): DINAMIKA INDIKATOR

PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN PADA AGROEKOSISTEM LAHAN SAWAH

Saptana Pendahuluan

1. Pencapaian swasembada pangan telah menjadi kebijakan dan target utama Kementerian Pertanian periode 2015-2019. Swasembada komoditas unggulan, yakni padi, jagung dan kedelai ditetapkan untuk bisa tercapai tahun 2016, sementara komoditas pangan lainnya ditargetkan tercapai pada tahun 2017. 2. Pembangunan pertanian menghadapi permasalahan yang semakin kompleks,

diantaranya disebabkan konversi lahan yang mencapai 100-110 ribu per tahun, infrastruktur irigasi dalam keadaan rusak hingga mencapai 3,3 juta ha (49,90%), rendahnya adopsi teknologi, stagnannya produktivitas, tingkat kehilangan hasil panen tinggi (10,82%), perubahan iklim ekstrim, akses petani terhadap sumber pembiayaan terbatas, tingkat kemiskinan di perdesaan yang tetap tinggi, serta kelembagaan petani belum berfungsi optimal.

3. Program pembangunan pertanian telah dilaksanakan untuk mencapai target tersebut, diantaranya adalah Program Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tersier (RJIT), Gerakan Penerapan-Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT), Optimalisasi Lahan (OPLA), Perluasan Areal Tanam (PAT), Bantuan Alat dan Mesin Pertanian, Sistem Rice Intensification (SRI), serta Pengawalan dan Pendampingan Peyuluhan.

4. Tujuan penelitian adalah menganalisis: (1) dinamika kondisi sosial ekonomi perdesaan, (2) dinamika struktur dan distribusi penguasaan lahan rumah tangga, (3) dinamika struktur tenaga kerja dan kesempatan kerja rumah tangga, (4) dinamika tingkat penerapan teknologi dan profitabilitas usahatani, (5) dinamika struktur dan distribusi pendapatan rumah tangga, (6) dinamika struktur pengeluaran dan konsumsi rumah tangga petani, (7) dinamika nilai tukar pendapatan rumah tangga petani, (8) dinamika tingkat kemiskinan rumah tangga, dan (9) dinamika kelembagaan pertanian di perdesaan.

Permasalahan

5. Beberapa permasalahan yang menjadi fokus perbaikan pada Kebijakan Pembangunan Pertanian 2015-2019 diantaranya : (1) Konversi lahan pertanian ke nonpertanian sebesar 100-110 ribu per tahun; (2) Infrastruktur jaringan irigasi dalam keadaan rusak 3,3 juta ha (49,90%); (3) Tingkat kehilangan hasil panen dan pascapanen cukup tinggi mencapai (10,82%); (4) Perubahan iklim yang berakibat kekeringan, banjir, dan serangan OPT; (5) Akses petani terhadap pembiayaan usahatani terbatas; (6) Kelembagaan petani belum berfungsi optimal; dan (7) Koordinasi instansi terkait belum optimal.

Temuan-Temuan Pokok

6. Sumber matapencaharian utama rumah tangga di 14 desa contoh Patanas berdasarkan data monografi desa secara berturut-turut adalah bertani, usaha jasa dan industri. Pangsa rumah tangga yang pekerjaan utamanya bertani berkisar antara 39,02-80,00%.

(2)

2 7. Struktur pemilikan dan penguasaan lahan sawah rumah tangga petani baik di desa contoh Patanas Jawa maupun Luar Jawa menunjukkan luas penguasaan yang kecil dan makin mengecil. Mengecilnya luas pemilikan dan penguasaan lahan di desa Patanas terutama disebabkan fragmentasi lahan akibat pola pewarisan dan akibat konversi lahan pertanian ke non pertanian.

8. Distribusi penguasaan lahan sawah milik bervariasi antar lokasi, di desa Patanas Jawa Barat terpolarisasi ke pemilik petani lahan luas, sedangkan di desa Patanas Jawa Tengah dan Jawa Timur relatif lebih terdistribusi dan masih terkonsentrasi pada golongan kecil hingga sedang. Distribusi pemilikan lahan sawah di desa Patanas Kwala Gunung, Batu Bara terkonsentrasi pada golongan kecil menengah, sedangkan di Desa Lidah Tanah semakin bertahap semakin terkonsentrasi ke pemilik lahan luas. Sementara itu, distribusi pemilikan lahan sawah di desa Patanas Carawali, Sidrap dan Lidah Tanah, Luwu ada dua kutup, yaitu terkonsentrasi pada golongan kecil dan golongan luas.

9. Distribusi penguasaan lahan sawah milik bervariasi antar lokasi, di desa contoh Jawa Barat terpolarisasi ke petani lahan luas, sedangkan di Jawa Tengah dan Jawa Timur relatif lebih terdistribusi dan masih terkonsentrasi pada golongan kecil hingga sedang. Distribusi penguasaan lahan sawah di desa contoh Kwala Gunung, Batu Bara terkonsentrasi pada golongan kecil menengah dan relatif terdistribusi, sedangkan di Desa Lidah Tanah secara bertahap semakin terkonsentrasi ke pemilik lahan luas.

10. Ketimpangan distribusi penguasaan lahan sawah milik baik di desa Patanas Jawa maupun Luar Jawa lebih tinggi dibandingkan distribusi penguasaan lahan garapan, karena adanya mekanisme transfer penguasaan lahan garapan melalui sistem bagi hasil, sewa dan gadai. Sistem bagi hasil eksis di desa Patanas Jawa maupun Luar Jawa, sistem sewa lebih banyak berkembang di desa Patanas Jawa. Sebaliknya sistem gadai banyak ditemukan di desa Patanas Luar Jawa

11. Struktur tenaga kerja di desa Patanas didominasi usia produktif, namun kualitas tenaga kerja realtif rendah, sehingga perlu dilakukan peningkatan kapasitas TK di perdesaan agar angkatan kerja di perdesaan dapat meningkatkan pengetahuan, ketrampilan teknis, dan kapabilitas manajerialnya, sehingga dapat akses terhadap pasar tenaga kerja.

12. Produktivitas TK di desa Patanas baik di Jawa maupun di Luar Jawa masih rendah. Untuk menjaga produktivitas tenaga kerja pertanian tidak mengalami penurunan, maka diperlukan kebijakan pengembangan kapasitas produksi pertanian, mekanisasi pertanian, dan kebijakan subsidi input dan harga output secara tepat. Perlu dikembangkan kegiatan-kegiatan usaha ekonomi produktif, baik produksi primer, industri dan jasa berbasis bahan baku setempat.

13. Migrasi tenaga kerja secara sektoral terjadi dari sektor pertanian ke sektor (pertanian, industri, dan jasa), secara spasial terjadi migrasi dari desa ke (desa dan kota), secara temporal secara berturut-turut terjadi migrasi secara komutasi, sirkulasi dan permanen.

14. Faktor pendorong migrasi tenaga kerja di perdesaan Patanas secara berturut-turut adalah: (a) upah tenaga kerja yang rendah dan tidak kontinyu, (b) pemilikan lahan yang kecil, (c) kesempatan kerja/usaha di desa terbatas, (d) musim sepi kegiatan pertanian didalam desa, dan (e) bekerja dipertanian oleh tenaga kerja muda dianggap kotor dan kurang bergengsi.

(3)

3 15. Tingkat penerapan teknologi budidaya dan pencapaian produktivitas usahatani padi sudah tergolong tinggi, rataan produktivitas padi di perdesaan Patanas Jawa lebih tinggi dibandingkan di Luar Jawa. Teknologi mekanisasi pertanian sudah berkembang baik di Jawa maupun Luar Jawa, khusus untuk teknologi

traktor, powerthresher, dan combine harvester, sedangkan teknologi

transplanter belum berkembang dengan baik.

16. Dari analisis kelayakan finansial usahatani padi di desa Patanas menguntungkan dengan tingkat keuntungan yang moderat hingga tinggi. Dari analisis R/C ratio usahatani padi memberikan nilai R/C yang tergolong moderat hingga tinggi, hal ini menunjukkan bahwa efektivitas pengembalian modal pada usahatani padi tergolong baik.

17. Struktur pendapatan rumahtangga masih didominasi sektor pertanian, pangsa pendapatan dari sektor pertanian di perdesaan Patanas Luar Jawa lebih tinggi jika dibandingkan di perdesaan Patanas Jawa. Struktur pendapatan pertanian pada agroekosistem sawah berbasis padi sangat didominasi dari usahatani padi, namun kontribusinya pada tahun 2016 menurun dibandingkan 2010. 18. Terdapat ketimpangan pendapatan antar golongan masyarakat di perdesaan

baik di desa Patanas Jawa maupun Luar Jawa, ketimpangan terjadi baik pendapatan dari sektor pertanian maupun non pertanian.

19. Tingkat konsumsi energi masih di bawah standar angka kecukupan gizi, demikian juga untuk konsumsi protein rumah tangga di 4 desa Patanas masih di bawah standar kecukupan protein (Desa Sungegeneng, Lamongan; Desa Kwala Gunung, Batubara; Desa Lidah Tanah, Serdang Bedagai; dan Desa Salujambu, Luwu). Hingga kini belum terjadi penurunan pangsa pengeluaran untuk pangan terhadap total pengeluaran pangan secara keseluruhan.

20. Analisis dekomposisi nilai tukar terhadap biaya produksi pertanian dan konsumsi pangan, nonpangan dan total konsumsi menunjukkan bahwa kemampuan penerimaan petani dalam memenuhi kebutuhan biaya produksi dan pengeluaran konsumsi semakin baik. Dengan memperhatikan semua atribut (biaya produksi dan pengeluaran untuk konsumsi), maka besaran penerimaan (pertanian dan nonpertanian) mampu memenuhi kebutuhan biaya produksi dan pengeluaran konsumsi. Iini merefleksikan bahwa petani memiliki daya-beli dan tingkat kesejahteraan yang memadai.

21. Hasil analisis NTR yang menggambarkan profitabilitas usahatani padi menunjukkan bahwa secara umum usahatani padi di desa contoh menguntungkan yang diindikasikan dengan NTR>1, dengan laju perkembangan semakin baik. Nilai tukar subsiten (NTS) pada umumnya menunjukkan perkembangan semakin baik, namun penerimaan pertanian belum mampu untuk menutupi biaya produksi pertanian dan pengeluaran konsumsi, walaupun laju perkembangannya cenderung meningkat.

22. Dinamika tingkat kemiskinan rumah tangga di perdesaan agrosistem sawah berbasis komoditas padi 2007-2016 berfluktuasi, namun arahnya cenderung menurun, baik untuk rumah tangga petani maupun rumah tangga perdesaan. Diperoleh informasi bahwa golongan miskin umumnya adalah petani yang berlahan sempit dan burih tani di perdesaan.

23. Implementasi penyaluran Raskin sebagian besar tidak tepat sasaran, sehingga manfaat Raskin bagi penduduk miskin kurang mengena dan cenderung dibagi sama rata diantara warga masyarakat yang dipandang miskin oleh pamong

(4)

4 desa. Selain itu juga sering dikaitkan dengan keaktifan warga dalam partisipasinya dalam kerjabakti atau gotong royong didesanya.

24. Kelembagaan pertanian di perdesaan berjalan secara dinamis dan bersifat spesifik lokasi. Sistem sewa, bagi hasil dan gadai cenderung menurun baik di desa Patanas Jawa maupun di Luar Jawa. Sistem bagi hasil dijumpai baik di perdesaan Patanas Jawa maupun Luar Jawa. Sistem sewa banyak ditemukan di perdesaan Patanas Jawa, sedangkan sistem gadai lebih banyak ditemukan di perdesaan Patanas Luar Jawa.

25. Kelembagaan hubungan kerja bergeser dari dominasi pola hubungan kerja secara langganan ke pola hubungan kerja buruh lepas. Sementara untuk sistem pengupahan mengalami pergeseran dari sistem upah harian ke sistem upah borongan.

26. Keterbatasan modal merupakan salah satu masalah pokok yang dihadapi oleh petani dalam penerapan teknologi maju dan akses input produksi, petani cenderung menggunakan modal sendiri, meminjam kepada lembaga keuangan nonformal (pedagang sarana produksi, industri penggilingan padi, pedagang hasil, dan sesama petani), sedangkan sumber kredit dari lembaga keuangan formal masih terbatas.

27. Petugas Penyuluh Pertanian Lapang (PPL) memiliki peranan penting untuk mempercepat proses alih teknologi maju kepada petani, namun peranan tersebut belum berlangsung secara optimal akibat kurangnya jumlah dan kualitas PPL, serta kurang intensifnya interaksi antara PPL dan petani, sehingga petani lebih mengandalkan sumber informasi teknologi dari petani maju yang berpengalaman sebagai sumber informasi.

28. Pola pemasaran hasil gabah bersifat spesifik lokasi, secara umum gabah dijual kepada pedagang pengumpul desa/antar desa, RMU secara ditimbang per unit, namun dibeberapa lokasi ditemukan sistem tebasan (Jawa Tengah dan Jawa Timur). Sistem pembayaran sebagian besar dilakukan secara tunai, sistem tebasan dengan bayar panjar terlebih dahulu.

Implikasi Kebijakan

29. Terkait sumber matapencaharian rumah tangga, maka perlu peningkatan kapasitas produksi pertanian, pencetakan lahan sawah, peningkatan intensifikasi padi, jagung dan kedelai; serta pengembangan usaha non pertanian terutama industri pengolahan hasil pertanian dan kegiatan buruh non pertanian, terutama sektor industri dan jasa.

30. Perluasan lahan pertanian ke depan adalah melalui pemanfaatan lahan sub optimal dan lahan bera pada MK-II. Untuk mengendalikan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian adalah dengan mendorong implementasi UU no 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di tingkat daerah.

31. Pentingnya melakukan konsolidasi lahan dengan menata kembali agar lahan dapat digunakan secara lebih efektif dan efisien, menghindari fragmentasi lahan dari sistem pewarisan, melakukan usahatani dalam satu hamparan. Program redistribusi lahan melalui Land reform perlu terus dilakukan dengan memperhatikan aspek kearifan lokal.

32. Pentingnya dilakukan pelatihan atau peningkatan kapasitas tenaga kerja di perdesaan Patanas agar angkatan kerja di perdesaan dapat meningkatkan

(5)

5 pengetahuan, ketrampilan, dan kapabilitas manajerial sehingga siap memasuki pasar tenaga kerja.

33. Terkait migrasi tenaga kerja adalah membekali tenaga kerja perdesaan baik dari pendidikan formal minimal SLTA, D3 hingga sarjana, peningkatan keterampilan teknis dan kapabilitas manajerialnya, sehingga mendapatkan pekerjaan yang layak ditujuan migrasi.

34. Untuk meningkatkan produktivitas, produksi, dan pendapatan petani maka berbagai upaya penerapan teknologi maju perlu terus dilakukan. Introduksi benih varietas unggul, pemupukan secara lengkap dan berimbang, revitalisasi GP-PTT, mekanisasi pertanian melalui introduksi transplanter), hand tractor, pompa air, serta dengan power thresher dan combine harvester.

35. Untuk meningkatkan pendapatan dari kegiatan pertanian diperlukan dukungan teknologi untuk peningkatan produktivitas, serta kebijakan subsidi input dan harga output yang memberikan keuntungan bagi petani. Untuk meningkatkan pendapatan dari non-pertanian, diperlukan upaya memperluas luas kesempatan kerja dan kesempatan berusaha di kegiatan nonpertanian melalui pengembangan agroindustri berbasis bahan baku hasil pertanian setempat. 36. Adanya kecenderungan ketimpangan pendapatan antar golongan masyarakat

di perdesaan dapat di atasi dengan pemberdayaan ekonomi produktif untuk kelompok masyaratat miskin, mengembangankan kelembagaan hubungan kerja yang adil, dan membangun kemitraan usaha agribisnis yang saling membutuhkan, memperkuat, dan saling menguntungkan.

37. Untuk meningkatkan kualitas konsumsi dengan meningkatkan nilai skor PPH dapat dilakukan dengan menurunkan tingkat konsumsi beras, meningkatkan konsumsi umbi-umbian lokal, pangan hewani serta sayur dan buah.

38. Kebijakan dan program pemerintah yang perlu dilakukan untuk meningkatkan nilai tukar pendapatan petani adalah melalui bantuan subsidi input, penyediaan infrastruktur, kebijakan stabilisasi harga output, serta kebijakan untuk pengendalian pengeluaran konsumsi rumah tangga (seperti pemberian raskin/pangkin, subsidi pendidikan, subsidi kesehatan, dan lainnya) dinilai sangat relevan dalam perbaikan kesejahteraan petani.

39. Kebijakan dan program untuk mengurangi kemiskinan dapat dilakukan dengan peningkatan kapasitas SDM kelompok miskin, penguasaan teknologi tepat guna, permodalan, penguatan kelembagaan ditingkat lokal yang menyentuh kelompok miskin, dan pemberian program bantuan kelompok miskin yang tepat sasaran.

40. Untuk mengatasi masalah permodalan maka perlu dikembangkan lembaga permodalan yang mudah diakses petani dan dengan suku bunga relatif rendah. Penguatan Lembaga Keuangan Mikro-Agribisnis (LKM-A) perlu dilakukan baik pada aspek manajemen, pemupukan modal, serta adminstrasi dan manajemen keuangan.

41. Kurangnya jumlah dan kualitas PPL dapat di atasi dengan pemberdayaan petani berpengalaman yang diposisikan sebagai ”Penyuluh Swadaya” dengan dukungan biaya operasional (BOP) pemerintah dan atau dana alokasi desa. 42. Pentingya dikembangkan pola pemasaran hasil pertanian alternatif, pola yang

dapat dikembangkan adalah pola Lumbung Desa/Pangan, Sistem Resi Gudang, Badan Usaha Milik Desa (BUMD), penjualan hasil melalui Toko Tani Indonesia (TTI) dan penjualan hasil melalui Rumah Pangan Kita (RPK).

Referensi

Dokumen terkait

pendidikan dapat memfasilitasi peserta didik untuk belajar melalui kegiatan beraneka segi yang mengikutsertakan kegiatan observasi; membuat pertanyaan; memeriksa buku

Memiliki kemampuan pengalaman paling sedikit 1 (Satu) kali dalam kurun waktu selama 4 (empat) tahun terakhir melakukan pekerjaan Pengadaan dan Penggantian Motor Igniter

Berdasarkan pada hasil penelitian yang telah dijelaskan di bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan bahwa efektivitas sekolah memiliki pengaruh yang signifikan

Melalui uji f, bauran pemasaran memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian konsumen dalam memilih Bandung Makuta Cake dengan F hitung

Aliran sungai dari hulu ketika pasang angkutan sedimen diendapkan di alur sungai ataupun muara sungai sedangkan aliran sungai ketika surut angkutan sedimen dibawa kembali

Wachid, S.TP., MSc selaku KA Prodi Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan sekaligus Dosen Pembimbing II yang selalu memberikan dukungan, pengarahan, motivasi yang

Oleh karena itu, dapat ditarik simpulan bahwa ketidakefektifan kalimat dalam berita utama surat kabar Padang Ekspres edisi Januari tahun 2017 dilihat dari (1) ketepatan penalaran,

1) Tantangan fiscal saat ini bisa kita bedakan antara tantangan fiscal jangka pendek dan tantangan fiscal jangka menengah panjang. Saya melihat persoalan covid