• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. Drainase kateter perkutan (percutaneous catheter drainage) jika ditemukan abses pada CT dan dapat/mudah diperoleh (accessible).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2. Drainase kateter perkutan (percutaneous catheter drainage) jika ditemukan abses pada CT dan dapat/mudah diperoleh (accessible)."

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Tips Praktis Mengenali Diverticulitis

Oleh : Dito Anurogo, S. Ked.

26-Mar-2008, 21:49:41 WIB

- [www.kabarindonesia.com]

Definisi:

Peradangan (inflammation) diverticulum di saluran pencernaan (digestive tract), khususnya usus

besar (colon)

Manifestasi Klinis:

1. Nyeri perut setempat (localized abdominal pain)

2. Konstipasi (sembelit) atau frekuensi buang air besar (defekasi) meningkat.

3. Demam (fever)

4. Perut terasa tegang (abdominal distension)

5. Teraba massa atau benjolan di kuadran bawah atau pelvis.

Pemeriksaan Pencitraan:

Computed Tomography (CT) dengan kontras oral dan intravena (IV) menunjukkan effacement

lemak perikolon, bisul bernanah (abscess), menebalnya dinding usus (bowel wall thickening).

Penatalaksanaan:

1. Untuk kasus yang ringan sampai sedang dapat dirawat jalan (seperti outpatient) dengan

antibiotik oral. Nil per oram (NPO) atau "puasa sementara", hidrasi intravena, dan antibiotik

spektrum luas untuk kasus-kasus yang lebih serius.

2. Drainase kateter perkutan (percutaneous catheter drainage) jika ditemukan abses pada CT dan

dapat/mudah diperoleh (accessible).

3. Bedah gawat darurat (emergency surgery) diperlukan untuk perforasi bebas (free perforation)

dan peritonitis. Bedah yang mendesak (urgent surgery) dibutuhkan jika ada kegagalan terapi

medis. Bedah pilihan (elective surgery) disiapkan untuk penyakit yang kambuh lagi (recurrent

disease) dan fistula.

(2)

Diagnosis Banding:

1. Keganasan organ dalam atau kolon (colonic or visceral malignancy)

2. Apendisitis

3. Kolik ginjal (renal colic)

4. Penyebab lain sukar buang air besar (bowel obstruction): striktur, incarcerated hernia, internal

hernia.

5. Crohn disease

6. Kolitis ulseratif, kolitis iskemik, antibiotic-associated colitis.

Tahukah Anda?

1. Istilah effacement di atas dapat juga berarti pemendekan serviks uterus (leher rahim) dan

penipisan dindingnya seperti saat meregang (dilatasi) selama bekerja keras.

2. Diverticulitis merupakan hasil dari perforasi atau infeksi colonic diverticulum, paling sering di

sigmoid colon. Menjadi bermakna secara klinis saat infeksi menyebar melalui dinding colon

menuju jaringan pericolic. Ini dapat memicu timbulnya abses intra-abdominal dan peritonitis.

3. Diverticulitis dipersulit dengan adanya fistula colon (colovesical, coloenteric).

Referensi:

1. Baevsky R: Acute Diverticulitis. N Engl J Med 1998; 339:1082.

2. Doherty GM: Current Essentials of Surgery. International Edition. McGraw-Hill. 2005. p.332.

3. Roberts P et al: Practice Parameters for Sigmoid Diverticulitis. The Standards Task Force,

American Society of Colon and Rectal Surgeons. Dis Colon Rectum 1995;38:125.

Sumber Gambar:

http://www.beliefnet.com/healthandhealing/getcontent.aspx?cid=11898

Tentang Penulis:

Dito Anurogo is a member of International Federation of Medical Students' Associations

(IFMSA) and Center for Indonesian Medical Students' Activities (CIMSA).

Blog: http://www.pewarta-kabarindonesia.blogspot.com/

Alamat ratron (surat elektronik): redaksi@kabarindonesia.com Berita besar hari ini...!!!

Kunjungi segera: www.kabarindonesia.com

(3)

Meckel’s Diverticulum (diverticulum ilei).

Posisinya rata-rata 1 meter dari akhir ileum. Merupakan bagian proximal dari ductus

vitelline, ductus yang menghubungkan yolk-sac dan primitive digestive tubepada awal

masa

fetal.

WHAT ARE THE SYMPTOMS OF DIVERTICULITIS?

You are busy doing some work or just relaxing, suddenly you feel pain in

the lower abdominal area. You touch it and it hurts. What do you think is

the cause? It may be due to a

diverticulitis

attack because these two are

the main symptoms of diverticulitis. Before discussing the other

symptoms it will be better if you understand how this condition

develops.

The

diverticulitis disease

was a very rare case before the 1900's. It was

noticed in the U.S of A at a time when processed foods were introduced.

So the doctors have a belief and it may be true that low fiber diet is the

main cause of diverticulitis.

How does diverticulitis develop?

In today's world people are eating foods which were unknown before like

the processed foods, refined foods, the junk food, chocolates ( in huge

quantities) and several other foods. Your digestive system does not have

the ability to digest it correctly. When the digestion is not proper you

will have trouble passing it out of your body. You have to apply pressure

on the colon many times. Due to this your colon becomes weak and some

of the weakest points bulge out to form pouches. These are called

diverticula.

When a small particle enters these pouches it will get infected and

inflammed. This condition is known as diverticulitis. In most of the cases

it is mild in nature but sometimes it can become severe. Actually only

10% to 25% of people with

diverticula suffer from diverticulitis. You should be careful and try to

avoid this condition in your body.

What are the symptoms of diverticulitis?

As stated earlier the major symptom of diverticulitis is abdominal pain.

The infected area will become tender and hurts when touched. Usually

the left side of lower abdomen is affected. You can expect this to happen

suddenly and unexpectedly. So you should be observing your body for

these symptoms. The other related symptoms can be

(4)

Constipation ( i.e., irregular and difficult evacuation of bowels )

Nausea and vomiting

Cramps ( i.e., painful muscular contraction )

Diarrhea ( i.e., frequent and watery bowel movements )

The condition preceding diverticulitis, which is the formation of small pouches does not have visible

symptoms. So the chances of avoiding diverticulitis may be small and most people will not give

attention to the pain. In one case I read that a person had acute pains in the abdominal area but he took

it lightly. His condition became so severe that he had to undergo surgery. So you are advised to take

care of your health and observe your body for sudden changes.

Remember these symptoms of diverticulitis and whenever you feel that something strange is

happening in the abdominal area get a medical checkup done.

(5)

©2003 Digitized by USU digital library 1

PERAN C REACTIVE PROTEIN DALAM MENENTUKAN DIAGNOSA APPENDISITIS AKUT

EMIR JEHAN

Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Appendisitis akut merupakan kasus terbanyak dari akut abdomen, 1% dari semua kasus bedah, sangat jarang pada infant, insidens bertambah sesuai dengan umur, dengan puncak pada umur 10 – 30 tahun, ratio laki-laki dibandingkan dengan

perempuan pada usia remaja 3:2 dan menjadi 1 :1 sesudah usia 25 tahun1.2 Diagnosa

appendisitis akut masih sulit dan merupakan salah satu problem pada bidang bedah, angka negative appendectomy berkisar 20 – 35% 3. Selama ini appendisitis akut

berdasarkan anamnese, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium yaitu hitung leukosit > 10.000/mm3. dan hitung jenis leukosit dengan pergeseran kekiri yaitu

peningkatan persentase neutrophil. 1-6,17. Namun sepertiga kasus (terutama orang tua)

leukosit dan hitung jenis leukosit dalam batas normal ataupun peninggian leukosit dan persentase neuthrophil tidak dibanding lurus dengan keparahan appendisitis 1.3

Groonroors dan Groonroos menyatakan akurasi diagnosa appendisitis akut berdasarkan anamnese, nyeri McBurney dan leukositosis kurang dari 80%. 7 Untuk itu perlu adanya

pemeriksaan laboratorium tambahan untuk menegakkan diagnosa appendisitis akut untuk menghindari appendektomy yang tidak perlu.

C-ractive rotein (CRP) menurut Lorentz R merupakan indikator yang sensitif terhadap infeksi bakteri, peradangan dan kerusakan jaringan 8. Chen dan Wang melaporkan

dalam penelitiannya sensitivitas, spesifitas dan akurasi CRP untuk diagnosa appendisitis akut adalah 89,5%, 100% dan 90,9%.12. Peneliti lain Gurleyik mendapatkan

sensitivitas, spesivitas dan akurasi CRP untuk mendiagnosa akut adalah 93,5%, 80% dan 91% 13 Nilai CRP pada keadaan normal <0,8 mg/dl dan meninggi > 1 mg/dl pada

keadaan patologis.11

1.2. Perumusan Masalah

Belum adanya indikator yang definitif untuk menegakkan diagnosa appendisitis akut.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui apakah CRP ( C-Reactive Protein) meninggi pada kasus appendisitis akut dan peninggian kadar protein darah berbanding lurus dengan tingkat keparahan appendisitis. 12,13,14,15

1.4. Kontribusi Penelitian

Diharapkan C-Reactive Protein bisa digunakan sebagai indikator untuk menegakkan diagnosa appendisitis akut.

©2003 Digitized by USU digital library

2

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. De finisi

C-Reactive Protein merupakan protein fase, meningkat kadarnya 24 jam pasca infeksi, peradangan atau kerusakan jaringan, mampu mengikat unsur pokok dari

mikroorganisme dan juga struktur sel manusia, atau disebut juga CRP karena mempunyai kemampuan untuk berkaitan dengan C-Pneumococcal Polysacharida 8.9.

2.2 Patogenese

Anatomi. Appendiks adalah suatu organ limfoid seperti tonsil, payer patch (analog

dengan Bursa Fabricus) membentuk produk immunoglobulin. Basis appendiks terletak pada bagian postero medial caecum, di bawah katup ileocaecal. Appendiks yang mobil, ujungnya bisa berlokasi pada pelvic retrocaecal, retroileal, kuadran kiri bawah, kuadran

(6)

kanan bawah atau paracolic. Ketiga taenia caecum bertemu pada basis appendiks.7

Patogenese penyebab Appendisitis adalah sumbatan lumen appendiks disertai dengan infeksi, lumen appendiks tersumbat oleh hyperplasia folikel lymphoid submucosa, fecalith, strictur, tumor atau keadaan pathologis lain.1

Gejala klinis suatu appendisitis akut meliputi ; nyeri, anoreksia, muntah, demam,obstipasi, diare ( retrocaecal appendisitis), hiperastesia cutis. Tanda klinis meliputi nyeri tekan pada daerah Mc Burney, nyeri lepas, tanda Rovsing, tanda Psoas, tanda Obturator dengan laboratorium leukosit > 10.000 (10% dengan leukosit normal), kadang-kadang hematuri (khususnya retrocaecal appendiks).

Pemeriksaan foto polos abdomen bisa menunjukan faecalith, air fluid level daerah kanan bawah dan garis psoas yang bergeser. 7 Untuk menegakkan diagnosa appendisitis akut,

harus disingkirkan differensial diagnosanya antara lain; Mesenteric Adenitis, Pelvic

Inflamatory Disease akut, Gastroenteritis akut, Diverticulitis Meckel, Infeksi saluran kemih, Intususepsi, Enteritis Regional, Peritonitis Primer, Henoch-Scholein Purpura, Torsio testis.7

Pengobatan, Appendektomi emergensi dengan incisi Mc Burney atau Transvers,

pemasangan tube drain kalau disertai dengan abces lokal. Jika basis appendiks sangat meradang atau nekrotik, perlu dipertimbangkan tube cecostomy. Jika sebelum operasi ditegakkan suatu abces, diterapi dengan antibiotik dan pemasangan NGT, appendektomi elektif dikerjakan kemudian.

Komplikasi, meliputi perforasi, peritonitis, abces, dan pyeletrombophlebitis. Mortalitas 0,1% untuk yang tidak perforasi dan menjadi 3% pada yang perforasi. Adanya suatu keadaan infeksi dan akut dapat menimbulkan protein fase akut, yaitu berbagai protein yang kadarnya dalam darah meningkat pada fase akut; salah satu contohnya adalah C-Reactive Protein (CRP).8,9,10,11

CRP disintesa didalam hati. Peningkatan sintesa CRP dalam sel-sel parenkim hati diinduksi oleh interleukin 1, yang berasal dari rangsangan makrofag.8 CRP meningkat 100 kali atau

lebih, berperan pada immunitas non spesifik, yang dengan bantuan Ca++ dapat meningkat

berbagai molekul, antara lain fosforilkolin yang ditemukan pada permukaan bakteri/jamur ; kemudian menggerakkan sistem komplemen dan membantu merusak mikroorganisme patogen dengan cara opsonisasi dan dengan meningkatkan fagositosis.8,9

Dan sebagai tambahan dapat menimbulkan reaksi terhadap platelet serta membantu proses pelepasan lemak dalam proses jaringan yang sudah mati. CRP dapat menjadi aktif sebelum proses perubahan spesifik terjadi dalam proses yang patologis. Batas CRP dalam serum meningkat dalam 6-9 jam pasca infeksi atau kerusakan jaringan dan meningkat setelah 1-3 hari. Perluasan dan lamanya CRP meningkat berkembang sesuai beratnya reaksi

©2003 Digitized by USU digital library

3

peradangan akut. Peningkatan pada setinggi beberapa ratus milligram per liter merupakan kesatuan dengan infeksi bakteri misalnya meningitis, sepsis, atau pyelonefritis.

Perbaikan dari reaksi inflamasi umumnya memerlukan waktu sekitar 2 minggu kembali normal. Waktu paruh dari CRP diantara 5 – 9 jam. 8

CRP adalah merupakan indikator yang paling sensitif terhadap reaksi non spesifik dari infeksi bakteri, peradangan dan kerusakan jaringan dari pada protein fase akut yang lain.8,10,11

Salah satu keuntungan yang paling penting dari CRP adalah pertanda adanya reaksi

inflamasi yang lebih cepat dari pada Erythrocyte Sedimentation Rate (ESR). Tambahan lagi, percepatan dari ESR dan Leucocytosis dapat terlihat dengan baik dalam proses non

inflamasi. Sehubungan dengan ini CRP merupakan cara yang lebih cepat untuk mendeteksi keadaan dari suatu peradangan dari pada ESR, yang mana untuk kembali normal

memerlukan waktu kira-kira 4-8 minggu.8

2.3. Nilai Patologis :

Nilai Patologis dalam serum > 10 mg/l (> 1mg/dl), nilai normal CRP < 0,8 mg/dl. Chen dan Wang melaporkan dalam penelitiannya, peningkatan kadar CRP lebih dari 1 mg/dl menunjukkan sensitivitas 89,5%, spesifitas 100% dan akurasi 90,9% untuk diagnosa appendisitis akut12

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Rancangan Penelitian

(7)

CRP pada serum darah semua penderita yang secara klinis didiagnosa appendisitis akut.

2.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik dan RSUD Dr. Pirngadi Medan dari November 2000- Juli 2001.

2.3. Populasi Penelitian

Sebanyak 60 orang penderita diatas 15 tahun yang secara klinis didiagnosa appendisitis akut dan peritonitis diffusa oleh karena appendisitis perforasi yang menjalani operasi appendectomy emergensi. Penderita appendisitis akut dan peronitis diffusa oleh karena appendisitis perforasi berusia dibawah 15 tahun dan yang tidak bersedia massa

jaringan appendiksnya diperiksa pasca operasi tidak dimasukkan dalam sampel penelitian.

2.4. Bahan

Serum penderita appendisitis akut dan peritonitis diffusa oleh karena appendisitis perforasi, CRP reagent kit ( Feasterville, USA, CAT No. CCRP-50) dan massa jaringan appendiks pasca appendectomy.

2.5. Pelaksanaan Penelitian

Sebanyak 60 orang penderita yang didiagnosa appendisitis akut dan peritonitis diffusa oleh karena appendisitis perforasi yang diambil darahnya untuk mengukur kadar CRP. Kadar CRP dalam serum darah diperiksa dengan metode semi kwantitatif latex

agglutinasi sebelum dilakukan operasi. Massa appendiks sesudah operasi diperiksa status histopatologinya pada bagian Patologi Anatomi.

2.6. Pengolahan Data

Data yang diperoleh dianalisa dengan Chi Square Test untuk menentukan nilai sensitifitas, spesifitas dan nilai prediksi positif, dan analisa one way varian untuk

©2003 Digitized by USU digital library

4

menentukan hubungan kadar serum C -Reactive Protein dengan tingkat keparahan appendisitis akut.

©2003 Digitized by USU digital library

5

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PERBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian

A. Data Demografi

Dari 60 penderita appendisitis akut yang menjadi objek penelitian, diperoleh data sebagai berikut (lihat tabel 1)

Tabel 1 : Data distribusi usia penderita menurut jenis kelamin Jenis kelamin Usia (tahun) Laki-laki % Perempuan % 15 - 30 18 63 23 75 31 – 40 8 26 6 19 41 – 50 3 11 1 3 51 – 60 0 0 1 3 Jumlah 29 100 31 100 Mean 26,78 thn (SD;9,08) 25,6 thn ( SD;10,19) T = 0,6007 ; DF = 58 ; P = 0,2752

Dari 60 penderita yang mengikuti penelitian, didapati laki : perempuan = 1:1 dengan usia puncak pada kelompok umur 15 – 30 tahun1, usia termuda 15 tahun dan usia

tertua 59 tahun, usia rata-rata pria 26,8 tahun dan wanita 25,3 tahun.

B. Data Laboratorium

Dari 60 penderita yang diteliti, sebanyak 33 penderita dengan serum CRP meninggi dan 27 penderita dengan serum CRP normal ( lihat tabel 2).

Tabel 2 : Data distribusi hasil histopatologi menurut kadar CRP CRP Histopatologi (+) % Histopatologi (-) % CRP

(8)

meninggi

35 61

-CRP normal 22 39 3 100 Jumlah 57 100 3 100

Dari distribusi hasil pemeriksaan histopatologi berdasarkan nilai serum CRP, dengan tabel

2 x 2 dapat ditentukan : Nilai positif benar = 35 Nilai positif semu = -Nilai negatif benar = 3 Nilai negatif semu = 22

Dari sini selanjutnya dapat ditentukan berapa masing- masing nilai sensitivitas, spesifitas, nilai prediksi positif dan nilai prediksi negatif serta akurasi :

Sensitivitas : 35/57 x 100% = 61% Spesifitas : 3/3 x 100% = 100%

Nilai prediksi positif : 35/35 x 100% = 100% Nilai prediksi negatif : 3/25 x 100% = 12% Akurasi : 38/60 x 100% = 63%

9

©2003 Digitized by USU digital library

6

Tabel 3 : Kadar serum CRP menurut diagnosa pasca bedah CRP

No Diagnosa Pasca Bedah Normal % Meninggi % Jumlah

1 Radang Kronis 3 100 - - 3 2 App. akut 19 58 14 42 33

3 App. Akut + abses Lokal 3 16 15 84 18 4 Peritonitis Diffusa - - 6 100 6

Jumlah 25 35 60

Dari 33 penderita appendisitis akut, 19 orang (58%) dengan nilai CRP normal dan 14 orang (42%) dengan CRP meninggi, dari 18 orang penderita appendisitis akut serta abses lokal, 5 orang (84%) dengan nilai CRP meninggi, serta 6 orang peritonitis diffusa mempunyai nilai

CRP meninggi, terlihat peningkatan persentase nilai CRP yang tinggi sesuai dengan keparahan appendisitis.

Tabel 4. : Ra ta rata nilai CRP menurut diagnosa pasca bedah No. Diagnosa Pasca Bedah n CRP (X mg/dl)

1. Radang Kronis 3 0,8 2. Appendisitis Akut 33 5,9

3. App. Akut + Abses Lokal 18 14,0 4. Peritonitis diffusa 6 25,6

F ratio = 7,934 , P; 0,0001693

Dengan uji statistik analisa one way varian/anova tabel 4 terlihat perbedaan yang bermakna rata rata nilai CRP dari masing- masing kelompok penderita (radang kronis,appendisitis akut, appendisitis akut disertai abses lokal dan peritonitis diffusa), dimana penderita appendisitis yang berat mempunyai nilai CRP lebih tinggi.

Tabel 5 Rata rata usia penderita menurut diagnosa pasca bedah No. Diagnosa Pasca Bedah n Rata rata usia penderita (tahun)

1. Radang Kronis 3 23,33 2. Appendisitis Akut 33 24,82

3. App. Akut + Abses Lokal 18 27,72 4. Peritonitis diffusa 6 32,00

F ratio = 1,476 , P; 0,02310

Dengan analisa one way varian/anova tabel 5, terlihat radang appendisitis akut yang berat (app. Akut disertai abses lokal, peritonitis diffusa) terjadi pada usia yang lebih tua.

4.2. Pembahasan

(9)

peritonitis diffusa oleh karena appendisitis perforasi yang datang ke RS. HAM dan RS. PM dengan perbandingan pria : wanita – 1:1 dan usia rata rata pria 26,8 tahun, wanita 25,3 tahun 12

Dari 60 orang penderita appendisitis akut yang didiagnosa sebelum operasi ternyata hasil pemeriksaan histopatologi jaringan appendiksnya yang menyatakan apendisitis akut sebanyak 57 orang dan 3 orang lagi dinyatakan radang kronis.

©2003 Digitized by USU digital library

7

Sebagai perbandingan hasil penelitian sensitivitas CRP, spesifitas CRP dan akurasi CRP untuk mendiagnosa appendisitis akut yang dilakukan beberapa peneliti lain dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 6 : Sensitivitas CRP dari beberapa penelitian No. Hasil/Peneliti Penelitian

ini

Chen dkk12 Gurleyik dkk13

1 Sensitivitas (%) 61 89,5 93,5 2 Spesifitas (%) 100 100 80 3 Akurasi (%) 63 90,9 91

Dari tabel ini terlihat hasil sensitivitas penelitian ini yang rendah dibandingkan peneliti lain, hal ini disebabkan ; 1. perbedaan metode pengukuran kadar CRP yang mana menggunakan metode semikwantitatif sedangkan peneliti lain ( Chen) menggunakan metode kwantitatif yaitu mesin Beckman anlyzer, 2. proses pengambilan sampel darah, sentrifugasi dan pelaksanaan serta pembacaan hasil reaksi agglutinasi yang manual, 3. jumlah sampel populasi yang kurang banyak, 4. ahli Patologi Anatom yang memeriksa berbeda.

Dari 57 orang dengan histopatologi (+), sebanyak 33 orang dijumpai radang appendisitis akut saja pada saat operasi, 18 orang dengan radang appendisitis akut disertai tanda tanda abses lokal berupa perlengketan dan pus sekitar jaringan

appendisitis serta 6 orang dengan peritonitis difusa1. Dari tabel 3 diperoleh persentase peningkatan CRP pada penderita appendisitis akut 42% appendisitis akut serta abses lokal 84% dan peritonitis diffusa 100%, Chen mendapatkan 75% untuk appendisitis akut, 78,6% untuk appendisitis akut suppurativa dan 88,9% untuk appendisitis akut gangrenosa.12

Penelitian ini juga memperlihatkan rata rata nilai CRP yang meninggi pada kasus kasus appendisitis dengan komplikasi/perforasi sesuai dengan peneliti lain.

Tabel 7. Nilai CRP menurut tingkat keparahan appendisitis menurut beberapa peneliti.

Penelitian ini Groonroos7 Chen12 Gurleyik13 No. Tk keparahan CRP mg/dl Tk keprahan CRP mg/dl Tk keparahan CRP mg/dl Tk keparahan CRP mg/dl

1. Radang kronis 0,8 normal 3,2 - - normal 5 2. App. akut 5,9 App.

akut

3,1 App. akut 2,69 App. Tanpa

perforasi 33,8

(10)

3. App.akut+abses lokal 14 App. Suppuratif 4,28 Peritonitis diffusa 21,4 App.akut dengan penyulit 9,9 App. gangrens 11,78 App. Perforasi 128,5

Dari hal diatas terlihat peninggian CRP yang nyata pada kasus kasus appendiks yang perforasi/komplikasi dan peningkatan kada CRP sesuai dengan keparahan radang appendisitis.

©2003 Digitized by USU digital library

8

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

1. Perbandingan penderita laki-laki dengan perempuan adalah 1 : 1 dengan usia rata rata pria 26,8 tahun dan wanita 25,3 tahun.

2. 57 dari 60 orang yang secara klinis didiagnosa appendisitis akut/peritonitis diffusa karena perforasi appendisitis sebelum operasi, hasil pemeriksaan histopatologinya menyatakan appendisitis akut sedangkan 3 orang lagi dengan radang kronis.

3. CRP meninggi pada kasus Appendisitis dengan komplikasi/perforasi sesuai dengan penelitian ini.

4. CRP merupakan suatu alternatif sarana diagnostik untuk appendisitis akut disamping pemeriksaan rutin.

5. Hasil sensitivitas CRP 61%, spesifitas CRP 100% dan akurasi 63%. 6. Peninggian CRP dan konsentrasi dalam darah sesuai dengan keparahan appendisitis.

5.2. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dan lengkap mengenai CRP untuk bisa menetapkan CRP sebagai kriteria diagnostik baku pada penderita appendisitis akut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Telford GL, Condon RE : Appendix, ini Schakelfod’s Surgery of the alimentary tract,4th ed. Philadelphia : W.B. Saunders Company, 1996 : 140 – 8.

2. Schwartz SI : Appendix, in Principles of Surgery, 6th ed. New York : Mc Graw Hill Inc,

1994 : 1307-18.

3. Lawrence PF MD, Bell RM.MD, Dayton MT.MD : Small Intertine and Appendix in Essentials of General Surgery, 2nd ed. Baltomore : William & Wilkin, 1992 : 202-6.

4. Burkit GH, Quick CRP, Galf D : Appendisitis, in Essentials Surgery Diagnosis and Management. Singapore : Longman Singapore Publishers Ltd, 1992,285-97.

5. Jarrel SE, Carabasi III RA : Surgery,2nd ed. Baltimore : William & Wilkins 1991,

212-3.

6. Stillman RM.MD : Acute Appendisitis, in General Surgery Review and Assestment, 3rd

ed. Connevticut : Pretice Hall International Inc, 1988,75-84.

7. Groonroos JM, Groonroos P : Leucocyte Count and C- Reactive Protein, Diagnostic and the diagnosis at acute appendisitis. British journal of Surgery 1998;86,501-4. 8. Lorentz R. Dr. Med : Clinical Significance od C- Reactive Protein, Diagnostic and Monitoring, Boehringer Memheinm, GMBH, 1990,5-6.

(11)

Kedokteran Universitas Indonesia, 1996,8-9.

10. Roitt IM : Essential Immunology, 6th ed. London : Balckwell Scientific Publications,

1995,11-12.

11. Henry JB, MD : Clinical Diagnosis & Management By Laboratory Methods, 19th ed.

Philadelphia : WB Saunders Company, 1991,225-6.

12. Chen CS.MD, Wang SM.MD : Correspondence C-Reactive Protein in the Diagnosis of acute Appendicitis. American Journal Emergency Medicine, 1996 (14) 1.

13. Guerleyik E. Gurleyik G. Unalmisar S : Accuracy of Serum C-Reactive Protein measurents in diagnosisi of acute Appendisitis compared with surgeon’s clinical impression. Dis Colon Rectum, 1995,38 : 1270-4.

14. Anderson RE, Hugander AP, Ghazi SH, Rawn H, Oftenbarte SK, Mystrom PO, Olaison GP : Diagnostic value of dissease history, clinical presentasion, and inflammatory parameters of Appendisitis, World J S

1

u

7

rg, 1999 Feb, 23 92) : 133-40.

©2003 Digitized by USU digital library

9

15. Albu E, Miller BM, Choi Y, Lakhanpal S, Murthy RN, Gers PH : Diagnostic value of CReactive Protein in acute appendisitis. Dis Colon Rectum, 1994 Jan ; 37(1) : 49-51.

16. Himawan S : Pathology, Edisi12. Jakarta : Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1996,181-2.

17. Lubis R : Pengarug Jumlah Netrofil dalam menentukan tindakan appendectomy akut, Karya Tulis Akhir Program Pendidikan Dokter Spesialis Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, 1998.

(12)

Diverticulitis

Meskipun diverticulitis biasanya terletak di perut bagian kiri, tetapi kadang-kadang

dapat juga terjadi disebelah kanan. Jika terjadi peradangan dan ruptur pada diverticulum gejala

klinis akan sukar dibedakan dengan gejala-gejala appendicitis.

(3)

Referensi

Dokumen terkait

kan saya seneng dik bisa ngeusahain ngasih ASI Eksklusif soalnya kan saya mau ngasih yang.. terbaik buat anak

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis uji-t , untuk melihat pengaruh dari metode bercerita menggunakan wayang marionet terhadap perilaku

Materi yang disajikan sesuai dengan RPP yang ada. Guru menyampaikan materi dengan sangat komunikatif dan di sisipi dengan lelucon sehingga membuat siswa tidak terlalu kaku

Sistem pendukung keputusan merupakan sistem yang dapat digunakan sebagai alat bantu untuk menentukan kualitas stasiun televisi dalam menampilkan siarannya..

guru, dosen telah mengkondisikan mahasiswa dalam perkuliahan Strategi Belajar- Mengajar dan perkuliahan Perencanaan Pengajaran di Universitas Pendidikan Indonesia,

a) Inflasi dapat mendorong terjadinya redistribusi pendapatan diantara anggota masyarakat. Hal ini akan mempengaruhi kesejahteraan ekonomi dari anggota.. masyarakat, sebab

Keselarasan dan keharmonisan hubungan antar manusia didalam organisasi akan menciptakan kondisi yang positif. Hubungan timbal balik yang harmonis antar manusia

Jurusan Teknik Industri Universitas