• Tidak ada hasil yang ditemukan

PREDIKSI SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER IV TAHUN 2016/2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PREDIKSI SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER IV TAHUN 2016/2017"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

PREDIKSI SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER IV

TAHUN 2016/2017

MATA KULIAH HUKUM KETENAGAKERJAAN

Disusun oleh

MUHAMMAD NUR JAMALUDDIN

NPM. 151000126

KELAS D

UNIVERSITY

D070AF70

16jamal

muh.jamal08

081223956738

(2)

Silakan follow ya

   muh.jamal85@yahoo.com muhnurjamaluddin.blogspot.co.id mnurjamaluddin.blogspot.co.id creativityjamal.blogspot.co.id muh.jamal1608@gmail.com SAAT INI

Jalan PH. Hasan Mustapa Nomor 28, Gang Senang Raharja, RT 02, RW 15, Kelurahan Cikutra, Kecamatan Cibeunying Kidul,

Kode POS 40124, Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat, Indonesia ASAL

Kampung Pasir Galuma, RT 02, RW 06, Desa Neglasari, Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut,

Provinsi Jawa Barat, Indonesia

(3)

Renungan

Ya Tuhan, saya lupa

Saya benar-benat lupa, padahal sudah belajar dan menghafalnya Ingat:

Ingatlah Aku, maka akan Ku ingatkan pula semua yang kamu lupa? Ya Tuhan, karena saya lupa

Izinkan saya untuk melihat pekerjaan temanku

Izinkan pula saya untuk menyontek melalui Hand Phone Atau melalui buku yang sudah saya bawa ini

Atau melalui catatan kecil yang sudah saya siapkan ini Ingat:

Bukankah Aku lebih mengetahui apa yang kamu tidak ketahui? Bukankah Aku lebih dapat melihat apa yang kamu sembunyikan itu? Ya Tuhan, karena saya ingin mendapat nilai terbaik

Supaya dapat membanggakan diriku, kelurgaku dan juga yang lainnya

Izinkan saya mengahalalkan semua cara ini Ingat:

Bukankah yang memberikan nilai terbaik itu Aku? Dosen hanyalah sebagai perantara saja dariku? Jikalau kamu ingin mendapatkan kebahagian di dunia

Dan juga kebahagiaan di akhirat

Jangan pernah menghalalkan semua yang telah Aku haramkan Ingat:

(4)

UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG FAKULTAS HUKUM

Jalan Lengkong Besar Nomor 68 Bandung 40261 UJIAN AKHIR SEMESTER TAHUN AKADEMIK 2016/2017

MATA KULIAH : HUKUM KETENAGAKERJAAN HARI, TANGGAL : SENIN, 3 APRIL 2017

KELAS/SEMESTER : A-B-C-D-E-F-G / IV

WAKTU : 60 MENIT

DOSEN : TIM DOSEN

SIFAT UJIAN : CLOSE BOOK

SOAL

1. Jelaskan tentang sifat dan hakikat dari Hukum Perburuhan/Ketenagakerjaan, disertai dengan contoh!

Jawaban:

Sifat hukum perburuhan meliputi dua hal, yaitu:

a. Bersifat hukum publik yaitu hukum yang mengatur antara negara dengan alat-alat perlengkapan atau hubungan antara negara dengan warga negaranya. Hal ini ditandai dengan adanya campur tangan negara dalam mengupayakan kesejahteraan buruh/pekerja. Dengan demikian menimbulkan Hukum Perburuhan/Ketenagakerjaan menjadi heteronom yaitu hukum perburuhan heteronom yang dibuat langsung oleh pemerintah yang berbentuk peraturan perundangan perburuhan yang berbentuk undang. Adapun

undang-undang yang dimaksud adalah Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketengakerjaan merupakan bentuk konkret dari campur tangan pemerintah dalam perburuhan. Kemudian hukum perburuhan bersifat publik karena terdapatnya ketentuan-ketentuan yang memaksa (dwingen) yang jika tidak dipenuhi maka pemerintah memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan berupa sanksi (Pidana atau Adminitrasi). Adanya penerapan sanksi terhadap pelanggaran atau tindak pidana bidang ketenagakerjaan menimbulkan syarat dan masalah perizinan, misalnya Perizinan yang menyangkut Tenaga Kerja Asing dan Perizinan menyangkut Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia.

(5)

b. Bersifat hukum privat adalah hukum yang mengatur hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain, dengan menitikberatkan pada kepentingan perorangan

.

Hal ini ditandai dengan adanya perjannjian antara buruh dan pengusaha. Dengan demikian menimbulkan Hukum Perburuhan/Ketenagakerjaan hukum perburuhan otonom yang dibuat oleh buruh dan majikan yang biasanya berbentuk perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama dan peraturan perusahaan. Adapun perjanjian kerja yang dimaksud terdapat dalam Pasal 1 angka 14 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketengakerjaan merupakan bentuk konkret dari hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain. Kemudian hukum perburuhan bersifat privat karena terdapatnya ketentuan-ketentuan yang mengatur (regeld) ditandai dengan adanya aturan yang tidak sepenuhnya memaksa, dengan kata lain boleh dilakukan penyimpangan atas ketentuan tersebut dalam perjanjian. Sifat hukum mengatur disebut juga bersifat fakultatif (regelendrecht atau aanvullendrecht) yang artinya hukum yang mengatur atau melengkapi, sebagai contoh aturan ketenagakerjaan atau perburuhan yang bersifat mengatur/fakultatif adalah:

1) Pasal 51 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, mengenai pembuatan penjanjian kerja bisa tertulis dan tidak tertulis. Dikategorikan sebagai Pasal yang sifatnya mengatur oleh karena tidak harus/wajib perjanjian kerja itu dalam bentuk tertulis dapat juga lisan, tidak ada sanksi bagi mereka yang membuat perjanjian secara lisan sehingga perjanjian kerja dalam bentuk tertulis bukanlah hal yang

imperative/memaksa.

2) Pasal 60 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, mengenai perjanjian kerja waktu tidak tertentu dapat mensyaratkan masa percobaan 3 (tiga) bulan. Ketentuan ini juga bersifat mengatur oleh karena pengusaha bebas untuk menjalankan masa percobaan atau tidak ketika melakukan hubungan kerja waktu tidak tertentu/permanen.

3) Pasal 10 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, bagi pengusaha berhak membentuk dan menjadi anggota organisasi pengusaha. Merupakan ketentuan hukum mengatur oleh karena ketentuan ini dapat dijalankan (merupakan hak) dandapat pula tidak dilaksanakan oleh pengusaha.

4) Buku III Titel 7A, Pasal 1601 a Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dan Buku II Titel 4 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD).

(6)

Kemudian hakikat hukum perburuhan meliputi dua hal juga, yaitu:

a. Dalam hukum perdata, hakikat dalam hukum perdata baik secara yuridis maupun secara sosiologis adalah bebas. Misalnya dalam perjanjian jual beli, apabila penjual dan pembeli telah melaksanakan hak dan kewajibannya, maka terjadinya kebebasan diantara keduanya. Contohnya Aldi menjual mobil kepada Aldo, sehingga berarti:

1) Aldo telah menyerahkan uangnya kepada Aldi, dan mendapatkan barang berupa mobil. 2) Aldi telah meberikan barangnya berupa mobil, dan menerima uang dari Aldo.

b. Dalam hukum perburuhan mencakup dua hal, yaitu:

1) Secara yuridis hakikatnya sama, artinya kedudukan antara pekerja/buruh dengan pengusaha sederajat sebagaimana hal ini diejawantahkan dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 Amandemen keempat yang berbunyi “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.” Contohnya guru dan kepala sekolah digaji oleh pemerintah sebagaimana mestinya.

2) Secara sosiologis hakikatnya tidak sama, artinya setelah pekerja diterima sebagai pegawai di perusahaan tersebut harus tunduk kepada majikan. Contohnya Riki bekerja di perusahaan Riko, sehingga Riki harus tunduk kepada Riko sebagai majikan/pimpinan dalam perusahaan tersebut.

2. Dalam sumber Hukum Perburuhan itu ada sumber hukum yang otonom dan sumber hukum yang heteronom.

a. Jelaskan pengertiannya, serta kemukakan 4 (empat) Undang-undang yang termasuk sumber Hukum Heteronom!

Jawaban:

Pemerintah atau penguasa yang ikut campur tangan dalam hubungan kerja telah memunculkan dua jenis hukum perburuhan yaitu hukum perburuhan heteronom yang dibuat langsung oleh pemerintah yang berbentuk peraturan perundang-undangan perburuhan baik yang berbentuk undang-undang, peraturan pemerintah dan berbagai aturan teknis lainnya dan hukum perburuhan otonom yang dibuat oleh buruh dan majikan yang biasanya berbentuk perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama dan peraturan perusahaan. Maksud pemerintah membentuk hukum perburuhan heteronom ini agar para pelaku hubungan kerja yang jumlahnya sangat banyak ini tidak membuat ketentuan yang berpotensi menimbulkan konflik sekaligus dapat dijadikan sebagai alat ukur utama dalam memverifikasi hukum perburuhan otonom yang dibuat sudah seuai dengan standar normatif atau tidak.

(7)

Standar normatif ini tidak dimaksudkan agar setiap pelaku hubungan kerja dalam membuat hukum perburuhan otonom harus selalu sama persis dengan hukum perburuhan heteronom walaupun juga tidak boleh dibawah norma dari hukum yang bersangkutan. Artinya hukum perburuhan heteronom menjadi standar minimal yang harus dipatuhi dalam membuat hukum perburuhan otonom. Bahkan sesungguhnya pembuatan hukum perburuhan otonom menjadi tidak perlu apabila isinya sama dengan hukum heteronom, karena sesungguhnya akan terjadi duplikasi yang tidak perlu antara hukum perburuhan otonom dan hukum perburuhan heteronom. Dengan posisinya yang di bawah hukum perburuhan heteronom maka hukum perburuhan otonom tidak boleh bertentangan dengan hukum perburuhan heteronom dan dianggap tidak berlaku sehingga yang berlaku adalah ketentuan yang dikemas dalam hukum perburuhan heteronom. Sebaliknya, hukum perburuhan otonom baru berlaku manakala isi dari ketentuan itu diatas atau minimal dengan norma hukum perburuhan heteronom. Artinya, isi hukum perburuhan otonom memiliki kualitas di atas hukum perburuhan heteronom. Apabila dibuat tata urutan ketentuan perburuhan yang mengkombinasikan hukum perburuhan heteronom dan hukum perburuhan otonom maka akan didapat komposisi sebagai berikut: 1) Hukum perburuhan heteronom sesuai dengan tata urutan peraturan perundang-undangan. 2) Hukum perburuhan otonom dengan tata urutan perjanjian kerja bersama, perjanjian kerja

dan peraturan perusahaan.

Komposisi tersebut di atas dapat diterangkan bahwa kualitas peraturan perusahaan tidak boleh lebih rendah daripada kualitas perjanjian kerja. Kualitas perjanjian kerja tidak boleh lebih rendah dari pada kualitas perjanjian kerja bersama dan kualitas perjanjian kerja bersama tidak boleh lebih rendah dari pada kualitas hukum perburuhan heteronom. Dengan demikian hukum perburuhan otonom baru berlaku manakala kualitasnya lebih tinggi atau minimal sama dengan dengan kualitas hukum perburuhan heteronom. Dengan demikian pula apabila kualitas hukum perburuhan otonom lebih rendah dari hukum perburuhan heteronom maka secara otomatis hukum perburuhan otonom tersebut telah bertentangan dengan hukum perburuhan heteronom dan dianggap tidak berlaku. Pada kasus perjanjian kerja bersama, misalnya, semestinya tidak perlu dipermasalahkan prioritas pemberlakuan peraturan perundang-undangan atau perjanjian kerja bersama karena kedua-duanya bisa berlaku secara bersama-sama.

(8)

Artinya adalah peraturan perundang-undangan harus dijadikan dasar untuk melaksanakan hubungan kerja ketika isi perjanjian kerja bersama tertentu kualitasnya di bawah peraturan perundang-undangan (bertentangan) namun perjanjian kerja bersama tertentu akan menjadi prioritas untuk diberlakukan manakala kualitas isi dari perjanjian kerja bersama tersebut di atas peraturan perundang-undangan (kualitas dan isinya lebih tinggi) atau isinya sama dengan peraturan perundang-undangan (kualitas dan isinya sama). Dengan demikian fungsi dari hukum perburuhan otonom selain mengisi kekosongan hukum yang belum dibuat oleh hukum perburuhan heteronom, juga memiliki fungsi sebagai pranata untuk meningkatkan kualitas hubungan kerja antara perusahaan dan pekerja. Adapun undang-undang yang termasuk sumber Hukum Heteronom, yaitu:

1) Undang-undang Nomor 33 tahun 1947 tentang Pembayaran Ganti Kerugian Kepada Buruh Yang Mendapat Kecelakaan Berhubung Dengan Hubungan Kerja.

2) Undang-undang Nomor 12 tahun 1948 tentang Kerja.

3) Undang-undang Nomor 23 tahun 1948 tentang Pengawasan Perburuhan.

4) Undang-undang Nomor 21 tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan Antara Serikat Buruh dan Majikan.

5) Undang-undang Nomor 22 tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan. 6) Undang-undang Nomor 12 tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja.

7) Undang-undang Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. 8) Undang-undang Nomor 25 tahun 1977 tentang Ketenagakerjaan. 9) Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

10) Undang-undang Nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

11) Undang-undang Nomor 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri.

(9)

b. Bagaimana pula pendapat Prof. lman Soepomo mengenai sumber Hukum Perburuhan itu, ada berapa macam. Jelaskan disertai dengan contohnya!

Jawaban:

Menurut Imam Soepomo bahwa sumber hukum perburuhan adalah sebagai berikut:

a. Undang-undang adalah peraturan yang ditetapkan oleh Presiden dan dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Di samping Undang-undang ada Peratuan Pemerintah Pengganti Undang-undang yang mempunyai kedudukan sama dengan undang-undang. Peraturan pemerintah pengganti undang-undang ini ditetapkan oleh Presiden, dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. Peraturan tersebut harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan berikut. Diantara peraturan-peratuan tersebut yang kedudukannya dapat disamakan dengan undang adalah Wet. Wet ini dalam bahasa Indonesia adalah undang-undang dibentuk di Netherland oleh raja bersama-sama dengan Parlemen. Contoh dari wet ini adalah Burjerlijk Wetboek voor Indonesie yang sekarang ini disebut Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

b. Peraturan lainnya ini kedudukannya adalah lebih rendah dari undang-undang dan pada umumnya merupakan peraturan pelaksana undang-undang. Peraturan-peraturan itu adalah sebagai berikut:

1) Peraturan pemerintah, peraturan pemerintah ini ditetapkan oleh Presiden untuk mengatur lebih lanjut ketentuan dalam undang-undang. Sejajar kedudukannya dengan peratuan pemerintah ini, adalah peraturan seorang Menteri yang oleh undang-undang diberi wewenang untuk mengadakan peraturan pelakananya. Peraturan terakhir yang berlaku sekarang adalah Keputusan Menteri tenaga kerja.

2) Keputusan Presiden ini yang tidak disebut keputusan pemerintah, atau dari zaman Hindia Belanda dahulu dikenal dengan istilah regeringsbesluit, pada umumnya tidak mengatur sesuatu, tetapi memutuskan sesuatu tertentu.

3) Peraturan atau keputusan instansi lain. Suatu keistimewaan dalam hukum ketenagakerjaan ialah bahwa suatu instansi atau seorang pejabat yang tertentu diberi kekuasaan untuk mengadakan peraturan atau keputusan yang berlaku bagi umum (mengikat umum).

(10)

c. Kebiasaan atau hukum tidak tertulis ini, terutama yang tumbuh setelah perang dunia kedua, berkembang dengan baik karena dua faktor yaitu faktor pertama karena pembentukan undang-undang tidak dapat dilakukan secepat soal-soal perburuhan yang harus diatur, faktor kedua adalah peraturan-peraturan di zaman Hindia belanda dahulu sudah tidak lagi dirasakan sesuai dengan rasa keadilan masyarakat dan aliran-aliran yang tumbuh di seluruh dunia. Jalan yang ditempuh dalam keadaan yang sedemikian itu ialah acap kali dengan memberikan tafsiran (interpretasi) yang disesuaikan dengan jiwa undang-undang dasar.

d. Putusan, dimana dan di masa aturan hukum masih kurang lengkap putusan pengadilan tidak hanya memberi bentuk hukum pada kebiasaan tetapi juga dapat dikatakan untuk sebagian besar menentukan, menetapkan hukum itu sendiri.

e. Perjanjian, perjanjian kerja pada umumnya hanya berlaku antara buruh dan majikan yang menyelenggarakannya, orang lain tidak terikat. Walaupun demikian dari pelbagai perjanjian kerja itu dapat diketahui yang hidup pada pihak-pihak yang berkepentingan. Lebih-lebih dari perjanjian ketenagakerjaan, makin besar serikat buruh dan perkumpulan majikan yang menyelenggarakannya. Dengan demikian maka aturan dalam perjanjian kerja bersama mempunyai kekuatan hukum sebagai undang-undang. f. Traktat, perjanjian dalam arti traktat mengenai soal perburuhan antara negara Indonesia

dengan suatu atau beberapa negara lain. Perjanjian (konvesi/convention) yang ditetapkan oleh konfrensi organisasi perburuhan internasional (international labour organisation

conference) tidak dipandang sebagai hukum ketenagakerjaan karena konvensi itu telah

diratifisir oleh negara Indonesia, tidak mengikat langsung golongan buruh dan majikan di Indonesia.

(11)

3. Di dalam Undang-undang Ketenagakerjaan itu mengatur tentang hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha/majikan. Jelaskan bagaimana hak dan kewajiban pekerja/buruh yang diatur dalam Undang-undang Ketenagakerjaan, kemukakan 4 (empat) macam!

Jawaban:

Hak pekerja/buruh yang diatur dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketengakerjaan, yaitu:

a. Pasal 5 : “Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan.”

b. Pasal 6 : “Setiap pekerja berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha.”

c. Pasal 11 : “Setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/atau meningkatkan dan/atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya melalui pelatihan kerja.”

d. Pasal 12 ayat (3) : “Setiap pekerja memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti pelatihan kerja sesuai dengan bidang tugasnya.”

e. Pasal 18 ayat (1) : “Tenaga kerja berhak memperoleh pengakuan kompetensi kerja setelah mengikuti pelatihan kerja yang diselenggarakan lembaga pelatihan kerja pemerintah, lembaga pelatihan kerja swasta atau pelatihan ditempat kerja.”

f. Pasal 23 : “Tenaga kerja yang telah mengikuti program pemagangan berhak atas pengakuan kualifikasi kompetensi kerja dari perusahaan atau lembaga sertifikasi.”

g. Pasal 31 : “Setiap tenaga kerja mempunyai Hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak didalam atau diluar negeri.”

h. Pasal 84 : “Setiap pekerja yang menggunakan hak waktu istirahat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (2) huruf b, c dan d, Pasal 80 dan Pasal 82 berhak mendapatkan upah penuh.”

i. Pasal 85 ayat (1) : “Pekerja tidak wajib bekerja pada hari-hari libur resmi.”

j. Pasal 86 ayat (1), “Setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas: 1) keselamatan dan kesehatan kerja;

2) oral dan kesusilaan; dan

3) perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama. k. Pasal 88 : “Setiap pekerja berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan

(12)

l. Pasal 90 : “Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89.”

m. Pasal 99 ayat (1) : “Setiap pekerja dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja.”

n. Pasal 104 ayat (1) : “Setiap pekerja berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja.” o. Pasal 137 : “Mogok kerja sebagai hak dasar pekerja dan serikat pekerja dilakukan secara sah,

tertib dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan.”

p. Pasal 156 ayat (1) : “Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja serta uang pengganti hak yang seharusnya diterima.”

Kemudian kewajiban pekerja/buruh yang diatur dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketengakerjaan, yaitu:

a. Pasal 102 ayat (2) : “Dalam melaksanakan hubungan industrial, pekerja dan serikat pekerja mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokrasi, mengembangkan keterampilan dan keahliannya serta ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta keluarganya.”

b. Pasal 126 ayat (1) : “Pengusaha, serikat pekerja dan pekerja wajib melaksanakan ketentuan yang ada dalam perjanjian kerja bersama.”

c. Pasal 126 ayat (2) : “Pengusaha dan serikat pekerja wajib memberitahukan isi perjanjian kerja bersama atau perubahannya kepada seluruh pekerja.”

d. Pasal 136 ayat (1) : “Penyelesaian perselisihan hubungan industrial wajib dilaksanakan oleh pengusaha dan pekerja atau serikat pekerja secara musyawarah untuk mufakat.”

e. Pasal 140 ayat (1) : “Sekurang kurangnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sebelum mogok kerja dilaksanakan, pekerja dan serikat pekerja wajib memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan setempat.”

Dari penjelasan diatas dapat kita lihat secara nyata bahwa dengan adanya hak dan kewajiban para tenaga kerja tersebut, maka akan timbul kesepadanan atau persamaan antara status para pekerja/buruh yang satu dengan para pekerja/buruh yang lain dalam ruang lingkup bersama. Selain itu dimungkinkan akan terhindar sikap sewenang wenang yang dilakukan oleh pengusaha selaku atasan terhadap para tenaga kerja. Oleh karena itu perjanjian kerja sangatlah penting bahkan berpengaruh terhadap suatu perusahaan, sehingga perjanjian kerja dibuat sebaik baiknya dan seadil adilnya karena menyangkut kedua belah pihak. Untuk itu para pekerja/buruh bahkan pengusaha sekalipun haruslah tunduk dan patuh terhadap suatu perjanjian kerja yang sudah

(13)

disepakatinya, sehingga tidak terjadi penyalahgunaan status kerja yang nantinya akan menimbulkan suatu perkara hukum baik pidana maupun perdata. Dengan dipatuhinya bahkan diterapkannya suatu perjanjian kerja secara baik maka akan terbentuk suatu keseimbangan kerja antara para pekerja/buruh dengan pengusaha bahkan akan terbina suatu proses kerja yang baik pula sehingga dimungkinkan untuk terciptanya suatu kemajuan didalam perusahaan yang bersangkutan.

Berdasarkan Undang-undang tentang Ketenagakerjaan, Hak dan Kewajiban terhadap para pekerja/buruh bahwa hubungan antara pengusaha dengan tenaga kerja haruslah diselingi dan diimbangi dengan adanya hak-hak dan kewajiban diantara keduanya supaya tidak terjadi kesetimpangan atau penyalahgunaan kekuasaan. Oleh karena itu para pekerja/buruh dan pengusaha selaku pemegang kekuasaan haruslah patuh dan tunduk kepada aturan-aturan yang berlaku didalam ruang lingkup kerjanya (Perjanjian kerja). Para pekerja/buruh mempunyai beban kewajiban yang tidak dapat dipisahkan dalan status kerjanya, diantaranya para tenaga kerja harus menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokrasi, mengembangkan keterampilan dan keahliannya serta ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta keluarganya, yang terpenting melaksanakan ketentuan yang ada dalam perjanjian kerja bersama.

Dengan demikian maka para pekerja/buruh akan secara otomatis mendapatkan hak-haknya selaku tenaga kerja diantaranya memperoleh perlakuan yang sama (No diskriminasi) bahkan bagi para pekerja penyandang cacat dapat mengembangkan kompetensi kerja sesuai bakatnya, mendapatkan gaji yang layak sesuai dengan kemampuannya bahkan mendapatkan jatah cuti dalam jangka waktu tertentu diluar hari libur resmi serta memperoleh perlindungan kesehatan dan keselamatan dalam bekerja.

(14)

Apabila sudah terjadi keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara hak dan kewajiban yang dimiliki oleh para tenaga kerja sebagai status pekerja maka akan muncul perlakuan yang akan mengangkat harkat dan martabatnya, oleh karena itu peran serta hak dan kewajiban para pekerja sangatlah menentukan terhadap prestasi dan perjanjian kerja. Untuk itu perjanjian kerja dibuat, bahkan mempunyai peranan penting dalam ruang lingkup kerja karena sangatlah berpengaruh bagi suatu sistem manajemen disuatu perusahaan. Dalam mewujudkan pelaksanaan tersebut pemerintah juga ikut berperan serta didalamnya dengan cara melaksanakan pengawasan terhadap jalannya suatu perusahaan serta menegakkan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-undang tentang ketenagakerjaan.

4. Sebelum pekerja/buruh melakukan hubungan kerja mereka melakukan “Perjanjian Kerja” dulu. a. Jelaskan pengertian dari Perjanjian Kerja itu, dan dimana diaturnya Perjanjian Kerja itu!

Jawaban:

1) Berdasarkan Pasal 1601 a KUHPerdata bahwa “Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak ke-1 (satu)/buruh atau pekerja mengikatkan dirinya untuk dibawah perintah pihak yang lain, si majikan untuk suatu waktu tertentu melakukan pekerjaan dengan menerima upah”.

2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 14 memberikan pengertian yakni “Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian antara pekerja/buruh dan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja hak dan kewajiban kedua belah pihak”.

3) Menurut Prof. Soebekti bahwa perjanjian kerja adalah perjanjian antara seorang buruh dengan majikan, perjanjian mana ditandai oleh ciri-ciri adanya suatu upah atau gaji tertentu yang diperjanjikan dan adanya suatu hubungan di peratas (dierstverhanding) yaitu suatu hubungan berdasarkan mana pihak yang satu (majikan) berhak memberikan perintah-perintah yang harus ditaati oleh pihak yang lain (buruh).

4) Menurut Shamad bahwa perjanjian kerja ialah suatu perjanjian di mana seseorang mengikatkan diri untuk bekerja pada orang lain dengan menerima imbalan berupa upah sesuai dengan syarat-syarat yang dijanjikan atau disetujui bersama.

(15)

Berdasarkan pengertian perjanjian kerja diatas, dapat ditarik beberapa unsur dari perjanjian kerja, yakni:

1) Adanya unsur work atau pekerjaan, dalam suatu perjanjian kerja harus ada pekerjaan

yang diperjanjikan (objek perjanjian), pekerjaan tersebut haruslah dilakukan sendiri oleh pekerja, hanya dengan seizin majikan dapat menyuruh orang lain. Hal ini dijelaskan dalam KUHPerdata Pasal 1603 a yang berbunyi “Buruh wajib melakukan sendiri pekerjaannya; hanya dengan seizin majikania dapat menyuruh orang ketiga menggantikannya’. Sifat pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja itu sangat pribadi karena bersangkutan ketrampilan/keahliannya, maka menurut hukum jika pekerja meninggal dunia maka perjanjian kerja tersebut putus demi hukum.

2) Adanya unsur perintah, manifestasi dari pekerjaan yang diberikan kepada pekerja oleh

pengusaha adalah pekerja yang bersangkutan harus tunduk pada perintah pengusaha untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan yang diperjanjikan. Di sinilah perbedaan hubungan kerja dengan hubungan lainnya.

3) Adanya unsur upah, upah memegang peranan penting dalam hubungan kerja, bahkan

dapat dikatakan bahwa tujuan utama orang bekerja pada pengusaha adalah untuk memperoleh upah. Sehingga jika tidak unsur upah, maka suatu hubungan tersebut bukan merupakan hubungan kerja.

b. Bagaimana kedudukan antara buruh dan pengusaha itu serta kemukakan tentang syarat sahnya Perjanjian Kerja itu!

Jawaban:

Pada dasarnya Perjanjian Kerja harus dibuat berdasarkan kesepakatan antara buruh dengan pengusaha dalam kedudukannya yang setara, dalam keadaan bebas dari segala bentuk tekanan untuk membuat perjanjian kerja tersebut, memuat hak dan kewajiban yang seimbang antara buruh dengan pengusaha. Perjanjian Kerja yang dibuat tidak berdasarkan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 52 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dengan sendirinya batal demi hukum atau dapat dibatalkan. Perjanjian Kerja tidak dapat ditarik kembali/dibatalkan dan/atau diubah kecuali atas persetujuan buruh dengan pengusaha. Kemudian sebagai bagian dari perjanjian pada umumnya, perjanjian kerja harus memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata dan juga pada Pasal 1 angka 14 Jo Pasal 52 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

(16)

pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. Dalam Pasal 52 ayat (1) menyebutkan bahwa syarat perjanjian kerja adalah sebagai berikut: 1) Perjanjian kerja dibuat atas dasar:

a) kesepakatan kedua belah pihak;

b) kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum; c) adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan

d) pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan b dapat dibatalkan.

3) Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dan d batal demi hukum.

5. Soalnya, yaitu:

a. Jelaskan pengertian dari Perjanjian Kerja Bersama/PKB serta dimana dasar hukum yang mengatur Perjanjian Kerja Bersama itu?

Jawaban:

Berdasarkan Pasal 1 angka 21 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan bahwa perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak. Perjanjian Kerja Bersama (PKB) adalah suatu kesepakatan secara tertulis dengan menggunakan bahasa Indonesia yang dibuat secara bersama-sama antara pengusaha atau beberapa pengusaha dengan organisasi serikat pekerja/gabungan organisasi serikat pekerja yang sudah terdaftar pada instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan. Organisasi serikat pekerja ini minimal mempunyai anggota 50 % lebih dari seluruh Karyawan yang ada di perusahaan. Persyaratan ini harus dipenuhi karena kalau kurang maka dapat berkoalisi dengan organisasi serikat pekerja sampai mencapai 50 % lebih atau dapat juga meminta dukungan dari karyawan lainnya. Dalam hal suatu perusahaan terdapat lebih dari 1 serikat pekerja/buruh maka yang berhak mewakili pekerja/buruh adalah serikat pekerja/buruh yang memiliki anggota lebih dari 50 % dari seluruh jumlah pekerja/buruh di perusahaan tersebut.

(17)

Adapun dasar dibuatnya Perjanjian Kerja Bersama ini merujuk pada Undang-undang No. 18 Tahun 1956 yang diratifikasi dari Konvensi No. 98 Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) mengenai berlakunya dasar-dasar dari hak untuk berorganisasi dan berunding bersama. Kemudian oleh pemerintah dikeluarkan:

1) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang diatur mulai dari pasal 115 sampai dengan 135.

2) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. Kep/48/Men/IV/2004 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama.

3) Kep.48/MEN/IV/2004, tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama.

b. Kemukakan pula 4 (empat) perbedaan antara Pejanjian Kerja dengan Perjanjian Kerja Bersama/PKB meliputi: 1). Dasar Hukumnya, 2). Pihak-pihak yang melakukan perjanjian Kerja dan Perjanjian Kerja Bersama. 3). Kedudukan Perjanjian Kerja dan PKB., serta 4), Bentuk perjanjiannya.

Jawaban:

1) Berdasarkan Pasal 1601 a KUHPerdata bahwa “Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak ke-1 (satu)/buruh atau pekerja mengikatkan dirinya untuk dibawah perintah pihak yang lain, si majikan untuk suatu waktu tertentu melakukan pekerjaan dengan menerima upah” dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

Tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 14 memberikan pengertian yakni “Perjanjian

kerja adalah suatu perjanjian antara pekerja/buruh dan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja hak dan kewajiban kedua belah pihak”, sedangkan berdasarkan Pasal 1 angka 21 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan bahwa perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.

(18)

2) Dalam perjanjian kerja pihak yang melakukan perjanjian adalah pekerja dengan pengusaha atau buruh dengan majikan, dalam perjanjian kerja bersama pihak yang melakukan perjanjian yaitu antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak. 3) Kedudukan Perjanjian Kerja dan PKB, enurut Hukum Perburuhan bahwa kedudukan

hukum PKB dalam hubungannya dengan keabsahan suatu PHK yang didasarkan pada PKB, pasal 127 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan sebagai berikut:

a) Perjanjian kerja yang dibuat oleh Pengusaha dan Pekerja/Buruh tidak boleh bertentangan dengan Perjanjian Kerja Bersama.

b) Dalam hal ketentuan dalam Perjanjian Kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bertentangan dengan Perjanjian Kerja Bersama, maka ketentuan dalam Perjanjian Kerja tersebut batal demi hukum dan yang berlaku adalah ketentuan dalam Perjanjian Kerja Bersama.

Dari isi pasal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa kedudukan hukum PKB adalah lebih tinggi dari pada Perjanjian Kerja. Hal ini dapat dilihat dari kalimat pada pasal yang bersangkutan yang menyatakan secara tegas bahwa Perjanjian Kerja tidak boleh bertentangan dengan PKB. Konsekuensi hukum terhadap Perjanjian Kerja yang isinya bertentangan dengan PKB, maka Perjanjian Kerja tersebut batal demi hukum dan yang berlaku adalah PKB.

Kemudian menurut Hukum Perjanjian, berdasarkan asas konsensualisme dan kebebasan berkontrak, suatu PKB yang telah memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian, maka PKB tersebut mengikat secara hukum bagi pihak-pihak yang membuatnya sejak adanya konsensus atau kata sepakat diantara para pihak dalam PKB yang bersangkutan. Berdasarkan kedua asas ini, suatu PKB yang terhadapnya telah ada kesepakatan para pihak serta PKB tersebut memenuhi sahnya perjanjian sebagaimana disebutkan dalam pasal 1320 KUHPerdata, maka PKB tersebut merupakan undang-undang bagi pihak-pihak yang membuatnya. Dari uraian tersebut di atas, dihubungkan dengan lingkup laku dari PKB tersebut, maka PKB merupakan peraturan yang bersifat otonom bagi pihak-pihak yang mebuatnya. Dalam pengertian ini, PKB mempunyai kedudukan yang sangat kuat dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial yang terjadi antara Pemberi Kerja/Pengusaha dengan Pekerja/Buruh.

(19)

c. Kemukakan pula 3 (tiga) persamaan antara Perjanjian Kerja dan Perjanjian Kerja Bersama/PKB!

Jawaban:

1) Sama-sama melakukan perjanjian. 2) Sama-sama adanya hubungan hukum.

3) Sama-sama mempunyai hak dan kewajiban dalam melaksanakan perjanjian tersebut.

d. Bagaimana kedudukan antara organisasi buruh dan organisasi pengusaha itu?

Jawaban:

Kedudukan antara organisasi buruh dan organisasi pengusaha sejajar karena organisasi buruh dapat menjadi partner dengan organisasi pengusaha dalam rangka memajukan usaha dan menciptakan iklim kondusif. Kemudian organisasi pengusaha dan organisasi buruh dapat mendorong untuk secara sukarela berunding merumuskan kerjasama yang memuat kondisi kerja yaitu hak dan kewajiban pekerja serta kewenangan dan kewajiban pengusaha. Selanjutnya sebagai wadah pekerja organisasi buruh yang telah terbentuk dengan mempunyai tujuan untuk memberikan perlindungan, pembelaan dan meningkatkan kesejahteraan bagi anggotanya serta mempunyai peranan dan fungsi yang sangat strategis didalam pelaksanaan hubungan industrial bersama organisasi pengusaha.

6. Di Perusahaan ada juga aturan yang disebut dengan Peraturan Perusahaan. a. Jelaskan pengertian dari Peraturan Perusahaan!

Jawaban:

Peraturan perusahaan merupakan peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat ketentuan tentang syarat kerja serta tata tertib perusahaan. Peraturan Perusahaan dibuat untuk menjadi pegangan bagi Perusahaan maupun karyawan yang berisikan tentang hak-hak dan kewajiban masing-masing pihak dengan tujuan memelihara hubungan kerja yang baik dan harmonis antara pengusaha dan karyawan, dalam usaha bersama meningkatkan kesejahteraan karyawan dan kelansungan usaha perusahaan. Kemudian peraturan Perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 20 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Ketentuan mengenai peraturan perusahaan diatur lebih lanjut pada Pasal 108 sampai dengan Pasal 115 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003

(20)

PER.16/MEN/XI/2011 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama.

b. Apakah di dalam perusahaan setalah adanya Perjanjian Kerja Bersama diperkenankan membuat Peraturan Perusahaan? Jelaskan!

Jawaban:

Pengusaha yang mempekerjakan paling sedikit 10 (sepuluh) orang pekerja/buruh wajib membuat peraturan perusahaan. Peraturan perusahaan mulai berlaku setelah mendapat pengesahan dari Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi atau Pejabat yang ditunjuk dan peraturan perusahaan berlaku untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun serta wajib diperbaharui setelah habis masa berlakunya. Namun, kewajiban pembuatan Peraturan Perusahaan tidak berlaku apabila perusahaan telah memiliki perjanjian kerja bersama. Adapun ketentuan di dalam Peraturan Perusahaan tidak boleh bertentangan dengan peraturan undangan yang berlaku, serta tidak boleh lebih rendah dari peraturan perundang-undangan terlebih Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Peraturan Perusahaan harus disahkan oleh pejabat yang berwenang. Yang dimaksud sebagai pejabat yang berwenang adalah Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

7. Soalnya, yaitu:

a. Didalam Perjanjian Kerja itu ada dua macam yaitu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKW'TT). Jelaskan mengenai perjanjian itu dan bagaimana syaratnya bagi perusahaan kalau mengadakan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu tersebut!

Jawaban:

Menurut Pasal 56 ayat (1) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan perjanjian kerja dapat dibuat untuk waktu tertentu dan untuk waktu tidak tertentu. Dalam Pasal 56 ayat (2) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan mengatur bahwa perjanjian kerja untuk waktu tertentu didasarkan atas jangka waktu atau selesainya satu pekerjaan tertentu. Perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tertentu harus dibuat secara tertulis (Pasal 57 ayat 1 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan). Ketentuan ini dimaksudkan untuk lebih menjamin atau menjaga hal-hal yang tidak dinginkan sehubungan dengan berakhirnya kontrak kerja.

(21)

Masa percobaan adalah masa atau waktu untuk menilai kinerja, kesungguhan dan keahlian seorang pekerja. Lama masa percobaan adalah 3 (tiga) bulan, dalam masa percobaan pengusaha dapat mengakhiri hubungan kerja secara sepihak. Ketentuan yang tidak membolehkan adanya masa percobaan dalam perjanjian kerja untuk waktu tertentu karena perjanjian kerja berlangsung relatif singkat. Dalam hal ini pengusaha dilarang membayar upah dibawah upah minimum yang berlaku.

Kemudian berdasarkan Pasal 1 angka 1 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP. 100/MEN/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (Kepmenakertrans 100/2004), pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu atau untuk pekerjaan tertentu yang bersifat sementara selanjutnya disebut Kepmen 100/2004. Pengertian tersebut sependapat dengan pendapat Prof. Payaman Simanjuntak bahwa PKWT adalah perjanjian kerja antara pekerja/ buruh dengan pengusaha untuk melaksanakan pekerjaan yang diperkirakan selesai dalam waktu tertentu yang relatif pendek yang jangka waktunya paling lama 2 tahun,dan hanya dapat diperpanjang satu kali untuk paling lama sama dengan waktu perjanjian kerja pertama, dengan ketentuan seluruh (masa) perjanjian tidak boleh melebihi tiga tahun lamanya. Lebih lanjut dikatakan, bahwa PKWT dibuat untuk jangka waktu 1 (satu) tahun, maka hanya dapat diperpanjang satu kali denan jankga waktu (perpanjangan) maksimum 1 (satu) tahun. Jika PKWT dibuat untuk 1 1/2 tahun, maka dapat diperpanjang 1/2 tahun. Demikian juga apabila PKWT untuk 2 tahun, hanya dapat diperpanjang 1 tahun sehingga seluruhnya maksimum 3 tahun . PKWT adalah perjanjian bersayarat, yakni (antara lain) dipersyaratkan bahwa harus dibuat tertulis dan dibuat dalam bahasa Indonesia, dengan ancaman bahwa apabila tidak dibuat secara tertulis dan tidak dibuat dengan bahasa Indonesia, maka dinyatakan (dianggap) sebagai PKWTT (pasal 57 ayat (2) UUK). Dalam Pasal 59 ayat 1 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa perjanjian kerja untuk waktu tertentu (kontrak) hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yakni:

1) pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;

2) pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;

(22)

4) pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka jelaslah bahwa perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.

Selanjutnya berdasarkan Pasal 1 angka 2 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP. 100/MEN/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (Kepmenakertrans 100/2004), pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap. PKWTT dapat dibuat secara tertulis maupun secara lisan dan tidak wajib mendapatkan pengesahan dari instansi ketenagakerjaan terkait. Jika PKWTT dibuat secara lisan, maka klausul-klausul yang berlaku di antara mereka (antara pengusaha dengan pekerja) adalah klausul-klausul sebagaimana yang di atur dalam UU Ketenagakerjaan. PKWTT dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama 3 (tiga) bulan. Selama masa percobaan pengusaha wajib membayar upah pekerja dan upah tersebut tidak boleh lebih rendah dari upah minimum yang berlaku. Menurut Pasal 15 Kepmenakertrans 100/2004, PKWT dapat berubah menjadi PKWTT, apabila:

1) PKWT yang tidak dibuat dalam bahasa Indonesia dan huruf latin berubah menjadi PKWTT sejak adanya hubungan kerja;

2) dalam hal PKWT dibuat tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam jenis pekerjaan yang dipersyaratkan, maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak adanya hubungan kerja;

3) dalam hal PKWT dilakukan untuk pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru menyimpang dari ketentuan jangka waktu perpanjangan, maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak dilakukan penyimpangan;

4) dalam hal pembaharuan PKWT tidak melalui masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya perpanjangan PKWT dan tidak diperjanjikan lain, maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak tidak terpenuhinya syarat PKWT tersebut;

5) dalam hal pengusaha mengakhiri hubungan kerja terhadap pekerja dengan hubungan kerja PKWT sebagaimana dimaksud dalam angka (1), angka (2), angka (3) dan angka (4), maka hak-hak pekerja dan prosedur penyelesaian dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan bagi PKWTT.

(23)

Adapun syarat bagi perusahaan kalau mengadakan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu menurut pasal 54 Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketengakerjaan, Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang kurangnya harus memuat:

1) nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;

2) nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh; 3) jabatan atau jenis pekerjaan;

4) tempat pekerjaan;

5) besarnya upah dan cara pembayarannya;

6) syarat syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh; 7) mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;

8) tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dani. tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

b. Apakah masa percobaan bisa dilakukan pada Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, atau pada Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu?

Jawaban:

Menurut pasal 58 dan 60 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, perjanjian kerja waktu tidak tertentu/permanen dapat mensyaratkan masa percobaan sampai dengan tiga bulan. Selama masa percobaan, pekerja/buruh berhak atas upah serendah-rendahnya setara dengan nilai upah minimum yang berlaku. Pekerja/buruh yang dipekerjakan berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu tidak dapat dikenai masa percobaan.

Masa percobaan adalah masa atau waktu untuk menilai kinerja, kesungguhan dan keahlian seorang pekerja. Lama masa percobaan adalah 3 (tiga) bulan, dalam masa percobaan pengusaha dapat mengakhiri hubungan kerja secara sepihak. Ketentuan yang tidak membolehkan adanya masa percobaan dalam perjanjian kerja untuk waktu tertentu karena perjanjian kerja berlangsung relatif singkat. Dalam hal ini pengusaha dilarang membayar upah dibawah upah minimum yang berlaku.

Referensi

Dokumen terkait

Retribusi Pemakaian Tanah adalah Retribusi Pemakaian Tanah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 13 Tahun 2010 tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan

Saya merasa informasi yang telah saya kumpulkan terhadap produk yang saya beli memang sesuai dengan kenyataan yang ada pada produk tersebut, sehingga saya semakin yakin

Demikian pula tujuan pembelajaran yang penting adalah membangkitkan hasrat ingin tahu peserta didik mengenai pelajaran yang akan datang, dan karena itu pembelajaran akan

Iako je imao besplatan i stan i hranu, nikad nije bio od onih što samo potvr đ uju ono što im rekne neko ko ih kako bilo pomaže.. Ni za dlaku nije odstupao od

Kenapa media sangat penting dalam proses pembelajaran karena media pembelajaran merupakan alat yang digunakan guru dalam menyampaikan materi kepada peserta

In this research, the geotagged self-portraits is able to perform impressive landscape spaces by vantage points and hotspots detection although this type of

Problematika sosial berubah kian dinamis yang tidak ter cover dalam yurisprudensi fikih klasik lantaran perbedaan dalam jangkauan ruang waktu, tempat dan kondisi

Bentuk Pemerintahan Republik Konstitusional yang diterapkan di Indonesia memiliki ciri pemerintahan dipegang oleh Presiden sebagai kepala pemerintahan