• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aliran dalam Filsafat Barat Modern

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Aliran dalam Filsafat Barat Modern"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

LATAR BELAKANG

Secara historis abad modern dimulai sejak adanya krisis abad pertengahan. Selama dua abad (abad 15 dan 16) di Eropa muncul sebuah gerakan yang menginginkan seluruh kejayaan filsafat dan kebudayaan kembali hadir sebagaimana pernah terjadi pada masa jayanya Yunani kuno. Gerakan tersebut dinamakan renaissance1. Renaissance berarti kelahiran kembali, yaitu lahirnya

kebudayaan Yunani dan kebudayaan Romawi2. Pada saat itu gejala masyarakat

untuk melepaskan diri dari kungkungan dogmatisme Gereja sudah mulai tampak di Eropa. Abad pertengahan manusia tidak bisa berekspresi secara bebas, manusia dininakbobokkan lebih kurang 1000 tahun lamanya.

Pada abad ke 14 dan 15 terutama di Italia muncul keinginan yang kuat, sehingga memunculkan penemuan-penemuan baru dalam bidang seni dan sastra, dari penemuan tersebut sudah memperlihatkan suatu perkembangan baru. Manusia berani berpikir secara baru, antara lain mengenai dirinya sendiri, manusia menganggap dirinya sendiri tidak lagi sebagai fitiator mundi, yaitu orang yang berziarah di dunia ini, melainkan sebagai vaber mundi, yaitu orang yang menciptakan dunianya.3

Pada saat itu manusia mulai dianggap sebagai pusat kenyataan, hal itu terlihat secara nyata dalam karya-karya seniman zaman renaissance seperti Donatello, Botticelli, Michelangelo (1475-1564), Raphael (1483-1520), Perugino (1446-1526), dan Leonardo da Vinci (1452-1592). Dalam bidang

1Renaissance, berasal dari bahasa Perancis berart ‘kelahiran kembali’ atau ‘kebangkitan kembali’. Renaissance menunjukkan suatu gerakan yang meliput suatu zaman dimana orang merasa dilahirkan kembali dalam keadaban. Di dalam kelahiran kembali itu orang kembali kepada sumber-sumber yang murni bagi pengetahuan dan keindahan. Zaman renaissance juga berart zaman yang menekankan otonomi dan kedaulatan manusia dalam berpikir, dalam mengadakan eksplorasi, eksprimen, dalam mengembangkan seni, sastra dan ilmu pengetahuan di Eropa. Lihat. Lorens Bagus, Kamus fisaaat, (Jakarta: Gramedia, 1996 ), hlm. 953-954

2Sutarjo A. Wiramihardja, Pengantar fisaaatt sistematia fisaaat, sejarah fisaaat, iogiia

dan fisaaat iimu, metafsiia dan fisaaat manusia, aisioiogi, (Bandung: Refka Aditama,2006), hlm. 59

(2)

penjelajahan terlihat beberapa nama besar seperti Cristopher Colombus (1451-1506) dan Ferdinand Magellan (1480-1521). Sedangkan dalam bidang ilmu pengetahuan terdapat beberapa tokoh hebat antara lain Nicolaus Copernicus (1478-1543), Andreas Vasalius (1514-1564), Galileo Galilei (1546-1642), Johannes Kepler (1571-1642), dan Francis Bacon (1561-1632) bangsawan Inggris yang meletakkan dasar filosofis untuk perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan dengan mengarang suatu maha karya yang bermaksud menggantikan teori Aristoteles tentang ilmu pengetahuan dengan suatu teori baru dalam bukunya Novum Organon.4

Zaman renaissance sering disebut sebagai sebagai zaman humanisme, sebab pada abad pertengahan manusia kurang dihargai sebagai manusia, kebenaran diukur berdasarkan kebenaran gereja, bukan menurut yang dibuat oleh manusia. humanisme menghendaki ukuran haruslah manusia, karena manusia mempunyai kemampuan berpikir, berkreasi, memilih dan menentukan, maka humanisme menganggap manusia mampu mengatur dirinya dan mengatur dunianya.

Ciri utama renaissance dengan demikian adalah humanisme, individualisme, lepas dari agama. Manusia sudah mengandalkan akal (rasio) dan pengalaman (empiris) dalam merumuskan pengetahuan, meskipun harus diakui bahwa filsafat belum menemukan bentuk pada zaman renaissance, melainkan pada zaman sesudahnya, yang berkembang pada waktu itu sains, dan penemuan-penemuan dari hasil pengembangan sains yang kemudian berimplikasi pada semakin ditinggalkan agama kristen karena semangat humanisme. Fenomena tersebut cukup tampak pada abad modern.5

Zaman modern merupakan zaman tegaknya corak pemikiran filsafat yang berorientasi antroposentrisme6, sebab manusia menjadi pusat perhatian. Pada masa

4K. Bertens, Ringiasan Sejarah Fiisaaat, (Yogyakarta: Kanisius,1998), hlm. 44-45

5Ahmad Tafsir, Fiisaaat Umum Aiai Dan Hat Sejai Thaies Sampai Capra, (Bandung: Rosdakarya, 2000),hlm. 126-127

(3)

Yunani dan abad pertengahan filsafat selalu mencari substansi prinsip induk seluruh kenyataan. Para filsuf Yunani menemukan unsur-unsur kosmologi sebagai prinsip induk segala sesuatu yang ada. Sementara para tokoh abad pertengahan, Tuhan menjadi prinsip bagi segala yang ada, namun pada zaman modern, peranan substansi diambil alih oleh manusia sebagai ‘subjek’ yang terletak di bawah seluruh kenyataan, dan memikul seluruh kenyataan yang melingkupinya.

Oleh karena itu zaman modern sering disebut sebagai zaman pembentukan ‘subjektivitas’, karena seluruh sejarah filsafat zaman modern dapat dilihat sebagai satu mata rantai perkembangan pemikiran mengenai subjektivitas. Semua filsuf zaman modernmenyelidiki segi-segi subjek manusiawi.

Aliran yang menjadi pendahuluan ajaran filsafat modern ini didasarkan pada suatu kesadaran atas individual, dan yang kongkret.7

Filsuf paling awal meletakkan dasar filsafat secara modern dengan cara menyelidiki subjektivitas manusia dengan pendekatan rasio adalah Rene Descartes, melalui Descarteslah warna kemoderenan benar-benar hidup yang kemudian diikuti oleh filsuf-filsuf sesudahnya dengan mengembangkan aliran-aliran lain seperti Rasionalisme, Empirisme, Kritisisme, Idealisme, Positivisme, Evolusionisme, Materialisme, Neo-Kantianisme, Pragmatisme, Filsafat Hidup, Fenomenologi, Eksistensialisme, dan Neo-Thomsme.

BAB II

SEJARAH PERKEMBANGAN FILSAFAT BARAT MODERN

(4)

Akhir abad ke 16 Eropa memasuki abad sangat menentukan dalam dunia perkembangan filsafat, sejak Descartes, Spinoza dan Leibniz mencoba untuk menyusun suatu sistem filsafat dengan dunia yang berpikir dalam pusatnya, yaitu suatu sistem berpikir rasional. Rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpenting dalam memperoleh pengetahuan dan mengetes pengetahuan.

Rasionalisme pada dasarnya ada dua macam, yaitu dalam bidang agama dan filsafat, dalam agama rasionalisme adalah lawan autoritas.8 Sementara dalam

bidang filsafat rasionalisme adalah lawan empirisme. Rasionalisme dalam bidang agama biasanya digunakan untuk mengkritik ajaran agama, rasionalisme dalam filsafat berguna sebagai teori pengetahuan.

Sejarah rasionalisme pada esensialnya sudah ada sejak Thales ketika merumuskan filsafatnya, kemudian pada kaum sofis dalam melawan filsafat Socrates, Plato dan Aristoteles, dan beberapa filsuf sesudahnya. Dalam abad modern tokoh utama rasionalisme adalah Rene Descartes,9 sebab Descarteslah

orang yang membangun fondasi filsafat jauh berbeda bahkan berlawanan dengan fondasi filsafat abad pertengahan.10

Dasar filosofis utama Descartes adalah bahwa perkembangan filsafat sangat lambat bila dibandingkan dengan laju perkembangan filsafat pada zaman sebelumnya. Ia melihat tokoh-tokoh gereja yang mengatasnamakan agama telah menyebabkan lambatnya perkembangan filsafat. Descartes ingin melepaskan diri dari dominasi gereja dan mengembalikan pada semangat filsafat Yunani, yaitu filsafat yang berbasis pada akal. Dengan demikian corak utama filsafat modern yang dimaksud di sini adalah dianutnya kembali rasionalisme seperti pada masa Yunani kuno. Rasionalisme yang dikembangkan oleh Descartes, kemudian dikembangkan lagi oleh Spinoza, Leibniz dan Pascal.

(5)

Paham yang berlawanan dengan rasionalisme adalah empirisme. aliran ini lebih menekankan peranan pengalaman dan mengecilkan peran akal dalam memperoleh pengetahuan. Sebagai suatu doktrin, empirisme adalah lawan dari rasionalisme. Dalam menguatkkan doktrinnya, empirisme mengembangkan dua teori, yaitu teori tentang makna yang begitu tampak pada pemikiran J. Locke dalam buku An Essay Concerning Human Understanding ketika ia menentang innate idea (ide bawaan) rasionalisme Descartes. Teori tentang makna kemudian dipertegas oleh D. Hume dalam bukunya Treatise Of Human Nature dengan cara membedakan antara ide dan kesan (impression).11 Pada abad 20 kaum empiris

cenderung menggunakan teori makna mereka pada penentuan apakah suatu konsep diterapkan dengan benar atau tidak. Filsafat empirisme tentang teori makna berdekatan dengan positivisme logis. Oleh karena itu, bagi penganut empirisis jiwa dapat dipahami sebagai gelombang pengalaman kesadaran, materi sebagai pola jumlah yang dapat diindera, dan hubungan kausalitas sebagai urutan peristiwa yang sama.

Teori kedua yaitu teori pengetahuan, menurut pengikut rasionalisme ada bbeberapa kebenaran umum seperti setiap kejadian mempunyai sebab, seperti dasar-dasar matematika, dan beberapa prinsip dasar etika yang dikenal dengan istilah kebenaran apriori yang diperoleh lewat institusi rasional. Empirisme menolak pendapat seperti itu, mereka menganggap bahwa kebenaran hanya aposteriori yaitu pengetahuan melalui observasi. Tokoh empirisme yang eksis mengembangkan teori ini J. Locke, D. Hume dan H. Spencer.12

Rasionalisme dan empirisme dalam pandangan kritisisme sudah terjebak pada paham ekslusivisme, kedua aliran ini sama-sama mempertahankan kebenaran, seperti rasionalisme mengatakan bahwa sumber pengetahuan adalah rasio, sementara empirisme mengatakan sumber pengetahuan adalah pengalaman, padahal masing-masing aliran ini memiliki kelemahan-kelemahan. Dalam kondisi seperti itu Immanual Kant tampil untuk mendamaikan kedua aliran tersebut,

11Lihat Poedjawijatna, hlm. 201

(6)

menurut Kant bahwa pengetahuan merupakan hasil kerja sama dua unsur yaitu ‘pengalaman inderawi’ dan ‘keaktifan akal budi’. Pengalaman inderawi merupakan unsur aposteriori (yang datang kemudian), akal budi merupakan unsur apriori (yang datang lebih dulu). Empirisme dan rasionalisme hanya mementingkan satu dari dua unsur ini. Kant telah memperlihatkan bahwa pengetahuan selalu merupakan sebuah sintesis.13

Revolusi kopernikan yang telah diadakan Kant dalam bidang filsafat dengan kritisismenya, diteruskan dengan lebih radikal lagi oleh pengikutnya.14

Para murid Kant tidak puas terhadap batas kemampuan akal, alasannya karena akal murni tidak akan dapat mengenal hal yang berada di luar pengalaman. Untuk itu dicari suatu sistem metafisika yang ditemukan lewat dasar tindakan. Para idealis dalam hal ini tidak sepakat dengan Kant dan mereka menyangkal adanya ‘das ding an sich’ (realitas pada dirinya). Menurut mereka, Kant jatuh dalam kontradiksi dengan mempertahankan ‘das ding an sich’.

Menurut Kant sendiri penyebab merupakan salah satu katagori akal budi dan akibatnya tidak boleh disifatkan pada das ding an sich. Karena alasan-alasan serupa itu para idealis mengesampingkan ‘das ding an sich’. Menurut pendapat mereka tidak ada suatu realitas pada dirinya atau suatu realitas yang objektif. Realitas seluruhnya merupakan hasil aktivitas suatu subjek, yang dimaksud subjek di sini bukan subjek perorangan melainkan subjek absolut. Pemikiran idealisme dikembangkan oleh Fichte dengan idealisme subjektif, Schelling dengan idealisme objektif dan Hegel dengan idealisme mutlak.15

Pada pertengahan abad ke 20 ilmu pengetahuan positif berkembang pesat di Eropa dan Amerika. Salah satu metode kritis yang berkembang pada waktu itu yaitu munculnya filsafat fenomenologi sebagai sumber berpikir kritis.

13Harry Hamersma, Toioh-Toioh Fiisaaat Barat Modern, (Jakarta: Gramedia, 1992), hlm.27

(7)

Fenomenologi adalah metode yang diperkembangkan oleh Edmund Husserl berdasarkan ide-ide gurunya Franz Brentano.

Menurut Husserl bahwa objek harus diberi kesempatan untuk berbicara, yaitu dengan cara deskripsi fenomenologi yang didukung oleh metode deduktif, tujuannya adalah untuk melihat hakikat gejala-gejala secara intuitif. Sedangkan metode deduktif mengkhayalkan fenomena berbeda, sehingga akan terlihat batas invariable dalam situasi yang berbeda.16

Filsafat untuk abad sekarang bukan lagi barang baru dan momok yang harus ditakutkan oleh banyak orang, tetapi yang menjadi kendala dalam menyampaikan maksud-maksud filsafat kepada masyarakat secara luas yaitu bahasa. Filsuf dalam kondisi seperti itu harus menaruh perhatian besar guna menjelaskan kaidah-kaidah bahasa dalam filsafat agar mudah dipahami oleh masyarakat. Perhatian terhadap bahasa tersebut awalnya dilakukan oleh G.E. More, kemudian diteruskan oleh B. Russel dan Wittgenstein. Melalui Wittgenstein inilah muncul metode analisis bahasa. Metode analisis bahasa yang ditampilkan oleh Wittgenstein berhasil membentuk pola pemikiran baru dalam dunia filsafat. Tugas filsafat bukan saja membentuk pernyataan tentang sesuatu yang khusus, melainkan memecahkan persoalan yang timbul akibat ketidakpahaman terhadap logika bahasa.17

Filsafat dengan demikian sejak kemunculanya sampai sekarang telah memberikan warna menarik, terutama dalam merumuskan pertanyaan-pertanyaan sambil memberikan jawaban-jawaban kepada kita sebagai manusia yang hidup pada abad modern ini.

BAB III

TOKOH-TOKOH DALAM FILSAFAT BARAT MODERN

1. Rene Descartes (1596-1650)

16Lihat Ahmad Tafsir, hlm. 217-223

17Rizal Mustansyir, Fiisaaat Anaiiti, Sejarah, Periembangan, Dan Peranan Para

(8)

Lahir di La Haye, Perancis, 31 Maret 1596 – meninggal di Stockholm, Swedia, 11 Februari 1650 (pada umur 53 tahun), juga dikenal sebagai Renatus Cartesius dalam literatur berbahasa Latin, merupakan seorang filsuf dan matematikawan Perancis. Karyanya yang terpenting ialah Discours de la méthode (1637) dan Meditationes de prima Philosophia (1641).

Descartes, kadang dipanggil "Penemu Filsafat Modern" dan "Bapak Matematika Modern", adalah salah satu pemikir paling penting dan berpengaruh dalam sejarah barat modern. Pemikirannya membuat sebuah revolusi falsafi di Eropa karena pendapatnya yang revolusioner bahwa semuanya tidak ada yang pasti, kecuali kenyataan bahwa seseorang bisa berpikir. Dalam bahasa Latin kalimat ini adalah: cogito ergo sum sedangkan dalam bahasa Perancis adalah: Je pense donc je suis. Keduanya artinya adalah: "Aku berpikir maka aku ada". (Ing: I think, therefore I am).18

2. Spinoza (1632-1677)

Nama lengkapnya adalah Baruch de Spinoza, dalam bahasa Latin disebut Benedictus dan dalam bahasa Portugis dengan Bento19. Ia lahir di Amsterdam,

Belanda tahun 1632 dan wafat tahun 1677 di Den Haag.

Berbeda dengan Descartes, sesuai dengan semboyannya “Deus sen Natura” (Tuhan atau Alam), Spinoza adalah seorang rasionalis yang mistik. Menurutnya, seluruh kenyataan merupakan kesatuan, dan kesatuan sebagai satu-satunya substansi sama dengan Tuhan atau alam. Segala sesuatu termuat dalam Tuhan-alam. Tuhan sama dengan aturan kosmos, sehingga hukum-hukum alam sama dengan kehendakk Tuhan.20

3. Jhon Locke (1632-1704)

John Locke dilahirkan pada tanggal 28 Agustus 1632 di Wrington, Somerset. Adalah seorang filsuf dari Inggris yang menjadi salah satu tokoh utama

(9)

dari pendekatan Empirisme. Locke menekankan pentingnya pendekatan empiris dan juga pentingnya eksperimen-eksperimen di dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Selain itu, di dalam bidang filsafat politik, Locke juga dikenal sebagai filsuf negara liberal. Locke menandai lahirnya era Modern dan juga era pasca-Descartes (post-Cartesian), karena pendekatan Descartes tidak lagi menjadi satu-satunya pendekatan yang dominan di dalam pendekatan filsafat waktu itu.

Akhir hidup Locke, Pada tahun 1700, Locke pensiun dari pekerjaannya. Ia menjalani sisa kehidupannya selama 4 tahun. Kesehatan Locke makin menurun dan ia menderita penyakit asma. Bulan-bulan akhir tahun 1704 merupakan saat-saat terakhir kehidupannya, Ia meninggal tanggal 28 Oktober 1704, beliau dikuburkan di High Laver.21

Locke meneruskan pembelajarannya dalam bidang filsafat. Salah satu pemikiran Locke yang paling berpengaruh di dalam sejarah filsafat adalah proses manusia mendapatkan pengetahuan. Menurut Locke, seluruh pengetahuan bersumber dari pengalaman manusia, sebelum seorang manusia mengalami sesuatu, pikiran manusia belum berfungsi atau masih kosong ibarat sebuah kertas putih, yang kemudian mendapatkan isinya dari pengalaman yang dijalani oleh manusia itu. Ada dua macam pengalaman manusia, yakni pengalaman lahiriah dan batiniah.22 Pengalaman lahiriah adalah pengalaman yang menangkap aktivitas

indrawi yaitu segala aktivitas material yang berhubungan dengan panca indra manusia. Kemudian pengalaman batiniah terjadi ketika manusia memiliki kesadaran terhadap aktivitasnya sendiri dengan cara mengingat, menghendaki, meyakini, dan sebagainya. Kedua bentuk pengalaman manusia inilah yang akan membentuk pengetahuan melalui proses selanjutnya.

4. David Hume (1711-1776)

David Hume lahir di Edinburgh, Skotlandia, 1711. Ayahnya adalah seorang pengacara dan tuan tanah, sedangkan ibunya adalah Kalvinis keras.23 Ia

(10)

mempelajari hukum, sastra, dan filsafat di Universitas Edinburgh. Peribadinya lebih tertarik dengan dunia filsafat disbanding dengan dunia lainnya.

Zaman David Hume, dikatakan “zaman akal budi”. Menurutnya, budi merupakan ide penting yang mungkin menjadi alasan bagi Hume untuk menunjukkan batas-batas akal budi. Ia senang menghancurkan ide-ide besar saat itu.24

5. Immanuel Kant (1724-1804)

Dia lahir di Königsberg, 22 April 1724 – meninggal di Königsberg, 12 Februari 1804 pada umur 79 tahun, dia adalah seorang filsuf Jerman. Karya yang terpenting adalah Kritik der Reinen Vernunft, 1781. Dalam bukunya ini ia “membatasi pengetahuan manusia”. Atau dengan kata lain “apa yang bisa diketahui manusia.” 25Ia menyatakan ini dengan memberikan tiga pertanyaan:

a. Apakah yang bisa kuketahui? b. Apakah yang harus kulakukan? c. Apakah yang bisa kuharapkan?

Yang dari pertanyaan diatas dijawab sebagai berikut:

a. Apa-apa yang bisa diketahui manusia hanyalah yang dipersepsi dengan panca indra. Lain daripada itu merupakan “ilusi” saja, hanyalah ide.

b. Semua yang harus dilakukan manusia harus bisa diangkat menjadi sebuah peraturan umum. Hal ini disebut dengan istilah “imperatif kategoris”. Contoh: orang sebaiknya jangan mencuri, sebab apabila hal ini diangkat menjadi peraturan umum, maka apabila semua orang mencuri, masyarakat tidak akan jalan.

c. Yang bisa diharapkan manusia ditentukan oleh akal budinya. Inilah yang memutuskan pengharapan manusia.

23Linda Smith dan William Roeper, Ide-Ide Fiisaaat dan Agama Duiu dan Seiarang, (Yogyakarta: Kanisius, 2003), hlm.71

24Terjadi pada 1500-1700, Eropa dilanda dengan peperangan agama, situasi ini pula yang menyebabkan Hume lebih menghargai agama. Lihat Linda Smith dan William Roeper,hlm. 72

(11)

6. Friedrich Wilhelm josep Van Schelling (1775-1854)

Beliau adalah seorang filsuf berkebangsaan Jerman, lahir di Gonberg tahun 1775 dan wafat di Swiss tahun 1854. Selain sebagai seorang filsuf Schelling juga adalah seorang ahli ilmu alam. Schelling adalah seorang idealism obyektif, yang menurutnya kebenaran gambaran tentang dunia tidaklah ditentukan oleh subyek (ego), melainkan oleh obyek pengamatan, yaitu bagaimana obyek itu menampilkan dirinya, atau bagaimana obyek menyadarkan subyek. Semboyannya yang popular adalah Wir haben eine altere offenbarung als jede geschriebene, kita mempunyai wahyu yang lebih tua dari yang tertulis, yaitu alam.26

7. Hegel (1770-1831)

Nama lengkapnya ialah Wilhelm Friedrich Hegel, seorang filsuf Jerman, lahir di Stuttgard tahun 1770 dan wafat tahun 1831 di Berlin. Hegel adalah seorang idealisme mutlak, yang mengatakan Das wahre ist das ganze, yang benar itu yang menyeluruh. Membuktikan kebebarannya yang mutlak itu, Hegel menyusun alur pikir yang disebut dialektika, yaitu tesis “ada”, anti-tesis “tiada” dan sintesis “menjadi”. Terjadinya dialektika tersebut berputar dalam pikiran semata, sehingga seluruh konsep harus direlevansikan.27

8. Karl Max (1818-1883)

Karl Heinrich Marx lahir di Trier, Prusia, 5 Mei 1818 dan wafat di

London, Inggris, 14 Maret1883 (pada umur 64 tahun) adalah seorang filsuf, pakar

ekonomipolitik dan teori kemasyarakatan dari Prusia.

Marxisme pada hakekatnya bukanlah merupakan suatu penafsiran terhadap perubahan proses-proses dalam masyarakat, akan tetapi merupakan sebuah terori yang menyatakan bahwa hukum objektif perkembangan masyarakat dapat ditetapkan sama seperti halnya penemuan-penemuan dalam bidang ilmu

(12)

pengetahuan sehingga bisa bersifat pasti dan universal. Yang diantara pemikrannya mengenai agama dan masyarakat.28

9. Auguste Comte (1798-1857)

Auguste Comte yang lahir di Montpollier, Perancis pada 19 Januari 1798, adalah anak seorang bangsawan yang berasal dari keluarga berdarah katolik. Namun, diperjalanan hidupnya Comte tidak menunjukan loyalitasnya terhadap kebangsawanannya juga kepada katoliknya dan hal tersebut merupakan pengaruh suasana pergolakan social, intelektual dan politik pada masanya.29

Dasar pemikiran Comte diperoleh secara inspiratif dari Saint Simon, Charles Lyell, dan Charles Darwin. Selain dari itu, pemikiran Herbert Spencer mengenai “hukum perkembangan” juga mempengaruhi pemikirannya. Kata “rasional” bagi Comte terkait dengan masalah yang bersifat empirik dan positif yakni pengetahuan riil yang diperoleh melalui observasi (pengalaman indrawi), eksperimentasi, komparasi, dan generalisasi-induktif diperoleh hukum yang sifatnya umum sampai kepada suatu teori.

Karena itulah maka bagi positivisme, tuntutan utama adalah pengetahuan faktual yang dialami oleh subjek, sehingga kata rasional bagi Comte menunjuk peran utama dan penting rasio untuk mengolah fakta menjadi pengalaman. Berdasarkan atas pemikiran yang demikian itu, maka sebagai konsekuensinya metode yang dipakai adalah “Induktif-verifikatif”.30

Menurut Comte, perkembangan manusia berlangsung dalam tiga tahap. Pertama, tahap teologis, kedua, tahap metafisik, ketiga, tahap positif.31

1. Tahap Teologis

28Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Fiisaaat Barat, (Yogjakarta: Kanisius, 1980), hlm.121. 29Lihat Hasan bakt Nasuton, hlm. 183

30Ichwan Supandi Azis, Kari Raimund Popper dan Auguste Comtet Suatu Tinjauan

Temati Probiem Epistemoiogi dan Metodoiogi, Yogyakarta: Jurnal Filsafat, Desember 2003, Jilid 35, Nomor 3, hlm. 254

(13)

Pada tahap teologis ini, manusia percaya bahwa dibelakang gejala-gejala alam terdapat kuasa-kuasa adikodrati yang mengatur fungsi dan gerak gejala-gejala tersebut. Kuasa-kuasa ini dianggap sebagai makhluk yang memiliki rasio dan kehendak seperti manusia. Tetapi orang percaya bahwa mereka berada pada tingkatan lebih tinggi dari pada makhluk-makhluk selain insani.

2. Tahap Metafisik

Tahap ini bisa juga disebut sebagai tahap transisi dari pemikiran Comte. Tahapan ini sebenarnya hanya merupakan varian dari cara berpikir teologis, karena di dalam tahap ini dewa-dewa hanya diganti dengan kekuatan-kekuatan abstrak, dengan pengertian atau dengan benda-benda lahiriah, yang kemudian dipersatukan dalam sesuatu yang bersifat umum, yang disebut dengan alam yang menjadi asal mula agama.

3. Tahap Positif

Pada tahap ini pengertian “menerangkan” berarti fakta-fakta yang khusus dihubungkan dengan suatu fakta umum. Dengan demikian, tujuan tertinggi dari tahap positif ini adalah menyusun dan dan mengatur segala gejala di bawah satu fakta yang umum

10. Charles Robert Darwin (1809-1882)

Charles Robert Darwin lahir di Shrewsbury, Shropshire, Inggris, 12 Desember 1809 dan wafat di Downe, Kent, Inggris, 19 April 1882 pada umur 72 tahun adalah seorang naturalis Inggris yang teori revolusionernya meletakkan landasan bagi teori evolusi modern dan prinsip garis keturunan yang sama (common descent) dengan mengajukan seleksi alam sebagai mekanismenya. Teori ini kini dianggap sebagai komponen integral dari biologi (ilmu hayat).

(14)

unsur aksidental adalah unsur yang datang dan pergi tanpa mengakibatkan perubahan identitas pada sesuatu. 32

11. Edmund Husserl (1859-1938)

Beliau adalah seorang filsuf Jerman lahir di Prostejov, Cekoslowakia tahun 1859, dan wafat di Freiburgh tahun 1938. Pemikiran terpentingnya adalah Teori kebenaran, yang menurutnya kebenaran haruslah digabung di antara subyek dengan obyek dan Tiga jenis reduksi, Supaya dengan intuisi kita dapat menangkap hakekat obyek-obyek, maka dibutuhkan tiga reduksi.

Reduksi-reduksi ini yang menyingkirkan semua hal yang mengganggu kalau kita ingin mencapai wesenschau. Reduksi pertama: menyingkirkan segala sesuatu yang subyektif. Sikap kita harus obyektif, terbuka untuk gejala-gejala yang harus “diajak bicara”. Dua: menyingkirkan seluruh pengetahuan tentang obyek yang diselidiki dan diperoleh dari sumber lain. Tiga: menyingkirkan seluruh reduksi pengetahuan. Segala sesuatu yang sudah dikatakan oleh orang lain harus, untuk sementara dilupakan. Kalau reduksi-reduksi ini berhasil, gejala sendiri dapat memperlihatkan diri, menjadi fenomin (memperlihatkan diri).33

BAB IV

ALIRAN-ALIRAN DALAM FILSAFAT BARAT MODERN

1. Rasionalisme

32

Kumara Ari Yuana, The Greatest Phiiosophers - 100 Toioh Fiisua Barat dari Abad 6 SM - Abad 21, (Yogyakarta: Andi, 2010), hlm. 231

(15)

Rasionalisme terdir rasio dan isme, yang berarti paham yang meletakkan kebenaran tertinggi pada akal manusia atau paham filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpenting untuk memperoleh pengetahuan. Menurut aliran rasionalisme suatu pengetahuan diperoleh haruslah dengan cara berpikir.34

Pengertian lain rasionalisme atau gerakan rasionalis adalah doktrin filsafat yang menyatakan bahwa kebenaran ditentukan melalui pembuktian, logika, dan analisis yang berdasarkan fakta, daripada melalui iman, dogma, atau ajaran agama. Hal ini dilatarbelakangi oleh keinginan untuk membebaskan diri dari segala pemikiran yang tradisional. Yang dalam hal ini Rene Descartes adalah pendiri pada aliran ini.35

2. Empirisme

Istilah Empirisme berasal dari kata empiri yang berarti indra atau lata indra, yang ditambah dengan isme sebagai suatu aliran. Dengan kata lain, kebenaran adalah sesuatu yang sesuai dengan pengalaman manusia. Yang dilatarbelakangi karena adanya kemajuan ilmu pengetahuan dapat dirasakan manfaatnya, pandangan orang terhadap filsafat mulai merosot. Hal ini terjadi karena filsafat dianggap tidak berguna lagi bagi kehidupan. Pada sisi lain, ilmu pengetahuan besar sekali manfaatnya bagi kehidupan.36

3. Kritisisme

Aliran ini muncul pada abad ke-18, yang dilatarbelakangi manusia melihat adanya kemajuna ilmu pengetahuan telah mencapai hasil yang menggembirakan. Di sisi lain jalannya filsafat tersendat-sendat. Untuk itu diperlukan upaya agar filsafat dapat berkembang sejajar dengan ilmu pengetahuan.

(16)

Tokoh didalamnya adalah Immanuel Kant, yang mencoba menyelesaikan persoalan diatas, awalnya ia mengikuti rasionalisme tetapi kemudian terpengaruh dengan empirisme. Walaupun demikian, Kant tidak mudah untuk menerimanya. Maka akhirnya, ia mencoba mengadakan sintesis dan mencapai suatu kesimpulan walaupun ia mendasarkan diri pada nilai yang tinggi dari akal, tetapi ia tidak mengingkari adanya persoalan-persoalan yang melampaui akal. Sehinggal akal mengenal batas-batasnya.

4. Idealisme

Peristiwa di dunia ini hanya dapat dimengerti apabila suatu syarat dipenuhi, yaitu jika peristiwa-peristiwa itu sudah secara otomatis mengandung penjelasan-penjelasannya. Ide yang berpikir itu sebenarnya adalah gerak yang menimbulkan gerak lain. Artinya gerakan yang menimbulkan tesis, kemudian menimbulkan anti-tesis (gerak yang bertentangan), kemudian muncul sintesis yang merupakan tesis baru, yang nantinya menimbulkan anti-tesis dan seterusnya. Inilah yang disebut dengan dialektika37. Proses dialektika inilah yang menjelaskan

segala peristiwa. Yang dipelopori oleh F.W.J. Schelling, Hegel, dan Fichte.

5. Positivisme

Filsafat positivisme lahir pada abad ke-19. Titik tolak pemikirannya, apa yang telah diketahui adalah yang factual dan yang positif, sehingga metafisika ditolaknya. Maksud positif adalah segala gejala dan segala yang tampak seperti apa adanya, sebatas pengalaman-pengalaman objektif. Jadi setelah fakta diperolehnya, fakta-fakta tersebut diatur agar dapat memberikan semacam asumsi (proyeksi) ke masa depan.

6. Evolusionisme

Airan ini dipelopori oleh ahli Zoologi, Charles Robert Darwin. Dalam pemikirannya, ia mengajukan konsep tentang perkembangan tentang segala

(17)

sesuatu termasuk manusia yang diatur oleh hukum-hukum mekanik, yaitu survival of the fittest dan struggle for life.

7. Materialisme

Filsafat materialisme berpandangan bahwa hakikat materialisme adalah materi, bukan rohani, spiritual atau supernatural. Pandangan materialisme banyak persamaannya dengan naturalisme. Bahkan ada filsuf yang menyamaka keduanya, khususnya yang disebut dengan naturalisme materialistis. Hal ini didasarkan pada beberapa alas an. Pertama karena pandangan materialism banyak kaitan dan persamaannya dengan rumpun ilmu-ilmu alam. Kedua karena sama-sama menentang filsafat moral dan agama.

Tidak ada kejadian yang tidak dapat diteliti secara alamiah. Apa yang disebut alamiah atau riil pastilah mempunyai sifat atau wujud material atau fisik, sekalipun mungkin tampaknya tidak demikian kepada kita. Dengan demikian, sintesis kedua paham ini beranggapan bahwa apapun yang ada, pada akhirnya dapat dikembalikan kepada materi.

8. Neo-Kantianisme

Setelah materialisme pengaruhnya merajalela,, para murid Kant mengadakan gerakan lagi. Mereka ingin kembali bersifat kritis, yang bebas dari spekulasi idealisme dan dogmatis. Herman Cohen memberikan titik tolak pemikirannya mengemukakan bahwa keyakinannya kepada otoritas akal manusia untuk mencipta. Mengapa demikian, karena segala sesuatu itu “ada” apabila terlebih dahulu dipikirkan. Tuhan, menurut pendapatnya, bukan sebagai person tetapi sebagai cita-cita dari seluruh perilaku manusia.

9. Pragmatisme

(18)

dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu ialah, apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata.

Oleh sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak mutlak. Mungkin sesuatu konsep atau peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi terbukti berguna bagi masyarakat yang lain. Maka konsep itu dinyatakan benar oleh masyarakat yang kedua.

Pragmatisme dalam perkembangannya mengalami perbedaan kesimpulan walaupun berangkat dari gagasan asal yang sama. Kendati demikian, ada tiga patokan yang disetujui aliran pragmatisme yaitu, menolak segala intelektualisme, dan absolutisme, serta meremehkan logika formal.38

10. Filsafat Hidup

Aliran filsafat ini lahir akibat dari reaksi dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menyebabkan industrialisasi semakin pesat. Hal ini mempengaruhi pola pikir manusia. Peranan akal pikiran hanya digunakan untuk menganalisis sampai menyusun suatu sintesis baru. Bahkan alam semesta atau manusia dianggap sebagai mesin yang tersusun dari beberapa komponen dan bekerja sesuai dengan hukum-hukumnya. Tokohnya adalah Henry Bergson.

11. Fenomenologi

Fenomenologi berasal dari kata fenomen yang srtinya gejala, yaitu suatu hal yang tidak nyata semua. Juga dapat diartikan sebagai ungkapan kejadian yang dapat diamati oleh indra. Edmun Husserl (1859-1938) adalah pendiri aliran fenomenologi, ia telah empengaruhi pemikiran filsafat abad ke 20 ini secara amat mendalam. Fenomenologi adalah ilmu (logos) pengetahuan tentang apa yang tampak (phainomenon). Dengan demikian fenomenologi adalah ilmu yang mempelajari yang tampak atau apa yang menampakkan diri atau fenomenon. Bagi Husserl fenomena ialah realitas sendiri yang tampak, tidak ada selubung atau tirai

(19)

yang memisahkan subjek dengan realitas, realitas itu sendiri yang tampak bagi subjek.

12. Eksistensialisme

Kata Eksistensialisme berasal dari kata eks = ke luar, dan sistensi = berdiri, menempatkan. Secara umum berarti, manusia dalam keberadaannya ditentukan oleh akunya. Karena manusia selalu terlihat disekelilingnya, sekaligus sebagai miliknya. Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang memandang berbagai gejala dengan berdasar pada Eksistensinya. Artinya, bagaimana manusia berada (bereksistensi) dalam dunia. Pelopornya adalah Soren Kierkegaard, yang mengemukakan bahwa kebenaran itu berada pada suatu system yang umum tetapi berada dalam eksistensi yang individu, yang kongkret. Oleh karena itu, eksistensi manusia penuh dengan dosa, sehingga hanya iman kepada kristus sajalah yang dapat mengatasi perasaan bersalah karena dosa.

13. Neo-Thomisme

Pada pertengahan abad ke-19, ditengah-tengah gereja Katolik banyak penganut paham Thomisme, yaitu aliran yang mengikuti paham Thomas Aquinas. Pada mulanya dikalangan gereja terdapat semacam keharusan untuk mempelajari ajaran tersebut. Kemudian akhirnya menjadi sebuah paham Thomisme, yaitu pertama, paham yang menganggap bahwa ajaran Thomas sudah sempurna. Kedua, paham yang menganggap ajaran Thomas telah sempurna tetapi masih terdapat hal-hal yang pada suatu saat belum dibahas. Ketiga, paham yang menganggap bahwa ajaran Thomas harus diikuti, akan tetapi tidak boleh beranggapan bahwa ajarannya betul-betul sempurna.

BAB V

PENUTUP

(20)

Filsafat selalu lahir dari suatu krisis, krisis berarati penentuan, bila terjadi krisis orang biasanya meninjau kembali pokok pangkal yang lama dan mencoba apakah ia dapat tahan uji. Filsafat dengan demikian perjalanan dari satu krisis ke krisis lain. Ini berarti bahwa manusia yang berfilsafat senantiasa meninjau kembali eksistensi dirinya dan alam disekitarnya. Filsafat sejak Thales sudah mempersoalkan alam sekitarnya. Pada Socrates, Plato dan Aristoteles persoalan yang dipetanyakan jauh meningkat yaitu mempertanyakan eksistensi manusia, meskipun eksistensi manusia yang tinggi pada Yunani kuno kurang mendapat perhatian abad pertengahan.

Kehadiran filsafat abad modern yang diawali oleh gerakan renaissance berusaha mengembalikan eksistensi kemanusia yang hilang oleh tidur pajang 1000 tahun lebih. Abad modern ditandai oleh penemuan-penemuan besar dalam bidang ilmu pengetahun sehingga abad modern menjadi abad kembalinya subjektivitas dengan memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya pada peranan akal. Munculnya aliran-aliran berbeda menunjukkan bahwa abad modern telah memperbaharui sudut pandang dogmatis manusia kepada pemahaman pluralis yang didukung oleh data dan fakta rasional dan empiris.

B. Saran-saran

Layaknya para filosof yang senatiasa mencari kebenaran dengan sikap yang kritis, kita para mahasiswa juga bisa menjadikan mereka contoh dalam hal yang positif dalam konteks ilmu pengetahuan guna mendorong dan menjadi sumber motivasi dalam menuntut ilmu.

DAFTAR PUSTAKA

(21)

Ari Yuana, Kumara.2010.The Greatest Philosophers - 100 Tokoh Filsuf Barat dari Abad 6 SM - Abad 21.Yogyakarta: Andi

Azis, Ichwan Supandi.2003 Karl Raimund Popper dan Auguste Comte; Suatu Tinjauan Tematik Problem Epistemologi dan Metodologi, Yogyakarta: Jurnal Filsafat, Desember 2003, Jilid 35, Nomor 3

Bakker, Anton. 1986. Metode-Metode Filsafat.Jakarta: Ghalia Indonesia

Bertens, K. 1998. Ringkasan Sejarah Filsafat. Yogyakarta: Kanisius Hanafi, A. 1981. Ihktisar Sejarah Filsafat Barat.Jakarta: Pustaka Alhusna Hamersma, Harry. 1992. Tokoh-Tokoh Filsafat Barat Modern. Jakarta: Gramedia

Hadiwijono, Harun.1980. Sari Sejarah Filsafat Barat.Yogjakarta: Kanisius

Mustansyir, Rizal. 2001.Filsafat Analitik, Sejarah, Perkembangan, Dan Peranan Para Tokohnya, Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Nasution, Hasan Bakti .2001.Filsafat Umum.Jakarta: Gaya Media Pratama

Poedjawijatna, 1986. Pembimbing ke Alam Filsafat. Jakarta: Bina Aksara

Smith, Linda dan William Roeper.2003.Ide-Ide Filsafat dan Agama Dulu dan Sekarang, Yogyakarta: Kanisius

Tafsir, Ahmad. 2000. Filsafat Umum Akal Dan Hati Sejak Thales Sampai Capra. Bandung: Rosdakarya

Referensi

Dokumen terkait

Deskripsi Singkat : Mata kuliah ini membahas : pengertian dan ruang lingkup kimia komputasi, pengertian dan ruang lingkup permodelan molekul yang meliputi penggambaran

1) Menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas di bidang teknik industri untuk menghasilkan lulusan yang kompeten dan mampu bersaing serta memiliki sikap wirausaha

Keterlibatan orang tua pada subjek kedua dalam membentuk disiplin ibadah sholat pada anak sejak usia dini yakni dengan melakukan rangsangan, sesuai waktu

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa adaptasi dalam situasi kepadatan sosial tinggi dilakukan dengan cara membiasakan diri dalam situasi kepadatan sosial tinggi sampai

Kelompk Gbr Alif Syarifudin Alif Syarifudin ARSITEKTUR 1 : 100 AR-01

Persoalan pemekaran desa tidak menimbulkan implikasi yang signifikan terhadap kehidupan sosio-kultural masyarakat, dikarenakan aspek struktur sosial yang dimiliki

Nastankom suvremenih medija koje stvaraju sami korisnici (blogovi, dru š tvene mre ž e) „mainstream“ mediji zamijenjeni su personaliziranima – internet je postao

1) Pada pemeriksaan vaginal, kanalis servikalis dan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari ostium uteri eksternum. 2) Perdarahan